Anda di halaman 1dari 18

BAB III

INTERPRETASI DATA REAKTOR BATCH

3.1. Pendahuluan
Pada umumnya untuk menentukan persamaan kecepatan reaksi dan
konstanta kecepatan suatu reaksi dilakukan percobaan di laboratorium. Reaksi
dijalankan dalam reaktor Batch secara isothermal pada volume tetap.
1) Jika reaksi berlangsung dalam fase cair
Percobaan dapat dilakukan dalamsebuah reaktor labu berleher tiga yang
dilengkapi dengan pengaduk, thermometer dan pipa pengambil cuplikan
(sample). Selama reaksi berlangsung perubahan yang terjadi di dalam reaktor
dapat diamati dengan cara :
a. Melihat perubahan sifat fisis larutan, misalnya :
 Daya hantar listrik dengan konduktometer
 Indeks refraksi dengan refraktometer
 Viskositas dengan viskosimeter
b. Analisa dengan cara volumetri atau jika cuplikan yang tersedia
sedikit sekali, dapat dipakai cara khromatografi. Hasil pengamatan
dapat diperoleh dalam waktu singkat
2) Jika reaksi berlangsung dalam fase gas, perubahan yang terjadi di dalam
reaktor dapat diamati dari :
a. Perubahan tekanan total jika reaksi dijalankan pada volume
tetap.
b. Perubahan volume campuran jika reaksi dijalankan pada tekanan
tetap
Kedua cara ini dapat dijalankan jika pada reaksi itu terjdi
perubahan jumlah molekul sebelum dan sesudah reaksi. Sebagai contoh
misalnya reaksi :
a A + b B dD + eE
Jika mula mula ke dalam reaktor dimasukkan campuran gas A , B , C , D ,
E, dan inert sebanyak nAo, nBo, nDo, nEo, dan nI, maka jumlah mol seluruhnya pada
keadaan awal :
Nto = nAo + nBo + nDo + nEo + nI ..........................(3.1)
Setelah reaksi berlangsung selama waktu t menit, gas A yang bereaksi adalah
sejumlah aXA, maka gas B, D, E dan inert yang masih ada dalam reaktor adalah
sebagai berikut (zat A sebagai komponen kunci) :
nA = nAo - aXA
nB = nBo - bXA
nD = nDo + dXA
nE = nEo + eXA
nI = nI
Nt = nAo + nBo + nDo + nEo + nI + [(d+e) – (a+b)] XA
= nto + ∆n XA ................(3.2)
dimana : ∆n = (d+e) – (a+b) ...............(3.3)
Jika dianggap campuran adalah gas yang mengikuti hukum gas ideal,
maka : pV = nRT atau dapat dituliskan ;
nA p n  aX A
CA   A  Ao ............
V RT V
....(3.4)
Dari persamaan (3.2), dapat dihitung :
N t  N to
XA  ................(3.5)
n
Jadi :
n Ao a N t  N to
CA   . ...............(3.6)
V n V
Komposisi dalam tekanan parsiel :
a
p A  C A RT  p Ao  ( pt  pto ) ...............(3.7)
n
b
p B  C B RT  p Bo  ( p t  pto ) ...............(3.8)
n
d
p D  C D RT  p Do  ( pt  pto ) ................(3.9)
n
e
p E  C E RT  p Eo  ( p t  p to ) .............(3.10)
n
Jika ∆n = 0, maka persamaan (3.7) sampai dengan (3.10) tidak berlaku,
sebab pt = pto.

3.1. Metode-Metode Analisis Data


Analisis data yang diperoleh dari hasil percobaan di laboratorium
digunakan untuk memperoleh persamaan kecepatan reaksi dan konstanta
kecepatan reaksi. Beberapa metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ;
1. Metode Diferensial
2. Metode integral : a) dengan perhitungan/analisis
b) dengan membuat grafik
3. Metode Fraksional atau waktu setengah umur (waktu paruh)

3.1.1 Metode Diferensial


Data dari hsil percobaan di laboratorium diperoleh data hubungan antara
konsentrasi dengan waktu sebagai berikut ;
t CA log CA (-rA) = -(dCA/dt) log (-rA) =
(waktu) (mol/liter) log (-dCA/dt)
0 CAo log CAo (-rA)o log (-rA)o
t1 CA1 log CA1 (-rA)1 log (-rA)1
t2 CA2 log CA2 (-rA2 log (-rA)2
t3 CA3 log CA3 (-rA)3 log (-rA)3
t4 CA4 log CA4 (-rA)4 log (-rA)4
t5 CA5 log CA5 (-rA)5 log (-rA)5
t6 CA6 log CA6 (-rA)6 log (-rA)6
. . . . .
. . . . .
dst . . . .

Untuk mengetahui apakah suatu reaksi itu bolak-balik atau tidak, dapat
dilihat dari harga CA pada saat t = ~ . Jika CA = 0 pada t = ~ , berarti reaksi tidak
bolak-balik (irreversible). Jika CA = CA kesetimbangan pada t = ~ , berarti reaksi
yang terjadi adalah reaksi kesetimbangan atau reaksi bolak-balik (reversible).
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode diferensial diuraikan
sebagai berikut :
a) Buatlah grafik hubungan antara konsentrasi zat pereaksi kunci (komponen
kunci) dengan waktu reaksi.
b) Hitung harga (dCA/dt) pada t0, t1, t2, t3, t4, t5, t6 dst, seperti terlihat pada
gambar 3.1
c) Misalkan model persamaan kecepatan reaksi yang terjadi (untuk reaksi
homogen) adalah :
dC A
 rA    k C An .........................(3.11)
dt
atau
dC A
log ( rA )  log (  )  log k  n log C A ........(3.12)
dt
Jadi jika dibuatkan grafik hubungan antara log (-rA) terhadap log CA akan
diperoleh garis lurus.
d) Buat grafik hubungan antara log (- dCA/dt) dengan log CA , maka
kemiringan garis (slope) adalah n dan titik potong dengan sumbu ordinat
(intercept) adalah log k, seperti terlihat pada gambar 3.2 berikut :

Gambar di diktat
Gambar 3.1. Grafik Hubungan Konsen- Gambar 3.2. Grafik hubungan log (-rA)
trasi terhadap waktu reaksi. versus log CA.

Supaya diperoleh harga n dan log k yang ralatnya kecil terhadap data
percobaan, harga n dan log k dapat dihitung dengamn metode kuadrat terkecil
(metode least square).
Seandainya grafik log (-rA) terhadap CA bukan merupakan garis lurus, ini
menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi bukan merupakan reaksi yang sederhana,
tetapi reaksi kompleks.
Contoh Soal 3.1 :
Reaksi fase liquid antara Trimetilamine dan n-propylbromide telah
dilakukan percobaan oleh Winkler dan Hinshelwood (1935) di laboratorium
dengan cara menempatkan reaktor gelas yang berisi reaktan dalam wadah dengan
temperatur konstan 139,4 oC. Konsentrasi larutan awal reaktan Trilmetil amine
dan n-propyl bromide adalah sama 0,1 mol/liter. Data yang dilaporkan adalah
sebagai berikut :
run t, menit Konversi reaksi,
%
1 13 11,2
2 34 25,7
3 59 36,7
4 120 55,2

Tentukanlah persamaan kecepatan reaksi diatas dengan metode diferensial ?


Penyelesaian :
Reaksi :

Apabila reaksi yang terjadi merupakan reaksi kesetimbangan sebagai


berikut :
A + B D + E
Persamaan kecepatan reaksi ;
dC A
 rA    k1 C A C B  k 2 C D C E .......................(3.13)
dt

Untuk mengurangi konstanta yang tidak diketahui, maka diatas dapat dituliskan
menjadi :
dC A C C
 rA    k1 ( C A C B  D E ) .............(3.14)
dt K
Sebab harga K = k1/k 2 = konstanta kesetimbangan reaksi yang dapat dihitung dari
data hubungan termodinamika :
FT  H T  T ST   RT ln K .............(3.15)
Atau dihitung dari harga konsentrasi CA, CB, CD, dan CE pada keadaan
kesetimbangan dengan hubungan sebagai berikut :
CD CE
K .....................................(3.16)
C A CB

Jika persaman (3.14) digambarkan pada grafik hubungan (dCA/dt) terhadap (

CD CE
C A CB  ), akan diperoleh garis lurus dengan kemiringan (slope) = k 1 .
K
Selanjutnya k2 dapat dihitung dari persamaan :
k1
k2  ..............................................(3.17)
K
Dalam hal ini senyawa A, dipilih sebagai komponen kunci, karena mol A yang
ada dalam campuran paling kecil dipandang dari segi stoikhiometri zat pereaksi.
Jumlah mol A yang bereaksi setelah t (waktu) reaksi adalah :
CA = CAo - xACAo
CB = CBo - (CAo - CA) = CBo - CAoxA
CD = CDo + (CAo - CA) = CDo + CAoxA
CE = CEo + (CAo - CA) = CEo + CAoxA
Jadi penentuan parameter persamaan reaksi homogen cara deferensial
prinsipnya persamaan kecepatan reaksi yang dimisalkan harus diubah menjadi
persamaan garis lurus, agar mudah menentukan apakah pemisalan betul atau
tidak, dan agar lebih mudah menentukan harga tangen arah dan titik potong
dengan sumbu.
Kerugian cara deferensial, hasilnya kurang teliti, dan sulit untuk
menghitung harga (dCA/dt) dengan tepat dari kurva hubungan CA terhadap t.
Maka cara integral lebih disarankan untuk dipakai daripada cara deferensial, sebab
cara integral memberikan hasil yang lebih teliti.

3.1.2 Metode Integral


Mekanisme pengerjaan dengan metode integral adalah sebagai berikut :
a) Tuliskan persamaan kecepatan reaksi homogen yang dianggap sesuai :
( - rA ) = k. f (CA) = k . f (x)
b) Persamaan diitegrasikan dengan cara :
dC A dx
  C Ao  k dt ........................
f (C ) f ( x)

..(3.18)

c) Hitunglah harga k pada setiap t dengan mengintegrasikan dari dari CAo ke


CA ,dan dari 0 sampai t. Jika harga k hampir konstan, dianggap
perumpamaan betul.
k = krata-rata
d) Atau dibuatkan grafik :
CA dC A
 terhadap t
C Ao f (C A )

Jika diperoleh garis lurus berarti betul, harga k dihitung dengan persamaan
kuadrat terkecil.
e) Untuk reaksi tingkat n :

dC A
 rA    k1 C An .....................................(3.19)
dt
CA dC A t
 n
 k  dt .....................................(3.20)
C Ao
(C A ) 0

C 1A n  C 1Ao
n
 ( n  1) k t .....................................(3.21)
Berlaku untuk ; n ≠ 1
Untuk menghitung n dan k dari persamaan ini harus dengan memisalkan
dulu harga n, kemudian k dihitung dari persamaan berikut :
1
k  [C 1A n  C 1Ao
n
] .....................................(3.22)
( n 1)t

Harga n yang betul yaitu jika k hampir konstan. Dari persamaan di atas
terlihat bahwa CA ≠ 0 pada t yang tertentu jika n > 1.
Sebaliknya jika n < 1, harga CA, harga CA dapat turun menjadi 0, dan
selanjutnya dapat negarif (hal ini tidak benar !)
Jadi dimasukkan harga CA = 0, maka hubungannya dengan t :

 C 1Ao n C 1Ao n
t  ........................(3.23)
( n  1)k (1  n) k

Karena CA sebenarnya tidak mungkin berharga negarif, maka


persamaan di atas tidak boleh diitegrasikan sampai :

C 1Aon
t  ................... ....(3.24)
(n  1)k
Beberapa model persamaan kinetika untuk reaksi kimia homogen diperoleh
dengan metode integral :
1. Reaksi tingkat nol :
Reaksi : A R
dC A
 rA    k C A0  k
dt
atau : - dCA = k dt, maka :
CAo - CA = CAo xA = k t, untuk : t < CAo/k ..............(3.25)
CAo = 0 , untuk : t ≥ CAo/k

Gambar 3.1. Kurva tes untuk reaksi tingkat nol.

2. Reaksi irreversible tingkat 1 (satu)


Reaksi : A R

dC A
 rA    k CA
dt

CA dC A t
  k  dt
C Ao (C A ) 0

CA C
 ln ( )  ln ( Ao )  kt ...............................
C Ao CA

(3.26)

CA
 e  kt atau CA = CAo . e-kt ...................(3.27)
C Ao
Jika dinyatakan dengan hubungan konversi reaktan A :

N Ao  N A
Konversi A : XA 
N Ao

NA N (1  X A )
CA   Ao  C Ao (1  X A )
V V
C Ao C Ao 1
ln ( )  ln [ ]  ln ( )
CA C Ao (1  X A ) 1 X A

 ln (1  X A )  kt ..............................(3.28)

Gambar 3.2. Kurva tes untuk reaksi tingkat 1 (satu).

3. Reaksi irreversible tingkat 2 (dua)


Reaksi : A + B R
dC A
Persamaan laju reaksi :  rA    k C A C B ..............(3.29)
dt
Jika konversi A = XA ,konsentrasi awal A dan B berturut-turut adalah CAo
dan CBo, maka :
dC Ao (1  x A ) dx A
 rA    C Ao  kC Ao (1  x A )(C Bo  C Ao x A )
dt dt
Jika konsentrasi awal CBo = M CAo atau (CBo/CAo) = M , maka :
dx A
 rA  C Ao  kC Ao
2
(1  x A )( M  x A ) , maka :
dt

xA dx A t
0 (1  x A )( M  x A )
 C Ao k  dt
0

Setelah diintegrasikan dan diubah kembali ke CB dan CA, akan diperoleh


hubungan :

..........(3.30)

Gambar 3.3. Kurva tes untuk reaksi tingkat 2 (dua) untuk reaksi
A + B R dan (CBo/CAo) = M.

Jika pada keadaaan awal reaksi dimana CAo = CBo atau untuk M = 1, maka :

dx A
 rA  C Ao  k C A2  kC Ao
2
(1  x A ) 2
dt

xA dx A t
0 (1 x A ) 2
 C Ao  dt
k
0

Hasil integrasinya :
1
 1  kC Ao t
(1  x A )
atau :
CA dC A t
 2
 k  dt
CA0 CA 0

1 1
  kt
CA C Ao

Jadi ;
1 1 1  xA 
     kt ........................(3.31)
C A C Ao C Ao 1  x A 

xA
Gambar 3.4. Kurva hubungan (1/CA) dengan t dan dengan t, untuk
1 xA
reaksi tingkat 2 (dua), dimana CAo = CBo (persamaan
3.31)

Faktor yang berpengaruh pada persamaan hubungan antara konsentrasi


atau konversi dengan waktu (t) tidak hanya tingkat reaksi, tetapi juga bentuk
persamaan reaksinya. Sebagai contoh reaksi : A + 2 B R. Reaksi ini
adalah tingkat satu terhadap A dan tingkat dua terhadap B. Jadi merupakan reaksi
tingkat dua juga dengan bentuk persamaan reaksinya :
dC A dC A
 rA    kC A C B  kC Ao
2
(1  x A )( M  2 x A )  C Ao ...
dt dt
(3.32)
Karena jika A yang bereaksi adalah C AoxA, maka B yang bereaksi 2 CAoXA,
sehingga B yang masih sisa adalah CB = CBo – 2 CAoxA = CAo (M – 2 xA). Jadi
integrasi :
1 xA dx A t

C Ao 
0 (1 x A )( M  2 x A )
 k  dt
0

Hasil integrasi diperoleh :

.............................(3.33)

Jika M = 2, maka CBo = 2 CAo, jadi :


xA dx A t
 0 (1  x A ) 2
 2C Ao k  dt
0

1 1 1  xA 
     2k t ..............(3.34)
C A C Ao C Ao 1  x A 
4. Reaksi irreversible tingkat 3 (tiga)
a) untuk reaksi : A + B + D hasil
dC A
persamaan laju reaksi :  rA    kC A C B C D
dt
dx A
 rA  C Ao  kC Ao (1  x A )(C Bo  C Ao x A )(C Do  C Ao x A )
dt
C Bo C
 kC Ao
3
(1  x A )(  x A )( Do  x A )
C Ao C Ao

Setelah diintegrasikan, akan diperoleh hubungan sebagai berikut

1 C  1 C 
ln  Ao   ln  Bo 
(C Ao  C Bo )(C Ao  C Do )  C A  (C Bo  C Do )(C Bo  C Ao )  C B 
1 C 
 ln  Do   k t
(C Do  C Ao )(C Do  C Bo )  C D 
.............(3.35)

b) untuk reaksi : A + 2 B hasil


persamaan laju reaksi :
 rA  k C A C B2 (CBo/CAo) = M
dx A
 rA  C Ao  kC Ao
2
(1  x A )( M  2 x A ) 2 ............(3.36)
dt
Hasil integrasi dari persamaan diatas adalah :

Lihat persamanan 23, hal 46 ............(3.37)

Untuk M = 2,

Lihat pers. 24 ..............(3.38)

c) untuk reaksi : A + B hasil,


persamaankecepatan reaksinya :  rA  k C A C B2 ,(CBo/CAo) = M
dx A
 rA  C Ao  kC Ao
3
(1  x A )( M  x A ) 2 .............(3.39)
dt
Hasil intergrasinya adalah :

Lihat pers. 26 hal 46 .............(3.40)

Untuk M = 1

Lihat pers. 27 .............(3.41)

Contoh Soal 3.2 :


Soal yang sama dengan soal nomor 3.2. diatas.
Pertanyaan :
Tentukanlah persamaan kecepatan reaksi diatas dengan metode diferensial ?
Penyelesaian :
Reaksi :

5. Reaksi Bolak-balik (reversible) tingkat 1 (satu)


Suatu reaksi disebut reaksi bolak –balik, jika zat hasil reaksi dapat
bereaksi lagi membentuk zat pereaksi. Jika reaksi bolak-balik dibiarkan
dijalankan dalam waktu yang lama, akan tercapai keadaan setimbang, yaitu
suatu keadaan yang stabil.
Reaksi bolak-balik yang paling sederhana, jika reaksi yang ke kanan dan
yang ke kiri keduanya tingkat satu.
Misalnya : A R dan
k1 C 
K  Kc   R ..............(3.42)
k 2  C A  kesetimbangan

Jika mula-mula ke dalam reaktor batch dimasukkan zat pereaksi A dan zat
hasil R dengan perbandingan CRo/CAo = M, atau CRo = M CAo, maka
persamaan kecepatan reaksi bolak-balik dari reaksi tersebut adalah :

dC A dx A  C 
 rA    C Ao  k1C A  k 2 C R  k1 C A  R 
dt dt  Kc 

C Ao ( M  x A )
 rA  k1 [C Ao (1  x A )  ] ..............(3.43)
Kc

maka :
xA dx A t
0 (M  x A )
  dt
0
k1 (1 x A ) 
Kc
jadi :
xA dx A
t  Kc 
o k1 K c  k1 K c x A  M  x A
xA dx A
t  Kc o (k1 K c  M )  ( k1 K c  1) x A

Setelah diintegrasikan dan diubah, diperoleh :

Kc  K c M 
t ln   ...........(3.44)
K c ( K c 1)  K c  M  ( K c 1) x A 

Harga konstanta kesetimbangan Kc dapat dihitung dari data


thermodinamika dengan hubungan :
∆ FT = - RT ln Kc = ∆HT - T ∆ST ..............(3.45)

Dapat juga Kc dihitung dari data hasil percobaan sebagai berikut :

k1  C R  ( M  x Ae )C Ao ( M  x Ae )
Kc      .............(3.46)
k 2  C A  kesetimbangan (1 x Ae )C Ao (1 x Ae )

dx A M  x Ae (1 x Ae ) ( M 1)
 k1 [(1  x A )  ]  k1 ( x Ae  x A )
dt M  x Ae M  x Ae
t XA ( M  x Ae ) dx A
k 1  dt   ,setelah diintegrasikan akan
0 0 k 1 ( M 1)( x Ae  x A )

diperoleh persamaan :

xA C  C Ae M 1
 ln (1  )   ln A  k1t ............(3.47)
x Ae C Ao  C Ae M  x Ae

xA C  C Ae
Jika dibuatkan grafik  ln (1  ) atau [ ln A ] terhadap t, akan
x Ae C Ao  C Ae
M 1
diperoleh garis lurus dengan kemiringan (slope) k1 dan titik potong
M  x Ae
dengan sumbu pada t = 0.
Gambar 3.5. Kurva tes untuk reaksi bolak-balik tingkat satu.
(persamaan 3.47)
6. Reaksi Bolak-balik (reversibel) tingkat 2 (dua)
a) Jika reaksi yang ke kanan maupun ke kiri tingkat dua dan tidak terjadi
perubahan jumlah molekul pada persamaan reaksinya, misal untuk reaksi :

A + B C + D
atau :
A + B 2D
atau :
aA C + D

Dengan keadaan awal yang ekimolal : CAo = CBo dan CCo = CDo = 0,
maka :
2
dC A dx A C Ao x A2
 rA    C Ao  k1 [C Ao (1  x A ) 
2
] ..........
dt dt Kc

(3.48)
Dimana :
k1  C R  C Ao2 2
x Ae 2
x Ae
Kc      ...........
k 2  C A  kesetimbangan (C Ao ) 2 (1  x Ae ) 2 (1 x Ae ) 2

(3.49)
Jadi persamaan (3.48) digabung dengan persamaan (3.49), akan diperoleh :

dx A x 2 (1  x Ae ) 2
 k1C Ao [(1  x A ) 2  A 2
]
dt x Ae
Setelah diintegrasikan dan dilakukan sedikit perubahan, akan diperoleh
hubungan :
x Ae  ( 2 x Ae 1) x A 1
 ln [ ]  2 k1 (  1)C Ao t ............(3.50)
x Ae  x A x Ae
Gambar 3.6. Kurva tes untuk reaksi bolak-balik tingkat 2 (dua).
(persamaan 3.50)
b). Jika pada keadaan awal ..................................

7. Reaksi Otokatalitik
8. Reaksi Paralel pada volume tetap

3.1.3 Metode Waktu Setengah Umur (Waktu Paruh) dan Fraksionasi

Anda mungkin juga menyukai