Anda di halaman 1dari 21

ISU MENTAL ILLNESS DALAM FILM BERGENRE PSCYCOPATH

Amira Arviani, Nailun Dawam, Ayu Kurnia.


Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, email penelti

ABSTRACT
The Joker film, apart from being a film that talks about one of the anti-hero characters, is also
categorized as a psychological film. The storyline in the film is full of psychological issues, one of
which is mental health and mental illness. The Joker film became controversial because after
watching the film the audience was affected by the psychological aspect. This film went viral in
cyberspace and the issue of mental illness became a topic of discussion in academic studies in the
field of communication science. Seeing these events, through this article the author wants to
describe the audience's acceptance of the mental issue of Illness contained in the Joker film. This
study uses a descriptive qualitative approach. The researcher uses reception analysis theory and
research methods. The result of this research is the attitude and position of the audience in
accepting the issue of mental illness is divided into dominant and negotiated hegemony. The
classification of these two groups is influenced by experience, insight, proximity, and the relevance
of the audience concerned with the plot, characters, and other components in the film.
Keywords:Case Study, Joker Film, Mental Illnes

PENDAHULUAN dipandang dalam hubungannya dengan


Film berasal dari kata cinema atau produk-produk lainnya. Selain itu, film juga
cinematographie. Film diartikan sebagai merupakan sebuah proses komunikasi karena
lakon (cerita) gambar hidup, dimana alur film merupakan bagian penting dari sistem
cerita dan lakon dijadikan atau dikemas yang digunakan oleh para individu dan
dalam rangkaian gambar bergerak atau hidup. kelompok untuk mengirim dan menerima
Bukan hanya sekedar gambar yang bergerak pesan (send and receive messages) (Ibrahim,
yang memiliki cerita, tetapi film pada 2011). Pesan yang berada dibalik film selalu
hakikatnya selalu memiliki makna dan atau dapat mempengaruhi dan membentuk
pesan yang tersirat didalamnya. (Baran, masyarakat, tergantung pada pesan yang
2012). disampaikan. Namun dalam hal ini tidak akan
Jika dilihat sebagai industri, film pernah berlaku sebaliknya. Realitas yang
merupakan suatu bagian dari produksi tumbuh dan berkembang di masyarakat akan
ekonomi suatu masyarakat dan ia mesti direkam oleh film yang kemudian akan
diproyeksikan ke layar (Sobur, 2006). bernama Arthur Fleck (nama asli Joker),
Dengan kata lain, cerita yang biasanya dalam kesehariannya ia merupakan pria yang
dituangkan dalam film merupakan hasil baik, bahkan ia memiliki cita-cita sebagai
citraan dari berbagai macam peristiwa dan stand up comedian agar dapat menghibur
atau kejadian yang terjadi di tengah-tengah banyak orang. Namun, ia tidak dapat
masyarakat. mewujudkan mimpinya dan pada akhirnya
Artikel ini fokus menyoroti fenomena memilih profesi sebagai seorang badut.
yang terjadi dalam masyarakat karena Dalam menjalani kehidupannya, Arthur
kemunculan film Joker pada tahun 2019. merasa orang-orang sudah tidak memiliki
Film Joker merupakan film psikologis yang hati nurani dan kehidupannya berjalan
disutradarai oleh Todd Philips dan dengan amat muram. Sampai akhirnya ia
diproduseri oleh Todd Philips, Bradley memilih untuk mengubah identitas dan jalan
Cooper, dan Emma Tillinger. Film ini hidupnya, yang semula baik, menjadi sosok
pertama kali ditayankan pada Festival Film yang sadis, kejam, dan jahat, yaitu Joker.
Venesia pada tanggal 31 Agustus 2019 dan di Film ini dikatakan sebagai film psikologis
Indonesia sendiri ditayangkan pada tanggal 2 karena didalamnya sarat akan isu mental
Oktober 2019. Joker merupakan film action illness. Melalui pesan terkait mental illness
yang menceritakan tentang seorang Super yang disampaikan dalam film tersebut, pada
Villain, sebutan untuk lawan dari tokoh hero akhirnya akan memicu terjadinya konstruksi
Batman. Film Joker yang tayang pada tahun makna di kalangan penonton atau audiens
2019 sebenarnya merupakan sekuel ketiga terhadap isu yang diangkat dalam alur cerita
dari rangkaian film Joker. Tetapi karena film. Konstruksi makna adalah proses
sempat terjadi pergantian pemeran, maka pembentukan atau produksi makna melalui
film Joker 2019 menjadi awal dari sekuel bahasa, dimana dalam hal ini makna dapat
Joker yang diperankan oleh aktor Joaquin berubah-ubah. Pada hakikatnya, makna tidak
Phoenix. pernah tetap dan selalu berada dalam proses
Film ini menceritakan tentang seorang negosiasi yang disesuaikan dengan situasi
pria yang menderita penyakit dimana pada yang baru. Makna merupakan hasil dari
saat tertentu ia akan tertawa secara berlebihan proses penandaan, praktik yang membuat
dan sulit untuk berhenti tertawa, meskipun ia sesuatu hal bermakna sesuatu (Juliastuti,
sedang sedih maupun marah. Pria tersebut 2000).
Dalam penanyangan film Joker pada tahun publik, seperti halnya psikolog, setelah
2019 lalu, peneliti beranggapan bahwa menonton film Joker, masyarakat awam pun
sedikit banyaknya telah memberikan dampak aktif menyuarakan isu tersebut.
terhadap konstruksi makna khalayak akan Fenomena menarik yang terjadi yaitu pada
fenomena mental illness yang sebenarnya saat dan setelah menonton film Joker, tak
telah lama terjadi. Konstruksi makna yang jarang audiens mengalami atau merasakan
dimaksud dalam hal ini berhubungan dengan dampak dari narrative transportation.
resepsi atau penerimaan khalayak terhadap Seperti yang dikatakan oleh Melanie Green
apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan dan Timothy Brock merupakan fenomena
selama menonton film Joker. Dalam periode dimana penonton merasa sangat terlibat
penayangannya di Indonesia, banyak orang dalam alur sebuah cerita. Transportasi narasi
yang mengkampanyekan melalui media dapat terjadi ketika penonton membayangkan
sosial dan platform online lainnya yang plot cerita terjadi dalam kehidupan nyata
bertujuan untuk memperingatkan dan tidak yang ia alami. Sehingga memungkinkan
menyarankan anak-anak dibawah umur seseorang untuk tenggelam dalam dunia fiksi
menonton film ini. Karena film tersebut tersebut dan bahkan sampai menjadikannya
dianggap dapat memprovokasi penontonnya, pelarian dari kehidupan nyata yang
terutama dari segi emosional dan juga dimilikinya. Karena transportasi narasi ini
mental. berdampak sampai selepas penonton
Sebagai hasil dari penerimaan khalayak menyaksikan film tersebut (Haryanti, 2019).
terhadap film Joker tersebut, selama periode Namun, dalam penelitian ini, yang
penayangannya berlangsung, bahkan setelah menjadi fokus peneliti bukanlah mengenai
berakhir, peneliti melihat bahwa dunia maya transportasi narasi seperti yang dijelaskan
diramaikan dengan isu terkait mental illness. sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti
Peneliti melihat banyak orang yang berbicara berfokus pada analisis resepsi atau
seputar isu tersebut melalui platform online penerimaan khalayak terhadap isu mental
yang mereka miliki, baik yang sudah tahu illness yang disajikan dalam film Joker.
maupun yang baru mengetahuinya. Bahkan Melihat fenomena yang terjadi setelah
jika biasanya isu tersebut lebih sering penaangan film Joker, khususnya di
diangkat atau dijadikan sebagai bahan Indonesia seperti yang telah peneliti sebutkan
pembicaraan di ranah akademik dan ranah sebelumnya, menunjukkan bahwa adanya
resepsi atau penerimaan yang berbeda-beda untuk melihat bagaimana penonton
di kalangan khalayak terkait isu mental memaknai, memahami, serta menafsirkan isu
illness tersebut. Dari ramainya pembahasan mental illness yang ditampilkan dalam film
mengenai isu mental illnes di kalangan Joker yan ditayangkan pada tahun 2019.
khalayak, peneliti melihat bahwa terdapat Oleh karena itu, dalam penelitian ini,
beberapa khalayak yang termasuk ke dalam peneliti ingin mengetahui bagaimana
golongan dominan, negosiasi, dan oposisi. fenomena yang terjadi atas penayangan film
Dalam kajian terhadap khalayak, Joker terhadap kesadaran masyarakat akan
penerapan teori analisis resepsi sebagai isu mental illness tersebut. Peneliti juga ingin
pendukung, peneliti haruslah menempatkan mengetahui bagaimana penerimaan khalayak
khalayak sebagai agen kultural (cultural terhadap film tersebut sehingga dapat
agent). Dapat dikatakan bahwa dalam memengaruhi penonton terkait dengan pesan
penelitian yang menggunakan analisis psikologis yang disajikan. Kemudian,
resepsi, peneliti beranggapan bahwa peneliti juga ingin melihat bagaimana
khalayak tidak semata pasif, tetapi aktif. penonton menerima isu mental illness
Khalayak memiliki kuasa atas dirinya untuk melalui film Joker yang ditayangkan pada
memaknai serta menafsirkan dari berbagai tahun 2019.
wacana yang ditawarkan oleh media. Karena
TINJAUAN PUSTAKA
makna yang disuguhkan oleh media bisa
A. Teori Penerimaan Khalayak
bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan
Penelitian mengenai khalayak
bisa ditanggapi secara bertentangan oleh
memfokuskan kepada bagaimana individu
khalayak itu sendiri (Jensen, 1999). Model
yang dikatakan sebagai khalayak atau
encoding-decoding yang dikemukakan oleh
audiens memberikan makna pada teks,
Stuart Hall peneliti gunakan untuk melihat
wacana, informasi, dan sebagainya yang
fenomena tersebut, karena gagasan utama
disuguhkan oleh media. Kajian mengenai
dari model ini adalah bahwa audiens atau
penerimaan khalayak hanya dapat dilakukan
penonton memiliki respon yang bervariasi
dalam penelitian yang menggunakan
terhadap pesan dan wacana yang disajikan
pendekatan kualitatif. Seperti melalui
oleh media (Durham & Keller, 2002).
wawancara mendalam dan kajian etnografi
Analisis resepsi dan model encoding-
yang memungkinkan peneliti untuk
decoding tersebut akan peneliti terapkan
mengeksplorasi data secara mendalam data
yang akan diperoleh dari informan yang telah memahami pesan juga merupakan praktik
ditentukan. Teori penerimaan khalayak yang problematik, sebagaimana itu tampak
mencoba untuk mendemonstrasikan atau transparan dan alami. Khalayak akan selalu
menjelaskan bahwa khalayak aktif dalam menerima dan memahami pesan dengan cara
menggunakan kecerdasan serta yang berbeda meskipun disampaikan secara
pandangannya ketika mengkonsumsi media satu arah (Aryani, 2014).
(John & Foss, 2008). Menurut Durham dan Keller (2002),
Teori penerimaan khalayak memiliki terdapat tiga posisi pembacaan pesan atau
konsep yang berasal dari kajian cultural informasi yang disuguhkan oleh media, yaitu
studies yang dikemukakan oleh Stuart Hall, dominan, negosiasi, dan oposisi. Posisi
yaitu mengenai model komunikasi encoding dominan yaitu ketika khalayak dapat
decoding. Dalam model ini, dapat dikatakan dikatakan menerima begitu saja atau setuju
bahwa khalayak dianggap memiliki kekuatan dengan wacana atau pesan yang disampaikan
dan kebebasan untuk menginterpretasikan oleh media. Kedua, posisi negosiasi atau
wacana (encoding) yang disuguhkan oleh negotiated position yaitu ketika khalayak
media. Karena pesan yang disampaikan oleh menginterpretasikan pesan yang disuguhkan
media dianggap bersifat polisemik atau oleh media dengan bermakna personal.
terbuka (John & Foss, 2008). Dalam posisi ini, khalayak bisa saja
Presmis yang menjadi dasar dari teori menerima atau tidak menerima wacana yang
penerimaan khalayak dalam model yang disampaikan oleh media dengan alasan
dikemukakan oleh Stuart Hall yaitu pertama, tertentu. Ketika khalayak menerima wacana
peristiwa yang sama dapat dijelaskan dan yang disuguhkan media, ia tidak
diterjemahkan dengan lebih dari satu cara. menerimanya secara keseluruhan, karena
Kedua, pesan selalu mengandung lebih dari tetap berlandaskan pada interpretasi pribadi
satu pembacaan, meskipun media yang telah ia buat. Ketiga, posisi oposisi yaitu
menciptakan sebuah arahan pembacaan, ketika khalayak sama sekali menolak atau
tetapi seperti yang dikaakan sebelumnya tidak menerima akan wacana yang
bahwa apa yang disampaikan bersifat disampaikan oleh media. hal tersebut
polisemik atau terbuka. Sehingga tidak merupakan hasil pengembangan interpretasi
menutup kemungkinan akan menghasilkan khalayak terhadap makna pesan di media
interpretasi yang bervariasi. Ketiga,
yang secara otomatis bertentangan dengan dibandingkan media lain, film memiliki
kategori dominan. kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat
B. Film Sebagai Media Komunikasi mungkin dengan kenyataan sehari-hari
Film sebagai media komunikasi massa (Irwansyah, 2009:12).
memang tidak lepas dari hubungan antara
C. Penyakit Kejiwaan (Mental Illness)
film dan masyarakat itu sendiri. Seperti yang
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000)
dikemukakan oleh Oey Hong Lee yakni, film
adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
sebagai alat komunikasi massa kedua yang
yang menyebabkan adanya gangguan pada
muncul di dunia, mempunyai masa
fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pertumbuhannya pada akhir abad ke-19.
pada individu dan atau hambatan dalam
Dengan kata lain, pada waktu unsur-unsur
melaksanakan peran sosial. Terdapat
yang merintangi perkembangan surat kabar
bermacam-macam gangguan jiwa dengan
telah lenyap. Hal ini berarti bahwa dari
penderita yang kerap kali dikucilkan,
permulaan sejarahnya film dengan lebih
mendapat perlakuan diskriminasi, di isolasi
mudah dapat menjadi alat komunikasi yang
bahkan hingga dipasung. Padahal perlakuan-
sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur
perlakuan tersebut tidak akan membantu
teknik, politik, ekonomi, sosial dan
penderita sama sekali bahkan dapat menjadi
demografi yang merintangi kemajuan surat
lebih parah. Sedangkan manusia dengan
kabar pada masa pertumbuhannya dalam
keterbelakangan mental yang berbeda
abad ke-18 dan permulaan abad ke-19
dengan penyakit mental atau yang sering
(Sobur, 2006:126).
disebut dengan gangguan jiwa juga kerap kali
Film lahir di penghujung abad ke-19
mendapatkan perlakuan yang serupa.
sebagai bentuk dari perkembangan teknologi
Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan
yang diciptakan oleh Thomas Alva Edison
menurunnya kesehatan mental ini ternyata
dan Lumiere Bersaudara yang kemudian
terjadi hampir di seluruh negara di dunia.
disebut gambar bergerak (motion picture)
Orang dengan gangguan jiwa dan
alias film. Film juga semakin mengekalkan
keterbelakangan mental kerap kali
apa yang telah dilakukan manusia selama
mendapatkan perlakuan yang tidak sama dan
beribu-ribu tahun, yakni menyampaikan
dianggap sebagi sebuah musibah atau
kisah, yang diceritakan tentu saja perihal
bencana. Hal ini terjadi dikarenakan
kehidupan. Eric Sasono menulis,
kurangnya pemahaman dari masyarakat
sendiri mengenai gangguan jiwa dan cacat action melalui pengamatan langsung dan
mental. Di zaman ponsel pintar seperti terperinci terhadap pelaku sosial yang
sekarang, realitanya masih banyak bersangkutan menciptakan dan memelihara
masyarakat Indonesia yang masih awam atau mengelola dunia sosial mereka.
tentang gangguan jiwa dan cacat mental. Paradigma ini menyatakan bahwa (1) dasar
Masih lebih banyak orang yang mengabaikan untuk menjelaskan kehidupan, peristiwa
pentingnya menimbang, mengupayakan dan sosial dan manusia bukan ilmu dalam
mempertahankan kesehatan jiwa dan mental kerangka positivistik, tetapi justru dalam arti
dibandingkan dengan kesehatan fisik. common sense.
Sebagian anggota masyarakat baru akan Dalam penelitian ini, peneliti
memperhatikan masalah kesehatan jiwa dan menggunakan pendekatan penelitian
mental, hanya disaat mereka dihadapkan kualitatif dengan sifat deskriptif. Pendekatan
pada gangguan kesehatan mental dan jiwa. kualitatif merupakan prosedur penelitian
Kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang menghasilkan data deskriptif berupa
masyarakat tentang orang dengan penyakit data-data tertulis atau lisan dari orang dan
mental dan keterbelakangan mental perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif
menimbulkan perlakuan dan sikap yang salah ini memandang bahwa makna adalah bagian
terhadap orang yang memiliki penyakit yang tidak terpisahkan dari pengalaman
mental dan keterbelakangan mental. Persepsi seseorang dalam kehidupan sosialnya
masyarakat terhadap kesehatan mental bersama orang lain (Bungin, 2007). Kirk dan
berbeda di setiap kebudayaan. Miller mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai tradisi tertentu dalam ilmu
METODE PENELITIAN
pengetahuan sosial yang secara fundamental
Paradigma yang digunakan di dalam
bergantung pada pengamatan terhadap
penelitian ini adalah paradigma
manusia kawasannya sendiri dan
konstruktivis. Paradigma konstruktivis ialah
berhubungan dengan orang-orang tersebut
paradigma yang hampir merupakan antitesis
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
dari paham yang meletakkan pengamatan dan
Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk
objektivitas dalam menemukan suatu realitas
memahami apa yang tersembunyi dibalik
atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini
fenomena yang kadangkala merupakan
memandang ilmu sosial sebagai analisis
sistematis terhadap socially meaningful
sesuatu yang sulit diketahui atau dipahami pernyaatan, pertanyaan, komentar dan
(Moleong, 2004). sebagainya. Dalam tahap ini, peneliti
Kemudian peneliti menggunakan metode kemudian tidak sekedar melakukan
analisis resepsi. Menurut Jansen (1999) kodifikasi dari seberapa pendapat yang
analisis resepsi merupakan bagian khusus sejalan atau yang tidak sejalan melainkan
dari studi khalayak yang mencoba mengkaji lebih merekonstruksi proses terjadinya
secara mendalam proses aktual di mana wacana dominan dan sebaliknya, dilihat dari
wacana media diasimilasikan melalui praktek berbagai latar belakang sosio kultural
wacana dan budaya khalayaknya. Ada tiga individu. Ketiga, tahap ini peneliti
elemen pokok dalam metodologi resepsi melakukan interpretasi terhadap pengalaman
yang secara eksplisit bisa disebut sebagai “ bermedia dari khalayaknya. Perlu dicatat
the collection, analysis, and interpretation of bahwa dalam tahap ini sebenarnya seorang
reception data “ (Adi, 2012, p.3). Ketiga peneliti tidak sekedar mencocokkan model
elemen tersebut adalah sebagai berikut, pembacaan sebagaimana yang telah
pertama mengumpulkan data dari khalayak. dirumuskan dalam acuan teoritis melainkan
Data bisa diperoleh melalui wawancara justru mengelaborasikan dengan temuan
mendalam (baik individual maupun yang sesungguhnya terjadi di lapangan
kelompok). sehingga memunculkan model atau pola
Perlu ditekankan bahwa dalam analisis penerimaan yang riil dan lahir dari konteks
resepsi memiliki perhatian utama dalam penelitian sesungguhnya.
wawancara mendalam yang harus berpegang Lebih lanjut dalam penelitian ini,
pada wawancara yang berlangsung untuk khalayak dianggap aktif dan mampu
menggali bagaimana sebuah isi pesan media membangun makna atas teks media
tertentu menstimulasi wacana yang berdasarkan pengalaman pribadinya.
berkembang dalam diri khalayaknya. Kedua, Pemaknaan satu individu satu dengan yang
menganalisis hasil atau temuan dari lainnya akan berbeda tergantung dengan latar
wawancara. Setelah wawancara tahap belakangnnya masing-masing.
berikutnya peneliti akan mengkaji catatan Dalam menentukan informan penelitian,
wawancara yang berupa ratusan transkrip peneliti menggunakan teknik purposive
wawancara yang di dalamnya kemudian bisa sampling. Purposive sampling sering disebut
disarikan dalam berbagai kategori juga sebagai judgemental sampling adalah
teknik penentuan sampel dengan Kedua observasi, alasan peneliti
mengandalkan intuisi atau pertimbangan melakukan observasi adalah ingin
secara cermat dari peneliti dengan menyajikan gambaran realistik penelitian di
pertimbangan dan kriteria tertentu. Maka lapangan. Dimana peneliti mendatangi
peneliti telah menentukan kriteria informan informan dan melakukan pengamatan saat
penelitian yaitu, pertama, laki-laki dan peneliti menonton film Joker bersama
perempuan yang tergabung dalam kelompok informan ataupun pengamatan saat
atau komunitas yang sering melakukan kajian melakukan wawancara mendalam.
analisis media dan atau memiliki mental Ketiga studi dokumen, di mana sumber
illnes. Kedua, berusia minimal 17 tahun. pustaka dalam penelitian ini berupa buku,
Ketiga, pernah menonton film Joker. artikel, karya ilmiah, skripsi, serta
Kemudian teknik pengumpulan data penelusuran internet yang membahas
dilakukan melalui, pertama wawancara yang permasalahan yang sama dengan penelitian
bersifat mendalam (indepth interview), yaitu ini. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
Wawancara dilakukan secara personal baik dan sebagainya yang memiliki kredibilitas
secara face to face maupun menggunakan yang tinggi. Selain itu peneliti mengambil
media lainnya seperti telepon genggam teknik pengambilan dokumentasi dalam
antara pewawancara dan informan yang berbagai catatan lapangan, dokumentasi
diwawancara. Pengumpulan data melalui visual Film Joker, dokumentasi foto di
wawancara mendalam dilakukan secara tidak lapangan (untuk menguatkan wawancara
terstruktur di mana daftar pedoman dan mendalam dan observasi), serta data
pertanyaan yang sudah disusun bukan syarat tambahan lainnya.
utama karena wawancara akan berkembang
Hasil dan Pembahasan
dengan sendirinya tergantung pada informan.
Sikap Khalayak tentang Mental Illness
Dalam wawancara mendalam, peneliti ingin pada Tayangan Film Joker
mengembangkan kedekatan dengan informan
Film Joker yang ditayangkan tahun
untuk menggali gambaran yang aktual 2019 lalu merupakan film yang menceritakan
mengenai penerimaan pesan informan.
sosok seorang anti hero. Karena Joker sendiri
Wawancara mendalam digunakan peneliti
merupakan tokoh yang menjadi musuh atau
sebagai sumber acuan mengumpulkan data
lawan dari superhero Batman. Film ini
primer.
menceritakan tentang kisah hidup seorang
Joker yang dikenal sebagai pelaku kriminal yang ia ketahui mengenai mental illness
yang sangat ditakuti di kotanya. Film ini sarat hanya sekedar pada penyakit yang
dengan isu-isu psikologis. Karena karakter menyerang kejiwaan seseorang. Sehingga
Joker sendiri digambarkan memiliki mental ketika mendengar kata mental illness,
illness yang akhirnya memicu tokoh utama pikirannya lebih mengarah kepada orang
tersebut untuk melakukan tindakan kriminal. yang tidak waras atau orang gila. Selain itu,
Berdasarkan film ini, tokoh Joker sendiri dari ia juga beranggapan bahwa orang yang
awal memang sudah mengidap mental mengidap mental illness adalah orang-orang
illness, akan tetapi kecenderungan untuk yang memang terlihat jelas bahwa dia gila.
berbuat negatif belum muncul, sehingga Seperti halnya orang-orang yang di rawat do
masih bisa terkontrol. Namun, ia merasa Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau orang-orang
bahwa lingkungan dan masyarakat di gila yang sering berkeliaran di pinggir jalan,
sekitarnya cenderung memojokkan dirinya beepenampilan rusuh, sering berbicara,
sehingga semakin memicu mental illness tertawa, atau menangis sendiri, tidak
yang telah ia miliki sebelumnya. mengerti lagi bahasa yang digunakan oleh
Dalam hasil penelitian ini dapat dilihat orang-orang normal, dan sebagaimana.
bahwa tidak semua informasn setuju dengan Kurangnya pengetahuan seputar mental
gambaran mental illness yang diangkat dalam illness membuat Gery berpikir bahwa orang-
film tersebut. berdasarkan hasil pengamatan orang yang memiliki ciri-ciri tersebut adlaah
dan wawancara yang telah dilakukan peneliti, orang-orang yang mengidap mental illness.
informan yang memiliki pengetahuan yang Sehingga Gery sendiri pun seringkali
mumpuni serta memiliki riwayat mental memandang aneh orang-orang pengidap
illness cenderung memberikan jawaban yang mental illness seperti stereotipe masyarakat
lebih sportif terkait isu mental illness yang awam pada umumnya.
diangkat dalam film tersebut dibandingkan Begitupun dalam film ini, di berbaga
dengan orang awam atau yang tidak memiliki scene yang disajikan, tampak bahwa orang-
riwayat mental illness. orang yang berada di sekitar tokoh utama,
Gery dan Adzom mengatakan bahwa Joker akan merasa risih, memandang aneh,
pada awalnya isu mental illness bagi mereka atau bahkan takut ketika mental illness yang
merupakan suatu yang asing dalam diidap oleh tokoh utama tersebut kambuh.
kehidupan mereka. Gery mengakui bahwa Misalnya saja pada scene ketika Joker
berusaha untuk menghibur anak kecil yang film Joker, tidak semua orang yang mengidap
duduk tepat di hadapannya di dalam sebuah mental illness dikatakan sebagai ‘orang gila’.
bisa dengan menampilkan wajah wajah yang Karena faktanya setiap orang memiliki
lucu. Pada saat itu, tanpa disengaja, Joker kecenderungan tersebut sehingga orang-
tertawa hingga penyakitnya kumat dan tak orang yang mengidap mental illness sendiri
kuasa untuk menghentikan tawanya. Dalam seringkali tidak nampak atau tidak terlihat.
sekejap, seluruh penumpang yang ada di Seperti halnya sosok Joker yang dalam
dalam bis memandang ke arahnya dan beberapa scene ditunjukkan seperti ‘orang
bahkan beberapa diantaranya berusaha untuk normal’ pada umumnya, misal memiliki
menjauh. Dari scene tersebut Gery melihat pekerjaan, berinteraksi dengan orang lain,
bahwa kurang lebih apa yang digambarkan berpenampilan rapi, dan sebagainya.
sama dengan realita yang ada dan bahkan dia Dengan ditampilkannya sosok Joker
sendiri pun mengalaminya. Ketika melihat yang mengidap mental illness dengan
orang yang memiliki gangguan kejiwaa, kehidupannya yang semula sama dengan
Gery akan merasa aneh, dan tak jarang takut orang-orang pada umumnya
dengan orang tersebut. menggambarkan bahwa mental illness
Selain Gery, Adzom juga berendapat merupakan penyakit yang memang tidak
demikian, pada awalnya ia merupakan orang nampak, karena jelas berbeda dengan
yang awam dan minim pengetahuan penyakit fisik. Dalam hal mental illness
mengenai isu mental illness. Respon yang sendiri pun masing-masing orang memiliki
dikeluarkan pun sama, ada rasa aneh dan kecenderungan yang berbeda-beda. Tetapi
heran ketika tahu ada orang yang terkena menurut Adzom, yang paling sering terjadi
mental illness. Namun, berbeda dengan Gery, dan paling sering dirasakan oleh orang-orang
Adzom pada akhirnya mengetahui bahwa pada umumnya adalah depresi dan panic
dirinya terkena symptoms atau attack seperti yang juga dialami oleh dirinya.
kecenderungan yang mengarah kepada Dalam film Joker sendiri ditunjukkan bahwa
mental illness. Yang semula ia memiliki tokoh utama juga seringkali merasakan
persepsi yang sama dengan Gery mengenai depresi dan putus asa dengan kondisi
orang-orang yang mengidap mental illness, lingkungan dan masyarakat yang ia hadapi.
setelah mengetahui hal tersebut, mindset nya Lingkungan dan masyarakat yang apatis
pun berubah. Seperti yang disajikan dalam membuat tokoh utama merasa tertekan dan
putus asa dengan kehidupan yang ia jalani mental seseorang. Sehingga setiap orang
saat ini. pasti memiliki kecenderungan untuk
Adzom mengiyakan hal tersebut, ia merasakan penyimpangan tersebut. Sehingga
mengatakan bahwa lingkungan sosial tidak sepatutnya masyarakat masih
merupakan salah satu faktor yang dapat memandang bahw aorang yang mengidap
sangat mempengaruhi kecenderungan mental mental illness merupakan orang yang aneh
illness dalam diri seseorang, terutama dan bahkan harus dijauhi, seperti hal nya
depresi. Sehingga ketika apa yang yang ditunjukkan dalam beberapa scene di
ditunjukkan dalam film Joker demikian, film Joker yang telah peneliti sebutkan
maka ia pun memahami impact yang sebelumnya.
ditimbulkan dari kondisi yang dihadapi oleh Yang membuat masyarakat seringkali
tokoh utama terhadap kondisi mental yang ia menganggap aneh orang yang mengidap
miliki. Karena Adzom telah mengalami mental illness adalah stereotipe yang
sendiri hal yang demikian dan dampak yang berkembang luas. Karena pada umumnya
ia rasakan pun hampir sama dengan apa yang masyarakat menganggap orang yang
dirasakan dan dialami oleh Joker yang mengidap mental illness adalah ‘orang gila’,
mengarah kepada kegiatan-kegiatan yang padahal tidak demikian. Sehingga hal
impulsif. tersebut dituangkan dalam film Joker, dimana
Berbeda dari dua informan yang film merupakan bentuk cerminan realitas
sebelumnya, Endo memandang mental sosial di dunia nyata.
illness bukanlah sebagai sebuah hal yang
2. Posisi Penonton dalam Memaknai
harus dilihat secara aneh dan orang mengidap Tayangan Film Joker Menurut Teori
mental ilness bukanlah orang-orang yang Encoding-Decoding Stuart Hall

patut dianggap ‘berbeda’ dengan orang-orang Posisi penonton yang pertama dalam
‘normal’ lainnya. hal tersebut disebabkan analisis ini adalah dominant hegemonit
karena latar belakang pendidikan yang position, yaitu dalam analisis penerimaan
dimiliki oleh Endo. Ia merupakan salah satu produsen menginginkan pesan yang
mahasiswa jurusan Psikologi di Universitas disampaikan diasumsikan untuk memperkuat
Pelita Harapan (UPH). Endo mengatakan status quo (kadang-kadang disebut dengan
bahwa mental ilness merupakan suatu bacaan yang dominan). Ketika penonton
penyimpangan yang terjadi pada kondisi mengambil bentuk makna konotasi dan
menerjemahkan pesan sampai dengan apa seharusnya bisa lebih peduli kepada orang-
yang telah dikodekan (encoding) maka orang yang mengidap mental illness. Karena
audien menerima atau sepakat dengan media orang-orang yang sedang agak terganggu
yang dikonsumsi (Durham dan Keller, kondisi mentalnya, maka sangat
2002:174-175). membutuhkan support yang besar dar
Informan dalam posisi ini cenderung lingkungannya, bukan malah sebaliknya.
menerima pesan yang ditayangkan tanpa Sehingga apa yang terjadi pada tokoh
adanya kritik. Seperti hal nya Adzom, dalam utama dalam film tersebut ia anggap sebagai
hal ini terlihat bahwa ia sangat setuju dengan dampak dari ketidakpedulian masyarakat
nilai-nilai serta pesan-pesan yang terhadap orang-orang yang sedang
disampaikan dalam film Joker. Hal tersebut mengalami depresi, panic attack, dan
dapat dilihat dimana ia mnejadikan konten sebagainya. Dengan demikian, ia pun sangat
yang disajikan dalam film Joker sebagai amat mewajarkan jika dalam film tersebut
refleksi dari pengalaman yang pernah ia digambarkan bahwa Joker pada akhirnya
jalani. Selain itu, ia pun setuju dengan konten merasa senang dan puas melakukan tindakan
film yang mengangkat tokoh utamanya yang impulsif bahkan termasuk dalam
sebagai sosok orang yang mengidap mental tindakan kriminal guna membalas perlakuan
illness. Sehingga semakin banyak orang lain yang dia terima selama ini.
masyarakat yang bisa lebih aware terhadap Adzom sangat mendukung dan sangat
isu mental illness dan juga lebih peduli setuju terhadap apa yan disampaikan dalam
dengan orang-orang yang mengidap penyakit film Joker karena ia merasa relate atau sangat
tersebut. berhubungan dengan pengalaman pribadi
Beberapa kali Adzom juga mengatakan yang pernah ia rasakan. Oleh karena itu,
bahwa sangat sesuai apa yang disampaikan Adzom mengaku bahwa ketika menonton
dalam film Joker. Ketika seseorang film tersebut, ia sangat bisa merasakan apa
diabaikan, tidak diapresiasi, diremehkan, yang dialami oleh Joker. Meskipun dalam
bahkan sampai menjadi korban bullying beberapa hal kondisinya berbeda, tetapi feel
maka hal-hal tersebut akan memicu yang dirasakan dan dialami sesuai dengan
timbulnya kecenderungan mental illness pengalaman yang ia miliki. Kemudian ia juga
dalam diri seseorang. Ia mengatakan bahwa mengatakan bahwa ia sampai pada tahap
seharusnya lingkungan dan masyarakat menaruh rasa simpati pada tokoh utama
dalam film tersebut. Karena apa yang tidak saling peduli terhadap satu sama
disajikan dianggap sangat bisa lainnya. Yang pada akhirnya, disadari
menggambarkan kondisi realita yang terjadi ataupun tidak, hal-hal negatif tersebut dapat
seperti apa di kehidupan sehari-hari. memicu terjadinya penyimpangan mental
Hal yang sama disampaikan juga oleh pada diri seseorang. Terutama bagi individu
Endo, informan yang satu ini juga termasuk yang sebelumnya memang sudah memilki
kedalam posisi khalayak dominan. Dimana kecenderungan mental illness yang kuat.
Endo sangat setuju dengan pesan yang Endo menjelaskan bahwa, mental illness
disampaikan dalam film Joker tersebut. dapat dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu biologis,
alasannya hampir sama dengan yang pengalaman, dan kognitif. Ketiga hal tersebut
disampaikan oleh .. sebelumnya, yaitu karena dapat dengan baik digambarkan dalam film
sangat sesuai dengan pengalaman yang ia Joker, sehingga membuat Endo setuju dengan
miliki. Endo sendiri merupakan salah satu apa-apa yang disanpaikan dalam film
orang yang divonis mengidap bipolar, tersebut, karena selain berkenaan dengan
sehingga dapat dikatakan bahwa Endo pengalaman yang ia milki, tetapi juga
termasuk orang yang memiliki mental illness. berkenaan dengan keilmuan yang dimilkinya
Ketika mengetahui bahwa Endo memiliki juga.
mental illness, ia mengatakan bahwa ada Endo juga setuju bahwa mental illness
perasaan lega, tapi juga takut. Takut karena dapat disebabkan atau dipicu oleh lingkungan
tidak bisa dipunkiri bahwa di kalangan yang seringkali bukan hanya memandang
masyarakat, mental illness masih dianggap aneh, tetapi juga menganggap remeh orang
sebagai sesuatu hal yang aneh. Sama seperti yang memiliki mental illness. Karena sekecil
hal nya yang ditunjukkan dalam film Joker, apapun respon yang diberikan dari orang lain
ketika tokoh utama dipandang aneh oleh kepada orang yang memiliki mental illness
masyarakat. Sehingga Endo sangat setuju akan memberikan dampak yang cukup
dengan apa yang disampaikan dalam film berpengaruh bagi perkembangan
Joker tersebut. penyimpangan yang dimilikinya. dalam film
Selain itu, Endo juga mengatakan bahwa tersebut, dipelihatkan bahwa Joker membalas
dalam film ini sangat menonjolkan tentang satu persatu orang yang pernah
sisi kemanusiaan yang cenderung negatif. menyepelekan dirinya. Begitupun
Masyarakat pada saat ini digambarkan sudah sebaliknya, ia akan berbuat baik kepada
orang-orang yang memang berbuat atau kriminal. Menurut Gery, pesan tersebut
memberikan respon yang positif kepada seolah menggambarkan bahwa menjadi legal
dirinya. atau wajar jika orang yang memiliki mental
Dapat ditarik kesimpulan bagi informan illness melakukan tindak kejahatan atau
yang berada pada posisi dominant hegemonit kriminalitas. Selain itu pada bagian tersebut
position merupakan informan yang juga seolah disampaikan bahwa jika mereka
menampilkan sikap sportif mendukung melakukan demikian, yang salah bukanlah
tayangan film Joker dan memiliki anggapan individu tersebut, melainkan orang-orang
bahwa film tersebut sudah memenuhi yang memicu dirinya untuk melakukan hal
ekspetasinya mengenai mental illness. tersebut.
Seperti yang ditampilkan dan disampaikan Namun dalam poin lain, Gery juga setuju
oleh Endo dan Adzom. dengan pesan yang disampaikan dalam film
Posisi khalayak berikutnya adalah posisi tersebut yaitu bahwa mental illness masih
negosiasi atau negotiated position, yang dianggap aneh oleh masyarakat luas. Selain
merupakan penerimaan ketika anggota itu, perlakuan negatif yang diterima dari
audiens menciptakan interpretasi pribadi lingkungan dan masyarakat dapat memicu
yang bermakna secara personal terhadap teks mental illness pada seseorang. Kemudian ia
media, maka audiens berada dalam posisi juga setuju dengan pesan yang disampaikan
negotiated. Artinya, audiens dapat menerima bahwa seharusnya dalam kehidupan sosial,
atau tidak menerima terhadap makna dalam masing-masing individu harus dapat saling
pesan dengan alasan tertentu. menghargai, peduli, serta memberikan
Posisi Gery dalam menanggapi pesan apresiasi kepada orang lain. Karena disadari
cenderung membandingkan antara beberapa atau tidak, hal-hal tersebut dapat berpengaruh
bagian dari alur cerita yang ada pada film terhadap kesehatan mental masing-maisng
Joker tersebut. Seperti hal nya pada bagian individu. Semakin positif lingkungannya,
impact yang terjadi ketika kecenderungan besar kemungkinan kualitas kesehatan
mental illness yang ada pada tokoh utama mental individunya pun akan semakin baik.
semakin menguat. Dampak yang terjadi Dalam posisi penonton yang kedua ini,
adalah tokoh utama memilih untuk jika disimpulkan informan mendukung
melakukan tindakan-tindakan yang bagaimana isi konten tayangan film Joker
mengarah kepada kejahatan atau tindak yang menonjolkan isu mental illness dan
menunjukkan bahwa lingkungan menjadi Seperti yang dikatakan oleh Durham dan
faktor yang bisa mempengaruhi kesehatan Keller yang telah pneliti bahas sebelumnya,
mental seseorang. Namun, dalam hal lain ada dalam penerimaan khalayak terdapat tiga
beberapa pengecualian yang diutarakan oleh posisi penonton yaitu dominan, negosiasi,
informan. Dimana ada beberapa scene yang dan oposisi. Ketiga posisi ini
menunjukkan bahwa bentuk pelampiasan menggambarkan bagaimana penonton atau
dari mental illness yang dimiliki oleh tokoh khalayak memahami, memaknai, dan
utama yang lebih mengarah kepada hal-hal menafsirkan apa yang disajikan dari film,
yang negatif dan merugikan orang banyak. dalam hal ini adalah film Joker. Dalam
Kemudian, kategori posisi penonton yang penelitian ini, peneliti melihat bahwa posisi
ketiga adalah opositional posisition. Kategori penonton dipengaruhi oleh beberapa faktor,
ini terjadi ketika seorang anggota audien baik faktor internal maupun eksternal. Faktor
mengembangkan interpretasi terhadap makna internal yang peneliti temukan dalam
teks media yang bertentangan secara penelitian ini yaitu pengalaman dan latar
langsung dengan kategori dominan. Dalam belakang kehidupan yang dimiliki oleh
hal ini makna yang disampaikan oleh media masing-masing informan. Sedangkan faktor
ditolak (tidak diterima) oleh penonton eksternalnya adalah kondisi lingkungan
(Durham dan Keller, 2002:174-175). Namun sekitar informan.
dlaam penelitian ini, dari ketiga informan Dalam faktor internal, peneliti melihat
penelitian yang telah ditentukan, peneliti bahwa masing-masing informan memiliki
tidak menemukan informan yang masuk ke pengalaman dan latar belakang kehidupan
dalam kategoti khalayak oposisi. Sehingga yang berbeda. Seperti yang telah disebutkan
peneliti tidak akan menjabarkan hasil sebelumnya, bahwa dalam penelitian ini
penelitian mengenai jenis informan yang peneliti menemukan dua jenis penonton,
termasuk dalam kategori oposisi dalam yaitu dominan dan negosiasi. Informan yang
menerima pesan tentang mental illness dalam termasuk dalam posisi dominan adalah Endo
film Joker tersebut. dan Adzom. Dari hasil wawancara yang
dilakukan, peneliti melihat bahwa Endo dan
3. Faktor-Faktor yang Memungkinkan
Perbedaan Penerimaan Terkait dengan Adzom memiliki pengalaman dan latar
Mental Illness dalam Film Joker belakang kehidupan yang hampir sama.
Keduanya memiliki riwayat atau telah
divonis memiliki mental illness, dimana adalah, ia masih memiliki self control yang
Endo divonis bipolar dan Adzom sering baik, sehingga ia masih bisa menahan dirinya
mengalami depresi, stress, serta panic attack. untuk tidak melakukan tindakan impulsif
Hal tersebut membuat mereka berada pada yang cenderung merugikan diri sendiri dan
posisi penonton dominan. Mereka orang lain. Namun ia menyetujui tindakan
menyetujui apa-apa saja yang disuguhkan impulsive yang muncul akibat dari
dalam Film Joker yang terkait dengan isu kecenderungan mental illness yang dimiliki
mental illness. Salah satunya adalah sikap oleh seseorang dan ia mewajarkan hal
Adzom yang mewajarkan tindakan kejahatan tersebut.
yang dilakukan oleh Joker sebagai dampai
Selain itu, lingkungan sekitar mereka pun
dari mental illness yang ia miliki. Adzom
juga mempengaruhi. Seperti Hal nya Endo, ia
mewajarkan hal tersebut karena dirinya
merupakan mahasiswa jurusan Psikologi
sendiri pun demikian. Ketika ia sedang
dimana mental illness merupakan salah satu
mengalami stress, depresi, dan atau panic
hal yang ia pelajari. Dengan demikian, ia
attack ia akan mulai melakukan tindakan-
berada di lingkungan pertemanan yang tidak
tindakan yang bersifat impulsif, misalnya
asing dengan isu mental illness dan tidak lagi
seperti membahayakan diri sendiri. Contoh
menganggap hal tersebut sebagai hal yang
tindakan impulsif yang dilakukan adalah
aneh selayaknya masyarakat pada umumnya.
dengan melukai dirinya sendiri ketika dirinya
Karena keilmuan yang mereka pelajari, maka
mulai merasa panik, stress, maupun depresi.
sikap atau vibes yang ada pada lingkungan
Begitupun dengan Endo, ia juga
sekitar Endo saat ini cenderung menyikapi
menyetujui bahwa ketika seseorang memiliki
isu mental illness serta dampak yang terjadi
kecenderungan mental illness, maka
sebagai suatu hal yang wajar.
dampaknya adalah ia akan melakukan
tindakan-tindakan yang impulsif. Endo Berbeda dengan Adzom, faktor
sebagai orang yang divonis bipolar, ketika lingkungan yang ia miliki cenderung
kecenderungan mental illness yang ia miliki membuat ia menyetujui gambaran kehidupan
kambuh, maka ia juga akan merasa atau social yang terdapat dalam film Joker.
memiliki keinginan untuk melakukan Dimana kehidupan yang dialami oleh tokoh
tindakan impulsif seperti melukai diri sendiri. utama dipenuhi dengan bullying,
Tetapi yang membedakannya dengan Adzom ketidakpedulian dan sebagainya. Adzom
menyetujui hal tersebut karena ia sendiri pun dalam film tersebut, Gery tidak menyetujui.
mengakui bahwa ia menjadi salah satu Ia tidak menyetujui bahwa mental illness
korban dari ha-hal tersebut. Sehingga yang dimiliki atau dialami oleh seseorang
perlakuan yang ia terima dari lingkungan bisa menjadikan tindakan impulsif yang ia
sekitarnya memicu dirinya mengalami stress, lakukan sebagai sebuah tindakan yang wajar.
depresi, dan panic attack. Sehingga Ia tetap merasa bahwa hal tersebut salah.
lingkungan sekitar yang dimiliki oleh Adzom Penelti melihat bahwa pendapat Gery ini
secara tidak langsung telah memberikan muncul karena pengalaman dan latar
gambaran kehidupan social yang sama belakang kehidupan yang berbeda dengan
dengan apa yang disajikan dalam film Joker. Adzom dan Endo. Dalam hal ini, Gery tidak
Sehingga tak heran jika ia menyetujui hal memiliki riwayat mental illness, sehingga ia
tersebut. tidak memiliki pengalaman yang terkat
dengan apa yang dirasakan oleh tokoh Joker
Posisi penonton yang lain adalah posisi
ketika melakukan tindakan-tindakan impulsif
negosiasi. Dalam hal ini, informan yang
sebagai akibat dari mental illness yang ia
berada pada posisi negosiasi adalah Gery.
miliki. Sehingga Gery tidak mengetahui
Dalam film Joker, ada beberapa nilai yang ia
secara jelas bagaimana dampak dari mental
setujui, namun ada beberapa hal juga yang ia
illness itu sendiri. Oleh karena itu ia berpikir
tida setuju. Seperti yang telah peneliti
bahwa ketika seseorang divonis memiliki
jabarkan sebelumnya, sama seperti Adzom,
mental illness, gangguan yang dimilikinya
Gery menyetujui nilai kehidupan social
tidak akan memberikan dampak yang sampai
pembentuk mental illness yang digambarkan
merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
dalam film Joker karena lingkungan yang ia
miliki. Gery bukanlah korban seperti Adzom, Selain itu, perbedaan posisi penonton pada
hanya saja ia sering melihat contoh nyata dari Endo dan Adzom dengan Gery dipengaruhi
tindakan-tindakan negative dalam oleh faktor pengetahuan mereka terkat isu
masyarakat yang digambarkan dalam film mental illness itu sendiri. Endo sebagai
Joker, misalnya seperti bullying serta mahasiswa Psikologi sudah tidak asing
kurangnya kepedulian terhadap sesama. dengan pembahasan seputar mental illness. Ia
juga telah mempelajari hal tersebut secara
Namun, dalam hal tindakan-tindakan
spesifik dibandingkan dengan masyarakat
impulsive yang dolakukan oleh tokoh Joker
umum. Sehingga ia mengetahui secara
lengkap mengenai hal tersebut mulai dari ekspetasi dari para informan itu sendiri.
pemicu, gejala, dampak, pengobatan, dan Melalui film tersebut, jika ditarik
sebagainya. Begitupun dengan Adzom, kesimpulan, maka ketiga informan
meskipun ia bukan mahasiswa psikologi, menjelaskan hal yang secara garis besar
tetapi karena ia memiliki mental illness, sama. Setelah menonton film Joker,
maka ia secara tidka langsung dituntut dan para informan memiliki pandangan
merasa butuh untuk mengetahui secara bahwa mental illness dapat terjadi pada
lengkap mengenai pembahasan tersebut. setiap orang atau setiap orang memiliki
Sementara Gery, karena ia tidak memiliki kecenderungan mental illness.
latar belakang pendidikan di bidang Kecenderungan mental illnes dapat
psikologi, serta ia pun tidak memiliki riwayat semakin berkembang salah satu
mental illness, maka informasi yang ia faktornya adalah karena pengaruh dari
ketahui pun tidak lengkap. Hanya informasi- lingkugan sosial yang ia miliki. Seperti
informasi yang sering ia dengan dari orang yang ditunjukkan dalam film tersebut,
lain maupun media sosial. Dimana informasi tokoh utama memiliki lingkungan
yang didapatkan tidak selengkap yang sosial yang dinilai sangat negatif,
diperoleh Endo dan Adzom. Karena Gery sehingga kecenderungan mental illness
sendiri pun merasa tidak memiliki urgensi yang ia miliki pun meningkat. Jika
untuk mengetahui hal tersebut secara kecenderungan mental illness
lengkap. seseorang meningkat, maka sebaiknya
lingkungan sosialnya jangan
KESIMPULAN
menganggap remeh dan justru
Berdasarkan hasil analisis dan menjauh. Karena jika didiamkan, maka
pembahasan yang dilakukan pada penelitian dampaknya akan sangat luas bahkan
dengan judul Penerimaan Khalayak tentang bisa mempengaruhi lingkungan
Mental Illness dalam Film Joker, maka sekitarnya.
penulis dapat menyimpulkan beberapa hal 2. Dalam penelitian ini, peneliti melihat 2
yaitu sebagai berikut: posisi penontin, yaitu dominan dan
negosiasi. Informan yang termasuk
1. Sikap informan dalam penerimaan
dalam posisi dominan adalah Endo dan
tentang isu mental illness dalam film
Adzom Karena mereka sangat
Joker peneliti anggap sesuai dengan
menyetujui segala pesan yang Endo dan Adzom sebagai orang yang
disampaikan dalam film tersebut yang memiliki mental illness, mereka
berkaitan dengan mental illness. menyetjui apa-apa saja yang disajikan
Ditambah lagi, mereka berdua memiiki dalam film Joker karena dianggap
penngalaman pribadi yang sesuai atau sangat sesuai dengan pengalaman
relate dengan apa yang pernah mereka mereka selama mengidap gangguan
alami sebelumnya. Sedangkan posisi kajiwaan. Namun bagi Gery yang tidak
khalayak yan selanjutnya adalah posisi memiliki riwayat dan pengalaman
negosiasi. Informan yang berada pada mental illness, membuatnya tidak serta
posisi ini adalah Gery. Dalam hal ini merta menyetujui semua yang
Gery setuju dengan beberapa hal yang disampaikan dalam gilm tersebut.
terdapat dalam film tersebut seperti Terutama perihal tindakan impulsif
permasalahan lingkungan sosial yang yang dilakukan Joker sebagai dampak
dapat memicu mental illness, serta dari mental illness yang ia miliki.
penyimpangan kejiwaan yang masih Namun dari segi penggambaran
dianggap sebelah mata serta dianggap kehidupan sosial yang memicu mental
aneh dihadapan masyarakat. Namun illness pad seseorang, Gery dapat
ada hal yang tidak disetujui Gery, yaitu menyetujuinya, begitupun dengan
cara tokoh utama melampiaskan Endo dan Adzom. Karena para
kekesalannya dan dampak dari mental informan merasa bahwa memang
illness yang ia miliki yang kondisi lingkungan sosial yang berada
mengakibatkan terjadinya tindakan disekitar mereka memang demikian.
tindakan kriminal yang dapat Dimana peristiwa bullying terjadi
merugikan orang banyak. dimana-mana, serta masyarakat
3. Dalam penelitian ini, peneliti melihat semakin banyak yang tidak peduli
bahwa posisi khalayak yang berbeda dengan orang lain.
diantara masig-masing informan
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor DAFTAR PUSTAKA
internal diantaranya pengalaman dan
latar belakang kehidupan informan.
Anderson, J.R. (1996). ACT: A Simple Green, M. C. (2004). Transportation into
Theory og Complex Cognition. narrative worlds: The role of prior
Amarican Psychologist. knowledge and perceived realism.
Discourse Processes, 38(2), 247-266.
Creswell, J. W. (2014). Research Design :
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Jalaluddin rakhmat, Psikologi Komunikasi.
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 63

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A.
Pengantar, (Bandung: Remaja 2009. Encyclopedia of Communication
Rosdakarya:2001) hal. 180 Theory. London: SAGE Publications,
Inc
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, hal. 180 Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi
Kualitatif. Yogyakarta: PT. Lkis
Durham, Meenakshi Gigi dan Douglas M.
Keller. 2006. Media and Cultural Padilla-Diaz, Mariwilda. 2015.
Studies Keywork. United Kingdom: Phenomenology in Educational
Black Well Publishing Qualitative Research: Philosophy as
Science or Philosophical Science?
Gagne, Ellen, D. 1985. The Cognitive
International Journal of Educational
Psychology of School Learning. Boston:
Excellence, Vol 1 No. 2. Hlm. 101—110.
Little, Brown & Company.
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi,
Green, M. C. & Brock T. C. (2000). The role
(Jakarta: Universitas Terbuka: 1994)
of transportation in the persuasiveness
Hal.52
of public narratives. Journal of
Personality and Psychology, 79 (5),701- Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
721. Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Green, M. C., Brock, T. C., & Kaufman, G. F.
(2004).Understanding media
enjoyment: The role of transportation
into persuasive worlds. Communication
Theory, 14(4), 311-327.

Anda mungkin juga menyukai