Anda di halaman 1dari 3

MENJAGA DAN MENINGKATKAN KUALITAS IBADAH DI BULAN RAMADHAN

Bulan Ramadhan salah satu bulan yang banyak mengandung kemuliaan, bahkan ada doa
khusus yang sering dilantunkan umat muslim sejak bulan Rajab, meminta kepada keberkahan di
bulan Rajab dan Sya’ban serta minta disampaikan usia untuk berjumpa dengan bulan
Ramadhan. Allahumma barik lana fi rajaba wa sya’bana wa ballighna ramadhana. Kemuliaan
bulan Ramadhan yang datang tahun ini jangan sampai disia-siakan, sebagai seorang muslim
seharusnya berupaya untuk meraih kemuliaan ini dengan meningkatkan kualitas ibadah di bulan
tersebut.
Salah satu yang penting diperhatikan dalam melaksanakan ibadah adalah niat. Niat akan
menentukan dua hal terhadap ibadah yang kita lakukan, pertama niat bisa menentukan hasil
yang akan didapat dan kedua niat bisa menentukan nilai dan kualitas ibadah kita di hadapan
Allah Swt. Dalam pembukaan hadits Arbain karya An-Nawawi, disebutkan sabda Nabi mengenai
urgensi niat.
‫ َو َم ْن َك اَنْت‬،‫ َفَم ْن َك اَنْت ِهْج َر ُت ُه ِإلى ِهللا َو َر ُس ْو ِلِه َفِه ْج رُت ُه ِإَلى ِهللا َو َر ُس ُو ِلِه‬،‫ َو إَّن َم ا ِلُك ِّل اْم ِر ىٍء َم ا َن َو ى‬،‫ِإَّن َم ا اَألْع َم اُل ِبالِّن َّياِت‬
.‫ِهْج َر ُتُه ِلُد ْن َي ا ُيِص ْيُبَه ا َأِو اْم رَأٍة َي ْن ِكُح َه ا َفِه ْج َر ُتُه ِإَلى َم ا َه اَج َر إَلْيِه‬
Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan
mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang
hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya
kepada apa yang dia berhijrah kepadanya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Secara garis besar, hadits ini membahas bahwa amal kebaikan tergantung pada niat
pelakunya, jika tujuannya ikhlas karena Allah dan Rasul-Nya, maka amalnya akan tertuju kepada
Allah. Namun, jika amalnya hanya untuk menggapai urusan dunia, maka dia hanya mendapat
yang dia cari.
Setelah niat kita tata dengan baik dalam hati, berikutnya kita harus memperhatikan syarat
dan rukun ibadah yang kita lakukan. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan sia-sia karena tidak
mengikuti kaifiyat yang telah ditentukan karena ibadah yang kita lakukan seharusnya didasari
ilmu tentang ibadah tersebut.
Setelah kita menyempurnakan syarat dan rukun puasa juga menjauhi segala hal yang
membatalkan puasa, bahkan ditambah dengan amaliah sunah seperti yang telah ditetapkan
dalam hukum fiqh, selanjutnya kita harus bisa menggapai kesempurnaan ibadah puasa. Dalam
kitab ihya ulumuddin, Imam al Ghazali menyebutkan ada beberapa hal untuk menyempurnakan
ibadah puasa tersebut.
Pertama, menahan dan menundukkan pandangan dari melihat hal-hal tercela dan hina
yang dapat menggangu hati serta dapat melalaikan dari dzikir kepada Allah Swt. Kita harus
fahami bahwa sesungguhnya pandangan merupakan salah satu panah iblis seperti sabda
Rasulullah Saw.
‫َالَّن ْظ َر ُة َس ْه ٌم َم ْس ُمْو ٌم ِمْن ِس َه اِم ِإْب ِلْي َس َلَع َن ُه ُهللا َفَم ْن َت َر َك َه ا َخ ْو فًا ِمَن ِهللا َأَت اُه ُهللا َع َّز َو َج َّل ِإْي َم اًن ا َي ِجُد َح اَل َو َت ُه ِفي َقْلِبِه‬
Artinya: "Pandangan merupakan salah satu panah yang mengandung racun milik Iblis
yang dila’nat Allah, barang siapa meninggalkannya karena takut kepada Allah maka Allah akan
mendatangkan keimanan sehingga akan mendapatkan manisnya iman di dalam hati" (HR. Al
Hakim).
Kedua, menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia seperti berbohong, mengumpat, adu
domba, hoak, dan ucapan-ucapan yang mengandung riya dan lain-lain. Sehingga dengan
perbuatan lisan itu dapat merusak hubungan, menimbulkan permusuhan. Rasulullah bersabda:

‫الَّصْو ُم ُج َّن ٌة َفِإَذ ا َك اَن َأَح ُد ُك ْم َص اِئمًا َفاَل َي ْر َفْث َو اَل َي ْج َه ْل َو ِإِن اْم ُرٌؤ َقاَت َلُه َأْو َش اَت َم ُه َفْلَي ُقْل ِإِّن ي َص اِئٌم ِإِّن ي َص اِئٌم‬
Artinya: “Puasa itu adalah perisai, maka apabila seorang dari kalian sedang
melaksanakan puasa, janganlah dia berkata rafats (kotor) dan jangan pula bertingkah laku jahil
(seperti mengejek, atau bertengkar sambil berteriak). Jika ada orang lain yang mengajaknya
berkelahi atau menghinanya maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang puasa,
Aku orang yang sedang puasa” (HR Imam Malik).
Ketiga, menahan telinga dari mendengarkan hal-hal yang dibenci Allah Swt. Ketika kita
mengucapkan atau mendengarkan perkara yang haram diucapkan dan didengarkan maka Allah
samakan dia seperti makan makanan haram. Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
... ‫َس ّٰم ُعْو َن ِلْلَك ِذِب َاّٰك ُلْو َن ِللُّسْح ِۗت‬
Artinya: “Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan)
yang haram…” (QS. Al Maidah: 42).
Keempat, mejaga seluruh anggota tubuh dari perbuatan dosa, termasuk tangan dan kaki
dari segala yang dibenci Allah Swt. Tidak ketinggalan juga menjaga perut kita dari makanan
syubhat apalagi haram Ketika sahur dan buka. Sebab tidak ada artinya puasa yang kita lakukan
apabila makanan yang dimakan Ketika sahur dan buka adalah makanan haram. Jangan sampai
kita termasuk orang yang gagal dalam berpuasa. Rasulullah bersabda:
‫َك ْم ِمْن َص اِئٍم َلْي َس َلُه ِمْن َص ْو ِمِه ِإاَّل اْلُجوُع َو اْلَع َط ُش‬
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya
kecuali lapar dan haus” (HR. An-Nasai).
Kelima, setelah berbuka puasa hati harus pasrah kepada Allah Swt, dipenuhi dengan
katkutan dan harapan, sebab kita tidak tahu apakah puasa yang kita lakukan benar-banar
diterima atau ditolak oleh Allah Swt. Perasaan seperti seharusnya kita tanamkan tidak pada saat
puasa saja, tetapi pada saat kita Malukan ibadah lainnya juga.
Semoga Allah Swt senantiasa memberikan kekuatan, kemudahan dan kelancaran dalam
ibadah puasa kita, dan ibadah kita diterima-Nya. Aamin

Anda mungkin juga menyukai