Anda di halaman 1dari 42

MODUL SIMULASI

PROSES- PERIODE 1

CREDITS: This presentation template was


created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Ade Sonya Suryandari, S.T., M.T., M.Sc


Christyfani Sindhuwati, S.T., M.T.
Ernia Novika Dewi, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI DIV-TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI MALANG
CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR
TUJUAN:
1. Menentukan konstanta laju reaksi di Continuous Stirred Tank Reactor
pada berbagai suhu.
2. Menentukan energi aktivasi reaksi.

DASAR TEORI:
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu Kimia Fisika yang
mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-
reaksi yang bersangkutan. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara
kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion
atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti
pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini,
banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur.
Reaksi yang dipilih pada percobaan ini adalah saponifikasi etil asetat
dengan natrium hidroksida karena dapat dilakukan pada kondisi suhu dan
tekanan yang aman.

Reaksi ini dapat dianggap equimolar dan orde pertama untuk reaktan
NaOH dan etil asetat atau orde kedua secara keseluruhan, dalam batas
konsentrasi (0, 01 - 0,1 M) dan suhu (5 - 40 ° C) yang dipelajari. Reaksi ini
dilakukan dalam Continuous Stirred Tank Reactor dimana dapat mencapai
keadaan steady ketika konversi untuk reaktan mencapai kondisi tertentu.
Kondisi steady state akan bervariasi tergantung konsentrasi reaktan, laju
alir, volume reaktor dan suhu reaksi. Penentuan orde dan konstanta laju
reaksi dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu, integral, diferensial
dan waktu paruh.
A. Metode Integral
Pada persamaan reaksi di atas, jika nilai konsentrasi awal NaOH (CA0)
bernilai sama dengan konsentrasi awal etil asetat (CB0) maka persamaan
reaksi dapat disederhanakan menjadi
2A → Produk
dengan persamaan laju reaksi dtuliskan sebagai berikut

𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = = 𝑘 𝐶𝐴2 (1)
𝑑𝑡
atau

𝑑𝐶𝐴
−𝑟𝐴 = = 𝑘 𝐶𝐴20 (1 − 𝑋𝐴) (2)
𝑑𝑡
Dimana CA adalah konsetrasi NaOH pada waktu t, dan XA adalah
konversi dari NaOH pada waktu t. Jika persamaan 1 dan 2 diintegralkan,
maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

1 1 1 𝑋𝐴
−𝑟𝐴 = − = = 𝑘𝑡 (3)
𝐶𝐴 𝐶𝐴0 𝐶𝐴0 1 − 𝑋𝐴
Interpretasi persamaan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan plot
1 𝑋𝐴
antara 𝑣𝑠 𝑡 atau 𝑣𝑠 𝑡 seperti Gambar 1.
𝐶𝐴 1− 𝑋𝐴

Gambar 1 Integral tes untuk mekanisme reaksi bimolekuler dengan nilai CA 0 = CB0
1
Jika digunakan plot 𝑣𝑠 𝑡 maka nilai dari konstanta laju reaksi (k) sama
𝐶𝐴

𝑋𝐴
dengan nilai slope dari grafik. Sedangkan untuk plot 𝑣𝑠 𝑡 nilai konstanta
1− 𝑋𝐴

laju reaksi (k) diperoleh dengan perhitungan


𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 = 𝐶𝐴0 𝑘 (4)

𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑘= (5)
𝐶𝐴0
B. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi
Pada banyak reaksi, khususnya pada reaksi elementer, persamaan laju
reaksi merupakan produk dari fungsi suhu dan komposisi. Untuk laju reaksi
yang dipengaruhi oleh suhu, hubungan antara konstanta laju reaksi dan
suhu dapat dituliskan sesuai dengan persamaan Hukum Arhenius
(persamaan 6).
𝑘 = 𝐴 𝑒 −𝐸/𝑅𝑇 (6)
Dimana :
A = faktor pre-eksponensial
E = energi aktivasi dari reaksi
R = konstanta gas
T = suhu reaksi
Dari persmaan 6, nilai energi aktivasi dapat diperoleh dengan
kombinasi data konstanta laju reaksi yang diukur pada berbagai suhu.
Dimana jika hanya tersedia 2 data maka persamaan 6 dapat dituliskan
menjadi persamaan 7.

𝑘2 𝐸 1 1
ln = − (7)
𝑘1 𝑅 𝑇1 𝑇2

Akan tetapi untuk mendapatkan nilai E yang lebih akurat, biasanya


dilakukan percobaan lebih dari 2 suhu yang berbeda. Jika data yang
tersedia jumlahnya banyak, maka nilai E dapat dicari dengan metode plot
grafik ln k vs 1/T seperti ditunjukan pada Gambar 2.
Nilai E dapat dihitung dari slope yang diperoleh pada Gambar 2 dengan
persamaan berikut:
slope= -ERT (8)

0,8

y = -0,0026x + 0,6648
0,6

ln k 0,4

0,2

0
0 50 100 150 200
1/T

Gambar 2 Ilustrasi pengaruh suhu terhadap laju reaksi.

C. Interpretasi Data Percobaan dengan Software CEM-304 Stirred Tank


Reactor Armfield
Pengukuran konduktivitas
Konduktivitas larutan yang bereaksi dalam reaktor berubah sebanding
dengan tingkat konversi dan ini memberikan metode yang mudah digunakan
untuk memantau keberlangsungan reaksi. Konsentrasi umpan dapat dihitung
sebagai:
𝐹𝑎
Konsentrasi NaOH pada campuran umpan: 𝑎0 = 𝑎𝜇
𝐹𝑎 + 𝐹𝑏

𝐹𝑏
Konsentrasi Etil Asetat pada campuran umpan: 𝑏0 = 𝑏𝜇
𝐹𝑎 + 𝐹𝑏

Jika diberi waktu yang tidak terbatas, reaksi akan berlanjut sampai
satu atau kedua reaktan benar-benar habis terkonversi. Dengan demikian,
konsentrasi akhir teoritis natrium asetat dalam reaktor akan menjadi lebih
rendah dari konsentrasi natrium hidroksida dan etil asetat dalam umpan:
𝑐∞ = 𝑏0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑏0 < 𝑎0 atau 𝑐∞ = 𝑎0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑏0 ≥ 𝑎0
Kita dapat menghubungkan konduktivitas akhir teoretis natrium asetat
dengan konsentrasi melalui persamaan berikut:

ᴧ𝐶∞ = 0.07 1 + 0.0248 𝑇 − 298 𝐶∞ untuk T ≥ 294 K


Demikian pula, konduktivitas akhir teoritis natrium hidroksida
berhubungan dan konsentrasinya melalui persamaan berikut:

ᴧ𝑎∞ = 0.195 1 + 0.0184 𝑇 − 298 𝑎∞ untuk T ≥ 294 K


Konduktivitas larutan setelah waktu yang tidak terbatas disajikan
dalam persamaan berikut :
ᴧ∞ = ᴧ𝐶∞ + ᴧ𝑎∞
Konduktivitas awal larutan juga dapat dihitung, dengan asumsi tidak
ada natrium asetat:
ᴧ0 = ᴧ𝑎0 dengan asumsi 𝑐0 = 0
Menghitung Faktor Konversi
Dengan menggunakan nilai awal dan akhir untuk pengukuran
konduktivitas, kita dapat menghitung nilai konsentrasi natrium hidroksida
(𝑎1 ) dan konsentrasi natrium asetat (𝑐1 ) dan tingkat konversi (Xa dan Xc)
untuk masing-masing sampel konduktivitas yang diambil selama periode
percobaan. Konsentrasi natrium hidroksida pada waktu “t” adalah:

ᴧ0 − ᴧ1
𝑎1 = 𝑎∞ − 𝑎0 + 𝑎0
ᴧ0 − ᴧ∞
Demikian pula, konsentrasi natrium asetat adalah:
ᴧ0 −ᴧ1
𝑐1 = 𝑐∞ untuk 𝑐0 = 0
ᴧ0 −ᴧ∞

dimana 1 adalah pembacaan konduktivitas pada waktu “t”. Kita dapat


menentukan konversi natrium hidroksida sebagai jumlah yang bereaksi,
dinyatakan sebagai persentase dari jumlah awal yang ada. Kuantitas yang
sama dapat didefinisikan untuk natrium asetat yang dihasilkan, dinyatakan
sebagai persentase dari jumlah total yang diharapkan setelah waktu yang
tidak terbatas:
𝑎0 −𝑎1 𝑐1
𝑋𝑎 = atau 𝑋𝑎 =
𝑎0 𝑐∞
Perhitungan Konstanta Laju Reaksi
Konstanta laju reaksi, k, dapat dihitung dari konsentrasi natrium
hidroksida dalam reaktor (a1) pada saat sudahmencapai steady state.
Neraca massa untuk reaktor dapat ditulis sebagai:Perubahan dalam reaktor
= Input - Output + AkumulasiUntuk reaktan 'a' dalam reaktor dengan
volume V, dapat dituliskan:

Untuk reaktor kontinu yang beroperasi pada kondisi steady, laju perubahan
di dalam reaktor adalah nol dan volume dapat diasumsikan konstan, maka:
sehingga diperoleh
bentuk akhir

Keterangan: satuan k = (mol/dm3 sec)


Alat, Bahan, dan Variabel Percobaan
Alat:
•Modul Peralatan CSTR CEM-304 Stirred Tank Reactor Armfield
•Pipet Volume
•Gelas Ukur
•Bak 5 Liter
•Beaker Glass

Gambar 3 Peralatan CEM-304 Stirred Tank Reactor Armfield

Gambar 4 Skema Peralatan CEM-304 Stirred Tank Reactor Armfield

Gambar 5 Skema Alat Pengendali untuk CEM-304 Stirred Tank Reactor


Armfield
Bahan:
•Air Demineralisasi
•Etil Asetat
•NaOH

Variabel Percobaan:
Suhu Reaksi pada 20°C, 30°C dan 40°C

Prosedur Percobaan:
1. Hitung volume reaktor dengan cara mengisi reaktor dengan air sampai
batas yang ditentukan kemudian keluarkan air tersebut dan ukur
volume air.
2. Nyalakan alat sirkulasi air pada waterbath dan atur pada suhu yang
diingikan (jika dibutuhkan pemanasan/ pendinginan)
3. Siapkan Larutan Etil Asetat 0.05 M sebanyak 5 Liter
4. Siapkan Larutan NaOH 0.05 M sebanyak 5 Liter
5. Isi Tanki Feed 1 dengan 5 Liter NaOH 0.05 M
6. Isi Tanki Feed 2 dengan 5 Liter Etil Asetat 0.05 M
7. Buka Software CEM-304 Stirred Tank Reactor
8. Atur inkremen waktu sampling setiap 30 detik dan lama waktu
pengambilan secara continuous.

9. Aktifkan Jendela Mimic Diagram

10. Masukan volume reaktor yang telah diukur pada “Volume”


11. Masukan Suhu Reaksi pada “Temperature”
12. Masukan Konsentrasi Umpan NaOH dan Etil Asetat pada “NaOH Conc.”
Dan “AtAC Conc.”
13. Pastikan drain valve sudah tertutup
14. Nyalakan kedua pompa umpan, dan motor pengaduk.
15. Posisikan switch pompa pada “manual”, atur pompa umpan sampai
memberikan laju alir 30 ml/min flowrate (manual pada alat dan dibaca
pada “NaOH Flow” dan “EtAC Flow”).
16. Posisikan switch pengaduk pada “manual”, Atur agitator speed
controller pada 7.00. (dibaca manual pada alat)

17. Pastikan semua input sudah sesuai dengan variabel


18. Klik “Go”, pindah ke Jendela Tabel Pengamatan

19. Amati sampai proses mencapai steady state (measured conductivity


konstan)
20. Klik Ikon “Stop” , untuk menghentikan pengambilan data.
21. Matikan kedua pompa dan pengaduk.
22. Keluarkan semua isi reaktor dengan membuka “drain valve” dibagian
bawah reaktor.
23.Lepaskan probe konduktiviti dan bilas dengan air demineralisasi,
kemudian pasangkan kembali.
24. Untuk melakukan pengambilan data pada variabel baru, klik “Begin New
Result ” , di sebelah tombol “Go”.
25. Ulangi langkah 1-21, untuk suhu reaksi yang berbeda.
Hasil Pengamatan

Konsentrasi Flow Rate Flow Rate Kecepatan Suhu Volume


Waktu
NaOH) Etil Asetat NaOH Pengaduk Reaktor Reaktor
(detik)
mol/L (ml/min) (ml/min) (rpm) (°C) (L)
0
30
60
90
…..

Konsentrasi NaOH dilihat pada “Current NaOH Concentration”

Perhitungan
1. Hitung nilai konstanta laju reaksi (k) untuk setiap variabel suhu,
gunakan 2 metode grafik antara 1CA vs t atau XA1- XAvs t dan
bandingkan nilai “k” yang diperoleh dari kedua grafik tersebut.
Keterangan : XA = konversi NaOH pada waktu “t”
2. Hitung nilai energi aktivasi untuk reaksi dengan melakukan plot “ln k vs
1/T”
CA
Waktu 𝐗𝐀
(Konsentrasi 1/CA 𝐗𝐀
(detik) 𝟏 − 𝐗𝐀
NaOH) mol/L
0
30
60
Dst…

Pembahasan
1. Bandingkan nilai “k” yang diperoleh dari grafik 1CA vs t dan XA1- XAvs
t
2. Bandingkan Nilai “k” hasil perhitungan dengan “k” pada yang diperoleh
dari software.
3. Buatlah kesimpulan tentang bagaimana suhu bisa mempengaruhi laju
reaksi ditinjau dari nilai energi aktivasi reaksi.
SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER
TUJUAN:
1. Mengetahui pengaruh perubahan flowrate dari fluida panas dan dingin
terhadap ∆Thot, ∆Tcold, Qe, Qa, dan efisiensi overall (η).
2. Menentukan Koefisien Perpindahan Panas Overall pada STHE dengan
menggunakan perhitungan ∆Tlm.

DASAR TEORI:
Shell and Tube Heat Exchanger umumnya digunakan pada industri kimia dan
makanan. Alat penukar panas ini terdiri dari sejumlah tube yang disusun
secara parallel dan dikelilingi oleh shell yang silindris. Transfer panas
terjadi antara fluida yang mengalir dalam tube dengan fluida lain yang
mengalir melewati cylindrical shell di bagian luar tube. Selain shell dan tube,
alat penukar panas (STHE) ini juga dilengkapi dengan baffle di dalam shell
yang berfungsi untuk meningkatkan kecepatan alir fluida dan laju transfer
panas. STHE yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari 1 shell; 7 tube;
2 baffle yang melintang dalam shell.

Gambar 1. Bagian-bagian dalam Alat Shell and Tube Heat Exchanger


Perpindahan Panas pada Shell and Tube Heat Exchanger
Pada alat penukar panas (STHE) terdapat dua aliran yang dapat
dilakukan, yaitu counter-current dan co-current. Untuk aliran
countercurrent, fluida panas dan dingin mengalir ke arah yang berlawanan
melintasi permukaan perpindahan panas (dua aliran fluida masuk ke heat
exchanger pada ujung yang berlawanan). Fluida panas melewati tujuh tube
secara paralel, fluida dingin melewati tabung sebanyak tiga kali melalui
baffle di dalam shell. Untuk aliran cocurrent, fluida panas mengalir dengan
arah yang sama dengan fuida dingin melintasi permukaan perpindahan
panas (dua aliran fluida masuk ke heat exchanger pada ujung yang searah)

Gambar 2 (a) Shell and Tube Heat Exchanger dari Armfield Ltd.; (b) Skema
Aliran Suhu untuk counter-current flow

Gambar 3 Profil Suhu untuk countercurrent flow

Penurunan suhu pada fluida panas dirumuskan:


∆Thot = T1 – T2 (1)
Kenaikan suhu pada fluida dingin dirumuskan:
∆Tcold = T4 – T3 (2)
Besarnya heat power yang dilepaskan dari fluida panas, dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Qe = qmhot * Cphot *∆Thot (3)
Besarnya heat power yang diserap oleh fluida dingin, dihitung dengan
persamaan:
Qa = qmcold * Cpcold *∆Tcold (4)
Besarnya heat power yang hilang atau bertambah, dirumuskan sebagai
berikut:
Qf = Qe – Qa (W) (5)
Sehingga efisiensi overall:

𝑄𝑎
𝜂= × 100% (6)
𝑄𝑒
Secara teoritis, nilai Qe dan Qa harus sama. Namun pada kondisi
sebenarnya nilai Qe dan Qa tidak sama. Hal ini disebabkan oleh adanya
panas yang hilang atau bertambah ke/dari lingkungan.
Karena perbedaan suhu antara aliran fluida panas dan dingin
bervariasi sepanjang heat exchanger, maka perlu menurunkan perbedaan
suhu rata-rata (driving force) dimana perhitungan perpindahan panas
dilakukan. Perbedaan suhu rata-rata ini disebut dengan Logarithmic Mean
Temperature Difference (LMTD) yang dihitung dengan rumus di bawah ini:

(∆𝑇2 − ∆𝑇1 )
∆𝑇𝑙𝑚 = (7)
∆𝑇2
𝑙𝑛
∆𝑇1
dengan:
∆T1 = T2 – T3
∆T2 = T1 – T4
Luas transmisi panas pada heat exchanger harus dihitung dengan
menggunakan diameter rata-rata aritmetik dari inner tube, dengan
persamaan berikut:

𝑑𝑜 + 𝑑𝑖
𝑑𝑚 = (8)
2
Dengan outside diameter of tube adalah 6.35 mm dan wall thickness of tube
sebesar 0.6 mm.
Luas transmisi panas dihitung dengan rumus:
A = π*dm*L (9)
dengan panjang transmisi panas dihitung dengan persamaan:
L = n*l (m) (10)
dimana n = jumlah tube (7 tube); l = panjang transmisi panas dari tiap tube
(0.144 m); dm dapat digunakan jika r2/r1 < 1.5; jika sebaliknya maka
menggunakan logarithmic mean radius, dlm.
Overall Heat Transfer Coefficient dihitung dengan persamaan:

𝑄𝑒
𝑈= (11)
𝐴 ∆𝑇𝑙𝑚
ID of tube di (m)
OD of tube do (m)
Arithmetic mean diameter of tube dm (m)
Heat transmission length L (m)
Heat transfer area A (m2)
Specific Heat Capacity hot fluid Cphot ( kJ/kg°K)
Specific Heat Capacity cold fluid Cpcold ( kJ/kg°K)
Hot fluid inlet temperature T1 (°C)
Hot fluid outlet temperature T2 (°C)
Cold fluid inlet temperature T3 (°C)
Cold fluid outlet temperature T4 (°C)
Decrease in hot fluid temperature ∆Thot (°C)
Increase in cold fluid temperature ∆Tcold (°C)
Driving force, hot fluid inlet ∆T1 (°C)
Driving force, hot fluid outlet ∆T2 (°C)
Logarithmic Mean Temperature Difference ∆Tlm (°C)
Volume flowrate (hot fluid) Qvhot m³/s
Volume flowrate (cold fluid) Qvcold m³/s
Density of hot fluid ρhot kg/m³
Density of cold fluid ρcold kg/m³
Mass flow rate hot fluid Qmhot kg/s
Mass flow rate cold fluid Qmcold kg/s
Heat power emitted from hot fluid Qe W
Heat power absorbed by cold fluid Qa W
Heat power lost (or gained) Qf W
Overall Efficiency η %
Temperature Efficiency hot fluid ηhot %
Temperature Efficiency cold fluid ηcold %
Mean Temperature Efficiency ηmean %
LMTD correction factor F Tak
Overall Heat Transfer Coefficient U berdimensi
W/m²°C
Alat, Bahan, dan Variabel Percobaan
Alat:
•Modul Peralatan HT30XC Heat Exchanger Armfield
•Pompa

Gambar 4 Alat Shell and Tube Heat Exchanger Armfield

Bahan:
Air Demineralisasi

Variabel Percobaan:
•Suhu set point: 60°C
•Variabel flowrate sebagai berikut:
Prosedur Percobaan
1. Nyalakan PC lalu hubungkan USB Port pada HT30XC ke USB port
pada PC menggunakan kabel USB. Lampu merah pada “Power” akan
menyala menjadi HIJAU saat kabel USB sudah terhubung dengan
benar.

2. Hubungkan HT30XC ke sumber listrik utama lalu tekan tombol “Switch


On” hingga lampu “On” menyala.

3. Buka Software HT33 Shell and Tube Heat Exchanger.


4. Pilih Countercurrent Operation.

5. Buka Mimic Diagram pada layar.


6. Pastikan IFD “OK” untuk menjalankan Software HT33XC Shell and Tube
Heat Exchanger Armfield. (Jika IFD ”Device Error”, cek kembali kabel
USB penghubung PC dengan alat STHE).

7. Jalankan Software HT33XC Shell and Tube Heat Exchanger Armfield


dengan cara klik “Power On” lalu lampu HIJAU “RUN” pada alat STHE
akan menyala.

8. Pastikan valve air dingin yang masuk ke dalam peralatan STHE telah
terbuka dengan cara memutar valve berlawanan arah dengan arah jarum
jam
9. 12. Atur Cold Water Flow pada 100%, kemudian buka Pressure
Regulator perlahan-lahan searah jarum jam sampai menunjukkan
Flowrate maksimum. (Tunggu sampai Flowrate terbaca konstan).
10. Sebelum melakukan pengaturan pada aliran fluida panas, cek terlebih dahulu
level air pada hot water vessel. Isilah vessel tersebut dengan air
demineralisasi hingga ± 20 mm dari atas vessel.

11. Klik “Flow” untuk mengatur flowrate dari fluida panas yang diinginkan.

12. Masukkan Set Point “10 L/min” dan operasikan secara “Manual” dengan
“Manual Output” sesuai variabel pump speed yang ditentukan.

13. Atur flow cold water sesuai variabel yang sudah ditentukan.
14. Klik “Heater” untuk mengatur suhu set point.
15. Atur suhu set point sesuai variabel yang telah ditentukan dan pilih
operasi secara “Automatic”.

16. Saat suhu T1 sesuai dengan suhu set point, jalankan Software dengan
klik “GO” untuk mengamati suhu T1 s/d T4 dan flowrate dari fluida
panas dan fluida dingin.

17. Klik “Configure the Data Sampling” untuk mengatur waktu


pengambilan sampel.
18. Atur inkremen waktu pengambilan sampel setiap 10 detik dengan lama
waktu pengambilan sampel selama 5 menit.

19. Klik “View Table” untuk menampilkan tabel data pengamatan sampel
yang telah diambil.

20. Klik “STOP” untuk menghentikan data pengamatan dari sampel.

21. Klik “Begin a New Set of Results” untuk memulai data pengamatan
selanjutnya dengan variabel lain yang telah ditentukan.

22. Klik “Delete the Current Sheet of Results” untuk menghapus data
tabel pengamatan yang telah dicatat.
23. Simpan file data pengamatan sesuai dengan memilih tipe file exce;
(.xls)

24. Lakukan 3x pengamatan untuk tiap variabel. (Untuk membandingkan


hasil dan mengetahui tingkat kesalahan dari hasil pengamatan)
25. Setelah selesai dilakukan pengamatan terhadap semua variabel, klik
“Power On” untuk mematikan Software HT33XC Shell and Tube Heat
Exchanger Armfield hingga lampu HIJAU pada alat STHE mati.

26. Klik “Heater” → “Off” untuk mematikan Heater.


27. Klik “Flow” → “Manual” → set “Manual Output” ke angka “0” untuk
mematikan pompa pada Hot Water Flow.

28. Matikan alat STHE dengan menekan tombol “Switch Off”.


29. Lepaskan semua kabel dari sumber listrik.

Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
T(°C) Fhot Fcold
Run
L/mi
T1 T2 T3 T4 % L/min %
n
1 50
2 60
3 70
40
4 80
5 90
6 100
7 25
8 30
9 35
50
10 40
11 45
12 50
Perhitungan dan Pembahasan
1. Hitung nilai ∆Thot, ∆Tcold, Qe, Qa, dan η untuk tiap variabel pengamatan
dan bandingkan nilai-nilai tersebut dengan nilai yang tercatat dari
software.
2. Buatlah grafik ∆Thot, ∆Tcold, Qe, Qa, dan η (sumbu x) Vs flowrate fluida
(sumbu y) untuk masing-masing pada Fhot konstan dan Fcold konstan
yang telah ditentukan.
3. Jelaskan bagaimana pengaruh perubahan flowrate dari fluida dingin dan
fluida panas terhadap nilai-nilai tersebut.
4. Tentukan dan bandingkan nilai ∆Tlm dan U yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan perhitungan yang telah Anda lakukan untuk tiap
variabel pengamatan.
BASIC PROCESS CONTROL UNIT
TUJUAN:
1. Mengetahui sistem pengendalian proses dengan level control.
2. Mampu menganalisa sistem pengendalian proses yang aman dan
ekonomis.

DASAR TEORI:
Proses kimia adalah konversi bahan baku menjadi produk dengan bantuan
energi yang dilaksanakan secara ekonomis. Sistem proses kimia diperlukan
dalam menjalankan proses kimia. Sistem proses kimia adalah rangkaian unit-
unit operasi proses yang bekerja secara terintegrasi untuk melaksanakan
kegiatan konversi bahan baku menjadi produk. Unit-unit operasi proses
yang umum digunakan yaitu tangki, reaktor, kolom, destilasi, alat penukar
panas dan lain sebagainya. Proses kimia yang dijalankan dalam suatu pabrik
perlu dilengkapi dengan sistem pengendalian proses. Pabrik dirancang agar
dapat dioperasikan dengan aman baik berkaitan dengan kemanan para
pekerja maupun kondisi operasi (tekanan, temperatur, konsentrasi produk).

Gambar 1 Proses perpindahan panas


Gambar1 menunjukkan proses pemanasan dalam alat penukar panas.
Tujuan prosesnya adalah untuk memanaskan aliran minyak hingga mencapai
suhu tertentu. Minyak dingin masuk ke alat penukar panas dan dipanaskan
oleh aliran air panas. Suhu minyak keluar menunjukkan hasil kerja proses
pemanasan. Oleh sebab itu suhu minyak keluar disebut sebagai nilai proses
(process value), variabel proses (process variable), atau variabel keluaran
(output variable) sistem proses. Perubahan temperatur minyak dingin
menjadi panas terjadi dikarenakan perpindahan panas dari aliran air panas
ke minyak dingin. Proses pemanasan ini dipengaruhi oleh:
1. Laju aliran minyak masuk
2. Suhu minyak masuk
3. Laju alir air panas
4. Suhu air panas
5. Kehilangan panas ke lingkungan.

Dengan kata lain, suhu minyak keluar dipengaruhi oleh ke lima besaran
tersebut. Ke lima besaran itu disebut sebagai variabel masukan sistem
proses yaitu besaran yang mempengaruhi variabel keluaran (suhu minyak
keluar). Laju dan suhu aliran minyak masuk serta kehilangan panas bersifat
membebani proses, sehingga disebut beban proses. Perubahan pada beban
bersifat sebagai gangguan beban (load disturbance) atau variabel
gangguan beban. Berbeda dengan ketiganya, perubahan suhu air panas
bersifat sebagai gangguan murni (bukan beban proses) karena bertindak
sebagai pemanas. Sedangkan laju alir air panas yang digunakan sebagai
pengendali suhu disebut sebagai variabel pengendali atau termanipulasi
(manipulated variable).
Pengendalian proses bertujuan menjaga suhu minyak keluar (variabel
proses) pada nilai yang diinginkan (set point). Ini dilakukan karena adanya
gangguan yang berupa perubahan suhu aliran air panas, laju aliran minyak
masuk, suhu minyak masuk, dan/atau kehilangan panas.
Suhu minyak keluar disebut juga sebagai variabel terkendali (controlled
variable) karena nilainya dikendalikan. Mekanisme pengendalian dimulai
dengan mengukur suhu minyak keluar. Hasil pengukuran dibandingkan
dengan nilai yang diinginkan (setpoint). Berdasar perbedaan keduanya
ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. Bila suhu minyak keluar lebih
rendah dibanding suhu yang diinginkan, maka laju aliran air panas
diperbesar atau sebaliknya.

Tujuan Pengendalian Proses


Tujuan pengendalian proses adalah untuk menjaga suatu proses pada
kondisi operasi yang diinginkan sesuai dengan kriteria spesifikasi
proses/produk dan standar lingkungan yang ditetapkan dengan aman,
efisien, dan ekonomis. Tanpa adanya pengendalian proses maka dalam
suatu pabrik dapat terjadi kecelakaan kerja, kerugian, dan kegagalan
proses kimia. Beberapa alasan perlunya pengendalian proses kimia adalah
sebagai berikut:
- Keselamatan kerja
Bencana di pabrik kimia Gas Bhopal akibat kegagalan sistem
pengendalian pernah terjadi pada tahun 1984. 40 ton gas metil isosianat
(bahan pembuat pestisida) terlepas ke udara, 300-1000 orang dilaporkan
meninggal dunia.
- Pemenuhan peraturan lingkungan hidup
Tiap negara mengeluarkan UU dengan spesifikasi tertentu, termasuk
temperatur, konsentrasi kimia, dan laju alir limbah pabrik yang keluar ke
lingkungan. Contohnya, kandungan SO2 (ppm), air (mutu) untuk BOD-COD
dalam efluen pabrik.
- Pencapaian spesifikasi produk dan laju produksi
Pabrik dirancang agar dapat memenuhi spesifikasi produk tertentu,
misalnya spesifikasi pabrik ethanol, harus menghasilkan ethanol kualitas
bahan bakar dengan kadar > 99,5%.
- Operasi pabrik yang ekonomis dan stabil
Kendala operasi akan selalu ada dalam suatu peralatan proses, contohnya
dalam reaktor kendalanya berkaitan dengan temperatur dan tekanan
operasi. Kendala proses tersebut antara lain pada tangka, isi tangki yang
bisa saja kosong atau overflow, kolom destilasi yang dapat terjadi
flooding dan lain sebagainya. Sistem pengendalian proses diperlukan
untuk menekanatau meminimalisir kendala-kenala proses yang mungkin
terjadi.

Tahapan Perancangan Sistem Pengendalian Proses


Tahapan perancangan sistem pengendalian proses:
1. Menentukan tujuan pengendalian
Tujuan pengendalian dibagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umur dari pengendalian yaitu menekan gangguan, menjaga
kestablian proses, dan mengoptimumkan kinerja proses. Tujuan khusus
dari pengendalian lebih spesifik kepada kebutuhan proses yang
dinyatakan dengan pengendalian variabel proses.
2. Memilih alat ukur
Fungsi memilih alat ukur yaitu untuk memantau variabel output (variabel
yang dikendalikan). Ada berbagai macam alat ukur sesuai dengan tujuan
pengendalian, yaitu sebagai berikut:
- Temperatur : thermocouple
- Laju alir : orifice atau venturi meter
- Tekanan : bourdon tube-a
3. Memilih variabel yang akan dimanipulasi
Memanipulasi proses dapat berupa:
- Mengatur laju alir bahan
- Mengatur laju panas masuk/keluar
- Mengatur kinerja peralatan proses (misalnya: motor pengaduk)
- Menambahkan bahan-bahan tertentu (antifoam, asam-basa, dan
lainnya)
4. Memilih konfigurasi sistem pengendali
Memilih konfigurasi sistem pengendalian yaitu memilih cara bagaimana
informasi dari alat ukur dimanfaatkan untuk mengatur variabel yang
dimanipulasi. Konfigurasi sistem secara umum dapat dibagi menjadi 3,
yaitu:
•Pengendalian umpan balik

Gambar 2 Pengendalian umpan balik


•Pengendalian interfensial

Gambar 3 Pengendalian interfensial


•Pengendalian umpan maju

Gambar 4 Pengendalian umpan maju

Basic Process Control Unit Apparatus


Basic process control unit dirancang khusus untuk mendemonstrasikan dan
mensimulasikan berbagai proses kontrol yang banyak digunakan dalam alat-
alat industri. Basic process control unit dijalankan secara komputerisasi
menggunakan software khusus yang dapat mengakomodasi kebutuhan
setting temperatur, tekanan, laju alir, dan ketinggian fluida pada suatu
bejana atau kolom. Gambar dari basic process control unit dapat dilihat
pada Gambar 5.

Gambar 5 Tampak depan basic process control unit


Basic process control unit dilengkapi 2 bejana, yaitu bejana berukuran
besar dan bejana berukuran kecil. Bejana berukuran besar dilengkapi
dengan 2 jenis level switch yaitu float switch dan differential level switch.
Aliran masuk bejana berukuran besar terletak dibagian kiri bawah,
sedangkan aliran keluarnya terletak dibagian kanan bawah dengan kode
SOL2 dan SOL3. Bejana berukuran kecil dilengkapi dengan 2 jenis sensor
yaitu thermostat dan level detector. Bejana berukuran kecil sering disebut
sebagai hot water tank karena dilengkapi dengan coil pemanas/pendingin
yang dapat digunakan untuk memanaskan atau mendinginkan fluida di dalam
bejana.

Gambar 6 Deskripsi basic process control unit

Basic process control unit juga dilengkapi dengan 2 pompa peristaltik


(pompa A dan pompa B), gear pump yang digunakan sebagai sirkulasi fluida,
manifold box yang berisi orifice meter dan 3 diferential pressure sensor (P1,
P2, P3) yang dapat digunakan untuk perhitungan flow rate yang masuk ke
dalam bejana. Diameter P1 dan P2 sebesar 1,9 mm, sedangkan P3 sebesar
3,7 mm. Pompa peristaltik digunakan untuk mengeluarkan fluida dari bejana
atau sebagai penyambung aliran antara bejana satu dengan bejana lain.
Aliran masuk utama pada basic process control unit dibagi menjadi 2 yaitu
PSV dan SOL1 yang terletak pada bagian kanan depan unit. SOL1 adalah
singkatan dari solenoid valve 1, sedangkan PSV adalah singkatan dari
proportioning solenoid valve. SOL1 dan PSV terhubung dengan flow meter
dan PRV (pressure regulator) yang berfungsi untuk mengatur besarnya
debit aliran masuk dari tangki air menju valve yang nantinya akan dialirkan
ke dalam bejana.Level sensor (L1) terdapat pada bejana berukuran besar
yang berfungsi untuk memgetahui ketinggian fluida didalam bejana.
Temperature sensor T1 terdapat pada bejana berukuran kecil, berfungsi
untuk mengukur temperatur fluida di dalam bejana. Temperature sensor T2
dan T3 juga terdapat di dalam saluran masuk dan keluar coil yang terletak di
bejana berukuran kecil yang digunakan untuk mengukur temperatur fluida
yang masuk dan keluar dari coil. Level switch dan thermostat yang terdapat
pada basic process control unit digunakan sebagai saklar on/off otomatis
atau sebagai alat kontrol dari set point. Beroperasinya alat sensor ditandai
dengan bergantinya tanda “0” ke “1” pada kotak Heater atau Valve, dapat
dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Simbol heater beroperasi

Basic process control unit dioperasikan secara komputerisasi dengan


Arm Soft Educational Software PCT-40 Basic Process Control Unit yang
menyediakan beberapa pilihan eksperimen mengenai process control, dapat
dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Process control apparatus section

Komputer dan process control unit terhubung dengan menggunakan USB


Ports yang terletak pada bagian depan kanan bersebelahan dengan tombol
“ON/OFF” unit. Lampu hijau pada alat menandakan bahwa alat sudah siap
digunakan.

Gambar 9 USB Port basic process control unit


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan basic process control
unit adalah sebagai berikut:
•Pemasangan selang
Pastikan terdengan bunyi “klik” saat measang selang ke sambungan, lihat
Gambar 10. Saat ingin mencopot selang, tekan dulu tombol sambungan,
lalu tarik selang seperti pada Gambar 11.

Gambar 10 Pemasangan selang

Gambar 11 Pencopotan selang


•Pompa peristaltik
Pompa persitaltik hanya dapat digunakan dengan selang berdiameter kecil,
pastikan pemasangan selang seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Pemasangan pompa peristaltik


•Hot pump
Hot pump hanya bisa berfungsi jika tinggi fluida di dalam bejana kecil lebih
tinggi dari level detector. Hot pump akan mengeluarkan suara jika
beroperasi.
• ON/OFF alat
Pastikan semua bejana dalam bersih dan tidak terisi fluida. Pastikan
temperatur pada bejana kecil tidak boleh diatas 28°. Cabut semua selang
yang terhubung, kemudian tekan tombol OFF, dan cabut semua saluran
listrik.
• Floating pump
Nyalakan pompa yang ada di dalam bak air, 15 menit sebelum percobaan
dimulai. Jika pompa tidak dapat mengalirkan air, angkat pompa dari bak
air kemudia celupkan kembali. Ulangi tahapan tersebut sampai pompa
dan menyedot/menyalurkan air dari baik air ke alar percobaan.

Alat dan Bahan

Alat
1. Bak air besar
2. Basic Process Control Unit
3. Komputer
4. Pompa

Bahan

Air demineralisasi.

Prosedur Percobaan
A. Level Control (inflow)
Section 1
1. Buka software PCT40 Process Control System
2. Pilih Section 1: Level Control (inflow), kemudian akan muncul jendela
program seperti di bawah ini.
3. Atur waktu interval sampling pada “Configure The Data Samping”
pada toolbar

Tentukan sample interval 10 secs, dan sampling dijalankan secara


otomatis
4. Aktifkan jendela Mimic Diagram
5. Perhatikan pemasangan selang yang ditampilkan oleh Mimic Diagram
dan pastikan semua selang-selang yang dibutuhkan terpasang sesuai
diagram.
6. Pilih mode Controller pada kotak On/Off-Solenoid
7. Atur set point pada PID Controller menjadi 100 mm dan pilih mode
operasi Automatic, kemudian pilih Apply dan OK. Tank Level sebagai
process variable, dan variabel kontrolnya adalah SOL1. SOL1 akan aktif
berjalan jika tinggi fluida di dalam bejana berukuran besar kurang dari
set point dan akan berhenti beroperasi jika level tank pada tangki sudah
tercapai.
8. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen
9. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
10. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP” pada
toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
11. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar
12. Ulangi langkah ke-5 dengan mengganti mode Controller ke mode Level
Float Switch
13. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen
14. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
15. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP” pada
toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
16. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar
17. Ulangi langkah ke-5 dengan mengganti mode Level Float Swicth ke
mode Differential Switch
18. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen
19. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
20. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP”
pada toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
21. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar

Section 2
1. Buka software PCT40 Process Control System
2. Pilih Section 2: Level Control (inflow)
3. Atur waktu interval sampling pada “Configure The Data Samping” pada
toolbar. Tentukan sample interval 10 secs, dan sampling dijalankan
secara otomatis
4. Aktifkan jendela Mimic Diagram
5. Perhatikan pemasangan selang yang ditampilkan oleh Mimic Diagram
dan pastikan semua selang-selang yang dibutuhkan terpasang sesuai
diagram.
6. Atur set point pada PID Controller menjadi 250 mm dan pilih mode
operasi Automatic, kemudian pilih Apply dan OK. Tank Level sebagai
process variable, dan variabel kontrolnya adalah PSV. PSV akan
beroperasi jika tinggi fluida di dalam bejana kurang dari set point dan
akan berhenti beroperasi jika level tank pada tangki sudah tercapai.
7. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen
8. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
9. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP” pada
toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
10. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar
B. Level Control (Outflow)
Section 3
1. Buka software PCT40 Process Control System
2. Pilih Section 3: Level Control (outflow)
3. Atur waktu interval sampling pada “Configure The Data Samping” pada
toolbar. Tentukan sample interval 10 secs, dan sampling dijalankan
secara otomatis
4. Aktifkan jendela Mimic Diagram
5. Perhatikan pemasangan selang yang ditampilkan oleh Mimic Diagram
dan pastikan semua selang-selang yang dibutuhkan terpasang sesuai
diagram.
6. Atur set point pada PID Controller menjadi 250 mm dan pilih mode
operasi Automatic, kemudian pilih Apply dan OK. Tank Level sebagai
process variable, dan variabel kontrolnya adalah SOL2. SOL2 akan
beroperasi jika tinggi fluida di dalam bejana melebihi dari set point.
7. Atur angka PSV menjadi 100.
8. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen.
9. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
10. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP” pada
toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
11. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar
Section 4
1. Buka software PCT40 Process Control System
2. Pilih Section 4: Level Control (outflow)
3. Atur waktu interval sampling pada “Configure The Data Samping” pada
toolbar. Tentukan sample interval 10 secs, dan sampling dijalankan
secara otomatis
4. Aktifkan jendela Mimic Diagram
5. Perhatikan pemasangan selang yang ditampilkan oleh Mimic Diagram,
dan pastikan selang-selang yang dibutuhkan terpasang sesuai dengan
diagram.
6. Atur set point pada PID Controller menjadi 250 mm dan pilih mode
operasi Automatic, kemudian pilih Apply dan OK. Tank Level sebagai
process variable, dan variabel kontrolnya adalah Pompa A. Pompa A
akan aktif beroperasi jika tinggi fluida di dalam bejana melebihi set
point dan akan berhenti beroperasi jika level tank sesuai atau kurang
dari set point.
7. Atur angka pada box PSV menjadi 100.
8. Klik “GO” pada toolbar untuk merekam data eksperimen
9. Perhatikan dan catat setiap perubahan yang terjadi di layar desktop.
10. Setelah set point tercapai, tunggu selama 5 menit lalu klik “STOP” pada
toolbar untuk menghentikan perekaman data eksperimen.
11. Catat/salin rekam data eksperimen dengan cara klik “View Table” pada
toolbar
Tabel data pengamatan
•Level Control

Tugas dan Pembahasan


1. Jelaskan perbedaan float switch dan differential switch.
2. Bandingkan hasil simulasi section 1 dan section 2, manakah sistem
pengendalian proses yang paling efisien, aman dan ekonomis.
3. Bandingkan hasil simulasi section 3 dan section 4, manakah sistem
pengendalian proses yang paling efisien, aman dan ekonomis.
4. Analisa sistem pengendalian proses pada section 1 hingga section 4,
sebutkan apa saja perubahan yang terjadi, bagaimana sistem tersebut
beroperasi dan tuliskan keleihan serta kekurangan masing-masing
sistem pengendalian proses.

Anda mungkin juga menyukai