Anda di halaman 1dari 44

TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

LAPORAN HASIL SIMULASI

Simulasi dilakukan dengan fluid package UNIQUAC dengan perhitungan komponen


uap menggunakan persamaan Soave Redlich-Kwong (SRK). Berdasarkan help dari Aspen
HYSYS persamaan UNIQUAC menggunakan konsep komposisi lokal seperti yang diusulkan
oleh Wilson. Karena variabel konsentrasi utama adalah fraksi permukaan dan bukan fraksi mol,
maka persamaan ini dapat diterapkan pada sistem yang mengandung molekul dengan ukuran
dan bentuk yang sangat berbeda, seperti larutan polimer. Persamaan UNIQUAC dapat
diterapkan pada berbagai macam campuran yang mengandung H2O, alkohol, nitril, amina,
ester, keton, aldehida, hidrokarbon terhalogenasi, dan hidrokarbon. Dikarenakan pada proses
kali ini melibatkan komponen berupa air, alkohol dan keton maka dipilih persamaan model
UNIQUAC untuk cairan non-ideal.
Model simulasi dehidrogenasi iso-propanol menjadi aseton digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 1. Diagram Proses Dehidrogenasi Iso-Propanol menjadi Aseton

Gambar 2. Kurva kesetimbangan iso-propanol dan air pada tekanan 1.2 bar

Indra Pranata Syahruddin 2


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Aliran umpan merupakan iso-propanol dan air dengan komposisi masing-masing komponen
87%-massa iso-propanol dan 13%-massa air berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa kondisi
umpan berada pada komposisi azeotropnya, pada proses produksi diinginkan produksi aseton
sebesar 5,000 kg/jam sehingga laju umpan masuk untuk memenuhi target produksi tersebut
didefinisikan sebesar 6,500 kg/jam pada temperatur 25 oC dan tekanan 1.25 bar. Umpan
dialirkan menggunakan pompa melalui mixer yang nantinya akan bercampur dengan aliran
recycle kemudian di uapkan pada unit vaporizer kemudian dilakukan pemanasan untuk
menyesuaikan kondisi operasi reaktor. Terdapat 4 komponen pada luaran reaktor antara lain
iso-propanol sisa reaksi, air, aseton dan gas hydrogen. Diinginkan kemurnian aseton sebagai
produk utama adalah sebesar 99.5%-mol. Oleh karena itu, dilakukan proses pemurnian dimulai
dengan luaran reaktor didinginkan hingga diperoleh campuran 2 fasa (uap dan cair) kemudian
dipisahkan dengan cara dialirkan ke dalam separator pemisahan ini didasarkan atas perbedaan
fasa, luaran fasa uap separator diteruskan menuju kolom absorpsi guna mengurangi gas
hidrogen pada campuran hal ini bertujuan untuk mengurangi beban kerja distilasi pada saat
dilakukannya pemurnian aseton. Setelah itu dilakukan proses distilasi secara bertahap, tahap
pertama bertujuan untuk memperoleh produk aseton dengan kemurnian 99.5% kemudian pada
tahap kedua dilakukan untuk memperoleh kembali komponen iso-propanol yang tidak
terkonversi pada proses pembentukan produk dimana komponen iso-propanol diinginkan
berada dalam campuran azeotropnya dengan air dengan komposisi iso-propanol 87%-massa
dan sisanya air sehingga sama dengan komposisi umpan sehingga dapat di recycle menuju
mixer. Disamping itu air murni yang merupakan hasil bawah dari kolom distilasi di recycle
menuju kolom absorpsi dimanfaatkan sebagai absorben dan sisanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan lain non-proses.
Berikut ini kajian-kajian mengenai pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan
kondisi operasi yang diterapkan pada proses simulasi kali ini:
1. Kondisi Operasi Reaktor
Kondisi operasi pada reaktor ditentukan dengan melakukan analisis menggunakan
modul reactor gibbs untuk mencapai konversi optimum reaksi pembentukan aseton dengan
cara dehidrogenasi iso-propanol digambarkan sebagai berikut:
(CH3)2CHOH → (CH3)CO + H2
Reaksi ini berlangsung pada fasa gas bersifat endotermis, dengan panas reaksi standar
sebesar 62.9 kJ/mol. Sehingga semakin tinggi temperature operasi kesetimbangan akan

Indra Pranata Syahruddin 3


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

bergeser ke arah pembentukan aseton sedangkan kenaikan tekanan dapat menyebabkan


kesetimbangan bergeser ke arah reaktan. Penentuan kondisi operasi optimum reaktor
dilakukan dengan melakukan analisis sensitivitas pengaruh tekanan dan temperatur
terhadap konversi dari iso-propanol dimana konversi iso-propanol dihitung menggunakan
fitur spreadsheet dengan persamaan berikut :
(𝑁𝑖𝑛,𝑖𝑠𝑜−𝑝𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙 −𝑁𝑜𝑢𝑡,𝑖𝑠𝑜−𝑝𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙 )
𝑥𝑖𝑠𝑜−𝑝𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙 = (1)
𝑁𝑖𝑛,𝑖𝑠𝑜−𝑝𝑟𝑜𝑝𝑎𝑛𝑜𝑙

Pada temperatur 300 dan tekanan 6 bar didapatkan konversi iso-propanol sebesar 87%,
reactor diinginkan beroperasi secara isothermal. Oleh karena itu, untuk mengatur model
reactor berjalan secara isothermal maka digunakan fitur set, dimana target variabel yang di
tetapkan yaitu temperatur pada aliran 6 harus sama dengan temperatur pada aliran 5 seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Penggunaan fitur set


Dilakukan analisis sensitivitas menggunakan modul reactor gibbs terhadap perubahan
temperature dan tekanan operasi reactor untuk menentukan persamaan konversi reaksi
sebagai fungsi temperature dan tekanan persamaannya dituliskan sebagai berikut,
𝑥(𝑇,𝑃) = 𝑎0(𝑃) + 𝑎1(𝑃) × 𝑇 + 𝑎2(𝑃) × 𝑇 2 (2)

Untuk mendapatkan nilai dari masing-masing konstanta a0, a1, dan a2 dilakukan olah
data hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan Microsoft excel yaitu dengan cara plot
nilai konversi terhadap perubahan temperature sehingga diperoleh nilai konstanta a0, a1 dan
a2 sebagai fungsi temperatur.

Indra Pranata Syahruddin 4


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

4 bar
100
99
y = -6.29E-04x2 + 5.09E-01x - 4.89E+00
98
R² = 9.99E-01
97
96
95
94
93
92
91
90
300 320 340 360 380 400

Gambar 4. Grafik hubungan temperatur dan konversi pada tekanan 4 bar


Pada grafik di atas didapatkan hubungan antara perubahan temperatur terhadap
konversi reaksi pada tekanan 4 bar dilihat trendline dengan menggunakan grafik
polynomial orde 2 didapatkan persamaan y = -6.29E-04x2 + 5.09E-01x - 4.89E+00. Dimana
a0 = - 4.89, a1 = 5.09E-01, dan a2 = -6.29E-04 dilakukan plot pada berbagai tekanan
didapatkan tabulasi dari nilai konstanta-konstanta tersebut dan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konstanta a0, a1 dan a2 pada berbagai tekanan
P Ao A1 A2
4 -4.89E+00 5.09E-01 -6.29E-04
5 -2.68E+01 6.12E-01 -7.53E-04
6 -4.61E+01 7.02E-01 -8.59E-04
7 -6.31E+01 7.79E-01 -9.50E-04
8 -7.81E+01 8.47E-01 -1.03E-03
Selanjutnya, dilakukan plot nilai tekanan terhadap konstanta a0, a1 dan a2 dengan cara
yang sama melihat persamaan polynomial orde dua dari masing-masing plot seperti pada
Gambar 5, 6, dan 7. Nilai konstanta a0, a1 dan a2 disubstitusi pada persamaan (1) sehingga
didapatkan persaman konversi fungsi tekanan dan temperature sebagai berikut :
𝑥(𝑇,𝑃) = (1.1514𝑃2 − 32.089𝑃 + 104.98) + (−0.0059286𝑃2 + 0.15544𝑃 −
0.017571)𝑇 + (0.0000073571𝑃2 − 0.00018819𝑃 + 0.0000053429)𝑇 2 (3)
Dengan persamaan (3) dapat dievaluasi nilai konversi reaksi diberbagai kondisi
temperatur dan tekanan operasi. Hasil evaluasi yang dilakukan menggunakan modul

Indra Pranata Syahruddin 5


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

reactor gibbs diatas nantinya akan diterapkan pada model plug flow reactor untuk
mengilustrasikan proses secara nyata.
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
-1.00E+01
-2.00E+01
-3.00E+01
-4.00E+01
-5.00E+01
-6.00E+01
-7.00E+01
-8.00E+01 1,1514E+00x2 - 3,2089E+01x + 1,0498E+02

-9.00E+01

Gambar 5. Konstanta a0
9.00E-01
2
8.00E-01 y = -5.9286E-03x + 1.5544E-01x - 1.7571E-02
R² = 9.9997E-01
7.00E-01
6.00E-01
5.00E-01
4.00E-01
3.00E-01
2.00E-01
1.00E-01
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

Gambar 6. Konstanta a1
0.00E+00
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
-2.00E-04

-4.00E-04 y = 7.3571E-06x2 - 1.8819E-04x + 5.3429E-06


R² = 9.9995E-01
-6.00E-04

-8.00E-04

-1.00E-03 y = 7E-06x2 - 0.0002x + 5E-06


R² = 1
-1.20E-03

Gambar 7. Konstanta a2

Indra Pranata Syahruddin 6


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Pada plug flow reactor untuk mengantisipasi perubahan kapasitas produksi, maka
dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi rancangan plug flow reactor dengan
memperhatikan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Mekanisma pemberian panas reaksi diatur sedemikian sehingga reaktor dapat dianggap
beroperasi secara isotermik sepanjang unggun. Media pemanas adalah dowtherm hot
oil (DTRM-HT) yang tersedia pada tekanan 10 bar dan temperatur maksimum 450 oC.
b. Katalis padat dianggap berbentuk bola dengan diameter 5 mm sehingga parameter
konstanta kinetika reaksi (k0) dianggap sebagai konstanta laju reaksi senyatanya
(apparent rate).
c. Reaktor berbentuk bejana silinder tegak berisi unggun katalis dengan nisbah H/D 3 - 4.
Unggun katalis pada operasi normal dianggap memiliki fraksi kosong ε = 40%.
d. Volume reaktor diminimumkan dengan mengatur pemilihan tekanan dan temperatur
agar nilai konversinya sekitar 96,5%.
Untuk memenuhi pertimbangan pada poin a digunakan fitur set seperti pada Gambar
3. Sedangkan untuk pemberian panas dengan menggunakan dowtherm hot oil (DTRM-HT)
dapat di atur pada aliran panas QPFR (dapat dilihat pada Gambar 1.) dimana terdapat
pemilihan jenis utilitas dipilih jenis hot oil.

Gambar 8. Antarmuka aliran panas QPFR


Pada poin b diketahui bahwa katalis padat yang digunakan berbentuk bola dengan
diameter sebesar 5 mm, atribut dari katalis dapat diberikan pada laman antarmuka PFR-
100 tab reaction sedangkan data kinetika reaksi diperoleh dari reaction set pada properties,
informasi yang diberikan dapat dilihat seperti pada Gambar 9 dan 10.

Indra Pranata Syahruddin 7


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 9. Informasi atribut katalis pada PFR

Gambar 10. Reaction set


Pada poin c diinginkan desain plug flow reactor berbentuk silinder tegak dengan nisbah
perbandingan H : D berada pada kisaran 3-4, serta unggun katalis memiliki fraksi kosong
sebesar 40 persen. Sedangkan pada poin d diinginkan konversi iso-propanol menjadi
produk sebesar 96.5% dengan volume reactor yang diminimumkan sehingga untuk
mencapai konversi tersebut dilakukan optimasi pada temperatur dan tekanan operasi.
Dikarenakan pertimbangan-pertimbangan tersebut muncul untuk mengantisipasi adanya
perubahan kapasitas produksi alangkah baiknya jika dilakukan analisis untuk mendapatkan
nilai konversi sebagai fungsi dari temperatur aliran masuk reactor pada tekanan yang tetap
dimana temperatur tersebut menyesuaikan dengan banyaknya jumlah aliran massa
sehingga model yang didapatkan dapat fleksibel terhadap perubahan kapasitas produksi.

Indra Pranata Syahruddin 8


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Untuk memenuhi nisbah H : D berada di kisaran 3-4 ditetapkan besaran diameter reactor 2
m dengan volume minimum yang diperoleh sebesar 22 m3, sehingga diperoleh tinggi
reactor setinggi 7 m, dengan nilai tersebut nisbah H : D dari reactor sebesar 3.5.
Sedangkan kontrol konversi diperoleh dengan melakukan analisis sensitivitas
perubahan laju aliran massa terhadap temperatur masuk persamaan temperatur sebagai
fungsi laju alir massa diperoleh sebagai persamaan polynomial orde dua, dengan persamaan
tersebut kemudian diolah dengan menggunakan modul spreadsheet yang bertujuan sebagai
sumber informasi temperatur pada aliran 5, sehingga tidak perlu lagi didefinisikan fleksibel
mengikuti perubahan laju aliran massa, hasil analisis dan tampilan modul spreadsheet
disajikan pada Gambar 11 dan 12. Diketahui untuk mencapai konversi reaksi sebesar
96.5% dengan dimensi reactor dan laju alir massa sama seperti yang telah didefinisikan
sebelumnya diperlukan temperatur masuk reactor sebesar 335.3 oC.
350

340 y = -1.2669x2 + 21.279x + 250.5


R² = 1
330

320

310

300

290

280
1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 11. Analisis perubahan temperatur terhadap laju alir massa

Gambar 12. Tampilan antarmuka spreadsheet sebagai conversion control

Indra Pranata Syahruddin 9


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Dikarenakan pada Gambar 8. temperatur keluaran dari media pemanas yang digunakan
belum diketahui maka dilakukan simulasi menggunakan unit cooler untuk
merepresentasikan proses pemanasan pada unit reaktor, dimana umpan masuk cooler
didefinisikan berupa komponen dowtherm hot oil (DTRM-HT). Untuk mencapai
konvergensi didefinisikan temperatur masuk, keluar, dan heat flow dimana panas yang
dihasilkan harus sama besar dengan kebutuhan panas yang diperlukan pada unit reaktor,
selain itu perlu dilihat juga laju alir DTRM-HT yang dibutuhkan untuk menghasilkan panas
yang diinginkan, diupayakan laju alir massa DTRM-HT sama dengan atau mendekati
jumlah kebutuhan utilitas yang tertera pada Gambar 8. Model simulasi dan hasil simulasi
menggunakan cooler ini dapat dilihat pada Gambar 13-14.

Gambar 13. Simulasi pemenuhan kebutuhan panas reaktor

Gambar 14. Hasil simulasi pemenuhan kebutuhan panas reaktor

Indra Pranata Syahruddin 10


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

2. Kondisi Operasi Cooler keluaran Reaktor


Dasar pertimbangan kondisi operasi pada cooler dengan menentukan seberapa besar
vapour fraction yang akan dicairkan dimana diinginkan aseton dalam fasa uap
diminimalisir mungkin sehingga proses pemisahan pada separator bisa bekerja dengan baik
dan beban kerja kolom absorpsi dapat diminimumkan untuk menghilangkan fraksi
hidrogen dalam campuran. Sehingga dilakukan analisis pengaruh jumlah vapour fraction
terhadap jumlah aseton yang masih dalam fasa uap dan dilihat pula temperatur pendinginan
pada cooler.
0.40

0.35
Fraksi Aseton fasa uap

0.30

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Vapour fraction

Gambar 15. Pengaruh fraksi uap terhadap jumlah aseton dalam fasa uap
100
90
80
Temperatur pendinginan

70
60
50
40
30
20
10
0
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Vapour fraction

Gambar 16. Pengaruh fraksi uap terhadap temperatur pendinginan


Berdasarkan Gambar 15 dan Gambar 16. Diputuskan bahwa jumlah fraksi uap
keluaran cooler sebanyak 0.6 dengan pertimbangan jumlah aseton sudah sedikit sehingga

Indra Pranata Syahruddin 11


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

aseton yang ikut ke puncak kolom absorpsi nantinya akan sedikit pula dan temperature
pendinginan pada cooler tidak terlalu rendah yaitu sebesar 76 oC untuk mengurangi energi
yang digunakan pada proses pendinginan.
3. Kondisi Operasi Kolom Absorpsi (T-100)
Tekanan umpan masuk kedalam kolom absorpsi sebesar 5 bar, dimana tekanan puncak
kolom 4.5 bar agar aliran gas dapat mengalir dan dasar kolom bertekanan 4.75 bar dengan
jumlah tahapan absorpsi sebanyak 6 tahapan. Pada puncak kolom absorpsi ingin diperoleh
hydrogen dengan kemurnian minimal 97%. Hal-hal yang diputuskan untuk mencapai
kemurnian tersebut antara lain rasio liquid/gas masuk kolom dan temperatur absorben.
0.98
0.96
Kemurnian Hidrogen

0.94
0.92
0.9
0.88
0.86
0.84
0.82
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
L/G Ratio

Gambar 17. Pengaruh L/G ratio terhadap kemurnian hidrogen


0.98
0.97
0.96
Kemurnian Hidrogen

0.95
0.94
0.93
0.92
0.91
0.9
0.89
35 40 45 50 55 60 65
Temperatur Absorben

Gambar 18. Pengaruh temperatur absorben terhadap kemurnian hydrogen

Indra Pranata Syahruddin 12


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dilihat bahwa kemurnian hidrogen pada puncak
kolom absorpsi mencapai 97% ketika L/G rasio dan temperature masuk absorben masing-
masing sebesar 4 dan 40 oC.

Gambar 19. Monitor kolom absorpsi stage ideal


Dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi mekanik dari kolom absorpsi dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Kolom baki (sieve tray) dengan jarak antar baki 60 cm.
b. Efisiensi pemisahan dianggap serba sama sebesar 20% per tahap.
c. Faktor jet-flooding maksimum 80%.
Pada kondisi ideal dimana efisiensi tiap kolom sebesar 100% diperoleh jumlah tahapan
sebanyak 6 untuk mendapatkan jumlah tahapan dengan efisiensi seragam sebesar 20%
dihitung sebagai berikut :
𝑛𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒(𝜂=20%) = 𝑛𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒(𝜂=100%) + 𝑛𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒(𝜂=100%) × (100 − 20)% + 2 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 (4)

𝑛𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒(𝜂=20%) = 6 + 6 × (0.8) + 2 = 12.8 ≈ 13

Gambar 20. Penentuan efisiensi tiap tahapan

Indra Pranata Syahruddin 13


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Diperoleh jumlah tahapan yang diperlukan agar kolom absorpsi dapat beroperasi sama
seperti pada kondisi ideal yaitu sebanyak 13 tahap yang terdiri dari 11 tahapan actual
ditambah 2 tahapan ideal pada puncak dan dasar kolom. Untuk mendefinisikan efisiensi
tiap tahapan pada laman antarmuka kolom absorpsi dapat dilihat pada Gambar 20. dan
monitor hasil running kolom pada Gambar 21.

Gambar 21. Monitor kolom absorpsi kolom actual


Didefinisikan pada internal kolom absorpsi digunakan jenis kolom baki (sieve tray)
dengan jarak antar baki di atur sebesar 0.6 m, kolom di desain dengan jumlah maksimum
dari factor jet-flooding sebesar 80% agar hydraulic plot berjalan pada kondisi yang baik
diatur beberapa parameter pada proses sizing seperti downcomer clearance, diameter
lubang pada baki, diameter tiap baki, panjang weir dan jumlah lubang. Berikut tabulasi
parameter yang ditentukan dapat dilihat pada Tabel 2 serta diperjelas pada Gambar 22 dan
hasil dari penentuan parameter rancangan disajikan pada Gambar 23.
Tabel 2. Parameter rancangan kolom absorpsi
Parameter Nilai Unit
Hole diameter 12 mm
Number of Holes 85
Section Diameter 0.65 m
Tray Spacing 0.6 m
Downcomer cleareance 50.8 mm
Side Weir Length 0.6 m

Indra Pranata Syahruddin 14


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 22. Parameter desain dimensi kolom absorpsi

Gambar 23. Hasil desain dimensi kolom absorpsi


Parameter desain tersebut ditentukan berdasarkan saran dari tab message yang terdapat
Gambar 16. untuk memenuhi pertimbangan desain yang terdapat pada poin a dan c. Misal
pemilihan section diameter sebesar 0.65 m untuk memenuhi diameter minimum kolom
untuk jenis baki (sieve tray), selain itu penambahan jumlah lubang pada baki dapat
menyebabkan terjadinya weeping yaitu kondisi dimana komponen fasa liquid jatuh bebas
ke bawah di karenakan tekanan gas dari bawah kolom kurang, disebabkan laju alir gas

Indra Pranata Syahruddin 15


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

kecil, dan lain sebagainya. Kolom absorpsi ini berjalan dengan baik berdasarkan plot
kondisi hidrolika dalam kolom yang disajikan pada Gambar 24, akan tetapi terdapat
warning pada dasar kolom dimana terjadinya penurunan tekan yang tinggi.

Gambar 24. Plot hidrolika internal kolom absorpsi

Indra Pranata Syahruddin 16


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

4. Kondisi Operasi Kolom Distilasi-1 (T-102)


Kondisi umpan masuk kolom distilasi-1(T-102) berada pada tekanan 4.75 bar dan
temperatur 75 oC sehingga ditentukan tekanan pada puncak dan dasar kolom masing-
masing 1.7 dan 1.8 bar. Untuk menentukan jumlah tahap teoritik dimanfaatkan modul
shortcut column, didefinisikan aseton sebagai komponen kunci ringan pada dasar kolom
distilasi sebesar 0.0001 fraksi mol, dan iso-propanol sebagai komponen kunci berat pada
puncak kolom sebesar 0.05 fraksi mol. Diperoleh jumlah refluks minimum sebesar 0.96,
dengan mendefinisikan rasio refluks sebesar 1.1 diperoleh jumlah tahap minimum kolom
distilasi sebanyak 16.56 ≈ 17 tahap dan tahap actual sebanyak 41.71 ≈ 42 tahap dengan
posisi umpan berada di antara tahap 2-3 kolom distilasi beroperasi pada temperature operasi
kondensor dan reboiler pada 72.50 oC dan 115.9 oC.
Kondensor Kolom distilasi-1 (T-102) beroperasi secara parsial, sehingga diperoleh
aliran dua fasa pada puncak kolom dimana ini bertujuan untuk melakukan purging
komponen gas hydrogen untuk meningkatkan kemurnian aseton. Mula-mula variabel yang
dijadikan acuan untuk menjalankan kolom ini antara lain laju refluks, overhead vapor rate
dan distillate rate, ketiga variabel itu mengikuti hasil yang didapatkan pada shortcut
column seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setelah distilasi berjalan dengan baik
kemudian parameter pada monitor dapat dilihat pada Gambar 25 yang disesuaikan adalah
kemurnian aseton, temperatur kondensor, dan nisbah refluks, diinginkan kemurnian aseton
sebagai produk distilat sebesar 99.5-%mol. Kemurnian dicapai pada jumlah tahapan kolom
distilasi sebanyak 45 tahap dimana umpan masuk pada tahap 36 dari puncak kolom, dengan
jumlah nisbah refluks sebesar 20 serta temperatur pengembunan pada kondensor sebesar
45 oC, kolom ini beroperasi pada kondisi ideal dimana efisiensi tiap tahapan kolom distilasi
dianggap 100%.

Gambar 25. Monitor hasil run kolom distilasi ideal (T-102)

Indra Pranata Syahruddin 17


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi mekanik dari kolom absorpsi dengan
beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Kolom baki (sieve tray) dengan jarak antar baki 60 cm.
b. Efisiensi pemisahan dianggap serba sama sebesar 60% per tahap.
c. Faktor jet-flooding maksimum 80%.

Gambar 26. Penentuan efisiensi tiap tahapan kolom distilasi

Gambar 27. Monitor kolom distilasi kolom actual


Untuk menghitung jumlah tahapan aktual pada efisiensi dapat digunakan persamaan
(4), sehingga didapatkan jumlah tahapan dengan efisiensi kolom serba sama 60% sebanyak
65 tahapan. Untuk mendefinisikan efisiensi tiap tahapan pada laman antarmuka kolom
distilasi dapat dilihat pada Gambar 26. dan monitor hasil running kolom pada Gambar
27. Dampak dari penurunan efisiensi tiap tahap kolom distilasi untuk memenuhi target

Indra Pranata Syahruddin 18


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

produksi aseton dengan kemurnian sebesar 99.5-%mol terhadap nisbah refluks menjadi
semakin besar senilai 20 dimana letak umpan masuk kolom absorpsi berada pada kolom ke
52 dari puncak, sedangkan untuk temperatur pendinginan kondensor dijaga tetap pada 45
o
C hal ini dikarenakan jenis kondensor yang dipilih berupa air cooler.
Didefinisikan pada internal kolom absorpsi digunakan jenis kolom baki (sieve tray)
dengan jarak antar baki di atur sebesar 0.6 m, kolom di desain dengan jumlah maksimum
dari factor jet-flooding sebesar 80% agar hydraulic plot berjalan pada kondisi yang baik
untuk mencapai kondisi tersbut dilakukan pendefinisian beberapa parameter pada proses
sizing seperti downcomer clearance, diameter lubang pada baki, diameter tiap baki, panjang
weir dan jumlah lubang. Berikut tabulasi parameter yang ditentukan dapat dilihat pada
Tabel 3 serta diperjelas pada Gambar 28 dan hasil dari penentuan parameter rancangan
disajikan pada Gambar 29. variabel yang ditentukan dalam mendesain dimensi kolom
distilasi ini menyerupai penentuan dimensi pada kolom absorpsi pada pembahasan
sebelumnya.
Tabel 3. Parameter rancangan kolom distilasi
Parameter Nilai Unit
Number of Holes 8000
Downcomer clearance 50.8 mm
Tray spacing 0.6 m
Section diameter 4 m

Gambar 28. Parameter desain dimensi kolom distilasi

Indra Pranata Syahruddin 19


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 29. Hasil desain dimensi kolom absorpsi


Parameter desain tersebut ditentukan berdasarkan saran dari tab message. untuk
memenuhi pertimbangan desain yang terdapat pada poin a dan c. Misal pemilihan section
diameter sebesar 4 m untuk memenuhi diameter minimum kolom untuk jenis baki (sieve
tray), selain itu penambahan jumlah lubang pada baki dapat menyebabkan terjadinya
weeping yaitu kondisi dimana komponen fasa liquid jatuh bebas ke bawah di karenakan
tekanan gas dari bawah kolom kurang, disebabkan laju alir gas kecil, dan lain sebagainya.
Kolom distilasi ini berjalan dengan baik berdasarkan plot kondisi hidrolika dalam kolom
yang disajikan pada Gambar 30 tanpa ada warning.

Indra Pranata Syahruddin 20


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 30. Plot hidrolika internal kolom absorpsi


Kondensor dan reboiler pada kolom distilasi ini berjenis air cooler dan shell and tube
heat exchanger dengan medium pemanas yang tersedia berupa dowtherm hot oil (DTRM-
HT) bertekanan 3 bar pada temperatur 250 oC untuk melihat kebutuhan udara sebagai media
pendingin pada kondensor ditentukan pada aliran panas kondensor jenis utilitas dipilih
udara begitu pula pada aliran panas reboiler dipilih hot oil. Akan tetapi tidak dapat diketahui
dengan jelas berapa tekanan dan temperatur masuk dan keluar media utilitas tersebut
sehingga dilakukan simulasi masing-masing menggunakan modul air cooler dan heat
exchanger yang tersedia pada simulator diatur sedemikian rupa sehingga dapat dianggap
menyerupai proses yang terjadi pada unit reboiler dan kondensor. Untuk mensimulasikan
heat exchanger agar menyerupai fenomena yang terjadi pada boiler dihubungkan pada
sebuah separator dikarenakan pada reboiler terdapat dua aliran keluar yang berbeda fasa
yang terdiri dari produk bottom distilasi dan uap hasil pemanasan kembali yang dialirkan
menuju destilasi lagi, model simulasi dapat dilihat pada Gambar 31. Sedangkan pada unit
kondensor disimulasikan menggunakan air cooler dikarenakan kondensor pada unit
distilasi ini bekerja secara parsial maka terdapat 3 aliran keluar yang terdiri dari aliran
produk aseton, aliran refluks menuju distilasi, dan aliran purge gas hidrogen, agar unit air
cooler bekerja layaknya kondensor dihubungkan pada tee yang akan diteruskan menuju
separator, dimana pada tee aliran produk aseton dipisahkan dengan aliran purge hidrogen

Indra Pranata Syahruddin 21


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

dan refluk, separator berfungsi untuk menggambarkan pemisahan aliran purging dan
refluks, model simulasi air cooler dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 31. Simulasi proses pemanasan pada unit Reboiler

Gambar 32. Simulasi proses pengembunan pada unit kondensor


Berdasarkan Gambar 31. aliran panas dialirkan pada tube yang merupakan komponen
o
DRTM-HT pada temperatur 250 C bertekanan 3 bar yang dimanfaatkan untuk
memanaskan kembali komponen sehingga media pemanas keluar mengalami penurunan
temperatur sebesar 40 oC, simulasi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan temperatur
DRTM-HT konvergensi terjadi apabila kebutuhan medium pada aliran panas QReb 1
mendekati kebutuhan DRTM-HT yang digunakan untuk memanaskan komponen masuk
reboiler, disamping itu dilihat pula apakah laju panas yang diperoleh sama seperti
antarmuka worksheet reboiler, hasil simulasi di sajikan pada gambar-gambar berikut :

Indra Pranata Syahruddin 22


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 33. Hasil simulasi representasi unit Reboiler


Gambar 32. Merupakan representasi proses pengembunan pada unit kondensor
bertujuan untuk melihat temperatur udara masuk dan keluar kondensor disamping itu
dilihat juga apakah performa kondensor dan air cooler ini sudah menyerupai kondensor.
Diperoleh hasil bahwa perbandingan performa dari kondensor dan juga air cooler yang
direpresentasikan sebagai kondensor sama, akan tetapi terdapat perbedaan pada jumlah
kebutuhan udara dalam prosesnya, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pengalaman
penulis dalam melakukan simulasi menggunakan modul air cooler sehingga tidak dapat
menentukan variabel apa saja yang dapar didefinisikan pada modul tersebut. Hasil simulasi
disajikan pada gambar berikut :

Indra Pranata Syahruddin 23


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 34. Hasil simulasi representasi unit kondensor

Indra Pranata Syahruddin 24


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

5. Kondisi Operasi Kolom Distilasi-2 (T-104)


Kondisi umpan masuk kolom distilasi-1(T-104) berada pada tekanan 1.8 bar dan
temperatur 112.5 oC sehingga ditentukan tekanan pada puncak dan dasar kolom masing-
masing 1.2 dan 1.4 bar, tekanan operasi ini ditentukan agar aliran distilat bertekanan sama
dengan aliran umpan segar untuk mendapatkan komposisi iso-propanol pada kondisi
azeotropnya agar dapat didaur ulang menuju mixer. Untuk menentukan jumlah tahap
teoritik dimanfaatkan modul shortcut column, didefinisikan iso-propanol sebagai
komponen kunci ringan pada dasar kolom distilasi sebesar 0.0001 fraksi mol, dan air
sebagai komponen kunci berat pada puncak kolom sebesar 0.3326 fraksi mol yang
merupakan jumlah impurities iso-propanol dalam fraksi mol pada aliran umpan segar.
Diperoleh jumlah refluks minimum sebesar 3.742, dengan mendefinisikan rasio refluks
sebesar 4 diperoleh jumlah tahap minimum kolom distilasi sebanyak 3.875 ≈ 4 tahap dan
tahap actual sebanyak 11.872 ≈ 12 tahap dengan posisi umpan berada di antara tahap 2-3
kolom distilasi beroperasi pada temperature operasi kondensor dan reboiler pada 85.27 oC
dan 109.3 oC.
Kondensor Kolom distilasi-1 (T-102) beroperasi secara total, sehingga produk distilat
hanya berupa aliran fasa cair. Mula-mula variabel yang dijadikan acuan untuk menjalankan
kolom ini antara lain laju refluks, dan distillate rate, variabel itu mengikuti hasil yang
didapatkan pada shortcut column seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setelah distilasi
berjalan dengan baik kemudian parameter pada monitor dapat dilihat pada Gambar 29
yang disesuaikan adalah kemurnian air pada dasar kolom ditetapkan sebesar 99.5-%mol,
dan kemurnian dari iso-propanol pada puncak kolom sama dengan 87-%massa. Kemurnian
dicapai pada jumlah tahapan kolom distilasi sebanyak 16 tahap dimana umpan masuk pada
tahap 8 dari puncak kolom, dengan jumlah nisbah refluks sebesar 5 serta temperatur
pengembunan pada kondensor sebesar 85 oC, kolom ini beroperasi pada kondisi ideal
dimana efisiensi tiap tahapan kolom distilasi dianggap 100%.
Sama seperti kolom distilasi sebelumnya, dilakukan penentuan dimensi dan spesifikasi
mekanik dari kolom absorpsi dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Kolom baki (sieve tray) dengan jarak antar baki 60 cm.
b. Efisiensi pemisahan dianggap serba sama sebesar 60% per tahap.
c. Faktor jet-flooding maksimum 80%.

Indra Pranata Syahruddin 25


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 35. Monitor hasil run kolom distilasi ideal (T-104)


Untuk menghitung jumlah tahapan aktual pada efisiensi dapat digunakan persamaan
(4), sehingga didapatkan jumlah tahapan dengan efisiensi kolom serba sama 60% sebanyak
23 tahapan. Sedangkan untuk proses desain dimensi dan spesifikasi mekanik pada T-104
memiliki prosedur yang sama seperti yang dilakukan pada T-102. Akan tetapi, pada desain
internal pada kolom ini tidak ada yang perlu didefinisikan sebab setelah menambahkan
spesifikasi yang disediakan oleh simulator ternyata plot hidrolika pada internal T-104
memiliki kondisi yang baik untuk dijalankan, selain itu parameter pertimbangan pada poin
a, b, dan c telah terpenuhi. Hasil penentuan yang disajikan dalam bentuk gambar-gambar
antarmuka aplikasi simulator yang digunakan sama seperti yang di sajikan pada rancangan
kolom sebelumnya.

Gambar 36. Penentuan efisiensi tiap tahapan kolom distilasi (T-104)

Indra Pranata Syahruddin 26


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 37. Monitor hasil run kolom distilasi aktual (T-104)

Gambar 38. Parameter desain dimensi kolom distilasi (T-104)

Gambar 39. Hasil desain dimensi kolom absorpsi

Indra Pranata Syahruddin 27


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 40. Plot hidrolika internal kolom absorpsi


Kondensor dan reboiler pada kolom distilasi ini berjenis air cooler dan shell and tube
heat exchanger dengan medium pemanas yang tersedia berupa dowtherm hot oil (DTRM-
HT) bertekanan 3 bar pada temperatur 250 oC untuk melihat kebutuhan udara sebagai media

Indra Pranata Syahruddin 28


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

pendingin pada kondensor ditentukan pada aliran panas kondensor jenis utilitas dipilih
udara begitu pula pada aliran panas reboiler dipilih hot oil. Akan tetapi tidak dapat diketahui
dengan jelas berapa tekanan dan temperatur masuk dan keluar media utilitas tersebut
sehingga dilakukan simulasi masing-masing menggunakan modul air cooler dan heat
exchanger yang tersedia pada simulator diatur sedemikian rupa sehingga dapat dianggap
menyerupai proses yang terjadi pada unit reboiler dan kondensor. Untuk mensimulasikan
heat exchanger agar menyerupai fenomena yang terjadi pada reboiler dihubungkan pada
sebuah separator dikarenakan pada reboiler terdapat dua aliran keluar yang berbeda fasa
yang terdiri dari produk bottom distilasi dan uap hasil pemanasan kembali yang dialirkan
menuju destilasi lagi, model simulasi dapat dilihat pada Gambar 41. Sedangkan pada unit
kondensor disimulasikan menggunakan air cooler dikarenakan kondensor pada unit
distilasi ini bekerja secara total condensation maka terdapat 2 aliran keluar yang terdiri dari
aliran produk atas kolom berupa iso-propanol yang akan di recycle, dan aliran refluks
menuju distilasi, agar unit air cooler bekerja layaknya kondensor dihubungkan pada tee,
yang berfungsi untuk memisahkan kedua aliran pada kondensor, model simulasi air cooler
dapat dilihat pada Gambar 42.

Gambar 41. Simulasi proses pemanasan pada unit Reboiler

Gambar 42. Simulasi proses pengembunan pada unit kondensor


Berdasarkan Gambar 41. aliran panas dialirkan pada tube yang merupakan komponen
o
DRTM-HT pada temperatur 250 C bertekanan 3 bar yang dimanfaatkan untuk
memanaskan kembali komponen sehingga media pemanas keluar mengalami penurunan

Indra Pranata Syahruddin 29


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

temperatur sebesar 40 oC, simulasi ini bertujuan untuk mengetahui penurunan temperatur
DRTM-HT konvergensi terjadi apabila kebutuhan medium pada aliran panas QReb 2
mendekati kebutuhan DRTM-HT yang digunakan untuk memanaskan komponen masuk
reboiler, disamping itu dilihat pula apakah laju panas yang diperoleh sama seperti
antarmuka worksheet reboiler, hasil simulasi di sajikan pada gambar-gambar berikut :

Gambar 43 Hasil simulasi representasi unit Reboiler


Gambar 42. Merupakan representasi proses pengembunan pada unit kondensor
bertujuan untuk melihat temperatur udara masuk dan keluar kondensor disamping itu
dilihat juga apakah performa kondensor dan air cooler ini sudah menyerupai kondensor.
Diperoleh hasil bahwa perbandingan performa dari kondensor dan juga air cooler yang
direpresentasikan sebagai kondensor sama, berbeda dengan air cooler pada kolom distilasi

Indra Pranata Syahruddin 30


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

T-102 laju alir kebutuhan udara sebagai media pendingin mendekati seperti pada aliran
energi qCond2. Hasil simulasi disajikan pada gambar berikut :

Gambar 44 Hasil simulasi representasi unit kondensor

Indra Pranata Syahruddin 31


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

6. Penentuan Desain Pompa


Dilakukan penentuan desain pompa yang digunakan dengan pertimbangan sebagai
berikut :
a. Jenis sentrifugal dengan kecepatan putar yang tetap
b. Desain flow factor = 2.5
c. Desain head factor = 140%
Dilakukan generate curves operasi pompa dengan mengikuti variabel yang menjadi
pertimbangan pada poin a, b, dan c. desain flow diperoleh dari informasi aliran pompa
didefinisikan dengan jumlah yang sama, sedangkan untuk desain head sendiri merupakan
beda tekan aliran masuk dan keluar pompa dimana tiap 1 bar bernilai 10 meter.
- P-101

Gambar 45. Penentuan parameter desain (P-101)

Gambar 46. Head curves (P-101)

Indra Pranata Syahruddin 32


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 47. Efficiency curves (P-101)


- P-102

Gambar 48. Penentuan parameter desain (P-102)

Gambar 49. Head curves (P-102)

Indra Pranata Syahruddin 33


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 50. Efficiency curves (P-102)


- P-103

Gambar 51. Penentuan parameter desain (P-103)

Gambar 52. Head curves (P-103)

Indra Pranata Syahruddin 34


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Gambar 53. Efficiency curves (P-103)

7. Neraca Massa dan Neraca Energi


Berikut ini disajikan tabel neraca massa dan neraca energi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan produksi aseton sebanyak 5,000 kg/jam.
Tabel. 4 Neraca Massa
Aliran Laju Alir Massa (kg/jam) Keterangan
Laju kebutuhan umpan segar azeotrop
1 6307.5708
isopropanol 87%-massa
Laju alir produk samping gas hidrogen
11 260.7043
dari unit absorber T-100
Laju alir produk gas buang dari unit
Purge 2.76299
distilasi T-102
Laju alir produk samping air sebagai
12 10191.8811
absorben unit absorber T-100
Laju alir sisa produk samping air untuk
19 792.9165
kebutuhan non-proses
Laju alir sirkulasi produk azeotrop
17 192.3724
isopropanol dari unit distilasi T-104

Tabel. 5 Neraca Energi


Alat Kebutuhan Energi (kW)
E-101 2012
E-102 810.4

Indra Pranata Syahruddin 35


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

E-103 1878
E-104 794.4
Kondensor T-102 24530.7975
Reboiler T-102 24918.5854
Kondensor T-104 710.2514
Reboiler T-104 632.4830
P-101 1.829
P-102 2.719
P-103 6.06
PFR-100 1446

8. Aspek Metodologi
8.1. Hidrogen Terlarut pada Keluaran T-102
Untuk mengurangi beban kerja unit T-102 dapat dilakukan dengan
menghilangkan komponen gas hidrogen pada aliran umpan masuk T-102 dengan
melewatkannya kedalam kolom splitter sehingga T-102 dapat dioperasikan secara total
condensation dikarenakan tidak ada lagi hidrogen yang akan di purge sehingga
komponen teringan pada campuran adalah aseton. Diketahui ketika kondensasi secara
total pada unit distilasi akan memudahkan untuk mendefinisikan spesifikasi.
8.2. Spesifikasi Perhitungan Kolom Distilasi
Pada T-102 spesifikasi perhitungan kolom distilasi digunakan spesifikasi yaitu
nisbah refluks, temperatur kondensor, dan kemurnian aseton. Spesifikasi tersebut
ditetapkan dengan dasar ingin mengontrol nisbah refluks pada kolom agar tidak terlalu
besar sehingga beban kerja kondensor tidak berat, menjaga temperatur kondensasi
yang memungkinkan digunaknnya air cooler, serta mencapai target produksi aseton
dengan kemurnian sebesar 99.5-%mol.
Sedangkan pada T-104 spesifikasi yang ditentukan pada monitor kolom yaitu
kemurnian air pada dasar kolom dan kemurnian iso-propanol pada puncak kolom.
Pertimbangan pemilihan spesifikasi tersebut untuk memudahkan dalam memperoleh
hasil atas berupa iso-propanol pada kondisi azeotropnya yang komposisinya sama
dengan kriteria umpan segar sehingga memungkinkan untuk di proses kembali,
sementara untuk kemurnian air ingin diperoleh sebesar 99.5-%mol sesuai dengan
kriteria absorben yang digunakan.

Indra Pranata Syahruddin 36


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

8.3. Spesifikasi Unit Recycle-1


Parameter yang di atur pada unit recycle-1 antara lain laju aliran, temperature
dan tekanan didefisikan secara backward sehingga banyaknya keluaran T-104 yang di
recycle mengikuti kebutuhan L/G rasio pada T-100, begitu pula dengan temperature
dan tekanan dimana sebelum di recycle umpan terlebih dahulu melewati pompa dan
cooler untuk menyesuaikan kondisi operasi dengan memberi informasi secara
backward maka tidak perlu lagi mendefinisikan tekanan keluaran pompa dan
temperature keluaran cooler dikarenakan semua informasi diperoleh dari aliran 12
sehingga jika suatu saat ingin dilakukan perubahan kondisi operasi model simulasi
akan tetap berjalan dengan baik.
8.4. Spesifikasi Unit Recycle-2
Pada unit Recycle-2 semua parameter didefinisikan secara forward.
Dikarenakan aliran yang akan di recycle merupakan aliran hasil proses pada keluaran
T-104, sehingga definisi banyaknya aliran yang direcycle menunggu informasi yang
dikeluarkan pada aliran 17.
8.5. Spesifikasi Mixer
Spesifikasi mixer hanya didefinisikan aliran umpan masuk dan keluar. Agar
tidak terjadi error pada saat menghubungkan aliran recycle pada unit mixer dilakukan
penentuan parameter equalize all pressure assignment, seperti yang di tampilkan pada
gambar berikut.

Gambar 54. Penentuan parameter pada unit mix-101

Indra Pranata Syahruddin 37


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

Setelah semua unit operasi didesain dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah


dijelaskan pada pembahasan kajian di atas, dengan menggunakan spesifikasi peralatan yang
diperoleh dilakukan analisis sensitivitas pengaruh perubahan kapasitas produksi sebesar 60%
- 120% terhadap variabel operasi dan parameter proses sebagai berikut
A. Laju kebutuhan umpan segar azeotrop isopropanol 87%-massa.
8

7
Laju alir umpan segar (ton/h)

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 55. Pengaruh laju produksi terhadap kebutuhan umpan segar


Hasil analisis yang dilakukan menggunakan fitur case study menunjukkan bahwa
kebutuhan umpan segar berbanding lurus terhadap laju produksi aseton.
B. Temperatur Operasi R-01
345

340
Temperatur Operasi R-01 (oC)

335

330

325

320

315

310
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 56. Pengaruh laju produksi terhadap temperatur operasi R-01


Pengaruh perubahan laju produksi aseton mempengaruhi temperatur operasi pada reaktor
hal ini dikarenakan temperatur bekerja menyesuaikan laju alir massa masuk reaktor seperti

Indra Pranata Syahruddin 38


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

yang dijelaskan pada penentuan kondisi operasi reaktor pada bagian 1, sehingga semakin
besar laju alir massa yang masuk maka temperatur operasi akan semakin tinggi untuk
menjaga konversi reaktor tetap.
C. Laju alir produk samping gas hidrogen dari unit absorber T-100
0.35
Laju alir produk gas hidrogen (ton/h)

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 56. Pengaruh laju produksi terhadap laju alir produk samping gas hidrogen pada
unit absorber
Hasil samping pada kolom absorber yang berupa gas hidrogen semakin besar seiring
dengan bertambahnya laju produksi aseton, hal ini dikarenakan komponen hidrogen
merupakan komponen yang terbentuk dalam reaktor bersama dengan aseton.
D. Nisbah refluks, laju alir refluks, dan laju alir produk gas buang dari unit distilasi T-102.
Beban panas dan laju alir udara untuk Condenser E-105, serta beban panas dan laju alir
medium pemanas untuk Reboiler E-106. Parameter kondisi hidrolika kolom T-102.
28.85
28.8
28.75
Rasio Refluks

28.7
28.65
28.6
28.55
28.5
28.45
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 57. Pengaruh laju alir produksi terhadap nisbah refluks

Indra Pranata Syahruddin 39


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

1.20E-01

1.00E-01

Laju alir gas buang (kmol/h)


8.00E-02

6.00E-02

4.00E-02

2.00E-02

0.00E+00
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 58. Pengaruh laju alir produksi terhadap laju alir gas buang
3000

2500
Laju alir refluks (kmol/h)

2000

1500

1000

500

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 59. Pengaruh laju alir produksi terhadap laju refluks


Dari Gambar 57. Nisbah refluks mengalami fluktuasi dan hanya diperoleh nilai yang baik
hingga kapasitas produksi sama dengan 110%, sedangkan laju alir refluks, laju alir gas
buang, beban panas kondensor, laju alir medium pendingin, beban panas reboiler dan laju
alir pemanas pada reboiler pada Gambar 58-61 berbanding lurus terhadap penambahn laju
produksi. Untuk parameter hidrolika variabel yang ditinjau adalah persentase maksimum
jet flooding yang juga bertambah persentasenya seiring penambahan laju produksi, nilai
maksimum yang diperoleh Ketika kapasitas produksi sama dengan 120%, nilai jet flooding
berada pada angka 93%.

Indra Pranata Syahruddin 40


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Beban panas kondensor Laju medium pendingin

Gambar 60. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas kondensor dan laju alir
medium pendingin
35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Beban panas reboiler Laju medium pemanas

Gambar 61. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas reboiler dan laju alir
medium pemanas
100
90
Maksimum Jet Flooding (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 62. Pengaruh laju alir produksi terhadap parameter hidrolika


Indra Pranata Syahruddin 41
23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

E. Nisbah refluks, laju alir refluks, temperatur tahap puncak dan tahap dasar dari unit distilasi
T-104. Beban panas dan laju alir udara untuk Condenser E-107, serta beban panas dan laju
alir medium pemanas untuk Reboiler E-108. Parameter kondisi hidrolika kolom T-104.
Terdapat perbedaan pengaruh kapasitas produksi terhadap rasio refluks pada T-104 jika
dibandingkan dengan T-102 dimana pada T-104 rasio refluks menurun secara signifikan
terhadap penambahan kapasitas produksi aseton. Sedangkan untuk parameter hidrolika
nilai jet flooding pada kapasitas produksi maksimum 120%, melebihi angka 100% sehingga
dapat mempengaruhi kinerja distilasi.
80

70

60

50

40

30

20

10

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Refluks rasio Laju alir refluks

Gambar 63. Pengaruh laju alir produksi terhadap nisbah refluks dan laju alir refluks
120

100

80

60

40

20

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Temperatur kondensor Temperatur reboiler

Gambar 64. Pengaruh laju alir produksi terhadap temperatur kondensor dan temperatur
reboiler

Indra Pranata Syahruddin 42


23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Beban panas kondensor Laju alir medium pendingin

Gambar 65. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas kondensor dan laju alir
medium pendingin
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

Beban panas reboiler Laju alir medium pemanas

Gambar 66. Pengaruh laju alir produksi terhadap beban panas reboiler dan laju alir
medium pemanas
120
Maksimum Jet Flooding (%)

100

80

60

40

20

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Laju produksi aseton (ton/h)

Gambar 67. Pengaruh laju alir produksi terhadap parameter hidrolika


Indra Pranata Syahruddin 43
23023010
TK5031 Topik-Topik Pilihan Pemodelan Sistem Proses

F. Laju alir dan daya pompa-pompa P-101, P-102, dan P-103


3.5

2.5

1.5

0.5

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

QP-101 QP-102 QP-103

Gambar 68. Pengaruh laju alir produksi terhadap daya pompa-pompa


14

12

10

0
3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

P-101 P-102 P-103

Gambar 69. Pengaruh laju alir produksi terhadap laju alir volumetrik pompa-pompa

Indra Pranata Syahruddin 44


23023010

Anda mungkin juga menyukai