Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PROSEDUR K3 PADA PEKERJAAN PERANCAH

Disusun Oleh :

Nama : Tegar Adi Nugroho


NIM : 3336230027
Fakultas : Teknik
Jurusan : Teknik Sipil
Mata Kuliah : Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)
Kelas :A
Dosen Pengampu : Siti Asyiah, M.T.
Tahun dan Tempat : Cilegon, Maret 2024

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


CILEGON-BANTEN
2023/2024
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………..…………...1
1.2 Rumusan Masalah …..………………………………………………………..1
1.3 Tujuan Percobaan……………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN………..………………………………………………....….2
2.1 Peraturan yang Mengatur Penggunaan Perancah pada Proyek Konstruksi.….2
2.2 Contoh Kecelakaan Kerja yang Terjadi dalam penggunaan Perancah…….…4
2.3 Prosedur K3 Pada Pekerjaan Perancancah………………..………………......5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..9
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..9
3.2 Saran………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….......10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keselamatan bekerja di ketinggian sampai saat ini belum mepat perhatian sebagaimana
mestinya. Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja di Bangunan Tinggi (A2K2BT, 2012)
saat ini Indonesia menduduki posisi keduadi dunia mengenai kematian akibat jatuh dari
ketinggian. Pada pekerjaan gedung contoh kecil mengenai kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan paling sering mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Sementara

risiko tersebut kurang mendapat perhatian khusus oleh para pekerja dengan sering kali tidak
memedulikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang
sesungguhnya sudah masuk dalam pedoman K3 konstruksi yang merupakan aturan yang harus
diperhatikan serta dipahami oleh karyawan apalagi pekerja lapangan. Sering terjadi kejadian
kecelakaan kerja di ketinggian lebih disebabkan karena para pekerja kurang memahami dan
mengetahui mengenai pengetahuan dasar tentang keselamatan kerja di ketinggian selain itu
aturan mengenai keselamatan kerja di ketinggian yang ada masih sangat minim menyentuh
mengenai keselamatan kerja di ketinggian atau teknologi keselamatan yang diterapkan sudah
tidak valid (A2K2BT, 2012).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah :
a. Apa saja standar tentang penggunaan perancah
b. Apa saja contoh kecelakaan dalam penggunaan perancah
c. Prosedur K3 pada pekerjaan perancah

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui pelaksanaan kegiatan inspeksi K3 pada Proyek konstruksi

1
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Standar Yang Mengatur Tentang Penggunaan Perancah Pada Proyek Konstruksi

Berdasarkan Permenaker No PER 09/MEN/2016, Pasal 3, mengenai tentangBekerja pada suatu


Ketinggian wajib memenuhi harus Persyaratan K3 di manameliputi Perencanaan, Prosedur
Kerja, Teknik Bekerja dengan Aman;penggunaan APD, perangkat pelindung Jatuh, angkur dan
Tenaga Kerja. Adapun aturan untuk standar pemasangan terdiri atas
a. Perancah dikerjakan untuk semua pekerjaan yang tidak bisadikerjakan secara aman pada
pekerjaan ketinggian khususnyakonstruksi
b. Perancah hanya dibuat dan diperbaharui oleh pengawas yang ahli danbertanggung jawab,
orang yang ahli dibidang khususnya perancah
c. Pemasangan perancah hanya bisa dilakukan dan diawasi oleh tenagakerja dalam bidang
perancah dan diawasi oleh ahli bidang K3 perancah

Perundang-undangan
Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karenapenggunaan
scaffolding yang tidak tepat dan di dalam peraturan pemerintah telah disahkan undang-undang
yang mengatur tentang scaffolding, diantaranya Permenakertrans No. PER-01/MEN/1980
tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan:
a. Bab II
1. pasal 12, Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yangtidak dapat
dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri di ataskonstruksi yang kuat dan permanen
kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan
tangga”.
2. Pasal 13, Ayat 1) “perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat
menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan bahan-bahan yang dipergunakan”.
Ayat 2) “lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila tinggi lantai lebih dari 2 meter
b. Bab III
1. Pasal 13, 1)Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan
dengan aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan. 2) Lantai perancah harus
diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter.

2
2. Pasal 14, Jalan-jalan sempit, jalan-jalan dan jalan-jalan landasan (runway) harus dari bahan
dan konstruksi yang kuat, tidak rusak dan aman untuk tujuan pemakaiannya.
3. Pasal 15, 1) Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya
dipasang gelagar sebagai tempat untuk meletakan papan-papan perancah harus diberi palang
pada semua sisinya. 2) Untuk perancah tiang kayu harus digunakan kayu lurus yang baik.
4. Pasal 16, 1) Perancah gantung harus terdiri dari angker pengaman, kabel-kabel baja
penggantung yang kuat dan sangkar gantung dengan lantai papan yang dilengkapi pagar
pengaman. 2) Keamanan perancah gantung harus diuji tiap hari sebelum digunakan. 3)
Perancah gantung yang digerakan dengan mesin harus mengunakan kabel baja.
5. Pasal 17, Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (jib
scaffold), hanya boleh digunakan oleh tukanng kayu, tukang cat, tukang listrik, dan tukang-
tukang lainnya yang sejenis, dan dilarang menggunakan panggung perancah tersebut untuk
keperluan menempatkan sejumlah bahan-bahan.
6. pasal 18, 1) Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan konstruksi yang
kuat dan dengan letak yang sempurna. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk pekerjaan
ringan 2)Dilarang menggunakan perancah jenis dongkrak tangga (ledder jack) untuk pekerjaan
pada permukaan yang tinggi. 3) Perancah kuda-kuda hanya boleh digunakan sewaktu bekerja
pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek. 4) Perancah siku dengan penunjang (bracket
scaffold) harus dijangkarkan ke dalam dinding dan diperhitungkan untuk dapat menahan
muatan maksimum pada sisi luar dari lantai peralatan. 5) Perancah persegi (square scaffold)
harus dibuat secara teliti untuk menjamin kestabilan perancah tersebut.
7. Pasal 19, Perancah tupang jendela hanya boleh digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan
dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui jendela terbuka dimana perancah jenis
tersebut ditempatkan.
8. Pasal 20, Tindakan pencegahan harus dilakukan agar dapat dihindarkan pembebanan lebih
terhadap
lantai perancah yang digunakan untuk truck membuang sampah.
9. Pasal 21, Perancah pada pipa logam harus terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa
penghubungdengan ikatan yang kuat, dan pemasangan pipa-pipa tersebut harus kuat dan
dilindungi terhadap karat dan cacat-cacat lainnya.
10. Pasal 22, Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan (mobile scaffold) harus dibuat
sedemikian
rupa sehingga perancah tidak memutar waktu dipakai.

3
11. Pasal 23, Perancah kursi gantung dan alat-alat sejenisnya hanya digunakan sebagai
perancah dalam
hal pengecualian yaitu apabila pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dengan
menggunakan alat-alat lainnya.
12. Pasal 24, Truck dengan perancah bak (serial basket trucks) harus dibuat dan digunakan
sedemikian
rupa sehingga tetap stabil dalam semua kedudukan dan semua gerakan.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
d. Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).

2.2 Contoh Kecelakaan Kerja yang Terjadi dalam penggunaan perancah


Adapun Contoh dari kecelakaan kerja yang terjadi dalam penggunaan perancah bisa
meliputijuhhuhunbubu:
a. Jatuh dari ketinggian: Pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) atau
tidak mematuhi prosedur keselamatan dapat jatuh dari perancah saat sedang bekerja di
ketinggian, menyebabkan cedera serius atau bahkan kematian.
b. Kecelakaan saat naik atau turun: Pekerja bisa tergelincir, terpeleset, atau kehilangan
keseimbangan saat naik atau turun dari perancah, yang dapat mengakibatkan cedera pada
tulang belakang, lengan, atau kaki.
c. Runtuhnya perancah: Perancah yang tidak dipasang atau disusun dengan benar dapat
runtuh, menimbulkan bahaya bagi pekerja di sekitarnya. Ini dapat disebabkan oleh
kesalahan konstruksi, beban berlebih, atau kondisi cuaca buruk.
d. Kecelakaan akibat material jatuh: Benda-benda seperti alat, bahan bangunan, atau
peralatan kerja dapat jatuh dari perancah dan menyebabkan cedera pada pekerja di
bawahnya.
e. Elektrokontaminasi: Kecelakaan dapat terjadi jika perancah berada terlalu dekat dengan
kabel listrik atau instalasi lainnya, menyebabkan pekerja terkena aliran listrik dan cedera
akibat kejutan listrik.
f. Kecelakaan saat memasang atau membongkar perancah: Pekerja dapat terjepit, tertimpa,
atau terluka saat memasang atau membongkar perancah karena kesalahan dalam prosedur
atau penggunaan alat yang tidak tepat.
g. Kecelakaan akibat kondisi cuaca: Angin kencang, hujan deras, atau kondisi cuaca ekstrem
lainnya dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja saat menggunakan perancah.

4
2.3 Prosedur K3 pada pekerjaan Perancah

Di dunia konstruksi membutuhkan ataupun menggunakan alat untuk memperlancar dan


memberikan rasa aman untuk keselamatan pekerja pada saat di ketinggian, maka perusahaan
menyediakan alat yang dinamakan scaffolding (Sari Husada, 2012).

Pendapat Tarwaka (2008), analisis pencegahan dan pengendalian bahaya merujuk kepada
hirarki pengendalian (Hierarchy Of Control), yaitu:
a. Eliminasi yaitu usaha yang dipakai dalam menetapkan metode, bahan, ataupun cara yang
risiko bahayanya hampir keseluruhan. Eliminasi yaitu penanganan risiko bahaya yang sangat
efektif yang
paling tepat karena risiko sakit dan kecelakaan dihilangkan.
b. Substitusi suatu upaya untuk mengganti atau mengurangi bahanmaupun material dari risiko
yang besar menjadi risiko bahan ataumaterial yang lebih rendah dampak risikonya.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Revision)
Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objekkerja untuk mencegah
seseorang terpapar pada potensi bahaya,seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban
berjalan, pembuatan
struktur fondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian peredam
suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi atau membuat /
menciptakan desain
baru.
d. Isolasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah bahaya dengan cara
memisahkan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung, dapat dilakukan dengan
pemberian pagar
atau ruangan sendiri.
e. Pengendalian Administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Pengendalian administratif
dapat berhasil atau tidaknya tergantung dari perilaku tenaga kerja itu sendiri dan juga
memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administratif ini.
f. Alat Pelindung Diri (APD) suatu usaha alternatif terakhir yang dilakukan jika tidak bisa
dikendalikan secara teknis. Alat pelindung diri suatu alat usaha terakhir . Dengan
menggunakan pelindung diri merupakan usaha mengurangi risiko bahaya yang terjadi pada
lingkungan. Gunanya untuk mengurangi risiko yang besar akibat bahaya yang ditimbulkan.
Penggunaan alat pelindung diri adalah metode terakhir, karena memiliki kelemahan sebagai
berikut:

5
1. Alat Pelindung Diri (APD) tidak akan berguna atau
menghilangkan risiko bahaya bagi pekerja jika dinyatakan gagal karena tidak dipergunakan
dengan maksimal atau tidak difungsikan makanya dinyatakan gagal.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) kadang merasa tidak nyaman karena tidak terbiasa
dan merupakan beban saat kerja sehingga merasakan saat bergerak tidak leluasa ataupun
merasa terikat.

a. Pemeriksaan dan Pemeliharaan


Sebelum menggunakan perancah terlebih dahulu diperiksa, oleh orang yang diberi wewenang
ataupun yang diberi tanggung jawab sehingga pemeliharaannya dikontrol setiap hari dan
berkala pada mingguan, bulanan dengan item pemeriksaan meliputi antara lain:
1. Kondisi kestabilan ataupun keseimbangan
2. Kerusakan bahan-bahan, baik dari segi bentuk (deformasi), cacat atau
rusak dan keropos.
3. Perlu pengamanan untuk kondisi pin lock sehingga merasa aman
4. Perancah harus diperiksa dan diawasi oleh seorang tenaga ahli yang
berkompetensi di bidangnya paling seminggu sekali pada saat cuaca
buruk ataupun gangguan pada bangunan yang telah lama
5. Sebelum dipasang harus diperiksa terlebih dahulu.
6. Harus dipelihara dengan baik sehingga pada saat digunakan tidak membahayakan bagi
yang memakainya. Dan perancah tidak bisa sebagian terbuka atau disengaja untuk terbuka,
kecuali jika dijamin keselamatan dan dianggap aman.

b. Perlengkapan Pengangkat Pada Perancah


1. Pada saat mengangkat perlengkapan yang perlu pada perancah di mana bagian-bagian dari
perancah harus dikontrol dengan teliti dan kalau perlu diperkuat.
2. Di mana jika terjadi pergeseran dari kayu penyangga (putlog) harus segera diperbaiki.
Tiang penyangga harus diikat erat pada bagian bangunan yang kuat, ditempat alat pengangkat
dipasang

c. Penggunaan Perancah
1. Adanya gaya yang besar tidak diperuntukkan untuk beban perancah
2. Pemasangan perancah sudah mengetahui risiko yang terjadi dengan adanya distribusi gaya
gaya lateral.
3. Perlu untuk mencegah bahaya perlu diikatkan tali sehingga dengan mudah diangkat ke atas

6
4. Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, atau gaya muatan tidak boleh
bertumpu pada suatu titik , sehingga mencegah bahaya runtuh (collaps) akibat ke tidak
seimbangkan
5. Dalam penggunaan perancah perlu diperhatikan beban atau gaya muatan tidak bisa
melebihi kapasitas yang ditentukan (overloaded)/
6. Perancah bukan tempat penyimpanan bahan-bahan kecuali pada saat bahan tersebut
dipakai.
7. Tenaga kerja tidak boleh bekerja berdekatan dengan perancah disaat waktu angin kencang
karena bisa mengakibatkan bahaya pada pekerja.
8. Bahan perancah perlu dipasang hati-hati untuk mencegah kerusakan

d. Pelataran Tempat Bekerja / Platform


1. Semua perancah di mana tenaga kerja harus memiliki platform untuk bekerja.
2. Bagian dari peralatan untuk bekerja menghindari diikat oleh batu bata, pipa bahan
bongkaran, cerobong asap atau bahan Lain yang semestinya.
3. Pelataran tempat bekerja tidak boleh ditumpangkan kepada cerobong
4. Pelataran tempat bekerja tidak bisa digunakan jika belum selesai dan diberi pengaman yang
baik.
5. Pelataran paling kecil dari tepi luarnya berjarak sekitar 60 cm dari sisi dinding bangunan
6. Pelataran perlu lebar sesuai yang digunakan. Di mana setiap bagian harus tidak terhalang
dan minimal selebar 60 (enam puluh) cm.
7. perlu disediakan lahan yang bebas dari timbunan, sedikitnya selebar 1,8 (satu koma delapan)
meter
8. Setiap pelataran dipasang untuk bekerja minimal 1 (satu) meter di bawah puncak tiang
penyangga.
9. Setiap pelataran tempat bekerja perkiraan paling diatas 2 (dua) m dari tanah harus dipasang
papan yang rapat.
10. Pelataran bekerja perlu papan pengaman kaki berukuran tebal minimal 2,5 (dua koma lima)
cm dan lebar minimal 15 (lima belas) cm
11. Papan pelataran bekerja lebih menonjol keluar dari tempat tumpuansekitar maksimal
sejarak 4 (empat) kali tebalnya papan.
12. Papan yang digunakan tidak bisa berlapis-lapis, atau digunakan bersiku untuk mencegah
pergeseran dan mencegah kesulitan berjalan bagi kereta dorong.
13. Papan lantai harus mempunyai tebal yang sama.

7
14. Papan harus mempunyai bagian dari pelataran tempat bekerja harus ditumpu sebanyak3
(tiga) tumpuan, kecuali bila jarak dari kayu penyanggah dan tebal dari papan dapat menjamin
terhindarnya
kemungkinan terguling atau melengkung.
15. Pelataran perlu berkonstruksi kuat sehingga tidak ada pergeseran disaat melakukan
pekerjaan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelaksanaan kegiatan K3 perancah dalam konstruksi bangunan telah diatur dengan


berbagai aturan yang secara jelas memberikan batasan-batasan dalam pekerjaan
kosntruksi agar pekerjaan konstruksi berjalan dengan baik dan kondusif tanpa
menimbulkan bahaya. Prosedur K3 juga telah memberikan langkah-langkah yang
sistematis dalam penggunaan perancah sehingga dapat meminimalisir kejadian
kecelakaan kerja dalam penggunaan perancah.

3.2 Saran

Agar Tidak terjadi kecelakkan kerja dalam penggunaan perancah , maka harus
memperketat regulasi sesuai standar peraturan K3 tentang penggunaan perancah. Dan juga
dalam penerapannya harus sesuai dengan prosedur K3 penggunaan perancah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, E., Mahyuddin, Nur Khaerat Nur, Miswar Tumpu, Asri Mulya Setiawan Erdawaty, Yanti, . . .
Fatmawaty Rachim. (April 2021). Manajemen K3 Konstruksi. Maros: Yayasan Kita Menulis.

TRANSMIGRASI, M. T. (1980). PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No. PER
01/MEN/1980. In M. T. TRANSMIGRASI, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA
KONSTRUKSI BANGUNAN (p. 22). Jakarta: MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI.

10

Anda mungkin juga menyukai