Implementasi Perencanaan Pendidikan Dalam Meningkatkan
Karakter Bangsa Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum Rikzan murtafi'1), Mamun Hanif2) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN Rowolaku, Kec. Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah 51161 murtafirikzan@gmail.com, mamunhanif63@gmail.com Abstrak: Penelitian ini didorong oleh semakin terbukanya peluang untuk mengembangkan pendidikan tinggi berdasarkan kebutuhan masyarakat dan peraturan pemerintah. Permasalahannya, tidak semua lembaga pendidikan mampu mengikuti perubahan kebutuhan di era manajemen 4.0 sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap sistem pelayanan pendidikan. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan rumusan perencanaan pendidikan pada lembaga pendidikan yang dapat diterapkan berdasarkan kebutuhan masyarakat dan peraturan pemerintah. Perencanaan pengembangan atau peningkatan kinerja lembaga pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan perubahan positif, proses menjamin mutu, meningkatkan karakter bangsa dengan memperkuat praktik program pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, bahkan melampaui tujuan yang telah dicanangkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelusuran pustaka, (library research) pengumpulan dokumen-dokumen primer dan pendukung untuk dapat menggambarkan kondisi terkini berdasarkan perkembangan di bidang pendidikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembahasan perencanaan pendidikan dalam kaitannya dengan kinerja sangat menarik, karena proses perencanaan pada lembaga pendidikan merupakan salah satu fungsi manajemen, perencanaan dan pelaksanaan perencanaan strategis, meliputi rencana operasional, prinsip-prinsip, dan perencanaan. Langkah. Rencana strategis yang lengkap mencakup kajian yang berkelanjutan agar seluruh komponen pendukung pembangunan, termasuk pengaturan keuangan, dapat dilaksanakan dengan baik. Peningkatan mutu pendidikan dimulai dengan perencanaan yang matang. Kata kunci: Perencanaan; Pendidikan; Karakter
Abstract: This research is driven by the increasingly open opportunities to develop
higher education based on community needs and government regulations. The problem is, not all educational institutions are able to keep up with changing needs in the management 4.0 era, which raises concerns about the education service system. The main objective of this research is to find a formula for educational planning in educational institutions that can be implemented based on community needs and government regulations. Planning for development or improving the performance of educational institutions is a process that aims to create positive change, a process of ensuring quality, improving national character by strengthening the practice of educational programs and improving the quality of education, even exceeding the stated goals. This research was carried out using library research, collecting primary and supporting documents to be able to describe current conditions based on developments in the field of education. The results of the analysis show that the discussion of educational planning in relation to performance is very interesting, because the planning process in educational institutions is one of the functions of management, planning and implementation of strategic planning, including operational plans, principles and planning. Step. A complete strategic plan includes ongoing studies so that all development support components, including financial arrangements, can be implemented well. Improving the quality of education begins with careful planning.
Keywords: Planning; Education; Character
A. PENDAHULUAN Pada dasarnya pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat, kelompok masyarakat atau negara. Oleh karena itu, pendidikan harus terus dikembangkan secara sistematis, terpadu dan terencana oleh para pengambil kebijakan yang kompeten di bidang pendidikan, sehingga pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan yang bertanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya manusia benar-benar memegang peranan yang menentukan. Memberikan sumbangan nyata, positif dan substansial dalam upaya turut mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diminta oleh para pendiri, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 (Suyanto, 2000: 17). Perencanaan adalah salah satu fungsi manajemen yang paling penting. Padahal, kegiatan perencanaan ini erat kaitannya dengan kegiatan sekolah. Perencanaan akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya suatu kegiatan. Oleh karena itu, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai rencana. Bagi suatu lembaga pendidikan khususnya sekolah dasar, perencanaan menempati kedudukan yang strategis dalam keseluruhan proses pendidikan. Perencanaan pendidikan memberikan arah yang jelas dalam proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga pengelolaan lembaga pendidikan dapat lebih efektif dan efisien. Untuk menyelenggarakan pendidikan yang efektif di sekolah dasar, diperlukan perencanaan. Perencanaan akan mengarahkan sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sahnan, 2017). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya guna mencapai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan. , akhlak mulia dan keterampilan yang dibutuhkan masyarakat. , orang dan negara. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menghasilkan anak bangsa yang berkepribadian baik. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peran dan fungsi yang cukup penting dalam kehidupan manusia, baik ditinjau dari aspek kognitif maupun emosional (sikap dan psikomotorik) (Mubin, 2020). Pendidikan merupakan kata kunci dalam segala upaya peningkatan kualitas hidup manusia, dimana mempunyai peran dan tujuan untuk memanusiakan manusia. Untuk itu pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian atau karakter yang unggul dengan menitikberatkan pada proses pendewasaan sifat logika, hati, akhlak, dan keimanan. Puncak pendidikan mencapai kesempurnaan kualitas hidup (Lazwardi, 2017). Dari uraian di atas, sayangnya masih ada sebagian siswa yang belum dijiwai dengan akhlak yang baik, seperti siswa yang tidak memiliki akhlak yang baik, suka berkelahi, nekat di jalanan, merokok bahkan menggunakan narkoba. , pencurian, hal-hal ini. umumnya semua jenis kejahatan. . Namun patut kita syukuri bahwa di Indonesia kita masih melihat pelajar-pelajar yang membanggakan, seperti juara olimpiade, mempunyai rasa empati yang dalam terhadap sesamanya, santun dalam bertindak dan berkata-kata, dll. Oleh karena itu, pengembangan kepribadian dan pendidikan karakter merupakan suatu keharusan di sekolah, karena siswa tidak hanya bangga dengan kecerdasannya dalam mata pelajaran saja, namun akhlak yang baik atau kepribadian yang baik juga merupakan suatu hal yang dapat dibanggakan. Karakter yang baik adalah mengetahui hal-hal yang baik, mencintai hal-hal yang baik dan melakukan hal-hal yang baik. Anita Lie berpendapat bahwa pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri melainkan harus dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, artinya memperkuat kurikulum yang sudah ada, termasuk penerapan proses tersebut dalam mata pelajaran dan kehidupan siswa sehari-hari. Permasalahannya, masih ada guru yang belum mempunyai kemauan untuk melakukan hal tersebut. Kesadaran itu ada namun belum ditransformasikan ke dalam tindakan praktis, sehingga soft skill atau aspek non-akademik yang menjadi unsur utama pendidikan karakter selama ini kurang mendapat perhatian (Judiani, 2010). Berdasarkan pemaparan di atas, maka permasalahan penelitiannya adalah “Bagaimana pelaksanaan rencana pendidikan berkontribusi terhadap peningkatan jati diri bangsa melalui penguatan pelaksanaan program?” Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan rencana pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan jati diri bangsa melalui penguatan pelaksanaan kurikulum sekolah. B. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan metode penelitian pustaka/literatur (Firdaus, 2019). Jenis penelitian kepustakaan ini hampir seluruhnya mengandalkan data dari dokumen, baik fisik maupun digital. Menurut Kartini Kartono (1986: 28) dalam buku Pengantar Metode Penelitian Sosial ditegaskan bahwa tujuan penelitian kepustakaan adalah mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan berbagai dokumen yang tersedia di perpustakaan, dimana hasilnya digunakan sebagai bahan acuan. dasar. Fungsi utama dan alat untuk praktek penelitian di bidang ini. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk menghasilkan uraian, gambaran, atau gambar yang sistematis, realistis, dan akurat mengenai peristiwa, sifat, dan hubungan antar fenomena yang diteliti. Para peneliti mengumpulkan data dari berbagai jurnal, artikel ilmiah, dan dokumen lain yang mengkaji perkembangan pendidikan jarak jauh. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perencanaan Pendidikan Perencanaan merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan setiap bisnis untuk mencapai tujuannya (Sahnan, 2017). Karena tanpa perencanaan terlebih dahulu, seseorang tidak akan mengetahui langkah apa yang harus diambil di masa depan untuk mencapai hal yang baik, menurut Mamno dan Triyo Supriyatno (2008). Definisi lainnya adalah perencanaan adalah hubungan antara apa adanya (what it is) dan bagaimana seharusnya (how it go) yang berkaitan dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program dan alokasi sumber daya (Made Pidarta, 2005: 3). Pendapat ini berarti akan seperti apa seseorang di masa depan, ditentukan oleh bagaimana ia berniat mencapai tujuan perencanaannya. Dari beberapa definisi di atas dapat dianalisis bahwa dalam melakukan perencanaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: berkaitan dengan masa depan; serangkaian kegiatan; proses sistematis; hasil dan tujuan tertentu. Menurut Coombs, perencanaan pendidikan adalah penerapan rasional analisis sistematis terhadap proses pembangunan pendidikan dengan tujuan menjadikan pendidikan lebih efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peserta didik dan masyarakat (Sahnan, 2017). Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang harus dilaksanakan pada tingkat awal dan merupakan kegiatan memikirkan dan memilih serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Tahapan perencanaannya adalah sebagai berikut (H.A.R. Tilaar, 1998:16): (a) Mengidentifikasi dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai, (b) Mempertimbangkan permasalahan atau pekerjaan yang harus dilakukan, (c) Mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan, (d) Mengidentifikasi langkah atau urutan tindakan, (e) Merumuskan cara masalah akan diselesaikan dan bagaimana pekerjaan akan diselesaikan, (f) Menentukan siapa yang akan melakukannya dan apa yang akan mempengaruhi tindakan kinerja, dan (g) Menentukan bagaimana menerapkan perubahan selama persiapan rencana. 2. Tujuan Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatur bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 2), serta mempunyai fungsi mengembangkan kemampuan, membentuk budi pekerti dan peradaban bangsa yang bermartabat. mendikte pendidikan. kehidupan bangsa, guna mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, dan kreatif, menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, demokratis (pasal 3). Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Standar kualifikasi lulusan menyatakan bahwa pendidikan dasar dimaksudkan untuk meletakkan landasankecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan hidup mandiri dan mengejar pendidikan tinggi (Judiani, 2010). Mengkaji peraturan Departemen Pendidikan Nasional dan implementasi UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan karakter harus diberikan di setiap sekolah. 3. Pendidikan Karakter Menumbuhkan kepribadian ibarat mengukir batu mulia atau permukaan besi yang keras. Belakangan, definisi kepribadian dikembangkan, dipahami sebagai tanda atau pola perilaku yang khas (Bohlin, Farmer, & Ryan, 2001). Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan nilai-nilai kepribadian bagi warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan serta tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, kadang terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, lingkungan, masyarakat dan sebagainya. agar mereka menjadi manusia yang berguna. Dalam pendidikan karakter di sekolah harus ada peran serta seluruh komponen (stakeholder), termasuk komponen pendidikan itu sendiri, khususnya isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau manajemen mata pelajaran, manajemen sekolah, pelaksanaan. dari kegiatan atau kegiatan ekstrakurikuler. , pemberdayaan sarana, prasarana, pendanaan, dan etos kerja bagi seluruh masyarakat dan lingkungan sekolah (Cahyono, 2016). Fungsi pendidikan karakter adalah: 1) pembangunan; 2) perbaikan; dan 3) menyaring. Pembangunan, khususnya pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang bermoral baik, terutama bagi peserta didik yang sikap dan perilakunya mencerminkan jati diri bangsa. Perbaikan, khususnya penguatan peran tanggung jawab pendidikan nasional. bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi peserta didik yang lebih bermartabat. Filtering, artinya memilih budaya etnik sendiri dan etnik lain yang tidak cocok nilai-nilai karakter yang layak. Tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi kesadaran emosional siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai jati diri bangsa; 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji yang sejalan dengan nilai-nilai universal serta tradisi budaya dan agama bangsa; 3) membangkitkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia mandiri, kreatif dan nasionalis; dan 5) mengembangkan lingkungan sekolah yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta memiliki kesadaran kebangsaan yang tinggi dan kuat. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bersumber dari: 1) Agama, 2) Pancasila, 3) Kebudayaan dan 4) Tujuan Pendidikan Nasional (Pusat Kurikulum, 2010). Sekolah mempunyai kebebasan untuk memilih dan menerapkan nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada siswanya. Pemerintah bahkan mendorong hadirnya keberagaman dalam implementasi pendidikan karakter (Fasli Jalal, 2010). Apabila nilai-nilai karakter yang disepakati dalam pembangunan telah dilaksanakan, maka akan ditambahkan nilai-nilai karakter selanjutnya untuk implementasi, dan seterusnya, sampai dengan seluruh nilai-nilai karakter telah dilaksanakan di lapangan dan di luar sekolah. 4. Prinsip dan Pendekatan Pengembangan Pendidikan Karakter Guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus, dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter (Pusat Kurikulum, 2010) Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai- nilai karakter merupakan sebuah proses yang tiada berhenti, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan, bahkan setelah tamat dan terjun ke masyarakat; 2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, serta muatan lokal; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran, serta dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler; 3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan dan dilaksanakan; mengandung makna bahwa materi nilai karakter tidak dijadikan pokok bahasan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKN, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan, ataupun mata pelajaran lainnya. Guru tidak perlu mengu- bah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan pokok bahasan itu untuk mengem- bangkan nilai-nilai karakter bangsa. Juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor; 4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai karakter dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip “tut wuri handayani” dalam semua tingkah laku siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan berlangsung dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak berdesakan. 5. Perencanaan Pengembangan Pendidikan Karakter Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan secara bersama-sama oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan (konselor) sebagai komunitas pendidik dan dilaksanakan dalam program melalui faktor-faktor sebagai berikut. Pertama, integrasi ke dalam mata pelajaran. Pengembangan nilai-nilai pendidikan nasional diintegrasikan pada setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dituangkan dalam program dan RPP. Kedua, program pengembangan pribadi. Dalam program pengembangan pribadi, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter dilakukan melalui integrasi dalam kegiatan sekolah sehari-hari, khususnya melalui: a) Kegiatan sekolah rutin. Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan tersebut adalah ritual di hari raya, pengecekan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari senin, salat berjamaah atau salat berjamaah setiap dhuhur (bagi umat Islam), salat di awal pelajaran dan di waktu istirahat. diakhiri dengan salam ketika bertemu dengan guru, tenaga kependidikan atau teman; (b) Aktivitas spontan. Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan pada waktu tertentu. Kegiatan ini sering dilakukan ketika guru dan tenaga kependidikan lainnya melihat ada tindakan tidak pantas yang dilakukan siswa sehingga perlu diperbaiki saat itu juga. Jika guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang buruk, maka harus melakukan penyesuaian agar siswa tidak memiliki perilaku yang buruk. Contoh kegiatan tersebut: membuang sampah sembarangan, berteriak dan mengganggu orang lain, berkelahi, berteriak, bersikap kasar, mencuri, dan berpakaian tidak pantas. Ketiga, teladan. Perilaku dan sikap guru serta tenaga kependidikan lainnya patut diteladani dalam memberikan contoh perbuatan yang baik sehingga diharapkan dapat menjadi teladan bagi peserta didik. Sedangkan yang keempat, pengondisian. Untuk menunjang terlaksananya pendidikan karakter, sekolah harus mempunyai kondisi yang mendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa yang diinginkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, tempat sampah ditempatkan di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi, dan perlengkapan sekolah tertata rapi. 6. Pembelajaran Pembelajaran di sekolah ini berupaya menyajikan materi sesuai kurikulum yang ada dan juga harus menyajikan materi dengan bahasa yang menarik dan mudah diterima siswa. Selama ini guru melaksanakan tugasnya secara berkesinambungan dan terorganisir karena peraturan sekolah kita mengatur bahwa guru harus cerdas dan mampu memberikan materi sesuai kebutuhan siswa. Di sini, seluruh guru dituntut untuk memperbaharui model dan bahan ajar baru sesuai dengan tren perkembangan saat ini, agar siswa tertarik untuk mengikuti mata pelajaran tersebut. Menurut saya, pembelajaran di sini berlangsung sesuai kurikulum yang ada karena anak-anak dapat mencari hubungan antara ilmu yang dimilikinya dengan penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini siswa memperoleh hasil yang lebih komprehensif, tidak hanya pada tataran kognitif (berpikir). tetapi pada tataran emosional (latihan hati, perasaan dan niat), serta psikomotorik (latihan). Pembelajaran berlangsung dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang Tepat. merupakan strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual karena strategi tersebut dapat mendorong siswa untuk menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata (Muliani, 2016). 7. Manajemen Di sekolah kami, segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan karakter selalu mengacu pada peraturan dan ketentuan yang jelas yang ditentukan oleh sekolah. Proses pengelolaan sekolah disini bertujuan untuk mencapai masa depan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Menurut saya, sistem manajemen sekolah di sini perlu diperbaiki karena sekolah didorong untuk merencanakan pendidikan (program dan kegiatan) untuk penanaman nilai-nilai kepribadian, melaksanakan program dan kegiatan dinamika kepribadian dan 'melakukan pengendalian mutu pembelajaran kepribadian. Manajemen sekolah harus mampu merencanakan, melaksanakan kegiatan dan mengevaluasi setiap komponen pendidikan yang mengandung nilai-nilai kepribadian secara terpadu (Cahyono, 2015). 8. Ekstrakulikuler Pendidik dapat menggali potensi diri siswa agar dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan bakatnya dengan cara meminta siswa memilih beberapa kegiatan untuk mengembangkan bakatnya dan belajar.Siswa dibimbing oleh guru pada bidang ini. Sekolah ini melalui kegiatan ekstrakurikuler juga dapat memasukkan unsur pembelajaran umum, seperti pendidikan Pancasila yang mengenalkan nilai-nilai dan juga kedisiplinan dalam bertindak. Dengan begitu, hasil dari kegiatan yang kita lakukan bisa mencapai hasil yang baik. Menurut saya, tidak semua kegiatan ekstrakurikuler di sini lengkap. Kami berharap kegiatan ekstrakurikuler dapat diperbanyak lagi, karena kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat secara maksimal serta meningkatkan kemandirian dan kebahagiaan siswa yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar jam sekolah yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minatnya melalui kegiatan yang khusus diselenggarakan oleh pendidik dan peserta didik/atau tenaga kependidikan yang kompeten dan berwenang di sekolah (Mamat Supriatna, 2010). 9. Pengembangan Proses Pembelajaran Pembelajaran melalui pendidikan karakter menggunakan pendekatan proses pembelajaran aktif yang berpusat pada anak; dilakukan melalui berbagai kegiatan yang berbeda di kelas, di sekolah dan di masyarakat. Dalam kegiatan kelas, pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air dan gemar membaca dapat dilakukan melalui kegiatan.Kegiatan pembelajaran biasanya dilakukan oleh guru. Mengembangkan sejumlah nilai lain seperti kepedulian sosial, perlindungan lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreativitas memerlukan upaya pengkondisian agar siswa mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam perilaku yang mencerminkan nilai-nilai tersebut. Kegiatan di sekolah melalui kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah lomba vokal grup antar kelas lagu tema cinta tanah air, pertunjukan seni, lomba, dan lomba antar kelas. jati diri bangsa, pertunjukan bertema kebudayaan dan jati diri bangsa, perlombaan olah raga antar kelas, perlombaan seni antar kelas, pameran karya siswa. Kegiatan di luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, yang dirancang sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik. Misalnya, kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, menumbuhkan semangat kebangsaan, melaku- kan pengabdian masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial (membantu mereka yang tertimpa musibah banjir, memperbaiki atau membersihkan tempat-tempat umum, membantu membersihkan atau mengatur barang di tempat ibadah tertentu). 10.Kendala-Kendala Pengembangan Pendidikan Karakter Siswa Kendala yang sering ditemui sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter adalah setiap siswa tentunya mempunyai perbedaan kepribadian yang berbeda-beda dan secara tidak langsung keluarga juga mempengaruhi siswa tersebut. Inisiatif pihak sekolah ketika menemui kendala dalam proses pendidikan karakter adalah dengan mengingatkan terlebih dahulu kepada siswa bahwa jika mereka terus gagal melakukan perubahan maka orang tua akan memanggil mereka ke sekolah. Cara membesarkan anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita dapat mengenali model pengasuhan apa saja yang diterapkan oleh orang tua berdasarkan karakteristik masing-masing model pengasuhan sebagai berikut: a. Pola asuh otoritatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Kewenangan orang tua sangat mendominasi, (b) Anak tidak diakui sebagai manusia, (c) Pengawasan terhadap tingkah laku anak sangat ketat, dan (d) Orang tua menghukum anak jika tidak menaati perkataan. b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Adanya kerjasama antar orang tua. (b) Anak diakui sebagai individu, (c) Ada bimbingan dan arahan dari orang tua dan (d) Ada kontrol dari orang tua namun tidak kaku. c. Pola asuh permisif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Dominasi yang dilakukan anak, (b) Sikap orang tua yang lemah atau mandiri, (c) Tidak ada bimbingan atau arahan dari orang tua, dan (d) Kontrol dan perhatian orang tua sangat sedikit. Melalui pola asuh, anak belajar banyak hal, termasuk kepribadiannya. Pendidikan demokratis nampaknya lebih bermanfaat bagi pendidikan karakter anak. Hal ini terlihat jelas dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orang tua demokratis lebih mendukung tumbuh kembang anak terutama dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Menurut Arkoff (dalam Badingah), anak yang dididik dengan gaya demokratis cenderung mengungkapkan agresi melalui tindakan konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang bersifat sementara. Sebaliknya, anak yang dibesarkan dengan sikap otoriter atau menolak cenderung menampilkan agresi dalam bentuk tindakan yang merugikan. Sedangkan anak yang dibesarkan dengan pola permisif cenderung mengembangkan perilaku agresif yang terang-terangan atau berlebihan. Setiap rencana seringkali menghadapi banyak masalah yang berbeda. Permasalahan juga muncul pada saat proses perencanaan pendidikan dan dengan sendirinya menjadi hambatan dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa permasalahan dalam perencanaan pendidikan ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu: (Rismayanti, 2020). 11.Rendahnya Sarana Fisik UU SISDIKNAS Tahun 2003 Pasal 45 Ayat 1 yang menyatakan “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, intelektual, sosial, emosional dan psikis peserta didik”. Faktanya, banyak sekolah yang tidak memenuhi standar tersebut. Masih banyak sekolah yang mempunyai gedung yang dibangun tidak sesuai peruntukannya atau meminjam proyek dari pihak lain. Sulitnya jalan menuju sekolah memaksa banyak orang untuk pindah. takut untuk pergi ke sekolah. Permasalahan infrastruktur ini membawa kendala tersendiri dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan harus mempertimbangkan aspek ini dengan matang dan tidak menciptakan sistem pendidikan yang menggunakan sarana dan prasarana yang hanya dimiliki oleh sekolah yang memiliki fasilitas yang baik. Misalnya, pendidikan didasarkan pada Internet, tapi bagaimana dengan anak-anak yang tinggal di wilayah tanpa Internet oleh karena itu, perencanaan pendidikan akan menghadapi kendala jika hanya menemui sedikit faktor pendukung. 12.Rendahnya Kualitas Guru UU SISDIKNAS tahun 2003 pasal 42 ayat 1 dan 2, bahwa (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. dan (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Namun temyata kualitas tenaga pendidik di Indonesia tidak sejalan dengan UU di atas, hal ini terlihat dari data Balitbang Depdiknas tahun 2010 dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma DII kependidikan ke atas, sekitar 680.000 guru SMP/MTS baru 38,8 % yang berpendidikan DIII kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah dari 337.503 guru baru 57,8 % yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi dari 181.544 dosen, baru 18,86 % yang berpendidikan S2 ke atas dan hanya 3,48% berpendidikan S3. Menurut data Indonesia Berkibar sekitar 54 % guru di Indonesia tidak memiliki kualifikasi yang cukup. Menghadapi permasalahan tersebut maka perencanaan pendidikan akan menghadapi kendala. Misalnya, sekolah bilingual atau SBI yang saat ini populer di Indonesia, nampaknya belum menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Penyebabnya karena kurangnya sumber daya manusia, guru tidak fasih berbahasa Inggris dan harus mengajar dalam bahasa Inggris atau bilingual. 13.Rendahnya Kesejahteraan Guru Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indoneisa pada pertengahan 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp. 1,5 juta, guru bantu Rp. 460rb, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10.00 per jam. Dengan pendapatan seperti itu, maka banyak guru yang melakukan kerja sampingan, sehingga tidak optimal dalam mendidik anak di sekolah. 14.Rendahnya Prestasi Siswa Siswa adalah generasi penerus bangsa, artinya siswa yang bersekolah diharapkan menjadi generasi yang memajukan negara di masa depan. Dengan perubahan zaman menuju globalisasi, mahasiswa Indonesia harus mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Ternyata anak-anak Indonesia hanya menguasai 30% materi bacaan dan sangat kesulitan menjawab pertanyaan deskriptif yang memerlukan inferensi. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka sudah sangat terbiasa menghafal dan menjawab soal pilihan ganda. 15.Rendahnya Kesempatan Pemerataan Pendidikan UUD 1945 Pasal 31, ayat 1 bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Indonesia adalah negara yang berpulau-pulau dan luas. Demograpi Indonesia yang demikian, menyebabkan rendahnya pemerataan pendidikan di Indonesia. Banyak daerah yang sulit terjangkau dan tidak ada akses jalan. Tidak meratanya pendidikan di Indonesia, menyebabkan adanya kesenjangan antara pendidikan di kota dan di daerah. Padahal berdasarkan Undang- Undang di atas, bahwa tiap warga negara Indonesia untuk mendapat pendidikan yang layak. 16.Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Adanya ketidaksesuaian antara kualitas lulusan kita dengan kebutuhan tenaga kerja menyebabkan masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri (Kasim, 2009). 17.Mahalnya Biaya Pendidikan Adanya stratifikasi dalam pendidikan membuat masyarakat dengan status ekonomi rendah sulit memperoleh fasilitas pendidikan yang memadai. Saat ini banyak sekali sekolah pelatihan berkualitas dengan harga selangit. Sementara pendidikan gratis yang diberikan pemerintah cenderung minim. Oleh karena itu, stratifikasi ini juga menyebabkan disparitas kualitas pendidikan antara anak dari keluarga kaya dan anak dari keluarga berpenghasilan rendah. Permasalahan di atas merupakan permasalahan global yang dapat menghambat proses perencanaan sistem pendidikan di Indonesia. Faktanya, ada undang- undang yang mengatur bagaimana menstandardisasi aspek-aspek tertentu dalam pendidikan. Pada bab selanjutnya, kita akan membahas bagaimana permasalahan pendidikan menghambat proses perencanaan sistem pendidikan. Berdasarkan penjelasan di atas, menurut saya para guru disini belum memahami secara jelas kepribadian setiap anak, karena pendidikan kepribadian merupakan hal yang sulit dilakukan oleh guru, karena anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, sehingga perilakunya pun berbeda-beda, kelahirannya juga berbeda-beda. Hambatan pendidikan karakter antara lain guru tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran (Setiono, 2002). D. KESIMPULAN Pendidikan di Indonesia masih terfokus pada aspek-aspek kognitif atau akademik, sedangkan aspek soft skills atau non-akademik yang merupakan unsur utama pendidikan karakter selama ini masih kurang mendapatkan perhatian; Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif; Tujuan pendidikan karakter adalah: (a) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa, (b) mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, (c) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik seagai generasi penerus bangsa; (d) mengem- bangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan keangsaan; dan (e) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan elajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahaatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan; dan 4) Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, muatan lokal, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan sekolah berupa pengembangan karakter melalui proses pembelajaran yakni pembelajaran sudah berjalan sesuai kurikulum yang ada karena sudah dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga). Manajemen, sistem manajemen sekolah harus ada peningkatan karena sekolah dihimbau mampu merencanakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter, melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dani melakukan pengendalian mutu sekolah secara berkarakter. Dan ekstrakurikuler siswa yang. lebih intens dan teratur karena kegiatan ekstrakurikuler belum usai. Kami berharap kegiatan ekstrakurikuler dapat diperbanyak lagi karena kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat siswa secara maksimal serta mengembangkan kemandirian dan kebahagiaan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, H. (2016). Pola pengembangan pendidikan karakter siswa (Sebuah studi di SDN 1 Polorejo). Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 3(2), 5-12.
Dolong, M. J. (2016). Sudut pandang perencanaan dalam pengembangan
Firdaus, A. M. (2019). Application of cooperative learning model type Think Pair
Share (TPS) on mathematical communication ability. Daya Matematis: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika, 71), 59-68.
Judiani, S. (2010). Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar melalui
penguatan pelaksanaan kurikulum. Jumal pendidikan dan kebudayaan, 16(9), 280-289.
Lazwardi, D. (2017). Manajemen kurikulum sebagai pengembangan tujuan
pendidikan. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 7(1), 119-125.Suyanto. 2000. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. DIKTI.
Lie, A. (2010). Pendidikan Karakter Sulit Diterapkan. Kompas.com
Mubin, F. (2020). Problematika, Fungsi dan Peranan Perencanaan Pendidikan.
Muliani, R. (2016). Penerapan Pendidikan Karakter Di SDN 06 Pangkalan Kecamatan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Provinsi Sumatera Barat. LENTERA (Jurnal Ilmu-limu Sejarah, Budaya, dan Sosial), 5(14), 85-92.
Pidarta, M. (2005). Perencanaan pendidikan partisipatori dengan pendekatan
sistem. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahnan, M. (2017). Urgensi Perencanaan Pendidikan di Sekolah Dasar. Pelita
Bangsa Pelestari Pancasila, 12(2), 142-159.
Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Dasar Konsep Pendidikan Moral,
Tahun 2003, Alfabeta, hal 1
Winarti, E. (2018). Perencanaan manajemen sumber daya manusia lembaga
pendidikan. Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Ilmiah, 3(1), 1-26.