Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA INDUSTRI DAN BAHAN PANGAN


PENETAPAN KADAR BILANGAN ASAM
Dosen Pengampu : 1. Dr. Endang Tri Wahyuni Maharani, M.Pd
2. Dra. Yusrin, M.Pd
Asisten Praktikum : M. Gufron, S.Pd

Disusun Oleh :
Nanda Adin Nisa
NIM. B2C018003

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH SEMARANG
TAHUN 2021
I. TUJUAN
I.1 Mahasiswa dapat mempraktikkan penentuan bilangan asam dengan menggunakan metode
titrasi alkalimetri
I.2 Mahasiswa mampu mengetahui cara menghitung kadar bilangan asam pada minyak
I.3 Mahasiswa mampu mengetahui kadar asam lemak dalam minyak

II. DASAR TEORI


Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena
minyak yang dihasilkan memiliki keunggulan dengan kadar kolesterol rendah dan bahkan tanpa
kolesterol. CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil) jenis ini banyak digunakan sebagai
bahan industry pangan seperti dijadikan minyak goreng dan mentega, industry sabun (bahan
penghasil busa), industry baja (bahan pelumas), industry tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar
alternatif (minyak disel) (Selardi Sastrosayono, 2006).
II.1Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda
pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius
dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara kormesial pada tahun
1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang
Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya
diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan di Indonesia, sejak saat itu
perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun,
kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diiukti dengan peningkatan perekonomian
nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara
asing termasuk Belanda.
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia pemerintah
mengambil ahli perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan
perwira-perwira militer disetiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan untuk
mengamankan jalannya produksi. Dan juga membentuk BUMIL (Buruh Militer). Perubahan
manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang
tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode
tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minnyak sawit dunia tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka
menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor
penghasil devisa negara (Fauzi, 2004).
II.2Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit
Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya.
Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang
mempunyai titik cair rendah. Secara ilmiah, asam lemak tidak jenuh mengandung atom karbon
C1-C8 akan berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari C 8 maka akan berbentuk padat. Hal ini
karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon
lebih dari C8. Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan rasa (flavor), kelarutan,
titik cair, titik didih, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik nyala dan titik api
(Pahan,2006).
II.3Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit
1. Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau
lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut. Reaksi
ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan rasa (flavor) dan bau
tengik pada minyak tersebut.
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik
pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas (Ketaren,2008).
Isomer-somer cis lebih mudah mengalami oksidasi daripada trans. Dibawah suhu
50°C. Pengikatan terjadi pada gugus metilena yang berdekatan pada ikatan rangkap,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yang diikat adalah ikatan rangkap disamping
mengalami perpindahan. Hasil penguraian ini yang menyebabkan minyak menjadi tengik
(Sastrohamidjojo, 2005).
3. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk
menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodoration yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam keadaan vakum. Proses ini
dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai bahan pangan (Widjaya, 2005).
II.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Minyak Kelapa Sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit dengan kandungan
asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang maupun struktur rantai karbonnya. Panjang
rantai karbon dalam minyak kelapa sawit berkisar antara C12-C20. Komposisi asam lemak
dalam minyak kelapa sawit sangat menentukan sifat fisik dan kimia minyak kelapa sawit
(Fauzi, 2012).
Menurut Mangoensoekardjo (2008) komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti
adalah tampak seperti pada tabel berikut ini.
Tabel Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

II.5Komposisi Lemak dan Minyak


Komposisi lemak atau minyak biasanya dinyatakan dengan persentase berbagai asam yang
diperoleh dari penyabunannya. Contohnya, minyak zaitun menghasilkan 83% asam oleat.
Minyak sawit menghasilkan 43% asam palmitat dan 43% asam oleat, dengan sedikit asam
stearat dan asam linoleat. Minyak mengandung persentase asam lemak tak jenuh yang lebih
tinggi dibandingkan lemak (Hart dkk., 2003).
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut dengan lipida, yang
umumnya mempunyai sifat sama yaitu tidak larut dalam air. Dalam penanganan dan
pengolahan bahan pangan perhatian lebih banyak ditunjukkan pada suatu bagian lipida yaitu
trigliserida. Lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar diantaranya disebabkan
kandumgan yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak mengandung ikatan
rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Contoh asam lemak jenuh dan
tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap
diantara atom-ataom karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Ketaren, 2008).
Lemak atau minyak umumnya umumnya memiliki sifat khusus yaitu tidak larut dalam air.
Berdasarkan tingkat kejenuhannya, asam lemak dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Asam lemak jenuh, berarti dalam struktur kimia molekulnya tidak memiliki ikatan
rangkap.
2. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap.

Gambar 2.1 Struktur Asam Palmiat 2.2 Struktur Asam Oleat

2.6 Sifat-Sifat Lemak Dan Minyak


Sifat fisika dan kimia lemak dan minyak berbeda satu sama lain, tergantung pada
sumbernya. Secara umum, bentuk trigliseruda lemak dan minyak sama, tetapi wujudnya
berbeda. Dalam pengertian sehari-hari disebut lemak jika berbentuk padat pada suhu kamar dan
disebut minyak jika berbentuk cair pada suhu kamar.
2.6.1 Sifat Fisika Lemak dan Minyak
- Kelarutan
Lemak dan minyak tidak dapat larut dalam air. Namun karena adanya suatu
substansi tertentu, yang dikenal sebagai agen pengemulsi, dimungkinkan
terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air.
- Pengaruh Panas
Jika lemak dipanaskan akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga
titik suhu yaitu sebagai berikut :
a. Titik Cair
Lemak mencair jika dipanaskan karena lemak adalah campuran
trigliserida yang tidak mempunyai titik cair tetapi akan mencair pada
suatu rentangan suhu. Lemak mencair pada suhu antara 30°C dan 40°C
b. Titik Asap
Lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, kebanyak
lemak dan minyak mulai berasap pada suhu diatas 232°C. Pada
umumnya minyak nabati mempunyai titik asap lebih tinggi daripada
lemak hewani.
c. Titik Nyala
Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi akan menyala.
Suhu ini dikenal sebagai titik nyala.
- Plastisitas
Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan.
Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida
yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri dan sebagian dari lemak
akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk kristal-kristal padat (Gaman, 1992).
2.6.2 Sifat Kimia Lemak dan Minyak
- Hidrolisis
Dalam proses hidrolisis, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisais yang dapat mengakibatkan
kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam
minyak atau lemak tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :

- Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak dapat dilihat pada gambar
berikut. Ketengikan menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Ini terjadi
karena hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen diudara. Lemak
dan minyak yang sangat tengik mempunyai keasaman yang sangat rendah.

- Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri yang bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap dari karbon asam lemak bebas pada minyak atau
lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni
dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator dapat dilihat pada gambar di
bawah ini. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan
katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang
bersifat plastis atau keras tergantung pada derajat kejenuhannya (Ketaren,
1986).

2.7 Bilangan Asam


Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-
asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk
mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah
dengan jalan melarukan sejumlah minyak atau lemak dalam alkoholeter dan diberi indikator
phenolphthalein. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,5 N sampai terjadi perubahan
warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam tergantung dari keurnian dan unsur
dari minyak atau lemak tadi (Ketaren, 2008).
2.8 Metode Penetuan
Ada beberapa metode penentuan yang digunakan untuk menentukan kadar asam lemak
bebas dan bilangan asam yaitu :
a. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan reaksi netralisasi. Oleh karena itu titrasi asam basa
biasa disebut titrasi netralisasi. Metode analisis titrimetri berdasarkan pada reaksi kimia
antara larutan analit dengan larutan titran. Larutan analit pada titrasi netralisasi bisa
berupa asam lemah, maupun basa. Adapun larutan yang bertindak sebagai tutran
(larutan standar) adalah asam kuat atau basa kuat. Jika larutannya adalah basa kuat
maka disebut titrasi alkalimetri. Pada saat melakukan titrasi asam basa akan terjadi
perubahan derajat keasaman atau pH. Titrasi asam kuat dengan basa kuat melibatkan
reaksi antara asam kuat dan basa kuat. Pada titikekuivalen, larutan asam, kuat akan
tepat bereaksi dengan basa kuat, sehingga pH larutannya ditentukan oleh pH air
(Puspitasari, 2017).
III. ALAT DAN BAHAN
III.1 ALAT
No. Gambar Nama
1.

Beaker Glass

2.

Corong

3.

Statif dan Buret

4.

Erlenmeyer

5.

Pipet Tetes
6.

Neraca Analitik

7.

Kaca Arloji

8.

Batang Pengaduk

9.

Pipet Volume 10,0 ml

III.2 BAHAN
No. Gambar Nama
1.

NaOH
2.

Asam Oksalat

3.

Minyak Goreng

4.
Indikator PP

5.

Etanol 95%

6.

Dietil eter

7.
Aquades

IV. LANGKAH KERJA


IV.1 Standarisasi Larutan NaOH

Dipipet 10,0 ml larutan asam oksalat 0,100 N ke


dalam erlenmeyer
Ditambahkan 2 tetes indikator PP 1%

Dititrasi larutan NaOH 0,1 N sampai berubah warna


menjadi merah muda

Dititrasi larutan NaOH 0,1 N sampai berubah warna


menjadi merah muda

Diulangi percobaan titrasi sebanyak 2 kali (triplo)

IV.2 Penetralan Dietileter dan etanol 95%


Diambil 25 ml dietil eter masukan Diambil 25 ml etanol 95%
kedalam gelas beker masukkan kedalam gelas beker yang
telah diisi dietil eter

Ditambahkan tetes demi tetes NaOH


sambal diaduk hingga warnanya Ditambahkan indikator PP sebanyak
berubah menjadi merah muda 3 tetes

IV.3 Titrasi Alkalimetri

Timbang minyak Tambahkan sebanyak


jelantah sebanyak 5 25 ml larutan dietil Tambahkan Indikator
ml masukan kedalam eter dan etanol yang PP sebanyak 1 ml
erlenmeyer sudah di netralkan

TAT berupa warna


merah muda konstan Titrasi dengan NaOH

V. ANALISIS DATA
V.1Standarisasi Larutan NaOH
Volume Reagen Titrasi 1 Titrasi 2
Larutan asam oksalat 10,0 ml 10,0 ml
Larutan NaOH 9,80 ml 9,90 ml

V.2Kadar bilangan Asam


No Sampel Hasil Titrasi Berat Sampel (Gram) Bilangan Peroksida (mgKOH/g)

1 Sampel A 0,50 mL 5,4007 0,527


2 Sampel B 0,70 mL 5,42 0,735
Rata Rata 0,631

VI. PERHITUNGAN
VI.1 Perhitungan Standarisasi NaOH

Diketahui: Titrasi 1 = 9,80 ml


Titrasi 2 = 9,90 ml
N1 = 0,10 N
V1 = 10,00 ml
Ditanya: N NaOH…?
Penyelesaian :
a. Titrasi 9,80 ml
N1 X V1 = N 2 X V2
0,1 X 10,00 = N2 X 9,80
N2 = 0,1020 N

b. Titrasi 9,90 ml

N1 X V1 = N2 X V2 0,1
X 10,00 = N2 X 9,90
N2 = 0,1010 N
N2 = 0,1010 N
0,1020 +0,1010
𝒙
=
2
= 0,1015 N

VI.2 Kadar Bilangan Asam


Diketahui: Volume titrasi 1 = 0,50 ml
Volume titrasi 2 = 0,70 ml
N NaOH = 0,1015 N
B1 = 5,4007 gram
B2 = 5,42 gram
Ditanya: Kadar bilangan asam…?
Penyelesaian:
- Sampel A
N NaOH
V x 5 , 61
Kadar bilangan asam = 0 ,1
B1
0,1015
0 , 40 x 5 , 61
= 0 ,1
5,4007
= 0,527 mgKOH/g
- Sampel B
N NaOH
V x 5 , 61
Kadar bilangan asam = 0 ,1
B2
0,1015
0 ,70 x 5 , 61
= 0,1
5 , 42
= 0,753 mgKOH/g

VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini akan membahas mengenai penentuan bilangan asam pada sampel
minyak murni. Metode yang digunakan dalam penentuan ini adalah metode Alkalimetri.
Prinsip penentuan bilangan asam adalah penentuan jumlah asam bebas yang dihitung
berdasar bobot molekul asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan
sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas
yang terdapat dalam 1 gram minyak.
Dalam pelaksanaannya, sampel minyak murni ditambahkan campuran etanol dan dietil
eter yang sudah dinetralkan dengan NaOH, penetralan ini dilakukan karena campuran tersebut
belum tentu dalam keadaan netral, maka dari itu harus dinetralkan dengan NaOH dengan
indikator PP yang nantinya dapat dikatakan netral ketika sudah berubah menjadi merah muda.
Penambahan campuran itu adalah sebagai pelarut asam lemak yang terkandung dalam minyak
murni, sehingga asam lemak dapat terlarut sempurna dan akan mudah bereaksi dengan senyawa
NaOH sebagai titran dengan indikator PP. TAT terjadi ketika larutan sampel menjadi berwarna
merah muda dan tidak berubah setelah ditunggu 30 detik.
Praktikum penentuan bilangan asam ini menggunakan dua sampel minyak murni.
Sampel 1 menggunakan minyak murni sebesar 5,4007 gram dan sampel 2 sebesar 5,42 gram.
Sampel dititrasi menggunakan NaOH 0,1015 N yang sudah terstandarisasi menggunakan Asam
Oksalat 0,10 N dengan Indikator PP sesuai kaidah titrasi Alkalimetri. Indikator yang digunakan
dalam praktikum ini adalah PP. Indikator tersebut akan bereaksi ketika pH sudah menjadi basa
dan membentuk larutan berwarna merah muda. TAT pada praktikum ini tercapai ketika
terbentuk warna merah muda pada sampel.
Dari praktikum ini dihasilkan bilangan peroksida pada sampel 1 sebesar 0,527
mgKOH/gram dan Sampel 2 sebesar 0,735 mgKOH/gram. Hasil rata rata yang didapatkan
sebesar 0,631 mgKOH/gram.
Menurut tabel tersebut menunjukan bahwa minyak murni yang dijadikan sampel sudah
melebihi dari batas maksimal kandungan bilangan asam pada minyak goreng berdasarkan
standar mutu minyak goreng (Badan Standardisasi Nasional, 2013).

VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1. Sampel minyak jelantah mengandung 0,631 mgKOH/gram atau dalam 1 gram minyak
murni mengandung 0,631 mg KOH.
2. Kandungan bilangan asam sampel sudah mencapai batas maksimal standar mutu yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah yaitu 0,6 mgKOH/gram.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. (2013). Minyak Goreng. Sni 3741 : 2013, 1–23.
https://www.academia.edu/4506592/21744_SNI_3741_2013_minyak_goreng_web
Fauzi, Y. 2002. Kelapa Sawit : Budidaya Pemanfaatan Hasil Limbah dan Limbah Analisa Usaha
dan Pemasaran. Jakarta: Penebaran Swadaya
Gaman, M. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi II.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Hart, H., Craine, L.E., Hart, D.J. 2003. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI Press
Mangoensoekarjo, S. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Pahan, Y. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir.
Jakarta: Penebaran Swadaya.
Puspitasari, D.I. 2017. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan Protein.
Yogyakarta : Gadjah Mada UniversityPress
Sastrosayono, Selardi. 2006. Budi Daya Kelapa Sawit; Jakarta. Agro Media Pustaka.
LAMPIRAN

Titrasi Standarisasi NaOH

Titrasi kadar bilangan asam


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA INDUSTRI DAN BAHAN PANGAN
PENETAPAN KADAR BILANGAN PEROKSIDA
Dosen Pengampu : 1. Dr. Endang Tri Wahyuni Maharani, M.Pd
2. Dra. Yusrin, M.Pd
Asisten Praktikum : M. Gufron, S.Pd

Disusun Oleh :
Nanda Adin Nisa
NIM. B2C018003

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH SEMARANG
TAHUN 2021
I. TUJUAN
I.1 Mengetahui kadar peroksida pada minyak bekas penggorengan (jelantah).
II. DASAR TEORI
Salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat ialah
minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang
dimurnikan, berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan.
Minyak goreng dari tumbuhan dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacangkacangan, jagung
dan kedelai (Ketaren, 1986).
Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak
dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak
yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan
telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah (Kataren , 2007).
Minyak goreng dapat digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali,
minyak akan berubah warna. Apabila minyak goreng digunakan berulang kali maka akan terjadi
kerusakan dalam minyak, hal ini sering ditandai dengan terjadinya perubahan bau dalam minyak yaitu
berupa bau tengik. Salah satu parameter terpenting dalam pengukuran tingkat kerusakan minyak adalah
dengan menentukan bilangan peroksida. Kerusakan minyak dapat terjadi karena berbagai faktor salah satu
diantaranya adalah suhu atau panas.
Pertumbuhan jumlah penduduk, serta perkembangan industri, restoran, dan usaha fastfood
akan menyebabkan dihasilkannya minyak goreng bekas dalam jumlah yang cukup banyak. Minyak
goreng bekas ini apabila dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit yang membuat tubuh kita kurang
sehat dan stamina menurun. Namun apabila minyak goreng bekas tersebut dibuang sangatlah tidak
efisien dan mencemari lingkungan. Minyak goreng bekas usaha fastfood inilah yang sering
digunakan oleh pedagang penyetan (Rohman, 2007).
Minyak jelantah memiliki kandungan peroksida yang tinggi, hal ini bisa terjadi salah
satunya disebabkan oleh pemanasan yang melebihi standart. Standart proses penggorengan
normalnya berada dalam suhu 177- 22oC. sedangkan kebanyakan orang justru menggunakan
minyak goreng pada suhu 200 – 300oC.
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standart memiliki endapan
yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari pada kadar
peroksidanya masih sesuai standart. Standart mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak
goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak
tengik, bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida melebihi standart baunya terasa tengik
jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida
(Sudarmadji, Slamet, et. al. 2003).
Penggunaan Minyak yang berulang-ulang akan menyebabkan oksidasi asam lemak tidak
jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida serta akan mengalami penurunan mutu
diantaranya warna, kekentalan,angka peroksida dan angaka asam (Birowo, 2000).
Asam lemak bebas merupakan bagian dari oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan
dan penyimpanan minyak goreng. Semakin besar angka asam maka di artikan kandungan asam
lemak bebas semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang tekandung dimakanan dapat
membahayakan kesehatan, seperti berpengaruh terhadap lemak darah yang kemudian dapat
menimbulkan kegemukan (Fauziah dkk, 2013 ).
Pada minyak jelantah kadar asam lemak jenuh cenderung meningkat. Minyak jelantah
dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi
berbahaya bagi kesehatan, seperti deposit lemak yang tidak normal, kanker, kontrol tidak sempurna
pada pusat syaraf (Djatmiko dan Widjaja, 1973 dan Ketaren, 1986).
Penggunaan minyak goreng bekas tidak baik untuk kesehatan karena kualitas minyak sudah
turun. Minyak goreng bekas telah mengalami kerusakan, yang menyebabkan minyak lebih kental,
berbusa, berasap serta hasilkan rasa, warna coklat dan bau yang tidak disukai. Oleh karena itu perlu
adanya usaha efesiensi pengolahan minyak goreng bekas agar dapat diharapkan kembali untuk
kebutuhan lainnya (Djatmiko dan Widjaja, 1973).
Namun kenyataannya Masyarakat masih sering menggunakan minyak goreng berulang-
ulang dengan tujuan ekonomis. Terutama pada pedagang penyetan, penggunaan minyak goreng
bekas lebih menguntungkan dan 4 menghemat biaya, akan tetapi membahayakan kesehatan karena
mengandung peroksida dan asam lemak bebas yang melebihi ambang batas, yang bersifat racun,
peroksida dalam sistem peredaran darah mengakibatkan kebutuhan vitamin E menjadi besar.
Bilangan asam merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas minyak atau
lemak, pengujian bilangan asam juga dapat dilakukan untuk minyak atau lemak yang berasal dari
hasil ekstraksi produk makanan seperti mie instan. Lemak diartikan sebagai suatu bahan makanan
yang pada suhu ruang terdapat dalam bentuk padat, sedangkan minyak adalah suatu bahan makanan
yang dalam suhu ruang terdapat dalam bentuk cair. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua
bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda, tetapi lemak dan minyak tersebut sering kali
ditambahkan dengan sengaja kedalam bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan
bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng
(Winarno,1992)
Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 gram (1
kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak
(Rohman, 2007). Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu miliekivalen per
gram contoh milligram Oksigen per 100 gram contoh minyak/lemak.
a. Miliekivalen per 1000 gram contoh = A x N x 1000/G.
b. Milimol per 1000 gram contoh = 0,5 x N x A x 1000/G.
c. Miligram Oksigen per 100 gram contoh = A x N x B x 100G.
Penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi
sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi
sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida
dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau rasa tengik yang disebut proses
ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal- radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida, lemak atau hidroperoksida,
logam berat seperti Cu, Fe, Ce, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin,
klorofil dan enzim-enzim lipoksidase (Kataren, 1986).

Minyak perlu dilakukan pemeriksaan kualitasnya berkaitan dengan lama penyimpanan,


dimana kualitas suatu minyak diketahui dari tingkat ketengikannya. Tingkat ketengikan minyak
dapat diketahui berdasarkan angka peroksida. Minyak yang memiliki peroksida melebihi batas yang
ditentukan dapat membahayakan tubuh (Winarno,1999). Syarat mutu minyak antara lain jumlah
asam lemak bebas maksimal 5 %, bilangan peroksida maksimal 5,0.

Salah satu parameter kerusakan minyak goreng adalah titik asap. Titik asap adalah suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa
gatal pada tenggorokan. Semakin tinggi titik asap, semakin baik mutu minyak goreng. Asap tipis
yang muncul saat pemanasan minyak merupakan tanda yang normal, namun jika minyak
mengeluarkan asap sangat banyak, menandakan minyak tidak layak lagi digunakan.

Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya beberapa
reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan
polimerisasi. Minyak yang rusak akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta
kerusakan sebagian vitamin 14 dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Minyak yang
telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur, flavor dari
bahan pangan yang digoreng.

III. ALAT DAN BAHAN


III.1 ALAT
No. Gambar Nama
1.

Beaker Glass

2.

Corong

3.

Statif dan Buret

4.

Stop Erlenmeyer
5.

Pipet Tetes

6.

Neraca Analitik

7.

Kaca Arloji

8.

Batang Pengaduk

9.

Pipet Volume 10,0 ml


III.2 BAHAN
No. Gambar Nama
1.

Na2S2O3

2.

CHCl3

3.

CH3COOH

4.

KI

5.

KIO3
6.

Minyak Jelantah

7.

Amylum

IV. LANGKAH KERJA


4.1 Standarisasi Na2S2O3

Tambahkan 5mL KI 5 % dan 5 mL


Dipipet 10,0 mL larutan standar KIO3 H2SO4 2N titrasi dengan Na2S2O3 0.01
dan masukkan dalam stop erlenmeyer. N sampai terjadi warna kuning muda
(kocok pelan-pelan,titran cepat)

Titrasi dilanjutkan dengan Na2S2O3


Tambahkan dengan indikator amylum
0.01 N sampai warna biru tepat hilang
(kocok kuat,titran tetes demi tetes) 1% = biru (1 mL )

4.2 Pembuatan KI

Ambil 1 sendok KI ke dalam gelas beker Tambah akuades sampai terdapat endapan

Jika tidak terdapat endapan, tambahkan KI


terus menerus sampai endapan tidak hilang.
4.3 Titrasi

Ditambahkan 30 ml Ditambahkan 0,5 ml KI


Ditimbang 5 gram minyak jelantah, jenuh dan biarkan
masukkan ke dalam stop erlenmeyer campuran CHCl3 dan
asam asetat ditempat gelap selama
30 menit

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N Ditambahkan 30 ml


menggunakan amylum sebagai indikator, aquades, kocok hingga
sampai warna biru tepat hilang. homogen

V. DATA PENGAMATAN
5.1 Standarisasi Na2S2O3
Volume Titrasi 1 Titrasi 2
Larutan KIO3 10,0 ml 10,0 ml

Larutan Na2S2O3 19,50 ml 20,00 ml

5.2 Bilangan Peroksida

No Sampel Hasil Berat Sampel Bilangan Peroksida


Titrasi (Gram) (mgO/100g)
1 Sampel A 3,7 mL 5,14 0,584

2 Sampel B 3,4 mL 4,808 0,574

Rata Rata 0,579

VI. PERHITUNGAN
6.1 Standarisasi Na2S2O3
Diketahui: Titrasi 1 = 19,50 ml
Titrasi 2 = 20,00 ml
N1 = 0,10 N
V1 = 2 ml

Ditanya: N Na2S2O3?
Penyelesaian:

a. Titrasi 19,50 ml

N1 X V1 = N2 X V2

0,1 X 2 = N2 X 19,50

N2 = 0,0103 N

b. Titrasi 20,00 ml

N1 X V1 = N2 X V2
0,1 X 2 = N2 X 20,00
N2 = 0,0100 N
0,0103+0,0100
𝒙 =
2
= 0,01015 N

6.2 Kadar Bilangan Peroksida


Diketahui: Volume titrasi 1 = 3,70 ml
Volume titrasi 2 = 3,40 ml
N NaOH = 0,1015 N
B1 = 5,14gram
B2 = 4,808 gram
Ditanya : Kadar bilangan asam…?

Penyelesaian:

- Sampel A
N Na2 S 2O 3
V x 0,008 x 100
Kadar bilangan asam = 0 , 01
B
0,1015
0 ,70 x 0,008 x 100
= 0 , 01
5 , 14
= 0,584 mgO2/100g
- Sampel B
N Na2 S 2O 3
V x 0,008 x 100
Kadar bilangan asam = 0 , 01
B
0,1015
3 , 40 x 0,008 x 100
= 0 ,01
5 , 42
= 0,574 mgO2/100g

VII. PEMBAHASAN
Peroksida merupakan produk awal terjadinya kerusakan pada minyak goreng akibat
terjadinya reaksi autoksidasi pada minyak terutama jika digunakan untuk pangan yang berdampak
merugikan bagi kesehatan manusia. Minyak atau lemak yang mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh, dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Apabila minyak
mengalami oksidasi maka senyawa peroksida yang dihasilkan akan meningkat. Selain dari oksidasi
oleh oksigen di udara, peningkatan angka peroksida juga dapat disebabkan oleh pemanasan. Warna
minyak akan semakin gelap seiring dengan meningkatnya bilangan peroksida akibat pemanasan dan
pemakaian berulangulang. Penyebab meningkatnya bilangan peroksida pada minyak goreng yang
telah digunakan ialah minyak goreng bekas, minyak goreng curah, minyak goreng yang digunakan
terus menerus tanpa penggantian, dan panas yang digunakan menggoreng telah tinggi.
Praktikum kali ini akan membahas mengenai penentuan bilangan peroksida pada sampel
minyak jelantah. Metode yang digunakan dalam penentuan ini adalah metode iodometri. Prinsip
penentuan bilangan peroksida adalah menentukan banyaknya/jumlah volume natrium thiosulfate
yang tepat bereaksi dengan gas Iodium yang terlepas akibat reaksi antara senyawa peroksida
dengan KI jenuh dalam suasana asam, yang mana jumlah iodium yang terlepas equivalen dengan
jumlah senyawa peroksida yang terdapat pada minyak jelantah.
Dalam pelaksanaannya, sampel minyak jelantah ditambahkan campuran asam asetat dan
Kloroform dengan perbandingan 3:2. Penambahan campuran itu adalah sebagai pembuat suasana
asam dan juga sebagai pelarut asam lemak yang terkandung dalam minyak jelantah, sehingga KI
jenuh akan mudah bereaksi dengan senyawa peroksida yang terdapat pada sampel minyak jelantah.
Setelah penambahan KI jenuh harus didiamkan selama 30 menit dalam tempat gelap dengan tujuan
agar lebih banyak gas iod yang dilepaskan sampel dan juga tidak terpengaruh oleh cahaya matahari.
Setelah didiamkan tambahkan aquadest pada sampel, penambahan ini ditujukan agar KI jenuh yang
ditambahkan dapat terlarut sempurna, sehingga hasil dari penentuan bilangan peroksidanya menjadi
lebih tepat.
Praktikum penentuan bilangan peroksida ini menggunakan dua sampel minyak jelantah.
Sampel 1 menggunakan minyak jelantah sebesar 5,14 gram dan sampel 2 sebesar 4,808 gram.
Sampel dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,01015 N yang sudah terstandarisasi. Indikator yang
digunakan dalam praktikum ini adalah amylum 1%. Indikator tersebut akan bereaksi dengan gas I 2
dan membentuk larutan berwarna biru. TAT pada praktikum ini tercapai ketika warna biru tepat
hilang. Teknik titrasi yang digunakan juga sedikit berbeda yaitu pada awal dititrasi dilakukan
dengan dikucurkan secara deras dengan penggojokkan yang pelan hingga warna sampel berubah
menjadi kuning muda. Hal ini dilakukan agar gas I2 tidak banyak terbuang ke udara.
Setelah warna berubah kuning muda langsung ditambahkan amylum 1% hingga berubah
warna menjadi biru, kemudian lanjutkan titrasi dengan tetes demi tetes dengan penggojokkan cepat.
Hal ini bertujuan agar ikatan yang kuat antara I2 dan Amylum dapat terpisah dan segera tercapai
TAT.
Dari praktikum ini dihasilkan bilangan peroksida pada sampel 1 sebesar 0,584 mg O2 / 100
gram dan Sampel 2 sebesar 0,574 mg O 2 /100 gram. Hasil rata rata yang didapatkan sebesar 0,579
mgO2/100 gram atau sama dengan 5,790 mgO/KG.

VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1.
Sampel minyak jelantah mengandung 0,579 mgO2/100 gram atau dalam 100 gram minyak
jelantah mengandung 0,579 mgO.
2.
Kandungan bilangan peroksida sampel sudah mencapai setengah dari batas standar mutu
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Djatmiko dan Widjaja. 1973. http://.wikipedia.org/Minyak-goreng.com Diakses tanggal 5 Mei 2021.


Ketaren. 1989. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-Press.
Rohman, Abdul dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN

Sebelum standarisasi Na2S2O3

Standarisasi Na2S2O3

Titrasi kadar peroksida pada


minyak jelantah
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA INDUSTRI DAN BAHAN PANGAN

PENETAPAN KADAR KIO3 DALAM GARAM BERYODIUM


Dosen Pengampu : 1. Dr. Endang Tri Wahyuni Maharani, M.Pd
2. Dra. Yusrin, M.Pd
Asisten Praktikum : M. Gufron, S.Pd

Disusun Oleh :
Nanda Adin Nisa
NIM. B2C018003

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH SEMARANG
TAHUN 2021
I. TUJUAN
I.1 Mahasiswa dapat mempraktikan penetapan kadar KIO 3 dalam garam beryodium
menggunakan metode titrasi iodometri
I.2 Mahasiswa dapat menghitung kadar KIO3 dalam garam beryodium.

II. DASAR TEORI


Salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat
ialah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan, berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk
menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-
bijian, kacangkacangan, jagung dan kedelai (Ketaren, 1986).
Bahan baku untuk pembuatan garam adalah air laut. Air laut selain mengandung natrium
klorida (NaCl) juga mengandung garam-garam terlarut lainnya. Komposisi garam-garam terlarut
ini bervariasi menurut tempat lingkungan dan kedalaman lautnya. Kadar garam tertinggi terdapat
di laut mati.
Penggunaan garam dibedakan menjadi garam konsumsi yaitu garam yang dikonsumsi
bersama-sama dengan makanan dan minuman serta garam industri yaitu garam yang digunakan
sebagai bahan baku maupun bahan penolong industri kimia.
Menurut produsennya garam biasanya dibedakan atas garam rakyat dan garam pemerintah.
Garam rakyat adalah garam yang diproduksi oleh petani garam. Garam rakyat biasanya diproduksi
oleh penduduk tepi pantai atau penduduk di daerah sumber air asin. Sedangkan garam pemerintah
adalah garam yang diproduksi oleh pabrik-pabrik garam. Berdasarkan bentuknya garam dibedakan
atas garam yang berbentuk kristal dan garam briket yang dicetak.
Garam yang dikonsumsi masyarakat sebagian besar berasal dari garam rakyat yang proses
pembuatannya masih sederhana, untuk meningkatkan kualitas garam dapur dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut;
1. Memperbaiki cara pembuatan garam diladang garam rakyat dari sistem kristalisasi
total menjadi kristalisasi bertingkat. Akan tetapi cara ini kurang efektif karena
memerlukan waktu yang cukup lama.
2. Melakukan rekristalisasi sehingga diperoleh kembali kristal garam yang hampir murni,
tetapi secara ekonomis untuk pembuatan garam makan/konsumsi tidak sesuai.
3. Melakukan pencucian terhadap garam dengan menggunakan larutan garam jenuh,
sehingga diperoleh garam yang lebih tinggi mutunya. Walaupun garam yang dihasilkan
dari pencucian tidak begitu tinggi mutunya, tetapi untuk garam konsumsi masih sesuai.
II.1Komposisi Garam Dapur
Garam dapur sebagian besar berasal dari penguapan air laut dan sedikitnya mengandung
95% natrium klorida. Garam dapur sebagai garam konsumsi harus memenuhi beberapa syarat
atau kriteria standar mutu diantaranya penampakan yang bersih, berwarna putih, tidak berbau,
tingkat kelembaban rendah dan tidak terkontaminasi oleh timbal dan bahan logam lainnya.
Menurut SNI nomor 01– 3556 – 2000 garam dapur harus memenuhi syarat komposisi
sebagai berikut:

II.2Proses Pembuatan Garam Dapur


Pada umumnya garam dapur dibuat dari air laut yang diuapkan dengan menggunakan
sinar matahari. Di Indonesia hanya terdapat beberapa daerah saja yang penguapannya dengan
menggunakan pemanasan api dengan kayu bakar atau bahan bakar minyak seperti pembuatan
garam yang terdapat di Aceh. Dalam proses pembuatan garam dapur mempunyai tiga lokasi
yang paling menentukan yaitu :
a. Waduk
Air laut masuk ke waduk dalam keadaan laut pasang melalui pintu air, setelah itu
air laut tersebut dibiarkan dibawah terik matahari selama 4-5 hari sehingga
sebahagian dari air laut tersebut mengalami penguapan.
b. Ladang Pemekatan
Setelah 4-5 hari di waduk, air laut tersebut dipompa ke ladang pemekatan yang
pertama, sedangkan sinar matahari terus berlangsung. Disini terjadi penguapan yang
kedua. Demikian seterusnya sampai pemekatan terakhir. Jumlah pemekatan tidak
tertentu, akan tetapi yang baiasa dipakai adalah sebanyak 6 kali pemekatan.
c. Meja Kristalisasi
Air garam yang keluar dari ladang pemekatan yang terkhir disebut dengan air tua atau brine
mother liquor. Kemudian air tua ini di pompa masuk ke daerah kristalisasi yang disebut
dengan meja garam atau meja kristalisasi. Penguapan berlangsung terus menerus hingga
membentuk kristal-kristal garam yang mengendap dibawah, garam lalu dikumpulkan dan
selanjutnya diangkat ke gudang pengeringan. Sisa cairan dibuang masuk saluran yang
akhirnya masuk laut kembali.
II.3Garam Beriodium
Garam beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah
difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Di Indonesia iodium ditambahkan dalam garam
sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3). Penggunaan garam
beriodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia dalam menanggulangi
GAKI. Cara ini dinilai lebih alami, lebih murah, lebih praktis dan diharapkan dapat lestari di
kalangan masyarakat.
Berdasarkan SNI No. 01-3556 tahun 2000 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 77/1995 tentang proses pembuatan dan pelabelan garam beriodium, iodium
yang ditambahkan dalam garam adalah sebanyak 30-80 mg KIO3/ Kg garam (30-80 ppm).
Hasil Survei Nasional Garam Beriodium yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat
Statistik terintegrasi dengan SUSENAS menunjukkan bahwa secara nasional persentase
rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium dengan kandungan cukup sejak tahun
1997-2002 hanya berkisar antara 62-68 %.
II.4Iodium
Iodium adalah suatu unsur bukan logam yang termasuk golongan halogenida. Di alam
iodium terdapat sebagai iodium air laut, kalium iodat (KIO3) dan tiroksin yaitu hormon yang
dikeluarkan oleh therinoida.
Iodium merupakan bagian dari kelenjar tiroid, yakni tirosin dan tri-iodotirosin. Biasanya
tubuh manusia mengandung 20-30 mg iodium. Kira-kira 60 % berada dalam kelenjar tiroid
(kelenjar gondok) dan selebihnya tersebar didalam jaringanjaringan tubuh manusia terutama
pada ovarium, otot, dan darah.
Iodium adalah suatu unsur bukan logam yang termasuk golongan halogenida. Di alam
iodium terdapat sebagai iodium air laut, kalium iodat (KIO3) dan tiroksin yaitu hormon yang
dikeluarkan oleh therinoida. Iodium merupakan bagian dari kelenjar tiroid, yakni tirosin dan
tri-iodotirosin. Biasanya tubuh manusia mengandung 20-30 mg iodium. Kira-kira 60 %
berada dalam kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dan selebihnya tersebar didalam
jaringanjaringan tubuh manusia terutama pada ovarium, otot, dan darah.

Gambar 2. Kelenjar Tiroid

Tiroksin merupakan hormon utama yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid. Setiap molekul

dari tiroksin mengandung empat atom iodium. Fungsi iodium adalah sebagai komponen

esensial tiroksin dan kelenjar tiroid. Peranan tiroksin adalah meningkatkan laju oksidasi

dalam sel-sel tubuh sehingga meningkatkan BMR (Basal Metabolic Rate).

Gambar 3. Struktur tri-iodotironin

Gambar 4. Struktur tetra-iodotironin

Tiroksin menyebabkan mitokondria sel-sel tubuh membesar baik bentuk maupun


jumlahnya, dan meningkatkan permeabilitas membran mitokondria sehingga memudahkan
keluar masuknya zat-zat yang terlibat dalam kegiatan respirasi dan pemindahan energi.
Peranan lain dari tiroksin adalah menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga
terbentuknya ATP berkurang dan lebih banyak dihasilkan panas. Hal ini dapat menjelaskan
mengapa orang yang menderita hipertirodisme terlihat lebih kurus dibandingkan orang
normal. Disamping itu tiroksin juga sangat berpengaruh terhadap sintesis protein.

Sebagian besar iodium diserap melalui usus kecil, akan tetapi beberapa diantaranya
langsung masuk kedalam saluran darah melalui dinding lambung. Di dalam tubuh manusia
penyerapan iodium berlangsung sangat cepat yaitu dalam waktu 3–6 menit setelah makanan
dicerna dalam mulut. Sebagian besar iodium yang dicerna masuk kedalam kelenjar tiroid,
yang kadarnya sekitar 25 kali lebih tinggi dari iodium yang ada dalam darah. Membran
tiroid mempunyai kapasitas spesifik untuk memindahkan iodida ke bagian belakang
kelenjar. Dalam kelenjar tiroid, iodium bergabung dengan molekul tirosin membentuk
tiroksin (tetraiodotironin) dan tri-iodotironin. Hormon tersebut dikeluarkan kedalam saluran
darah menurut kebutuhan dan permintaan tubuh.

Hormon tiroid yang terdapat didalam tubuh manusia tersimpan lebih dari 95 % didalam
darah dan berbentuk tiroksin. Sedangkan didalam kelenjar gondok, tiroksin dan tri-
iodotironin bergabung dengan sebuah molekul protein kemudian akan diubah menjadi
trigolobulin dan merupakan bentuk iodium yang akan disimpan sebagai cadangan iodium
apabila sewaktu-waktu akan dibutuhkan.

II.5Kalium Iodat (KIO3)


Kalium iodat (KIO3) adalah iodium dalam garam yang merupakan bahan yang sangat
penting untuk sintesa hormon tiroid. Iodium yang dikonsumsi akan diubah dalam bentuk
iodida dan kemudian diabsorbsi. Asupan iodium minimum yang dapat mempertahankan
fungsi tiroid normal adalah 150 µg. Organ utama yang mengambil iodium dalam makanan
adalah kelenjer tiroid yang berkisar 30%, sedangkan sisanya 67% dikeluarkan melalui urin
dan feses.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar iodium dalam garam, antara lain
proses iodisasi yang kurang sempurna, pembungkusan, waktu dan kondisi penyimpanan dan
lain-lain. Salah satu cara yang dilakukan masyarakat yang dapat mempengaruhi kadar kalium
iodat (KIO3) adalah kondisi penyimpanan kadar garam yaitu dengan memberikan kemasan
garam terbuka sehingga memungkinkan menurunnya kadar kalium iodat (KIO 3) dalam
garam dapur. Kadar kalium iodat (KIO3) yang diperoleh atau sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) yaitu 30-80 ppm.
Berdasarkan kestabilannya kandungan kalium iodat (KIO 3) pada saat ini merupakan
senyawa iodium yang sangat banyak digunakan dalam proses iodisasi garam. Kalium iodat
(KIO3) merupakan garam yang sukar larut dalam air, sehingga dalam membuat larutannya
diperlukan larutan yang baik. Untuk iodisasi diperlukan larutan kalium iodat (KIO3) 4%
yang dibuat dengan jalan melarutkan 40 gram kalium iodat dalam satu liter air (1 Kg
KIO3 /25 Liter air).
Persyaratan umum kalium iodat (KIO3) :
1. Kadar KIO3 : Minimal 99%
2. Kehalusan : 100 Mesh
3. Logam berbahaya (Pb, Hg, Zn, Cu, As) : Nihil
4. Grade : Food grade
II.6Metode-Metode Analisis Kadar Kalium Iodat (KIO3)
Dalam penentuan kadar kalium iodat (KIO3) dalam garam dapur terdapat beberapa
metode yang bisa digunakan diantaranya adalah: titrasi agentometri, titrasi iodometri dan
iodimetri, Spektrofotomtetri UV-VIS, dan metode kromatografi cair kinerja tinggi pasangan
ion (KCKT). Akan tetapi dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode iodometri. Metode ini selain mudah dikerjakan juga tidak
membutuhkan biaya yang besar, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menentukan
kadar kalium iodat (KIO3) dalam garam dapur, zat yang digunakan mudah diperoleh dan juga
proses kerja yang sangat simpel.
II.7Titrrasi Iodometri
Titrasi iodometri adalah suatu proses tak langsung yang melibatkan iod, ion iodida
berlebih ditambahkan kedalam suatu agen pengoksidasi, yang membebaskan iod dan
kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 (natrium tiosulfat). Titrasi iodometri merupakan titrasi
redoks. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan
iodium yang dihasilkan sebagai titrat dan setara dengan banyaknya sampel.
Larutan natrium tiosulfat merupakan larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan
proses iodometri. Larutan ini biasanya dibuat dari garam pentahidratnya (Na 2S2O3-5H2O).
Garam ini mempunyai berat ekivalen yang sama dengan berat molekulnya (248,17) maka
dari segi ketelitian penimbangan, hal ini menguntungkan. Larutan ini perlu distandarisasi
karena bersifat tidak stabil pada keadaan biasa (pada saat penimbangan). Kestabilan larutan
mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari dan adanya bakteri yang memanfaatkan
Sulfur.
Kestabilan larutan Na2S2O3 dalam penyimpanan ternyata paling baik bila mempunyai pH
antara 9-10. Cahaya dapat menyebabkan larutan ini teroksidasi, oleh karena itu larutan ini
harus disimpan di botol yang berwarna gelap dan tertutup rapat agar cahaya tidak dapat
menembus botol dan kestabilan larutan tidak terganggu karena adanya oksigen di udara.
Bakteri dapat menyebabkan perubahan S2O3-2 menjadi SO3-2, SO4-2 dan sulfur. Sulfur ini
tampak sebagai endapan kolodial yang membuat larutan menjadi keruh. Ini pertanda larutan
harus diganti. Untuk mencegah aktivitas bakteri, pada pembuatan larutan hendaknya dipakai
air yang sudah dididihkan, selain itu dapat ditambahkan pengawet seperti natrium karbonat,
natrium benzoat dan Hgl2.
Adapun syarat-syarat standar primer yang digunakan untuk menstandarisasi suatu larutan
adalah bahannya sangat murni, mudah diperolah dan dikeringkan, mudah diperiksa
kemurniannya (diketahui macam dan jumlah pengotornya), stabil dalam keadaan biasa
(selama penimbangan), berat molekulnya tinggi untuk mengurangi kesalahan titrasi dan
bereaksi menurut syarat-syarat reaksi titrasi yakni reaksinya cepat dan berlangsung
sempurna, ada petunjuk titik akhir serta reaksi diketahui dengan pasti.
Dalam titrasi iodometri, berat ekivalen suatu zat dihitung dari banyaknya zat (mol) yang
menghasilkan atau membutuhkan atom iod KIO 3 menghasilkan 6 atom iod permolekulnya,
sedangkan Na2S2O3 membutuhkan 1 atom iod permolekulnya.
IO3 + 5I + 6H 3I2 + H2O
2Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6
Pada proses titrasi untuk penentuan titik akhir umumnya digunakan suatu indikator.
Indikator yang digunakan pada titrasi iodometri untuk penentuan kadar KIO3 adalah
indikator amilum. Pemberian indikator amilum ini bertujuan untuk memperjelas titik akhir
dari titrasi.
Pemakaian indikator amilum dapat memberikan warna biru gelap dari komplek iodin-
amilum sehingga indikator ini bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.
Penambahan indikator amilum harus menunggu hingga titrasi mendeteksi sempurna, hal ini
disebabkan bila pemberian indikator terlalu awal maka ikatan antara ion dan amilum sangat
kuat, amilum akan membungkus iod sehingga iod sukar lepas, akibatnya warna biru sukar
hilang dan titik akhir titrasi tidak kelihatan tajam lagi. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan
hilangnya warna biru dari larutan yang dititrasi.
Iodin sebenarnya dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga dapat
memberikan warna ungu atau violet untuk zat-zat pelarut seperti CCl 4 dan kloroform
sehingga kondisi ini dapat dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi.
Jika larutan iodium didalam KI pada suasana netral ataupun basa dititrasi maka reaksinya
adalah sebagai berikut :
I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-
Selama reaksi S2O32 yang tidak berwarna adalah berbentuk sebagai berikut :
S2O32- + I3- S2O32- + 2I-
Yang kemudian berjalan terus membentuk reaksi berikut ini :
S2O32- + I- S4O62- + I3-
Warna indikator akan muncul kembali pada reaksi berikut :
S2O3I- + S2O32- I- + S4O62-

III. ALAT DAN BAHAN


III.1 ALAT
No. Gambar Nama
1.

Beaker Glass

2.

Corong

3.

Statif dan Buret

4.

Stop Erlenmeyer
5.

Pipet Tetes

6.

Neraca Analitik

7.

Kaca Arloji

8.

Batang Pengaduk

9.

Pipet Volume 10,0 ml

10.

Labu Ukur

11.

Gelas Ukur
III.2 BAHAN
No Gambar Nama
1.

Natrium Tiosulfat 0,1 N

2.

Natrium Tiosulfat 0,005 N

3.

Amilum

4.

KIO3

5. KI
6.

H2SO3

7.

Asam pospat pekat

8.

Garam

9.

Akuades

IV. LANGKAH KERJA


4.1 Standarisasi

Anda mungkin juga menyukai