Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhamad Nicholas Sachio

Kelas : 1B
NIM : 11231120000054
Pilihan Politik
Salah satu pilihan yang kerap menunjukkan kita berbeda adalah pilihan politik. Keberbedaan
pilihan politik itu adalah sah dan tidak dilarang. Keabsahan berbeda dalam pilihan politik
juga terkandung arti penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia untuk tidak selalu harus
sama dalam memilih. Kesalahan dalam mengartikan keberbedaan pilihan politik menjadi
penyebab ketidaksukaan dan kebencian terhadap pemilih berbeda. Berbeda tidaklah lagi
kebhinnekaan, tetapi berbeda adalah ketidaksamaan, sehingga menyikapinya adalah dengan
penghadangan terhadap pihak-pihak yang tidak sama dengannya. Penghadangan itulah
fenomena yang dialami calon Gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan calon Wakil
Gubenur DKI Djarot Saiful Hidayat di dalam kampanyenya di sejumlah daerah di DKI
Jakarta. Hingga akhir Desember 2016 telah terjadi lebih dari lima kali penghadangan dan
terakhir di awal januari tahun 2017 ditambah dengan terjadinya penggeroyokan terhadap
kader PDIP yang diduga oleh ormas tertentu. Sebuah episode yang telah mencederai
pertemanan, persahabatan dan bahkan persaudaraan di tengah hiruk pikuk pemilihan
pimpinan kepala daerah DKI Jakarta.
Penghadangan dan rentetan dampaknya adalah merupakan ujian demokrasi yang di dalam
perjalanannya mengindikasikan belum matangnya perilaku berbeda pilihan politik itu. Hal ini
juga menjelaskan bahwa perbedaan pilihan politik tidak mudah diterima. Ketidakmudahan
itu, karena pilihan politiknya dibangun dengan tidaklah berpegang kepada ketentuan hukum
yang berlaku. Yang dimaksud adalah Pasal 187 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang tegas-tegas melarang adanya
penghadangan. Ketentuan penghadangan itu menetapkan: “Setiap orang yang dengan sengaja
mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam
juta rupiah).” Dengan ketentuan ini pelaku penghadangan NS dijatuhi hukuman dua bulan
pejara dengan masa percobaan empat bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat (Kompas,
22 Desember 2016). Keputusan yang menjadi pelajaran berharga bahwa perbedaan di dalam
memilih tidaklah harus disikapi dengan berlebihan, tetapi kedewasaan sikap seharusnya yang
dikedepankan.

BINUS University, Agus Riyanto, PERBEDAAN PILIHAN POLITIK DAN KEDEWASAAN


BERSIKAP, Desember 2017
Secara konseptual, pilihan politik merupakan preferensi, action, dan pemrosesan informasi
seorang individu untuk mengambil keputusan politik. Meskipun masyarakat seringkali bahwa
lembaga politik memainkan peran utama dalam membuat kebijakan publik, nyatanya
individu dalam kapasitas masing-masing juga mampu memberikan influence terhadap
lembaga politik. Kacamata kajian pendekatan perilaku menekankan bahwa pilihan politik
berbasis pada individu politik. Hal tersebut dikemukakan oleh dosen Administrasi Publik
Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Kristian Widya Wicaksono, Ph.D.
Mengutip penjelasan Surbakti pada tahun 2013, Kristian pun mengungkap faktor yang
mempengaruhi individu aktor politik, antara lain:
 Lingkungan sosial politik tidak langsung (demokrasi, totaliterisme, dan lain-lain).
 Lingkungan sosial politik langsung (saran orang lain, lingkungan pergaulan).
 Struktur kepribadian dalam basis fungsional yakni kepentingan, adaptasi, serta
eksternalisasi dan pertahanan diri.
 Situasi lingkungan politik langsung saat melaksanakan aktivitas politik.
“Dalam konteks kepentingan, seorang individu menilai suatu peristiwa politik berdasarkan
apakah dia menaruh minat atau tidak terhadap fenomena politik tersebut. Jika ada, itulah
yang menjadi dasar pilihan politiknya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Kristian mengutip riset terdahulu milik Campbell pada tahun 1917 dan Kinder
pada tahun 2006, antara lain:
 Orang dari segala usia menanggapi masalah dan peristiwa politik dalam rujukan
sosialisasi awal, keadaan sosial, dan kondisi ekonomi langsung. (Campbell 1917)
 Kelompok usia dapat dimobilisasi untuk mendukung aksi sosial tertentu yang mereka
lihat untuk kepentingan mereka sendiri tetapi usia tidak menjadi dasar dari gerakan
politik besar. (Campbell 1917)
 Politik dimulai semenjak masa kanak-kanak, dan orang tua memang mempengaruhi
keturunan, tetapi perubahan terjadi sepanjang rentang kehidupan. (Kinder 2006)
 Bertambahnya usia seseorang tidak menjadi penentu bahwa mereka akan semakin
konservatif di dalam pilihan politik mereka. Bertambahnya usia umumnya tidak
disertai oleh kecenderungan gerakan ke arah politik tertentu baik dalam hal ekonomi,
kebijakan luar negeri maupun pilihan politik. (Kinder 2006)
Menurut Kristian, riset tahun 1971 tersebut membuktikan bahwa Campbell tidak merasakan
gap politik antar generasi. Penyebab utama masyarakat bisa dimobilisasi adalah adanya
sentuhan yang mungkin menggelitik mereka dan memberikan reaksi dalam membuat pilihan
politik. Di sisi lain, riset tahun 2006 milik Kinder tidak melihat adanya pengaruh
pertambahan usia terhadap pilihan politik.

Univesitas Katolik Parahyangan, Problem Pilihan Politik Antar Generasi, ristian Widya
Wicaksono, Ph.D. Bandung 2022

Anda mungkin juga menyukai