Anda di halaman 1dari 9

PRESENTASI

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI


ISLAM

Dosen Pengampu: Sawqi Saad El Hasan, S.Hum.,M.Si


Anggota Kelompok 4
o Andriyanto
o Awan Darmawan
o Muhammad Akmal Ibnu Malik
BIOGRAFI ASY ASYAIBANI
Imam Al-Syaibani, yang nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin
Al-Hasan bin Farqad Al-Syaibani, adalah seorang ulama dan cendekiawan Islam yang
lahir pada tahun 132 H/750 M di Wasith, Irak. Dia memulai pendidikannya di Kufah,
belajar berbagai disiplin ilmu, termasuk fiqh, sastra, bahasa, dan hadis, dari ulama
terkemuka, termasuk pendiri Madzhab Hanafi, Abu Hanifah, dan murid utamanya, Abu
Yusuf.
Pada usia 30 tahun, ia pergi ke Madinah dan berguru kepada Imam Malik, yang
memperkaya pemahaman fikihnya. Imam Al-Syaibani berhasil menggabungkan aliran
fikih ahlul-ra'yi Irak dengan aliran ahlul-hadis di Madinah, memperkuat Madzhab Hanafi
dengan pendekatan yang lebih seimbang. Dia memainkan peran penting dalam
pengembangan Madzhab Hanafi di Baghdad dan sering dikunjungi oleh Imam Asy-Syafi'i,
didukung oleh Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Madzhab Hanafi sebagai mazhab
resmi negara.
Meskipun pernah menjadi hakim di Irak, ia memilih untuk mengundurkan diri
untuk lebih fokus pada pengajaran dan penulisan fikih. Imam Al-Syaibani wafat pada
tahun 189 H/804 M di Al-Ray, dekat Teheran, pada usia 58 tahun, meninggalkan warisan
besar dalam perkembangan dan pemahaman Madzhab Hanafi dalam sejarah Islam.
Pemikiran Ekonomi
Mengenai Kekayaan dan Kefakiran
Al-Syaibani memiliki pandangan unik tentang konsep kekayaan dan
kefakiran dalam Islam. Baginya, sifat-sifat fakir memiliki kedudukan
yang lebih tinggi daripada sifat-sifat kaya. Menurutnya, seseorang
yang merasa cukup dengan kebutuhan dunianya dan kemudian
memfokuskan perhatiannya pada kebajikan dan urusan akhirat adalah
lebih baik. Imam Al-Syaibani memahami sifat-sifat fakir sebagai
keadaan yang cukup, bukan sebagai permintaan-minta. Artinya,
menjadi fakir tidak berarti hidup dalam kemiskinan atau bergantung
pada orang lain, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Meskipun ia mengakui potensi kemewahan dalam sifat-sifat kaya, ia
tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama itu
digunakan untuk kebaikan. Dengan demikian, Imam Al-Syaibani
menekankan kesederhanaan, kendali diri, dan prioritas pada kebajikan
serta urusan akhirat, bahkan jika seseorang merasa telah mencukupi
dalam kebutuhan dunianya.
Pemikiran Ekonomi
Mengenai Klasifikasi usaha-usaha perekonomian

Memorial
Imam Al-Syaibani mengklasifikasikan usaha perekonomian menjadi empat jenis, termasuk pertanian
yang ia beri prioritas karena dianggap sebagai produksi kebutuhan dasar manusia yang mendukung pemenuhan
kewajiban. Dalam perspektif hukum,
Al-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi
-fardu kifayah, yang menjadi tanggung jawab bersama jika ada yang menjalankannya, dan
-fardu 'ain, yang mengharuskan individu menjalankannya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan
tanggungannya.
Ini menunjukkan pentingnya berusaha dalam perekonomian untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar dan
kelangsungan roda perekonomian, serta bahwa ini adalah tanggung jawab individu untuk memastikan pemenuhan
kebutuhan pribadi dan keluarganya.
Pemikiran Ekonomi
Mengenai Kebutuhan – Kebutuan Ekonomi

Al Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah


menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya
tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu makan, minum
,pakaian, dan tempat tinggal.
Para ekonom yang lain mengatakan bahwa kempat hal ini
adalah tema ekonomi. Jika keempat hal tersebut tidak pernah
diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia
tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal
Pemikiran Ekonomi
Mengenai Spesialis dan Distribusi Pekerjaan
Al-Syaibani mendasari pemikirannya tentang spesialisasi dan distribusi pekerjaan pada pemahaman bahwa
manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam hidupnya, karena individu tidak dapat menguasai semua
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sepanjang hidupnya. Al-Syaibani percaya bahwa Allah memberi setiap
individu kemampuan untuk menguasai salah satu bidang, dan Dia tidak menghalangi upaya manusia dalam berusaha. Hal
ini memungkinkan kolaborasi antara individu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Al-Syaibani menekankan bahwa individu yang fakir dalam memenuhi kebutuhan akan membutuhkan bantuan
orang kaya, sementara orang kaya akan membutuhkan tenaga orang miskin. Melalui kerja sama dan saling membantu ini,
manusia dapat lebih mudah menjalankan aktivitas ibadah dan memenuhi kewajibannya. Dengan demikian, kolaborasi dalam
distribusi pekerjaan adalah kunci untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dan memudahkan pelaksanaan ibadah kepada
Allah.
Kesimpulan

Dari pembahasan penelitian di atas, maka dapat ditarik benang merah sebagai berikut:
Pertama, Al-Syaibani merupakan salah satu pemikir ekonomi Islam. Pemikiran ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada
Kitab al-Kasb,al-Ihtisab fi al-Rizq alMustahab, dan kitabal-Asl yang membahas seputar pendapatan, pedoman prilaku
produksi dan konsumsi, berbagai macam bentuk usaha seperti perdagangan, pertanian, industri dan perjanjian kerja.
Kedua, dalam bidang kerja, Al-Syaibani memandang bahwa kerja harus dilakukan dengan cara yang halal dan kerja
termasuk dalam aktivitas produksi harus senantiasa memperhatikan utilitas (nilai guna). Dalam Islam, barang dan jasa
mempunyai nilai guna jika dan hanya mengandung kemaslahatan.
Ketiga, Al-Syaibani tidak sepakat sifat-sifat kaya lebih utama. Menurutnya justru sifat-sifat fakir lebih tinggi
kedudukannya. Bahkan ia menyatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian
bergegas pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka
Sekian
&
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai