Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PSIKOLOGI KLINIS

ANALISIS FILM PSIKOLOGI KOMUNITAS YANG BERJUDUL


“JOKER”

Dosen Pengampu :
A. Rizki Kurniawan, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh :
Kelompok 5
Nys Zakirah Sammaniah (2220901120)
Dwi Anugerah Cahaya Mukti (2220901126)
Rafi Nurul Fikri (2220901128)
Berty Salsabila Pasha (2220901143)
Fany Safytra (2220901145)

Dila Adelia (2220901146)

Deden Ramadhan (2220901155)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2023

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat


Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah Mata Kuliah Psikologi Klinis dengan tepat
waktu. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah
Psikologi Klinis program studi Psikologi Islam
Fakultas Psikologi di Universitas Islam Negeri
Radeen Fatah Palembang. Selanjutnya kami
mengucapkan terima kasih pula kepada bapak A.
Rizki Kurniawan, M.Psi., Psikolog selaku dosen
pengampu mata kuliah Psikologi Klinis, dan kami
juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Kami pun menyadari bahwa masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini lebih baik lagi
kedepannya. Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga makalah ini dapat memberikan wawasan serta
manfaat bagi kita semua.

Palembang, 19 November 2023

Kelompok 5

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................II

DAFTAR ISI......................................................................................III

BAB I....................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................1

C. Tujuan....................................................................................................2

BAB II...................................................................................................3

PEMBAHASAN...................................................................................3

A. Alur Cerita.............................................................................................3

B. Analisis Film Berdasarkan Teori Psikologi


Komunitas..............................................................................................3

C. Teori Psikologi Komunitas....................................................................5

D. Diagnosa Gangguan Yang Dialami Oleh Pemeran


Utama....................................................................................................7

E. Teori Gangguan Skizofrenia................................................................10

F. Penyebab Gangguan Yang Dialami.....................................................11

G. Jenis Penanganan Klinis Pada Gangguan Pemeran


Utama..................................................................................................13

BAB III...............................................................................................15

PENUTUP..........................................................................................15

A. Kesimpulan..........................................................................................15

B. Saran....................................................................................................15

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Film "Joker" (2019), yang disutradarai oleh
Todd Phillips dan dibintangi oleh JoaquinPhoenix,
telah menjadi pusat perhatian karena pendekatannya
yang gelap terhadap karakter ikonikJoker. Lebih dari
sekadar kisah kejahatan, film ini memberikan
gambaran mendalam tentang kesehatan mental,
stigma sosial, dan alienasi, yang secara langsung
berkaitan dengan bidang psikologi komunitas.
Pemahaman mendalam terhadap hubungan antara
psikologi komunitas dan film "Joker" dapat
memberikan wawasan berharga tentang bagaimana
masyarakat merespon dan merawat individu yang
mengalami masalah kesehatan mental.

Didalam film ini gangguan yang sudah jelas


terlihat adalah Skizofrenia yang merupakan salah satu
gangguan mental yang kompleks dan serius yang
memengaruhi persepsi, pemikiran, emosi, dan
perilaku individu. Skizofrenia, dalam ranah psikologis
dan biomedis, didefinisikan secara negatif sebagai
gangguan mental yang mencakup halusinasi. Ini
merupakan suatu kondisi psikotik pada manusia yang
ditandai oleh gangguan kesadaran, gangguan berpikir,
serta ciri- ciri autisme, seolah-olah dipengaruhi oleh
kekuatan eksternal. Merupakan suatu keadaan yang
dianggap "abnormal," gejala skizofrenia dapat muncul
mulai dari usia remaja hingga dewasa.

4
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana alur dari film “Joker”?

2. Bagaimana analisis film “joker” berdasarkan


Teori Psikologi Komunitas?

3. Bagaimana Teori Psikologi Komunitas?

4. Diagnosa psikologis seperti apa yg tepat yang


dialami oleh Arthur Fredric dalam film “Joker”?

5. Bagaimana teori gangguan yang di alami oleh


pemeran dalam film “Joker”?

6. Bagaimana penyebab gangguan Skizofrenia?

7. Apa saja jenis penanganan klinis untuk klien


Skizofrenia?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui alur cerita film “Joker”

2. Untuk mengetahui analisis berdasarkan teori


psikologi komunitas

3. Untuk mengetahui penjelasan teori psikologi


komunitas

4. Untuk mengetahui diagnose gangguan pada pemeran


utama

5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya gangguan


Skizofrenia

6. Untuk mengetahui penjelasan teori Skizofrenia

7. Untuk mengetahui penangan klinis terhadap


gangguan Skizofrenia

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. ALUR CERITA

Arthur adalah seorang pelawak gagal yang


berjuang untuk mencari makna dalam hidupnya yang
suram. Ia menderita gangguan mental dan hidup
dengan ibunya yang sakit. Ketidakadilan dan
kekacauan di Gotham semakin membuatnya
terperangkap dalam kegelapan. Ketika Arthur
mengalami serangkaian peristiwa traumatis, ia
melampaui titik puncaknya dan beralih menjadi sosok
yang gelap, Joker. Ia muncul sebagai tokoh kejahatan
yang mengguncang Gotham City dan memulai
gerakan sosial yang menginspirasi orang-orang untuk
memberontak.

Film ini mempertunjukkan perubahan Arthur


dari seorang yang rentan menjadi seorang psikopat
yang mematikanAkibat kelainan yang dimilikinya
tersebut, Arthur juga sering dianggap aneh. Tidak
hanya oleh orang asing, namun juga orang yang
mengenalnya. Nah pada suatu malam ia pun mencapai
titik puncaknya dengan memotret salah satu pelajar
yang merundungnya.Sejak peristiwa tersebut, Arthur
pun secara perlahan bertransformasi menjadi sosok
penjahat bernama Joker.

B. ANALISIS FILM BERDASARKAN TEORI


PSIKOLOGI KOMUNITAS

Psikologi komunitas adalah pendekatan dalam


kesehatan mental yang menitikberatkan pada
pengaruh lingkungan dalam menciptakan dan
mengurangi masalah (Zax&Spectre dalam Trull,

6
2005). Poin penting dari sudut pandang ini melibatkan
ketertarikan pada keanekaragaman budaya, serta
keseimbangan antara individu dan lingkungan (Trull,
2005).

Film "Joker" (2019) dapat dianalisis berdasarkan


teori psikologi komunitas dengan fokus pada teori
empowerment atau teori pemberdayaan. Dalam
konteks teori ini, kita dapat melihat bagaimana tokoh
utama, Arthur Fleck (Joker), mengalami perubahan
dalam tiga level analisis pemberdayaan:
pemberdayaan psikologis (individual), pemberdayaan
organisasi, dan pemberdayaan komunitas.

1. Pemberdayaan Psikologis (Individual):

Arthur Fleck awalnya merupakan individu yang


rentan dan terpinggirkan dalam masyarakat. Dia
menghadapi tantangan mental dan sosial yang
serius. Perubahan karakter Arthur dari seorang yang
pasif menjadi seseorang yang aktif dalam
mengendalikan hidupnya dapat dilihat sebagai
perubahan dalam pemberdayaan psikologis. Dia
mulai memahami dan mengendalikan lingkungan
sosial-politiknya. Penggunaan keterampilan analitis
Arthur, seperti keterampilan memecahkan masalah,
terlihat saat dia menghadapi situasi sulit dan
mencoba mengatasi masalah pribadi dan sosialnya.

2. Pemberdayaan Organisasi:

Perjalanan Arthur mencakup hubungannya


dengan organisasi, terutama ketika dia bekerja
sebagai badut dan kemudian terlibat dalam gerakan
protes. Organisasi ini memberikan kesempatan
baginya untuk mendapatkan kendali atas hidupnya,
meskipun melalui cara yang ekstrem. Transformasi
7
Arthur menjadi Joker sebagian besar dipicu oleh
pengalaman negatif di dalam organisasi yang
mengakibatkan perasaan ketidakadilan dan
ketidaksetaraan.

3. Pemberdayaan Komunitas:

Pada tahap akhir film, Arthur secara tidak langsung


memicu gerakan protes dan perlawanan di
masyarakat Gotham City. Ini dapat dianggap
sebagai upaya pemberdayaan komunitas untuk
mengatasi ketidakpuasan dan ketidaksetaraan dalam
masyarakat. Pemberontakan masyarakat
mencerminkan upaya untuk mencapai kualitas hidup
yang lebih baik dan mengatasi tantangan sosial yang
ada.

Film "Joker" dapat dilihat sebagai kritik terhadap


ketidaksetaraan sosial dan kebijakan kesehatan
mental yang kurang memadai. Arthur Fleck, melalui
transformasinya menjadi Joker, menjadi simbol
pemberdayaan individu yang melawan ketidakadilan
dan kesenjangan sosial dalam komunitasnya. Namun,
film ini juga menggambarkan bagaimana
pemberdayaan yang salah atau ekstrem dapat
mengarah pada kekerasan dan ketidakstabilan dalam
masyarakat.

8
C. TEORI PSIKOLOGI KOMUNITAS

Dikutip dari Istiqomah, et al (dalam


Sriwulan,2017) Psikologi komunitas merupakan
bagian dari kerangka keilmuan psikologi sosial, yang
kini banyak digunakan untuk memahami interaksi
anggota masyarakat dalam suatu sistem sosial
tertentu, menganalisis sistem sosial dan memecahkan
masalah sosial, serta mengembangkan program
intervensi sosial dengan menggunakan program yang
sudah ada sumber daya yang ada di masyarakat.
Penelitian psikologi komunitas berfokus pada
hubungan antara individu dengan komunitas dan
masyarakat melalui penelitian dan kolaborasi. (Yuli,
2018).

Penelitian psikologi komunitas berfokus pada


hubungan antara individu dengan komunitas dan
masyarakat melalui penelitian dan kolaborasi.
Psikolog komunitas berupaya memahami dan
meningkatkan kualitas hidup individu, komunitas, dan
masyarakat. Fokusnya tidak hanya pada individu dan
lingkungan, namun juga pada hubungan keduanya.
(Yuli,2018)

Beberapa pendekatan, konsep dan teori


mengenai psikologi komunitas(Yuli, 2018) :

1. Pendekatan Transaksional

Pendekatan ini merupakan konsep yang


menggabungkan kerangka konsep kesehatan mental
klinis tradisional dengan konsep kesehatan mental
komunitas. Dalam pendekatan ini, pemahaman
penting bahwa kerentanan yang muncul bersifat
kontekstual diklarifikasi.Menekankan kepada konteks
sosial dalam memahami tahapan perkembangan dan
perilaku.
9
2. Konsep Pemberdayaan

Zimmerman juga memaparkan kajian


konseptual psikologi komunitas yaitu konsep analisis
pemberdayaan bertingkat. Pendekatan ini dijelaskan
dalam konteks pencegahan psikologi komunitas.
Zimmerman menekankan nilai-nilai pemberdayaan
psikologi komunitas dan analisis multilevel yang
diperlukan untuk penelitian dan intervensi

3. Konsep Kesehatan

Penjelasan Cowen merupakan kebalikan dari


konsep pemberdayaan. Dalam penjelasannya, Cowen
lebih fokus pada kesehatan, yaitu upaya membangun
sistem yang berpusat pada kesehatan.

Dalam teori psikologi komunitas terdapat


beberapa kelanjutan mengenai beberapa teori-teori
yang mendasari orientasi nilai maupun nilai dasar
pemikiran pada psikologi komunitas (Yuli, 2018)

a. Teori Empowerment (Teori Pemberdayaan) Taraf


Analisis Psikologis, Organisasional Dan Komunitas
Pemberdayaan adalah orientasi nilai dan model
teoritis untuk memahami proses dan konsekuensi dari
upaya mengendalikan dan mempengaruhi keputusan
yang mempengaruhi kehidupan individu, efektivitas
organisasi dan kualitas hidup dalam komunitas
(Perkins dan Zimmerman, 1995; Rappaport, 1981;
Zimmerman dan Warschausky, 1998, Rappaport,
Seidman, 2000).

10
Terdapat beberapa Level analisis dalam teori
empowerment, yaitu

1) Pemberdayaan Psikologis (Individual)

Pemberdayaan psikologis mencakup


kompetensi, upaya mengendalikan dan memahami
lingkungan sosial politik. Tinjauan terapan meliputi
kehidupan pribadi, interpersonal dan sosiopolitik.
Komponen interaktif pemberdayaan psikologis
menjelaskan bagaimana orang menggunakan
keterampilan analitis, seperti keterampilan
memecahkan masalah, untuk mempengaruhi
lingkungan. Komponen perilaku pemberdayaan
psikologis mengarah pada tindakan kontrol melalui
partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan atau
komunitas.

2) Pemberdayaan Organisasi

Organisasi yang menawarkan kesempatan kepada


anggotanya untuk mendapatkan kendali atas
kehidupannya disebut organisasi pemberdayaan,
sedangkan organisasi yang berhasil dalam
pembangunan, mempengaruhi pengambilan
keputusan, atau memberikan peluang pelayanan yang
lebih efektif disebut organisasi pemberdayaan.

3) Pemberdayaan Komunitas

Pemberdayaan komunitas atau komunitas


adalah inisiatif untuk mengembangkan komunitas
untuk mengatasi tantangan dalam mencapai kualitas
hidup dan memungkinkan anggota komunitas untuk
berpartisipasi.

11
b. Individualisme, Kolektivisme dan Psikologi
Komunitas

Konsep individualisme menggambarkan nilai-


nilai kebebasan, kemandirian, keterpisahan dari orang
lain dalam hubungan emosional dan persaingan. Pada
saat yang sama, kolektivisme mencakup kerja sama,
hubungan emosional dengan orang lain, pertimbangan
pendapat lain, kepedulian terhadap keluarga dan
teman.

c. Konsep Intervensi Sosial Untuk Kesehatan Jiwa


Berbasis Komunitas

Saat ini gagasan intervensi untuk


meningkatkan kesehatan jiwa mulai
diimplementasikan dalam bentuk intervensi sosial
berbasis pemberdayaan masyarakat dan melibatkan
berbagai kelompok kepentingan.Konsep upaya
peningkatan kesehatan jiwa dituangkan dalam
kebijakan, rencana dan program, yang dijelaskan
sebagai berikut: Kebijakan adalah seperangkat nilai,
prinsip dan tujuan untuk meningkatkan kesehatan jiwa
dan mengurangi beban gangguan kesehatan jiwa pada
masyarakat.

12
D. DIAGNOSA GANGGUAN YANG DIALAMI
OLEH PEMERAN UTAMA

Kami mendiagnosis beberapa penyakit


gangguan psikologis yang kompleks yang dialami
pemeran di Film yang saya tonton. Beberapa di
antaranya termasuk gangguan kepribadian anti sosial,
pseudobulbar affect, dan mungkin juga elemen-
elemen skizofrenia. Penderitaannya diperparah oleh
trauma masa kecil, isolasi sosial, dan ketidaksetaraan
sosial yang dialaminya.

1. Skizofrenia

Merupakan gangguan mental serius yang


memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan
berperilaku. Berikut adalah beberapa aspek penting
yang dapat membantu Anda memahami skizofrenia:

a. Penyebab Skizofrenia

1) Faktor Genetik: Ada kecenderungan genetik yang


dapat meningkatkan risiko skizofrenia, terutama jika
ada riwayat keluarga dengan gangguan ini.

2) Faktor Lingkungan: Pengaruh lingkungan seperti stres


prenatal, komplikasi saat kelahiran, dan penggunaan
narkoba tertentu dapat meningkatkan risiko.

b. Dampak Skizofrenia

1) Gangguan Kehidupan Sehari-hari: Individu dengan


skizofrenia mungkin mengalami kesulitan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, seperti bekerja atau
menjaga hubungan sosial.

2) Isolasi Sosial: Gejala skizofrenia dapat menyebabkan


isolasi sosial karena kesulitan berinteraksi dengan
orang lain.

13
3) Kesehatan Fisik yang Menurun: Orang dengan
skizofrenia mungkin kurang memperhatikan
kesehatan fisik mereka.

c. Ciri-ciri Skizofrenia

1) Halusinasi: Persepsi palsu, seperti mendengar suara


atau melihat sesuatu yang tidak ada

2) Delusi: Keyakinan yang tidak sesuai dengan


kenyataan.

3) Gangguan Pikiran: Kesulitan dalam berpikir logis


atau mempertahankan fokus.

4) Gangguan Perasaan: Perubahan ekstrem dalam


perasaan, dari euforia hingga kelelahan yang
mendalam.

Contoh:

Seorang individu dengan skizofrenia mungkin mengalami


halusinasi mendengar suara yang memerintahkannya
untuk melakukan tindakan tertentu. Mereka juga dapat
memiliki delusi, seperti keyakinan bahwa mereka sedang
dikejar oleh agen rahasia tanpa alasan yang jelas.
Gangguan pikiran mereka dapat membuat percakapan
sulit dimengerti, dan ini dapat mengarahpada isolasi sosial
dan kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan atau
pendidikan.

14
Penting untuk diingat bahwa skizofrenia bersifat
kompleks, dan setiap individu mungkin mengalami
gejala dengan tingkat kemarahan yang berbeda.
Pengelolaan dan perawatan yang tepat, yang
melibatkan dukungan medis dan psikosial, sangat
penting untuk membantu individu dengan skizofrenia
menjalani kehidupan yang lebih baik.

2. Pseudobulbar affect (PBA)

Merupakan kondisi neurologis yang


menyebabkan seseorang mengalami perubahan
emosional yang tidak sesuai dengan situasi. Gejala
umum termasuk tawa atau tangisan yang tidak
terkendali. Dampaknya dapat melibatkan stigmatik
sosial dan kesulitan berinteraksi secara normal.

Pseudobulbar affect (PBA) bisa disebabkan


oleh kondisi medis tertentu, seperti cedera otak
traumatis, stroke, penyakit Alzheimer, dan beberapa
gangguan neurologis lainnya. PBA dapat muncul
sebagai respons emosional yang tidak proporsional
terhadap situasi tertentu. Kondisi ini terkait dengan
ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama
serotonin dan dopamin. Jika Anda atau seseorang
yang Anda kenal mengalami gejala PBA, sebaiknya
berkonsultasi dengan profesional medis untuk
evaluasi lebih lanjut dan perawatan yang sesuai.

Contohnya Seseorang mungkin tiba-tiba tertawa keras


meskipun situasinya sedih atau tidak lucu,atau
sebaliknya, menangis tanpa alasan yang jelas. PBA
sering terkait dengan gangguan neurologis seperti
stroke, penyakit Alzheimer, atau cedera otak
traumatis.

15
3. Gangguan Kepribadian Anti sosial (Antisocial
Personality Disorder/APD) Merupakan kondisi mental
di mana seseorang menunjukkan pola perilaku yang
bertentangan dengan norma sosial dan hak-hak orang
lain.

Beberapa ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial


meliputi:

a. Ketidakpedulian terhadap norma sosial: Tidak


mempedulikan aturan dan norma sosial, serta
Kurangnya rasa bersalah terkait pelanggaran-
pelanggaran tersebut.

b. Ketidakmampuan untuk membentuk hubungan


emosional: Kesulitan dalam membentuk dan
mempertahankan hubungan yang mendalam dan
bermakna.

c. Manipulatif dan licik: Kemampuan untuk


memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi
tanpa merasa bersalah.

d. Kurangnya empati: Kesulitan dalam merasakan atau


memahami perasaan dan perspektif orang lain.

e. Keengganan untuk bertanggung jawab: Sulit atau


tidak mau bertanggung jawab atas tindakan sendiri.

Penyebab gangguan kepribadian anti sosial


dapat melibatkan faktor genetik dan lingkungan.
Trauma masa kecil, ketidakstabilan keluarga, dan
pengalaman negatif lainnya dapat berperan.Contoh
perilaku yang terkait dengan gangguan ini termasuk
penipuan, manipulasi, kekerasan,dan ketidakacuhan
terhadap hukum.

16
Adegan 1 (Arthur duduk dan berbincang
dengan ibunya disalah satu ruang rumah sakit)
Arthur : “Aku tak pernah bahagia, selama satu menit
dalam seluruh hidupku” dalam dialog ini Arthur
berbicara mengenai hidupnya dengan sang ibu sambil
menahan rasa kecewa. Arthur juga mengungkapkan
bahwa dirinya sangat tidak menyukai ibunya, serta
ibunya dianggap sebagai penyebab Arthur tidak dapat
memiliki kehidupan dan menderita selama hidupnya.

Adegan 2 (Arthur diam dan marah


memperhatikan percakapan Penny dengan dokter di
Rumah Sakit Jiwa Arkham). “Penny, puteramu
ditemukan terikat di radiator dalam apartemen
kotormu, kurang gizi dengan banyak memar di
sekujur tubuhnya, dan trauma parah di kepalanya”.
Pada adegan ini menceritakan Arthur kembali pada
kecilnya. Arthur menyaksikan percakapan Penny
dengan dokter di Rumah Sakit jiwa Arkham mengenai
Arthur yang mengalami kekerasan dan trauma parah
pada kepalanya di masa kecilnya. Adegan ini
menunjukkan bahwa kekerasan yang dialami Arthur
pada masa kecilnya dapat membuat Arthur mengalami
gangguan jiwa Skizofrenia. Kekerasan yang
didapatkan oleh anak membuat keadaan frustasi dan
stress sehingga membuat tingkah lakunya cenderung
ke sifat-sifat asosial. Dalam film tersebut juga
ditunjukkan oleh Arthur bahwa sulit untuk
berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.

Adegan 3 (Shopie berdiri di ujung rumahnya sambil


berbicara pada Arthur) Arthur : “Aku mengalami hari
yang berat” Sophie : “Mau kutelepon sekarang? Apa
17
ibumu ada di rumah?”. Pada adegan ini Arthur
menyadari bahwa segala kegiatan yang dilakukannya
bersama dengan Sophie yang menjadi kekasihnya
tersebut tidak nyata. Sophie merupakan tetangga dari
Arthur. Sophie adalah seorang ibu muda yang
memiliki satu orang anak. Setelah membaca rekam
medis milik Penny Fleck, Arthur merasa memiliki
hari yang berat dan mendatangi Sophie sebagai
kekasihnya untuk bercerita.

E. TEORI GANGGUAN SKIZOFRENIA

Gangguan psikologis yang dialami oleh


pemeran utama yaitu Arthur Fleck merupakan
Skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan
psikotik menetap dimana orang yang menderitanya
memiliki ciri-ciri seperti kekacauan dalam berpikir,
emosi, persepsi dan perilaku, dimana episode akut
dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi,
pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak
koheren, dan perilaku yang aneh (Nevid, 2005,h.103).
skizofrenia merupakan gangguan mental kronis yang
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir,
berperilaku, mengekspresikan emosi, memahami
realitas, dan berinteraksi dengan orang lain. Seseorang
dengan pengidap skizofrenia kerap mengalami
masalah pada lingkungan sekitarnya. Skizofrenia
dapat disebabkan oleh faktor genetik dan dipicu oleh
faktor lingkungan. Gejala awal yang muncul biasanya
adalah penderita mulai menarik diri dari sosial, sulit
berkonsentrasi, cenderung tempramen dan kesulitan
untuk tidur.

Gangguan skizofrenia pada film Joker terlihat


pada saat Arthur sering kali berdelusi dengan
18
‘skenario’ karangannya sendiri. Seperti mengencani
wanita atau menjadi komika sukses hingga akrab
dengan tokoh selebriti Murray Franklin. Bahkan
meyakini bahwa dirinya sangat bertalenta. Mirisnya
lagi, penderita juga sering berkhayal memiliki relasi
khusus dengan publik figur hebat. Namun
kenyataannya tidak demikian. Pada film Joker,
kemungkinan besar ia mengalami waham kebesaran
(grandiose). Penderita skizofrenia dengan delusi
grandiose merasa memiliki rasa kekuasaan, identitas,
kecerdasan yang membumbung tinggi bahkan
meyakini bahwa dirinya sangat bertalenta.

Pada film “Joker”, menunjukkan beberapa


perilaku yang dapat dikaitkan dengan skizofrenia.
Beberapa contohnya adalah:

1. Pemikiran yang tidak jelas atau membingungkan,


seperti ketidakmampuan membedakan antara
kenyataan dan imajinasi. Dalam film tersebut,
karakter Joker mengalami halusinasi dimana ia
merasa seolah-olah menjadi seorang komedian yang
disegani, padahal ia tidak berkarier sebagai komedian.

2. Halusinasi, seperti mendengar suara-suara yang tidak


ada dalam kenyataan. Pada film ini, karakter
Jokerseringkali mendengar suara yang memberinya
perintah untuk melakukan tindakan yang negatif.

3. Delusi, seperti perasaan dicurigai atau diperhatikan


oleh orang lain. Pada film ini, karakter Joker merasa
dia diabaikan oleh masyarakat, dan bahwa dia akan
diakui dan dihormati jika dia menjadi tokoh utama
dalam sebuah krisis.

4. Perilaku yang tidak sesuai, seperti tingkah laku yang


tidak sesuai dengan situasi atau lingkungan. Pada film
ini, karakter Joker menunjukkan perilaku yang
19
menjadi lebih agresif dan merusak.

Arthur Fleck juga mengalami kondisi gangguan


psikologis yang membuatnya tidak dapat mengontrol
tawanya. Dalam istilah medis, gangguan tersebut disebut
PseudobulbarAffect (PBA), yaitu gangguan saraf yang
diakibatkan oleh kerusakan pada korteks prefrontal yaitu
area otak yang membantu mengendalikan emosi dan salah
satunya dapat disebabkan oleh trauma otak. Pada kasus
Arthur Fleck, trauma otak dialami ketika dia kerap
dianiaya pada usia sangat muda. Arthur juga mengalami
APD (Anti-Social Personality Disorder). Arthur
merupakan seseorang yang anti sosial sehingga
menyebabkan gejala agresifitas dan cenderung tidak
perduli pada perasaan maupun kondisi orang lain.

F. PENYEBAB GANGGUAN YANG DIALAMI

Faktor-faktor yang berperan terhadap


timbulnya skizofrenia adalah sebagai berikut. (Zahnia
& Sumekar, 2016).

1. Umur

Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali


lebih besar menderita Skizofrenia dibandingkan umur
17-24 tahun.

2. Jenis kelamin

Proporsi skiofrenia terbanyak adalah lakilaki


(72%) dengan kemungkinan laki-laki berisiko 2,37
kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia
dibandingkan perempuan. Kaum pria lebih mudah
terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang
menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih
besar mengalami tekanan hidup, sedangkan
20
perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan
jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih
bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan
dengan laki- laki.

3. Pekerjaan

Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak


bekerja adalah sebesar 85,3%sehingga orang yang
tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali
lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan yang
bekerja.

4. Status perkawinan

Seseorang yang belum menikah kemungkinan


berisiko untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia
dibandingkan yang menikah karena status marital
perluuntuk pertukaran ego ideal danidentifikasi
perilaku antara suami dan istrimenuju tercapainya
kedamaian. perhatian dan kasih sayang adalah
fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti
dan memuaskan.

5. Konflik keluarga

Konflik keluarga kemungkinan berisiko1,13


kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia
dibandingkan tidak ada konflik keluarga

6. Status ekonomi

Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00


kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia
dibandingkan status ekonomi tinggi. Status ekonomi
rendah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Beberapa ahli tidak mempertimbangkan kemiskinan
(status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi
faktor yang menyertainya bertanggung jawab atas
timbulnya gangguan kesehatan.

21
Faktor genetik turut menentukantimbulnya
gangguan skizofrenia. Hal ini telah dibuktikandengan
penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia dan terutama anak-anak kembar
monozigot. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah
0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita
skizofrenia 7-16%;bila kedua orang tua menderita
skizofrenia 40-68%; bagi heterozigot 2-15%; dan bagi
monozigot 61- 86%. Diperkirakan bahwa yang
diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia melalui gen yang resesif. Potensi
inimungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi
selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu
apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak.

Selain itu faktor yang menyebabkan terjadinya


gangguan jiwa skizoprenia adalah pengalaman
traumatik. Pengalaman traumatik tersebut sangat sulit
dilupakan dan berpotensi memunculkan gejala awal
gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan kepada tujuh informan, didapatkan lima
tema yang muncul yaitu: cita-cita/keinginan tak
tercapai, kegagalan; kehilangan orang yang dicintai;
kehilangan pekerjaan; orangtua galak/pola asuh
otoriter; dan mendapat tindakan kekerasan.
(Fatmawati, 2016).

Didalam film “Joker” ditayangkan


beberapa adegan dimana pemeran utama mengalami
pengalaman traumatik :

1. Adegan dibuka dengan scene pemeran utama yang


sedang bekerja sebagai badut mendapatkan
perundungan. dari sekolompok anak muda. Pemeran
22
utama didiagnosa memiliki penyakit Pseudobulbar
Affect (PBA) yang membuatnya tidak bisa
mengontrol tawa dan sedihnya. Pemeran utama
merasa gagal menjadi pelawak tunggal.

2. Terdapat adegan dimana pemeran utama dipecat dari


pekerjaan sebagai badut karena membawa pistol saat
menghibur dirumah sakit anak.

3. Terdapat adegan dimana pemeran utama tidak dapat


mengendalikan penyakit Pseudobulbar Affect (PBA)
dan menyinggung orang disekitar kemudian
memojokkan dn melakukan perundungan

4. Pemeran utama kehilangan kasih sayang dari ayahnya


karena dibesarkan hanya bersama ibunya.

5. Terdapat adegan dimana pemeran utama mengetahui


fakta bahwa ibunya mengidap penyakit gangguan
delusi sejak ia kecil dan melakukan penganiayaan

G. JENIS PENANGANAN KLINIS PADA GANGGUAN


PEMERAN UTAMA

1. Evaluasi psikologi mendalam yang dilakukan oleh


tenaga profesional seperti psikolog dan psikiater. Hal
ini guna mengetahui sejauh mana gangguan psikologis
yang dialami oleh kx serta untuk mengatahui faktor
pemicunya.

2. Psikofarmakologi, karena klien mengalami gangguan


psikologis skizofrenia dan bipolar afektif guna
mencegah agresifitas perilaku yang kemungkinan bisa
terjadi. Mengingat karakter Arthur memiliki
kecenderungan untuk kekerasan. Biasanya obat-obat
yang diberikan pada kasus seperti ini obat yang
memiliki kandungan psikotropika namun keputusan
ini harus dibuat setelah evaluasi medis menyeluruh

23
dan mempertimbangkan manfaat dan risiko.

3. CBT ( Cognitif Behavioral Therapy). Pemberian


terapi ini diharapkan dapat membantu mengatasi dan
merubah pola pikir negatif kx serta membantu kx
dalam memahami dan mengelola emosi-Nya.

4. Edukasi dan dukungan sosial. Hal ini berkaitan


dengan Salah satu gangguan yg dialami oleh Arthur
yaitu APD (Antisocial Personality Disorder) dimana
kx memiliki sifat anti sosial yang menyebabkan gejala
agresifitas dan cenderung tidak perduli perasaan /pun
keadaan orang lain. Dengan diberikannya edukasi
baik terhadap Kx, Keluarga, dan lingkungan pun
harus tempat yang memang rehabilitasi kx guna
memaksimalkan pemulihan kx diharapkan dengan
diadakannya eduka dan dukungan dari lingkungan
sekitar dapat membuat kx lebih tenang dan dapat
berfikir positif.

24
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

film "Joker" tidak hanya menawarkan kisah


kejahatan kelam, tetapi juga menawarkan pandangan
mendalam tentang kesehatan mental, stigma sosial,
dan keterasingan. Melalui pemahaman psikologi
komunitas, dapat diketahui bahwa gangguan
kesehatan mental seperti skizofrenia dapat
menghadirkan tantangan klinis dan sosial yang
signifikan dalam konteks film ini. Psikologi
komunitas memainkan peran penting dalam
merespons dan menangani orang-orang dengan
masalah kesehatan mental, mengurangi stigma,
dan menciptakan lingkungan yang mendukung.

B. SARAN

Meskipun penulis menginginkan


kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan
yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke
depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan
penelitian dan karya tulis yang bermanfaat bagi
banyak orang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Yuli Widiningsih, Y. W., Anggia Kargenti Evanurul


Marettih, A. K., & Hirmaningsih, H. PSIKOLOGI
KOMUNITAS

Fatmawati, I. N. A. (2016). Faktor-faktor penyebab


skizofrenia (studi kasus di rumah sakit jiwa daerah
surakarta) (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).

Zahnia, S., & Sumekar, D. W. (2016). Kajian epidemiologis


skizofrenia. Jurnal Majority, 5(4), 160-166.

Trull, T.J. 2005. ClinicalPsychology. 7ed. Belmont, CA-USA


: Thomson Wadsworth

Nevid, J. S., Rathus, S.A., Greene, B. (2005). Psikologi


abnormal edisi kelima jilid 2. Jakarta: Erlangga

Arif, I.S. (2006). Skizofrenia: memahami dinamika keluarga


pasien. Bandung: Refika Aditama

26
27
28

Anda mungkin juga menyukai