Gambar 2. Kurva kesetimbangan iso-propanol dan air pada tekanan 1.2 bar
Aliran umpan merupakan iso-propanol dan air dengan komposisi masing-masing komponen
87%-massa iso-propanol dan 13%-massa air berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa kondisi
umpan berada pada komposisi azeotropnya, pada proses produksi diinginkan produksi aseton
sebesar 5,000 kg/jam sehingga laju umpan masuk untuk memenuhi target produksi tersebut
didefinisikan sebesar 6,500 kg/jam pada temperatur 25 oC dan tekanan 1.25 bar. Umpan
dialirkan menggunakan pompa melalui mixer yang nantinya akan bercampur dengan aliran
recycle kemudian di uapkan pada unit vaporizer kemudian dilakukan pemanasan untuk
menyesuaikan kondisi operasi reaktor. Terdapat 4 komponen pada luaran reaktor antara lain
iso-propanol sisa reaksi, air, aseton dan gas hydrogen. Diinginkan kemurnian aseton sebagai
produk utama adalah sebesar 99.5%-mol. Oleh karena itu, dilakukan proses pemurnian dimulai
dengan luaran reaktor didinginkan hingga diperoleh campuran 2 fasa (uap dan cair) kemudian
dipisahkan dengan cara dialirkan ke dalam separator pemisahan ini didasarkan atas perbedaan
fasa, luaran fasa uap separator diteruskan menuju kolom absorpsi guna mengurangi gas
hidrogen pada campuran hal ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja distilasi pada saat
dilakukannya pemurnian aseton. Setelah itu dilakukan proses distilasi secara bertahap, tahap
pertama bertujuan untuk memperoleh produk aseton dengan kemurnian 99.5% kemudian pada
tahap kedua dilakukan untuk memperoleh kembali komponen iso-propanol yang tidak
terkonversi pada proses pembentukan produk dimana komponen iso-propanol diinginkan
berada dalam campuran azeotropnya dengan air dengan komposisi iso-propanol 87%-massa
dan sisanya air sehingga sama dengan komposisi umpan sehingga dapat di recycle menuju
mixer. Disamping itu air murni yang merupakan hasil bawah dari kolom distilasi di recycle
menuju kolom absorpsi dimanfaatkan sebagai absorben dan sisanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan lain non-proses.
Berikut ini kajian-kajian mengenai pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan
kondisi operasi yang diterapkan pada proses simulasi kali ini:
1. Kondisi Operasi Reaktor
Kondisi operasi pada reaktor ditentukan dengan melakukan analisis menggunakan
modul reactor gibbs untuk mencapai konversi optimum reaksi pembentukan aseton dengan
cara dehidrogenasi iso-propanol digambarkan sebagai berikut:
(CH3)2CHOH → (CH3)CO + H2
Reaksi ini berlangsung pada fasa gas bersifat endotermis, dengan panas reaksi standar
sebesar 62.9 kJ/mol. Sehingga semakin tinggi temperature operasi kesetimbangan akan
Pada temperatur 300 dan tekanan 6 bar didapatkan konversi iso-propanol sebesar 87%,
reactor diinginkan beroperasi secara isothermal. Oleh karena itu, untuk mengatur model
reactor berjalan secara isothermal maka digunakan fitur set, dimana target variabel yang di
tetapkan yaitu temperatur pada aliran 6 harus sama dengan temperatur pada aliran 5 seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing konstanta a0, a1, dan a2 dilakukan olah
data hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan Microsoft excel yaitu dengan cara plot
nilai konversi terhadap perubahan temperature sehingga diperoleh nilai konstanta a0, a1 dan
a2 sebagai fungsi temperatur.
4 bar
100
99
y = -6.29E-04x2 + 5.09E-01x - 4.89E+00
98
R² = 9.99E-01
97
96
95
94
93
92
91
90
300 320 340 360 380 400
reactor gibbs diatas nantinya akan diterapkan pada model plug flow reactor untuk
mengilustrasikan proses secara nyata.
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
-1.00E+01
-2.00E+01
-3.00E+01
-4.00E+01
-5.00E+01
-6.00E+01
-7.00E+01
-8.00E+01 1,1514E+00x2 - 3,2089E+01x + 1,0498E+02
-9.00E+01
Gambar 5. Konstanta a0
9.00E-01
2
8.00E-01 y = -5.9286E-03x + 1.5544E-01x - 1.7571E-02
R² = 9.9997E-01
7.00E-01
6.00E-01
5.00E-01
4.00E-01
3.00E-01
2.00E-01
1.00E-01
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
Gambar 6. Konstanta a1
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
-2.00E-04
-8.00E-04
Gambar 7. Konstanta a2
Pada plug flow reactor untuk mengantisipasi perubahan kapasitas produksi, maka
dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi rancangan plug flow reactor dengan
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Mekanisma pemberian panas reaksi diatur sedemikian sehingga reaktor dapat dianggap
beroperasi secara isotermik sepanjang unggun. Media pemanas adalah dowtherm hot
oil (DTRM-HT) yang tersedia pada tekanan 10 bar dan temperatur maksimum 450 oC.
b. Katalis padat dianggap berbentuk bola dengan diameter 5 mm sehingga parameter
konstanta kinetika reaksi (k0) dianggap sebagai konstanta laju reaksi senyatanya
(apparent rate).
c. Reaktor berbentuk bejana silinder tegak berisi unggun katalis dengan nisbah H/D 3 - 4.
Unggun katalis pada operasi normal dianggap memiliki fraksi kosong ε = 40%.
d. Volume reaktor diminimumkan dengan mengatur pemilihan tekanan dan temperatur
agar nilai konversinya sekitar 96,5%.
Untuk memenuhi pertimbangan pada poin a digunakan fitur set seperti pada Gambar
3. Sedangkan untuk pemberian panas dengan menggunakan dowtherm hot oil (DTRM-HT)
dapat di atur pada aliran panas QPFR (dapat dilihat pada Gambar 1.) dimana terdapat
pemilihan jenis utilitas dipilih jenis hot oil.
Untuk memenuhi nisbah H : D berada di kisaran 3-4 ditetapkan besaran diameter reactor 2
m dengan volume minimum yang diperoleh sebesar 22 m3, sehingga diperoleh tinggi
reactor setinggi 7 m, dengan nilai tersebut nisbah H : D dari reactor sebesar 3.5.
Sedangkan kontrol konversi diperoleh dengan melakukan analisis sensitivitas
perubahan laju aliran massa terhadap temperatur masuk persamaan temperatur sebagai
fungsi laju alir massa diperoleh sebagai persamaan polynomial orde dua, dengan persamaan
tersebut kemudian diolah dengan menggunakan modul spreadsheet yang bertujuan sebagai
sumber informasi temperatur pada aliran 5, sehingga tidak perlu lagi didefinisikan fleksibel
mengikuti perubahan laju aliran massa, hasil analisis dan tampilan modul spreadsheet
disajikan pada Gambar 11 dan 12. Diketahui untuk mencapai konversi reaksi sebesar
96.5% dengan dimensi reactor dan laju alir massa sama seperti yang telah didefinisikan
sebelumnya diperlukan temperatur masuk reactor sebesar 335.3 oC.
350
320
310
300
290
280
1 2 3 4 5 6 7 8
Dikarenakan pada Gambar 8. temperatur keluaran dari media pemanas yang digunakan
belum diketahui maka dilakukan simulasi menggunakan unit cooler untuk
merepresentasikan proses pemanasan pada unit reaktor, dimana umpan masuk cooler
didefinisikan berupa komponen dowtherm hot oil (DTRM-HT). Untuk mencapai
konvergensi didefinisikan temperatur masuk, keluar, dan heat flow dimana panas yang
dihasilkan harus sama besar dengan kebutuhan panas yang diperlukan pada unit reaktor,
selain itu perlu dilihat juga laju alir DTRM-HT yang dibutuhkan untuk menghasilkan panas
yang diinginkan, diupayakan laju alir massa DTRM-HT sama dengan atau mendekati
jumlah kebutuhan utilitas yang tertera pada Gambar 8. Model simulasi dan hasil simulasi
menggunakan cooler ini dapat dilihat pada Gambar 13-14.
0.35
Fraksi Aseton fasa uap
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Vapour fraction
Gambar 15. Pengaruh fraksi uap terhadap jumlah aseton dalam fasa uap
100
90
80
Temperatur pendinginan
70
60
50
40
30
20
10
0
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Vapour fraction
aseton yang ikut ke puncak kolom absorpsi nantinya akan sedikit pula dan temperature
pendinginan pada cooler tidak terlalu rendah yaitu sebesar 76 oC untuk mengurangi energi
yang digunakan pada proses pendinginan.
3. Kondisi Operasi Kolom Absorpsi (T-100)
Tekanan umpan masuk kedalam kolom absorpsi sebesar 5 bar, dimana tekanan puncak
kolom 4.5 bar agar aliran gas dapat mengalir dan dasar kolom bertekanan 4.75 bar dengan
jumlah tahapan absorpsi sebanyak 6 tahapan. Pada puncak kolom absorpsi ingin diperoleh
hydrogen dengan kemurnian minimal 97%. Hal-hal yang diputuskan untuk mencapai
kemurnian tersebut antara lain rasio liquid/gas masuk kolom dan temperatur absorben.
0.98
0.96
Kemurnian Hidrogen
0.94
0.92
0.9
0.88
0.86
0.84
0.82
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
L/G Ratio
0.95
0.94
0.93
0.92
0.91
0.9
0.89
35 40 45 50 55 60 65
Temperatur Absorben
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dilihat bahwa kemurnian hidrogen pada puncak
kolom absorpsi mencapai 97% ketika L/G rasio dan temperature masuk absorben masing-
masing sebesar 4 dan 40 oC.
Diperoleh jumlah tahapan yang diperlukan agar kolom absorpsi dapat beroperasi sama
seperti pada kondisi ideal yaitu sebanyak 13 tahap yang terdiri dari 11 tahapan actual
ditambah 2 tahapan ideal pada puncak dan dasar kolom. Untuk mendefinisikan efisiensi
tiap tahapan pada laman antarmuka kolom absorpsi dapat dilihat pada Gambar 20. dan
monitor hasil running kolom pada Gambar 21.
kecil, dan lain sebagainya. Kolom absorpsi ini berjalan dengan baik berdasarkan plot
kondisi hidrolika dalam kolom yang disajikan pada Gambar 24, akan tetapi terdapat
warning pada dasar kolom dimana terjadinya penurunan tekan yang tinggi.
Dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi mekanik dari kolom absorpsi dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Kolom baki (sieve tray) dengan jarak antar baki 60 cm.
b. Efisiensi pemisahan dianggap serba sama sebesar 60% per tahap.
c. Faktor jet-flooding maksimum 80%.
produksi aseton dengan kemurnian sebesar 99.5-%mol terhadap nisbah refluks menjadi
semakin besar senilai 20 dimana letak umpan masuk kolom absorpsi berada pada kolom ke
52 dari puncak, sedangkan untuk temperatur pendinginan kondensor dijaga tetap pada 45
o
C hal ini dikarenakan jenis kondensor yang dipilih berupa air cooler.
Didefinisikan pada internal kolom absorpsi digunakan jenis kolom baki (sieve tray)
dengan jarak antar baki di atur sebesar 0.6 m, kolom di desain dengan jumlah maksimum
dari factor jet-flooding sebesar 80% agar hydraulic plot berjalan pada kondisi yang baik
untuk mencapai kondisi tersbut dilakukan pendefinisian beberapa parameter pada proses
sizing seperti downcomer clearance, diameter lubang pada baki, diameter tiap baki, panjang
weir dan jumlah lubang. Berikut tabulasi parameter yang ditentukan dapat dilihat pada
Tabel 3 serta diperjelas pada Gambar 28 dan hasil dari penentuan parameter rancangan
disajikan pada Gambar 29. variabel yang ditentukan dalam mendesain dimensi kolom
distilasi ini menyerupai penentuan dimensi pada kolom absorpsi pada pembahasan
sebelumnya.
Tabel 3. Parameter rancangan kolom distilasi
Parameter Nilai Unit
Number of Holes 8000
Downcomer clearance 50.8 mm
Tray spacing 0.6 m
Section diameter 4 m
dan refluk, separator berfungsi untuk menggambarkan pemisahan aliran purging dan
refluks, model simulasi air cooler dapat dilihat pada Gambar 32.
pendingin pada kondensor ditentukan pada aliran panas kondensor jenis utilitas dipilih
udara begitu pula pada aliran panas reboiler dipilih hot oil. Akan tetapi tidak dapat diketahui
dengan jelas berapa tekanan dan temperatur masuk dan keluar media utilitas tersebut
sehingga dilakukan simulasi masing-masing menggunakan modul air cooler dan heat
exchanger yang tersedia pada simulator diatur sedemikian rupa sehingga dapat dianggap
menyerupai proses yang terjadi pada unit reboiler dan kondensor. Untuk mensimulasikan
heat exchanger agar menyerupai fenomena yang terjadi pada reboiler dihubungkan pada
sebuah separator dikarenakan pada reboiler terdapat dua aliran keluar yang berbeda fasa
yang terdiri dari produk bottom distilasi dan uap hasil pemanasan kembali yang dialirkan
menuju destilasi lagi, model simulasi dapat dilihat pada Gambar 41. Sedangkan pada unit
kondensor disimulasikan menggunakan air cooler dikarenakan kondensor pada unit
distilasi ini bekerja secara total condensation maka terdapat 2 aliran keluar yang terdiri dari
aliran produk atas kolom berupa iso-propanol yang akan di recycle, dan aliran refluks
menuju distilasi, agar unit air cooler bekerja layaknya kondensor dihubungkan pada tee,
yang berfungsi untuk memisahkan kedua aliran pada kondensor, model simulasi air cooler
dapat dilihat pada Gambar 42.
temperatur sebesar 40 oC, simulasi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan temperatur
DRTM-HT konvergensi terjadi apabila kebutuhan medium pada aliran panas QReb 2
mendekati kebutuhan DRTM-HT yang digunakan untuk memanaskan komponen masuk
reboiler, disamping itu dilihat pula apakah laju panas yang diperoleh sama seperti
antarmuka worksheet reboiler, hasil simulasi di sajikan pada gambar-gambar berikut :
T-102 laju alir kebutuhan udara sebagai media pendingin mendekati seperti pada aliran
energi qCond2. Hasil simulasi disajikan pada gambar berikut :
E-103 1878
E-104 794.4
Kondensor T-102 24530.7975
Reboiler T-102 24918.5854
Kondensor T-104 710.2514
Reboiler T-104 632.4830
P-101 1.829
P-102 2.719
P-103 6.06
PFR-100 1446
8. Aspek Metodologi
8.1. Hidrogen Terlarut pada Keluaran T-102
Untuk mengurangi beban kerja unit T-102 dapat dilakukan dengan
menghilangkan komponen gas hidrogen pada aliran umpan masuk T-102 dengan
melewatkannya kedalam kolom splitter sehingga T-102 dapat dioperasikan secara total
condensation dikarenakan tidak ada lagi hidrogen yang akan di purge sehingga
komponen teringan pada campuran adalah aseton. Diketahui ketika kondensasi secara
total pada unit distilasi akan memudahkan untuk mendefinisikan spesifikasi.
8.2. Spesifikasi Perhitungan Kolom Distilasi
Pada T-102 spesifikasi perhitungan kolom distilasi digunakan spesifikasi yaitu
nisbah refluks, temperatur kondensor, dan kemurnian aseton. Spesifikasi tersebut
ditetapkan dengan dasar ingin mengontrol nisbah refluks pada kolom agar tidak terlalu
besar sehingga beban kerja kondensor tidak berat, menjaga temperatur kondensasi
yang memungkinkan digunaknnya air cooler, serta mencapai target produksi aseton
dengan kemurnian sebesar 99.5-%mol.
Sedangkan pada T-104 spesifikasi yang ditentukan pada monitor kolom yaitu
kemurnian air pada dasar kolom dan kemurnian iso-propanol pada puncak kolom.
Pertimbangan pemilihan spesifikasi tersebut untuk memudahkan dalam memperoleh
hasil atas berupa iso-propanol pada kondisi azeotropnya yang komposisinya sama
dengan kriteria umpan segar sehingga memungkinkan untuk di proses kembali,
sementara untuk kemurnian air ingin diperoleh sebesar 99.5-%mol sesuai dengan
kriteria absorben yang digunakan.
7
Laju alir umpan segar (ton/h)
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)
340
Temperatur Operasi R-01 (oC)
335
330
325
320
315
310
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)
yang dijelaskan pada penentuan kondisi operasi reaktor pada bagian 1, sehingga semakin
besar laju alir massa yang masuk maka temperatur operasi akan semakin tinggi untuk
menjaga konversi reaktor tetap.
C. Laju alir produk samping gas hidrogen dari unit absorber T-100
0.35
Laju alir produk gas hidrogen (ton/h)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)
Gambar 56. Pengaruh laju produksi terhadap laju alir produk samping gas hidrogen pada
unit absorber
Hasil samping pada kolom absorber yang berupa gas hidrogen semakin besar seiring
dengan bertambahnya laju produksi aseton, hal ini dikarenakan komponen hidrogen
merupakan komponen yang terbentuk dalam reaktor bersama dengan aseton.
D. Nisbah refluks, laju alir refluks, dan laju alir produk gas buang dari unit distilasi T-102.
Beban panas dan laju alir udara untuk Condenser E-105, serta beban panas dan laju alir
medium pemanas untuk Reboiler E-106. Parameter kondisi hidrolika kolom T-102.
28.85
28.8
28.75
Rasio Refluks
28.7
28.65
28.6
28.55
28.5
28.45
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)
1.20E-01
1.00E-01
6.00E-02
4.00E-02
2.00E-02
0.00E+00
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)
Gambar 58. Pengaruh laju alir produksi terhadap laju alir gas buang
3000
2500
Laju alir refluks (kmol/h)
2000
1500
1000
500
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 60. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas kondensor dan laju alir
medium pendingin
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 61. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas reboiler dan laju alir
medium pemanas
100
90
Maksimum Jet Flooding (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)
E. Nisbah refluks, laju alir refluks, temperatur tahap puncak dan tahap dasar dari unit distilasi
T-104. Beban panas dan laju alir udara untuk Condenser E-107, serta beban panas dan laju
alir medium pemanas untuk Reboiler E-108. Parameter kondisi hidrolika kolom T-104.
Terdapat perbedaan pengaruh kapasitas produksi terhadap rasio refluks pada T-104 jika
dibandingkan dengan T-102 dimana pada T-104 rasio refluks menurun secara signifikan
terhadap penambahan kapasitas produksi aseton. Sedangkan untuk parameter hidrolika
nilai jet flooding pada kapasitas produksi maksimum 120%, melebihi angka 100% sehingga
dapat mempengaruhi kinerja distilasi.
80
70
60
50
40
30
20
10
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 63. Pengaruh laju alir produksi terhadap nisbah refluks dan laju alir refluks
120
100
80
60
40
20
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 64. Pengaruh laju alir produksi terhadap temperatur kondensor dan temperatur
reboiler
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 65. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas kondensor dan laju alir
medium pendingin
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 66. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas reboiler dan laju alir
medium pemanas
120
Maksimum Jet Flooding (%)
100
80
60
40
20
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)
2.5
1.5
0.5
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
12
10
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Gambar 69. Pengaruh laju alir produksi terhadap laju alir volumetrik pompa-pompa