Disusun Oleh :
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………..…………...1
1.2 Rumusan Masalah …..………………………………………………………..1
1.3 Tujuan Percobaan……………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN………..………………………………………………....….2
2.1 Peraturan yang Mengatur Penggunaan Perancah pada Proyek Konstruksi.….2
2.2 Contoh Kecelakaan Kerja yang Terjadi dalam penggunaan Perancah…….…4
2.3 Prosedur K3 Pada Pekerjaan Perancancah………………..………………......5
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………..9
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..9
3.2 Saran………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….......10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan bekerja di ketinggian sampai saat ini belum mepat perhatian sebagaimana
mestinya. Menurut Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja di Bangunan Tinggi (A2K2BT, 2012)
saat ini Indonesia menduduki posisi keduadi dunia mengenai kematian akibat jatuh dari
ketinggian. Pada pekerjaan gedung contoh kecil mengenai kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan paling sering mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Sementara
risiko tersebut kurang mendapat perhatian khusus oleh para pekerja dengan sering kali tidak
memedulikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang
sesungguhnya sudah masuk dalam pedoman K3 konstruksi yang merupakan aturan yang harus
diperhatikan serta dipahami oleh karyawan apalagi pekerja lapangan. Sering terjadi kejadian
kecelakaan kerja di ketinggian lebih disebabkan karena para pekerja kurang memahami dan
mengetahui mengenai pengetahuan dasar tentang keselamatan kerja di ketinggian selain itu
aturan mengenai keselamatan kerja di ketinggian yang ada masih sangat minim menyentuh
mengenai keselamatan kerja di ketinggian atau teknologi keselamatan yang diterapkan sudah
tidak valid (A2K2BT, 2012).
1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Standar Yang Mengatur Tentang Penggunaan Perancah Pada Proyek Konstruksi
Perundang-undangan
Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karenapenggunaan
scaffolding yang tidak tepat dan di dalam peraturan pemerintah telah disahkan undang-undang
yang mengatur tentang scaffolding, diantaranya Permenakertrans No. PER-01/MEN/1980
tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan:
a. Bab II
1. pasal 12, Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yangtidak dapat
dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri di ataskonstruksi yang kuat dan permanen
kecuali apabila pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan
tangga”.
2. Pasal 13, Ayat 1) “perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat
menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan bahan-bahan yang dipergunakan”.
Ayat 2) “lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila tinggi lantai lebih dari 2 meter
b. Bab III
1. Pasal 13, 1)Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan
dengan aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang dipergunakan. 2) Lantai perancah harus
diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter.
2
2. Pasal 14, Jalan-jalan sempit, jalan-jalan dan jalan-jalan landasan (runway) harus dari bahan
dan konstruksi yang kuat, tidak rusak dan aman untuk tujuan pemakaiannya.
3. Pasal 15, 1) Perancah tiang kayu yang terdiri dari sejumlah tiang kayu dan bagian atasnya
dipasang gelagar sebagai tempat untuk meletakan papan-papan perancah harus diberi palang
pada semua sisinya. 2) Untuk perancah tiang kayu harus digunakan kayu lurus yang baik.
4. Pasal 16, 1) Perancah gantung harus terdiri dari angker pengaman, kabel-kabel baja
penggantung yang kuat dan sangkar gantung dengan lantai papan yang dilengkapi pagar
pengaman. 2) Keamanan perancah gantung harus diuji tiap hari sebelum digunakan. 3)
Perancah gantung yang digerakan dengan mesin harus mengunakan kabel baja.
5. Pasal 17, Perancah tupang sudut (outrigger cantilever) atau perancah tupang siku (jib
scaffold), hanya boleh digunakan oleh tukanng kayu, tukang cat, tukang listrik, dan tukang-
tukang lainnya yang sejenis, dan dilarang menggunakan panggung perancah tersebut untuk
keperluan menempatkan sejumlah bahan-bahan.
6. pasal 18, 1) Tangga yang digunakan sebagai kaki perancah harus dengan konstruksi yang
kuat dan dengan letak yang sempurna. Perancah tangga hanya boleh digunakan untuk pekerjaan
ringan 2)Dilarang menggunakan perancah jenis dongkrak tangga (ledder jack) untuk pekerjaan
pada permukaan yang tinggi. 3) Perancah kuda-kuda hanya boleh digunakan sewaktu bekerja
pada permukaan rendah dan jangka waktu pendek. 4) Perancah siku dengan penunjang (bracket
scaffold) harus dijangkarkan ke dalam dinding dan diperhitungkan untuk dapat menahan
muatan maksimum pada sisi luar dari lantai peralatan. 5) Perancah persegi (square scaffold)
harus dibuat secara teliti untuk menjamin kestabilan perancah tersebut.
7. Pasal 19, Perancah tupang jendela hanya boleh digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan
dengan jangka waktu pendek dan hanya untuk melalui jendela terbuka dimana perancah jenis
tersebut ditempatkan.
8. Pasal 20, Tindakan pencegahan harus dilakukan agar dapat dihindarkan pembebanan lebih
terhadap
lantai perancah yang digunakan untuk truck membuang sampah.
9. Pasal 21, Perancah pada pipa logam harus terdiri dari kaki, gelagar palang dan pipa
penghubungdengan ikatan yang kuat, dan pemasangan pipa-pipa tersebut harus kuat dan
dilindungi terhadap karat dan cacat-cacat lainnya.
10. Pasal 22, Perancah beroda yang dapat dipindah-pindahkan (mobile scaffold) harus dibuat
sedemikian
rupa sehingga perancah tidak memutar waktu dipakai.
3
11. Pasal 23, Perancah kursi gantung dan alat-alat sejenisnya hanya digunakan sebagai
perancah dalam
hal pengecualian yaitu apabila pekerjaan tidak dapat dilakukan secara aman dengan
menggunakan alat-alat lainnya.
12. Pasal 24, Truck dengan perancah bak (serial basket trucks) harus dibuat dan digunakan
sedemikian
rupa sehingga tetap stabil dalam semua kedudukan dan semua gerakan.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
d. Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).
4
2.3 Prosedur K3 pada pekerjaan Perancah
Pendapat Tarwaka (2008), analisis pencegahan dan pengendalian bahaya merujuk kepada
hirarki pengendalian (Hierarchy Of Control), yaitu:
a. Eliminasi yaitu usaha yang dipakai dalam menetapkan metode, bahan, ataupun cara yang
risiko bahayanya hampir keseluruhan. Eliminasi yaitu penanganan risiko bahaya yang sangat
efektif yang
paling tepat karena risiko sakit dan kecelakaan dihilangkan.
b. Substitusi suatu upaya untuk mengganti atau mengurangi bahanmaupun material dari risiko
yang besar menjadi risiko bahan ataumaterial yang lebih rendah dampak risikonya.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Revision)
Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objekkerja untuk mencegah
seseorang terpapar pada potensi bahaya,seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban
berjalan, pembuatan
struktur fondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian peredam
suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi atau membuat /
menciptakan desain
baru.
d. Isolasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah bahaya dengan cara
memisahkan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung, dapat dilakukan dengan
pemberian pagar
atau ruangan sendiri.
e. Pengendalian Administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Pengendalian administratif
dapat berhasil atau tidaknya tergantung dari perilaku tenaga kerja itu sendiri dan juga
memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administratif ini.
f. Alat Pelindung Diri (APD) suatu usaha alternatif terakhir yang dilakukan jika tidak bisa
dikendalikan secara teknis. Alat pelindung diri suatu alat usaha terakhir . Dengan
menggunakan pelindung diri merupakan usaha mengurangi risiko bahaya yang terjadi pada
lingkungan. Gunanya untuk mengurangi risiko yang besar akibat bahaya yang ditimbulkan.
Penggunaan alat pelindung diri adalah metode terakhir, karena memiliki kelemahan sebagai
berikut:
5
1. Alat Pelindung Diri (APD) tidak akan berguna atau
menghilangkan risiko bahaya bagi pekerja jika dinyatakan gagal karena tidak dipergunakan
dengan maksimal atau tidak difungsikan makanya dinyatakan gagal.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) kadang merasa tidak nyaman karena tidak terbiasa
dan merupakan beban saat kerja sehingga merasakan saat bergerak tidak leluasa ataupun
merasa terikat.
c. Penggunaan Perancah
1. Adanya gaya yang besar tidak diperuntukkan untuk beban perancah
2. Pemasangan perancah sudah mengetahui risiko yang terjadi dengan adanya distribusi gaya
gaya lateral.
3. Perlu untuk mencegah bahaya perlu diikatkan tali sehingga dengan mudah diangkat ke atas
6
4. Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, atau gaya muatan tidak boleh
bertumpu pada suatu titik , sehingga mencegah bahaya runtuh (collaps) akibat ke tidak
seimbangkan
5. Dalam penggunaan perancah perlu diperhatikan beban atau gaya muatan tidak bisa
melebihi kapasitas yang ditentukan (overloaded)/
6. Perancah bukan tempat penyimpanan bahan-bahan kecuali pada saat bahan tersebut
dipakai.
7. Tenaga kerja tidak boleh bekerja berdekatan dengan perancah disaat waktu angin kencang
karena bisa mengakibatkan bahaya pada pekerja.
8. Bahan perancah perlu dipasang hati-hati untuk mencegah kerusakan
7
14. Papan harus mempunyai bagian dari pelataran tempat bekerja harus ditumpu sebanyak3
(tiga) tumpuan, kecuali bila jarak dari kayu penyanggah dan tebal dari papan dapat menjamin
terhindarnya
kemungkinan terguling atau melengkung.
15. Pelataran perlu berkonstruksi kuat sehingga tidak ada pergeseran disaat melakukan
pekerjaan.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Agar Tidak terjadi kecelakkan kerja dalam penggunaan perancah , maka harus
memperketat regulasi sesuai standar peraturan K3 tentang penggunaan perancah. Dan juga
dalam penerapannya harus sesuai dengan prosedur K3 penggunaan perancah.
9
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, E., Mahyuddin, Nur Khaerat Nur, Miswar Tumpu, Asri Mulya Setiawan Erdawaty, Yanti, . . .
Fatmawaty Rachim. (April 2021). Manajemen K3 Konstruksi. Maros: Yayasan Kita Menulis.
TRANSMIGRASI, M. T. (1980). PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No. PER
01/MEN/1980. In M. T. TRANSMIGRASI, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA
KONSTRUKSI BANGUNAN (p. 22). Jakarta: MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI.
10