3.1. INTERPRETASI
Interpretasi data adalah bagaimana kita mengolah data kinetika dari
hasil suatu percobaan untuk menentukan parameter kinetika (order reaksi dan
konstanta kecepatan reaksi). Data kinetika yang diperlukan untuk
menentukan order reaksi dan konstanta kecepatan reaksi berupa data
konsentrasi (atau tekanan) sebagai fungsi waktu. Metode interpretasi data
kinetika ada berbagai cara, antara lain metode diferensial, metode kecepatan
awal, metode integral, dan metode setengah umur.
A + B produk
Dengan persamaan kecepatan reaksi:
-rA = kCAaCBb (3-2)
dan a dan b belum diketahui. Reaksi pertama-tama dijalankan pada
konsentrasi B berlebihan sehingga CB dapat dianggap konstan. Persamaan
kecepatan reaksi dituliskan sebagai berikut:
-rA = k’CAa (3-3)
dengan, k’ = kCBb = kCB0b
Setelah a ditentukan kemudian reaksi dijalankan pada konsentrasi A
berlebihan sehingga konsentrasi A dapat dianggap konstan. Persamaan
kecepatan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
-rA = k”CBb (3-4)
Satuan konstanta kecepatan reaksi masing-masing adalah:
rA = mol/dm3.s
k = rA / CAa CBb = (dm3/mol)a+b-1/s
k” = kCAa = kCA0a
k” = (dm3/mol)b-1/s
k’ = kCBb = kCB0b
k’ = (dm3/mol)a-1/s
Baik a maupun b dapat ditentukan dengan metode ekses dan dikombinasikan
dengan analisa diferensial pada data system batch.
Untuk menjelaskan metode diferensial tersebut maka digunakan
reaksi pada volume tetap, reaktor batch, dan data konsentrasi fungsi waktu.
Dicoba persamaan kecepatan reaksi :
(3-5)
(3-6)
Jika ln(-dCA/dt) diplot versus lnCA maka akan diperoleh garis lurus
dengan cara membagi waktu menjadi jarak waktu yang sama, misalnya
waktu dibagi menjadi t0, t1, dan t2 dimana t1-t0 = t2-t1=Δt :
Waktu t0 t1 t2
konsentrasi CA0 CA1 CA2
(3-7)
(3-8)
(3-9)
9) digunakan untuk titik pertama dan titik terakhir pada data, sedangkan
persamaan (3-8) digunakan secara umum untuk titik-titik yang ada di tengah
peroxide, :
Tabel 3.1. Tabel hubungan waktu reaksi dan tekanan total sistem
Waktu (menit) Tekanan total (mmHg)
0,0 7,5
2,5 10,5
5,0 12,5
10,0 15,8
15,0 17,9
20,0 19,4
Penyelesaian:
Jika tidak ada perubahan mol pada reaksi fase gas, percobaan dianggap
berlangsung pada volume tetap. Jika A mewakili di-tert-butyl peroxide maka
dapat diajukan persamaan reaksi sebagai berikut:
(3E.1-1)
Harga k dan a ditentukan berdasarkan data pada Tabel 3.1. Karena data
disajikan dalam bentuk tekanan total maka konsentrasi harus dinyatakan
dalam bentuk tekanan total.
Untuk reaksi yang berlangsung pada reactor batch maka berlaku persamaan
sebagai berikut:
(3E.1-2)
(3E.1-3)
Jika reaksi berlangsung pada volume konstan dan isotermal, maka persamaan
dapat diubah menjadi:
(3E.1-5)
(3E.1-6)
(3E.1-7)
(3.E.1-8)
(3E.1-9)
(3E.1-10)
Order reaksi dapat ditentukan dengan melakukan plot grafik antara ln(dP/dt)
versus ln(3P0 – P). Jika a sudah didapatkan maka k’ dapat dihitung dari
persamaan :
(3E.1-11)
t = 2,5 :
t = 5 :
t = 10 :
t = 15 :
Jawab:
Harga n ditentukan pada keadaan tekanan Me 2CO konstan (20 torr), sehingga
persamaan kecepatan reaksi dapat ditulis:
Ln(Rate) = Ln k’ + n Ln(PB2H6)
(3-10)
(3-
12)
Persamaan (5-12) diintegrasikan dengan harga batas C A = CA0 pada saat t = 0
dan CA = CA pada saat t = t, dan diperoleh persamaan sebagai berikut:
(3-13)
Jika kita plot grafik ln(CA0/CA) versus t maka berdasarkan persamaan (3-13)
akan diperoleh garis lurus dengan slope k.
(3-15)
Berdasarkan persamaan (5-15), jika kita plot grafik 1/C A versus t maka akan
didapatkan garis lurus dengan slope k.
CH3OCH3 CH4 + CO + H2
E B + C + D
o
Data berikut diperoleh dari reaksi isothermal (552 C) dan volume konstan.
Gunakan metode integral untuk menentukan harga order reaksi dan konstanta
kecepatan reaksi !
Jawab:
Kecepatan reaksi diperkirakan memiliki order satu terhadap reaktan (E).
Persamaan kecepatan reaksi order satu adalah:
(3E.3-2)
Karena data yang tersedia dalam bentuk tekanan maka konsentrasi harus
diubah dalam bentuk tekanan. Hubungan konsentrasi dengan tekanan
dianggap mengikuti Hukum Gas Ideal, yaitu:
(3E.3-3)
(3E.3-4)
Neraca mol reaksi ,jika ξ menunjukkan jumlah mol E yang bereaksi, adalah
sebagai berikut:
Waktu, t 0 t ~
Jumlah mol
E n0 n0-ξ 0
B 0 ξ n0
C 0 ξ n0
D 0 ξ n0
Jumlah mol n0 n0+2 ξ 3 n0
Tekanan P0 Pt 3P0
(3E.3-5)
(3E.3-7)
(3E.3-8)
(3E.3-9)
(3-16)
A produk
Persamaan kecepatan reaksi dituliskan seperti berikut:
(3-17)
18)
Waktu setengah umur adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi
reaktan tinggal setengah konsentrasi awal, atau :
t = t1/2 ketika CA = ½ CA0
Jika CA disubstitusikan ke persamaan (3-18) maka akan kita dapatkan:
(3-
19)
Persamaan (3-19) dapat digunakan untuk mengolah data kinetika ketika
konsentrasi reaktan menjadi ½ dari konsentrasi semula. Persamaan (3-19)
dapat dimodifikasi sehingga dapat digunakan untuk mengolah data ketika
konsentrasi reaktan turun menjadi 1/n dari konsentrasi semula. Persamaan (3-
19) menjadi sebagai berikut:
(3-
20)
Jika dikenakan logaritma natural pada persamaan (3-19) maka akan diperoleh
persamaan sebagai berikut:
(3-21)
Jika diplot grafik Ln t1/2 fungsi Ln CA0 akan didapatkan garis lurus dengan
slope (1-a).
3.5. INTERPRETASI DATA REAKTOR DIFERENSIAL
Akuisisi data menggunakan metode kecepatan awal (initial rate) dan
reactor diferensial memiliki kesamaan dalam hal kecepatan reaksi ditentukan
pada posisi konsentrasi reaktan yang masuk. Reaktor diferensial biasanya
digunakan untuk menentukan kecepatan reaksi sebagai fungsi konsentrasi
FAe, Fp, Cp
FA0
CA0
Pada keadaan steady state, neraca mol reaktan A disusun sebagai berikut:
(3.20)
(3.21)
(3-22)
(3-
23)
Karena penggunaan katalis sangat sedikit dan kecepatan volumetric tinggi
maka dapat dianggap bahwa CA0 – Cae sangat kecil dan kecepatan reaksi
yang ditentukan dengan persamaan (3-23) merupakan fungsi konsentrasi
pada katalis, CAb. Persamaan (3-23) berubah menjadi:
(3-24)
(3-25)
Namun demikian, karena reaksi yang terjadi dalam katalis sangat sedikit
maka konsentrasi dalam katalis dapat dianggap sama dengan konsentrasi inlet
(CA0). Sehingga
(3-26)
(C6H5)3CC(C6H5)3 2(C6H5)3C
Hasilnya sebagai berikut: