Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

PENGENALAN FILIM CNIDARIA / COELENTRATA

1.1. Pengertian Filum Cnidaria/Coelentrata


Cnidaria berasal dari bahasa Yunani, yaitu cnidae yang memiliki arti sengat. Sehingga bisa disimpulkan
bahwa cnidaria merupakan hewan yang memiliki sel sengat. Filum cnidaria merupakan hewan berongga
yang hidup di dalam air terutama di air laut, namun beberapa juga ada yang hidup di perairan air tawar.
Filum cnidaria merupakan suatu koloni yang mampu mensekresikan kalsium karbonat sehingga mampu
menyebabkan terbentuknya terumbu karang (Sukma, 2021).
Cnidaria adalah salah satu filum dari kelompok invertebrata, hewan ini dinamakan cnidaria
karena memiliki sel penyengat atau cnidosit ditubuhnya. Hewan yang terdapat pada filim ini tergolong
hewan radiata yaitu hewan yang memiliki simetri tubuh radial. Sebagian hewan pada kelompok cnidaria
memiliki fase hidup polip dan medusa. Pada filum cnidaria, terdapat empat kelas yaitu scyphozoa,
anthozoa, cubozoa, hydrozoa (Fadila, 2021).
Cnidaria adalah filum hewan besar yang sebagian besar merupakan hewan laut, dan ada sedikit
spesies yang mampu beradptasi dengan air tawar. Filogenini molekuler cnidaria berada sebagai
kelompok saudara bilatera. Cnidaria Memiliki konsentrasi neuron yang disebut dengan otak, berkisar dari
rotifera kecil hingga paus raksasa. Kapasitas kognitif cnidaria menginformasikan evolusi sistem saraf dan
kognisi di bilatera. Cnidaria tidak banyak menunjukan simetri bilateral, namun kebanyakan menunjukkan
rotasi simeteri, sehingga jika hewan cnidaria memutar sepanjang satu sumbu, bidang tubuhnya akan
terpetakan ke dirinya sendiri pada interval rotasi yang teratur (Cheng, 2021).
Coelentrata dalam bahasa yunani yaitu coelenteron yang berarti berongga, sehingga disimpulkan
bahwa coelentrata adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh. Coelentrata merupakan
hewan yang memiliki rongga tubuh besar yang berada ditengah tubuhnya yang memiliki fungsi sebagai
usus, rongga ini disebut dengan gastrovaskular. Rongga gastrofaskular hanya memiliki satu lubang yang
berfungsi sebagai mulut sekaligus berfungsi sebagai lubang untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
hasil pencernaan. Semua jenis hewan coelentrata habitatnya berada di air. Sebagain besar hidup di laut,
dan sebagian kecilnya lagi hidup di perairan air tawar (Wahono, 2020).
Coelentrata merupakan multiseluler pertama yang membentuk jaringan sebenarnya. Sel-sel yang
menyusun tubuhnya sudah berkembang dan terdeferensiasi membentuk empat jaringan dasar, yaitu
jaringan epitel yang berfungsi sebagai pelindung, jaringan musculer untuk bergerak, jaringan ikat atau
jaringan penyokong, dan jaringan saraf yang biasanya ditemukan pada hewan tingkat tinggi. Oleh karena
itu, coelentrata di deskripsikan sebagai metazoa yang memiliki struktur jaringan dasar. Awalnya
coelentrata hanya diklasifisikan kedalam tiag kelas yaitu: hydrozoa, scyphozoa, dan anthozoa. Namun
sekarang coelentrata terbagi menjadi dua filum, yaitu cnidaria dan ctenophora (Rahmadina, 2018).

1.2. Karasteristik Filum Cnidaria / Coelentrata


Cnidaria adalah hewan invertebrata yang memiliki organ-organ penyengat yang terdapat didalam
jaringan tubuh terluarnya atau pada ektodermisnya. Lapisan ini akan melepaskan tangkai atau benang
dari kapsulnya, keluar melalui jaringan ektodermisnya ketika merasakan adanya ancaman di sekitarnya.
Sel penyengat ata cnidae dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, nematosit, ptikosit, dan spirosit.
Nematosit merupakan sel penyengat yang memiliki kandungan racun yang berada didalam lapisan
ektodermis, berguna untuk menyerang predator atau menangkap mangsa (Kodoati et al., 2021).
Siklus hidup cnidaria cenderung sederhana yaitu fase polip dan fase planula larva. Fase ppolip
biasanya terjadi pada reproduksi aseksual sedangkan fase planula larva merupakan bagian dari
reproduksi seksual. Siklus reproduksi seksual meliputi: produksi gamet, fertilisasi, perkembangn embrio,
dan fase larva yang biasanya plantonik. Dalam empat kelas pada filum cnidaria, tidak semuanya memiliki
fase medusa, atau hanya memiliki fase polip (Sukma, 2021).
Coelentrata merupakan hewan invertebrata yang memiliki rongga, sesuai dengan namanya
coelenteron yang berarti berongga. Karasteristik pada coelentrata adalah struktur tubuhnya diploblastik,
tidak memiliki kepala, anus, usus, alat predaran darah, alat ekskresi, dan alat respirasi. Coelentrata
hanya memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel.Coelentrata tidak memiliki susunan saraf pusat, tapi
memiliki saraf difusi. Jenis kelamin dari coelentrata ada dua yaitu, monocious dan diocious,serta larvanya
disebut dengan planula dan sel-sel epitelmuskuler yang terdapat di lapisan ektoderm dan pada lapisan
gastrodermis yang melakukan sistem geral (Rahmadina & Ananda, 2018).
Coelentrata juga memiliki bentuk tubuh polip dan medusa. Coelentrata tidak memiliki sistem
pencernaan yang sempurna. Sistem pencernaanya hanya terdiri dari rongga mulut dan rongga usus atau
biasa disebut dengan rongga gastrivaskuler. Coelentrata juga tidak mempunyai anus, sehingga sisa
makan akan tetap dikeluarkan melalui mulut. Coelentrata menggunakan permukaan tubuhnya untuk
mrlakukan respirasi dan ekskresi. Sedangkan transportasi menggunakan rongga gastrovaskuler,
sehingga rongga gastrovaskuler memiliki fungsi lebih dari satu, yaitu selain menjadi tempat pencernaan
makanan juga berfungsi sebagai alat transportasi (Rahmadina, 2019).

1.3. Klasifikasi Filum Cnidaria

1.3.1.Kelas Scyphozoa
Scyphoza berasal dari bahasa Yunani yaitu schypo yang memiliki arti mangkok dan zoo yang berarti
hewan. Scyphozoa merupakaan hewan yang memiliki bentuk yang menyerupai mangkuk atau cawan
sehingga lazim disebut sebagai ubur-ubur mangkuk. Kelas scyphozoa memiliki hidup dengan dua bentuk
fase, yaitu fase plip dan fase medusa, tetapi bentuk yng paling mendomasi adalah bentuk medusa.
Sebagian besar hewan dengan kelas scyphozoa yang habitatnya di pantai akan melewati tahapan polip
yang beukuran kecil selama ia menjalani siklus hidupnya (Pancek, 2023).
Scyphozoa adalah kelas dari filum coelentrata. Scyphozoa memiliki sifat yang soliter,
bermategenesis atau fase kturunan secara bergiliran antara polip dengan medusa. Fase polip menempel
pada substrat didasar , namun fase polip mengalami reduksi atau sangat jarang ditemui. Sedangkan fase
medusa memiliki ciri mampu berenang bebas. Hewan yang termasuk dalam kelas scyphozoa adalah
ubur-ubur (Ariska, 2020).

a. Ubur-ubur
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Scyphozoa
Order : Samaeostomeae
Family : Ulmaridae
Genus : Aurelia
Species : Aurelia aurita (Worms; Linneaeus, 1758)
Aurelia aurita atau yang bisa disebut dengan ubur-ubur merupakan hewan yang memiliki sifat soliter,
mempunyai diameter sekitaran antara 7,7-30 cm dengan bentuk yang menyerupai mangkuk atau payung
yang tidak terlalu cembung dan tubuhnya terdapat tentakel . Spesies Aurelia aurita tidak memiliki
peredaran darah serta mampu melakukan reproduksi dengan cara bermategenesi atau dengan pergiliran
keturunan dari fase polip menjadi fase medusa. Aurelia aurita hanya terdiri dari satu lubang
(gastrovaskular) yang memiliki fungsi sebagai tempat untuk memasukkan makanan sekaligus tempat
untuk mengeluarkan makanan. Dalam penyaluran makanan, Aurelia aurita mempunyai fase difusi
diseluruh tubuhnya yang memiliki fungsi untuk menyalurkan makan ke seluruh tubuhnya (Rahmadina &
Ananda, 2018).
Aurelia aurita akan bergerak menuju ke permukaan saat cuaca mendung, pagi dan sore hari,
sampai pada akhirnya bergerak menuju ke bawah air pada saat tengah hari dan malam hari. Ubut-ubur
menggantungkan hidupnya pada arus dan ombak. Jika terjadi ombak besar, biasanya ubur-ubur akan
memilih berenang menuju ke pantai. Semua jenis ubur-ubur dari ordo samaestomeae mampu hidup
semua daerah perairan dalam jumlah yang cukup banyak, terlebih di perairan yang memiliki suhu hangat
(Adelia, 2022). Habitat dari Aurelia aurita, berada pada laut dengan jark dari garis pantai kurang lebih 50
meter dari garis pantai. A.aurita juga menyukai tempat-tempat yang masih dipengaruhi dengan estuari,
karena banyaknya bahan organik dan unsur hara yang menjadi sumber makanan A.aurita. A.aurita lebih
banyak ditemukan di dekat pantai, perairan dangkal dan adanya aliran air tawar dari sungai atau rawa
mangrove (Rahmah & Zakaria, 2017).
1.3.2.Kelas Anthozoa
Anthozoa merupakan asal kata dari bahasa Yunani yaitu Anthos yang berarti bunga dan zoo yang
memiliki arti binatang. Anthozoa dapt diartikan sebagai hewan yang memiliki bentuk seperti bunga.
Anthozoa tidak sama dengan kelas yang lainnya, anthozoa hanya memiliki satu bentuk fase hidup yaitu
fase polip. Anthozoa mencakup hewan-hewan laut seperti karang dan anemon laut. Hewan ini hanya
berbentuk polip dan tidak terdapat medusa, contoh speciesnya adalah anemon laut dan coral (Handriani,
2023).
Sepanjang hidup dari anthozoa hanya berbentuk sesil atau polip yanh hidup menempel di
substrat atau di dasar perairan. Anthozoa tidak mempunyai bentuk medusa, itulah yang menjadi
pembeda anthozoa dengan kelas lainnya. Anthozoa memiliki bentuk tubuh seperti silinder dengan ukuran
pendek, dengan ujungnya yang berperan sebagai mulut dan dikelilingi dengan tentakel yang berfungsi
untuk menangkap dan menyaring kotoran pada makanan yang akan masuk kedalam mulut. Sifonoglipa
merupakan gullet atau kerongkongan yang memiliki sekat-sekat dengan fungsi untuk mengubungkan
mulut dan usus (Rahmadina, 2018).

a. Anemon Laut
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Order : Actinaria (Worms; Eloaktis, 1931).
Anemon laut merupakan hewan yang memiliki bentuk seperti bunga dan memiliki variasi dengan
kombinsi warna yang menarik. Anemon laut juga memiliki sel sengat atau nematokis yang berguna
sebagai pertahanan dan menyerang predator. Cara anemon laut dalam mempertahankan diri dengan
cara menyengat musuh yang terletak pada tentakelnya. Anemon laut akan menyengat ikan yang mulai
mendekat agar ikan tersubut mudah ditangkap (Raehan, 2023).
Anemon laut memiliki habitat di perairan yang hangat sampai dengan perairan dengan suhu
dingin, hidup didasar laut dan menempelkan dirinya pada substrat. Selain itu, ada juga sebagian anemon
laut yang hidup dengan sedikit membenamkan diri atau bagian tubuhnya ke dasar tanah yang mulai agak
berlumpur. Anemon laut hidup secara soliter atau bergerombol membentuk suatu koloni. Umumnya
anemin laut bisa dijumpai di daerah terumbu karang dan perairang dangkal, di goa atau lereng terumbu
(Mudloifah et al., 2022).

b. Karang Keras
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Order : Scleractina
Family : Fungiidae
Genus : Fungia
Species : Fungia sp.(Worms; Michelin, 1842)
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Order : Scleractina
Family : Faviidae
Genus : Favia
Species : Favia sp. (Worms; Esper, 1793)
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class: Anthozoa
Order : Scleractina
Family : Acroporidae
Genus : Acropora
Species : Acropora sp. (Worms; Dana, 1846)
Fungia sp. adalah jamur karang yang berasal dari filum coelentrata dengan bentuk tubuh seperti
mangkok. Fungia sp. Memiliki warna yang cukup cerah yaitu putih, kuning dan memiliki celah seperti
mulut. Fungia sp. Juga mempunyai cakram ulat atau berbentuk oval dan mulut yang berada ditengah dan
dikelilingi oleh tentakel. Fungia sp. Melakukan proses reproduksi dengan cara aseksual yaitu, dengan
membentuk keturunan baru dari pecahan-pecahan tubuh Fungia sp. (Faizsyahrani, 2022). Fungia sp.
digolongkan kedalam kelompok terumbu karang yaitu karang jamur. Jenis karang dengan jenis ini banyak
ditemukan di perairan Indo-Pasifik. Habitatnya berada di daerah perairan laut dangkal atau zona neritic
dan melekat didasar laut dengan kedalam hampir mencapai 50 meter.Fungia sp. Adalah jenis karanga
yang biasa sering dijumpai pada daerah dengan kondisi suhu perairan yang hangat (Sawiya, 2021).
Favia sp. merupakan koralit dengan bentuk bulat hingga memanjang, memiliki diameter sekitar 10-15
mm. Di bagian sisinya memiliki gigi-gigi yang teratur dan halus (Worms, 1820). Acropora sp. Adalah
salah satu spesies karang keras sebagai penyusun terumbu. Biasanya bentuk pertumbuhan acropora
yaitu branching dengan ujung yang lancip (Saputri et al., 2016).
Habitat karang keras (Scleractina) banyak hidup di daerah perairan laut dangkal. Karang keras
juga mampu hidup dan bertahan di daerah dengan turbiditas dan sedimentasi yang terbilng tinggi
terutama karang dengan pertumbuhan masif. Karang keras juga mampu hidup di perairan dengan ombak
dan arus yang cukup cukup besar. Hal itu yang menjadikan karang keras sebagai pemecah ombak
(Luthfi & Anugrah, 2017).

c. Karang Lunak
Kingdom : Animalia
Phylum : Cnidaria
Class : Anthozoa
Order : Alcyoniicea
Family : Alcyniidae
Genus : Sinularia
Species : Sinularia sp.(Worms, 1898)
Sinularia sp. Merupakan karang lunak dari filum cnidaria. Soft coral dari Sinularia sp. Merupakan jenis
karang yang unik jika dibandingkan dengan jenis karang yang lainnya, dimana pada umumnya karang
akan mmembuuhkan substrat yang keras untuk menempel, namun jenis ini juga dapat hidup di substrat
yang lunak dan berlendirnyang dikeluarkan dari permukaan tubuhnya. Lendir pada karang lunak keluar
bersama dengan spikula-spikula yang menumpuk pada bagian pangkal koloni dan pasir di sekitarnya,
sehingga koloni ini akan memiliko tekstur yang kokoh dan keras. Sinularia sp. Memiliki kandungan
senyawa bioaktif karena terdapat mucus yang akan dikeluarkan ketika merasa terancam, senyawa ini
memiliki sifat toksik atau beracun (Achmad & Akbar, 2017).
Karang lunak memiliki habitat yang hidup di daerah perairan laut dangkal. Hewan ini memiliki
kemampuan hidup di kedalaman 2-30 meter. Karang lunak dengan genus Alcynacea adalah salah satu
genus dengan spesies yang banyak tersebar di daerah perairan tropis dan subtropis. Untuk spesies
Sinularia sp. Persebarannya banyak pada perairan Indopasifik, sebagai penyusun terumbu dan berada
pada kedalaman 3-5 meter (Sahidin et al., 2023).

1.3.3.Kelas Hydrozoa
Hydrozoa merupakan kelas dari filum cnidaria yang asal katanya dari bahasa Yunani yaitu Hydrozoa
merupakan kelas dari filum cnidaria yang asal katanya dari bahasa Yunani yaitu hydra, yang memiliki arti
sebagai hewan dengan bentuk yang menyerupai ular. Sebagian besar hewan dengan kelas hydrozoa
hidup di laut dan hanya sebagian kecil yang hidup di perairan air tawar. Hydrozoa hidup dengan cara
soliter namun ada juga yang hidup secara berkoloni. Hydrozoa yang hidup secara soliter memiliki bentuk
fase hidup polip, sedangkan jika hidup secara berkoloni, akan membentuk fase hidup polip dengan
dominasi fase hidup medusa. Pada kelas hydrozoa lebih sering ditemukan dalam bentuk fase hidup polip
dibandingkan dengan fase ghidup medusa (Handriani, 2023).
Karsteristik hydrozoa dapat dilihat pada bentuk tubuhnya yang menyerupuai tabung dengan
ukuran panjang 5-10 mm. Memiliki garis tengan yang berukuran kurang lebiih 2 mm. Mulutnya dikelilingi
dengan tentakel yang terdiri dari 6 atau 7 buah tentakel tergantung dari jenis spesiesnya serta memiliki
ukuran 1-20 mm. Permukaan mulutnya disebut ednga oral, dan permukaan untuk melekatkan tubuhnya
disebut aboral. Cara reproduksinya dapat secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dilakukan
dengan cara pembentukan testis pada bagian atas dan ovarium di bagian bawah dimana akan terjadi
persatuan antara spermatozoid dengan ovum membentuk zigot sehingga tumbuh menjadi individu baru.
Adapun reproduksi secara aseksual dengan cara membentuk tunas (Rahmadina, 2019). Habitat
hydrozoa bisa hidup di semua tipe perairan terutama di laut, dan paling sedikit bisa hidup di perairan air
tawar (Deserti et al., 2017).

1.3.4.Kelas Cubozoa
Cubozoa memrupakan asal kata dari bahasa Yunani yaitu cubo yang berarti kubus dan kata zoo yang
berarti hewan. Cubozoa atau biasa disebut dengan kelas ubur-ubur kotak karena memiliki bentuk
medusa yang menyerupai kotak atau kubus. Cubozoa memiliki struktur mta yang kompleks, mulai dari
retina, korneo, dan lensa mata yang berfungsi itu melihat pada tingkat pencahayaan tertentu. Uur-ubur
kotak sangat terkenal dengan racun pling mematkan di dunia. Pada setiap tentakelnya mengandung
sekitar 500.000 knidosit, jarumnya membentuk tombak dan dapat menyuntikkan racun ke tubuh musuh.
Ubur-ubur kotak sangat aktif dalam melakuka pemburuan mangsa (Wahono, 2020).
Sama seperti ubur-ubur lainnya, cubozoa hanya memiliki satu lubang yang berfungsi sebagai
mulut sekaligus berfungsi sebagai anus. Kandungan nematosit pada tentakelnya yang sangat beracun
membuat cubozoa digolongkan kedalam hewan predator/karnivora. Fase hidup dari cubozoa yaitu fase
polip dan fase medusa. Fase polipnya terbagi lagi menjadi dua yaitu, fase polip gonozoid yang berfungsi
sebagai reproduksi serta fase polip gastrozoid yaitu fase polip untuk menghasilkan makanan. Pada fase
polip, mulut dan tentakelnya akan berada pada bagian atas tubuh polip, sedangkan pada fase medusa \
posisi mulut dan tentakelnya akan berada di bagian bawah tubuh. Tentakel pada cubozoa memiliki fungsi
sebagai alat pertahanan diri, alat menangkap makanan serta menjadi alat gerak (Novita & Masnadi,
2021). Habitat cubozoa banyak ditemukan di perairan laut dengan kedalaman mulai dari 35 meter.
Cubozoa juga banyak ditemukan di perairan laut pesisir yang memiliki suhu hangat di seluruh belahan
dunia dengan tipe tropik dan subtropik (Keesing et al., 2016).

1.4. Pengamatan

1.4.1. Morfologi Aurelia aurita


Berdasarkan hasil pengamatan, spesies Aurelia aurita atau bisa dikenal dengan ubur-ubur adalah hewan
yang pada kelas Scyphozoa. Pada bagian atas tubuhnya memiliki bentuk seperti payung yang menutupi
bagian tubuh yang lainnya. Lapisan terluar dari payungnya disebut dengan lapisan ektoderm. Pada
bagian tengah payungnya ada rongga perut serta terdapat lapisan endoderm yang membatasi antara
rongga perut dengan mesoglea. Mesoglea terletak pada bagian tengah antara payung dengan rongga
perut.
Sisi payung dari ubur-ubur dikelilingi oleh tentakel yang memiliki kandungan nematokis. Terdapat
mulut yang posisinya tepat di bagian bawah rongga perut serta dikelilingi oleh lengan lengan panjang di
pinggir mulutnya. Didalam rongga perut, tepatnya di ujung sebelah kiri dan kanan, terdapat gonad yang
berbentuk seperti gumpalan kecil yang diikuti oleh gastric filament dengan bentuk seperti cabang-cabang.
Di bagian bawah rongga perut, tepatnya di sisi kanan dan kiri, terdapat cekungan yang dinamakan
subgenetial pit.

1.4.2. Morfologi Anemon Laut


Berdasalkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa anemon laut memiliki bentuk setengah lingkaran.
Pada bagian atas tubuhnya yang melengkung, dipenuhi oleh tetakel-tentakel kecil dan pendek. Jika
dilihat dengan sekilas, bentuk tubuhnya menyerupai landak. Bagian tubuhnya yang berada di bawah
lapisan tentakelnya tampak berlendir dan terlihat licin. Tekstur tubuhnya berkeriput, terutama pada
bagian bawah area mulut dan perut.
Mulut anemon laut berada di bagian bawah tepat di bagian tengah tengah tubuhnya. Pada sisi
kanan dan sisi kiri mulut terdapat kulit berwarna putih yan g berbentuk seperti tanduk dan memanjang
dari bawah hingga ke atas, namun tidak sampai mengenai lapisan tentakel. Tentakelnya memiliki warna
abu-abu muda, dan bagian tubuhnya memiliki warna kuring krom yang cerah. Pada bagian bawah tepat
didasar tubuhnya, terdapat basal yang berwana merah maroon, berguna sebasgai alat untuk melekatkan
diri pada substrat. Anemon bereproduksi dengan cara vegetatif yaitu dengan tunas.

1.4.3.Anatomi Anemon Laut


Berdasarkan hasil pengamatan, dilihat bahwa bentuk anemon laut seperti vas bunga dengan banyak
tentakel di bagian atasnya. Dibagian tengah tentakel terdapat bukaan yang berfungsi sebagai mulut.
Pada dinding mulutnya terdapat seperti sisir-sisir atau disebut actinopharynx yang memanjang sampai ke
bawah ujung atas perut. Lapisan terluar bagian tubuh anemon disebut dengan column. Pafda bagian
bawah anemon, memiliki bentuk yang meruncing ke samping kiri dan samping kana, ini dinamakan
dengan pedal disc. Pada bagian atas tubuhnya, tepat di samping kanan dan samping kiri, terdapat
cekungan yang dinamakan dengan pollar. Diatas pollar, terdapat lapisan yang dinamakan dengan
capitulum yang didalamnya terdapat stomata, Stomata terletak di dalam capitulum dan ada juga yang
letaknya di pinggir mulut anemon.
Pada bagian tubuhnya, antara lapisan column dan bagian dalam perut, terdapat lapisan yang
dinamakan mesentery atau mesoglea. Pada organ tubuh bagian dalamnya, terdapat lapisan yang
bergelombang memanjang kebawah yang disebut dengan gonad, letaknya di sebelah kanan. Pada
bagian sebelah kiri, terdapat lapisan yang bergelombang dengan warna yang lebih gelap memanjang
kebawah yang dinamakan dengan mesenterial filaments. Dibagian tengah bawah, terdapat orgn yang
berbentuk seperti cacing atau tali-tali yang saling menyambung, ini dinamakan dengan acontia. Mulut
anemon dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menyaring kotoran pada makanan, memiliki
mesoglea, sistem saraf difusi dan tidak memiliki sistem saraf pusat.

1.4.4.Morfologi Favia sp.


Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa spesie Favia sp. memiliki bentuk pertumbuhan
massive. Bentuknya seperti bongkahan batu. Terdapat cekungan-cekungan kecil yang memenuhi bagian
atas spesies ini. Pada sisi setiap cekungan, terdapat ruas ruas kecil yang bentuknya menyerupai mata
pisau. Spesies ini memiliki ukuran seperti ssatu kepalan tangan orang dewasa. Memiliki testur yang
keras, kasar dan padat.
Favia sp. memiliki warna coklat tua bercampur dengan kuning-kuning kecoklatan. Pada bagian
cekungannya, warnanya lebih gelap dibandingkan dengan warna pada bagian permukaannya. Di bagian
atasnya terdapat gradasi warna antara coklat muda denga warna hijau muda. Pada bagian bawah,
bagian tubuhnya mirip dengan bongkahan batu kerikil.

1.4.5.Morfologi Fungia sp.


Fungia sp. atau karang mushroom memiliki bentuk seperti jamur. Memiliki ukuran dengan diameter
kurang lebih 10 cm, dan tingginya kurang lebih 7 cm. Terdapat cekungan yang menyerupai mulut pada
bagian dorsalnya. Disepanjang tubuh bagian atasnya memiliki sisi yang kasar, berbentuk seperti sisir-
sisir tajam menyerupai bkit-bukit beralur yang memanjang dari tepi hingga ke pusat mulut. Pada sela-sela
sisirnya memiliki warna coklat gelap, sedangkan warna pada sisir di bagian yang menonjolnya adalah
putih pucat kekuningan.
Dibagian ventral, memiliki warna yang lebih terang yaitu, warn putih pucat. Di pinggiran dorsalnya
memiliki tekstur kasar, dengan sisir-sisir kecil yang menyambung dari bagian dorsal. Diujung sisi kasar
ini, memiliki tekstur yang kasar dan bergerenjal seperti pasir-pasir kecil yang mengendap. Semakin
ketengah, maka tekstur dari bagian ventral ini akan semakin rata, namun tidak halus.

1.4.6.Morfologi Acropora sp.


Acropora sp. merupakan salah satu spesies karang keras. Berdasarkan dari hasil pengamatan, dapat
dilihat bahwa jenis karang ini memiliki bentuk pertumbuhan branching, mirip tanduk rusa dengan lapisan
tubuh terluarnya kasar dan bergerigi. Jika dilihat dari bentuk tubuhnya, terdapat sembilan cabang utama,
dan beberapa cabang-cabang kecil di setiap cabang utama tersebut. Memiliki ukuran tubuh dengan
tinggi kurang lebih 10 cm, dan lebar kurang lebih 9 cm.
Di ujung ujungt kecilnya, terdapat lubang kecil atau rongga yang sangat kecil. Jenis Acropora sp.
berwarna putih pucat. Karang yang sudah mati akan mengalami perubahan warna menjadi putih. Namun
ada salah satu cabang memiliki warna yang agak lgelap dibandingkan dengan vabamg lainnya. Di bagian
bawah spesies ini, memiliki warna yang sedikit gelap pila dibandingkan dengan cabang lainnya.

1.4.7.Morfologi Sinularia sp. (Karang Lunak)


Sinualaria sp. memiliki bentuk tubuh seperti silinder serta bercabang. Pada bagian atas dari setiap
cabang, terdapat sedikit cekungan, jika dilihat sekilas mirip seperti rongga. Tetkstur tubuhnya agak sedikit
kenyal. Permukaannya juga terkesan berkeriput dan kasar. Ukurannya sangat kecil, berkisar antara 4-6
cm.
Sinularia sp. Memiliki warna kuning pucat. Dibagian tengah-tengah cabangnya memiliki warna
yang agak gelap. Bagian bawahnya tumpul dengan warna yang lebih cerah. Dibagian cekungan yang
ada bagian atas cabangnya, memiliki warna yang agak gelap juga. Terdapat cabang yang berjumlah 10.

1.4.8.Spikula Sinularia sp. (Karang Lunak)


Berdasarkan hasil pengamatan spikula yang diamatai melalui mikroskop, dapat disimpukan bahwa
Sinularia sp. memiliki spikula dengan bentuk polyaxon. Spikulanya berbentuk seperti ranting kayu kecil.
Memiliki cabang spikula lebih dari empat. Terdapat juag serpihan-serpihan spikula yang kecil dengan
sedikit cabang. Namun spikula yang paling mendominasi adalah spikula dengan jenis polyaxon.
Jumlah spikula dari Sinularia sp., jika dilihat dari mikroskop memiliki jumlah yang sangat banyak.
Spikula-spikulanya memiliki warna bening, dan sedikit gelap di ujung sisinya. Spikula hanya dapat dilihat
menggunakan alat atau mikroskop karena ukurannya yang kasat mata. Spikula memiliki fungsi sebagai
pembentuk kerangka dari karang lunak.

1.5. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 13. Praktikum Cnidaria


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, J. M., & Akbar, N. (2017). Aktivitas Biologi Dari Senyawa Terpenoids Soft Coral Genus Sinularia
sp. Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumber Daya Pulau-Pulau Kecil , Vol.
2, No. 1.
Adelia, S. (2022). Skrining Antibakteri Ekstrak Kasar Ubur-Ubur Catostylus sp. Terhadap Balteri
Staphylococcus aureus dan Aeromonas hydrophila=Antibacterial Screening of Catostylus
sp. Jellyfish Crude Extract Againts Staphylococcus aureus an Aeromoas hydrophila.
Doctoral Dissertation, Universitas Hasanuddin .
Ariska, D. (2020). Respon Siswa Terhadap Media Pembelajaran Pada Materi Klasifikasi Makhluk Hidup
di MTs Lam UJong Kabupaten Aceh Besar. Doctoral Dossertation, UIN AR-RANIRY .
Cheng, K. (2021). Learning in Cnidaria: A Systematic Review . Learning & Behavior , 175-176.
Deserti, M. I., Esquius, K. S., Escalante, A. H., & Acuna, F. H. (2017). Trophic Ecology and Diet of Hydra
vulgaris (Cnidaria; Hydrozoa). Animal Biology , 286-300.
Fadila, D. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Adobe Flash CS6 Pada Materi
Cnidariae. Doctoral Dissertation Unimed , 7.
Faizsyahrani, L. P., Pertiwi, A. R., Firdhina, W. P., & Kholifah, S. n. (2022). Inventarisasi Ragam Karang
di Pantai Bandengan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Seminar Nasional Sains &
Enterpreneurship 1(1) .
Handriani, V. (2023). Pengembangan Media Pembelajaran Flipchart Pada Materi Animalia di SMAN 1
Trienggadeng. Doctoral Dissertation, UIN Ar-Raniry Banda Aceh .
Keesing, J. K., Strzelecki, J., Stowar, M., Wakeford, M., Miller, K. J., Gershwin, L. A., et al. (2016).
Abundant Box Jellyfish, Chironex sp. (Cnidaria: Cubozoa: Chirodropidae), Discovered at
Depth of Over 50 m on Western Australian Coastel Reefs. Scientific Reports , 6(1).
Kodoati, P. S., Paruntu, C. P., Roeroe, K. A., Paransa, D. S., Warouw, V., & Tilaar, F. F. (2021).
Nematosit Karang Montipora undata (Scleractina) dari Pantai Malalayang Teluk Manado.
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis , 21.
Luthfi, O. M., & Anugrah, P. T. (2017). Distribusi Karang Keras (Scleractina) SebagaI Penyusun Utama
Ekosistem Terumbu Karang di Gosong Karang Pakiman, Pulau Bawean. Depik 6(1) , 9-
22.
Mudloifah, I., Lailiyyah, H., Putriarti, D., & Ilmiyah, F. (83-88). Diversity aaof Anemones in the Intertidal
Zone of Perbatasan Tuban-Rembang Beach. Sins dan Matematika 7(2) , 2022.
Novita, S., & Masnadi, M. (2021). Inventarisasi Spesies Filum Coelentrata di Kawasan Pantai Cermin
Untuk Pengembangan Bahan Ajar Pada Mata Kuliah Taksonomi Hewan Rendah. BEST
Journal (Biology Education, Sains and Technology) 4.2 : , 173-179.
Pancek, A. D. (2023). Penerapan Model SETS (Science, Enviroment, Technology, Society) Berbantuan
E-Modul Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kemampuan Literasi Digital Siswa
Pada Materi Invertebrata di Kelas X SMA N 1 Ngabang . Doctoral Dissertation, IKIP PGRI
Pontianak .
Raehan, K. (2023). Pengaruh Tempat Berlindung Terhadap Tingkah Laku dan Pertumbuhan Ikan Badut.
Amphirioun percula (Lacepede, 1802) .
Rahmadina. (2019). Taksonomi Invertebrata. Biologi , 47-60.
Rahmadina, & Ananda, D. (2018). Invertarisasi Hewan Invertebrata Pada Filum Coelentrata di Pantai
Pondok Permai Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Klorofil Vol.2 No. 2 , 1.
Rahmadina, R. (2018). Taksonomi Hewan Invertebrata. Dissertation Doctoral UIN Sumatera Utara
Medan , 22-27.
Rahmah, F. F., & Zakaria, I. J. (2017). Kelimpahan Ubur-Ubur (Aurelia aurita L.) di Perairan Pantai
Kalang Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Dinamika Lingkungan
Indonesia , 1-7.
Sahidin, Sadarun, B., Fristiohady, A., Wahyuni, & Yodha, A. W. (2023). Karang Lunak Sulawesi Selatan
Tenggara Mengenal Aspek Kimia Farmasi. Eureka Media Aksara .
Saputri, R. A., Widyoniri, N., & Purnomo, P. W. (2016). Identifikasi dan Kelimpahan Bakteri Pada Jenis
Karang Acropor sp. di Reef Flat Terumbu Karang Pulau Panjang Jepara. Saintek
Perikanan: Indonesia Journal of Fisheries Science and Technology 12(1) , 35-39.
Sawiya, S., Arfiati, D., Guntur, G., Ariadi, H., & Wafi, A. (2021). Karakter Morfologi Fungia sp. di Pulau
Mamburit, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Indonesia. Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan
12(2) , 126-130.
Sukma, P. (2021). Studi Keanekaragaman Filum Cnidaria di Zona Litoral Cagar Alam Sancang Sebagai
Suplemen Bahan Ajar Biologi. Doctoral Disertation Univeritas Siliwangi , 4-5.
Wahono, E. (2020). Coelentrata. In E. Wahono, Mengenal Coelentrata (pp. 3-10). Jawa Tengah: Alprin.

Anda mungkin juga menyukai