Anda di halaman 1dari 27

THK

TRI HITA KARANA

Mata Kuliah : Leadership Berbasis THK


Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd
Dr. I Gede Margunayasa, S.Pd., M.Pd

Di susun oleh:
Eri Meriah ( 2229171009)
I Nengah Edi Imawan ( )

Di susun oleh:
Eri Meriah ( 2229171009 )
I Nengah Edi Imawan ( 2229071024)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


PROGRAM PASCASARJANA
2023

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memasuki Era Revolusi Industri 4.0 kearifan lokal sangat penting untuk dilestarikan
karena dapat digunakan sebagai benteng untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dan
moralitas bangsa. Salah satu cara yang diimplementasikan untuk menanamkan kearifan lokal
adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam dunia pendidikan. Integrasi kearifan lokal
dapat dimulai dari sumber belajar, proses pembelajaran, kurikulum, dan implementasi di
tingkat lembaga baik sekolah/Perguruan Tinggi maupun perguruan tinggi. Salah satu upaya
pemerintah untuk melestarikan kearifan lokal ialah dengan melakukan penggalian nilai- nilai
kearifan lokal (etnopedagogi) sebagai fokus dari pendidikan karakter bangsa (Suja, 2011).
Tri Hita Karana merupakan sebuah filosofi sekaligus telah menjadi way of life
masyarakat Bali dalam segala aspek kehidupan (Windia dan Ratna, 2007). Konsep THK
merupakan konsep harmonisasi hubungan yang dijaga dan melekat di dalam kehidupan
masyarakat Hindu Bali meliputi: parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan),
pawongan (hubungan antar-manusia), dan palemahan (hubungan manusia dengan
lingkungan) yang bersumber dari kitab suci agama Hindu Bhagawad Gita (Riana,2010).
Integrasi prinsip Tri Hita Karana dalam proses pendidikan menjadi salah satu jawaban akan
upaya pembentukan karakter peserta didik.
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah
tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan
di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita
Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga
hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekeliling,
dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan
memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya
harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia
akan hidup dengan mengekang dari pada segala tindakan berekses buruk. Hidupnya
akan seimbang, tenteram, dan damai. Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan
perlu terjalin secara harmonis, bilamana keharmonisan tersebut di rusak oleh tangan-
2
tangan jahil, bukan mustahil alam akan murka dan memusuhinya. Jangan salahkan
bilamana terjadi musibah, kalau ulah manusia suka merusak alam lingkungan.
Tidak disadari bahwa alam lingkungan telah memberikan kebebasan kepada manusia
untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya guna kesejahteraan hidupnya. Hakikat mendasar Tri
Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan alam
lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut
diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih mengedepankan
individualisme dan materialisme. \Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat memupus
pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian dan gejolak.
Selain itu, Masyarakat Bali mengajarkan masyarakatnya dan memegang teguh
konsep Tri Hita Karana (konsep ajaran dalam Agama Hindu), dan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak seniman-seniman Bali yang menggunakan tema
berdasarkan Tri Hita Karana, hal ini disebabkan karena Tri Hita Karana secara visual
merupakan sebuah konsep yang sangat menumental dan bersifat adiluhung. Pancar nilai
estetik yang sangat tinggi memberikan daya tarik yang sangat kuat bagi para seniman
Bali untuk mengangkatnya sebagai sumber inspirasi dalam proses penciptaannya.
Pencipta sangat tertarik mengangkat Tri Hita Karana di Bali sebagai sumber ide
penciptaan karya seni karena upacara-upacaranya sangat unik dan ertistik dengan penuh
variasi yang ditemukan dalam setiap upacara-upacara yang ada di Bali.
Selanjutnya Atmaja (2020:228) menyatakan bahwa Tri Hita Karana merupakan
sebagai pedoman bertindak guna menjadikan orang Bali sebagai insan yang bijaksana
memuat nilai-nilai, norma-norma kognisi, dan kepercayaan bersumberkan pada agama
Hindu dan kebudayaan Bali yang berhubungan secara harmonis. Maka dari itu dapat
dipastikan bahwa konsep Tri Hita Karana merupakan pedoman hidup bagi masyarakat
bali dalam menuju kebahagiaan

Kontribusi kepemimpinan yang berlandaskan Tri Hita Karana, motivasi kerja, dan
etos kerja sebagai implementasi pendidikan sangat penting dilakukan untuk
memberikan bekal dan keterampilan secara berkelanjutan yang dapat diimplementasikan
pada kehidupan sehari-hari maupun di dunia kerja.

3
Pergeseran paradigma pendidikan ini menunjukkan bahwa pendidikan Hindu tidak
cukup hanya memberi bekal hand on skills tetapi harus secara bersama-sama memiliki
mind on skills dan juga heart on skills dalam memecahkan permasalahan• permasalahan
kehidupan. Masyarakat Hindu harus melakukan proses learning, re• learning, dan un-
learning. Praktik-praktik pendidikan Hindu harus membekali lulusannya untuk mampu
bertindak memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran secara cerdas, terstruktur,
terukur, dan wajar. Kedepan pembelajaran harus lebih terarah pada proses aktualisasi diri
sisia agar mampu belajar mandiri dengan menggunakan berbagai sumber dari berbagai
ruang dan waktu melalui jaringan internet, memanfaatkan teknologi informasi,
multimedia.
Mendiskusikan Pendidikan Hindu sudah pasti akan tergiring pada wacana pokok
yakni pandangan Hindu tentang hakekat manusia, hakekat kelahiran atau
keberadaan hidupnya, kematian, lalu kemana nanti setelah kematiannya. Bagaimana
pendidikan dapat membangun konsep diri melalui pemahaman dan penghayatan diri
sendiri dan bertindak dalam prinsip-prinsip satyam-siwam-sundaram dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Bagi kaum pragmatis tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan manusia
memenuhi kebutuhan kehidupan secara menyeluruh SEKALA-NISKALA. Karakteristik
dasar praksis pendidikan saat ini adalah problem solving dan higher-order-thinking yang
menekankan skill critical thinking, creativity, communication, dan collaboration (4C).
Pengalaman belajar dikontruksi dari berbagai pengalaman dan praktik kehidupan sehari hari
di masyarakat. Makalah ini membahas perspektif hakekat manusia dalam konsep Tri Hita
Karana (THK) sebagai kearifan lokal, konsep pendidikan berbasis THK, praksis THK
dalam pendidikan yang sudah ada dan tertata di Bali

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Tri Hita Karana ?
2. Apa saja bagian-bagian dari Tri Hita Karana ?
3. Apa tujuan dari Tri Hita Karana ?
4. Apa saja Hakekat Manusia dalam Tri Hita Karana ?
5. Bagaimana Praktis Tri Hita Karana dalam Pendidikan ?
4
6. Bagaimana Harmoni penerapan Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan?

C. Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari Tri Hita Karana.
2. Mengetahui bagian-bagian dari Tri Hita Karana.
3. Mengetahui tujuan dari Tri Hita Karana.
4. Mengetahui Hakekat Manusia dalam Tri Hita Karana
5. Mengetahui Praktis Tri Hita Karana dalam Pendidikan
6. Mengetahui Harmoni Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan

D. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengapresiasi Tri Hita Karana dalam kehidupan.
2. Dapat menjaga kelestarian Tri Hita Karana.
3. Dapat membangun hubungan harmoni dengan konsep Tri Hita Karana.
4. Dapat Mengetahui Hakekat Manusia dalam Tri Hita karana
5. Dapat Melaksanakan praktis Tri Hita Karana Dalam Pendidikan
6. Dapat Mengetahui Harmoni Tri Hita Karana dalam Praktik Kepemimpinan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tri Hita Karana


Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966,
pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali
bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan
kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa
menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah
Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.
Tri Hita Karana bersifat universal merupakan landasan hidup menuju kebahagiaan
lahir dan batin. Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri
= tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung
pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:
Manusia dengan Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan
sesamanya. Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana kata Tri artinya
tiga, Hita artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau penyebab. Jadi Tri
Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan kebahagiaan bagi
umat manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut harus dijaga dan dilestarikan agar dapat
mencapai hubungan yang harmonis. Sebagaimana dimuat dalam ajaran Agama Hindu
bahwa “ kebahagiaan dan kesejahtraan ” adalah tujuan yang ingin dicapai dalam hidup
manusia, baik kebahagiaan atau kesejahtraan pisik atau lahir yang disebut “ Jagadhita ”
maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang disebut “ Moksa ”.
Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan
dan kemakmuran hidup manusia. Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan
hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan
dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan
teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyaraakat, juga
merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang
Hyang Widhi. Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di Bali minimal mempunyai
tiga unsur pokok, yakni : Wilayah, Masyarakat dan Tempat Suci untuk memuja
6
Tuhan/Sang Hyang Widhi. Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis sebagai landasan
untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman, tenteram, dan damai secara lahiriah maupun
bathiniah.
Untuk bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita sebagai umat manusia
perlu mengusahakan hubungan yang harmonis (saling menguntungkan) dengan ketiga hal
tersebut diatas. Karena melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut diatas,
akan tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manussia. Oleh sebab itu dapat
dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang harus
dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan semakin jauh dari tujuan
yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan kesengsaraan.

B. Bagian – Bagian Tri Hita Karana


1. Parhyangan
Parhyangan adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa).
2. Pawongan
Pawongan adalah manusia dengan manusia. Manusia yang bersifat individu maupun
social sehingga memerlukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
3. Palemahan
Palemahan dalam arti yang luas,sebagai tempat manusia itu tinggal dan berkembang
sesuai dengan kodratnya termasuk sarwa prani.

Dengan terjadinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam, maka sebagai penyebab terjadinya atau
tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Dari uraian konsep Tri Hita Karana
dapat disimak dua pengertian yang saling berkaitan yaitu:
a. Pengertian Buana Agung
Buana Agung berarti alam yang besar, jagat raya dan sering juga disebut
makrokosmos. Semua gugusan matahari, bintang, planet ,bumi, bulan yang menjadi
isi alam semesta ini disebut Buana Agung.

7
Tuhan adalah jiwa dari jagat raya ini sehingga Tuhan sering diberikan gelar
Seru Sekalian Alam. Akibat Tuhan memberikan jiwa pada ciptaannya maka
Tuhan juga yang mengatur gerak atau peredaran alam semesta ini.
b. Buana Alit
Buana alit artinya dunia kecil atau sering juga disebut mikrokosmos. Sebagai
contoh makhluk hidup yang disebut mikrokosmos adalah manusia.

C. Tujuan Tri Hita Karana


Desa Pakraman yang merupakan komunitas Hindu-Bali dibangun dengan
kepercayaan Tri Murti di mana Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
Brahma, Wisnu, dan Siwa. Pura Desa tempat istana Dewa Brahma, Pura Puseh tempat
istana Dewa Wisnu dan Pura Dalem tempat istana Siwa.
Atas dasar itu dikembangkan pula konsep Tri Hita Karana yang mengambil peranan
manusia sebagai sentral atau penentu terwujudnya kebaikan dan kesejahteraan. Tri Hita
Karana bermakna sebagai tiga hal yang mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan yakni
Parhyangan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan,
Pawongan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia,
dan Palemahan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan alam.
Kaitan Tri Hita Karana dengan falsafah Tri Murti, Tri Kahyangan, dan Tri Kaya
Parisudha, adalah untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera lahir dan bathin
(mokshartam jagaditaya ca iti dharmah), manusia hendaknya mampu melaksanakan Tri
Kaya Parisudha: pikiran yang baik, perkataan yang baik dan benar, dan perbuatan yang
baik untuk dapat terwujud kesehatan jasmani dan rohani.
Bali yang sejak abad ke-11 ditata dengan konsep-konsep Mpu Kuturan seperti itu
berhasil mencapai zaman keemasan yang memuncak pada masa pemerintahan Raja
Dalem Waturenggong (1460 – 1550). Sebagai rasa bhakti dan terima kasih atas jasa-jasa
Mpu Kuturan yang telah menata kehidupan rakyat Bali, maka di setiap Pura dan Sanggah

8
Pamerajan dibangunlah pelinggih Manjangan Saluwang sebagai stana dan pemujaan pada
Mpu Kuturan. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam (palemahan) tidak
mungkin dapat terwujud dengan baik bila ia melupakan bhakti kepada Tuhan (parhyangan),
dan tidak menebarkan cinta kasih kepada sesama umat manusia (pawongan).
Oleh karena umat manusia sedunia heterogen dalam artian memeluk berbagai
agama dan kepercayaan, maka konsep Tri Hita Karana dapat saja disesuaikan dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
Kitab suci dari berbagai agama mungkin saja telah menyebutkan hal itu, atau
mungkin lebih tegas lagi bahwa: Bila manusia merusak alam atau lingkungan, maka
alampun akan menghancurkan manusia. Ini adalah hubungan sebab akibat yang sangat
logis, dengan mencari berbagai contoh bencana-bencana alam yang disebabkan karena ulah
manusia.
Perubahan iklim dunia (World climate change) bersumber pada perusakan alam
oleh teknologi modern manusia. Alam yang dimaksud, adalah alam semesta meliputi
daratan, lautan, angkasa, dan atmosfir. Perusakan daratan terjadi karena pertambahan
penduduk dunia yang mengakibatkan berkurangnya daerah hijauan hutan dan tanaman.
Intinya tujuan dari Tri Hita Karana itu adalah untuk menjaga segala unsur-unsur
yang ada di alam ini baik itu unsur biotik maupun abiotik. Selain itu Tri Hita Karana juga
digunakan untuk menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia serta hubungan antara manusia dengan alam
lingkungannya.

9
D. Hakekat Manusia dalam Tri Hira Karana

Gembar 1. Konsep Tri Hita Karana


Gambar 1 menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki tiga modal dasar
kebahagiaan yaitu: (1) atman/jiwa/soul; (2) prana; kekuatan/power of life berupa sabda-
bayu-idep; dan (3) angga sarira/badan wadag/body. Atman, prana, angga sarira adalah
tiga (tn) hal yang menyebabkan (karana) manusia itu mencapai kebahagiaan (hita) "Tri
Hita Karana". Menurut Agastia (2007), Widhi Tatwa memuat bahwa masuknya atman
ke dalam tubuh manusia (angga sarira) membangun pranaatau daya hidup berupa sabda,
bayu, idep. Hal ini identik dengan ter-instalnya software ke dalam hardware komputer
membuat komputer memiliki daya operasi. Manusia hita adalah manusia yang
jiwa/atmannya atau software masih ada, bersih, dan bebas dari berbagai jenis virus serta
angga sarira atau hardware nya sehat dan akan menyebabkan bertumbuh atau
berkembangnya daya atau prana sabda, bayu, idep nya. Sabda berhubungan dengan
kemampuan berkomunikasi, idep berkaitan dengan kemampuan berpikir dan bernalar, bayu
berwujud kemampuan beraktivitas.
Konsep dasar THK ini kemudian diperluas dengan tatanan yaitu: (1) Atman
menjadi Parhyangan; (2) Angga Sarira menjadi Palemahan; (3) Prana (sabda, bayu,
idep) menjadi Pawongan. Struktur turunan konsep dasar THK secara mikro dan makro
di keluarga, sekolah/Perguruan Tinggi, dan masyarakat digambarkan pada Gambar 2
berikut ini
10
Gambar 2. Konsep Tri hita Karana dalam Micro dan Macro
Berdasarkan konsep Gambar 2 di atas, manusia hita adalah manusia yang sehat jasmaninya,
cerah dan tenang rokhani atau jiwanya, dan profesional mengembangkan dan memanfaatkan
prana sabda, bayu, idep-nya. Manusia-manusia yang terdidik seimbang dan harmonis
diantara atma, angga sarira, dan prana sebagai manusia THK merupakan modal pawongan
yang kemudian akan menjadi prana atau kekuatandalam keluarga, sekolah/Perguruan Tinggi,
dan masyarakat. Kebahagiaan atau hita berkaitan dengan keseimbangan dan keharmonisan
hubungan. Dalam konsep THK ada tiga keharmonisan hubungan yaitu: (1) keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Tuhan disebut Parhyangan; (2) keharmonisan hubungan
antar sesama manusia disebut Pawongan; (3) keharmonisan hubungan antara manusia dengan
alam disebut Palemahan.
Konsep ini juga memberi makna bahwa pendidikan Hindu harus mampu membangun
insan Hindu dengan tiga keharmonisan yaitu: (1) keharmonisan prana sabda, bayu, idep
manusia dengan jiwanya; (2) keharmonisan diantara komponen prana sabda, bayu, idep; (3)
keharmonisan prana sabda, bayu, idep dengan angga sariranya. Keharmonisan prana sabda,
bayu, idep manusia dengan jiwa dibangun melalui pendidikan Atma Tatwa, Widhi Tatwa,
Meditasi, Dewa Yadnya, Pitra Yadnya dsb. Keharmonisan diantara komponen prana sabda,
bayu, idep dibangun melalui pendidikan Susila: Tri kaya Parisuda, subha karma, asubha karma,
Manusa Yadnya, Rsi Yadnya dsb. Keharmonisan prana sabda, bayu, idep dengan angga

11
sarira dibangun melalui pendidikan olah raga dan kesehatan, yoga asana, pola makanan satwika,
pelatihan motorik, penghayatan lima indria, lima alat gerak/karmendria.
Manusia Hindu yang terdidik menjadi manusia THK merupakan modal dasar dan menjadi prana
atau daya kekuatan di keluarga, sekolah/Perguruan Tinggi, dan masyarakat. Di lingkungan
keluarga manusia THK menjelma menjadi Kakek-Nenek yang bijaksana terhadap anak,
menantu, dan cucunya. Menjelma menjadi seorang Ibu yang setia kepada suami dan tekun
mendidik anak-anaknya, seorang suami yang mampu menjadi kendali keluarga dan anak-
anaknya. Kemudian yang terpenting adalah lahirnya suputra yang membahagiakan orang
tua dan leluhurnya dalam keluarga. Semua anggota keluarga sebagai pawongan harus selalu
membangun keharmonisan dan keseimbangan hidup bersama. Disamping itu juga harus
membangun keharmonisan dengan leluhur di parhyangan sanggah/pemerajan serta terus
menjaga kelestarian dan kesehatan lingkungan rumah tinggalnya, desa pakramannya.
Di Sekolah/Perguruan Tinggi, manusia THK melakukan fungsi-fungsi dan peran
sebagai Guru/Dosen, Kepala Sekolah/Perguruan Tinggi/Rektor/Dekan, Tenaga Administrasi,
Laboran, Teknisi, Pembersih, Penjaga kantin, Satuan pengaman, dan
Siswa/mahasiswa/mahasiswa/mahasiswa yang palingbanyak. Demikian juga di masyarakat
manusia THK menjelma menjadi anggota masyarakat yang berbudaya dan berkesadaran hidup
yang adi luhung

E. Praksis THK dalam Pendidikan


Dibangunnya parhyangan Pura Sekolah/Perguruan Tinggi/perguruan tinggi pada
utama mandala sebagai tempat yang suci, sakral, dan luhur dimaksudkan sebagai tempat
dan wahana melakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai tujuan
keharmonisan hidup. Keberadaan parhyangan Pura Sekolah/Perguruan Tinggi/Perguruan
Tinggi dapat meningkatkan pengintegrasian pola pikir dan sikap hidup untuk selalu
membangun kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan ekonomi, kecerdasan
sosial ekologis, kecerdasan kinestetis, kecerdasan seni dan budaya. Dengan adanya
parhyangan Pura Sekolah/Perguruan Tinggi seseorang dapat mengembangkan dan
melestarikan budaya Agama Hindu, mengembangkan rasa keindahan dan kehalusan budhi
pekerti.

12
Parhyangan berupa Pura Sekolah/Perguruan Tinggi sangat membantu
penumbuhan keimanan, ketakwaan, budaya melayani, kebersamaan, saling menghormati,
berbudaya kerja, budaya belajar, menghilangkan egoisme, merubah sifat eksklusif menjadi
integratif, membangun kekuatan moral & keteguhan mental, cermat, pengembangan
bakat minat seni budaya sebagai jati diri bangsa Indonesia. Secara individu baik guru,
karyawan sekolah/Perguruan Tinggi, dan siswa/mahasiswa juga harus memahami
parhyangan yang ada dirinya masing-masing berupa jiwa/atman yang bersemayam.
Jiwa/atman dalam diri individu manusia adalah pemberi hidup sebagai basis kekuatan
spirit hidup tat twam asi (aku adalah engkau dan engkau adalah aku).

Parhyangan Pura Sekolah/Perguruan Tinggi dan pelangkiran sangat membantu


terbentuknya kesadaran ke Tuhan-an pada diri siswa/mahasiswa sehingga mereka lebih
merasa tenang, aman, pikirannya lebih terarah pada pelajaran di sekolah/Perguruan Tinggi
sehingga pendidikan di sekolah/Perguruan Tinggi menjadi semakin kondusif. Lingkungan
pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif sangat membantu pelaksanaan pendidikan
berkualitas di sekolah/Perguruan Tinggi. Hal ini sangat penting di tengah-tengah
situasi pendidikan di Indonesia yang masih banyakmengalami gangguan kekerasan dan
tawuran antar pelajar. Dalam bidang pengembangan kompetensi siswa/mahasiswa,
lingkungan belajar yang tenang, nyaman, aman, dan terkondisi baik secara sosial maupun
secara akademis di laboratorium atau bengkel akan membantu dan mendukung
siswa/mahasiswa untuk mengembangkan ketrampilan/skill secara kreatif
THK adalah ideologi yang mengajarkan keharmonisan dan keseimbangan hidup
dalam mewujudkan tujuan hidup "moksartham jagat hita ya ca iti dharma"
(kebahagiaan duniawi/jagadhita dan kebahagiaan rokhani. Tri Hita Karana adalah tiga
unsur penyebab atau sebab musabab terjadinya kebahagiaan hidup pada diri manusia.
Ketiga unsur sebab musabab itu adalah: (1) zat Hyang Widhi atau Atman; (2) prana
dalam bentuk sabda, bayu, idep sebagai daya yang timbul karena menyatunya Atman
dengan badan wadag; dan (3) sarira atau badan wadag manusia yang terbentuk dari lima
unsur yang disebut dengan panca mahabhuta (ruang/akasa, teja/panas, udara/bayu, zat
cair/apah, zat padat/pertiwi).
Sejalan dengan keberadaan parhyangan Pura Sekolah/Perguruan Tinggi,
keberadaan parhyangan sanggah/pemerajan di rumah keluarga sangat bermanfaat dalam
13
peningkatan pengintegrasian pola pikir dan sikap hidup bersih jasmani rokhani, gotong
royong, kerja sama, ngayah, kekeluargaan, saling melayani, komunikasi,
tanggungjawab, budaya belajar, pengembangan seni dan budaya, ekpresi karya seni,
spiritual, dana punia. Parhyangan sanggah pemerajan digunakan untuk memuja Tuhan,
memuja leluhur, sebagai jiwa keluarga, pelindung, pengayom, penuntun, pemberi
kehidupan spiritual bagi keluarga serta pelestarian budaya agama Hindu. Semua umat
Hindu memiliki sanggah pemerajan dan meyakini sebagai bagian dari penghormatan
kepadaleluhur. Konsep ini kemudian menyebabkan adanya penghormatan kepada orang
tua sebagai guru dalam pendidikan informal di rumah atau keluarga

Pengembangan pendidikan dengan kearifan lokal THK membutuhkan keharmonisan


dan keseimbangan unsur manusia warga sekolah/Perguruan Tinggi dalam pengembangan
budaya belajar, budaya melayani, dan budaya kerja berdasarkan falsafah THK dalam
membangun kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan bersama. Sekolah/Perguruan
Tinggi sebagai lembaga pendidikan kejuruan yang mendukung pengembangan kegiatan
perekonomian berbasis pertanian, kerajinan, industri kecil, dan pariwisata dibangun dan
ditata menggunakan konsep catus patha dan tri mandala untuk mewujudkan tata ruang
wilayah sekolah/Perguruan Tinggi yang berkualitas, nyaman, aman, produktif, dan
berwawasan lingkungan.

Praksis ideologi THK di sekolah/Perguruan Tinggi sebagai kearifan lokal


(indigenous wisdom) sangat tepat digunakan sebagai basis inovasi dan pengembangan
kualitas pendidikan Hindu untuk menjawab tantangan menurunnya nilai-nilai budaya untuk
menghasilkan output pendidikan yang memiliki identitas dan daya saing internasional.
Praksis ideologi THK dapat digunakan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan
pengembangan sumber daya insani (SDI) Bali pada umumnya dan khususnya dalam
inovasi dan pengembangan kualitas pendidikan di era ekonomi berbasis pengetahuan.
Praksis ideologi THK adalah kemungkinan atas jawaban permasalahan-permasalahan
menurunnya daya saing bangsa, melemahnya integritas dan identitas nasional.

Pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal THK mendukung pengembangan


fundamental skill siswa/mahasiswa. Berdasarkan prinsip-prinsip pokok THK yang
14
menekankan tumbuhnya kesadaran jiwa diatas kesadaran ragawi dengan memanfaatkan
potensi prana sabda, bayu, idep, maka siswa/mahasiswa akan berkembang ketrampilan
dasarnya (basic skill) berupa kemampuan dan kepekaannya dalam mendengarkan,
menyimak, membaca, dan menulis. Disamping basic skill ketrampilan fundamental yang
juga dapat berkembang adalah ketrampilan berpikir ( thinking skill) yaitu kecerdasan dan
ketrampilan belajar, ketrampilan memecahkan masalah, mengembangkan dan menemukan
solusi permasalahan, ketrampilan pengambilan keputusan, ketrampilan mengelola dan
mengarahkan pikiran. Kemudian kualitas personal yaitu responsibilitas, moral, karakter,
integritas, rasa percaya diri, loyalitas juga akan bisa tumbuh dengan baik sebagai bagian
dari fundamental skill bagi siswa/mahasiswa yang terdidik dalam lingkungan pendidikan
berbasis THK.

Unsur pawongan meletakkan konsep harmonisasi hubungan sesama manusia,


pengembangan potensi diri, inisiatif dan kreativitas manusia, kebutuhan hidup
bersama, tolong menolong, norma dan etika sosial antar asrama antar warna, adat istiadat,
awig-awig, membangun pola hubungan vertikal dalam Catur Asrama (Brahmacari,
Grihasta, Wanaprasta, Bhiksuka), serta hubungan horizontal dalam Catur Warna (Brahmana,
Ksatria, Waisya, Sudra), serta konsep nyame braye.
Unsur palemahan meletakkan konsep keseimbangan dan harmonisasi hubungan
antara manusia dengan alam. Pemanfaatan palemahan, pengorganisasian palemahan,
kesempatan hidup sehat, bugar, dan produktif bersama alam, kesejahteraan dari alam,
pelestarian alam, pengindaran bencana alam.

Visi Pengembangan pendidikan Hindu model indigenous wisdom THK: (1)


Menjadikan sekolah/Perguruan Tinggi sebagai pusat pembudayaan kompetensi dan
pengembangan konsep diri dalam membangun sumber daya insani berkarakter budaya
belajar (jnana), budaya berkarya (karma), budaya melayani (bhaktt), dan bermental sebagai
learning person yang mampu menumbuhkan kecerdasan belajar sebagai sentral moralitas
untuk mengembangkan kecerdasan emosional-spiritual, kecerdasan sosial• ekologis,
kecerdasan intelektual, kecerdasan kinestetis, kecerdasan ekonomika, kecerdasan politik,
kecerdasan teknologi, dan kecerdasan seni-budaya ( Wiweka Sanga) berdasarkan nilai-
nilai hidup harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan Yang Mahaesa
15
(parhyangan), antar sesama manusia (pawongan), antara manusia dengan lingkungan
(palemahan).

Gambar 3. Wiwaka Sanga

Nilai-nilai dari unsur parhyangan, pawongan dan palemahan dalam kehidupan


sehari-hari dapat dilihat seperti table berikut:
1. Nilai Parhyangan
Nilai -- Nilai THK Unsur Parhyangan lmplementasi dalam kehidupan sehari-hari
1. Kesadaran kepada Atman 1. Melaksanakan sembahyang sebelum mulai
2. Pemanfaatan Parhyangan pelajaran dan pada setiap jam 12.00 wita
Sekolah/Perguruan Tinggi 2. Berdoa sebelum melakukan kegiatan
3. Sikap hidup bersih jasmani rohani 1. Menghargai sesama sebagai ciptaan Tuhan
4. Menumbuhkan keimananan 2. Menghayati diri sebagai mahluk ciptaan
5. Menumbuhkan ketakwaan Tuhan yang sempurna
6. Menumbuhkan kebersamaan 3. Melaksanakan praktik keagamaan sesuai
7. Menghilangkan egoisme diri dengan agama yang dianut
8. Menumbuhkan sifat dan sikap 4. Mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
1. integratif tanggung jawab, peduli, santun, proaktif.
9. Membangun kekuatan moral dan 5. Memasang plangkiran
keteguhan mental 6. Memasang artepak di lingkungan
sekolah/Perguruan Tinggi (patung Ganesa,
Saraswati)
3. Memelihara tempat persembahyangan
4. Menyelenggarakan piodalan
5. Merayakan hari raya Saraswati, tumpek
landep, tumpek uduh

16
6. Latihan Meditasi, Yoga, dll. 13. Metirta di
padmasari sebelum mulai belajar
7. Membaca sloka-sloka kitab suci
8. Menari tarian sakral dan menabuh gamelan

2. Nilai Pawongan
Nilai Pawongan Implementasi dalam Kehiduan sehari-hari
1. Kekuatan prana 1. Membuat kelompok belajar, kelompok
2. Berpikir kritis karya ilmiah remaja
3. Gotong royong 2. Mendorong budaya belajar
4. Saling melayani 3. Mendorong budaya berkarya
5. Komunikasi yang efektif 4. Mendorong budaya melayani
6. Kolaborasi 5. Menyediakan ruang diskusi yang
7. Tanggung jawab demokratis
8. Budaya belajar 6. Mengembangkan budaya ngayah di
9. Kreatif parhyangan
10. Inovatif 7. Bergotong royong dalam melaksanakan
11. Produktif kebersihan sekolah/Perguruan Tinggi
12. Demokratis 8. Menggunakan etika yang bersumber dari
13. Terbuka tetap mengakar pada budaya bali dalam mengembangkan
budaya bali komunikasi dengan: orang tua, sebaya,
14. Sikap hidup disiplin anak-anak, tamu
15. Saling menghormati 9. Menggunakan bahasa santun
16. Berbudaya kerja 10. Mengembangkan sikap terbuka untuk
17. Sikap hidup disiplin menumbuhkan kemampuan beradaptasi
18. Kebenaran 11. Mengembangkan sistem untuk
19. Kesetiaan meningkatkan kedisiplinan: menutup pintu
20. Cinta kasih gerbang awal pelajaran, membunyikan bel
21. Tanpa kekarasan sekolah/Perguruan Tinggi setiap pergantian
22. Kesopanan pelajaran dan istirahat
23. Toleransi 12. Menggunakan teknologi untuk menjalin
24. Kejujuran komunikasi: penyediaan internet, alat
25. Tanggung jawab pengeras suara, telepon sekolah/Perguruan
26. Kerajinan Tinggi, penyediaan papan
27. Tri Kaya Parisuda pengumuman/informasi
28. Asih, Punia, Bakti 13. Merayakan acara keagamaan yang penting
29. Nyama bray setiap umat untuk mengembangkan rasa
toleransi
14. Mensosialisasikan terus pentingnya
keselasaran pikiran, perkataan, dan tindakan
dalam setiap aktifitas dengan landasan tri
kaya parisuda
15. Menyerahkan bantuan ke panti asuhan/panti
jompo untuk memeliharaan kebersamaan
hidup

17
16. Penerapan nilai kesopanan melalui cara
berpakain dan potongan rambut
17. Memakai pakaian adat persembahyangan
pada upacara keagamaan
18. Membuat tata tertib sekolah/Perguruan
Tinggi untuk menghindari adanya kekerasan
19. Mengembangkan sikap saling melayani
20. Memberi apresiasi dan penghargaan bagi
warga yang berprestasi
21. Saling menghargai dan mencintai satu sama
lain
3. Nilai Palemahan
Nilai – Nilai THK Unsur Palemahan Nilai – Nilai THK Unsur Palemahan
1. Kesadaran /angga sarira 1. Mengajarkan rasa syukur dengan selalu
2. Pemeliharaan kesehatan tubuh mengingat kesempurnaan anggota tubuh
3. Penghayatan fungsi-fungsi lima yang dimiliki sebaga anugrah Tuhan
indria 2. Melakukan kegiatan olah raga untuk
4. Penghayatan fungsi lima alat gerak pemeliharaan kebugaran dan kesehatan
5. Pelestarian alam 3. Melakukan kegiatan rutin pemeriksaan
6. Pemeliharaan lingkungan kesehatan anggota warga
sekolah/Perguruan Tinggi sekolah/Perguruan Tinggi
7. Pemeliharaan bangunan 4. Berlatih menajamkan fungsi panca indria
sekolah/Perguruan Tinggi di kelas dan di luar kelas
8. Pemeliharaan fasilitas 5. Berlatih ketrampilan/skill psikomotorik di
sekolah/Perguruan Tinggi bengkel dan laboratorium
9. Menjaga kebersihan 6. Berlatih olah raga prestasi
sekolah/Perguruan Tinggi 7. Melaksanakan upacara tumpek landep
10. Pemeliharaan tumbuhan dengan ritual terhadap peralatan, mesin-
11. Pelestarian seni Budaya mesin di lab,bengkel sekolah/Perguruan
Tinggi
8. Melaksanakan upacara tumpek uduh
seebagai wahana pelestarian tumbuh-
tumbuhan dengan rasa kasih dan sayang
9. Tidak memaku tumbuh-tumbuhan yang
ada di sekitar sekolah/Perguruan Tinggi
10. Merawat dan menjaga tumbuh-tumbuhan
di sekolah/Perguruan Tinggi
11. Menjaga keindahan dan kesegaran kebun
dan taman sekolah/Perguruan Tinggi
12. Menyediakan tempat sampah organik dan
unorganik
13. Membuang sampah pada tempat yang
sudah disediakan
14. Membangun budaya bersih
15. Memelihara bangunan
sekolah/Perguruan Tinggi dengan
melombakan kebersihan
18
16. Memberikan ruang apresiasi seni dan
budaya saat jeda semester
17. Kegiatan ekstra kurikuler dalam bidang
seni

E. Harmoni Tri Hita Karana dalam diri Seorang Pemimpin


Pada konsepnya Tri Hita Karana terdiri dari Parahyangan, Pawongan, dan
Palemahan. Dalam Parhyangan atau disebut dengan hubungan harmonis antara manusia
dengan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, seorang pemimpin untuk menciptakan
keharmonisan dan kerukunan dalam anggota msyarakatnya maka sangat diperlukan
dasar untuk mencapai jalan itu dengan cara melakukan pendekatan diri pada Tuhan Yang
Maha Esa sebagai penguasa alam semesta. Dengan bisa menjaga keseimbangan anatara
manusia dengan Tuhan, niscaya segala pengaruh negative akan dibentengi oleh kekuatan
Hyang Widhi. Ada beberapa hal yang perlu ditempuh oleh jiwa dari seorang pemimpin
untuk bisa memperkuat hubungan antara manusia dengan Tuhan yaitu melalui:
1. Karma Marga yang merupakan sebuah ajaran dalam agama hindu yang mendorong
rasa tulus iklas, berbuat maksimal untuk kepentingan orang banyak. Dimana seorang
pemimpin harus mengutamakan dan memprioritaskan semua kepentingan bersama diatas
kepentingan pribadi. Dalam ajaran ini seorang pemimpin di landasi dengan sifat
tulus iklas tanpa pamrih, mempunyai nilai spiritual yang tinggi dengan membantu
dalam pembangunan tempat-tempat ibadah baik melalui memberikan dana (berupa
bahan atau uang) sehingga dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan
pembangunan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak
2. Bhakti Marga merupakan sebuah ajaran yang mendorong umat untuk tulus iklas
mengabdi atas dasar kesadaran pengabdian. Seorang pemimpin sesuai ajaran
dari bhakti marga yaitu harus memiliki rasa yang tulus iklas mengabdi atas
dasar kesadaran pengabdian, yang dimaksudkan disini selain mengabdi pada Ida
Hyang Widhi Wasa seorang pemimpin juga berkewajiban untuk mengabdi pada
kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
3. Jnana Marga merupakan sebuah ajaran yang mendorong umat untuk mampu berpikir
secara positif dan cemerlang. Seorang pemimpin diwajibkan untuk selalu menciptakan
pemikiran-pemikiran serta ide yang cemerlang yang natinya dapat berguna oleh

19
kepentingan umum, rakyat, bangsa dan Negara. Buah pemikiran dan ide gagasan
yang diciptakan oleh seorang pemimpin akan dituangkan dengan sukarela dan tanpa
imbalan untuk kepentingan masyarakat
4. Raja Yoga marga merupakan sebuah ajaran yang mendorong umat untuk
slalu menghubungkan diri dengan Tuhan melaui kegiatan sembahyang, tapa
(mengikuti untuk tidak melanggar larangan / pantangan), brata (mengendalikan diri),
dan semadi (selalu menghubungkan diri dengan berpasrah diri kepada Tuhan melalui
bertapa/berzikir). Seorang pemimpin yang bijaksana akan menerapkan hal ini
dalam menjalankan tugasnya. Seorang pemimpin akan selalu belajar untuk memberi
contoh kepada msyarakatnya dengan prilakunya yang baik, yaitu tidak melanggar
larangan contoh tidak berjudi, tidak sebagai peminum, dan tidak melakukan tindak
pelanggaran hokum. Seorang pemimpin harus siap untuk mengendalikan diri,
mengendalikan rasa egois, rasa iri, dengki, pemarah dan sifat-sifat buruk lainnya. Sifat
seorang pemimpin menekankan pada rasa kesabaran, ketulusan dan keiklasan dalam
mengayomi msyarakat yang dipimpinnya agar tercipta suatu keharmonisan yang
menimbulkan sebuah kerukunan dan kedamaian hinga akan menghasilkan sebuah
kebahagiaan dalam lingkungan bermasyarakat.

Dalam ajaran Tri Hita Karana selain parhyangan, juga terdapat suatu hubungan
yang disebut dengan pawongan. Pawongan adalah hubungan harmonis antara sesame
umat manusia. Dalam hal ini ditekankan agar semua umat beragama untuk selalu
mengadakan komunikasi dan hubungan yang harmonis melalui suatu kegiatan sima
Krama Darma Santhi atau disebut dengan tali silaturahmi. Kegiatan ini dipandang
strategis dan dianggap penting mengingat bahwa umat manusia selalu hidup
berdampingan dan tidak bisa untuk hidup sendirian. Oleh karena itu tali persahabatan dan
persaudaraan harus tetap terjaga dan terjalin dengan baik. Pada dasarnya seorang
pemimpin yang bijaksana, akan selalu menjalin komunikasi yang baik di dalam
lingkungan masyarakat, dan lingkungan pekerjaannya. Untuk menjaga agar komunikasi
dapat terjalin dengan baik, maka seorang pemimpin benar-benar harus memilah setiap
kata dan Bahasa yang diucapkan, agar tidak menyakiti perasaan orang lain, dan tidak
menimbulkan suatu persepsi negative oleh masyarakat yang dipimpinnya. Selalu bersikap
seimbang, tidak membeda-bedakan, menilai sesuatu hal tidak hanya melihat dari satu sisi
20
saja, lalu mengambil sebuah keputusan dengan pikiran yang kurang rasional. Dengan
mampu menjaga hubungan ini niscaya seorang pemimpin akan lebih dipermudah dalam
menjalakan tugasnya. Sehingga hubungan antar umat manusia dapat terjalin dengan
komunikasi yang baik dan didasarkan pada etika serta tata karma pada kepemimpinan
hindu yang diajarkan dalam konsep Tri Hita Karana.

Seorang pemimpin selain harus bisa menjaga hubungan yang harmonis antara
umat manusia dengan Tuhan, antar sesama masyarakat, dan terakhir adalah dimana
seorang pemimpin juga sangat perlu memperhatikan keseimbangan umat manusia
dengan lingkungannya. Pada umumnya, lingkungan atau disebut alam adalah wadah
dari sebuah kehidupan. Apabila anggota masyarakat yang merupakan komponen penting
yang menetap dalam wadah kehidupan sudah sepantasnya untuk bisa melestarikan alam
lingkungan menjadi lebih baik agar nantinya dapat memberikan suatu kenyaman
bagi para penghuninya. Hubungan ini dalam ajaran Tri Hita Karana disebut dengan
Palemahan. Dalam ajaran ini menekankan kepada seluruh umat manusia untuk tetap
menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar, sehingga terwujud keharmonisan alam dan
tetap terjaganya keseimbangan ekosistem. Untuk mewujudkan keharmonisan dan
keseimbangan dengan alam lingkungan, diperlukan gagasan atau ide dari seorang
pemimpin untuk bisa merangkul, mempertahankan, mengajarkan serta melestarikan adat-
istiadat, budaya dan bahkan suatu tradisi yang dapat dijadikan sebagai sebuah
pedoman sehingga akan dapat dilaksanakan khususnya bagi Umat Hindu. Bentuk-
bentuk nyata melalui pengalaman makna Tumpek Uduh, Tumpek Kandang dan
Caru (bhuta yadnya) dengan berbagai tingkatannya. Semua hal itu merupakan
sebuah tatanan mendasar dan mengandung konsep-konsep keseimbangan yang pada
intinya memberikan dorongan untuk menumbuh kembangkan rasa cinta kasih
kepada sesama dan alam lingkungannya.

Apabila ketiga konsep Tri Hita Karana dapat diamalkan, dilaksanakan, dan
dilestarikan maka hal ini tidak akan sulit untuk menjadi sebuah kebiasaan. Dengan
menerapkan konsep dari Tri Hita Karana, yaitu Parhyangan, Pawongan, Palemahan,
maka seorang pemimpin akan dapat mempertanggungjawabkan (akontabilitas) kinerjanya
serta dapat menciptakan suatu hubungan yang harmonis dan seimbang pada
21
tiga komponen yang ada sehingga akan memberikan feed back positif kepada
lingkungan masyarakat yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus menajdi seorang
pemikir yang analitis dan konseptual sehingga dapat mengidentifikasi setiap permasalahan
terlebih dahulu sehingga dapat memberikan solusi dengan pikiran yang rasional. Sebagai
umat hindu kiranya seorang pemimpin perlu menanamkan pemahaman yang mendalam
untuk berbuat kebenaran berdasarkan ajaran Dharma sebagai bentuk atau wujud
persembahan dan pengabdian (Yasa Kerthi) guna untuk kepentingan masyarakat, bangsa,
dan Negara. Pada dasarnya seorang pemimpin akan dianggap sukses dalam menjadi
seorang pemimpin apabila dalam melaksanakan ugasnya dengan baik, membuat anggota
masyarakatnya merasa bahagia karena diperhatikan, menjaga hubungan yang harmonis dan
dapat menciptakan kerukunan yang hakikat

F. Kasus Terkait penerapan THK Dalam Pendidikan


1. kampus yang menerapkan THK adalah kampus STHD Klaten dalam upaya
meningkatkan Karakter Mahasiswa. Anak muda yang menjadi generasi penerus dalam
perubahan dan pembangunan bangsa sangat memerlukan pedoman dasar dalam
mengatasi pengaruh negatif di zaman era globalisasi ini. Oleh sebab itu kampus
melakukan n pembinaan ajaran agama yang baik sebagai pedoman prilaku dalam upaya
membangun moralitas dan karakter melalui ajaran Tri Hita Karana. Pengembangan
pengajaran dari masing masing ajaran Tri Hita Karana tersebut pada bagian yang pertama
adalah dengan cara membiasakan mengucap syukur ataupun salam dan melaksanakan
sembahyang tri sandya sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan belajar mengajar di
kampus sebagai wujud bhakti hubungan antar manusia dengan Tuhan. Sebagai bentuk
hubungan antar sesama manusia diwujudkan dengan saling membantu jika teman
mengalami kesulitan, saling tolong menolong antar mahasiswa maupun semua elemen
yang ada di lingkungan kampus tanpmembedakan status sosial, jenis kelamin, suku dan
ras, masing masing saling menghormati dan taat kepada orang yang lebih tua dan pada
aturan kampus yang berlaku

22
2. Penerapan THK oleh kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan
yaitu sebagai Contoh nyata kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai pimpinan disekolah,
yaitu: (1) mengajak seluruh warga sekolah melaksanakan persembahyangan
bersama saat hari raya purnama dan tilem demi menjaga dan menerapkan nilai-
nilai Parahyangan. (2) mengajak warga sekolah untuk melaksanakan pembersihan
dan gotong royong demi menjaga lingkungan sekolah agar tetap nyaman. Hal ini
sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Palemahan. (3) berdiskusi dan menerima
masukan serta saran dari guru-guru, orang tua siswa demi kemajuan dan
konduktifnya suasana disekolah.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab
kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: Manusia dengan
Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan sesamanya
Ketika manusia tidak lagi menghiraukan lingkungannya maka lingkungan pula
tidak akan pernah bersahabat dengan kita. Begitu pula ketika manusia dan sesamanya
tidak memiliki hubungan yang harmonis maka akan terjadilah gesekan-gesekan yang
menyebabkan hal-hal yangtidak kita inginkan bersama.Apalagi ketika manusia dan
ciptaannya tidak terjadi hubungan yang harmonis tentu akan berdampak sangan buruk
bagi manusia.
Tri Hita Karana adalah Tiga hubungan yang menyebabkan terjadinya
kebahagiaan. Unsur-unsur dari Tri Hita Karana yaitu antara lain :
1. Parhyangan, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan.
2. Pawongan, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia.
3. Palemahan, yaitu hubungan antara manusia dengan alam.
Tujuan adanya Tri Hita Karana yaitu agar terciptanya kehiduan yang aman, nyaman
dan sejahtera antara manusia dengan buana agung maupun buana alit. Dengan demikian
manusia harus senantiasa menjaga keselarasan hubungannya dengan Tuhan, sesama
manusia serta lingkungan tempat hidupnya.
Melalui praksis-praksis THK maka pendidikan Hindu kita akan dapat
mengembangkan potensi diri siswa/mahasiswa bersama potensi diri seluruh pendidik dan
tenagakependidikan. Akibatnya akan terbangun inisiatif dan kreativitas, kebutuhan
hidup bersama, tolong menolong. THK juga mengajarkan terwujudkan tujuan dan
sasaran dari fase-fase kehidupan manusia secara bertahap yaitu: (1) masa Brahmacari
untuk menggali dan mengembangkan ilmu; (2) masa Grihasta sebagai masa berumah
tangga dan bekerja mencari penghidupan dengan membangun keluarga sukinah; (3) masa
Wanaprasta sebagai masa menjalani pensiun dari aktivitas kerja; (4) masa Bhiksuka

24
sebagai masa untuk mendekatkan diri dengan fase ketiga dari kelahiran dan kehidupan
yaitu kematian.
Pengembangan pendidikan Hindu indigenious wisdom THK dapat menyiapkan
lulusan menjadi bagian dari masyarakat yang memahami empat profesi catur warna dalam
kehidupannya di masyarakat. Sebagai Brahmana bertugas memelihara dan
mengembangkan ilmu; Kesatria memerankan fungsi perlindungan; Waisya membangun
kemakmuran; dan Sudra sebagai tenaga kerja. Brahmana berkerja membangun kekuatan
moral, kesejukan hati. Kesatria membangun kekuatan regulasi, memberi keamanan, dan
keadilan. Waisya bekerja membangun kekuatan ekonomi dan memberi kesejahteraan.
Sudra membangun kekuatan demokrasi memberi kerukunan me-nyame braya,
kekeluargaan dan kebersamaan dalam hidup berdampingan. Konsep THK mengajarkan
satu hal yaitu menghilangkan ego manusia, yakni perubahan dari wiswawara (eksklusif)
menjadi wiswamitra (integratif). Akibatnya akan selalu ada sikap mental melayani dan
bukan dilayani menerapkan ajaran Tri Pararta yaitu asih, punia, bhakti yaitu hidup
berdampingan saling mengasihi, saling memberi, dan menghormati.

Tri Hita Karana adalah merupakan suatu ajaran dan pedoman yang menjadi
konsep ideal serta landasan dasar dari etika seorang pemimpin menurut Hindu
untuk menciptakan kepemimpinan yang menghasilkan komunikasi yang baik, hubungan
yang harmonis sehingga memicu kerukunan dan berhasil untuk menciptakan suatu
kebahagiaan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, serta
hubungan manusia dengan lingkungannya

B. Saran

Kami berharap kepada seluruh umat hindu yang ada khususnya


mahasiswa/mahasiswa agar menjaga hubungan harmonis dengan ide shangyang widhi
karena dari situlah kita mampu mengimbangi kesadaran kita sebagai umat manusia sadar
akan kepentingan kita, dengan sesama dan lingkungan kita. Beliau mengajarkan pada
umatnya agar mengindahkan ciptaannya sehingga terjadi keselarasan hidup yang ingin
dicapai.

25
DAFTAR PUSTAKA

Agastia, I.B.G. (November 2007). Mengkritisi impelemtasi tri hita karana. Warta Hindu Dharma,
491, 40-41.
Cheng, Y.C. (2005). New paradigm for re-engineering education, globalization, localization and
individualization. Dordrecht: Springer.
Djohar, (1999). Reformasi dan masa depan pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: IKIP Negeri
Yogyakarta.
Djohar, (2008). Budaya lokal sebagai basis pendidikan, Makalah seminar di Percetakan Kanisius
Yogyakarta.
Karmini, Ni Wayan, dkk. 2000. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact
Singh, M. (2009). Social and Cultural Aspects of Informal Sector Learning: Meeting the Goals
of EFA. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International handbook of
education for the changing world of work, bridging academic and vocational learning
(pp. 349-364). Bon: Springer.
Sudira P. (2011). Praksis tri hita karana dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali,
Disertasi: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudira P. (2011). Paradigma pendidikan berbasis tri hita karana, Majalah Hindu Raditya
Sudira P. (2011). Revitalisasi pembelajaran pendidikan agama hindu, Majalah Hindu Raditya
Sudira P. (2011). Reconceptualization Vocational Education and Training in Indonesia based-
on “Wiwekasanga”: Proceeding; International Conference VTE The Roles of
Vocational Education in The Preparation of Professional Labor Force
Sudira P. (2011). Praksis tri hita karana dalam struktur dan kultur pendidikan karakter kejuruan
pada SMK di Bali: Jurnal Pendidikan Karakter, Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudira P. (2012). Pendidikan Kejuruan Dan Vokasi Berbasis Tri Hita Karana: Proseding Kongres
Pendidikan dan Pengajaran UGM
Sudira P. (2012). SMK Kearifan Lokal Tri Hita Karana. Jurnal ADGVI Vol. 2 No. 2: Program
Pascasarjana UNY
Sujana,S.Pd, I Wayan. 2011. “Tri Hita Karana”. Bali. 22 Maret 2011. Diakses tanggal: 27 Januari
2013. Diunduh dari: http://wiranhu.blogspot.com/tri-hita-karana503.html

26
Sudira P. (2013). "Tri Hita Karana" and the Morality of Sustainable Vocational Education:
Proceeding International Seminar The 8th Asia Pacific Network for Moral Education,
Yogyakarta State University, Indonesia
Sudira P. (2013). Indigenous Wisdom Tri Hita Karana dan Pengembangan SDI Melalui SMK:
Proseding LPPM UNY
Tilaar, H.A.R., (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Wastika, D.N. (2005). Penerapan Konsep Tri Hita Karana Dalam Perencanaan Perumahan
di Bali. Jurnal Permukiman Natah Vol. 3 No. 2, 62 - 105.
Wagner, T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books
Wiana, IK., (29 November 2003). Kewajiban Utama Desa Pakraman Menegakkan Tattwa.
Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2010, dari http://www.iloveblue.com/bali gaul
funky/artikel bali/category/KETUT%20WIANA/10/13.htm
Wiana, IK., (20 Juli 2009). Membenahi Motivasi Kerja. Diunduh pada tanggal 2 Juni 2010,
dari http://www.iloveblue.com/bali gaul funky/artikel_bali/ detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Tantangan SDM Hindu kedepan. Diunduh pada tanggal 2 Jui 2010,
dari http://www.iloveblue.com/bali gaul funky/artikel_bali/ detail/2820.htm
Wiana, IK., (8 Juni 2009). Kegiatan Beragama Hindu Membangun SDM Bermutu. Diunduh
pada tanggal 2 Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/ baliqaulfunky/ rtikel_bali/
detail/2820.htm
Wiana, IK., (6 April 2009). Dosa kalau Pendidikan tanpa Karakter. Diunduh pada tanggal 2
Juni 2010, dari http://www.iloveblue.com/ baliqaulfunky/rtikel_bali/ detail/2820.htm.
Zajda, J., Biraimah, K., Gaudelli, W.(2008) Cultural Capital: What Does It Offer Students? A
Cross-National Analysis . Education and Social Inequality in the Global Culture
Melbourne: Springer Science+ Business Media B.V

27

Anda mungkin juga menyukai