Anda di halaman 1dari 12

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA MASYARAKAT

HINDU DI DESA ABUAN KINTAMANI BANGLI

Ni Made Putri Diantari

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha

Abstrak

Tri Hita Karana adalah hal yang tidak dapat terpisahkan untuk menuju
kehidupan yang sangat harmonis. Konsep Tri Hita Karana ini diwujudkan dengan
parahyangan atau tempat suci sebagai sarana melakukan hubungan antara manusia
dengan Tuhan, pawongan yaitu melakukan hubungan antara manusia dengan
manusia, dan palemahan yaitu melakukan hubungan antara manusia dengan alam
dan makhluk hidup lainnya, tetapi masyarakat Hindu di Desa Abuan, Kintamani
belum memiliki pemahaman tentang Tri Hita Karana dan belum mampu
mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. Aktivitas ngayah merupakan salah satu implementasi dari konsep pawongan
dan palemahan tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal katrena umat sibuk
dengan aktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
Implementasi ajaran Tri Hita Karana Pada Masyarakat Hindu di Desa Abuan,
Kintamani. Subyek penelitian seluruh masyarakat Desa Abuan, Kintamani.
Menggunakan metode yaitu mengumpulkan data observasi serta wawancara. Dan
data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bentuk ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan
masyarakat di bidang Parhyangan diwujudkan dengan pemujaan terhadap Dewa Tri
Murti, di bidang Pawongan diwujudkan dengan saling tolong-menolong antar
sesama, dan di bidang Palemahan diwujudkan dengan pelestarian alam sekitar.

Kata Kunci: Implementasi, Ajaran Tri Hita Karana, Masyarakat Hindu

1
Abstract

Tri Hita Karana is something that cannot be separated to lead a very


harmonious life. The concept of Tri Hita Karana is embodied byrahyangan or a
holy place as a means of making a relationship between humans and God,
pawongan which is making a relationship between humans and humans, and
Palembanghan is making a relationship between humans and nature and other
living things, but the Hindu community in Abuan Village, Kintamani does not yet
have an understanding of Tri Hita Karana and has not been able to implement the
Tri Hita Karana concept in everyday life. The activity of ngayah is one of the
implementations of the concept of pawongan and paleahan which cannot be carried
out optimally because the people are busy with their activities. This study aims to
obtain an overview of the implementation of the teachings of Tri Hita Karana in the
Hindu Community in Abuan Village, Kintamani. The research subjects were all the
people of Abuan Village, Kintamani. Using the method of collecting observation
data and interviews. And the data that has been collected was analyzed with a
qualitative descriptive method. The results of the research show that the Tri Hita
Karana teachings in people's lives in the field of Parhyangan are manifested by
worship of Dewa Tri Murti, in the field of Pawongan it is manifested by helping
each other, and in the field of Palemahan it is manifested by the preservation of the
surrounding environment.

Keywords: Implementation, Tri Hita Karana Teachings, Hindu Community

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsep ajaran Hindu menekankan bahwa terwujudnya kebahagiaan hanya


dengan adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan alam. Ajaran ini disebut dengan Tri Hita
Karana yaitu tiga faktor penyebab terwujudnya kebahagian. Manusia menjadi
peranan utama dalam mewujudkan keharmonisan antara ketiga faktor

2
keharmonisan itu. Dalam kehidupan semua aktivitas memiliki aturan dan semua
yang ada di alam bebas maupun di dunia ini harus mengikuti aturan dalam
pergerakannya. Dan jika aturan tersebut tidak diikuti maka akan terjadi sebuah
kehancuran pada dunia. Alam semesta ini memiliki aturan atau hukum tersendiri
dalam pergerakannya yang disebut Rta atau hukum alam. Sebagai contoh bumi
berputar pada porosnya dan mengelilingi matahari. Jika salah satu bagian alam ini
tidak mengikuti aturan maka akan terjadi kehancuran di alam semesta. Dalam
kehidupan di dunia, setiap aktivitas yang dilakukan manusia memiliki aturan.
Manusia sebagai makhluk tertinggi atau yang paling sempurna diantara makhluk
lainnya di bumi ini dan memiliki peranan paling utama dalam menegakkan aturan
yang ada. Manusia dengan kecerdasannya dapat membuat aturan-aturan dalam
berinteraksi antar sesama manusia dengan aturan-aturan. Jika setiap umat
melanggar maka akan berakibat baginya seperti : akibat ulah setiap manusia yang
melanggar serta tidak mengikuti aturan atau etika dalam pengelolaan lingkungan
alam sekitar, saat ini banyak sekali terjadi bencana alam, seperti banjir,
penggundulan hutan dengan ilegal loging yang dapat mengakibatkan terjadinya
banjir bandang. Selain itu juga dengan membuang sampah pada setiap aliran yang
ada disungai sungai dapat menyebabkan banjir karena merusak saluran sungai, juga
dengan adanya pembangunan gedung atau perumahan tanpa memperhatikan
penyerapan atau saluran yang ada disekitarnya, dan akan mengakibatkan terjadinya
banjir setiap musim penghujan datang. Oleh karena itu, perlu cara
penanggulangannya agar terwujudnya sebuah keharmonisan antara manusia
dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam sekitarnya.
Maka setiap manusia harus memahami serta mengikuti aturan atau etika yang
berlaku dalam melaksanakan setiap hubungan-hubungan yang ada dengan sebuah
kecerdasan yang dimilikinya manusia mentaati aturan dan dapat menjadi contoh
umat yang lain untuk dapat menciptakan aturan atau etika dalam hubungan dengan
sesama manusia, hubungan dengan Tuhan, serta hubungan dengan alam sekitarnya.

Pada masyarakat, khususnya di Bali konsep Tri Hita Karana terlihat dalam
tata kehidupan antar masyarakat Hindu yang terdiri dari tiga bagian yaitu:
Parhyangan merupakan tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa

3
sebagai pemujaan bersama yang dilakukan dengan perwujudan kehadapan
Kahyangan Tiga yaitu: Pura Dalem, Pura Desa/Baleagung dan Pura Puseh. Bagi
setiap umat hindu di Bali hubungan dengan sang Pencipta berperan sangat penting
untuk menciptakan kesejahteraan lahir dan batin hidup mereka. Pawongan
merupakan sekelompok manusia atau masyarakat desa yang bertempat tinggal di
pemukiman desa sebagai perwujudan dari unsur manusianya, dan pawongan lebih
menekankan antar sesame umat beraganma untuk saling menjalin komunikasi
dengan baik. Palemahan adalah hubungan harmonis anatar umat manusia dengan
lingkungan alam sekitarnya, seperti sawah, tegalan dan batas-batasnya yang dapat
dibedakan dengan wilayah atau pemukiman tertentu sebagai bentuk perwujudan
unsur alamnya. Manusia memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui sebuah
ajaran-ajaran-Nya seperti meyakini keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
tidak terbatas dan dalam hubungannya dengan Tri Hita Karana, Parhyangan atau
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Pawongan atau manusia, dan Palemahan yaitu alam
sekitar itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.

Pada setiap desa pakraman adat di Bali dibangun sebuahh Kahyangan Tiga
yaitu untuk sang catur warna. Desa pakraman merupakan tempat atau wadah sang
catur asrama dan catur warna untuk mewujudkan tujuan hidupnya mencapai catur
warga yang disebut dengan dharma, artha, kama, dan moksah. Di desa pakraman
juga diciptakan suatu tatanan masyarakat untuk mengembangkan cinta kasih pada
alam lingkungan beserta dengan isinya. Konsep hidup yang sangat ideal diterapkan
pada abad kesebelas, yang bertujuan untuk menata kehidupan antar umat beragama
Hindu di Bali. Pada abad tersebut Mpu Kuturan mendampingi raja, menata
kehidupan umat Hindu di Bali. Terdapat pada lontar Mpu Kuturan dinyatakan
bahwa Mpu Kuturanlah yang menganjurkan kepada raja untuk menata kehidupan
di Bali, “Manut Lingih Sang Hyang Aji”, yang artinya menata kehidupan
berdasarkan ajaran kitab suci. Sesuai dengan yang tercantum dalam kitab
“SARASAMUSCAYA (135) dengan istilah PRIHEN TIKANG BHUTA HITA”,
artinya usahakan kesejahteraan semua makhluk itu akan menjamin tegaknya catur
marga atau empat tujuan hidup yang terjalin satu sama lainnya. Oleh karena
masyarakat belum memahami arti serta makna yang terkandung dalam Tri Hita

4
Karana, hal ini yang menyebabkan masih terdapatnya berbagai permasalahan-
permasalahan di lingkungan masyarakat umat beragama yang tidak sesuai dengan
ajaran agama Hindu khususnya Tri Hita Karana didalam kehidupan masyarakat
Hindu. Dengan permasalahan itu dapat di pandang perlu adanya penelitian tentang
Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Pada Masyarakat Hindu di Desa Abuan,
Kintamani, Bangli.

II.PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Ajaran Tri Hita Karana

Terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “Implementasi” diartikan


sebagai sebuah penerapan atau pelaksanaan (Mudjiono, 2008:165). Kata
“Implementasi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yang sama
dengan penerapan atau juga pelaksanaan (Tim Penyusun, 1989: 374). Jadi kata
implementasi mengadung arti sebagai penerapan atau pelaksanaan suatu ketentuan-
ketentuan yang telah disepakati bersama, hukum yang harus ditaati oleh setiap
orang yang berkaitan dengan hukum itu. Implementasi yang merupakan wujud
nyata yang dilakukan oleh seseorang secara perorangan ataupun sekelompok orang
pada suatu wilayah tertentu yang merupakan suatu realisasi dari keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan secara sadar yang didasari oleh rasa kekeluargaan
dengan implementasi ini adalah penerapan Tri Hita Karana dalam Kehidupan
Masyarakat Hindu di Desa Abuan, Kintamani, Bangli.

Dengan sradha bhakti kehadirat-Nya dengan cara menghaturkan yadnya dan


persembahyangan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan Punia atau
persembahan tanpa adanya rasa pamrih dan iri hati, melakukan tirtta yatra atau
perjalanan suci ke tempat-tempat yang dapat mengantarkan kita pada nilai-nilai
kesuciannya tersebut. Peduli dengan sesama umat apabila saat mendenganr ada
saudara terkena musibah atau masalah, kita hendaknnya harus saling membantu.
Sebagai seseorang yang senantiasa harus dapat menjadi suri tauladan bagi umat
yang lainnya. Rajin bicara kebaikan yang disertai dengan tindakan yang nyata apa
adanya. Alam sekitar ataupun lingkungan merupakan cerminan kita yang paling

5
dekat sebagai wujud peduli terhadap alam di sekitar. Lingkungan tampak asri,
bersih, tertata rapi berarti kita sudah bisa mewujudkan salah satu dari ajaran tri hita
karana, yaitu palemahan. Dalam Bhagawadgita dikatakan bahwa “Satatam
kirtayatom mam. Yatantas ca drsha vrtatah. Namasyantas ca mam bhatya. Ni
tyayuktah upsate”(IX.14) ”Berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan
lakukanlah tugas pengabdian itu dengan tiada putus-putusnya. Engkau yang
memujaku dengan tiada henti-hentinya itu serta dengan kebaktian yanbg kekal
adalah dekat dengan-Ku” Selain itu rasa bhakti kepadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa timbul dalam hati setiap manusia berupa sembah, dan doa, rasa rendah hati
dan rasa berkorban untuk kebaikan. Sebagai umat manusia yang beragama dan
bersusila harus menjunjung serta memenuhi kewajiban, seperti tunduk terhadap
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, dan keadilan antar sesamsa. Jadi hubungan antara
manusia dengan Sanghyang Widi harus dipupuk dan ditingkatkan lagi kearah yang
lebih tinggi dan lebih suci lahir bhatin dan tentunya lebih baik yang sesuai dengan
swadharmaning umat yang religius, yaitu untuk mendapatkan atau mencapai
moksartam jagadhita ya ca iti dharma yang diartikan kebahagiaan hidup dunia atau
sering disebut dengan sekala niskala yang dilandasi oleh Dharma atau kebenaran
dalam umat beragama.

Kedua ada Pawongan yang berasal dari kata wong (wwang dalam bahasa
Jawa/Kawi) yang artinya orang. Pawongan adalah sesuatu yang berkaitan dengan
orang dalam kehidupan bermasyarakat. Pawongan juga diartikan sebagai
sekelompok manusia yang bermasyarakat dan tinggal dalam satu wilayah. Manusia
sebagai mahluk sosial dan manusia tidak dapat hidup menyendiri serta memerlukan
bantuan dan kerja sama dari orang lain di sekitarnnya. Oleh karena itu hubungan
antara sesama manusia atau masyarakat khususnya masyarakat hindu harus selalu
baik dan harmonis. Hubungan antara manusia harus diatur atas dasar saling asah,
asih dan asuh, yang artinya saling menghargai, saling mengasihi dan saling
membimbing. Dimana hubungan antar keluarga harus harmonis. Selain itu
hubungan dengan masyarakat lainnya juga harus tetap harmonis karena hubungan
yang baik akan menciptakan keamanan dan kedamaian lahir batin dikalangan

6
masyarakat. Masyarakat yang aman dan damai akan menjadikan negara yang
tenteram dan juga sejahtera.

Tuhan yang menciptakan bhuwana atau alam, maka munculah yang


namanya palemahan, dan beliau menciptakan manusia beserta mahluk hidup yang
lainya. Setelah manusia berkembang serta menghimpun diri pada kehidupan
sesama dan mendiami suatu wilayah tertentu maka munculah sebuah masyarakat
yang dapat disebut dengan pawongan. Dengan menyelaraskan hubungan atman
dengan paramatman atau hubungan manusia dengan Tuhan, dan sebagai makhluk
sosial yang harus membina hubungan antar sesama manusia dan makhluk lainnya.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya yang ada dilingkungan sekitar harus
dapat menciptakan suasana rukun, harmonis, dan damai serta saling tolong-
menolong satu dengan yang lainnya dengan hati yang ikhlas dan dengan cinta kasih.

Istilah Tri Hita Karana ini berkembang dan meluas serta memasyarakat di
kalangan masyarakkat. Tri Hita Karana berasal dari Bahasa Sansekerta terdiri dari
kata Tri, Hita, dan Karana. Tri artinya tiga, Hita artinya kesejahteraan dan
kebahagiaan dan Karana adalah penyebab. Jadi Tri Hita Karana adalah tiga ajaran
dalam agama hindu untuk mencapai kesejahteraan manusia yang hidup di
masyarakat. Tri Hita Karana juga diartikan sebagai tiga hal pokok yang
menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia (Wirawan, 2015: 2).

Setipa manusia perlu mengadakan hubungan yang harmonis atau saling


menguntungkan dengan ketiga hal itu. Dengan melalui hubungan yang harmonis
terhadap tiga hal pada ajaran Tri Hita Karana maka akan tercapainya kebahagiaan
dan kesejahteraan dalam hidup manusia yang harmonis. Hubungan harmonis pada
ketiga hal itu yaitu suatu hal yang harus dijalin didalam hidup setiap umat manusia
dengan saling keterkaitan satu dengan yang lainnya.

1. Hubungan antara manusia dengan Tuhan yang disebut dengan Parhyangan.

2. Hubungan antara manusia dengan sesama manusia disebut dengan Pawongan.

3. Hubungan antara manusia dengan alam atau lingkungan sendiri yang disebut
dengan Palemahan.

7
Jadi, dalam ajaran Tri Hita Karana pada penelitian ini adalah suatu ajaran
yang sangat diyakini oleh masyarakat Hindu di Desa Abuan sebagai suatu petunjuk
falsafah kehidupann bermasyarakat, dan dapat menyebabkan terjadinya
kesejateraan baik jasmani maupun rohani serta lahir dan batin. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dengan dilaksanakannya ketiga ajaran Tri Hita Karana
tersebut maka akan terciptanya sebuah keharmonisan dalam kehidupan di dunia ini
yang dapat mewujudkan sebuah keserasian dan kesejahteraan hidup dalam
masyarakat terutama pada masyarakat, khususnya masyarakat hindu di Desa
Abuan, Kintamani, Bangli. Karena dengan menjalankan ajaran Tri Hita Karana
dapat menuntun kita untuk berbuatan baik. Perbuatan yang baik akan menyebabkan
seseorang mendapatkan sorga atau disebut dengan Moksa. Hanya manusia yang
dapat berbuat baik karena manusia adalah makhluk yang utama dan tertinggi.
Sehingga perbuatan yang tidak baik hendaknya tidak dilakukan karena perbuatan
negative sangat bertentangan dengan ajaran agama Hindu.

2.2 Masyarakat Hindu

Kata masyarakat ditemukan dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia


diartikan sebagai sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk
perikehidupan berbudaya : rakyat (Yuniar, 2010: 239). Sedangkan kata "Hindu"
berasal dari kata Sanskerta Sindhu (Dewanagari: सिन्धु). Dalam bahasa Persia abad
pertengahan, "Hindo" merujuk kepada kata Avestan kuno Hendava (Sanskerta:
Saindhava), yang berarti penghuni sungai Sindhu. Penggunaan kata "Hindu" untuk
"Sindhu", merujuk kepada orang-orang yang tinggal dekat dengan sungai Sindhu
dan berada di sepanjang sungai. Daratan di aliran sungai tersebut kemudian dikenal
sebagai "Hindostan" (Persia modern: Hindustan). Agama bangsa India kemudian
dikenal sebagai "agama Hindu" oleh bangsa yang lainnya, karena bangsa India tidak
memiliki sebuah istilah untuk praktik keagamaan yang berbeda. Kata "Hindu" juga
berasal dari istilah yang digunakan antara umat Hindu, serta diserap oleh bahasa
Yunani sebagai Indos dan Indikos atau Bahasa India ke dalam bahasa Latin
sebagai Indianus. Jadi, Masyarakat Hindu adalah sejumlah orang atau sekelompok
orang dalam kelompok tertentu yang dapat membentuk kehidupan berbudaya,

8
berbangsa dan bernegara serta semuanya beragama Hindu yang ada di Desa Abuan,
Kintamani, Bangli.

2.3 Pendidikan Agama Hindu

Pendidikan Agama Hindu adalajh suatu proses seorang untuk mendapatkan


pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan serta mengembangan kepribadiannya
dalam melaksanakan pembelajaran. Berpedoman dengan sikap, sifat dan mental
dalam ajaran agama Hindu. Tujuan pendidikan dalam agama Hindu tercantum
dalam Catur Purusa Artha dan pendidikan agama Hindu harus membentuk
kepribadian sesorang yang baik dan mampu menghadapi krisis moral yang sedang
dihadapi. Pendidikan agama Hindu sangat berperan dalam membentuk kepribadian
seseorang dengan berbagai ajaran Hindu serta praktek-praktek upakara dapat
membantu proses pembentukan kepribadian yang mengarah ke arah yang lebih
baik kedepannya. Pendidikan merupakan kegitan yang dilakukan dengan teratur
dan berencana dengan tujuan untuk membantu manusia berkembang menjadi
manusia yang lebih dewasa dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Pendidikan juga merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks dalam
kehidupan ini sebagai suatu kesatuan dalam sistem yang merupakan suatu
kebulatan, serta melibatkan berbagai macam komponen kehidupan yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Dalam Undang- Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
setiap peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya di kalangan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara dengan tujuan untuk mencapai suatu hal yang diinginkan
dan memperkuat kemampuan yang akan dikembangkan di kehidupan selanjutnya.

Dengan adanya pelaksanaan pendidikan tentunya harus dilaksanakan


karena hal itu tidak terlepas dari tujuan yang telah ditetapkan. Pada ruang lingkup
pembahasan materi agama Hindu berhubungan dengan tujuan pendidikan nasional
yaitu dengan berkembangnya potensi peserta didik dapat menjadikan manusia yang

9
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri, dan menjadi seorang warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Hal ini erat kaitannya
dengan Susila dalam masalah suatu pembinaan tingkah laku kurang baik untuk
membentuk kepribadian yang lebih baik lagi kedepannya, dan memiliki sikap
berbudi pekerti yang baik serta luhur. Dan dapat diartikan pula bahwa Pendidikan
sebagai suatu proses pengubahan sikap dan prilaku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan diri setiap manusia melalui upaya pengajaran dalam
proses perbuatan dan cara mendidiknya.

Pendidikan Hindu sesungguhnya bertujuan agar sejalan dengan tujuan


agama Hindu, yaitu untuk mewujudkan jagadhita dan moksa. Sri Sankara, yakni
seorang tokoh Wedanta yang berkomentar terhadap Upanisad menjelaskan, bahwa
semua ajaran agama Hindu tidak sebagai ilmu atau pengetahuan semata, tetapi juga
bertujuan untuk membebaskan diri dari kegelapan dan kebodohan atau yang disebut
dengan awidya. Dan sebagai bentuk agar tercapainya kesempurnaan sejati atau
yang disebut dengan vidya, yaitu bersatunya atman dengan Brahman atau moksa.
Maka pengetahuan adalah alat sementara yang bertitik tolak dari pengertian dan
fungsi pendidikan agama Hindu. Jadi agama Hindu adalah suatu usaha atau upaya
yang ditempuh seseorang untuk membina pertumbuhan pribadinya yang mulia dan
langsung diwujudkan dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun
masyarakat.

Moral suatu bangsa memang sangat mengkhawatirkan, karena seharusnya


pendidikan mampu berperan aktif dalam kehidupan. Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang mampu membentuk karakter baik pada seorang peserta didik.
Pendidikan agama sebagai salah satu usaha konkret yang dapat diterapkan dengan
sebaik mungkin baik secara formal maupun non formal untuk mengatasi degradasi
moral dan krisis karakter positif yang sedang terjadi. Setiap gama mengajarkan hal
yang positif, tetapi terdapat oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakannya
agama tersebut sebagai tameng untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang
tidak benar.

10
III.KESIMPULAN

Dalam ajaran Tri Hita Karana yang diimplementasikan di Desa Abuan,


Kintamani, Bangli di dalam bidang Parhyangan yaitu diwujudkan dengan pemujaan
terhadap Dewa Tri Murti, pada Pawongan diwujudkan dengan saling tolong-
menolong antar sesama umat, pada Palemahan diwujudkan dengan pelestarian alam
di lingkungan sekitar, Proses Implementasi ajaran Tri Hita Karana terhadap
perilaku masyarakat Hindu di Desa Abuan, Kintamani, Bangli dalam bidang
Parhyangan diwujudkan dengan ngayah, di bidang Pawongan diwujudkan dengan
organisasi atau yang sering disebut dengan sekaa jika di desa, dan didalam bidang
Palemahan diwujudkan dengan kerja bhakti sesama masyarakat. Untuk
mewujudkan ajaran Tri Hita Karana setiap manusia harus dilakukan oleh manusia
itu sendiri. Manusia harus membangun dirinya untuk menjadi pelaku utama agar
terwujudnya Sundaram, karenaa jaran Sundaram sebagai filosofi keharmonisan
yang disebut dengan Tri Hita Karana yang lebih diaktualkan dalam sistem budaya
masyarakat Hindu di Bali. Hubungan yang harmonis serta dinamis yang
berdasarkan dengan yadnya antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
dan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya harus diamalkan dalam kehidupan
individu, kehidupan keluarga, dalam kehidupan desa adat istiadat masyarakat
Hindu

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, I. (2016). Pendidikan Agama Hindu. Retrieved from luk.staff.ugm.ac.id:


https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/4-PendidikanAgamaHindu.pdf

Anggrayni, H. D. (2015, November 28). Filsafat. Retrieved from


hanifahdwianggrayni.blogspot.com:
https://hanifahdwianggrayni.blogspot.com/2015/11/1.html

Atmadja, N. B. (2019). Tri Hita Karana. Singaraja: Ayu Malina.

Budiastika, I. M. (2022, Januari 17). Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam
Kehidupan. Retrieved from kemenag.go.id:
https://kemenag.go.id/read/implentasi-ajaran-tri-hita-karana-dalam-kehidupan-
01nv1

Falsafah Tri Hita Karana: Pengertian dan Penerapannya dalam Kehidupan. (2022,
September 24). Retrieved from detik.com:
https://www.detik.com/bali/budaya/d-6309757/falsafah-tri-hita-karana-
pengertian-dan-penerapannya-dalam-kehidupan/amp

Hindu Dan Kebhinekaan Bermasyarakat. (2021, Mei 10). Retrieved from kemenag.go.id:
https://kemenag.go.id/read/hindu-dan-kebhinnekaan-bermasyarakat-9n4l8

Karpika, I. P. (2020). Tri Hita Karana. repo.mahadewa.ac.id, 26-33.

Nurdiyansyah, H. (2022, Juni 9). Unsur-Unsur Tri Hita Karana dan Implementasinya dalam
Kehidupan Sehari-hari. Retrieved from kumparan.com:
https://m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/unsur-unsur-tri-hita-karana-dan-
implementasinya-dalam-kehidupan-sehari-hari-1yElcsL0MwB

Purana, I. (2016). Pelaksanaan Tri Hita Karana Dalam Kehidupan Umat Hindu. Kajian
Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra, 68-71.

Setyaningsih. (2018). Peran Pendidikan Agama Hindu Dalam Membentuk Kepribadian.


ejournal.sthd-jateng.ac.id, 5.

Sin, B. (2018, November 22). Pengertian Tri Hita Karana dan Bagian-Bagiannya Serta
Contohnya Dalam Kehidupan Agama Hindu. Retrieved from Mutiara Hindu:
https://www.mutiarahindu.com/2018/11/pengertian-tri-hita-karana-dan-
bagian.html?m=1

Subagia, N. W. (2016). PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KONSEP TRI HITA KARANA


SEBAGAI IMPLEMENTASI HUKUM ALAM. media.neliti.com, 5-7.

12

Anda mungkin juga menyukai