b. Turbin Uap
Turbin uap berfungsi untuk merubah energi panas yang terkandung dalam uap
menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran. Uap dengan tekanan dan
temperatur tinggi mengalir melalui nosel sehingga kecepatannya naik dan
mengarah dengan tepat untuk mendorong sudu-sudu turbin yang dipasang
pada poros. Akibatnya poros turbin bergerak menghasilkan putaran (energi
mekanik).
Uap yang telah melakukan kerja di turbin tekanan dan temperatur turun
hingga kondisinya menjadi uap basah. Uap keluar turbin ini kemudian
dialırkan kedalam kondensor untuk didinginkan agar menjadi air kondensat,
sedangkan tenaga putar yang dihasilkan digunakan untuk memutar generator.
Gambar 6. Turbin Uap PLTU ITSS
Type : N350-24.2/566/566
c. Kondensor
Kondensor adalah peralatan untuk merubah uap menjadi air. Proses
perubahan nya dilakukan dengan cara mengalirkan uap ke dalam suatu
ruangan 14 yang berisi pipa-pipa (tubes). Uap mengalir diluar pipa-pipa
sedangkan air sebagai pendingin mengalir di dalam pipa-pipa. Kondensor
seperti ini disebut kondensor tipe surface (permukaan). Kebutuhan air untuk
pendingin di kondensor sangat besar sehingga dalam perencanaan biasanya
sudah diperhitungkan. Air pendingin diambil dari sumber yang cukup
persediannya, yaitu dari danau, sungai atau laut. Posisi kondensor umumnya
terletak dibawah turbin sehingga memudahkan aliran uap keluar turbin untuk
masuk kondensor karena gravitasi. Laju perpindahan panas tergantung pada
aliran air pendingin, kebersihan pipa-pipa dan perbedaan temperatur antara
uap dan air pendingin. Proses perubahan uap menjadi air terjadi pada tekanan
dan temperatur jenuh, dalam hal ini kondensor berada pada kondisi vakum.
Karena temperatur air pendingin sama dengan temperatur udara luar, maka
temperatur air kondensat nya maksimum mendekati temperatur udara luar.
Apabila laju perpindahan panas terganggu, maka akan berpengaruh terhadap
tekanan dan temperatur.
d. Generator
Tujuan utama dari kegiatan di PLTU adalah menghasilkan energi listrik.
Produksi energi listrik merupakan target dari proses konversi energi di PLTU.
Generator dikopel langsung dengan turbin, akan menghasilkan tegangan
listrik manakala turbin berputar. Proses konversi energi didalam generator
adalah dengan memutar medan magnet didalam kumparan. Rotor generator
sebagai medan magnet menginduksi kumparan yang dipasang pada stator
sehingga timbul tegangan diantara kedua ujung kumparan generator. Untuk
membuat rotor agar menjadi medan magnet, maka dialirkan arus DC ke
kumparan rotor. Sistem pemberian arus DC kepada rotor agar menjadi magnet
ini disebut eksitasi.
Gambar 7. Generator PLTU PT. ITSS
Type : QPSN-350-2
Tegangan : 20 kV
Frekuensi : 50 Hz
Arus : 11887 A
7. Klasifikasi Batubara
Secara umum batubara digolongkan menjadi lima tingkatan, yaitu:
a. Peat ditandai dengan kondisi fisik berwarna kecoklatan dan struktur berpori,
memiliki kadar air sangat tinggi, nilai kalori sangat rendah, kandungan sulfur sangat
tinggi, dan kandungan abu sangat tinggi. Nilai Calory Peat adalah 1.700- 3.000
kcal/kg.
b. Lignite ditandai dengan kodisi fisik berwara hitam dan sangat rapuh, nilai kalori
rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur tinggi.
Nilai kalori Lignite adalah 1.500- 4.500 kcal/kg.
c. Bituminous / Sub-Bituminous Coal ditandai dengan warna hitam mengkilat, struktur
kurang kompak, kandungan karbon tinggi, nilai kalori tinggi, kandungan air sedikit,
kandungai abu sedikit, dan kandungan sulfur sedikit. Nilai kalori Bituminous/ Sub-
Bituminous adalah 7.000-8.000 kcal/kg.
d. Anthracite ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat, struktur kompak,
kandungan karbon sangat tinggi, nilai kalor sangat tinggi, kandungan air sangat
sedikit, kandungan abu sangat sedikit, dan kandungan sulfur sangat sedikit. Nilai
kalori Anthacite lebih besar atau sama dengan 8.300 kcal/kg. (Salahu, 2022)
Klasifikasi Batubara Menurut ASTM atau American Society for Testing and Material
yaitu:
a. Batubara berperingkat tinggi (Fixed Carbon> 69%) menggunakan parameter jumlah
karbon tetap (Fixed Carbon) dan zat terbang (Volatile Matter).
b. Batubara berperingkat rendah (Fixed Carbon< 69%) menggunakan parameter
berdasarkan nilai kalorinya.
a. Batubara tingkat tinggi (High Rank) Batubara tingkat tinggi meliputi Meta
Anthracite, Anthracite, dan Semi Anthracite.
b. Batubara tingkat menengah (Moderate Rank) Batubara tingkat menengah meliputi
Low Volatile Bituminous Coal, dan High Volatile Coal.
c. Batubara tingkat rendah (low rank) batubara tingkat rendah meliputi sub-bituminous
coal, dan Lignite.
Istilah Bahan bakar Fosil Padat (Solid Fossil Fuels) yang sering dipakai dalam literatur
biasanya mencakup batubara maupun gambut. Sedangkan batubara seringpula dibagi
menurut urutan Lignit (atau batubara muda), batubara Subbituminus (Sub Bituminous
Coal), batubara Bituminus (Bituminous Coal) dan Antrasit (Anthracite).
Perbedaan antara data As Design dan As Built Heat Rate dipengaruhi kondisi-kondisi
berikut :
4. Penurunan desian boiler ( Aliran sprai air Superheat & Reheat, kebutuhan excess air,
preheater efficiency) (Sabir & Salsabila, 2022)
Dalam menganalisa kontribusi tiap equipment dalam kenaikan heat rate maka
perlu dipetakan besarnya sumbangan kenaikan heat rate tiap equipment. Untuk
memetakanya maka dibuatlah Pareto Heat Rate yang digunakan sebagai dasar untuk
melakukan Heat Rate Gap Analysis.
Setelah itu diambil beberapa contributor terbesar naiknya heat rate, kemudian
dilakukan analisa Root Cause-nya. Dari root cause tersebut kemudian dilakukan
penyusunan tidak lanjut (Action Plant/idea generation). Tindak lanjut yang dilakukan
bisa berupa : perubahan Prosedur / insruksi kerja, atau strategi dalam pola operasi dan
program pemeliharaan.
Dengan melakukan Heat Rate Gap Analysis diharapkan akan terjadi perbaikan
heat rate yang signifikan pada power plant. Sebab program-program yang dilaksanakan
bisa lebih tepat sasaran, sehingga akan membawa hasil yang lebih optimal. (Salahu,
2022)
Untuk pelaksanaan Heat Rate Analysis maka perlu dibuat breakdown kontribusi
masing-masing equipment terhadap kenaikan Heat Rate. Metode yang digunakan dalam
Heat Rate Analysis ini, mengacu pada dokumen best practice EPRI (Heat rate reference
improvement manual). Pengelompokkan point heat loss dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Operator Controllable
Temperatur Flue gas masuk Air Heater
Temperatur Uap masuk turbin
Tekanan uap masuk turbin
Spray air ke Desuperheater
b. Unit Controllable
Daya Pemakaian Sendiri
Temperatur akhir Feed water
Main steam flow
Condenser vaccum
c. Turbine Component
Turbine Efficiency
d. Cycle Component
Performa Boiler Feed Pump
Feed Water Heater yang tidak dioperasikan
Isolation cycle
e. Boiler Component
Kadar air pada bahan bakar
Kadar Hidrogen dalam bahan bakar
Kebocoran Air Heater
Efektivitas Air Heater
Temperatur udara masuk Air Heater
f. Other losses
Make Up water
Unexplained gap
(Wibisana, 2018)
10. Heat Rate Analysis Methods
Ada beberapa metode analisis heat rate antara lain adalah:
a. Metode Energi Input-Output
Metode energi input-output merupakan metode sederhana untuk
menentukan performance pembangkit melalui nilai heat rate karena hanya
melibatkan sedikit parameter yaitu dari nilai kalor bahan bakar, jumlah
bahan bakar yang masuk ke dalam boiler dan energi yang dibangkitkan.
Metode ini secara umum digunakan oleh operator control room atau
perencanaan dan pengendalian operasi untuk keperluan transaksi niaga
pembelian energi listrik dengan kondisi normal operasi. Perhitungan heat
rate dengan metode ini dapat di hitung menggunakan persamaan berikut.
Jumlah Bahan Bakar × Nilai Kalor HHV
Gross Plant Heat Rate =
Generator Power Output