Sop App 2024
Sop App 2024
CABANG PONTIANAK
PENAMBAHAN V-44
SECONDARY
SURVEILLANCE
RADAR(SSR) DAN ADS-
B PHRASEOLOGIES 5.2
5 PEMISAHAN II-33 20 JANUARI 2020 MPEO
PROSEDUR SECTOR 21 JANUARI 2020
CTR dan TMA SUB BAB
2.18
6 BAB 3 IMPLEMENTASI III-4, 30 JANUARI 2020 EDI
PELAYANAN III-5, 31 JANUARI 2020
SURVEILLANCE (ADS- III-17
B) dari SFC sampai FL600
7 PERUBAHAN BAB 6, VI-29 5 JUNI 2020 ELVANI
SUB BAB 6.10 6 JUNI 2020
INTERSEPSI PESAWAT
UDARA
8 PENYESUAIAN 24 OKTOBER TIM SOP
AMENDMENT 9 PANS 2020
ATM 25 OKTOBER
1.4.3, 2.2.1.6, 2.8.12, 2020
3.7.2.4, 4.1.5.6
9 PERUBAHAN PNR I-42
Sub BAB 1.8.2.4, 1.8.2.5
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
KATA PENGANTAR
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
SOP merupakan pedoman agar para Petugas Pelayanan Lalu Lintas Udara di jajaran
ATS Operasi mempunyai pedoman yang baku sehingga diharapkan dalam melaksanakan
tugas sehari - hari mempunyai persepsi yang sama dalam memberikan pelayanan Lalu Lintas
Udara sesuai dengan prosedur yang berlaku sehingga keselamatan di bidang pelayanan jasa
Aeronautika dapat tercapai.
Dalam penyusunan SOP ini disesuaikan dengan perkembangan dan regulasi yang ada
sehingga apabila ada perubahan-perubahan akan dituangkan ke dalam amandemen. SOP ini
masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran serta petunjuk yang membangun dari
pembaca senantiasa sangat diharapkan, sehingga revisi berupa amandemen di kemudian hari
dapat dilakukan. Terima Kasih.
DAFTAR ISI
Halaman Depan................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.14. Longitudinal Separation Based On Distance Same Track 20 NM .............. II-9
Gambar 2.15. Longitudinal Separation Based On Distance Same Track 10 NM .............. II-9
Gambar 2.16. Longitudinal Separation Based On Distance Crossing Track 10 NM ........ II-10
Gambar 2.17. Longitudinal Separation Based On Distance Crossing Track 20 NM ........ II-10
Gambar 2.18. Longitudinal Separation Based On Distance Climbing .............................. II-11
Gambar 2.19. Longitudinal Separation Based On Distance Descending .......................... II-11
Gambar 2.20. Wake Turbulance Separation Arrival Aircraft ............................................ II-12
Gambar 2.21. Wake Turbulance Separation Departure Aircraft ....................................... II-12
Gambar 2.22. Desain Flight Progress Strip ....................................................................... II-30
Gambar 4.1 Label Peringatan Emergency ...........................................................................IV-
10
Gambar 4.2 Label Peringatan Communication Failure.......................................................IV-
11
Gambar 4.3 Label Peringatan Hijack …………………………………………………………….IV-
11
Gambar 4.4 Label Warna Kuning pada MC………………………………………………….….IV-
12
Gambar 4.5 Label Warna Merah Pada MC....................................................................... IV-12
Gambar 4.6 Label STCA Warning Warna Kuning............................................................ IV-12
Gambar 4.7 Label STCA Alert Warna Merah................................................................. IV-13
Gambar 4.8 Track label ZN............................................................................................... IV-13
Gambar 4.9 Track Label AW............................................................................................. IV-13
Gambar 4.10 label RVSM Alert......................................................................................... IV-14
Gambar 4.11 Label CLAM Alert....................................................................................... IV-14
Gambar 4.12 Label Heading Alarm.................................................................................. IV-14
Gambar 4.13 Label RAM Warning.................................................................................... IV-15
Gambar 4.14 Label Squawk Ident..................................................................................... IV-15
Gambar 4.15 Label Synthetic Tracks................................................................................ IV-15
Gambar 6.1. Alur Penyampaian Informasi Gawat Darurat pada Ruang Udara
Pelayanan
UnitAPP................................................................................................VI-8
1.1 Tujuan
1.1.1 Dokumen Standard Operational Procedure (SOP) APP ini merupakan pedoman,
standar dan petunjuk pelayanan bagi personel pemandu lalu lintas penerbangan
(ATC) pada unit Approach Control Office (APP) Cabang Pontianak.
1.1.2 Standard Operational Procedure (SOP) ATS Operation ini dibuat untuk para petugas
penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan yaitu sebagai buku pedoman,
standar, petunjuk dan instruksi dari manajemen Perum LPPNPI dalam memberikan
pelayanan jasa lalu lintas penerbangan.
1.1.3 Dokumen SOP ini dibuat untuk memenuhi berbagai persyaratan baik di dalam
undang-undang, peraturan penerbangan sipil Indonesia, aturan penerbangan
internasional.
1.1.4 Dokumen SOP ini, diharapkan dapat memberikan panduan dan standarisasi kepada
personel operasional dalam melaksanakan pekerjaan serta dapat dijadikan referensi
untuk pengambilan keputusan.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
Aircraft proximity. Situasi yang menurut pendapat seorang penerbang atau personel
Pemandu Lalu Lintas Penerbangan, jarak antara pesawat udara maupun posisi
dan kecepatan relatifnya sedemikian hingga pesawat udara yang terlibat
mungkin telah saling membahayakan keselamatannya. Kedekatan pesawat udara
dibagi dalam tingkatan sebagai berikut:
Risk of collision. Tingkat resiko dari kedekatan pesawat udara dalam hal resiko
tabrakan yang serius telah terjadi.
Safety not assured. Tingkat resiko dari kedekatan pesawat udara dimana
keselamatan pesawat udara mungkin tidak terjamin.
No risk of collision. Tingkat resiko dari kedekatan pesawat udara dalam hal tidak
ada resiko tabrakan telah terjadi.
Risk not determined. Klasifikasi resiko dari kedekatan pesawat udara yang mana
tidak tersedia cukup informasi atau bukti untuk menentukan resiko yang ada.
AIRPROX. Kode kata yang digunakan dalam laporan insiden untuk menyatakan
kedekatan pesawat.
Air-ground communication. Komunikasi dua arah antara pesawat udara dan stasiun
atau lokasi darat.
Air-ground control radio station. Sebuah stasiun telekomunikasi penerbangan yang
punya tanggung jawab utama untuk melayani komunikasi mengenai operasi dan
pemanduan pesawat udara dalam suatu daerah tertentu.
Air navigation facility. Setiap fasilitas yang digunakan tersedia untuk digunakan,
atau yang dimaksudkan untuk digunakan dalam bantuan navigasi udara,
termasuk daerah pendaratan penerangan setiap peralatan atau perlengkapan
untuk penyebaran informasi cuaca, untuk pengiriman sinyal, untuk radio penentu
arah, atau radio pada komunikasi bukan elektris, dan setiap struktur atau
mekanisme lain yang mempunyai peran sejenis sebagai petunjuk atau
pemanduan bagi penerbangan di udara, atau bagi pesawat udara yang sedang
mendarat atau lepas landas.
AIRMET information. Informasi yang dibuat oleh sebuah kantor pengamatan
meteorologi mengenai terjadinya atau diharapkan terjadinya fenomena cuaca
pada rute tertentu yang mungkin berpengaruh pada keselamatan operasi pesawat
udara pada ketinggian rendah dan yang belum dimasukan ke dalam perkiraan
Air traffic control instruction. Petunjuk yang diberikan oleh Pemandu Lalu Lintas
Penerbangan dengan maksud meminta seorang penerbang melakukan tindakan
tertentu.
Air traffic control service. Pelayanan yang diberikan dengan maksud: Mencegah
tabrakan Antara pesawat udara, dan di daerah pergerakan antara pesawat udara
dengan rintangan-rintangan. Agar terjadi kelancaran dan keteraturan arus Lalu
Lintas Penerbangan.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
Air traffic control unit. Suatu istilah generik dengan berbagai arti, pusat pemanduan
Lalu Lintas Penerbangan di ACC, APP dan TWR.
Air traffic flow management (ATFM). Suatu pelayanan yang dibentuk dengan
tujuan berkontribusi terhadap keselamatan, kelancaran dan keteraturan arus Lalu
Lintas Penerbangan untuk menjamin kapasitas ATC meningkat menjadi
maksimum, volume traffic sesuai dengan kapasitas yang dinyatakan oleh ATS
authority.
Air traffic management. Suatu kumpulan gugusan airborne functions dan ground-
based functions (ATS, ASM, ATFM) diperuntukan untuk menjamin
keselamatan dan efisiensi pergerakan pesawat selama saat semua pase operasi
Air traffic service. Suatu istilah yang artinya bervariasi, pelayanan informasi
penerbangan, pelayanan kesiagaan, pelayanan petunjuk/saran bagi Lalu Lintas
Penerbangan, pelayanan pemanduan Lalu Lintas Penerbangan (pelayanan
pemanduan ruang udara jelajah, pelayanan pemanduan ruang udara pendekatan
atau pelayanan pemanduan ruang udara bandar udara).
Air traffic services airspaces. Suatu ruang udara yang ditentukan ukurannya secara
abjad ditentukan untuk type penerbangan tertentu dapat beroperasi dengan
pelayanan ATS dan aturan operasi tertentu.
Catatan.— ATS airspace diklasifikasikan dalam Kelas A sampai G
sebagaimana tercantum dalam Annex 11, Appendix 4.
Air traffic services reporting office. Suatu unit yang didirikan dengan tujuan untuk
menerima laporan mengenai Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan dan rencana-
rencana penerbangan yang diserahkan sebelum keberangkatan.
Catatan.— Suatu kantor tempat melapor dapat dibentuk sebagai unit
terpisah atau dipadukan dengan unit yang telah ada, misalnya unit Pelayanan
Lalu Lintas Penerbangan yang lain atau unit pada pelayanan informasi
penerbangan.
Air traffic services unit. Suatu istilah yang mempunyai arti bervariasi, unit
pemanduan Lalu Lintas Penerbangan pusat informasi penerbangan atau kantor
pelaporan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan.
Airway. Suatu ruang udara terkendali atau sebagiannya yang dibangun dalam bentuk
koridor dan diperlengkapi dengan alat bantu navigasi radio.
ALERFA. Suatu kata kode yang dipakai untuk menunjukan suatu tingkat siaga.
Approach sequence. Urutan untuk dua atau lebih pesawat udara yang diizinkan
untuk mengadakan pendekatan untuk mendarat pada sebuah bandar udara.
Appropriate ATS authority. ATS authority yang ditentukan oleh negara yang
bertanggung jawab dalam pemberian pelayanan ATS dalam wilayah tertentu
Appropriate authority. Terkait penerbangan di atas laut bebas: otoritas yang
relevan dari Negara tempat pendaftaran. Terkait penerbangan selain di atas laut
bebas: otoritas yang relevan dari Negara yang memiliki kedaulatan atas wilayah
yang sedang dilalui.
Apron. Suatu daerah tertentu, pada bandara didarat dimaksud untuk keperluan
pesawat udara yang bermaksud memuat atau membongkar penumpang, pos atau
kargo, pengisian bahan bakar, parkir dan perawatan.
Area control centre. Suatu unit yang diadakan untuk pemberian pelayanan
pengendalian Lalu Lintas Penerbangan bagi penerbangan-penerbangan kecuali
di dalam wilayah ruang udara jelajah yang dibawah tanggung jawabnya.
Area control service. Pelayanan pengendalian Lalu Lintas Penerbangan untuk
penerbangan-penerbangan terkendali di dalam wilayah ruang udara jelajah.
Area navigation (RNAV). Suatu metode navigasi yang memungkinkan pesawat
udara beroperasi pada setiap lintasan terbang dalam jangkauan alat bantu
navigasi dengan menunjukkan stasiun atau dalam batas-batas kemampuan suatu
alat bantu navigasi yang lengkap, atau panduan keduanya.
Area navigation route. Suatu rute Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang dibuat
untuk digunakan oleh pesawat udara yang menerapkan navigasi wilayah.
Assignment, assign. Distribusi frekuensi ke stasiun. Distribusi kode SSR atau 24-bit
alamat pesawat ke pesawat.
ATS route. Suatu rute tertentu yang dibuat untuk menyalurkan arus lalu lintas yang
diperlukan untuk pemberian Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan.
Catatan 1.— Istilah "ATS route" digunakan untuk maksud bermacam-
macam, Airway, advisory route, jalur terkendali atau tidak terkendali, jalur
kedatangan atau keberangkatan, dll.
Catatan 2.— Sebuah jalur ATS didefinisikan oleh spesifikasi jalur yang
meliputi penanda jalur ATS, trek ke atau dari poin yang signifikan
(waypoints), jarak antara titik-titik signifikan, persyaratan pelaporan dan,
sebagaimana ditentukan oleh otoritas ATS yang berwenang, ketinggian aman
terendah.
Blind transmission. Suatu pancaran dari satu stasiun kepada stasiun lainnya dalam
kondisi komunikasi dua arah tidak dapat berlangsung tetapi dipercaya bahwa
stasiun yang dipanggil dapat menerima pancaran.
Broadcast. Suatu pancaran dengan informasi yang berhubungan dengan navigasi
udara tetapi tidak dialamatkan kepada satu atau banyak stasiun tertentu.
Ceiling. Ketinggian diatas daratan atau perairan untuk dasar lapisan terendah suatu
lapisan dibawah 6000 m (20.000 ft) menutup lebih dari separuh bagian langit.
Clearance limit. Titik tertentu dimana pesawat udara mendapatkan izin dari
pemanduan Lalu Lintas Penerbangan.
Code (SSR). Angka yang ditetapkan untuk multiple pulse reply signal tertentu yang
dipancarkan oleh transponder mode A atau mode C.
Communication centre. Suatu stasiun tetap komunikasi yang merelai atau mengirim
ulang lalu lintas telekomunikasi dari (atau ke) sejumlah stasiun tetap
penerbangan lainnya secara langsung yang berhubungan dengannya.
Control area. Suatu daerah udara yang dikendalikan meluas ke atas dari batas
tertentu diatas daratan.
Controlled aerodrome. Suatu bandar udara tempat pelayanan pemanduan Lalu
Lintas Penerbangan diberikan kepada lalu lintas di bandar udara.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
Data convention. Kumpulan peraturan yang disetujui mengatur cara atau urutan bila
kumpulan data dapat di sambungkan menjadi komunikasi yang berarti.
Data link initiation capability (DLIC). A data link application that provides the
ability to exchange addresses, names and version numbers necessary to initiate
data link applications.
Decision altitude (DA) Or decision height (DA). Suatu ketinggian tertentu dalam
pendekatan presisi pada waktu harus mulai dilakukan pembatalan pendekatan
kalau referensi visual untuk melanjutkan pendekatan tidak dapat dilihat.
Catatan 1.— Decision altitude (DA) berdasarkan rata-rata permukaan laut
dan Decision Height (DH) berdasarkan ketinggian threshold.
Catatan 2.— Referensi visual yang diperlukan berarti bagian pada alat
bantu visual atau daerah pendekatan yang seharusnya telah terlihat untuk
waktu tertentu pada penerbang untuk penilaian posisi pesawat udara atau
kecepatan perubahan posisi, dalam hubungan dengan lintasan terbang yang
diperlukan. Pada operasi kategori III dengan DH referensi visual yang
ditetapkan adalah yang berlaku untuk prosedur dan operasi tertentu.
Catatan 3.— Untuk memudahkan kedua pengertian dapat dipakai secara
tertulis dalam bentuk decision altitude/ height dan singkatan DA/ H.
Estimated off-block time. Perkiraan waktu sebuah pesawat udara akan mulai
bergerak sehubungan dengan keberangkatan.
Estimated time of arrival. Untuk penerbangan IFR adalah waktu yang diperkirakan
pesawat udara akan tiba di atas titik tertentu, ditentukan oleh referensi alat bantu
navigasi, selanjutnya dimaksudkan untuk suatu prosedur pendekatan instrumen
akan dimulai, atau bila tidak terpasang alat navigasi yang tidak terkait dengan
bandara, pada waktu pesawat udara tersebut akan tiba diatas bandara. Untuk
penerbangan VFR, waktu perkiraan pesawat udara akan tiba diatas bandara.
Expected approach time. Perkiraan waktu yang dihitung oleh ATC bilamana
pesawat akan meninggalkan holding point untuk melanjutkan prosedur
pendekatan, setelah adanya penundaan.
Catatan.— Waktu sesungguhnya meninggalkan holding point tergantung
pada pemberian izin pendekatan.
Filed flight plan (FPL). Rencana penerbangan yang diisi oleh penerbang atau
perwakilan yang ditunjuk pada unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan, tanpa
ada perubahan yang menyusul.
Catatan.— Bila perkataan “berita” dipakai sebagai tambahan untuk
istilah ini berarti isi data rencana terbang terisi sebagai yang terkirim.
Final approach. Bagian prosedur pendekatan instrumen yang dimulai pada fix atau
titik pendekatan akhir yang ditetapkan, atau bila tidak ditetapkan,
a) Pada akhir procedure turn terakhir atau putaran arah masuk pada prosedur/
rice track kalau ditetapkan, atau;
b) Pada titik pertemuan arah terakhir tertentu pada prosedur pendekatan, dan
berakhir pada titik di sekitar bandara dari mana,
1) Pendekatan dapat dilakukan, atau;
2) Prosedur pembatalan pendekatan dapat dimulai.
Final approach and take- off area (FATO). Daerah pendekatan dan berangkat.
Suatu daerah pada tahap akhir gerak pendekatan untuk hover atau mendarat telah
diselesaikan dari daerah gerak lepas landas dimulai. Bila FATO dipakai untuk
kinerja helikopter kelas I, daerah tertentu itu termasuk daerah pembatalan lepas
landas yang disediakan.
Flight plan. Informasi tertentu yang diajukan kepada unit Pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan, relatif dengan tujuan atau bagian penerbangan pesawat udara.
Catatan.— Spesifikasi untuk rencana penerbangan tercantum pada
Annex 2 contoh format rencana terbang tercantum dalam Doc-4444,
Appendix 2.
Flight status. Suatu petunjuk bila pesawat udara tertentu memerlukan penanganan
khusus atau tidak dari unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan.
Flight visibility. Jarak pandang kedepan dari kokpit pesawat udara dalam
penerbangan.
Flow control. Cara yang ditentukan untuk dapat menyesuaikan arus Lalu Lintas
Penerbangan ke dalam daerah tertentu, sepanjang rute tertentu, atau menuju
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
bandara tertentu, untuk menjamin cara penggunaan daerah udara atau bandara
secara paling efektif.
Forecast. Suatu pernyataan tentang kondisi meteorologis yang diperkirakan untuk
waktu atau periode yang tertentu, dan untuk daerah atau bagian daerah udara
tertentu.
Free Flight. Kemampuan operasi penerbangan yang aman dan efisien dalam IFR,
memungkinkan operator bebas memilih lintasan dan kecepatan pada waktunya.
Suatu konsep mengarah pada suatu lingkungan berbasis satelit, dengan
komunikasi data – link, navigasi GPS/ WAAS dan surveillance dengan ADS –
B.
Glide path. Profil penurunan yang ditentukan untuk panduan vertikal pada
pendekatan akhir.
Global Positioning System (GPS). Sistem penentuan posisi radio, navigasi dan
transfer waktu berbasis ruang angkasa, sistem yang dapat memberi informasi
posisi dan kecepatan secara sangat akurat, dengan ketepatan waktu, secara
berbasis global yang berlanjut bagi pemakai dengan peralatan yang cukup secara
tidak terbatas. Sistem ini tidak dipengaruhi cuaca, dan dapat memberi sistem
referensi grid bagi seluruh dunia. Konsep GPS adalah sebutan pengetahuan yang
akurat dan berlanjut tentang posisi dalam ruang memakai sistem yang waktu dan
jarak dari pancaran satelit kepada pemakai. Penerima GPS secara otomatis
memilih sinyal yang sesuai dari satelit yang terlihat dan hal itu diterjemahkan
menjadi posisi kecepatan dan waktu dalam tiga dimensi.
Ground effect. Kondisi kinerja yang diperbaiki (gaya angkat) disebabkan pengaruh
permukaan dengan pola arus udara dari sistem rotor kalau helikopter atau
pesawat udara VTOL lain beroperasi dekat dengan daratan.
Catatan.— Efisiensi rotor meningkat karena efek daratan hingga
ketinggian kira-kira satu diameter rotor untuk helikopter pada umumnya.
Rescue unit. Suatu unit yang terdiri atas personel terlatih dan diberi perlengkapan
yang sesuai untuk pelaksanaan SAR secara cepat.
RNP type. Suatu nilai pembatasan dinyatakan dalam jarak dengan nautical miles
dari posisi yang diinginkan dalam penerbangan yang akan terjadi untuk
sekurangnya 95 % jumlah waktu terbang.
Contoh: RNP 4 mewakili ketepatan navigasi kurang lebih 7.4 km (4 NM)
berdasar pada 95% batasan.
Runway. Suatu daerah berbentuk persegi, pada bandara yang dipersiapkan untuk
pendaratan dan lepas landas bagi pesawat udara.
Runway-holding position. Suatu posisi tertentu yang diperuntukan guna melindungi
area kritis pada Runway, OLS, atau ILS/MLS dimana pesawat yang sedang taxi
dan kendaraan harus berhenti dan menunggu, kecuali ditentukan lain oleh
petugas menara pengawas bandara.
Catatan.— Di dalam kosakata penerbangan, istilah "holding point"
digunakan untuk menunjuk runway-holding position.
Special VFR flight. Suatu penerbangan VFR yang diberi izin oleh pemanduan Lalu
Lintas Penerbangan untuk beroperasi dalam control zone pada kondisi
meteorologi dibawah VMC.
SSR response. Indikasi visual, dalam bentuk non-simbolis, pada display radar, atas
respons dari transponder SSR, menjawab suatu interogasi.
Standard instrument arrival (STAR). Adalah jalur kedatangan IFR yang
menghubungkan Signifikan point biasanya pada ATS route dengan point dari
mana IAP yang dipublikasi dapat dimulai.
Standard instrument departure (SID). Adalah jalur berangkat IFR yang
berhubungan dengan airport atau runway tertentu dengan significant point
tertentu biasanya ATS route tertentu sampai pase enroute penerbangan dimulai.
Stopway. Daerah segi empat yang ditetapkan di darat pada akhir TORA
dipersiapkan sebagai area yang cocok dimana pesawat dapat berhenti pada kasus
gagal tinggal landas.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
Surveillance radar. Peralatan radar untuk menentukan posisi pesawat udara dalam
jarak dan arah.
Taxi-holding position. Posisi yang ditentukan dimana pesawat udara yang sedang
taxi dan kendaraan dapat diminta berhenti agar berada pada jarak yang cukup
aman dari runway.
Taxiing. Pergerakkan pesawat udara dipermukaan bandara memakai tenaganya
sendiri, tidak termasuk lepas landas dan pendaratan.
Taxiway. Suatu lintasan tertentu pada bandara darat dibuat untuk gerakan taxi
pesawat udara dan dibuat dengan maksud menghubungkan satu bagian bandara
dengan yang lain, termasuk:
Aircraft stand taxilane. Bagian apron yang ditentukan sebagai taxiway dan sebagai
penanda jalur ke tempat parkir pesawat udara.
Apron taxiway. Bagian sistem taxiway yang terletak di apron dan dimaksud untuk
jalur taxi yang melintas ke apron.
Rapid exit taxiway. Taxiway untuk keluar dari runway dengan cepat dengan sudut
runcing dan dibuat agar pesawat udara yang mendarat dapat membelok pada
kecepatan yang lebih tinggi dari pada lewat exit taxiway yang lain sehingga
mempersingkat waktu pesawat udara berada di runway.
Terminal control area. Suatu control area yang umumnya dibuat pada pertemuan
ATS route disekitar satu atau lebih bandara.
Threshold. Ujung awal bagian landas-pacu yang dipakai untuk pendaratan.
Total estimated elapsed time. Bagi penerbangan IFR, perkiraan waktu yang
diperlukan dari lepas-landas hingga mendarat di atas titik tertentu, ditentukan
dengan referensi alat bantu navigasi, tempat yang dimaksud bahwa prosedur
pendekatan instrumen dapat dimulai, atau kalau tidak terdapat alat bantu
navigasi yang terkait dengan bandara tujuan untuk penerbangan VFR, perkiraan
waktu yang diperlukan dari lepas landas hingga tiba diatas bandara tujuan.
Touchdown. Titik pertemuan glide path nominal berpotongan dengan landas pacu.
Catatan.— Titik sentuh yang dimaksud diatas hanya sebagai data yang
tidak harus titik sesungguhnya dimana pesawat udara akan menyentuh landas
pacu.
Transition altitude. Altitude pada atau di bawahnya posisi vertikal pesawat udara
dipandu dengan referensi altitude.
Transition layer. Suatu daerah udara antara transition altitude dan transition level.
Transition level. Flight level yang terendah yang tersedia untuk dipakai diatas
transition altitude.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
Tributary station. Suatu stasiun penerbangan yang bisa menerima atau mengirim
messages dan/ atau digital data tetapi tidak merelai kecuali untuk tujuan
pelayanan stasiun-stasiun yang mirip yang berhubungan langsung ke sebuah
communication centre.
Uncertainty phase. Suatu situasi yang didalamnya terjadi ketidakpastian terhadap
keselamatan pesawat udara dengan penumpangnya.
Unmanned free balloon. Sebuah pesawat udara yang lebih ringan dari udara, tanpa
tenaga penggerak, tanpa orang, dalam penerbangan bebas.
Catatan.— Balon bebas tidak berawak dibagi dalam tingkatan berat,
sedang atau ringan sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam Annex 2,
Appendix 4.
VFR. Lambang untuk menunjukkan peraturan terbang visual.
VFR flight. Suatu penerbangan yang dilakukan sesuai dengan peraturan terbang
visual.
Visibility. Kemampuan yang ditentukan oleh kondisi atmosfir dan dinyatakan dalam
satuan jarak, untuk melihat dan mengenali objek tanpa penerangan yang jelas
pada siang hari dan objek yang diterangi pada malam hari.
Jarak pandang dalam dunia penerbangan adalah suatu jarak yg lebih besar dari:
Jarak terbesar di mana benda hitam sesuai ukuran tertentu, terletak di dekat tanah,
dapat dilihat dan diakui pada saat diamati terhadap latar belakang yang terang
Jarak terbesar di mana lampu-lampu di sekitar 1.000 candelas dapat dilihat dan
diidentifikasi terhadap latar belakang gelap.
Catatan 1.— Dua jarak memiliki nilai yang berbeda di udara dari suatu
koefisien kepunahan, dan yang kedua b) bervariasi dengan iluminasi latar
belakang. Bentukan a) diwakili oleh meteorological optical range (MOR).
Catatan 2.— Definisi berlaku untuk pengamatan visibilitas rutin lokal dan
laporan khusus, untuk pengamatan visibility minimum yang berlaku dan
dilaporkan dalam METAR dan SPECI dan pengamatan ground visibility.
Waypoint. Lokasi geografis tertentu yang dipakai untuk menetapkan route area
navigation atau lintasan terbang pesawat udara yang melakukan area navigation.
Waypoint terdiri dari:
Fly-by waypoint. A waypoint which requires turn anticipation to allow tangential
interception of the next segment of a route or procedure, or
Flyover waypoint. A waypoint at which a turn is initiated in order to join the next
segment of a route or procedure.
Wake turbulence. Pengaruh massa udara berputar yang timbul di belakang ujung
sayap pesawat jet yang besar.
1.4.2 Jika terdapat singkatan yang tertera dalam dokumen dan tidak terdapat pada sub bab
ini agar dapat menggunakan referensi peraturan nasional yaitu Peraturan
Keselamatan Penerbangan Sipil Nomor 1 (CASR Part 1) dan peraturan nasional
lainnya atau ICAO Document 8400 Abbreviations and codes dan ICAO document
lainnya.
1.4.3 Adapun singkatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
ACAS. Airborne collision avoidance system
ACC. Area control center or area control
ADF. Automatic direction finding equipment
ADEP. Aerodrome of Departure
ADES. Aerodrome of Destination
ADGS. Aircraft Docking Guidance System
ADIZ. Air defense identification zone (to be pronounced “ADIZ”)
AFS. Aeronautical fixed service
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
1.5.1 Sesuai dengan Peraturan Direksi Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia Nomor : PER.015/LPPNPI/X/2017 tentang Organisasi Dan Tata
Laksana Cabang Pontianak dan Nomor : PER.005/LPPNPI/VII/2020 tentang Perubahan
Atas Peraturan Direksi Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia Nomor : PER.015/LPPNPI/X/2017 tentang Organisasi Dan Tata
Laksana Cabang Pontianak.
Manager
Operasi
Air Traffic
Controller
1.6 Checker
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
1.6.1 ATC Checker adalah personel navigasi penerbangan yang ditunjuk dan diberikan
wewenang oleh Direktur Navigasi Penerbangan atas nama Direktur Jenderal
Perhubungan Udara untuk melaksanakan pengujian dan pengesahan Rating sesuai
dengan lisensi yang dimiliki dan Rating yang masih berlaku.
1.6.2 Tugas pokok dan fungsi ATC Checker
a. Memeriksa kelengkapan administrasi permohonan penerbitan dan/atau
perpanjangan rating.
i. Formulir permohonan penerbitan atau perpanjangan rating.
ii. Buku lisensi (asli) personel pemandu lalu lintas penebangan.
iii. Sertifikat kesehatan kelas 3 (tiga) yang berlaku.
iv. Sertifikat ICAO English Language Proficiency yang berlaku.
v. Surat rekomendasi dari OJT-I (penerbitan rating).
vi. ATC Personal Logbook.
b. Menyelenggarakan ujian penerbitan dan/atau perpanjangan rating.
c. Memproses hasil ujian penerbitan dan/atau perpanjangan rating.
d. Membuat laporan hasil ujian penerbitan dan/atau perpanjangan rating.
e. Menyiapkan bahan dan memberikan pembekalan ujian rating.
f. Menyiapkan bahan soal ujian rating.
g. Melaksanakan review soal ujian rating sekurang-kurangnya setiap 1 (satu) tahun
sekali.
h. Menyiapkan lembar soal ujian rating.
i. Menyiapkan lembar jawaban soal ujian.
j. Menyiapkan kunci jawaban soal ujian.
k. Melaksanakan pengujian.
l. Memeriksa hasil ujian.
m. Memberikan penilaian hasil ujian.
n. Menyampaikan laporan penerbitan dan/atau perpanjangan rating kepada Direktur
Jenderal Perhubungan udara c.q Direktur Navigasi Penerbangan melalui Direktur
Operasi Perum LPPNPI sesuai dengan format surat yang ada pada Manual Airnav
Indonesia Pedoman Pengujian Rating Personel Pemandu Lalu Lintas
Penerbangan.
1.6.3 Kewenangan dan Tanggung jawab ATC Checker
1.8.1.2. Penambahan jam operasi setelah pukul 24:00 WIB (17:00) UTC dapat dilakukan
apabila ada permintaan secara tertulis dari pihak airline/operator kepada Manager
Operasi atas nama General Manager selambat-lambatnya 2 jam sebelum jam operasi
berakhir.
1.8.1.3. Pelayanan lalu Lintas Udara yang dilaksanakan lebih awal dari Operating Hour
dapat dilakukan apabila ada permintaan secara tertulis dari pihak airline/operator
selambat-lambatnya 12 jam sebelum jam operasi dimulai dan dilaksanakan atas
perintah dan persetujuan dari Manager Operasi.
1.8.2 Jadwal Tugas
1.8.2.1. Adapun jadwal tugas jaga (shift) adalah sebagai berikut:
1.8.2.2. Shift pagi melayani apabila ada permintaan pengoperasian jam operasi bandara lebih
awal (Advance) dan Shift terakhir (malam) melayani apabila ada permintaan Extend
pengoperasian jam operasi bandara;
1.8.2.3. Personel ATS mempersiapkan pelayanan sekurang – kurangnya 30 (tiga puluh)
menit sebelum jam operasi bandar udara dan menghentikan kegiatan operasional
sekurang – kurangnya 30 (tiga puluh) menit setelah jam operasi bandar udara;
1.8.2.4. Khusus untuk jadwal keberangkatan penerbangan terakhir, personel ATC dapat
menghentikan pelayanan setelah PNR (Point of No Return) dan Established Two
Way Communication dengan Accepting Unit;
1.8.2.5. PNR yang dimaksud dari point 1.8.2.4 adalah sebagai berikut :
a. Route R455 pada point PAPSA
b. Route L504 East bound pada point ADKON
c. Route W35 pada point ENPIN
d. Route W38 pada point MASRI
1.9 Lingkup Tugas Jaga, Pengalihan Tanggung Jawab Jaga, dan Posisi Kerja
1.9.1 Lingkup tugas jaga
1.9.1.1 Lingkup tugas jaga para personel adalah di wilayah kerjanya, sesuai dengan tugas
yang diberikan oleh Supervisor.
1.9.1.2 Bila dua atau lebih personil Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan bertugas dan tidak
ada Supervisor yang hadir, seorang personil Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
yang sepenuhnya mampu dan memenuhi rating untuk bekerja selaku pemandu
penanggung jawab ditunjuk oleh Manager Operasi untuk menggantikannya. Personil
yang ditunjuk tersebut dapat ditetapkan sebagai pelaksana tugas-tugas personil Lalu
Lintas Penerbangan sebagai tambahan tugas- tugas yang berkaitan dengan
pengawasan tugas.
1.9.2 Pengalihan Tanggung Jawab Jaga
1.9.2.1 Controller yang digantikan menjelaskan situasi Traffic, instruksi dan Clearance
terakhir yang telah diberikan, sampai ada pernyataan Accept control dari Controller
pengganti.
1.9.2.2 Setelah Accepting control, Controller pengganti wajib melakukan log in system.
1.9.2.3 Controller wajib melaksanakan dinas sesuai posisi kerja yang telah ditetapkan
Supervisor.
1.9.2.4 Apabila diperlukan pergantian personel, Controller wajib melapor dan mendapat ijin
Controller Supervisor on duty.
1.9.2.5 Controller pengganti harus mempelajari dan menganalisa situasi traffic di working
position yang akan digantikan selambat-lambatnya 5 (lima) menit sebelum
pergantian posisi;
1.9.2.6 Controller yang digantikan boleh meninggalkan working position paling cepat 5
(lima) menit setelah pergantian posisi atau setelah petugas pengganti memahami
situasi traffic serta menerima tanggung jawab (accept control).
1.9.2.7 Setiap pergantian shift kerja diberikan waktu 15 (lima belas) menit sebelum dan
sesudah berakhirnya shift untuk menjelaskan dan menerima informasi situasi
terakhir.
1.9.2.8 Serah terima tanggung jawab yang dilakukan dicatat dalam ATS Logbook.
1.9.2.9 Selama pergantian shift perlu dilakukan kegiatan transfer of responsibility untuk
menjamin pelayanan tetap berjalan.
Controller Asisten
CTR Kiri Kanan
TMA Kiri Kanan
1.9.3.3 Ketentuan penempatan personel yang berfungsi sebagai Supervisor pada tiap shift
sebagai kerja adalah sebagai berikut:
a. Untuk unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang memiliki traffic rata-rata 1 –
16 per jam tidak wajib menugaskan dedicated personel untuk berfungsi sebagai
Supervisor namun fungsi Supervisor tetap ada dan dituliskan pada Position LOG.
b. Untuk unit pelayanan lalu lintas penerbangan yang memiliki traffic rata – rata
lebih dari 17 per jam wajib menugaskan 1 (satu) personel untuk berfungsi sebagai
dedicated Supervisor.
1.9.3.4 Setiap sektor yang ada di Pontianak APP mempunyai beberapa posisi kerja. Untuk
mewujudkan tujuan terselenggaranya suatu penerbangan yang aman, tertib lancar dan
efisien dibutuhkan kerjasama yang baik antara beberapa posisi kerja, baik kerjasama
di dalam suatu sektor maupun kerjasama antara beberapa sektor yang berlainan
(teamwork).
1.9.3.5 Tanggung jawab pemberian pelayanan dan pengaturan setiap pesawat terbang hanya
boleh dilakukan oleh satu unit. Dalam situasi dan kondisi tertentu, kewenangan
pelayanan dan pengaturan satu atau beberapa pesawat terbang dapat didelegasikan
kepada unit lain dengan syarat bahwa koordinasi telah dilakukan dengan unit terkait.
1.13 Lisensi
1.13.1 Lisensi adalah surat izin yang diberikan kepada seseorang yang telah memenuhi
persyaratan tertentu untuk melakukan pekerjaan di bidangnya dalam jangka waktu
tertentu.
1.13.2 Personel pemandu lalu lintas penerbangan (ATC) pemegang lisensi wajib mematuhi
atau memenuhi peraturan keselamatan penerbangan, melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan lisensi dan/atau rating yang dimiliki, mempertahankan kecakapan dan
kemampuan yang dimiliki.
1.13.3 Personel pemandu lalu lintas penerbangan (ATC) harus dapat menunjukan lisensinya
pada saat dilakukan pengawasan keselamatan penerbangan (Audit/inspeksi)
1.13.4 Prosedur penggantian lisensi yang hilang atau rusak adalah sebagai berikut :
a. Menyampaikan informasi lisensi hilang/rusak kepada pimpinan unit;
b. Melengkapi dokumen permohonan penggantian lisensi dan menyerahkan kepada
manajemen yaitu sebagai berikut :
i. Surat permohonan penggantian lisensi pemandu lalu lintas penerbangan kepada
Direktur Navigasi Penerbangan dengan menyebutkan antara lain nama pemilik
lisensi, alamat, tanggal dan tempat lahir.
a. Memiliki kriteria usia yaitu 21 (dua puluh satu) tahun sampai dengan 65 (enam
puluh lima) tahun.
b. Menunjukkan tingkat pengetahuan yang sesuai.
c. Memenuhi ketentuan pelaksanaan pelatihan kerja lapangan (on the job training)
sesuai peraturan yang berlaku.
d. Memenuhi kriteria kesehatan sesuai peraturan yang berlaku.
e. Memiliki kemampuan Bahasa sesuai peraturan yang berlaku.
f. Memenuhi persyaratan administrasi dan lulus ujian.
1.13.8 Pemegang lisensi dan rating personel pemandu lalu lintas penerbangan dalam
melaksanakan tugas wajib:
a. Mematuhi dan memenuhi peraturan keselamatan penerbangan.
b. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan di bidangnya atau lisensi dan
rating yang dimilikinya.
c. Mempertahankan dan meningkatkan kecakapan serta kompetensi yang dimiliki.
d. Mengikuti ujian kesehatan secara berkala sesuai ketentuan perundangan.
e. Membawa buku lisensi sewaktu bekerja
f. Memiliki buku catatan pribadi (ATC Personal Log Book).
2. 1 Umum
2.1.1 Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan
a. Mencegah tabrakan antara pesawat udara yang satu dengan pesawat udara
lainnya.
b. Mencegah tabrakan di daerah pergerakan antara pesawat udara yang satu dengan
pesawat udara yang lainnya dan dengan rintangan di daerah tersebut.
c. Memperlancar dan memelihara keteraturan Lalu Lintas Penerbangan.
d. Memberikan saran dan informasi yang berguna bagi keselamatan dan efisiensi
penerbangan.
e. Memberitahu kepada organisasi terkait tentang adanya sebuah pesawat udara
yang memerlukan bantuan dan pertolongan serta membantu organisasi tertentu
bila diperlukan.
2.1.2 ATC Clearance dan ATC Instruction
2.1.2.1 Air Traffic Control Clearance (ATC Clearance) adalah persetujuan kepada pesawat
udara untuk suatu pergerakan, yang diberikan oleh ATC unit.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
2.1.2.2 ATC Clearance disusun berdasarkan kebutuhan akan pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan.
2.1.2.3 ATC Clearance harus berisikan unsur-unsur sebagai berikut:
a. AIRCRAFT IDENTIFICATION (seperti yang tertera di Flight Plan)
b. CLEARANCE LIMIT
c. ROUTE OF FLIGHT
d. LEVEL (untuk keseluruhan atau sebagian jalur penerbangan dan perubahan
ketinggian jika diperlukan)
e. SSR Code
f. SID/ ANY OTHER NECESSARY INSTRUCTION AND INFORMATION
2.1.2.4 Phraseology yang digunakan dawali dengan CLEARED TO.....
Contoh: PK PNK Cleared To DKI via W-38 FL320 Squawk Number 6454
2.1.2.5 Dengan maksud untuk menghindari penundaan keberangkatan/ kedatangan pesawat
terbang, Pontianak APP harus segera meminta atau meneruskan ATC Clearance
tersebut kepada atau dari ATC unit lainnya.
2.1.2.6 ATC instruction adalah petunjuk yang diberikan oleh ATC dengan tujuan meminta
penerbang untuk melakukan tindakan tertentu.
2.1.2.7 ATC instruction dapat diberikan sebagai tambahan untuk melengkapi ATC
clearance yang telah diberikan. Dalam hal tertentu, apabila ada perubahan yang
mendasar, maka ATC clearance yang baru harus diberikan secara lengkap dan
menyeluruh.
2.1.2.8 Apabila isi ATC clearance dan/atau ATC instruction tidak dapat dipenuhi oleh
penerbang, maka penerbang dapat menyampaikan kepada ATC dan kemudian ATC
memberikan clearance dan/atau instruksi pengganti.
2.1.2.9 Controller di dalam memberikan Clearance atau Instruction berdasarkan kondisi
lalu lintas yang ada yang mempengaruhi keselamatan operasi penerbangan. Kondisi
lalu lintas udara tersebut tidak hanya pesawat yang sedang terbang dan yang
bergerak di bandar udara, melainkan juga kendaraan atau rintangan-rintangan
sementara yang berada di atau di sekitar manouvering area.
2.1.3 Clearance Limit
2.1.3.1 Clearance limit yang berlaku adalah Transfer of Control Point (TCP) atau bandara
tujuan pertama suatu penerbangan.
2. 2 Standar Separasi
2.2.1 Separasi Minima
2.2.1.1 Clearance harus diberikan untuk setiap manuver pesawat yang akan mengurangi
jarak antara dua pesawat dari minimum, pemisahan dengan menggunakan separasi
baik Vertical atau Horizontal
2.2.1.2 Pemisahan separasi vertikal atau horizontal harus diberikan kepada:
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
ii) 10 menit asal ada alat bantu navigasi udara (NAVAID) yang memungkinkan
pesawat untuk menentukan posisi dan kecepatan secara periodik.;
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
iii) 5 menit untuk kasus berikut ini asalkan pesawat yang didepan kecepatannya
(True Airspeed/TAS) 20 knot atau lebih cepat dari pesawat dibelakang.
iv) 3 menit untuk kasus yang sama dengan butir iii diatas asalkan pesawat yang
didepan kecepatannya (True Airspeed/TAS) 40 knot atau lebih, lebih cepat dari
pesawat yang dibelakang.
ii) 10 menit asalkan ada alat bantu navigasi udara (NAVAID) memungkinkan untuk
menentukan posisi dan kecepatan secara periodik.
ii. 10 menit pada saat ketinggian dipotong asalkan ada alat bantu navigasi udara
(NAVAID) atau GNSS memungkinkan untuk menentukan posisi dan kecepatan
secara periodik.
xi. 23 (26)Nm dari touchdown untuk runway 33 bagi pesawat yang melalui
taxiway Bravo
xii. 25 (28)Nm dari touchdown untuk runway 33 bagi pesawat yang melalui
taxiway Alpha
2.4.5 Untuk pesawat yang tidak comply dengan PBN maka Controller dapat memberikan
prosedur yang lain (Radar Vector, VOR Approach, Visual Approach or Instructed
by ATC)
2.4.6 Untuk pesawat yang datang, dapat di Vektor langsung menuju Waypoint MUKBO,
dengan mempertimbangkan kondisi Traffic dan telah mendapat persetujuan dari
pilot;
2.4.7 Penentuan urutan kedatangan
2.4.7.1 Penentuan urutan kedatangan ditentukan oleh Pontianak APP berdasarkan jarak
terdekat dari IAF sesuai dengan PBN APCH prosedur yang digunakan;
2.4.7.2 Pontianak APP wajib menentukan jenis IAP yang tepat dan sesuai untuk digunakan
oleh pesawat dalam melakukan approach;
2.4.7.3 Apabila terjadi antrian, pesawat yang mengalami holding akan diberikan expected
approach time (EAT) dengan average time interval (ATI) 9 (Sembilan) menit;
2.4.7.4 IAC pesawat yang berikutnya diberikan setelah pesawat yang pertama mendarat;
2. 8 Informasi Meteorologi
2.8.1 Personel ATC wajib memberikan informasi meteorologi kepada penerbang mengacu
pada hasil laporan pengamatan cuaca yang didapat dari Kantor Meteorologi dan atau
alat yang menghasilkan data meteorology/AWOS serta hasil pengamatan visual yang
dilakukan oleh personil ATC ketika diminta pilot.
2.8.2 Unit pelayanan meteorologi penerbangan akan menyediakan informasi meteorologi
penerbangan terkini mengenai kondisi cuaca dan prakiraan cuaca (METAR/SPECI,
local routine/special reports, TAF (aerodrome forecast), aerodrome warning,
SIGMET, wind shear warnings dan alerts, volcanic ash advisory, informasi tentang
lepasnya material radioaktif).
2.8.3 Sesuai dengan kesepakatan dan aturan penerbangan informasi meteorology yang
dikirim oleh unit Meteorologi akan diterima oleh personil ATC setiap 30 (tiga puluh)
sekali dan apabila ada signifikan informasi harus segera diinformasikan.
2.8.4 Jika diperlukan personil ATC dapat meminta informasi klimatologi bandara lainnya
khususnya Aerodrome Climatological Summaries kepada unit Meteorologi.
i. Jumlah awan, jenis awan (hanya untuk awan cumulonimbus dan towering cumulus)
dan tinggi dasar awan atau jarak pandang vertikal jika terukur.
j. Suhu udara dan titik embun.
k. QNH dan QFE.
2.8.9 Perbedaan terhadap Informasi Cuaca
2.8.10 Bila terdapat perbedaan yang signifikan pada pelaporan cuaca yang disampaikan oleh
Unit Meteorologi dengan pengamatan personil ATC Supadio TWR atau laporan
penerbang, maka kondisi cuaca yang terdapat saat itu harus disampaikan kepada
penerbang yang beroperasi dan Unit Meteorologi, dengan kalimat yang diawali kata-
kata ”[.......] TOWER OBSERVES” atau ”PILOT OBSERVES”.
Contoh :
”[.......] TOWER OBSERVES THUNDERSTORM OVER THE FIELD
VISIBILITY REDUCE TO ONE KILOMETER”
2.8.11 Prosedur koordinasi yang dilakukan dengan unit Meteorologi sebagai berikut :
a. Penyampaian informasi cuaca menggunakan sarana PABX.
b. Apabila PABX tidak berjalan dengan baik maka informasi disampaikan melalui
saluran telepon atau sarana lainnya (WEB, SLJJ, Email, aplikasi Whatsapp dan
SMS).
c. Dalam hal penting yang memerlukan koordinasi cepat dapat dipergunakan sarana
telepon yang tersedia.
2.8.12 Penerusan informasi meteorologi yang diterima melalui komunikasi suara, Contoh
sebagai berikut :
a. Thunderstorm with hail sebagai “TSGR”
b. Heavy sandstorm sebagai “HVY SS”
c. Heavy dust storm sebagai “HVY DS”
hanya diberikan jika penerbang melaporkan pesan keadaan darurat yang diawali
dengan Phrase MAYDAY MAYDAY MAYDAY.
b. Pesawat rumah sakit atau pesawat yang membawa orang sakit atau terluka parah
yang segera membutuhkan penangan medis.
c. Pesawat dalam misi pencarian dan penyelamatan.
d. Pesawat lain yang ditentukan oleh otoritas yang berwenang.
2. 11 Pelayanan Procedural
2.11.1 Non radar separation yang berlaku adalah separasi vertikal (1000 feet) dan separasi
horizontal seperti tertuang pada Doc 4444 ATM/501 Procedure Navigation Services
Air Traffic Management Bab 5 Paragraf 5.4.
2.11.2 Separasi Minima yang diterapkan oleh Procedural Controller adalah minimal 1 (satu)
jenis separasi yang tertuang pada point 2.2 diatas kepada seluruh pesawat yang
beroperasi di wilayah diluar jangkauan fasilitas ATS surveillance.
2.11.3 Prosedur Pelayanan Procedural
a. Pelayanan procedural dilakukan oleh Controller yang minimal memiliki
kompetensi sebagai Procedural Controller/Approach Control Procedural;
b. Controller Working Position harus dalam posisi siap digunakan sesuai dengan
wilayah tanggung jawabnya.
c. Asisten Controller menyiapkan FPS sesuai data FPL untuk pesawat udara yang
akan berangkat atau masuk ke sektornya.
d. Unit APP menyampaikan estimate time of arrival kepada unit TWR.
e. Unit TWR menyampaikan Rolling Position kepada Unit APP.
f. Setiap sektor yang memberikan pelayanan ATS Surveillance wajib untuk
dilengkapi dengan 1 (satu) Procedural Controller yang bertugas untuk
memberikan procedural separation sebelum pesawat diberikan pelayanan ATS
Surveillance atau sebagai antisipasi apabila terjadi gangguan dalam pemberian
pelayanan ATS Surveillance.
2. 12 Ketinggian Jelajah
2.12.1 Cruising Altitude
Tabel 2.5 Cruising Altitude dan RVSM Table
2.13.2 Fungsi
a. Tujuan Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan adalah sebagai berikut:
i. Mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat udara.
ii. Mencegah terjadinya tabrakan antara pesawat udara atau pesawat udara
dengan halangan di Manouvering Area.
iii. Menjaga kelancaran arus lalu lintas penerbangan.
iv. Memberikan saran dan informasi yang berguna terkait penerbangan.
v. Memberikan informasi kepada organisasi terkait untuk membantu pencarian
dan pertolongan (Search and Rescue) dan membantu organisasi tersebut bila
diperlukan.
b. Pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan cabang pontianak adalah
memberikan fungsi pelayanan Approach Control Service pada pesawat udara
yang berada dalam tanggung jawabnya untuk menjamin keselamatan, keteraturan,
kelancaran Lalu Lintas Penerbangan dan mencegah terjadinya tabrakan.
2.13.3 Wilayah Tanggung Jawab
2.13.3.1 Wilayah tanggung jawab dari Pontianak TMA adalah:
a. Lateral Limit: Dari koordinat 011300N 1133500E 004157S 1120746E 030000S
1102300E 024658S 1083451E 020313S 1080953E 005000S 1060000E 000648S
1074342S 010000N 1083000E 010000N 1085800E thence along the Kalimantan
West coast to the National border with Malaysia until 011300N 1133500E.
b. Tabel 2.7 Wilayah tanggung jawab dari Pontianak TMA
No. Latitude Longitude
1 01°13’00” N 113°35’00” E
2 00°41’57” S 112°07’46” E
3 03°00’00” S 110°23’00” E
4 02°46’58” S 108°34’51” E
5 02°03’13” S 108°09’53” E
6 00°50’00” S 106°00’00” E
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
7 00°06’48 S 107°43’42” E
8 01°00’00 N 108°30’00 S
9 01°00’00 S 108°58’00 S
10 Thence along the Kalimantan west coast to the national
boundary of Indonesia/Malaysia untill
11 01°13’00” N 113°35’00” E
*Lower Limit FL150 dalam radius 50NM berpusat pada “PNK” VOR/DME dan
FL120 diluar radius 50NM samapai dengan TMA boundaries
c. Vertical Limit
Lower Limit FL120/150
Upper Limit FL 245
d. Klasifikasi ruang udara : Kelas B
2.13.3.2 Wilayah tanggung jawab Pontianak CTR adalah:
a Lateral limit : A circle with radius 50 NM centered at “PNK” VOR/DME
b Vertical Limit:
Lower Limit: Ground
Upper Limit: FL 150
c Klasifikasi Ruang Udara : Kelas C
iii. Menerima informasi terkait dengan pemanduan lalu lintas penerbangan dari
Controller sebelumnya.
iv. Melaksanakan fungsi Supervisor
v. Mengisi ATS personal Logbook.
2.15.2 Position Log
a. Controller Supervisor dilaksanakan secara bergantian berdasarkan position
Logbook.
b. Petugas on duty berkewajiban membuat position log untuk masing-masing posisi
kerja sebelum shift dimulai disesuaikan dengan personil yang bertugas pada posisi
kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Controller Supervisor berkewajiban untuk membuat kesesuaian data yang tertera
pada position log dengan personil yang bertugas pada CWP tertentu dan dibubuhi
tanda tangan atau paraf serta initial name.
d. Controller berkewajiban menduduki posisi kerja sesuai dengan position log yang
telah dibuat dan disepakati oleh semua petugas on duty dan apabila terjadi pertukaran
atau perubahan posisi kerja harus melaporkan kepada Manager Operasi.
2.15.3 Laporan Harian (ATS Logbook Operasional)
a. Petugas on duty berkewajiban membuat laporan seluruh kejadian yang terkait
dengan sektor yang menjadi tanggung jawabnya pada form laporan harian secara
lengkap dan rinci.
b. Controller Supervisor berkewajiban memberikan pengarahan dan pengawasan
secara aktif kepada Controller yang menjadi tanggung jawabnya.
c. ATS Operasional Logbook pelayanan lalu lintas penerbangan ditulis pada media
Google Drive untuk mencatat peristiwa dan kegiatan terkait dengan operasi,
fasilitas, peralatan dan petugas pada unit pelayanan lalu lintas penerbangan. Media
Google Drive tersebut merupakan dokumen resmi kecuali bila ada ketentuan lain,
isinya harus terbatas hanya petugas yang perlu untuk mendapatkan informasi
terkait.
d. ATS Logbook dibuat oleh petugas on duty diketahui oleh Controller Supervisor
pada masing-masing shift. Controller Supervisor mengisi laporan bila ada ganguan
terhadap suatu operasional dan peralatan atau fasilitas yang dipergunakan dan
melaporkan kepada Manager Operasi.
A G O
C D I L
B F J
E H M N
M
Departure FPS:
A C G I L O
D F J
B E H K M N
SYMBOL ABBREVIATIONS
H Hold
Abeam
From – to R Radial
SI Straight in Approach
C Contact
TL Turn Left
Leaving Controlled Airspace
TR Turn Right
o/ Overhead
UFA Until Further Advice
R/V Radar Vectoring for visual
UFC Until Further Clearance
R/I Radar Vectoring for ILS
VA Visual Approach
VR Visual Approach
2.18.5 Overflying
a. Pesawat overflying diberikan pelayanan lalu lintas penerbagan sesuai dengan
yuridiksi wilayah Pontianak APP. Transfer of communication dan transfer of
control dilakukan sesuai dengan prosedur transfer.
b. Pesawat overflying yang akan memasuki wilayah Pontianak APP/CTR, Traffic
ditransfer dari Pontianak APP/TMA ke Pontianak APP/CTR. Setelah keluar dari
yurisdiksi CTR di transfer kembali ke Pontianak APP/TMA.
2.18.6 Urutan Pendekatan/Approach Sequence
Pertimbangan dalam penentuan urutan pendekatan pesawat antara lain:
c. Posisi pesawat.
d. Estimated time of arrival.
e. Kemungkinan Conflicting Traffic
f. Assistant Controller memberikan urutan pendekatan/Approach Sequence melalui
komunikasi verbal atau dengan menulis pada kolom Sequence (SQ).
2.18.7 Waktu Perkiraan Pendekatan/Expected Approach Time
a. Suatu waktu perkiraan pendekatan harus ditetapkan untuk pesawat udara pada
kedatangan yang akan mengalami penundaan selama 10 menit atau lebih atau
periode waktu lain yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang. Waktu
perkiraan pendekatan harus disampaikan kepada pesawat udara segera setelah
memungkinkan dan lebih baik tidak setelah dimulai suatu awal penurunan dari
tinggi jelajah. Waktu perkiraan pendekatan yang direvisi harus disampaikan
kepada pesawat udara segera bila terdapat selisih 5 menit atau lebih dengan yang
disampaikan sebelumnya, atau periode waktu yang lebih kecil dari yang telah
disepakati dengan otoritas Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang berwenang
atau disetujui antara para unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang terkait.
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
b. EAT harus disampaikan kepada pesawat dengan cara yang paling cepat jika ada
kemungkinan pesawat datang tersebut akan terkena penundaan (delay) 10 menit
atau lebih.
c. Perubahan EAT (EAT Revision) harus segera disampaikan jika IAC (Instrument
Approach Clearance) yang akan diberikan berbeda 5 menit atau lebih dari EAT
yang telah disampaikan sebelumnya. Perubahan EAT ada kemungkinan maju
(misalnya jika pesawat yang didepan melakukan visual approach dan tidak
kembali ke IAF semula tetapi menuju fix lainnya) dan ada pula yang mundur (jika
ada pesawat yang melakukan missed approach dan kembali ke IAF semula)
d. Jika perubahan EAT-nya maju, maka langkah yang harus diambil adalah hitung
dan tulis EAT yang baru pada semua strip marking yang ada kemudian sampaikan
EAT yang baru tersebut mulai dari pesawat pertama (yang paling depan/bawah)
berturut-turut sampai pesawat terakhir.
e. Jika perubahan EAT-nya mundur, maka langkah yang harus diambil adalah hitung
dan tulis EAT yang baru pada semua strip marking yang ada kemudian sampaikan
EAT yang baru tersebut mulai dari pesawat terakhir (yang paling belakang)
berturut-turut sampai pesawat pertama.
2.18.8 Holding
a. Bila penundaan akan terjadi, Unit Pontianak APP normalnya bertanggung jawab
untuk memberi izin pesawat udara ke tempat menunggu (holding point) yaitu di
PNK VOR/DME atau Point IRVAT, termasuk instruksi holding, dan waktu
perkiraan pendekatan.
b. Setelah dilakukan koordinasi dengan Supadio TWR, Unit Pontianak APP, dapat
memberi izin pesawat udara yang datang ketempat holding visual untuk menunggu
hingga pemberitahuan lebih lanjut dari Supadio TWR.
c. Pesawat yang berada pada suatu holding point yang telah ditetapkan, harus diberi
separation baik vertikal ataupun horizontal sesuai dengan ketentuan yang berlaku
pada holding point tersebut.
d. Ketinggian pada holding point dibuat sedemikian rupa sehingga urut-urutan
pesawat sesuai dengan prioritas yaitu sesuai dengan motto ATC siapa datang lebih
dahulu, akan mendarat paling dulu (first come first serve). Biasanya, pesawat yang
datang paling dulu di atas holding point, diletakkan pada ketinggian paling bawah
pada suatu waktu mereka tidak dapat memenuhi instruksi pengaturan kecepatan.
Pada kejadian seperti ini, controller harus menerapkan metode alternatif untuk
memperoleh jarak yang diinginkan antara pesawat yang bersangkutan.
e. Pesawat harus diberitahukan ketika pembatasan pengaturan kecepatan sudah tidak
lagi diperlukan.
f. Metode Aplikasi
Untuk mencapai jarak yang diinginkan antara dua pesawat atau lebih, controller
terlebih dahulu harus mengurangi kecepatan pesawat yang paling belakang, atau
menaikkan kecepatan pesawat yang paling depan, lalu mengatur kecepatan
pesawat lain secara berurutan.Untuk mempertahankan jarak yang diinginkan
dengan menggunakan teknik pengaturan kecepatan, kecepatan yang spesifik perlu
diberikan kepada semua pesawat yang bersangkutan.
Catatan 1.-True Air Speed (TAS) dari pesawat akan berkurang selama penurunan
ketinggian ketika mempertahankan IAS yang konstan. Ketika dua pesawat yang
sedang turun ketinggian mempertahankan IAS yang sama, pesawat paling depan
berada pada level yang lebih rendah, TAS pesawat paling depan akan lebih
rendah dibandingkan pesawat dibelakangnya. Jarak antara dua pesawat tersebut
akan berkurang, kecuali kalau perbedaan kecepatan yang cukup di aplikasikan.
Catatan 2.-Waktu dan jarak yang diperlukan untuk mencapai jarak yang
diinginkan akan bertambah dengan level yang lebih tinggi, kecepatan yang lebih
tinggi, dan ketika pesawat berada dalam konfigurasi yang bersih.
2.18.10 Pelayanan Procedural
Pelayanan Procedural ketika terjadinya kegagalan Surveillance adalah:
a. Inbound Traffic Pontianak APP
i. Melaksanakan pemanduan secara Prosedural;
ii. Traffic yang berada di wilayah tanggung jawab Pontianak CTR dan Pontianak
TMA segera diinformasikan mengenai Radar failure dan kepada pesawat
diminta untuk melaporkan ketinggian dan posisinya mengacu pada nav. Aid
terdekat, satu per satu;
iii. Memberikan vertical separation;
iv. Mengarahkan traffic ke holding fix PNK VOR/DME atau Point IRVAT;
v. Berkoordinasi untuk menentukan sequence traffic;
a. Jika memungkinkan, pesawat udara tidak diberikan vector menjauhi jalur terbang
dimana pilot dapat membaca posisi pesawat udaranya berdasarkan alat bantu
navigasi yang diketahui (hal tersebut akan mengurangi banyaknya bantuan
SOP APP
AIRNAV INDONESIA CABANG PONTIANAK
b. Jika karena sesuatu hal, pesawat terbang tidak melakukan komunikasi selama
proses pembuangan bahan bakar (fuel dumping), maka unit ATC harus
menyampaikan kepada pilot in command hal-hal sebagai berikut:
i. Frekuensi radio yang harus dimonitor selama melakukan pembuangan bahan
bakar (fuel dumping), dan
ii. Waktu ketika komunikasi akan dihentikan sementara.
c. Area untuk melakukan Fuel Dumping terletak diatas laut yaitu di R250 sampai
dengan R270 sejauh 20 -30 NM dari PNK VOR
0°4’11.80”S 108°32’30.75”E
0°21’20.61”S 108°35’15.31”E
0°11’27.08”S 109°3’33.04”E
0°4’34.51”S 109°2’25.85”E
d. Untuk menjaga separasi antar pesawat, ATC harus memberikan separasi sebagai
berikut:
i. Horizontal separation Minima adalah 10 NM (19 Km)
ii. Pesawat udara yang ada di belakang pesawat udara yang sedang melakukan
pembuangan bahan bakar harus diberikan horizontal separation minima
sebesar 15 menit atau 50 NM, dengan vertical separation minima sebagai
berikut:
a) Vertical separation minima 1000 kaki (300 m) bagi pesawat terbang
yang berada di atas pesawat yang sedang melakukan pembuangan bahan
bakar.
b) Vertical separation minima 3000 kaki (900 m) bagi pesawat terbang
yang berada di bawah pesawat yang sedang melakukan pembuangan
bahan bakar
e. Koordinasi dengan unit ATS terkait:
i. Unit ATC dimana pesawat udara melakukan pembuangan bahan bakar, harus
memberitahu unit ATS terkait (adjacent ATS units).
ii. Setelah operasi pembuangan bahan bakar selesai, maka unit ATC harus
menginformasikan kepada unit ATS terkait, dan menyatakan operasi normal.
f. Pesan peringatan (warning message) harus disebarluaskan ke frekuensi untuk
pesawat yang tidak dikendalikan (uncontrolled traffic), ke unit ATS tetangga
2.18.22.4 Apabila APP Supervisor mengetahui adanya kondisi di bandara yang mengganggu
keselamatan penerbangan dan hal tersebut belum diketahui oleh pihak manajemen,
maka hendaknya informasi tersebut disampaikan kepada manager operasi.
2.20.1. Pesawat udara tanpa awak adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan
kendali
jarak jauh oleh penerbang (pilot) atau mampu mengendalikan dirinya sendiri dengan
menggunakan hukum aerodinamika.
2.20.2. Sistem pesawat udara tanpa awak tidak boleh dioperasikan pada kawasan sebagai
berikut:
a. Kawasan udara terlarang (prohibited area);
b. Kawasan udara terbatas (restricted area);
BAB III
PELAYANAN SURVEILLANCE
3. 2 Situation Display
3.2.1 Situation display menyediakan informasi surveillance ke Controller harus seminimal
mungkin terdiri dari indikasi posisi, informasi peta yang diperlukan untuk penyediaan
layanan lalu lintas penerbangan dan informasi mengenai identitas pesawat dan
ketinggian pesawat.
3.2.2 Approach Radar controller harus mengatur tampilan radar dan melakukan cek yang
sesuai persyaratan akurasi, sesuai dengan instruksi teknis yang ditentukan oleh yang
bertanggung jawab atas peralatan Radar terkait.
3. 3 Komunikasi
3.3.1 Kehandalan fasilitas komunikasi harus tetap terjaga dari kemungkinan kegagalan dan
diperlukan untuk fasilitas backup disediakan.
3.3.2 Komunikasi langsung antara Penerbang dengan Controller harus terus terjalin
sepanjang pemberian pelayanan ATS Surveillance kecuali dalam keadaan darurat atau
ditentukan lain dalam ketentuan yang ada.
1
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
b. Alokasi SSR Code untuk local flight tidak boleh digunakan untuk penerbangan
keluar dari wilayah TMA yang bersangkutan.
c. Alokasi SSR Code tidak boleh diberikan secara permanen kepada pihak
eksternal.
3.5.3 Operasi SSR transponders
3.5.3.1 Apabila terjadi Mode A Code yang tertampil di layar radar berbeda dengan yang
seharusnya, Controller harus meminta kejelasan ke Penerbang tentang keadaan
tersebut dan apabila keadaan tersebut tidak dapat berubah maka Penerbang di
instruksikan untuk merubah ke Kode yang benar atau menggantinya dengan Code
yang baru;
3.5.3.2 Apabila terjadi pergantian Mode A Code dikarenakan alasan tertentu, maka Contoller
harus memberitahu Controllers elanjutnya atau unit-unit yang terkait dengan keadaan
tersebut.
3.5.3.3 Pesawat yang dilengkapi dengan Mode S mempunyai fasilitas identifikasi pesawat
harus mengirim identifikasi pesawat di item 7 ICAO flight plan atau, jika tidak ada
flight plan, dengan menggunakan registrasi pesawat.
3.5.3.4 Bilamana dipantau pada situation display terjadi perbedaan identifikasi pesawat yang
dilengkapi Mode S yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka penerbang
harus diminta untuk konfirmasi dan jika perlu, memasukkan kembali identifikasi
pesawat yang benar.
3.5.3.5 Jika, setelah konfirmasi oleh penerbang bahwa identifikasi pesawat yang benar telah
di set pada fitur Mode S identifikasi, Controller harus mengambil tindakan sebagai
berikut:
a. Menginformasikan ke penerbang seluruh perbedaan yang terjadi;
b. Jika memungkinkan memperbaiki label yang yang menunjukkan identifikasi
pesawat pada situation display; dan
c. Memberitahu identifikasi pesawat yang salah kepada adjacent unit selanjutnya
yang akan menangani pesawat tersebut dengan menggunakan Mode S guna
keperluan identifikasi
3.5.4 Operasi ADS-B transmitters pada Implemented Area dari SFC sampai FL600
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
3.5.4.1 Jika terdapat pesawat Non ADSB equipped sesuai dengan Flight Plan yang
mempunyai status sebagai fire Fighting, flight check, head of state, hospital,
humanitarian, MARSA (Formation Flight), medevac, SAR, state aircraft dan
militer, controller harus melakukan hal sebagai berikut:
a. Pada area ADS-B dan Radar Coverage, maka dilayani surveillance services
dengan menggunakan radar.
b. Pada area ADS-B Coverage saja, maka dilayani dengan Prosedural.
3.5.4.2 Bilamana dipantau pada situation display terjadi perbedaan identifikasi pesawat
yang dilengkapi ADS-B yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka penerbang
harus diminta untuk konfirmasi dan jika perlu, memasukan kembali identifikasi
pesawat yang benar.
3.5.4.3 Jika, setelah konfirmasi oleh penerbang bahwa identifikasi pesawat yang benar telah
di set pada fitur ADS-B identifikasi, Controller harus mengambil tindakan sebagai
berikut:
a. Menginformasikan ke penerbang seluruh perbedaan yang terjadi;
b. Jika memungkinkan memperbaiki label yang yang menunjukkan identifikasi
pesawat pada situation display; dan
c. Memberitahu identifikasi pesawat yang salah kepada adjacent unit selanjutnya
yang akan menangani pesawat tersebut dengan menggunakan ADS-B guna
keperluan identifikasi.
3.5.4.4 Jika terdapat pesawat dengan status Non ADSB equipped, namun mempunyai
ADSB Exemption dari DGCA, controller harus melakukan hal sebagai berikut:
a. Pada area ADS-B dan Radar Coverage, maka dilayani surveillance services
dengan menggunakan radar.
b. Pada area ADS-B Coverage saja, maka dilayani dengan Prosedural.
3.5.4.5 Jika terdapat pesawat dengan status Non ADSB equipped, dan tidak dilengkapi
dengan ADSB Exemption dari DGCA, controller harus melakukan hal sebagai
berikut:
3
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
a. Pada area ADS-B dan Radar Coverage, Tidak diijinkan terbang di wilayah
implemented area dan Tidak diijinkan mencantumkan implemented area sebagai
destination alternate aerodrome atau take-off alternate.
b. Pada area ADS-B Coverage saja, Tidak diijinkan terbang di wilayah
implemented area dan tidak diijinkan mencantumkan implemented area sebagai
destination alternate.
3.5.5 Verifikasi Informasi Ketinggian
3.5.5.1 Nilai toleransi yang tampil di tampilan informasi untuk Controller adalah + 200 ft di
wilayah RVSM dan + 300 ft diluar wilayah RVSM;
3.5.5.2 Verifikasi informasi level yang dihasilkan oleh fasilitas ATC harus dilaksanakan
minimal sekali kepada Penerbang pada saat Initial contact atau pada saat yang
memungkinkan untuk dilakukan;
3.5.5.3 Apabila informasi level yang ada melebihi dari toleransi yang diperbolehkan,
Controller harus memastikan akan keadaan tersebut kepada Penerbang dan harus
memberikan perhatian dan penanganan yang lebih terhadap pesawat tersebut terkait
dengan penerapan separasi terhadap pesawat yang lain.
3.5.5.4 Jika, setelah konfirmasi tetapi masih terjadi perbedaan, tindakan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Meminta penerbang untuk mematikan Mode C atau ADS-B altitude data
transmission, dengan ketentuan tindakan tersebut tidak boleh menyebabkan
terjadinya kehilangan posisi dan informasi identifikasi, dan memberitahu kepada
adjacent unit selanjutnya beserta tindakan yang akan dilakukan oleh penerbang,
atau
b. Memberitahu penerbang tentang perbedaan yang terjadi dan meminta melakukan
tindakan yang relevan untuk mencegah hilangnya posisi dan informasi
identifikasi pesawat, dan mengabaikan informasi ketinggian label-displayed
dengan cara menginstruksikan penerbang untuk selalu melaporkan
ketinggiannya serta memberitahu adjacent unit selanjutnya.
3. 6 Prosedur Umum
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
5
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
akan dilalui wilayah udara selanjutnya, dan unit-unit lain yang terkait,
bilamana diperlukan.
f. Sesuai dengan pemisahan/separasi berdasarkan ATS surveillance, pilot akan
diberitahukan ketika pesawat teridentifikasi oleh Radar atau telah diverifikasi
oleh ADS-B. Position report tidak akan dibutuhkan ketika telah teridentifikasi
baik oleh ADS-B atau Radar, kecuali pada kondisi saat dibutuhkan oleh ATC.
g. Ketika controller tidak mampu untuk mengkonfirmasi bahwa sebuah pesawat
adalah ADS-B coupled, maka sebelum keluar dari jangkauan radar dan masuk ke
jangkauan ADS-B saja, maka pemisahan secara prosedural harus sudah terjadi
sebelum pesawat meninggalkan jangkauan radar.
h. Track ADS-B tidak boleh dimunculkan atau digunakan sebagai separasi jika
perhitungan kualitas ADS-B (e.g. accuracy, integrity, figure of merit) adalah
dibawah dari batasan yang telah ditentukan oleh DGCA
3.6.2.3 Prosedur SSR dan atau MLAT Identification, ketika SSR dan atau MLAT digunakan
untuk identifikasi, pesawat udara boleh di identifikasi dengan satu atau lebih cara
sebagai berikut:
a. Identifikasi pesawat sesuai dengan yang tampak di SSR dan atau MLAT label;
b. Menggunakan discrete code tertentu, yang mana pengaturannya telah diverifikasi
dalam SSR dan atau MLAT label; dan
c. Identifikasi pesawat dengan menggunakan peralatan Mode S yang tampak di
SSR dan atau MLAT label;
d. Menggunakan transfer of identification;
e. Observasi yang disesuaikan dengan set a specific code;
f. Observasi yang disesuaikan dengan instruksi squawk IDENT.
3.6.2.4 Apabila discrete code ditujukan ke suatu pesawat udara, Controller harus mengecek
code yang digunakan oleh Penerbang sesuai dengan penerbangan yang dimaksud dan
selanjutnya discrete code dapat digunakan sebagai dasar identifikasi.
3.6.2.5 Prosedur PSR Identification, Ketika SSR digunakan untuk identifikasi, pesawat
udara boleh di identifikasi dengan satu atau lebih cara sebagai berikut:
a. Disesuaikan pada radar position indication dengan position report dari pesawat;
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
7
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
9
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
3.6.7.1 Pesawat yang dalam pelayanan ATS surveillance harus diberitahu sesegera mungkin
jika karena suatu alasan pelayanan ATS surveillance terganggu atau termination.
3.6.7.2 Pemberhentian dari pelayanan ATS surveillance dilakukan kepada pesawat yang
berada dalam pelayanan ATS surveillance akan keluar ke pelayanan non ATS
surveillance dan separasi procedural harus segera diimplementasikan.
3.6.8 Berakhirnya Pelayanan Radar
3.6.8.1 Sebuah pesawat udara yang telah diberitahu bahwa ia telah diberi pelayanan radar,
harus diberitahu segera jika, karena suatu alasan, pelayanan radar terganggu atau
diakhiri.
3.6.8.2 Apabila pemanduan atas pesawat udara ditransfer dari pemandu Lalu Lintas Radar
kepada pemandu Non-Radar diadakan antara pesawat udara tersebut dengan pesawat
udara yang dikendalikan lainnya sebelum transfer tersebut dilakukan.
3.6.9 Ketinggian minimum
3.6.9.1 Setiap Controller harus setiap saat mengetahui informasi terbaru terkait dengan:
a. Ketinggian terbang minimum yang ditetapkan di daerah yang menjadi tanggung
jawabnya;
b. Ketinggian terbang terendah yang dapat digunakan sesuai dengan ketentuan;
c. Ketinggian minimum yang ditetapkan sesuai dengan prosedur berdasarkan cara
vector.
11
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
f. Pemberian separasi dan normal traffic flow ketika pesawat dalam keadaan
kegagalan komunikasi;
g. Keteraturan pelayanan lalu lintas penerbangan;
3.7.2 Penerapan Separasi
3.7.2.1 Pemberian separasi minima hanya diterapkan antar pesawat yang sudah dilakukan
proses identifikasi dan dipertahankan sesuai keyakinan yang didapat untuk
mempertahankan identifikasi tersebut.
3.7.2.2 Pemberian separasi kepada control flight yang akan ditransfer ke sektor lain yang
memberikan pelayanan procedural, transferring Controller harus membuat separasi
procedural antar pesawat sebelum pesawat tersebut memasuki batas wilayah atau
meninggalkan jangkauan surveillance.
3.7.2.3 Separasi minima tidak boleh diterapkan antar pesawat yang sedang holding pada
holding fix yang sama.
3.7.2.4 Wake turbulence separation minima berdasarkan jarak harus diterapkan pada
pesawat yang dilengkapi dengan layanan ATS surveillance saat approach dan
departure.
13
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
15
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
17
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
termaktub dalam butir 3.7.3 tentang Separation minima based on ATS surveillance
system boleh dilanjutkan untuk digunakan, bagaimanapun jika pesawat mengalami
3.8.3.3 Kerusakan transponder di area yang mewajibkan menggunakan transponder
a. Jika ada pesawat yang mengalami kerusakan pada transponder terbang di area
yang mewajibkan penggunaan transponder, ATC unit harus berusaha dengan
keras untuk menyediakan pelayanan ke pesawat tersebut menuju ke Bandar
udara tujuan yang pertama di dalam flight plan. Atau jika kondisi traffic tidak
memungkinkan terutama apabila kerusakan terjadi tidak lama setelah take off,
pesawat boleh diminta untuk kembali ke Bandar udara keberangkatan atau
mendarat di Bandar udara yang terdekat dan memungkinkan.
b. Dalam hal kerusakan terjadi sebelum pesawat berangkat dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan perbaikan, pesawat tersebut harus diizinkan
untuk melanjutkan jika memungkinkan ke Bandar udara yang terdekat dan
memungkinkan dimana perbaikan dapat dilakukan. ATC harus
mempertimbangkan kondisi traffic memungkinkan atau memodifikasi waktu
keberangkatan atau flight level atau rute yang diharapkan.
3.8.3.4 Kerusakan ADS-B Transmitter di area yang mewajibkan menggunakan ADS-B
a. Pada area ADS-B dan Radar Coverage, controller harus melakukan hal sebagai
berikut:
b. Pada area ADS-B Coverage saja, controller harus melakukan hal sebagai berikut:
ii. Untuk penerbangan berikutnya dengan pesawat yang sama , akan dilayani
sesuai dengan kapabilitas ADS- B ( B1 atau B2) dalam flight plan
iii. Memastikan flight plan yang diterima valid khususnya terkait kapabilitas
ADS-B (ATC- Manager Operasi- ARO – AIRLINES).
Mencatat dan melaporkan kejadian tersebut melalui aplikasi EFFORT.
3.8.4 Sistem ATS surveillance rusak
3.8.4.1 Dalam hal terjadi kerusakan sistem ATS surveillance secara total dimana air ground
communication dapat dipergunakan, Controller harus memplot posisi seluruh
pesawat yang sudah diidentifikasi untuk diberikan procedural separasi antara
pesawat, jika perlu dilakukan pembatasan jumlah pesawat yang akan memasuki
wilayah ATS unit.
3.8.4.2 Sesegera mungkin memberitahu semua pesawat terbang yang beroperasi dalam
Sektor Pontianak TMA bahwa pelayanan radar diakhiri/dibatalkan, dan pemberian
pelayanan diubah menjadi pelayanan prosedural
3.8.4.3 Sebagai langkah darurat, penggunaan vertical separasi dapat dilakukan sementara
jika standar procedural separasi tidak dapat diberikan sesegera mungkin.
3.8.4.4 Menyusun FPS sesuai aturan procedural
3.8.4.5 Koordinasi dengan unit ATC lainnya mengenai masalah tersebut dengan segala
akibatnya (seperti perubahan estimate, ketinggian, dll)
3.8.5 Kerusakan Total Sistem Surveillance
Apabila radar surveillance tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya Radar
Controller akan mengalihkan pelayanan lalu lintas penerbangan dari pelayanan radar
menjadi pelayanan prosedural sesegera mungkin dengan prosedur transisi sebagai
berikut:
3.8.5.1 Perubahan Pelayanan Surveillance menjadi Procedural
a. Segera memberitahu semua pesawat terbang yang beroperasi dalam sektor
Pontianak TMA bahwa pelayanan radar dibatalkan/diakhiri dan pemberian
pelayanan diubah menjadi pelayanan prosedural.
b. Menerapkan separation non-surveillance antar pesawat udara yang beroperasi
dalam sektor yang bersangkutan.
19
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
b. Outbound Traffic
Controller harus memberikan Clearance sebagai berikut:
i. Turn after take-off.
ii. Track to be made good before proceeding to desired track.
iii. Initial level before continuing climb to cruising level.
iv. Time, point and or rate of climb at which level change to be made, and
v. Any other necessary maneuver consistent safe operation of the aircraft.
3.8.5.4 Urutan dalam penyampaian Clearance Limit:
a. Name of Fix on which aircraft will be held.
b. Route of flight or Standard Terminal Arrival Route (STAR).
c. Assigned Altitude.
d. Approach or Holding instruction when required.
e. Expected Approach Time (EAT), and
f. Other significant information (ex. Wx).
3.8.5.5 Perubahan Pelayanan Procedural ke Pelayanan Surveillance
a. Segera memberitahu semua pesawat terbang yang beroperasi dalam sektor yang
bersangkutan bahwa pelayanan Surveillance normal kembali.
b. Menerapkan separasi surveillance antar pesawat terbang yang beroperasi dalam
sektor yang bersangkutan setelah adanya identifikasi.
c. Koordinasi dengan unit ATC lainnya mengenai masalah tersebut dengan segala
akibatnya (seperti perubahan estimate, ketinggian dll.)
3.8.6 Penurunan sumber data yang menentukan posisi pesawat
3.8.6.1 Dalam rangka terjadi penurunan kemampuan pesawat untuk menentukan posisi,
ATC unit sedapat mungkin menggunakan segala cara untuk membantu pesawat
tersebut untuk bernavigasi.
3.8.7 Kerusakan radio darat
3.8.7.1 Dalam hal terjadi kerusakan radio darat yang digunakan sebagai alat komunikasi
dalam pemanduan penyediaan pelayanan ATS surveillance, Controller harus
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Sesegera mungkin memberitahu seluruh adjacent unit tentang kerusakan;
21
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
BAB IV
SISTEM PELAYANAN ATS
23
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
CWP adalah suatu posisi kerja bagi Controller dan Assistant Controller yang
menampilkan Air Situation Picture (ASP), dalam hal ini ASP disediakan oleh
situation data display (SDD) yang menggunakan 2 monitor resolusi tinggi (2K x
2K, 1600x1280 pixel), untuk 2 sektor, yaitu APP A, dan APP B
4.1.2.2. Assistant Working Position (AWP)
AWP adalah suatu posisi kerja yang menyediakan seluruh fungsi untuk menangani
data rencana penerbangan (flight plan), pada posisi AWP terdapat juga SDD ysng
menggunakan 2 monitor resolusi tinggi (2k x 2k 1600x1280 Pixel) dan juga 2 FDD
yang menggunakan monitor resolusi tinggi (1K x 1K, 1280x720 pixel) untuk 2
sektor, yaitu APP A dan APP B
4.1.2.3. Supervisor Working Position (SUP)
SUP adalah CWP yang mempunyai kemampuan untuk mengatur sektorisasi pada
masing-masing workstation, menebarluaskan gambar dalam hal ini local maps.
Supervisor working position terdapat 1 SDD yang menggunakan monitor resolusi
tinggi (2K X 2K, 1600X1280 PIXEL) dan juga 1 FDD yang menggunakan monitor
resolusi tinggi (1Kx1K, 1280x720 pixel)
4.1.2.4 Flight Data operator Working Position dipergunakan untuk FDO, Terdiri dari 1
FDD
4.1.2.5 Technical Supervisor, dipergunakan untuk fungsi supervisi dan maintenance, yang
menggunakan 1 SDD yang menggunakan monitor resolusi tinggi (2K X 2K,
1600X1280 PIXEL) dan juga 1 FDD yang menggunakan monitor resolusi tinggi
(1Kx1K, 1280x720 pixel) , yang bertempat di ruang Teknik.
4.1.3. Sektor yang dilayani
Jumlah sektorisasi yang diproses dalam sistem mencakup :
a Sektor CTR
b Sektor TMA
4.1.4. Prosedur Koordinasi
Koordinasi dilakukan untuk menjamin keteraturan dan kelancaran dalam
menjalankan tugas dalam wilayah tanggung jawabnya dan sebagai salah satu cara
dalam pemecahan masalah yang harus dilakukan secara cepat, tepat dan akurat.
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
4.1.5.4. Pontianak APP controller/asisten mengaktifkan flight plan pesawat yang akan
memasuki wilayah Pontianak APP.
4.1.5.5. Pontianak APP controller/asisten dapat menggunakan ATC sistem untuk mencetak
flight progress strip baik untuk pesawat yang akan berangkat dan mendarat. apabila
terjadi kegagalan sistem maka FPS dibuat secara manual.
25
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
27
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
f. Aircraft Database:
i. Buka DBM;
ii. Pilih database pada database selection;
iii. Pilih FDP Adaptation data pada edit adaptation data;
iv. Pilih database manipulation pada FDP options;
v. Pilih aircraft groups dan aircraft type;
vi. Pilih create untuk membuat aircraft database baru dan delete untuk
menghapus aircraft database.
g. Integrasi Data Surveilans:
i. Buka DBM;
ii. Pilih database pada database selection;
iii. Pilih SDP adaptation data pada edit adaptation data;
iv. Pilih database manipulation pada SDP options;
v. Pilih radar dan sensor.
29
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
v. SMAC;
vi. Military Training Area (jika ada military training)
vii. Runway dan gates;
viii. Mengaktivasi STCA.
d. Definisi tampilan simbol track pada SDD adalah sebagai berikut;
Symbol Track Type
Primary
Secondary
Correlated
Synthetic/FPL target
Code Ambiguity
ADS-B
31
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
f. Setelah penggunaan, log out SDD dari username yang telah login.
4.2.2.4 Prosedur Penggunaan Flight Data Display (FDD) sebagai berikut:
a. Untuk memulai, Login terlebih dahulu dengan username dan
password yang telah dimiliki oleh asisten controller;
b. Setelah login, atur konfigurasi layar sesuai kebutuhan;
c. Konfigurasi FDD untuk controller dan asisten controller sekurang-
kurangnya menampilkan:
i. Main menu;
ii. Clock;
iii. Flight plan windows operation/flight plan action;
iv. FPL retrieved;
v. Activated of AFTN Messages;
vi. Runway list;
vii. Free text.
d. Setelah penggunaan, Log out FDD dari username yang telah login.
4.2.2.5 Prosedur penggunaan Data Recording Facility (RDF)
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
a. Peringatan Emergency. Peringatan dan alarm ini muncul pada saat pesawat dalam
kondisi emergency dan merubah squawk number menjadi A7700. Peringatan ini
ditampilkan pada track label ”EM” dengan warna merah.
b. Peringatan Communication Failure. Peringatan dan alarm ini muncul pada saat
pesawat dalam kondisi Communication Failure dan merubah squawk number
menjadi A7600. Peringatan ini ditampilkan pada track label ”RF” dengan warna
merah.
33
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
c. Peringatan Hijacked. Peringatan dan alarm ini muncul pada saat pesawat dalam
kondisi Hijacked dan merubah squawk number menjadi A7500. Peringatan ini
ditampilkan pada track label ”HJ” dengan warna merah.
d. MTCD (medium term conflict detection). Peringatan dan alarm ini muncul pada
saat ada 2 atau lebih traffic berada pada posisi tertentu yang diprediksi akan
conflict dari FPL route. Peringatan ini ditampilkan pada track label “Alarm
Indicator (MC)” dengan warna kuning atau merah :
i. Warna Kuning pada MC, ditampilkan ketika flight plan level pada predicted
conflict point diluar segmen nilai AFL dan CFL
ii. Warna Merah pada MC, ditampilkan ketika flight plan level pada predicted
conflict point di dalam segmen nilai AFL dan CFL
e. STCA (short term conflict alert). Peringatan dan alarm ini muncul pada saat ada 2
atau lebih traffic berada pada posisi kurang dari Separation Minima.
ii. STCA Alert Menampilkan lingkaran dengan warna MERAH pada track symbol,
velocity vector serta pada track label.
f. APW (area proximity warning). Peringatan dan alarm ini muncul pada saat traffic
diprediksi akan memasuki restricted area. Peringatan ini ditampilkan pada track
label ”ZN” dengan warna kuning (Prediction) atau merah (Violation).
35
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
g. MSAW (Minimum Safe Altitude Warning). Peringatan dan alarm ini muncul pada
saat traffic diprediksi akan memasuki prohibited area atau daerah pegunungan.
Peringatan ini ditampilkan pada track label ”AW” dengan warna kuning
(Prediction) atau merah (Violation)
h. RVSM Alert. Peringatan dan alarm ini muncul pada saat traffic yang tidak
mempunyai alat ini akan menaiki level antara FL290 dan FL410.
i. CLAM Alert. Peringatan ini muncul pada saat traffic sedang turun dari ketinggian
yang sudah di assigned altitude pada label target tidak sesuai dari aktual ketinggian.
Peringatan ini ditampilkan pada track label ”LB” dengan warna kuning.
j. Heading Alarm. Peringatan ini muncul pada saat traffic yang menyimpang heading
yang sudah di assigned oleh controller pada label target radar. Peringatan ini
ditampilkan pada track label ”HG” dengan warna kuning.
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
k. RAM (route adherence monitoring) Warning .Peringatan dan alarm ini muncul
pada saat pesawat keluar dan track atau ATS Route sesuai flight plan. Peringatan
ini ditampilkan pada track label ”RO” dengan warna kuning.
l. SPI (Special Position Indicator). Pilot mengirim sinyal (Squawk Ident), pada Flight
Data Display akan berubah warna menjadi Biru selama 20 detik sebagai tanda
memberi perhatian bagi Controllers.
m. Synthetic Tracks. Adalah sebuah FPL Track yang otomatis dihasilkan oleh sistem
atau atas permintaan controller. FPL Track bergerak sesuai Standar Route yang
telah ditetapkan atau dibuat, FPL Track bukan real informasi dari radar melainkan
hanya informasi dari FPL yang telah di assign dari FPL itu sendiri antara lain
level, speed, route, etc.
37
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
4.4.1 Administration
a. Siapkan data/dokumen pendukung terkait perubahan data.
b. Analisa dokumen pendukung perubahan data terkait adaptation data yang akan
dirubah.
c. Siapkan dokumen RFC (Request for Change/ Formulir Permintaan Perubahan)
terkait perubahan yang akan dilakukan.
d. Siapkan dokumen temporari shutdown approval (jika diperlukan).
39
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
BAB V
PHRASEOLOGIES DAN KOORDINASI
5.1. Phraseologies
5.1.1. Umum
5.1.1.1. Sebagian besar Phraseology yang tercakup dalam SOP ini menyajikan kalimat yang
lengkap tanpa callsigns. Dalam SOP ini secara sengaja tidak ditulis dengan lengkap
dan apabila situasi menjadi berubah, para pilot, personel ATS dan personel darat
lainnya, diharapkan menggunakan bahasa sehari hari, dimana lebih ringkas dan jelas,
pada tingkatan yang ditentukan ICAO language proficiency requirements yang
tercantum pada Annex 1 – Personnel Licensing, guna menghindari kemungkinan
bahasa yang membingungkan oleh mereka yang menggunakan bahasa selain bahasa
yang digunakan sehari hari.
5.1.1.2. Phraseology berikut dikelompokkan sesuai dengan tempat atau tipe dari air traffic
services dimana pengguna harus familiar phraseology tertentu di tempat masing-
masing. Semua phraseology harus menggunakan/ disambungkan dengan call sign
(pesawat, kendaraan di darat, ATC atau yang lainnya) jika diperlukan. Dalam rangka
penjelasan phraseology pada sub BAB 5.2 semua callsign dihilangkan. Ketentuan-
ketentuan daripada RTF messages, callsign dan prosedur-prosedur dijelaskan pada
Annex 10 Volume II BAB 5.
5.1.1.3. Sub bab 5.2 meliputi phrase yang digunakan untuk para pilot, personel ATS, dan
personel darat lainnya.
5.1.1.4. Kata-kata didalam kurung bisa mengindikasikan informasi yang penting, seperti
level, tempat, atau waktu, dan lain lain, harus dimasukkan untuk melengkapi
phraseology. Kata-kata dalam kurung bisa mengindikasikan kata-kata tambahan
pilihan atau informasi yang dapat diperlukan dalam contoh tertentu.
5.1.1.5. Ketentuan dalam hal readback dari clearance dan informasi yang berhubungan
dengan keselamatan ditetapkan pada BAB II sub bab 2.19.
5.1.2. Prosedur Komunikasi
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
41
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
j) IMMEDIATELY;
*q) UNABLE;
... after a flight crew starts to deviate *t) CLEAR OF CONFLICT, RETURNING TO
from any ATC clearance or (assigned clearance);
instruction to comply with an
ACAS resolution advisory (RA) u) ROGER (or alternative instructions);
43
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
... clearance to cancel level aa) [CLIMB VIA SID TO (level)], CANCEL
restriction(s) of the vertical profile LEVEL
of a SID during climb RESTRICTION(S);
... clearance to cancel specific level bb) [CLIMB VIA SID TO (level)], CANCEL
restriction(s) of the vertical profile LEVEL
of a SID during climb RESTRICTION(S) AT (point(s));
... clearance to cancel speed cc) [CLIMB VIA SID TO (level)], CANCEL
restrictions of a SID during climb SPEED
RESTRICTION(S);
... clearance to cancel specific speed dd) [CLIMB VIA SID TO (level)], CANCEL
restrictions of a SID during climb SPEED
RESTRICTION(S) AT (point(s));
45
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
c) IF NO CONTACT (instructions);
47
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
... to request status in respect *h) AFFIRM EIGHT POINT THREE THREE
of 8.33 kHz exemption EXEMPTED;
... to indicate 8.33 kHz exempted *i) NEGATIVE EIGHT POINT THREE THREE
Status EXEMPTED;
49
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
51
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
j) CAVOK;
Note.— CAVOK pronounced CAV-O-
KAY.
53
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
55
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
c) GBAS/SBAS/MLS/ILS CATEGORY
(category) (serviceability state);
... to deny ATC clearance into d) UNABLE ISSUE CLEARANCE INTO RVSM
RVSM airspace AIRSPACE, MAINTAIN [or DESCEND TO,
or CLIMB TO] (level);
57
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
DEGRADATION OF AIRCRAFT NAVIGATION UNABLE RNP (specify type) (or RNAV) [DUE
PERFORMANCE TO (reason, e.g.
LOSS OF RAIM or RAIM ALERT)].
59
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
then
(level),
then
then
then
61
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
l) REPORT VISUAL;
m) REPORT RUNWAY [LIGHTS] IN SIGHT;
v) MAINTAIN VMC;
63
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
65
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
67
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
69
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
e) IDENTIFIED [position];
71
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
i) HEADING IS GOOD.
... (in case of unreliable directional c) MAKE ALL TURNS RATE ONE (or RATE
instruments on board aircraft) HALF, or(number) DEGREES PER
SECOND) START AND STOP ALL TURNS
ON THE COMMAND “NOW”;
a) DUE TRAFFIC;
b) FOR SPACING;
c) FOR DELAY;
d) FOR DOWNWIND (or BASE, or FINAL).
73
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
POSITION REPORTING
11) UNKNOWN;
14) CLOSING;
16) OVERTAKING;
8) (aircraft type);
... (if known)
75
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
9) (level);
77
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
79
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
81
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
b) OVER THRESHOLD.
b) HEADING IS GOOD;
c) ON TRACK;
83
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
TRACK.
d) ON GLIDE PATH;
instructions);
c) OVER THRESHOLD.
85
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
B EQUIPMENT
b) SQUAWK (code).
87
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
c) SQUAWK NORMAL;
89
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
5.3.1.3. Koordinasi dilakukan dalam upaya untuk mencapai sasaran hasil kerja pelayanan lalu
lintas penerbangan yang aman, nyaman, lancar dan efisien.
5.3.2. Koordinasi terkait dengan pemberian flight information service dan alerting service
5.3.2.1. Koordinasi antar ATS unit penyedia Flight Information Service yang berdekatan
dengan Pontianak APP (CTR&TMA) harus dilakukan sehubungan dengan IFR dan
VFR flight, dalam rangka untuk memastikan layanan informasi penerbangan ke
pesawat udara tersebut. Koordinasi tersebut dilakukan sesuai dengan kesepakatan
antara ATS unit yang tertuang di dalam LOCA;
5.3.2.2. Koordinasi yang dilakukan sesuai dengan informasi yang terkait dengan penerbangan
tersebut berisi sebagai berikut:
a. Sesuai dengan isi Flight Plan,
b. Posisi pesawat udara.
5.3.2.3. Koordinasi yang terkait dengan pesawat udara yang memerlukan bantuan harus
dikoordinasikan oleh setiap Petugas ATC kepada unit-unit yang terkait dengan
penerbangan tersebut.
5.3.3. Koordinasi terkait pemberian Air Traffic Control Service.
5.3.3.1. Setiap ATC unit harus melakukan koordinasi dan transfer of Control terkait dengan
penerbangan yang berada di wilayah tanggung jawabnya untuk selanjutnya
penerbangan tersebut akan memasuki wilayah ATC unit selanjutnya dengan proses
yang terdiri dari tahapan sebagai berikut :
a. Pemberitahuan data penerbangan dalam rangka persiapan koordinasi;
b. Koordinasi pengiriman dari transfer of control oleh transferring ATC unit;
c. Koordinasi penerimaan transfer of control oleh accepting ATC unit; dan
d. Transfer of control ke accepting unit.
5.3.3.2. Setiap ATC unit harus melakukan prosedur standar dalam berkoordinasi terkait
transfer of control dari suatu penerbangan. Prosedur yang dimaksud sesuai dengan
prosedur koordinasi yang tertuang di dalam LOCA yang berlaku antara kedua ATC
unit.
5.3.4. Exchange of Movement and Control Data
91
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
5.3.4.1. Exchange of movement and control data harus di lakukan dari transferring unit ke
accepting unit pada suatu posisi tertentu dan waktu yang sudah ditentukan di dalam
LOCA terkait informasi dari suatu penerbangan sebelum penerbangan tersebut
memasuki wilayah accepting unit;
5.3.4.2. Format dari pengiriman berita dari transferring unit ke accepting unit adalah :
a. ESTIMATE (direction of flight);
b. AIRCRAFT CALL SIGN;
c. SQUAWKING (SSR code);
d. ESTIMATE (significant point) and TIME;
e. LEVEL;
f. SPEED and other information.
5.3.4.3. Kecuali diatur dalam LOCA, Unit yang menyediakan layanan approach control
harus memberikan data yang terkait dengan lalu lintas penerbangan kepada unit
penyedia ACC sebagai berikut :
a. Informasi Runway in use;
b. Lowest Vacant level yang tersedia;
c. Rata-rata waktu interval atau jarak antara pesawat terkait urutan pendaratan;
d. Expected apprach time (EAT) dan revisinya apabila ada;
e. Perkiraan waktu tiba di holding fix;
f. Pembatalan oleh pesawat udara terkait IFR flight;
g. Waktu keberangkatan;
h. Missed approaches apabila terjadi
5.3.5.2. Memotong batas wilayah diatas bermakna bisa dalam bentuk waktu atau ketinggian
atau posisi secara geografis;
5.3.5.3. Accepting unit dan transferring unit harus saling memberi informasi apabila ada
perubahan transfer of control dari ketentuan yang sudah disepakati bersama;
5.3.6. Approval Request
5.3.6.1. Approval request harus dilakukan dari transferring unit ke accepting unit yang mana
waktu tempuh pesawat dari aerodrome keberangkatan ke batas wilayah dari
transfering unit tidak sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam LOA.
5.3.6.2. Approval request dilakukan untuk mendapatkan jaminan clearance dari accepting
unit terkait pesawat yang akan memasuki wilayah accepting unit.
5.3.6.3. Apabila terjadi perubahan dari isi flight plan maka transferring unit harus melakukan
approval request untuk mendapat jaminan dari accepting unit.
5.3.6.4. Format approval request message :
a. APPROVAL REQUEST;
b. AIRCRAFT IDENTIFICATION;
g. ATS ROUTES;
h. INTENDED LEVEL;
93
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
5.3.7.3. Accepting unit tidak diminta untuk memberitahukan transferring unit apabila
pesawat udara sudah terjalin komunikasi dengan accepting unit kecuali apabila pada
saat dimana seharusnya sudah terjadi komunikasi dengan accepting unit tetapi
pesawat udara belum dapat berkomunikasi dengan accepting unit.
5.3.8. Transfer Data Directive
5.3.8.1. Transfer data antar ATS Unit dapat dilakukan dengan menggunakan sarana:
a. Fasilitas Voice switching;
b. Fasilitas ATS System ;
c. Telephone;
d. AFTN (Free text dari Radar display);
e. Relay melalui pesawat yang bersangkutan untuk sesegera mungkin menjalin
komunikasi dengan accepting unit;
f. High Frequency (HF);
5.3.8.2. Koordinasi dalam pertukaran data penerbangan dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain:
a. Sign Level pada label;
b. Scratch Pad;
c. Menggunakan fasilitas telepon.
5.3.9. Etika Koordinasi
5.3.9.1. Bagian ini dalam standar menyusun tentang perputaran informasi dan koordinasi
yang diperlukan di antara unit-unit penyelenggara pelayanan bagi pesawat udara.
Koordinasi antara Petugas Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan secara lengkap dan
singkat sama pentingnya dengan pemberian informasi atau instruksi kepada
Penerbang. Cara terbaik untuk menjamin koordinasi secara lengkap adalah untuk:
a. Mengerti pekerjaan orang lain;
b. Perhatian bagian pekerjaan anda jangan tergesa-gesa;
c. Bersiaplah untuk terjadinya perubahan situasi yang harus diketahui oleh Petugas
yang lain;
d. Pengembangan kebiasaan yang mantap untuk selalu mengamati catatan
informasinya untuk menjamin bahwa semua informasi penting telah diberikan;
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
e. Memakai susunan kata-kata yang jelas agar pihak penerima tidak salah
pengertian.
5.3.9.2. Hal-hal diatas adalah penting bagi semua posisi tugas, tetapi sangat vital pada situasi
bila dua pesawat udara beroperasi dibawah Pemandu yang berbeda yang berpotensi
terjadi konflik. Perlu dilakukan koordinasi yang erat dan berkesinambungan terkait
hal tersebut. Pertukaran informasi dapat dibagi menjadi tiga hal yang berikut:
a. Koordinasi dan tindakan unit dalam hubungan dengan transfer komunikasi,
hubungan informasi operasional dan cuaca;
b. Koordinasi dengan unit PKP-PK;
c. Koordinasi dan tindakan unit dalam hubungan dengan pengaturan distribusi
untuk penyebaran yang harus dilakukan untuk AIREP’S dan laporan movement
5.3.9.3. Dalam rangka menciptakan hubungan kerjasama yang baik antar unit, maka perlu
dibuat aturan lokal antar unit. Koordinasi antar Unit Pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan harus dibuat sesuai dengan aturan administrasi.
95
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
BAB VI
KEJADIAN KESELAMATAN, PROSEDUR GAWAT DARURAT, DAN
KONTINGENSI
a) Wildlife Hazard:
i) Jenis hewan;
ii) Jumlah hewan;
iii) Lokasi;
iv) Arah pergerakan;
v) Lain-lain : Pelapor, waktu lapor, dan informasi lainnya yang dianggap
perlu.
b) Bird strike:
i) Ukuran atau jenis burung bila diketahui;
ii) Jumlah burung;
iii) Lokasi;
iv) Arah terbang;
v) Ketinggian bila diketahui.
vi) Lain-lain : Pelapor, waktu lapor, dan informasi lainnya yang dianggap
perlu.
97
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
b. Apabila APP Controller on duty melihat atau menerima laporan adanya laser atau
layang-layang yang mengganggu konsentrasi kerja penerbang atau pergerakan
pesawat udara, tindakan yang harus dilakukan adalah :
i. Menyampaikan informasi tersebut secara langsung kepada Penerbang pesawat
udara (lainnya);
ii. Melaporkan kejadian tersebut kepada Airport Security dan Manager Operasi
untuk segera disampaikan kepada Otorita Bandar Udara dengan format
pelaporan sebagai berikut :
a) Laser:
i) Lokasi;
ii) Arah pancaran;
iii) Warna cahaya;
iv) Lain-lain: Pelapor, waktu lapor, dan informasi lainnya yang dianggap
perlu.
b) Layang-layang atau sejenisnya:
i) Lokasi;
ii) Jumlah (bila diketahui);
iii) Ketinggian (bila diketahui);
iv) Lain-lain : Pelapor, waktu lapor, dan informasi lainnya yang dianggap
perlu.
6.1.5. Prosedur penanganan pesawat udara tanpa awak.
6.1.5.1. Pesawat udara tanpa awak adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan
kendali jarak jauh oleh penerbang (pilot) atau mampu mengendalikan dirinya sendiri
dengan menggunakan aerodinamika.
6.1.5.2. System pesawat udara tanpa awak tidak boleh dioperasikan pada kawasan sebagai
berikut:
a. kawasan udara terlarang (prohibited area);
b. kawasan udara terbatas (restricted area);
c. kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) suatu bandar udara.
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
6.1.5.3. System pesawat udara tanpa awak tidak boleh dioperasikan pada ruang udara yang
dilayani sebagai berikut:
a. Controlled airspace,
b. Uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 feet (150 meter) above
ground level (AGL)
6.1.5.4. Sebuah sistem pesawat udara tanpa awak boleh dioperasikan di kawasan
sebagaimana dimaksud dalam butir 6.1.5.2 atau ruang udara yang dilayani
sebagaimana dimaksud dalam butir 6.1.5.3 dengan persetujuan yang diberikan oleh
Direktur Jenderal Perhubungan Udara setelah mendapatkan rekomendasi dari
institusi yang berwenang di kawasan atau ruang udara tersebut sesuai peraturan
perundang-undangan.
6.1.5.5. Jika diindikasikan/terdapat informasi pesawat udara tanpa awak yang menyimpang
dari ketentuan peraturan perundang-undangan maka personil ATC berkoordinasi
dengan supervisor dan mencatat pada ATS operational logbook.
6.1.6. Prosedur pencatatan dan pelaporan
a. Apabila ditemukan, laporan dari Penerbang mengenai adanya hewan liar, layang-
layang, laser, serangan burung ATC on duty mencatat kejadian tersebut ke dalam
ATS LogBook;
b. Membuat laporan ke dalam sistem EFFORT ke kantor pusat LPPNPI;
c. Memberitahukan kondisi yang terjadi ke Manager Operasi;
6.1.7. Kejadian Breakdown of Coordination (BOC).
6.1.7.1 Breakdown of Coordination (BOC) adalah koordinasi yang dilakukan tidak
memenuhi standar baku sesuai ketentuan yang tertulis dalam Letter of Operational
Coordination Agreement (LOCA).
6.1.7.2 Bila terjadi BOC, Controller wajib mengirim EFFORT, melaporkannya ke
Supervisor APP untuk selanjutnya dilaporkan kepada Manager Operasi.
6.1.7.3 Hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai BOC, bilamana transfer data tidak
dikirimkan atau dilakukan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan LOCA atau terjadi
suatu perubahan tetapi tidak dikoordinasikan atau disampaikan kepada ATS unit
99
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
lain yang terkait atau unit lain yang berkepentingan (adjacent ATS unit), antara lain
bila terjadi:
a. Perubahan estimate di TCP 3 (tiga) menit atau lebih;
b. Perubahan flight level;
c. Perubahan ATS route;
d. Penyimpangan (deviation) dari jalur terbang yang telah ditentukan (ATS
route) bila pesawat terbang masih berada di daerah penyangga (buffer
zone/15 menit sebelum TCP)
e. Atau ketentuan lain yang tertuang dalam LOCA yang berlaku.
6.1.8. Kejadian Breakdown of Separation (BOS).
6.1.8.1. Breakdown of separation (BOS) adalah suatu penerapan separation yang dilakukan
tidak memenuhi ketentuan standar yang berlaku atau kurang dari standard
separation minima.
6.1.8.2. Bilamana terjadi BOS, pedinas dengan peran Supervisor APP harus segera
mengambil alih tugas dan fungsi Controller atau menunjuk Controller pengganti
semata-mata atas dasar pertimbangan psikis.
6.1.8.3. Controller yang mengalami BOS harus mengisi formulir Aircraft Safety Incident
Report (ASIR), EFFORT atau Log Book Operasional dan menyampaikannya kepada
Manager Operasi melalui Supervisor APP.
6.1.8.4. Controller yang diindikasikan mengalami BOS harus diistirahatkan selama 1 (satu)
hari dan dapat diberikan tambahan paling lama hingga 3 (tiga) hari. Selanjutnya
yang bersangkutan melapor ke Junior Manager PE PLLP dalam rangka persiapan
Corrective Action.
6.1.8.5. Corrective action sebagaimana tersebut pada butir 6.1.8.4. diatas bertujuan untuk
pembinaan bagi yang bersangkutan agar kejadian serupa dapat diminimalisir.
Corrective action dengan tahapan sebagai berikut:
a. Dilaksanakan prosesi Under Supervision oleh OJTI APP dengan jangka waktu
minimal 30 (tigapuluh) jam, atau setara dengan 10 (sepuluh) hari kerja pada
sector dimana terjadi BOS, sesuai dengan rekomendasi unit K2S.
b. Dilaksanakan Proficiency Check sebagai Refreshment pasca BOS.
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
101
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
103
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
Gambar 6.1 Alur Penyampaian Informasi Gawat Darurat pada Ruang Udara
Pelayanan Unit APP
105
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
b. Memastikan identifikasi dan type pesawat udara, jenis kondisi gawat darurat,
maksud/langkah yang akan dilakukan oleh flight crew, juga posisi dan
ketinggian pesawat udara;
c. Menentukan jenis bantuan yang paling tepat yang dapat diberikan;
d. Meminta bantuan ATS unit lainnya atau instansi lainnya yang mungkin dapat
memberikan bantuan kepada pesawat udara;
e. Memberikan informasi yang diperlukan flight crew, termasuk informasi
tambahan lain yang relevan, seperti informasi terkait aerodrome yang sesuai,
minimum safe altitudes, informasi cuaca;
f. Mencari informasi dari operator penerbangan atau flight crew seperti: jumlah
persons on board, jumlah bahan bakar yang tersisa, kemungkinan adanya
material berbahaya;
g. Mencatat informasi yang diterima dan langkah-langkah yang dilakukan;
h. Melaporkan kepada Manager Operasi untuk kemudian menginformasikan kepada
ATS Unit yang terkait, Deputy GM Operasi Cabang JATSC, serta unit kerja
lainnya yang terkait dengan penanganan emergency;
i. Sedapat mungkin menghindari pergantian radio frequency dan SSR Code, kecuali
jika dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pesawat udara yang
mengalami gawat darurat;
j. Meminimalkan instruksi manuver pada pesawat udara yang mengalami engine
failure; dan
k. Menginformasikan kondisi gawat darurat pada pesawat udara lainnya yang
diketahui beroperasi di sekitar pesawat udara yang mengalami gawat darurat,
kecuali jika diketahui atau diyakini bahwa pesawat udara tersebut mengalami
unlawful interference. Apabila demikian, maka informasi kondisi gawat darurat
tidak boleh disampaikan melalui ATS air-ground communication kecuali telah
disebutkan oleh pesawat udara tersebut dan dipastikan bahwa dengan
menyebutkan unlawful interference tidak akan memperburuk kondisi yang ada;
6.2.4 Emergency Descend
Ketika mengetahui bahwa pesawat udara melakukan emergency descent, ATC yang
107
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
109
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
111
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
113
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
115
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
waktu kegagalan terjadi dan unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang terkait
sepanjang rute penerbangan, memberikan informasi yang diperlukan untuk
melanjutkan pemanduan kalau pesawat udara tersebut melanjutkan penerbangan.
6.4.2.4 Apabila pesawat udara tidak melapor dalam 30 menit setelah;
a. Waktu perkiraan tiba yang diberikan oleh penerbang;
b. Waktu perkiraan tiba yang diperhitungkan oleh pusat Pemanduan Ruang Udara
jelajah;
c. Waktu perkiraan pendekatan yang sudah diterima.
Mengacu pada estimate paling lambat, informasi penting tentang pesawat udara
harus diberikan kepada operator pesawat udara, perwakilan yang ditentukan, atau
kapten penerbang pada pesawat udara yang terkait dan pemanduan normal
berlanjut kalau demikian yang dimaksud. Menjadi tanggung jawab operator
pesawat udara, atau perwakilan yang ditentukan, dan kapten penerbang untuk
pesawat udara tersebut apakah akan melanjutkan operasi normal atau melakukan
tindakan lain.
(Bagian dokumen ini diambil dari Advisory Circular, AC 170 - 02, “Manual of
Air Traffic Services Operational Procedures” - Chapter 15, para 15.5.1)
117
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
darat, atau bandar udara atau fasilitas penerbangan, atau seseorang mungkin dalam
bahaya karena suatu bahan peledak.
6.6.2 Ancaman bom pada pesawat udara
Jika diinformasikan terdapat pesawat udara yang mengalami ancaman bom, maka
prosedur penanganan adalah sebagai berikut :
a. Pesawat diarahkan menuju isolated parking area yang ditetapkan sesuai dengan
LOCA dengan bandar udara yang terdapat pada lampiran;
b. Isolated parking area berlokasi di ujung runway 33;
c. Dalam memberikan arahan pesawat menuju isolated parking area maka personil
memberikan jalur menuju isolated parking area sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan pada LOCA dengan bandar udara pada lampiran ;
d. Melaporkan kepada supervisor untuk selanjutnya akan dikoordinasikan dengan
bandar udara dan pihak terkait sesuai mekanisme yang ditetapkan pada LOCA;
e. Jangan memberikan saran kepada penerbang pesawat udara yang terancam bom
berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh penerbang berkenaan dengan bahan
peledak;
f. Mencatat seluruh kejadian pada ATS Log operational logbook.
6.6.3 Ancaman melalui telepon.
Jika personil menerima telepon dari seseorang yang tidak dikenal identitasnya dan
mengancam akan adanya bahaya bom maka tindakan yang harus diambil sebagai
berikut:
a. Mendengarkan dengan tenang dan berusaha mengidentifikasi suara penelpon;
b. Berusaha mendapatkan keterangan tentang: identitas diri, lokasi penelpon, latar
belakang, jenis bom, lokasi bom, daya ledak, kapan bom akan meledak dan
informasi terkait lainnya;
c. Berusaha mencatat semua pembicaraan secara rinci dan bila memungkinkan
merekam semua pembicaraan;
d. Segera menyampaikan kepada Supervisor tentang adanya ancaman bom;
e. Mencatat kejadian pada ATS Logbook;
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
119
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
6.6.7 Jika diinformasikan ruang pelayanan sudah aman untuk digunakan kembali /kembali
ke kondisi normal maka personil melakukan pelayanan sesuai dengan SOP.
6.6.8 Apabila terjadi ancaman BOM maka segera dikoordinasikan dengan unit keamanan
dan ditulis pada log book harian.
6.6.9 Koordinasi dapat dilakukan baik dengan handy talky maupun lokal telepon dengan
unit terkait serta memberi penjelasan singkat tentang permasalahan yang terja
6.9 Pandemik
6.9.1 Pandemik adalah epidemik penyakit yang menyebar di wilayah yang luas, benua, atau
bahkan di seluruh dunia.
6.9.2 Menurut World Health Organization (WHO), pandemik terjadi jika telah memenuhi
tiga kondisi:
a. Munculnya penyakit baru pada penduduk
b. Menginfeksi manusia, menyebabkan penyakit berbahaya
c. Penyakit dapat menyebar dengan mudah di antara manusia
6.9.3 Jika terdapat pandemik, personil melakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Jangan panik dan berusaha tetap tenang;
b. Bila situasi memungkinkan memberi informasi kepada pesawat dan adjacent unit
bahwa terjadi pandemic;
121
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
c. Jika terjadi pandemic hingga personil ATC tidak dapat menjalankan tugas dinas,
sehingga tidak ada pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan, Supervisor
mengalihkan pemanduan secara penuh, dari unit APP ke unit Tower;
d. Jika tidak ada satu pun personil yang bertugas di dalam unit Tower maupun unit
APP, maka dinyatakan Pontianak ATS Closed, serta menginformasikan kepada
Jakarta, dan bandara terkait tentang keadaan yang terjadi di Pontianak;
e. Bila situasi memungkinkan usahakan menyelesaikan konflik traffic terlebih
dahulu;
f. Mengikuti arahan manajemen.
6.9.4 Kondisi normal ditetapkan berdasarkan keputusan manajemen bahwa kondisi sudah
aman dari efek pandemik dan kembali ke kondisi normal.
6.9.5 Jika ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara bahwa efek pandemik
berpengaruh signifikan terhadap pelayanan maka diimplementasikan ATM
contingency Plan level I dan personil mengimplementasikan prosedur ATM
Contingency Plan.
6.9.6 Jika kondisi sudah ditetapkan kembali ke kondisi normal oleh manajemen maka
personil melakukan beberapa hal sebagai berikut :
a. Memastikan bahwa keadaan personil ATS sudah siap melakukan pemanduan;
b. Menginformasikan kepada Jakarta, dan bandara terkait bahwa Pontianak ATS
sudah dalam kondisi normal;
c. Menghubungi General Manager/ Manager/ Junior Manager PE PLLP mengenai
perubahan keadaan yang ada;
d. Semua kejadian akan dilaporkan melalui EFFORT serta dicatat dalam laporan
SMS dan logbook harian.
b. Intersepsi adalah tindakan dari pesawat Udara Tentara Nasional Indonesia untuk
melaksanakan proses identifikasi terhadap pesawat udara yang dianggap
melakukan tindakan pelanggaran terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Pesawat Udara Negara Asing adalah pesawat udara negara lain selain pesawat
udara negara Republik Indonesia.
d. Pesawat Udara Sipil Asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk
kepntingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda
pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.
e. Pesawat Udara Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut pesawat
udara TNI adalah pesawat udara yang dipergunakan oleh Tentara Nasional
Indonesiay yang diberi kewenangan untuk menegakkan hukum dan pengamanan
wilayah udara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Pesawat Udara Interceptor adalah pesawat Udara TNI yang dipergunakan untuk
melakukan Intersepsi.
g. Military Civil Coordination (MCC) adalah unit yang berada di bawah Komando
Pertahanan Udara nasional (Kohanudnas), yang bertugas mengawasi ruang udara
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
h. Izin Terbang (Flight Clearance) pesawat udara asing tidak berjadwal adalah izin
melintas dan/atau mendarat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi
pesawat udara asing tidak berjadwal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang terdiri dari Diplomatic Clearance, Security Clearance, dan Flight
Approval.
i. Pedoman umum terkait penangan pesawat udara asing setelah pemaksaan
mendarat (force down) terdapat dalam bagan yang digambarkan pada lampiran.
6.10.2 Pengamanan Wilayah Udara
a. Dalam hal terdapat informasi dari MCC atau sumber lainnya yang relevan,
perihal Pesawat Udara Sipil Asing tidak berjadwal atau Pesawat Udara Negara
Asing yang sedang terbang dan akan memasuki atau melintas di Flight
Information Region (FIR) Jakarta atau Flight Information Region (FIR) Ujung
123
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
125
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
1) Pilot Pesawat Udara yang diintersepsi tersebut diberikan waktu yang cukup
untuk mempersiapkan pendaratannya;
2) Pilot Pesawat Udara yang diintersepsi tersebut dapat melakukan penilaian
tingkat keselamatan pendaratannya terkait dengan panjang landasan dan
limitasi pesawat udara;
3) Apabila bandar udara / pangkalan udara tak sesuai dengan tingkat
keselamatan penerbangan, Pilot Pesawat Udara Interceptor mengalihkan ke
bandar udara / pangkalan udara yang sesuai.
i. Apabila diperlukan ATC on duty memberikan informasi mengenai data /
informasi mengenai Bandar udara yang dituju.
j. Dalam kejadian intersepsi, ATC on duty agar tidak memberikan instruksi kepada
Pesawat Udara yang diintersepsi, karena:
1) Pesawat udara yang diintersepsi harus mengikuti semua perintah yang
diberikan oleh Pesawat Udara Interceptor melalui komunikasi radio atau
mengikuti tanda-tanda visual yang diberikan berdasarkan ketentuan ICAO.
2) Apabila terdapat konflik instruksi yang diterima melalui alat komunikasi
Pesawat Udara yang diintersepsi harus tetap melaksanakan instruksi dari
pesawat udara Interceptor dan dapat meminta klarifikasi.
6.10.4 Prosedur Komunikasi dan Koordinasi ATS dalam Kejadian Intersepsi
a. Prosedur yang harus dilakukan Unit ATS dalam penanganan pesawat sipil yang
sedang diintersepsi di dalam ruang udara tanggung jawabnya adalah sebagai
berikut:
1) Memastikan terjalin komunikasi dua arah dengan pesawat udara melalui
berbagai cara termasuk menggunakan frequency 121,5 MHz, kecuali
komunikasi telah terjalin sebelumnya;
2) Menginformasikan kepada pesawat udara yang diperintahkan untuk keluar dari
ruang udara yang dilayani terkait rencana intersepsi;
3) Melakukan komunikasi dengan Pihak TNI yang melaksanakan intersepsi;
4) Menyampaikan kembali pesan yang dikirimkan oleh pesawat interseptor
kepada pesawat yang diintersepsi;
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
127
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
tidak diberikan, pemandu radar harus mencoba melakukan verifikasi atas dugaannya.
Catatan. — Pesawat udara yang dilengkapi transponder SSR diharap dioperasikan
transponder pada Mode A Code 7500 untuk menunjukkan khususnya bahwa ia
sedang mengalami tindakan melawan hukum. Pesawat udara itu dapat
mengoperasikan pada Mode A Code 7700, untuk menunjukkan bahwa ia dalam
ancaman bahaya yang besar dan memerlukan bantuan segera.
a. Apabila tindakan melanggar hukum pada pesawat udara diketahui atau
diperkirakan, unit ATS harus segera menolong untuk meminta atau
mengantisipasi keperluan pesawat udara termasuk permintaan informasi yang
berhubungan dengan fasilitas navigasi udara, prosedur dan pelayanan sepanjang
jalur terbang dan pada setiap bandara yang diperlukan untuk mempercepat
pelaksanaan semua fase penerbangan.
Unit Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan harus juga:
i. Memancarkan dan terus memancarkan, informasi penting bagi keamanan
penerbangan, tanpa mengharap jawaban dari pesawat udara.
ii. Memonitor dan membuat plotting perkembangan penerbangan dengan cara
yang tersedia dan mengkoordinasikan pengalihan pemanduan dengan unit
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang berdekatan tanpa perlu
memancarkan atau respon lain dari pesawat udara kecuali komunikasi
dengan pesawat udara tetap normal.
iii. Menginformasikan dan terus mengirim informasi kepada unit-unit
Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan yang terkait, termasuk kepada daerah
operasi penerbangan yang berdekatan, yang mungkin berkepentingan
mengikuti perkembangan penerbangan.
Catatan.- Dalam penerapan ketentuan tersebut, harus dipertimbangkan
segala faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penerbangan,
termasuk kemampuan bahan bakar dan perubahan mendadak dalam hal rute
atau tujuan. Sasarannya adalah memberikan, jauh kedepan sepanjang
menurut keadaan memungkinkan, setiap unit Pelayanan Lalu Lintas
Penerbangan dengan informasi yang tepat tentang penetrasi yang mungkin
129
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
Koordinasi dapat dilakukan dengan lokal telepon dengan unit terkait serta memberi
penjelasan singkat tentang permasalahan yang terjadi .
131
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
6.12.4 Prosedur penanganan strayed aircraft apabila posisi pesawat udara diketahui adalah
sebagai berikut :
a. Memberikan saran kepada pesawat udara tentang posisi dan corrective action
yang harus dilakukan.
b. Jika diperlukan memberikan informasi yang berhubungan dengan strayed aircraft
dan saran yang telah diberikan kepada ats unit dan pihak militer terkait.
6.12.5 Prosedur penanganan unidentified aircraft adalah sebagai berikut :
a. Memastikan terjalinnya komunikasi dua arah dengan pesawat udara termasuk
menggunakan secondary frekuensi 123.0 MHz, kecuali komunikasi telah terjalin
sebelumnya.
b. Berkoordinasi dengan ATS unit dan meminta bantuan untuk berkomunikasi dua
arah dengan pesawat tersebut.
c. Menginformasikan kepada supervisor untuk selanjutnya supervisor akan
menginformasikan kepada pihak militer sesuai dengan ketentuan yang terdapat
pada LOCA dengan pihak militer yang terdapat pada lampiran.
6.12.6 Ketika pesawat sudah diketahui, unit pelayanan lalu lintas penerbangan harus:
a. Menginformasikan posisi pesawat dan tindakan korektif yang harus diambil;
b. Menyediakan, jika diperlukan, unit ATS lain dan unit militer yang sesuai dengan
informasi yang relevan mengenai pesawat menyimpang dan saran yang diberikan
kepada pesawat itu;
c. Personil memberikan pelayanan sesuai kondisi normal;
d. Menginformasikan kondisi normal pada adjacent unit/ats unit;
133
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
135
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
2) Dalam fungsi STCA, posisi 3-dimensi pesawat udara saat ini dan perkiraannya,
berserta pressure altitude-nya dimonitor untuk mendeteksi kedekatan antar
pesawat udara. Apabila jarak antara posisi 3-dimensi dua pesawat udara
diperkirakan akan semakin mendekat hingga berkurang dari separasi minima
yang ditetapkan dalam periode waktu tertentu, maka akan timbul peringatan/alert
berupa suara dan/atau visual kepada ATC.
b. Prosedur penggunaan fungsi short-term conflict alert (STCA) adalah sebagai
berikut:
1) Tipe penerbangan yang menimbulkan (men-generate) peringatan STCA adalah
target yang telah di Assume pada setiap Sector.
2) STCA diterapkan pada sektor Approach control Zone dan Terminal Control Area
3) STCA ditampilkan kepada ATC dengan metode :
a) STCA Warning
Track dalam STCA Waring menampilkan Velocity Vector berwarna
kuning/persegi berwarna kuning pada seluruh Track label.
b) STCA Alert
Track dalam STCA Alert sama dengan STCA warning tetapi berwarna
merah.
4) Parameter umum STCA adalah sebagai berikut:
a) 1000 Feet
b) 5 NM
5) STCA dapat dipilih untuk dimatikan/dibatasi pada ruang CTR/TMA hanya
apabila.
a) Terdapat Military Training
b) Terdapat Water Bombing
c) Terdapat Aerial Mapping
6) Peringatan/alerts tertentu dapat dimatikan/dibatasi untuk individual flights hanya
apabila:
a) Fighters Military Training
b) Water Bombing
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
7) Pada ruang udara atau pada individual flights dimana STCA atau alerts
dibatasi/dimatikan, maka ATC:
a) Track Label harus diketik STCA OFF
b) Transfer Responsibility harus menginformasikan STCA status.
8) Pada saat terjadi STCA, ATC harus segera melakukan penilaian terhadap kondisi
yang terjadi dan, jika diperlukan, mengambil langkah-langkah untuk memastikan
separasi minimum tetap terjadi atau dapat dikembalikan/dipulihkan.
9) ATC segera melaporkan kejadian munculnya alert STCA apabila terjadi separasi
kurang dari minima kepada Manager Operasi untuk mengisi pelaporan pada
EFFORT Safety Integrated serta mencatat kejadian pada ATS logbook.
10)Seluruh rekaman data penerbangan disimpan sesuai dengan prosedur
penyimpanan rekaman yang berlaku. Unit Keselamatan, Keamanan dan
Standardisasi menyimpan rekaman elektronik dari semua alerts/peringatan
STCA yang dilaporkan. Manager Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi
bersama dengan Manager Perencanaan dan Evaluasi Operasi/Manager Operasi
harus menganalisa data dan kondisi yang terjadi pada setiap alert untuk
menentukan apakah alert tersebut benar/valid atau tidak. Alerts yang tidak
benar/valid harus diabaikan, misalnya: alert yang muncul pada saat diterapkan
separasi visual.
11) Manager Perencanaan dan Evaluasi Operasi/Manager Operasi membuat
Analisa statistic terhadap seluruh alerts yang benar/valid untuk mengidentifikasi
kemungkinan kekurangan pada desain ruang udara dan prosedur pemanduan,
serta untuk memonitor safety levels.
6.15.3 Prosedur terkait pesawat udara yang dilengkapi dengan Airborne Collision Avoidance
Systems (ACAS) atau Traffic Collision Avoidance Systems (TCAS)
a. ATC harus menerapkan prosedur pelayanan lalu lintas penerbangan yang sama
kepada pesawat udara yang dilengkapi ACAS/TCAS dengan pesawat udara yang
tidak dilengkapi dengan ACAS/TCAS. Khususnya prosedur terkait dengan
pencegahan tabrakan dan penerapan separasi, serta informasi yang diberikan
terkait dengan conflicting traffic dan tindakan pencegahan tabrakan, harus sesuai
137
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
139
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
MSAW telah dimatikan.− Jika terdapat proses hand over (transfer) kepada next
sector, maka harus disertai dengan voice coordination bahwa MSAW telah
dimatikan.
8) ATC dilarang memvektor pesawat udara ke dalam suatu area dengan ketinggian
kurang dari minimum safe altitude yang ditetapkan.
9) ATC harus segera mengambil langkah sebagai berikut ketika muncul peringatan
MSAW:
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK
141
AIRNAV INDONESIA SOP APP
CABANG PONTIANAK