Di susun oleh:
Eri Meriah ( 2229171009)
I Nengah Edi Imawan ( )
Di susun oleh:
Eri Meriah ( 2229171009 )
I Nengah Edi Imawan ( 2229071024)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 kearifan lokal sangat penting untuk dilestarikan
karena dapat digunakan sebagai benteng untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dan
moralitas bangsa. Salah satu cara yang diimplementasikan untuk menanamkan kearifan lokal
adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam dunia pendidikan. Integrasi kearifan lokal
dapat dimulai dari sumber belajar, proses pembelajaran, kurikulum, dan implementasi di
tingkat lembaga baik sekolah/Perguruan Tinggi maupun perguruan tinggi. Salah satu upaya
pemerintah untuk melestarikan kearifan lokal ialah dengan melakukan penggalian nilai- nilai
kearifan lokal (etnopedagogi) sebagai fokus dari pendidikan karakter bangsa (Suja, 2011).
Tri Hita Karana merupakan sebuah filosofi sekaligus telah menjadi way of life
masyarakat Bali dalam segala aspek kehidupan (Windia dan Ratna, 2007). Konsep THK
merupakan konsep harmonisasi hubungan yang dijaga dan melekat di dalam kehidupan
masyarakat Hindu Bali meliputi: parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan),
pawongan (hubungan antar-manusia), dan palemahan (hubungan manusia dengan
lingkungan) yang bersumber dari kitab suci agama Hindu Bhagawad Gita (Riana,2010).
Integrasi prinsip Tri Hita Karana dalam proses pendidikan menjadi salah satu jawaban akan
upaya pembentukan karakter peserta didik.
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah
tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan
di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita
Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga
hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekeliling,
dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan
memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya
harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia
akan hidup dengan mengekang dari pada segala tindakan berekses buruk. Hidupnya
akan seimbang, tenteram, dan damai. Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan
perlu terjalin secara harmonis, bilamana keharmonisan tersebut di rusak oleh tangan-
2
tangan jahil, bukan mustahil alam akan murka dan memusuhinya. Jangan salahkan
bilamana terjadi musibah, kalau ulah manusia suka merusak alam lingkungan.
Tidak disadari bahwa alam lingkungan telah memberikan kebebasan kepada manusia
untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya guna kesejahteraan hidupnya. Hakikat mendasar Tri
Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam
lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut
diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih mengedepankan
individualisme dan materialisme. \Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus
pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian dan gejolak.
Selain itu, Masyarakat Bali mengajarkan masyarakatnya dan memegang teguh
konsep Tri Hita Karana (konsep ajaran dalam Agama Hindu), dan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak seniman-seniman Bali yang menggunakan tema
berdasarkan Tri Hita Karana, hal ini disebabkan karena Tri Hita Karana secara visual
merupakan sebuah konsep yang sangat menumental dan bersifat adiluhung. Pancar nilai
estetik yang sangat tinggi memberikan daya tarik yang sangat kuat bagi para seniman
Bali untuk mengangkatnya sebagai sumber inspirasi dalam proses penciptaannya.
Pencipta sangat tertarik mengangkat Tri Hita Karana di Bali sebagai sumber ide
penciptaan karya seni karena upacara-upacaranya sangat unik dan ertistik dengan penuh
variasi yang ditemukan dalam setiap upacara-upacara yang ada di Bali.
Selanjutnya Atmaja (2020:228) menyatakan bahwa Tri Hita Karana merupakan
sebagai pedoman bertindak guna menjadikan orang Bali sebagai insan yang bijaksana
memuat nilai-nilai, norma-norma kognisi, dan kepercayaan bersumberkan pada agama
Hindu dan kebudayaan Bali yang berhubungan secara harmonis. Maka dari itu dapat
dipastikan bahwa konsep Tri Hita Karana merupakan pedoman hidup bagi masyarakat
bali dalam menuju kebahagiaan
Kontribusi kepemimpinan yang berlandaskan Tri Hita Karana, motivasi kerja, dan
etos kerja sebagai implementasi pendidikan sangat penting dilakukan untuk
memberikan bekal dan keterampilan secara berkelanjutan yang dapat diimplementasikan
pada kehidupan sehari-hari maupun di dunia kerja.
3
Pergeseran paradigma pendidikan ini menunjukkan bahwa pendidikan Hindu tidak
cukup hanya memberi bekal hand on skills tetapi harus secara bersama-sama memiliki
mind on skills dan juga heart on skills dalam memecahkan permasalahan• permasalahan
kehidupan. Masyarakat Hindu harus melakukan proses learning, re• learning, dan un-
learning. Praktik-praktik pendidikan Hindu harus membekali lulusannya untuk mampu
bertindak memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran secara cerdas, terstruktur,
terukur, dan wajar. Kedepan pembelajaran harus lebih terarah pada proses aktualisasi diri
sisia agar mampu belajar mandiri dengan menggunakan berbagai sumber dari berbagai
ruang dan waktu melalui jaringan internet, memanfaatkan teknologi informasi,
multimedia.
Mendiskusikan Pendidikan Hindu sudah pasti akan tergiring pada wacana pokok
yakni pandangan Hindu tentang hakekat manusia, hakekat kelahiran atau
keberadaan hidupnya, kematian, lalu kemana nanti setelah kematiannya. Bagaimana
pendidikan dapat membangun konsep diri melalui pemahaman dan penghayatan diri
sendiri dan bertindak dalam prinsip-prinsip satyam-siwam-sundaram dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Bagi kaum pragmatis tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan manusia
memenuhi kebutuhan kehidupan secara menyeluruh SEKALA-NISKALA. Karakteristik
dasar praksis pendidikan saat ini adalah problem solving dan higher-order-thinking yang
menekankan skill critical thinking, creativity, communication, dan collaboration (4C).
Pengalaman belajar dikontruksi dari berbagai pengalaman dan praktik kehidupan sehari hari
di masyarakat. Makalah ini membahas perspektif hakekat manusia dalam konsep Tri Hita
Karana (THK) sebagai kearifan lokal, konsep pendidikan berbasis THK, praksis THK
dalam pendidikan yang sudah ada dan tertata di Bali
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Tri Hita Karana ?
2. Apa saja bagian-bagian dari Tri Hita Karana ?
3. Apa tujuan dari Tri Hita Karana ?
4. Apa saja Hakekat Manusia dalam Tri Hita Karana ?
5. Bagaimana Praktis Tri Hita Karana dalam Pendidikan ?
4
6. Bagaimana Harmoni penerapan Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan?
C. Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari Tri Hita Karana.
2. Mengetahui bagian-bagian dari Tri Hita Karana.
3. Mengetahui tujuan dari Tri Hita Karana.
4. Mengetahui Hakekat Manusia dalam Tri Hita Karana
5. Mengetahui Praktis Tri Hita Karana dalam Pendidikan
6. Mengetahui Harmoni Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan
D. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengapresiasi Tri Hita Karana dalam kehidupan.
2. Dapat menjaga kelestarian Tri Hita Karana.
3. Dapat membangun hubungan harmoni dengan konsep Tri Hita Karana.
4. Dapat Mengetahui Hakekat Manusia dalam Tri Hita karana
5. Dapat Melaksanakan praktis Tri Hita Karana Dalam Pendidikan
6. Dapat Mengetahui Harmoni Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan terjadinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam, maka sebagai penyebab terjadinya atau
tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Dari uraian konsep Tri Hita Karana
dapat disimak dua pengertian yang saling berkaitan yaitu:
a. Pengertian Buana Agung
Buana Agung berarti alam yang besar, jagat raya dan sering juga disebut
makrokosmos. Semua gugusan matahari, bintang, planet ,bumi, bulan yang menjadi
isi alam semesta ini disebut Buana Agung.
7
Tuhan adalah jiwa dari jagat raya ini sehingga Tuhan sering diberikan gelar
Seru Sekalian Alam. Akibat Tuhan memberikan jiwa pada ciptaannya maka
Tuhan juga yang mengatur gerak atau peredaran alam semesta ini.
b. Buana Alit
Buana alit artinya dunia kecil atau sering juga disebut mikrokosmos. Sebagai
contoh makhluk hidup yang disebut mikrokosmos adalah manusia.
8
Pamerajan dibangunlah pelinggih Manjangan Saluwang sebagai stana dan pemujaan pada
Mpu Kuturan. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam (palemahan) tidak
mungkin dapat terwujud dengan baik bila ia melupakan bhakti kepada Tuhan (parhyangan),
dan tidak menebarkan cinta kasih kepada sesama umat manusia (pawongan).
Oleh karena umat manusia sedunia heterogen dalam artian memeluk berbagai
agama dan kepercayaan, maka konsep Tri Hita Karana dapat saja disesuaikan dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
Kitab suci dari berbagai agama mungkin saja telah menyebutkan hal itu, atau
mungkin lebih tegas lagi bahwa: Bila manusia merusak alam atau lingkungan, maka
alampun akan menghancurkan manusia. Ini adalah hubungan sebab akibat yang sangat
logis, dengan mencari berbagai contoh bencana-bencana alam yang disebabkan karena ulah
manusia.
Perubahan iklim dunia (World climate change) bersumber pada perusakan alam
oleh teknologi modern manusia. Alam yang dimaksud, adalah alam semesta meliputi
daratan, lautan, angkasa, dan atmosfir. Perusakan daratan terjadi karena pertambahan
penduduk dunia yang mengakibatkan berkurangnya daerah hijauan hutan dan tanaman.
Intinya tujuan dari Tri Hita Karana itu adalah untuk menjaga segala unsur-unsur
yang ada di alam ini baik itu unsur biotik maupun abiotik. Selain itu Tri Hita Karana juga
digunakan untuk menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia serta hubungan antara manusia dengan alam
lingkungannya.
9
D. Hakekat Manusia dalam Tri Hira Karana
11
sarira dibangun melalui pendidikan olah raga dan kesehatan, yoga asana, pola makanan satwika,
pelatihan motorik, penghayatan lima indria, lima alat gerak/karmendria.
Manusia Hindu yang terdidik menjadi manusia THK merupakan modal dasar dan menjadi prana
atau daya kekuatan di keluarga, sekolah/Perguruan Tinggi, dan masyarakat. Di lingkungan
keluarga manusia THK menjelma menjadi Kakek-Nenek yang bijaksana terhadap anak,
menantu, dan cucunya. Menjelma menjadi seorang Ibu yang setia kepada suami dan tekun
mendidik anak-anaknya, seorang suami yang mampu menjadi kendali keluarga dan anak-
anaknya. Kemudian yang terpenting adalah lahirnya suputra yang membahagiakan orang
tua dan leluhurnya dalam keluarga. Semua anggota keluarga sebagai pawongan harus selalu
membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup bersama. Disamping itu juga harus
membangun keharmonisan dengan leluhur di parhyangan sanggah/pemerajan serta terus
menjaga kelestarian dan kesehatan lingkungan rumah tinggalnya, desa pakramannya.
Di Sekolah/Perguruan Tinggi, manusia THK melakukan fungsi-fungsi dan peran
sebagai Guru/Dosen, Kepala Sekolah/Perguruan Tinggi/Rektor/Dekan, Tenaga Administrasi,
Laboran, Teknisi, Pembersih, Penjaga kantin, Satuan pengaman, dan
Siswa/mahasiswa/mahasiswa/mahasiswa yang palingbanyak. Demikian juga di masyarakat
manusia THK menjelma menjadi anggota masyarakat yang berbudaya dan berkesadaran hidup
yang adi luhung
12
Parhyangan berupa Pura Sekolah/Perguruan Tinggi sangat membantu
penumbuhan keimanan, ketakwaan, budaya melayani, kebersamaan, saling menghormati,
berbudaya kerja, budaya belajar, menghilangkan egoisme, merubah sifat eksklusif menjadi
integratif, membangun kekuatan moral & keteguhan mental, cermat, pengembangan
bakat minat seni budaya sebagai jati diri bangsa Indonesia. Secara individu baik guru,
karyawan sekolah/Perguruan Tinggi, dan siswa/mahasiswa juga harus memahami
parhyangan yang ada dirinya masing-masing berupa jiwa/atman yang bersemayam.
Jiwa/atman dalam diri individu manusia adalah pemberi hidup sebagai basis kekuatan
spirit hidup tat twam asi (aku adalah engkau dan engkau adalah aku).
16
6. Latihan Meditasi, Yoga, dll. 13. Metirta di
padmasari sebelum mulai belajar
7. Membaca sloka-sloka kitab suci
8. Menari tarian sakral dan menabuh gamelan
2. Nilai Pawongan
Nilai Pawongan Implementasi dalam Kehiduan sehari-hari
1. Kekuatan prana 1. Membuat kelompok belajar, kelompok
2. Berpikir kritis karya ilmiah remaja
3. Gotong royong 2. Mendorong budaya belajar
4. Saling melayani 3. Mendorong budaya berkarya
5. Komunikasi yang efektif 4. Mendorong budaya melayani
6. Kolaborasi 5. Menyediakan ruang diskusi yang
7. Tanggung jawab demokratis
8. Budaya belajar 6. Mengembangkan budaya ngayah di
9. Kreatif parhyangan
10. Inovatif 7. Bergotong royong dalam melaksanakan
11. Produktif kebersihan sekolah/Perguruan Tinggi
12. Demokratis 8. Menggunakan etika yang bersumber dari
13. Terbuka tetap mengakar pada budaya bali dalam mengembangkan
budaya bali komunikasi dengan: orang tua, sebaya,
14. Sikap hidup disiplin anak-anak, tamu
15. Saling menghormati 9. Menggunakan bahasa santun
16. Berbudaya kerja 10. Mengembangkan sikap terbuka untuk
17. Sikap hidup disiplin menumbuhkan kemampuan beradaptasi
18. Kebenaran 11. Mengembangkan sistem untuk
19. Kesetiaan meningkatkan kedisiplinan: menutup pintu
20. Cinta kasih gerbang awal pelajaran, membunyikan bel
21. Tanpa kekarasan sekolah/Perguruan Tinggi setiap pergantian
22. Kesopanan pelajaran dan istirahat
23. Toleransi 12. Menggunakan teknologi untuk menjalin
24. Kejujuran komunikasi: penyediaan internet, alat
25. Tanggung jawab pengeras suara, telepon sekolah/Perguruan
26. Kerajinan Tinggi, penyediaan papan
27. Tri Kaya Parisuda pengumuman/informasi
28. Asih, Punia, Bakti 13. Merayakan acara keagamaan yang penting
29. Nyama bray setiap umat untuk mengembangkan rasa
toleransi
14. Mensosialisasikan terus pentingnya
keselasaran pikiran, perkataan, dan tindakan
dalam setiap aktifitas dengan landasan tri
kaya parisuda
15. Menyerahkan bantuan ke panti asuhan/panti
jompo untuk memeliharaan kebersamaan
hidup
17
16. Penerapan nilai kesopanan melalui cara
berpakain dan potongan rambut
17. Memakai pakaian adat persembahyangan
pada upacara keagamaan
18. Membuat tata tertib sekolah/Perguruan
Tinggi untuk menghindari adanya kekerasan
19. Mengembangkan sikap saling melayani
20. Memberi apresiasi dan penghargaan bagi
warga yang berprestasi
21. Saling menghargai dan mencintai satu sama
lain
3. Nilai Palemahan
Nilai – Nilai THK Unsur Palemahan Nilai – Nilai THK Unsur Palemahan
1. Kesadaran /angga sarira 1. Mengajarkan rasa syukur dengan selalu
2. Pemeliharaan kesehatan tubuh mengingat kesempurnaan anggota tubuh
3. Penghayatan fungsi-fungsi lima yang dimiliki sebaga anugrah Tuhan
indria 2. Melakukan kegiatan olah raga untuk
4. Penghayatan fungsi lima alat gerak pemeliharaan kebugaran dan kesehatan
5. Pelestarian alam 3. Melakukan kegiatan rutin pemeriksaan
6. Pemeliharaan lingkungan kesehatan anggota warga
sekolah/Perguruan Tinggi sekolah/Perguruan Tinggi
7. Pemeliharaan bangunan 4. Berlatih menajamkan fungsi panca indria
sekolah/Perguruan Tinggi di kelas dan di luar kelas
8. Pemeliharaan fasilitas 5. Berlatih ketrampilan/skill psikomotorik di
sekolah/Perguruan Tinggi bengkel dan laboratorium
9. Menjaga kebersihan 6. Berlatih olah raga prestasi
sekolah/Perguruan Tinggi 7. Melaksanakan upacara tumpek landep
10. Pemeliharaan tumbuhan dengan ritual terhadap peralatan, mesin-
11. Pelestarian seni Budaya mesin di lab,bengkel sekolah/Perguruan
Tinggi
8. Melaksanakan upacara tumpek uduh
seebagai wahana pelestarian tumbuh-
tumbuhan dengan rasa kasih dan sayang
9. Tidak memaku tumbuh-tumbuhan yang
ada di sekitar sekolah/Perguruan Tinggi
10. Merawat dan menjaga tumbuh-tumbuhan
di sekolah/Perguruan Tinggi
11. Menjaga keindahan dan kesegaran kebun
dan taman sekolah/Perguruan Tinggi
12. Menyediakan tempat sampah organik dan
unorganik
13. Membuang sampah pada tempat yang
sudah disediakan
14. Membangun budaya bersih
15. Memelihara bangunan
sekolah/Perguruan Tinggi dengan
melombakan kebersihan
18
16. Memberikan ruang apresiasi seni dan
budaya saat jeda semester
17. Kegiatan ekstra kurikuler dalam bidang
seni
19
kepentingan umum, rakyat, bangsa dan Negara. Buah pemikiran dan ide gagasan
yang diciptakan oleh seorang pemimpin akan dituangkan dengan sukarela dan tanpa
imbalan untuk kepentingan masyarakat
4. Raja Yoga marga merupakan sebuah ajaran yang mendorong umat untuk
slalu menghubungkan diri dengan Tuhan melaui kegiatan sembahyang, tapa
(mengikuti untuk tidak melanggar larangan / pantangan), brata (mengendalikan diri),
dan semadi (selalu menghubungkan diri dengan berpasrah diri kepada Tuhan melalui
bertapa/berzikir). Seorang pemimpin yang bijaksana akan menerapkan hal ini
dalam menjalankan tugasnya. Seorang pemimpin akan selalu belajar untuk memberi
contoh kepada msyarakatnya dengan prilakunya yang baik, yaitu tidak melanggar
larangan contoh tidak berjudi, tidak sebagai peminum, dan tidak melakukan tindak
pelanggaran hokum. Seorang pemimpin harus siap untuk mengendalikan diri,
mengendalikan rasa egois, rasa iri, dengki, pemarah dan sifat-sifat buruk lainnya. Sifat
seorang pemimpin menekankan pada rasa kesabaran, ketulusan dan keiklasan dalam
mengayomi msyarakat yang dipimpinnya agar tercipta suatu keharmonisan yang
menimbulkan sebuah kerukunan dan kedamaian hinga akan menghasilkan sebuah
kebahagiaan dalam lingkungan bermasyarakat.
Dalam ajaran Tri Hita Karana selain parhyangan, juga terdapat suatu hubungan
yang disebut dengan pawongan. Pawongan adalah hubungan harmonis antara sesame
umat manusia. Dalam hal ini ditekankan agar semua umat beragama untuk selalu
mengadakan komunikasi dan hubungan yang harmonis melalui suatu kegiatan sima
Krama Darma Santhi atau disebut dengan tali silaturahmi. Kegiatan ini dipandang
strategis dan dianggap penting mengingat bahwa umat manusia selalu hidup
berdampingan dan tidak bisa untuk hidup sendirian. Oleh karena itu tali persahabatan dan
persaudaraan harus tetap terjaga dan terjalin dengan baik. Pada dasarnya seorang
pemimpin yang bijaksana, akan selalu menjalin komunikasi yang baik di dalam
lingkungan masyarakat, dan lingkungan pekerjaannya. Untuk menjaga agar komunikasi
dapat terjalin dengan baik, maka seorang pemimpin benar-benar harus memilah setiap
kata dan Bahasa yang diucapkan, agar tidak menyakiti perasaan orang lain, dan tidak
menimbulkan suatu persepsi negative oleh masyarakat yang dipimpinnya. Selalu bersikap
seimbang, tidak membeda-bedakan, menilai sesuatu hal tidak hanya melihat dari satu sisi
20
saja, lalu mengambil sebuah keputusan dengan pikiran yang kurang rasional. Dengan
mampu menjaga hubungan ini niscaya seorang pemimpin akan lebih dipermudah dalam
menjalakan tugasnya. Sehingga hubungan antar umat manusia dapat terjalin dengan
komunikasi yang baik dan didasarkan pada etika serta tata karma pada kepemimpinan
hindu yang diajarkan dalam konsep Tri Hita Karana.
Seorang pemimpin selain harus bisa menjaga hubungan yang harmonis antara
umat manusia dengan Tuhan, antar sesama masyarakat, dan terakhir adalah dimana
seorang pemimpin juga sangat perlu memperhatikan keseimbangan umat manusia
dengan lingkungannya. Pada umumnya, lingkungan atau disebut alam adalah wadah
dari sebuah kehidupan. Apabila anggota masyarakat yang merupakan komponen penting
yang menetap dalam wadah kehidupan sudah sepantasnya untuk bisa melestarikan alam
lingkungan menjadi lebih baik agar nantinya dapat memberikan suatu kenyaman
bagi para penghuninya. Hubungan ini dalam ajaran Tri Hita Karana disebut dengan
Palemahan. Dalam ajaran ini menekankan kepada seluruh umat manusia untuk tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar, sehingga terwujud keharmonisan alam dan
tetap terjaganya keseimbangan ekosistem. Untuk mewujudkan keharmonisan dan
keseimbangan dengan alam lingkungan, diperlukan gagasan atau ide dari seorang
pemimpin untuk bisa merangkul, mempertahankan, mengajarkan serta melestarikan adat-
istiadat, budaya dan bahkan suatu tradisi yang dapat dijadikan sebagai sebuah
pedoman sehingga akan dapat dilaksanakan khususnya bagi Umat Hindu. Bentuk-
bentuk nyata melalui pengalaman makna Tumpek Uduh, Tumpek Kandang dan
Caru (bhuta yadnya) dengan berbagai tingkatannya. Semua hal itu merupakan
sebuah tatanan mendasar dan mengandung konsep-konsep keseimbangan yang pada
intinya memberikan dorongan untuk menumbuh kembangkan rasa cinta kasih
kepada sesama dan alam lingkungannya.
Apabila ketiga konsep Tri Hita Karana dapat diamalkan, dilaksanakan, dan
dilestarikan maka hal ini tidak akan sulit untuk menjadi sebuah kebiasaan. Dengan
menerapkan konsep dari Tri Hita Karana, yaitu Parhyangan, Pawongan, Palemahan,
maka seorang pemimpin akan dapat mempertanggungjawabkan (akontabilitas) kinerjanya
serta dapat menciptakan suatu hubungan yang harmonis dan seimbang pada
21
tiga komponen yang ada sehingga akan memberikan feed back positif kepada
lingkungan masyarakat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus menajdi seorang
pemikir yang analitis dan konseptual sehingga dapat mengidentifikasi setiap permasalahan
terlebih dahulu sehingga dapat memberikan solusi dengan pikiran yang rasional. Sebagai
umat hindu kiranya seorang pemimpin perlu menanamkan pemahaman yang mendalam
untuk berbuat kebenaran berdasarkan ajaran Dharma sebagai bentuk atau wujud
persembahan dan pengabdian (Yasa Kerthi) guna untuk kepentingan masyarakat, bangsa,
dan Negara. Pada dasarnya seorang pemimpin akan dianggap sukses dalam menjadi
seorang pemimpin apabila dalam melaksanakan ugasnya dengan baik, membuat anggota
masyarakatnya merasa bahagia karena diperhatikan, menjaga hubungan yang harmonis dan
dapat menciptakan kerukunan yang hakikat
22
2. Penerapan THK oleh kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan
yaitu sebagai Contoh nyata kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai pimpinan disekolah,
yaitu: (1) mengajak seluruh warga sekolah melaksanakan persembahyangan
bersama saat hari raya purnama dan tilem demi menjaga dan menerapkan nilai-
nilai Parahyangan. (2) mengajak warga sekolah untuk melaksanakan pembersihan
dan gotong royong demi menjaga lingkungan sekolah agar tetap nyaman. Hal ini
sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Palemahan. (3) berdiskusi dan menerima
masukan serta saran dari guru-guru, orang tua siswa demi kemajuan dan
konduktifnya suasana disekolah.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab
kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: Manusia dengan
Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan sesamanya
Ketika manusia tidak lagi menghiraukan lingkungannya maka lingkungan pula
tidak akan pernah bersahabat dengan kita. Begitu pula ketika manusia dan sesamanya
tidak memiliki hubungan yang harmonis maka akan terjadilah gesekan-gesekan yang
menyebabkan hal-hal yangtidak kita inginkan bersama.Apalagi ketika manusia dan
ciptaannya tidak terjadi hubungan yang harmonis tentu akan berdampak sangan buruk
bagi manusia.
Tri Hita Karana adalah Tiga hubungan yang menyebabkan terjadinya
kebahagiaan. Unsur-unsur dari Tri Hita Karana yaitu antara lain :
1. Parhyangan, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan.
2. Pawongan, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia.
3. Palemahan, yaitu hubungan antara manusia dengan alam.
Tujuan adanya Tri Hita Karana yaitu agar terciptanya kehiduan yang aman, nyaman
dan sejahtera antara manusia dengan buana agung maupun buana alit. Dengan demikian
manusia harus senantiasa menjaga keselarasan hubungannya dengan Tuhan, sesama
manusia serta lingkungan tempat hidupnya.
Melalui praksis-praksis THK maka pendidikan Hindu kita akan dapat
mengembangkan potensi diri siswa/mahasiswa bersama potensi diri seluruh pendidik dan
tenagakependidikan. Akibatnya akan terbangun inisiatif dan kreativitas, kebutuhan
hidup bersama, tolong menolong. THK juga mengajarkan terwujudkan tujuan dan
sasaran dari fase-fase kehidupan manusia secara bertahap yaitu: (1) masa Brahmacari
untuk menggali dan mengembangkan ilmu; (2) masa Grihasta sebagai masa berumah
tangga dan bekerja mencari penghidupan dengan membangun keluarga sukinah; (3) masa
Wanaprasta sebagai masa menjalani pensiun dari aktivitas kerja; (4) masa Bhiksuka
24
sebagai masa untuk mendekatkan diri dengan fase ketiga dari kelahiran dan kehidupan
yaitu kematian.
Pengembangan pendidikan Hindu indigenious wisdom THK dapat menyiapkan
lulusan menjadi bagian dari masyarakat yang memahami empat profesi catur warna dalam
kehidupannya di masyarakat. Sebagai Brahmana bertugas memelihara dan
mengembangkan ilmu; Kesatria memerankan fungsi perlindungan; Waisya membangun
kemakmuran; dan Sudra sebagai tenaga kerja. Brahmana berkerja membangun kekuatan
moral, kesejukan hati. Kesatria membangun kekuatan regulasi, memberi keamanan, dan
keadilan. Waisya bekerja membangun kekuatan ekonomi dan memberi kesejahteraan.
Sudra membangun kekuatan demokrasi memberi kerukunan me-nyame braya,
kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup berdampingan. Konsep THK mengajarkan
satu hal yaitu menghilangkan ego manusia, yakni perubahan dari wiswawara (eksklusif)
menjadi wiswamitra (integratif). Akibatnya akan selalu ada sikap mental melayani dan
bukan dilayani menerapkan ajaran Tri Pararta yaitu asih, punia, bhakti yaitu hidup
berdampingan saling mengasihi, saling memberi, dan menghormati.
Tri Hita Karana adalah merupakan suatu ajaran dan pedoman yang menjadi
konsep ideal serta landasan dasar dari etika seorang pemimpin menurut Hindu
untuk menciptakan kepemimpinan yang menghasilkan komunikasi yang baik, hubungan
yang harmonis sehingga memicu kerukunan dan berhasil untuk menciptakan suatu
kebahagiaan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, serta
hubungan manusia dengan lingkungannya
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Agastia, I.B.G. (November 2007). Mengkritisi impelemtasi tri hita karana. Warta Hindu Dharma,
491, 40-41.
Cheng, Y.C. (2005). New paradigm for re-engineering education, globalization, localization and
individualization. Dordrecht: Springer.
Djohar, (1999). Reformasi dan masa depan pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: IKIP Negeri
Yogyakarta.
Djohar, (2008). Budaya lokal sebagai basis pendidikan, Makalah seminar di Percetakan Kanisius
Yogyakarta.
Karmini, Ni Wayan, dkk. 2000. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact
Singh, M. (2009). Social and Cultural Aspects of Informal Sector Learning: Meeting the Goals
of EFA. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International handbook of
education for the changing world of work, bridging academic and vocational learning
(pp. 349-364). Bon: Springer.
Sudira P. (2011). Praksis tri hita karana dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali,
Disertasi: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudira P. (2011). Paradigma pendidikan berbasis tri hita karana, Majalah Hindu Raditya
Sudira P. (2011). Revitalisasi pembelajaran pendidikan agama hindu, Majalah Hindu Raditya
Sudira P. (2011). Reconceptualization Vocational Education and Training in Indonesia based-
on “Wiwekasanga”: Proceeding; International Conference VTE The Roles of
Vocational Education in The Preparation of Professional Labor Force
Sudira P. (2011). Praksis tri hita karana dalam struktur dan kultur pendidikan karakter kejuruan
pada SMK di Bali: Jurnal Pendidikan Karakter, Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudira P. (2012). Pendidikan Kejuruan Dan Vokasi Berbasis Tri Hita Karana: Proseding Kongres
Pendidikan dan Pengajaran UGM
Sudira P. (2012). SMK Kearifan Lokal Tri Hita Karana. Jurnal ADGVI Vol. 2 No. 2: Program
Pascasarjana UNY
Sujana,S.Pd, I Wayan. 2011. “Tri Hita Karana”. Bali. 22 Maret 2011. Diakses tanggal: 27 Januari
2013. Diunduh dari: http://wiranhu.blogspot.com/tri-hita-karana503.html
26
Sudira P. (2013). "Tri Hita Karana" and the Morality of Sustainable Vocational Education:
Proceeding International Seminar The 8th Asia Pacific Network for Moral Education,
Yogyakarta State University, Indonesia
Sudira P. (2013). Indigenous Wisdom Tri Hita Karana dan Pengembangan SDI Melalui SMK:
Proseding LPPM UNY
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Wastika, D.N. (2005). Penerapan Konsep Tri Hita Karana Dalam Perencanaan Perumahan
di Bali. Jurnal Permukiman Natah Vol. 3 No. 2, 62 - 105.
Wagner, T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books
Wiana, IK., (29 November 2003). Kewajiban Utama Desa Pakraman Menegakkan Tattwa.
Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2010, dari http://www.iloveblue.com/bali gaul
funky/artikel bali/category/KETUT%20WIANA/10/13.htm
Wiana, IK., (20 Juli 2009). Membenahi Motivasi Kerja. Diunduh pada tanggal 2 Juni 2010,
dari http://www.iloveblue.com/bali gaul funky/artikel_bali/ detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Tantangan SDM Hindu kedepan. Diunduh pada tanggal 2 Jui 2010,
dari http://www.iloveblue.com/bali gaul funky/artikel_bali/ detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Kegiatan Beragama Hindu Membangun SDM Bermutu. Diunduh
pada tanggal 2 Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/ baliqaulfunky/ rtikel_bali/
detail/2820.htm
Wiana, IK., (6 April 2009). Dosa kalau Pendidikan tanpa Karakter. Diunduh pada tanggal 2
Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/ baliqaulfunky/rtikel_bali/ detail/2820.htm.
Zajda, J., Biraimah, K., Gaudelli, W.(2008) Cultural Capital: What Does It Offer Students? A
Cross-National Analysis . Education and Social Inequality in the Global Culture
Melbourne: Springer Science+ Business Media B.V
27