Anda di halaman 1dari 6

Isu-Isu dalam Psikologi Klinis

Mata Kuliah : Psikologi Klinis

Pengampu : Hikmatun Balighoh Nur Fitriyati, M. Psi, Psikolog

Kelompok 4:

Danta Ardhiyuwanto (2204046123)

Faila Sufah (2204046089)

Henggarani Ludmila (2204046121)

TASAWUF DAN PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2024
Isu-Isu dalam Psikologi Klinis

Psikologi klinis merupakan bidang yang tak terpisahkan dari upaya kita untuk memahami
dan mengatasi berbagai tantangan yang terkait dengan kesehatan mental manusia. Di tengah-
tengah kompleksitas zaman modern, psikologi klinis dihadapkan pada sejumlah isu-isu yang
menuntut pemikiran kritis, adaptasi, dan inovasi. Mulai dari meningkatnya prevalensi gangguan
kesehatan mental hingga perubahan dalam teknologi dan pendekatan terapi, isu-isu ini
memengaruhi cara kita mendefinisikan, mendiagnosis, dan mengobati masalah psikologis.
Dalam konteks ini, penting bagi para praktisi dan peneliti psikologi klinis untuk secara aktif
menggali dan memahami isu-isu terkini ini guna memastikan bahwa kita dapat memberikan
layanan yang efektif dan relevan bagi individu yang membutuhkannya.

Beberapa isu dalam psikologi klinis antara lain yaitu:

1. Isu-isu diagnostik
Dalam dunia psikologi, gangguan mental telah menjadi topik yang umum dibicarakan.
Biasanya, gangguan mental dikelompokkan menjadi dua kategori besar: neurosis dan
psikosis. Orang dengan neurosis sering mengalami gejala tertentu seperti kecemasan atau
depresi, tetapi masih dapat memahami realitas dengan baik. Sementara itu, orang dengan
psikosis mengalami halusinasi atau delusi, yang membuat mereka kehilangan kontak
dengan realitas. Emil Krapelin mengusulkan dua kategori gangguan mental yang
berbeda: eksogen, yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, dan endogen, yang
disebabkan oleh faktor-faktor internal. Meskipun istilah Krapelin telah lama digunakan,
terminologi ini kemudian menjadi dasar untuk pembuatan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental).
(Widiger & Mullins-Sweatt, 2008)
2. Penilaian Intelegensi
Pada awal abad ke-20, psikologi klinis mulai berkembang dan menyebabkan perdebatan
di antara para pendiri psikologi tentang manfaat dari berbagai jenis psikoterapi. Mereka
menemukan bahwa terapi yang ditargetkan pada masalah seperti nyeri dan sakit kepala
sama efektifnya dengan terapi tatap muka. Namun, beberapa jenis terapi kesehatan
mental yang dijalankan melalui komputer tidak seefektif terutama jika dibandingkan
dengan terapi langsung. Beberapa peneliti juga telah menyimpulkan bahwa terapi melalui
komputer dan terapi langsung memiliki efektivitas yang sama untuk berbagai macam
gangguan. (Empelkamp 2011; Kraus, 2011)
3. Muncunya Isu-Isu Prifesional
Penggunaan teknologi dalam psikologi klinis telah menimbulkan banyak masalah etika.
Salah satu isu utamanya adalah bagaimana psikolog memverifikasi identitas klien
sebelum penilaian atau terapi. Psikolog juga perlu memastikan bahwa klien benar-benar
orang yang memberikan persetujuan tertulis, merespons pertanyaan penilaian, atau
berpartisipasi dalam sesi terapi. Selain itu, masalah kerahasiaan dalam pengiriman
informasi elektronik dan kesulitan dalam menafsirkan isyarat non-verbal menjadi
perhatian utama. Para psikolog harus menguasai keterampilan teknis selain keterampilan
klinis untuk menjaga efektivitas penanganan cybertherapy. Meskipun demikian,
keberhasilan cybertherapy juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di samping isu-isu
etika dan praktis.
Isu tentang apakah praktisi harus mengikuti bukti ilmiah atau pedoman tertentu dalam
psikoterapi telah menjadi perdebatan yang panjang. Para pendukungnya berpendapat
bahwa pendekatan ini membantu memperkuat dasar ilmiah psikoterapi, menetapkan
standar kompetensi yang jelas, dan mengurangi subjektivitas dalam pengambilan
keputusan klinis. Namun, mereka yang menentangnya khawatir bahwa pendekatan ini
dapat mengganggu hubungan terapeutik, membatasi fleksibilitas praktisi, dan mungkin
hanya berlaku untuk populasi tertentu, sehingga sulit diterapkan secara luas dalam praktik
psikoterapi.
4. Muculnya Multikulturalisme dalam Psikologi Klinis
Multikulturalisme telah menjadi hal yang semakin penting dalam psikologi klinis karena
pengakuan bahwa individu yang mencari layanan profesional sering memiliki latar
belakang budaya yang beragam. Baik sebagai individu maupun sebagai profesi, psikologi
klinis berupaya menghadapi isu-isu budaya dengan sensitif dan kompeten (Comaz-Diaz,
2011, 2012). McGoldrick, Giordano, dan Garcia Petro (2005) menegaskan bahwa
pentingnya mengakui budaya dalam teori dan praktik terapi, sehingga klien dari latar
belakang budaya yang berbeda tidak merasa tersesat atau bingung
5. Multikulturalisme sebagai “kekuatan keempat”
Dampak dari isu-isu budaya dalam praktik kesehatan mental telah begitu luas sehingga
beberapa orang mengidentifikasi multikulturalisme sebagai sesuatu yang sangat penting
dalam psikologi saat ini. Pedersen (1990) mengajukan argumen bahwa dalam
perkembangan psikologi klinis, multikulturalisme dapat dianggap sebagai "kekuatan
keempat", setara dengan tiga paradigma sebelumnya yang mendominasi, yaitu
psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme. Multikulturalisme telah memberikan
pengaruh yang signifikan pada praktisi psikologi klinis modern (Gelso, 2011). Namun,
multikulturalisme juga membawa perubahan yang berbeda dalam metode dan fokusnya.
6. Upaya-Upaya Profesional untuk menankan Isu Budaya
Upaya profesional dalam menangani isu-isu budaya telah berkembang seiring waktu.
Pada tahun 1970-an, upaya pendidikan terapi tentang pentingnya ras dan etnisitas masih
dalam tahap awal. Namun, hingga tahun 1990-an, fokus telah berkembang menjadi lebih
luas dan komprehensif, termasuk berbagai variabel budaya selain etnisitas dan ras (J.E
Harris, 2012). Dalam beberapa tahun terakhir, refleksi tentang pentingnya budaya dalam
psikologi klinis semakin meningkat, menunjukkan kesadaran yang berkembang dalam
profesi ini.
7. Etika dalam Penggunaan Teknologi
Penggunaan media sosial yang semakin luas telah membawa perkembangan teknologi
baru seperti pembelajaran mesin. Pembelajaran mesin ini memiliki potensi besar untuk
mengubah banyak bidang, termasuk psikologi. Dengan memanfaatkan informasi yang
diberikan oleh pengguna media sosial dan teknologi pembelajaran mesin, kita dapat
membuat penilaian dan diagnosis psikologis secara otomatis. Pendekatan ini menawarkan
berbagai manfaat, seperti penghematan waktu dan biaya, mengurangi bias, dan
memberikan wawasan tentang emosi dan perilaku individu selama periode yang panjang.
Namun, penggunaan teknologi ini juga menimbulkan tantangan etis bagi para psikolog,
seperti kebutuhan untuk memperhatikan privasi, persetujuan, dan keadilan.
8. Penggunaan Obat Psikotropika
Dalam 15 tahun terakhir, perkembangan obat-obatan psikotropika telah sangat cepat.
Pengeluaran untuk obat resep secara umum, termasuk obat-obatan psikotropika, juga
mengalami peningkatan yang signifikan. Penggunaan obat-obatan psikotropika dalam
pengobatan gangguan mental semakin penting dan menjadi fokus perhatian dari
perusahaan asuransi kesehatan, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya. Kebijakan
publik terkait obat resep memiliki potensi besar untuk memengaruhi cara perawatan
klinis untuk gangguan mental diakses, biaya perawatan, dan kemajuan ilmiah di masa
depan. Artikel ini membahas isu-isu kebijakan yang berkaitan dengan obat-obatan
psikotropika, termasuk akses terhadap perawatan kesehatan mental, biaya, dan kualitas
layanan.
9. Pergeseran Paradigma dalam Penelitian dan Pengembangan Psikiatri
Namun perkembangan obat-obatan baru dalam psikiatri melambat. Inovasi psikoterapi
berbantuan psikedelik (PAP) menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mengobati
kondisi yang sulit diobati. Namun, PAP juga mengajukan pertanyaan tentang cara kita
memahami dan mendiagnosis gangguan mental, dengan menyoroti pentingnya
mempertimbangkan faktor-faktor sosial, budaya, dan potensi terapeutik dari kondisi
kesadaran yang tidak biasa. Perubahan Paradigma dalam Penelitian dan Pengembangan
Psikiatri.
Daftar Pustaka

Eduardo Ekman Skenberg, Psychedelic-Assisted Psychotherapy: A Paradigm Shift in Psychiatric


Research and Development, Front Pharmacol. 2018; 9: 733.

Megan N. Fleming, Considerations for the Ethical Implementation of Psychological Assessment Through
Social Media via Machine Learning, PMC 2022 1 Januari.Diterbitkan dalam bentuk editan akhir
sebagai:Perilaku Etika. 2021; 31(3): 181–192.Diterbitkan online 9 September 2020

Richard G Frank , Rena M Conti , dan Howard H Goldman, Mental Health Policy and Psychotropic
Drugs, Milbank Quarterly, 2005, No. 82 Vol.2, hal 271-298

Anda mungkin juga menyukai