Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Pendidikan

e-ISSN: 2443-3586 | p-ISSN: 1411-1942


Website http://jurnal.ut.ac.id/index.php/jp
Open access under CC BY NC SA Vol. xx, No. x, 20xx, xx-xx DOI:
Copyright © 2022, the 10.33830/jp.xxxxxxxx
author(s)

Implementasi Perencanaan Pendidikan Dalam Meningkatkan


Karakter Bangsa Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum
Rikzan murtafi'1), Mamun Hanif2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
Rowolaku, Kec. Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah 51161
murtafirikzan@gmail.com, mamunhanif63@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini didorong oleh semakin terbukanya peluang untuk
mengembangkan pendidikan tinggi berdasarkan kebutuhan masyarakat dan
peraturan pemerintah. Permasalahannya, tidak semua lembaga pendidikan
mampu mengikuti perubahan kebutuhan di era manajemen 4.0 sehingga
menimbulkan kekhawatiran terhadap sistem pelayanan pendidikan. Tujuan
utama penelitian ini adalah untuk menemukan rumusan perencanaan
pendidikan pada lembaga pendidikan yang dapat diterapkan berdasarkan
kebutuhan masyarakat dan peraturan pemerintah. Perencanaan pengembangan
atau peningkatan kinerja lembaga pendidikan merupakan suatu proses yang
bertujuan untuk menciptakan perubahan positif, proses menjamin mutu,
meningkatkan karakter bangsa dengan memperkuat praktik program
pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, bahkan melampaui tujuan
yang telah dicanangkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
penelusuran pustaka, (library research) pengumpulan dokumen-dokumen
primer dan pendukung untuk dapat menggambarkan kondisi terkini
berdasarkan perkembangan di bidang pendidikan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa pembahasan perencanaan pendidikan dalam kaitannya dengan kinerja
sangat menarik, karena proses perencanaan pada lembaga pendidikan
merupakan salah satu fungsi manajemen, perencanaan dan pelaksanaan
perencanaan strategis, meliputi rencana operasional, prinsip-prinsip, dan
perencanaan. Langkah. Rencana strategis yang lengkap mencakup kajian yang
berkelanjutan agar seluruh komponen pendukung pembangunan, termasuk
pengaturan keuangan, dapat dilaksanakan dengan baik. Peningkatan mutu
pendidikan dimulai dengan perencanaan yang matang.
Kata kunci: Perencanaan; Pendidikan; Karakter

Abstract: This research is driven by the increasingly open opportunities to develop


higher education based on community needs and government regulations. The
problem is, not all educational institutions are able to keep up with changing
needs in the management 4.0 era, which raises concerns about the education
service system. The main objective of this research is to find a formula for
educational planning in educational institutions that can be implemented based
on community needs and government regulations. Planning for development or
improving the performance of educational institutions is a process that aims to
create positive change, a process of ensuring quality, improving national character
by strengthening the practice of educational programs and improving the quality
of education, even exceeding the stated goals. This research was carried out using
library research, collecting primary and supporting documents to be able to
describe current conditions based on developments in the field of education. The
results of the analysis show that the discussion of educational planning in relation
to performance is very interesting, because the planning process in educational
institutions is one of the functions of management, planning and implementation
of strategic planning, including operational plans, principles and planning. Step. A
complete strategic plan includes ongoing studies so that all development support
components, including financial arrangements, can be implemented well.
Improving the quality of education begins with careful planning.

Keywords: Planning; Education; Character


A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang sangat
penting bagi kehidupan bermasyarakat, kelompok masyarakat atau negara.
Oleh karena itu, pendidikan harus terus dikembangkan secara sistematis,
terpadu dan terencana oleh para pengambil kebijakan yang kompeten di
bidang pendidikan, sehingga pendidikan sebagai salah satu sektor
pembangunan yang bertanggung jawab terhadap pengembangan sumber
daya manusia benar-benar memegang peranan yang menentukan.
Memberikan sumbangan nyata, positif dan substansial dalam upaya turut
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diminta oleh para pendiri,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (Suyanto, 2000: 17).
Perencanaan adalah salah satu fungsi manajemen yang paling
penting. Padahal, kegiatan perencanaan ini erat kaitannya dengan kegiatan
sekolah. Perencanaan akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya suatu
kegiatan. Oleh karena itu, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang
direncanakan dan dilaksanakan sesuai rencana. Bagi suatu lembaga
pendidikan khususnya sekolah dasar, perencanaan menempati kedudukan
yang strategis dalam keseluruhan proses pendidikan. Perencanaan
pendidikan memberikan arah yang jelas dalam proses penyelenggaraan
pendidikan, sehingga pengelolaan lembaga pendidikan dapat lebih efektif
dan efisien. Untuk menyelenggarakan pendidikan yang efektif di sekolah
dasar, diperlukan perencanaan. Perencanaan akan mengarahkan sekolah
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sahnan, 2017).
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya guna mencapai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan. , akhlak mulia dan keterampilan yang dibutuhkan
masyarakat. , orang dan negara. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang menghasilkan anak bangsa yang berkepribadian baik. Oleh
karena itu, pendidikan mempunyai peran dan fungsi yang cukup penting
dalam kehidupan manusia, baik ditinjau dari aspek kognitif maupun
emosional (sikap dan psikomotorik) (Mubin, 2020). Pendidikan merupakan
kata kunci dalam segala upaya peningkatan kualitas hidup manusia, dimana
mempunyai peran dan tujuan untuk memanusiakan manusia. Untuk itu
pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian atau karakter yang
unggul dengan menitikberatkan pada proses pendewasaan sifat logika, hati,
akhlak, dan keimanan. Puncak pendidikan mencapai kesempurnaan kualitas
hidup (Lazwardi, 2017).
Dari uraian di atas, sayangnya masih ada sebagian siswa yang belum
dijiwai dengan akhlak yang baik, seperti siswa yang tidak memiliki akhlak
yang baik, suka berkelahi, nekat di jalanan, merokok bahkan menggunakan
narkoba. , pencurian, hal-hal ini. umumnya semua jenis kejahatan. . Namun
patut kita syukuri bahwa di Indonesia kita masih melihat pelajar-pelajar
yang membanggakan, seperti juara olimpiade, mempunyai rasa empati yang
dalam terhadap sesamanya, santun dalam bertindak dan berkata-kata, dll.
Oleh karena itu, pengembangan kepribadian dan pendidikan karakter
merupakan suatu keharusan di sekolah, karena siswa tidak hanya bangga
dengan kecerdasannya dalam mata pelajaran saja, namun akhlak yang baik
atau kepribadian yang baik juga merupakan suatu hal yang dapat
dibanggakan. Karakter yang baik adalah mengetahui hal-hal yang baik,
mencintai hal-hal yang baik dan melakukan hal-hal yang baik.
Anita Lie berpendapat bahwa pendidikan karakter bukanlah mata
pelajaran yang berdiri sendiri melainkan harus dimasukkan ke dalam
kurikulum sekolah, artinya memperkuat kurikulum yang sudah ada,
termasuk penerapan proses tersebut dalam mata pelajaran dan kehidupan
siswa sehari-hari. Permasalahannya, masih ada guru yang belum mempunyai
kemauan untuk melakukan hal tersebut. Kesadaran itu ada namun belum
ditransformasikan ke dalam tindakan praktis, sehingga soft skill atau aspek
non-akademik yang menjadi unsur utama pendidikan karakter selama ini
kurang mendapat perhatian (Judiani, 2010). Berdasarkan pemaparan di atas,
maka permasalahan penelitiannya adalah “Bagaimana pelaksanaan rencana
pendidikan berkontribusi terhadap peningkatan jati diri bangsa melalui
penguatan pelaksanaan program?” Tujuan artikel ini adalah untuk
memberikan gambaran mengenai pelaksanaan rencana pendidikan yang
bertujuan untuk meningkatkan jati diri bangsa melalui penguatan
pelaksanaan kurikulum sekolah.
B. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif dengan metode penelitian pustaka/literatur (Firdaus, 2019). Jenis
penelitian kepustakaan ini hampir seluruhnya mengandalkan data dari
dokumen, baik fisik maupun digital. Menurut Kartini Kartono (1986: 28)
dalam buku Pengantar Metode Penelitian Sosial ditegaskan bahwa tujuan
penelitian kepustakaan adalah mengumpulkan data dan informasi dengan
menggunakan berbagai dokumen yang tersedia di perpustakaan, dimana
hasilnya digunakan sebagai bahan acuan. dasar. Fungsi utama dan alat untuk
praktek penelitian di bidang ini. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah
untuk menghasilkan uraian, gambaran, atau gambar yang sistematis,
realistis, dan akurat mengenai peristiwa, sifat, dan hubungan antar fenomena
yang diteliti. Para peneliti mengumpulkan data dari berbagai jurnal, artikel
ilmiah, dan dokumen lain yang mengkaji perkembangan pendidikan jarak
jauh.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perencanaan Pendidikan
Perencanaan merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan
setiap bisnis untuk mencapai tujuannya (Sahnan, 2017). Karena tanpa
perencanaan terlebih dahulu, seseorang tidak akan mengetahui langkah
apa yang harus diambil di masa depan untuk mencapai hal yang baik,
menurut Mamno dan Triyo Supriyatno (2008). Definisi lainnya adalah
perencanaan adalah hubungan antara apa adanya (what it is) dan
bagaimana seharusnya (how it go) yang berkaitan dengan kebutuhan,
penentuan tujuan, prioritas, program dan alokasi sumber daya (Made
Pidarta, 2005: 3). Pendapat ini berarti akan seperti apa seseorang di
masa depan, ditentukan oleh bagaimana ia berniat mencapai tujuan
perencanaannya. Dari beberapa definisi di atas dapat dianalisis bahwa
dalam melakukan perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: berkaitan dengan masa depan; serangkaian kegiatan; proses
sistematis; hasil dan tujuan tertentu. Menurut Coombs, perencanaan
pendidikan adalah penerapan rasional analisis sistematis terhadap
proses pembangunan pendidikan dengan tujuan menjadikan pendidikan
lebih efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peserta
didik dan masyarakat (Sahnan, 2017).
Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang harus dilaksanakan
pada tingkat awal dan merupakan kegiatan memikirkan dan memilih
serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mencapai tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai. Tahapan perencanaannya adalah sebagai berikut
(H.A.R. Tilaar, 1998:16): (a) Mengidentifikasi dan merumuskan tujuan
yang ingin dicapai, (b) Mempertimbangkan permasalahan atau
pekerjaan yang harus dilakukan, (c) Mengumpulkan data atau informasi
yang diperlukan, (d) Mengidentifikasi langkah atau urutan tindakan, (e)
Merumuskan cara masalah akan diselesaikan dan bagaimana pekerjaan
akan diselesaikan, (f) Menentukan siapa yang akan melakukannya dan
apa yang akan mempengaruhi tindakan kinerja, dan (g) Menentukan
bagaimana menerapkan perubahan selama persiapan rencana.
2. Tujuan Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Pasal 2), serta mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan,
membentuk budi pekerti dan peradaban bangsa yang bermartabat.
mendikte pendidikan. kehidupan bangsa, guna mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, dan kreatif,
menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, demokratis
(pasal 3).
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 Standar kualifikasi lulusan menyatakan bahwa
pendidikan dasar dimaksudkan untuk meletakkan landasankecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan hidup
mandiri dan mengejar pendidikan tinggi (Judiani, 2010). Mengkaji
peraturan Departemen Pendidikan Nasional dan implementasi UU No. 20
Tahun 2003 Pendidikan karakter harus diberikan di setiap sekolah.
3. Pendidikan Karakter
Menumbuhkan kepribadian ibarat mengukir batu mulia atau
permukaan besi yang keras. Belakangan, definisi kepribadian
dikembangkan, dipahami sebagai tanda atau pola perilaku yang khas
(Bohlin, Farmer, & Ryan, 2001). Pendidikan karakter adalah suatu sistem
pendidikan nilai-nilai kepribadian bagi warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan serta tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, kadang terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, lingkungan, masyarakat
dan sebagainya. agar mereka menjadi manusia yang berguna. Dalam
pendidikan karakter di sekolah harus ada peran serta seluruh komponen
(stakeholder), termasuk komponen pendidikan itu sendiri, khususnya isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau manajemen mata pelajaran, manajemen sekolah,
pelaksanaan. dari kegiatan atau kegiatan ekstrakurikuler. ,
pemberdayaan sarana, prasarana, pendanaan, dan etos kerja bagi seluruh
masyarakat dan lingkungan sekolah (Cahyono, 2016).
Fungsi pendidikan karakter adalah: 1) pembangunan; 2)
perbaikan; dan 3) menyaring. Pembangunan, khususnya pengembangan
potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang bermoral baik,
terutama bagi peserta didik yang sikap dan perilakunya mencerminkan
jati diri bangsa. Perbaikan, khususnya penguatan peran tanggung jawab
pendidikan nasional. bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi
peserta didik yang lebih bermartabat. Filtering, artinya memilih budaya
etnik sendiri dan etnik lain yang tidak cocok nilai-nilai karakter yang
layak.
Tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi
kesadaran emosional siswa sebagai manusia dan warga negara yang
memiliki nilai jati diri bangsa; 2) mengembangkan kebiasaan dan
perilaku terpuji yang sejalan dengan nilai-nilai universal serta tradisi
budaya dan agama bangsa; 3) membangkitkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4)
mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia mandiri, kreatif
dan nasionalis; dan 5) mengembangkan lingkungan sekolah yang aman,
jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta memiliki kesadaran
kebangsaan yang tinggi dan kuat.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter
bersumber dari: 1) Agama, 2) Pancasila, 3) Kebudayaan dan 4) Tujuan
Pendidikan Nasional (Pusat Kurikulum, 2010). Sekolah mempunyai
kebebasan untuk memilih dan menerapkan nilai-nilai yang ingin
ditanamkan kepada siswanya. Pemerintah bahkan mendorong hadirnya
keberagaman dalam implementasi pendidikan karakter (Fasli Jalal,
2010). Apabila nilai-nilai karakter yang disepakati dalam pembangunan
telah dilaksanakan, maka akan ditambahkan nilai-nilai karakter
selanjutnya untuk implementasi, dan seterusnya, sampai dengan seluruh
nilai-nilai karakter telah dilaksanakan di lapangan dan di luar sekolah.
4. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Karakter
Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus, dan Rencana Program Pembelajaran
(RPP) yang sudah ada. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan karakter (Pusat Kurikulum, 2010)
Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-
nilai karakter merupakan sebuah proses yang tiada berhenti, dimulai dari
awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan,
bahkan setelah tamat dan terjun ke masyarakat; 2) Melalui semua mata
pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, serta muatan lokal;
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta dalam setiap kegiatan
kurikuler dan ekstrakurikuler; 3) Nilai tidak diajarkan tapi
dikembangkan dan dilaksanakan; mengandung makna bahwa materi nilai
karakter tidak dijadikan pokok bahasan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata
pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKN, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan, ataupun mata
pelajaran lainnya. Guru tidak perlu mengu- bah pokok bahasan yang
sudah ada, tetapi menggunakan pokok bahasan itu untuk mengem-
bangkan nilai-nilai karakter bangsa. Juga, guru tidak harus
mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai.
Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor; 4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik
secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses
pendidikan nilai karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru.
Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam semua tingkah
laku siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan
berlangsung dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
berdesakan.
5. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Karakter
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan
secara bersama-sama oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan
(konselor) sebagai komunitas pendidik dan dilaksanakan dalam
program melalui faktor-faktor sebagai berikut. Pertama, integrasi ke
dalam mata pelajaran. Pengembangan nilai-nilai pendidikan nasional
diintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dituangkan
dalam program dan RPP.
Kedua, program pengembangan pribadi. Dalam program
pengembangan pribadi, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
karakter dilakukan melalui integrasi dalam kegiatan sekolah sehari-hari,
khususnya melalui: a) Kegiatan sekolah rutin. Kegiatan rutin adalah
kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap
saat. Contoh kegiatan tersebut adalah ritual di hari raya, pengecekan
kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari senin,
salat berjamaah atau salat berjamaah setiap dhuhur (bagi umat Islam),
salat di awal pelajaran dan di waktu istirahat. diakhiri dengan salam
ketika bertemu dengan guru, tenaga kependidikan atau teman; (b)
Aktivitas spontan. Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan
secara spontan pada waktu tertentu. Kegiatan ini sering dilakukan ketika
guru dan tenaga kependidikan lainnya melihat ada tindakan tidak pantas
yang dilakukan siswa sehingga perlu diperbaiki saat itu juga. Jika guru
mengetahui adanya perilaku dan sikap yang buruk, maka harus
melakukan penyesuaian agar siswa tidak memiliki perilaku yang buruk.
Contoh kegiatan tersebut: membuang sampah sembarangan, berteriak
dan mengganggu orang lain, berkelahi, berteriak, bersikap kasar,
mencuri, dan berpakaian tidak pantas.
Ketiga, teladan. Perilaku dan sikap guru serta tenaga kependidikan
lainnya patut diteladani dalam memberikan contoh perbuatan yang baik
sehingga diharapkan dapat menjadi teladan bagi peserta didik.
Sedangkan yang keempat, pengondisian. Untuk menunjang terlaksananya
pendidikan karakter, sekolah harus mempunyai kondisi yang mendukung
kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan nilai-nilai budaya dan
jati diri bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih,
tempat sampah ditempatkan di berbagai tempat dan selalu dibersihkan,
sekolah terlihat rapi, dan perlengkapan sekolah tertata rapi.
6. Pembelajaran
Pembelajaran di sekolah ini berupaya menyajikan materi sesuai
kurikulum yang ada dan juga harus menyajikan materi dengan bahasa
yang menarik dan mudah diterima siswa. Selama ini guru melaksanakan
tugasnya secara berkesinambungan dan terorganisir karena peraturan
sekolah kita mengatur bahwa guru harus cerdas dan mampu
memberikan materi sesuai kebutuhan siswa. Di sini, seluruh guru
dituntut untuk memperbaharui model dan bahan ajar baru sesuai dengan
tren perkembangan saat ini, agar siswa tertarik untuk mengikuti mata
pelajaran tersebut. Menurut saya, pembelajaran di sini berlangsung
sesuai kurikulum yang ada karena anak-anak dapat mencari hubungan
antara ilmu yang dimilikinya dengan penerapan ilmu tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini siswa memperoleh hasil yang
lebih komprehensif, tidak hanya pada tataran kognitif (berpikir). tetapi
pada tataran emosional (latihan hati, perasaan dan niat), serta
psikomotorik (latihan).
Pembelajaran berlangsung dengan menggunakan strategi yang
tepat. Strategi yang Tepat. merupakan strategi yang menggunakan
pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual karena
strategi tersebut dapat mendorong siswa untuk menghubungkan atau
mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata (Muliani, 2016).
7. Manajemen
Di sekolah kami, segala sesuatu yang berhubungan dengan
pendidikan karakter selalu mengacu pada peraturan dan ketentuan yang
jelas yang ditentukan oleh sekolah. Proses pengelolaan sekolah disini
bertujuan untuk mencapai masa depan yang lebih baik dari keadaan
sebelumnya. Menurut saya, sistem manajemen sekolah di sini perlu
diperbaiki karena sekolah didorong untuk merencanakan pendidikan
(program dan kegiatan) untuk penanaman nilai-nilai kepribadian,
melaksanakan program dan kegiatan dinamika kepribadian dan
'melakukan pengendalian mutu pembelajaran kepribadian. Manajemen
sekolah harus mampu merencanakan, melaksanakan kegiatan dan
mengevaluasi setiap komponen pendidikan yang mengandung nilai-nilai
kepribadian secara terpadu (Cahyono, 2015).
8. Ekstrakulikuler
Pendidik dapat menggali potensi diri siswa agar dapat mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan bakatnya dengan cara meminta
siswa memilih beberapa kegiatan untuk mengembangkan bakatnya dan
belajar.Siswa dibimbing oleh guru pada bidang ini. Sekolah ini melalui
kegiatan ekstrakurikuler juga dapat memasukkan unsur pembelajaran
umum, seperti pendidikan Pancasila yang mengenalkan nilai-nilai dan
juga kedisiplinan dalam bertindak. Dengan begitu, hasil dari kegiatan
yang kita lakukan bisa mencapai hasil yang baik. Menurut saya, tidak
semua kegiatan ekstrakurikuler di sini lengkap. Kami berharap kegiatan
ekstrakurikuler dapat diperbanyak lagi, karena kegiatan ekstrakurikuler
bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat secara
maksimal serta meningkatkan kemandirian dan kebahagiaan siswa yang
bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar jam
sekolah yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minatnya melalui
kegiatan yang khusus diselenggarakan oleh pendidik dan peserta
didik/atau tenaga kependidikan yang kompeten dan berwenang di
sekolah (Mamat Supriatna, 2010).
9. Pengembangan Proses Pembelajaran
Pembelajaran melalui pendidikan karakter menggunakan
pendekatan proses pembelajaran aktif yang berpusat pada anak;
dilakukan melalui berbagai kegiatan yang berbeda di kelas, di sekolah
dan di masyarakat. Dalam kegiatan kelas, pengembangan nilai-nilai
tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat
kebangsaan, cinta tanah air dan gemar membaca dapat dilakukan melalui
kegiatan.Kegiatan pembelajaran biasanya dilakukan oleh guru.
Mengembangkan sejumlah nilai lain seperti kepedulian sosial,
perlindungan lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreativitas memerlukan
upaya pengkondisian agar siswa mempunyai kesempatan untuk terlibat
dalam perilaku yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kegiatan di
sekolah melalui kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kurikulum
sekolah adalah lomba vokal grup antar kelas lagu tema cinta tanah air,
pertunjukan seni, lomba, dan lomba antar kelas. jati diri bangsa,
pertunjukan bertema kebudayaan dan jati diri bangsa, perlombaan olah
raga antar kelas, perlombaan seni antar kelas, pameran karya siswa.
Kegiatan di luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan
kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, yang
dirancang sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam
Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang
menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat
kebangsaan, melaku- kan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan
kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa
musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum,
membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah
tertentu).
10.Kendala-Kendala Pengembangan Pendidikan Karakter Siswa
Kendala yang sering ditemui sekolah dalam melaksanakan
pendidikan karakter adalah setiap siswa tentunya mempunyai perbedaan
kepribadian yang berbeda-beda dan secara tidak langsung keluarga juga
mempengaruhi siswa tersebut. Inisiatif pihak sekolah ketika menemui
kendala dalam proses pendidikan karakter adalah dengan mengingatkan
terlebih dahulu kepada siswa bahwa jika mereka terus gagal melakukan
perubahan maka orang tua akan memanggil mereka ke sekolah.
Cara membesarkan anak juga sangat mempengaruhi kepribadian
anak. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita dapat mengenali model
pengasuhan apa saja yang diterapkan oleh orang tua berdasarkan
karakteristik masing-masing model pengasuhan sebagai berikut:
a. Pola asuh otoritatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a)
Kewenangan orang tua sangat mendominasi, (b) Anak tidak diakui
sebagai manusia, (c) Pengawasan terhadap tingkah laku anak sangat
ketat, dan (d) Orang tua menghukum anak jika tidak menaati
perkataan.
b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Adanya
kerjasama antar orang tua. (b) Anak diakui sebagai individu, (c) Ada
bimbingan dan arahan dari orang tua dan (d) Ada kontrol dari orang
tua namun tidak kaku.
c. Pola asuh permisif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Dominasi
yang dilakukan anak, (b) Sikap orang tua yang lemah atau mandiri, (c)
Tidak ada bimbingan atau arahan dari orang tua, dan (d) Kontrol dan
perhatian orang tua sangat sedikit.
Melalui pola asuh, anak belajar banyak hal, termasuk
kepribadiannya. Pendidikan demokratis nampaknya lebih bermanfaat
bagi pendidikan karakter anak. Hal ini terlihat jelas dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orang tua
demokratis lebih mendukung tumbuh kembang anak terutama dalam hal
kemandirian dan tanggung jawab.
Menurut Arkoff (dalam Badingah), anak yang dididik dengan gaya
demokratis cenderung mengungkapkan agresi melalui tindakan
konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang bersifat sementara.
Sebaliknya, anak yang dibesarkan dengan sikap otoriter atau menolak
cenderung menampilkan agresi dalam bentuk tindakan yang merugikan.
Sedangkan anak yang dibesarkan dengan pola permisif cenderung
mengembangkan perilaku agresif yang terang-terangan atau berlebihan.
Setiap rencana seringkali menghadapi banyak masalah yang
berbeda. Permasalahan juga muncul pada saat proses perencanaan
pendidikan dan dengan sendirinya menjadi hambatan dalam mencapai
tujuan pendidikan. Ada beberapa permasalahan dalam perencanaan
pendidikan ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu: (Rismayanti,
2020).
11.Rendahnya Sarana Fisik
UU SISDIKNAS Tahun 2003 Pasal 45 Ayat 1 yang menyatakan
“Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana
dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan berdasarkan
pertumbuhan dan perkembangan jasmani, intelektual, sosial, emosional
dan psikis peserta didik”. Faktanya, banyak sekolah yang tidak memenuhi
standar tersebut. Masih banyak sekolah yang mempunyai gedung yang
dibangun tidak sesuai peruntukannya atau meminjam proyek dari pihak
lain. Sulitnya jalan menuju sekolah memaksa banyak orang untuk pindah.
takut untuk pergi ke sekolah. Permasalahan infrastruktur ini membawa
kendala tersendiri dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan
pendidikan harus mempertimbangkan aspek ini dengan matang dan
tidak menciptakan sistem pendidikan yang menggunakan sarana dan
prasarana yang hanya dimiliki oleh sekolah yang memiliki fasilitas yang
baik. Misalnya, pendidikan didasarkan pada Internet, tapi bagaimana
dengan anak-anak yang tinggal di wilayah tanpa Internet oleh karena itu,
perencanaan pendidikan akan menghadapi kendala jika hanya menemui
sedikit faktor pendukung.
12.Rendahnya Kualitas Guru
UU SISDIKNAS tahun 2003 pasal 42 ayat 1 dan 2, bahwa (1)
Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
dan (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Namun temyata
kualitas tenaga pendidik di Indonesia tidak sejalan dengan UU di atas, hal
ini terlihat dari data Balitbang Depdiknas tahun 2010 dari sekitar 1,2 juta
guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma DII kependidikan
ke atas, sekitar 680.000 guru SMP/MTS baru 38,8 % yang berpendidikan
DIII kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah dari 337.503
guru baru 57,8 % yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat
pendidikan tinggi dari 181.544 dosen, baru 18,86 % yang berpendidikan
S2 ke atas dan hanya 3,48% berpendidikan S3. Menurut data Indonesia
Berkibar sekitar 54 % guru di Indonesia tidak memiliki kualifikasi yang
cukup.
Menghadapi permasalahan tersebut maka perencanaan
pendidikan akan menghadapi kendala. Misalnya, sekolah bilingual atau
SBI yang saat ini populer di Indonesia, nampaknya belum menghasilkan
lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Penyebabnya
karena kurangnya sumber daya manusia, guru tidak fasih berbahasa
Inggris dan harus mengajar dalam bahasa Inggris atau bilingual.
13.Rendahnya Kesejahteraan Guru
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indoneisa
pada pertengahan 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan
sebesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per
bulan sebesar Rp. 1,5 juta, guru bantu Rp. 460rb, dan guru honorer di
sekolah swasta rata-rata Rp 10.00 per jam. Dengan pendapatan seperti
itu, maka banyak guru yang melakukan kerja sampingan, sehingga tidak
optimal dalam mendidik anak di sekolah.
14.Rendahnya Prestasi Siswa
Siswa adalah generasi penerus bangsa, artinya siswa yang
bersekolah diharapkan menjadi generasi yang memajukan negara di
masa depan. Dengan perubahan zaman menuju globalisasi, mahasiswa
Indonesia harus mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Ternyata
anak-anak Indonesia hanya menguasai 30% materi bacaan dan sangat
kesulitan menjawab pertanyaan deskriptif yang memerlukan inferensi.
Hal ini mungkin disebabkan karena mereka sudah sangat terbiasa
menghafal dan menjawab soal pilihan ganda.
15.Rendahnya Kesempatan Pemerataan Pendidikan
UUD 1945 Pasal 31, ayat 1 bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran". Indonesia adalah negara yang berpulau-pulau
dan luas. Demograpi Indonesia yang demikian, menyebabkan rendahnya
pemerataan pendidikan di Indonesia. Banyak daerah yang sulit
terjangkau dan tidak ada akses jalan. Tidak meratanya pendidikan di
Indonesia, menyebabkan adanya kesenjangan antara pendidikan di kota
dan di daerah. Padahal berdasarkan Undang- Undang di atas, bahwa tiap
warga negara Indonesia untuk mendapat pendidikan yang layak.
16.Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Adanya ketidaksesuaian antara kualitas lulusan kita dengan
kebutuhan tenaga kerja menyebabkan masih tingginya tingkat
pengangguran di Indonesia. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan
sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5%
dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan
kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan
yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak
memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri (Kasim, 2009).
17.Mahalnya Biaya Pendidikan
Adanya stratifikasi dalam pendidikan membuat masyarakat
dengan status ekonomi rendah sulit memperoleh fasilitas pendidikan
yang memadai. Saat ini banyak sekali sekolah pelatihan berkualitas
dengan harga selangit. Sementara pendidikan gratis yang diberikan
pemerintah cenderung minim. Oleh karena itu, stratifikasi ini juga
menyebabkan disparitas kualitas pendidikan antara anak dari keluarga
kaya dan anak dari keluarga berpenghasilan rendah. Permasalahan di
atas merupakan permasalahan global yang dapat menghambat proses
perencanaan sistem pendidikan di Indonesia. Faktanya, ada undang-
undang yang mengatur bagaimana menstandardisasi aspek-aspek
tertentu dalam pendidikan. Pada bab selanjutnya, kita akan membahas
bagaimana permasalahan pendidikan menghambat proses perencanaan
sistem pendidikan. Berdasarkan penjelasan di atas, menurut saya para
guru disini belum memahami secara jelas kepribadian setiap anak,
karena pendidikan kepribadian merupakan hal yang sulit dilakukan oleh
guru, karena anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, sehingga
perilakunya pun berbeda-beda, kelahirannya juga berbeda-beda.
Hambatan pendidikan karakter antara lain guru tidak memiliki
keterampilan yang cukup untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke
dalam mata pelajaran (Setiono, 2002).
D. KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia masih terfokus pada aspek-aspek kognitif atau
akademik, sedangkan aspek soft skills atau non-akademik yang merupakan
unsur utama pendidikan karakter selama ini masih kurang mendapatkan
perhatian; Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka
memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan
warganegara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif; Tujuan
pendidikan karakter adalah: (a) mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai karakter bangsa, (b) mengembangkan kebiasaan dan
perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal
dan tradisi budaya bangsa yang religius, (c) menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik seagai generasi penerus
bangsa; (d) mengem- bangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan keangsaan; dan (e) mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan elajar yang aman, jujur,
penuh kreativitas dan persahaatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan; dan 4) Implementasi pendidikan karakter di
sekolah dasar dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada,
muatan lokal, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengembangan sekolah berupa pengembangan karakter
melalui proses pembelajaran yakni pembelajaran sudah berjalan sesuai
kurikulum yang ada karena sudah dapat mencari hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara siswa lebih memiliki hasil yang
komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).
Manajemen, sistem manajemen sekolah harus ada peningkatan karena
sekolah dihimbau mampu merencanakan pendidikan (program dan
kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan
kegiatan yang berkarakter, dani melakukan pengendalian mutu sekolah
secara berkarakter. Dan ekstrakurikuler siswa yang. lebih intens dan teratur
karena kegiatan ekstrakurikuler belum usai. Kami berharap kegiatan
ekstrakurikuler dapat diperbanyak lagi karena kegiatan ekstrakurikuler
bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat siswa secara
maksimal serta mengembangkan kemandirian dan kebahagiaan yang
bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, H. (2016). Pola pengembangan pendidikan karakter siswa (Sebuah
studi di SDN 1 Polorejo). Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran,
3(2), 5-12.

Dolong, M. J. (2016). Sudut pandang perencanaan dalam pengembangan


pembelajaran. Jurnal Inspiratif Pendidikan, 5(1), 65-76.

Firdaus, A. M. (2019). Application of cooperative learning model type Think Pair


Share (TPS) on mathematical communication ability. Daya Matematis:
Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika, 71), 59-68.

Judiani, S. (2010). Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar melalui


penguatan pelaksanaan kurikulum. Jumal pendidikan dan kebudayaan,
16(9), 280-289.

Lazwardi, D. (2017). Manajemen kurikulum sebagai pengembangan tujuan


pendidikan. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 7(1), 119-125.Suyanto.
2000. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.
Jakarta. DIKTI.

Lie, A. (2010). Pendidikan Karakter Sulit Diterapkan. Kompas.com

Mubin, F. (2020). Problematika, Fungsi dan Peranan Perencanaan Pendidikan.


Muliani, R. (2016). Penerapan Pendidikan Karakter Di SDN 06 Pangkalan
Kecamatan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Provinsi Sumatera Barat.
LENTERA (Jurnal Ilmu-limu Sejarah, Budaya, dan Sosial), 5(14), 85-92.

Pidarta, M. (2005). Perencanaan pendidikan partisipatori dengan pendekatan


sistem. Jakarta: Rineka Cipta.

Sahnan, M. (2017). Urgensi Perencanaan Pendidikan di Sekolah Dasar. Pelita


Bangsa Pelestari Pancasila, 12(2), 142-159.

Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Dasar Konsep Pendidikan Moral,


Tahun 2003, Alfabeta, hal 1

Winarti, E. (2018). Perencanaan manajemen sumber daya manusia lembaga


pendidikan. Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah, 3(1), 1-26.

Anda mungkin juga menyukai