Anda di halaman 1dari 10

A.

Latar belakang
B. Tinjauan Ulang filsafat Ilmu
 Ontologi adalah studi tentang yang ada secara universal. Ontologi berusaha mencari
inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap
bentuknya (Endraswara, 2012). Ilmu itu ada, tentu ada asal muasalnya. Dengan
berpikir ontologi, manusia akan memahami tentang eksistensi suatu ilmu (Latif, M.,
2015). Di sisi lain, secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya
hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam
kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek
penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah
kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan
kehidupan
 Epistemologi sebagai teori pengetahuan yang benar merupakan cabang filsafat yang
berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian dan dasar-dasarnya,
serta pertanggungjawaban atas pengetahuan yang dimiliki (Bakhtiar, 2010, hlm. 148).
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan (Tafsir,A., 2013, hlm. 23). Epistemologi mencari kebenaran
pengetahuan, bagaimana sesuatu dikatakan benar atau salah dapat dikaji berdasarkan
tiga teori kebenaran yang dijelaskan sama dalam bukunya (Sadulloh, U., 2007; Ihsan,
F, 2010) yakni teori korespondensi (correspondence theory), teori koherensi
(coherence theory), dan teori pragmatisme (pragmatism theory).
 Aksiologi disebut juga sebagai teori nilai sebagai cabang filsafat yang membahas atau
mengkaji secara mendalam mengenai hakikat nilai dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan. Melihat kajian aksiologi yang cukup luas, Suseno dalam Sumarna
(2008, hlm. 59) menyatakan bahwa “... para ilmuwan membagi bidang ini pada apa
yang disebut etika dan estetika”. Untuk mendalami aksiologi secara fokus dibahas
dalam bidang etika dan estetika.
C. Bimbingan dan Konseling
1. Posisi Bimbingan dan Konseling sebagai Ilmu
Dalam kajian bimbingan dan konseling, ontologi memiliki perannya sebagai
landasan dalam keilmuannya mengenai hakikat keilmuan bimbingan dan konseling,
objek yang dibahas dalam keilmuan bimbingan dan konseling, dan bagaiman kaitan
hakikat dengan objek sehingga membentuk keilmuan bimbingan dan konseling.
Dalam menelaah sumber dan metode keilmuan bimbingan dan konseling terdapat juga
peranan epistemologi didalamnya.
a. Hakikat keilmuan bimbingan dan konseling
Sebagai suatu displin ilmu, bimbingan dan konseling yang merupakan
bagian dari sistem pendidikan berawal dari hakikat keberadaan manusia. Menurut
Prayitno dan Erman Amti (2004, hal 11) hakikat manusia sebagai makhluk paling
indah dan paling tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan
berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman. Lebih tepatnya lagi manusia
menyadari mereka memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang menjadi
bermanfaat dan berguna bagi dirinya dan masyarakat. Namun selama proses
perkembangannya manusia selalu dihadapi dengan masalah-masalah kehidupan
yang berkemungkinan menghambat perkembangan mereka. Bimbingan dan
konseling menjadi salah satu keilmuan yang yang berupaya membantu individu
mengembangkan potensinya dari tantangan masalah-masalah kehidupan yang
akan dihadapi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syamsu Yusuf dan Juntika (
2014, hal 85) konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia
melalui sejarah “developing one’s potential” (pengembangan potensi individu)
tentang upaya-upaya untuk mengembangkan dan memperkuat individu melalui
pendidikan, sehingga mereka dapat mengisi peranannya di masyarakat.
b. Objek Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Objek kajian bimbingan dan konseling adalah upaya bantuan yang diberikan
kepada individu yang mengacu pada keempat fungsi pelayanan, yaitu fungsi
pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan/pengembangan.
Segenap hal yang berkenaan dengan upaya bantuan itu(termasuk didalamnya
karakteristik individu yang meperoleh layanan, jenis-jenis layanan dan kegiatan,
kondisi pelayanan, dan lain-lain) diungkapkan, dipelajari seluk beluk dan sangkut
pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan akhirnya
disusun secara logis dan sistematis menjadi paparan ilmu.
c. Sumber keilmuan bimbingan dan konseling
Sebagai suatu disiplin ilmu, adanya bimbingan dan konseling dilandasi dari
kajian epistemologi dalam memperoleh sumber ilmu pengetahuan. Kajian
bimbingan dan konseling menurut Kartadinata (2007) berfokus pada
pengembangan (perilaku) individu untuk mewujudkan keberfungsian diri dalam
lingkungan, membantu individu berkembangan secara efektif. Lebih lanjut,
Kartadinata (2007, hlm. 106) menjelaskan sumber teori bimbingan dan konseling
dibangun dari landasan filosofi tentang hakikat manusia, teori kepribadian, teori
perkembangan belajar, pemahaman sosio-antropologik-kultural serta sistem nilai
dan keyakinan. Peran epistemologi dalam bimbingan dan konseling pun
sebelumnya menyebabkan adanya pergeseran dalam paradigma dan kerangka
model layanan bimbingan dan konseling yang mana saat ini kerangka model yang
diterapkan adalah layanan bimbingan dan konseling komprehensif (Sanyata, S.,
2013, hlm.7).
Jika ditinjau dari perkembangan sejarahnya, sumber disiplin ilmu bimbingan
dan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004) ada empat perkembangan
konsepsi bimbingan dan konseling diantaranya:
a) Perkembangan pertama pelayanan bimbingan yang belum mencakup
pelayanan konseling pada masa Parsonian yang mengacu pada bimbingan
dan jabatan hingga adanya penekanan pada bimbingan pendidikan
b) Perkembangan kedua pelayanan bimbingan yang sudah meliputi pelayanan
konseling sebagai salah satu bentuk pelayanan bimbingan dengan tujuan
membantu individu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan individu
itu yang kadang-kadang amat pelik dan mendasar.
c) Perkembangan ketiga konsep pelayanan bimbingan dan konseling saling
berhimpitan dimana pada tujuan utama bimbingan untuk memenuhi tugas-
tugas perkembangan dan membantu mengembangakan kemampuan dan
potensi individu, namun sampai pada masa ingin mengembalikan konsep
bimbinga dan konseling dalam rangka membantu pemecahan masalahyang
dihadapi individu
d) Perkembangan keempat pelayanan konseling yang meliputi seluruh pelayanan
yang dahulu disebut bimbingan dan konseling.
Perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia Prayitno dan Erman
Amti menegaskan kembali istilah bimbingan dan konseling masih perlu
dipertahankan, namun dari segi pelayanannya hendaknya menekankan porsi yang
lebih besar pada konseling
d. Nilai dan moral keilmuan bimbingan dan konseling
Menurut Bakhrudin All Habsy (2017, hal 4) Aksiologi dari ilmu
Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu individu agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,dan
norma agama), mengantisipasi berbagai masalah yang terjadi dan berupaya untuk
mencegah terjadinya masalah, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
yang digunakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa. Bagi bangsa Indonesia
yang menjadi landasan filosofis bimbingan dan konseling adalah Pancasila, yang
nilai-nilainya sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan
yang bermartabat. Sebagaimana Syamsu dan Juntika (2011 : 6) mengemukakan
bahwa bagi bangsa Indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan
konseling adalah Pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan fitrah manusia itu
sendiri sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Sehubungan dengan hal itu,
program bimbingan dan konseling harus merujuk kepada nilai-nilai yang
terkandung dalam kelima sila Pancasila tersebut. Pancasila sebagai landasan
bimbingan dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut.
1) Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila pancasila. Dengan demikian tujuan
bimbingandan konseling itu adalah memfasilitasi individu (peserta didik) agar
mampu (a) mengembangkan potensi, fitrah, atau jati dirinya sebagai makhluk
Tuhan, dengan cara mengimani, memahami dan mengamalkan ajaran-Nya; (b)
mengembangkan sikap-sikap yang positif, seperti respek terhadap harkat dan
martabat diri sendiri da orang lain, dan berskap empati; (c) mengembangkan
sikap kooperatif, kolaboratif, toleransi, dan altruis (ta’awun bilma’ruf); (d)
mengembangkan sikap demokratis, menghargai pendapat orang lain, bersikap
terbukaterhadap kritikan orang lain, dan bersikap mengayomi masyarakat; dan
(e) mengembangkan kesadaran untuk membangun bangsa dan Negara yang
sejahtera dan berkeadilan dalam berbagai aspek kehidupan (ekonomi, hukum,
pendidikan, dan pekerjaan)
2) Konselor seyogianya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa,bersikap respek terhadap orang
lain, mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap demukratis, dan bersikap
adil terhadap para siswa.
3) Perlu melakukan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang
mendukung terwujudkannya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan perorangan
maupun masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu di antaranya: (1) menata
lingkungan hidup yang hijau berbunga, dan bersih dari polusi (udara,air,dan
limbah/sampah; (2) mencegah atau memberantas kriminalitas, minuman keras,
judi dan penggunaan obat-obat terlarang (seperti narkoba/naza); (3)
menghentikan tayangan-tayangan yang merusak aqidah, dan ahklak (moral)
warga masyarakat, terutama anak-anak dan remaja; (4) mengontrol secara
tepat penjualan alat-alat kontrasepsi (terutama pil dan kondom); dan (5)
memberantas korupsi dan melakukan clean government (pemerintahan yang
bersih).
2. Posisi Bimbingan dan Konseling sebagai Praksis
Bimbingan dan konseling tidak hanya memiliki posisi sebagai ilmu dan
teoritis, namun juga sebagai penerapan praksis. Posisi bimbingan dan konseling
sebagai praksis memiliki tujuan pelaksanannya dengan program-program yang telah
ditetapkan sebagaimana yang dikatakan oleh Syamsu Yusuf (2007, hlm. 464) bahwa
tujuan merupakan pernyataan yang menggambarkan hasil yang diharapkan atau
sesuatu yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan yang diprogramkan maka
bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar memiliki kemampuan
untuk mengembangkan potensi dirinya atau menginterprestasi nilai-nilai yang
terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasai. Dalam
merealisasikan tujuan untuk memfasilitasi perkembangan siswa pada semua aspek
kehidupannya bimbingan dan konseling tidak hanya sebagai proses penyembuhan
atau pemecahan masalah namun pada saat ini diartikan sebagai sebuah program yang
mengandung prinsip bimbingan konseling perkembangan atau yang sering disebut
juga dengan bimbingan dan konseling komprehensif (Suherman, 2007 hlm. 25).
Struktur program tersebut menurut Murro dan Koffman (1995, dalam Syamsu
Yusuf & Juntika 2009, hlm. 26) diklasifikasikan kedalam 4 jenis layanan, yaitu: (1)
layanan dasar bimbingan, (2) layanan responsif, (3) layanan perencanaan individual,
dan (4) dukungan sistem. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling, sebagai
praktisi (konselor/guru bk) di lapangan yang seharusnya, harus mempertimbangkan
pendekatan-pendekatan, teori dan model-model bimbingan dan konseling sebagai
pedoman dalam pelaksanaannya. Pendekatan dalam bimbingan konseling benar-benar
diperlukan untuk mencapai tujuan konseling yang terarah dan tidak asal-asalan.
Dalam menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan
konseling, Lis Haryanti (2009) menyatakan bahwa setiap pendekatan memiliki
pandangan yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi manusia, kondisi manusia, dan
lain-lain. Pandangan tentang manusia ini akan melahirkan konsep dan landasan
filosofis mengenai bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, merujuk pada filosofis
ini, Anas Salahudin (2010, hlm 61) yang mengutip pandangan Gerald Corey (2005),
menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan konseling yaitunya (1)
Pendekatan Psikoanalitik, (2) Pendekatan Eksistensial Humanistik, (3) Pendekatan
Client-Centered, (4) Pendekatan Gestalt, (5) Pendekatan Analisis Transaksional, (6)
Pendekatan Tingkah Laku, (7) Pendekatan Rasinal Emotif, (8) Pendekatan Realitas.
Sebagai ilmu pendidikan praksis, bimbingan dan konseling juga harus
menerapkan nilai dalam pelaksanaannya sebagaimana diungkapkan dalam tulisan
Prof. Dr. Sunaryo Kardinata (dalam Ni Wayan Suarniati, 2017, hal 79) menulis artikel
di harian Pikiran Rakyat, tanggal 6 September 2006 dengan tegas mengungkapkan
bahwa “Layanan Bimbingan dan Konseling Sarat Nilai”. Beliau memaparkan bahwa
pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis
normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul
hakikat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan
perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami
perkembangan nilai, namun seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang
dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan
diri untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan
makna nilai kehidupannya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Prayitno (2012, hlm
20) dalam praktiknya konselor dapat membicarakan secara terbuka dan terus terang
segala sesuatu yang menyangkut norma dan nilai-nilai itu: bagaimana
berkembangnya, bagaimana penerimaan masyarakat, apa dan bagaimana akibat yang
dapat timbul bila norma dan nilai-nilai seperti itu terus dianut, diabaikan, dilanggar
sehingga jelaslah bahwa norma dan nilai-nilai itu perlu dibahas dari segenap seginya,
agar klien memiliki bahan yang cukup dalam mengambil keputusan tentang norma
dan nilai-nilai yang akan diambilnya. Beberapa nilai utama yang harus senantiasa
diterapkan oleh konselor yaitu, kerahasiaan, kesukarelaan dan keterbukaan serta
pengambilan keputusan oleh klien, nilai-nilai utama tersebut disebut juga sebagai
etika dasar dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling (Hansen, Stevic, &
Warner, 1982;Munro, 1985; Gibson, & Mitchel, 2011 dalam Hariko, 2016).
Dari penjelasan tersebut, kami memaparkanya pada tabel berikut:

No. Runtutan Teoritik Perspektif Praksis BK


1 Sumber-sumber ilmu  Hakikat manusia
 Teori kepribadian, teori perkembangan
belajar, pemahaman sosio-antropologik-
kultural serta sistem nilai dan keyakinan.
 (melahirkan ilmu psikologi dimana manusia
menjadi subjek dalam pembahasannya).
2 Metode, Proses, dan  Program bimbingan dan konseling
Prosedur komprehensif (meliputi layanan dasar,
layanan responsif, perencanaan individual
dan dukungan sistem
3 Pendekatan  Pendekatan Psikoanalitik
 Pendekatan Eksistensial Humanistik
 Pendekatan Client-Centered
 Pendekatan Gestalt
 Pendekatan Analisis Transaksional
 Pendekatan Tingkah Laku
 Pendekatan Rasinal Emotif
 Pendekatan Realitas
4 Nilai  Kerahasiaan
 Kesukarelaan
 Keterbukaan
 Pengambilan keputusan oleh klien

D. Pembahasan
1. Pembahasan Umum
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dalam pendidikan
dimana pendidikan bertolak dari usaha pengembangan kualitas manusia. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Rochman (2007, hlm. 3) bahwa pendidikan diartikan sebagai
upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia yang memilki idealisme nasional
dan keunggulan profesional serta kompetensi yang dimanfaatkan untuk kepentingan
bangsa dan negara. Bimbingan dan konseling menempatkan individu (manusia)
sebagai subjeknya. Individu merupakan subjek karena memiliki kepribadian yang
merupakan perpaduan aspek-aspek fisik dan psikis dan aneka potensi, kecakapan dan
karakteristiknya. Kepribadian individu akan selalu berkembang melalui proses
interaksinya dengan lingkungan, baik lingkungan alam, sosial, dan budaya.
Berkaitan dengan hal tersebut, layanan bimbingan dan konseling
membutuhkan layanan mendasar yang tepat dan kuat. Layanan yang menempatkan
manusia secara hakiki, didasari dengan pertanyaan mendasar yang mengungkap siapa
individu, mengapa individu perlu dibantu dan bantuan apa yang harus diberikan.
Pertanyaan tersebut menjadi hal yang esensial dalam mencapai kemandirian individu
sebagai tujuan utama bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, pemikiran utama dari
filsafat bimbingan dan konseling bersumber dari filsafat manusia. Disiplin Ilmu
Bimbingan dan Konseling adalah ilmu pengetahuan yang mandiri berakar pada
filsafat dan agama, dia berkembang dari disiplin-disiplin ilmu dasar yang terdiri atas
psikologi, antropologi sosial, dan sosiologi (Tyler dalam Wilkins and Perlmutter,
2016). Menurut Bakhrudin All Habsy (2017, hal 2-3) Bimbingan dan Konseling
merupakan suatu ilmu berusaha memfasiltasi pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Disiplin Ilmu Bimbingan dan Konseling adalah ilmu pengetahuan yang
menggunakan metode ilmiah dalam melahirkan berbagai teori dan praksis Bimbingan
dan Konseling. Subjek kajian utamanya adalah hakekat, aktivitas, dan komuinikasi
antar pribadi manusia yang berdimensi nilai filosofis, psikologis, sosiologis,
antropologis, dan budaya yang religious, dan batang tubuh ilmu Bimbingan dan
Konseling divisualisasikan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Batang Ilmu Bimbingan dan Konseling

BUDAYA DAN SUASANA LINGKUNGAN

Program bimbingan dan Manfaat bagi program sekolah

Praksis Bimbingan dan


konseling pendidikan
konseling komprehensif  Bagi guru
ILMU-ILMU LAIN

 Bagi orang tua

TEKNOLOGI
 Layanan dasar  Bagi adminstrator
 Layanan individual  Bagi dept. PendidikanBagi
 Layanan responsif layanan mahasiswa
 Dukungan sistem  Bagi konselor sekolah

Teori-teori Bimbingan dan Konseling

Ilmu Bimbingan dan konseling

PSIKOLOGI PENDIDIKAN PSIKOLOGI KONSELING

PAEDAGOGI ANTROPOLOGI BUDAYA

PSIKOLOGI SOSIOLOGI

FILASAFAT
AGAMA

Sumber, Bakhrudin All Habsy (2017)

2. Pembahasan Khusus
Secara khusus bimbingan dan konseling merupakan suatu ilmu pendidikan
praksis yang diterapkan dari teori-teori bimbingan dan konseling secara ilmu
pendidikan teoritis seperti yang dijelaskan oleh Rochman (2007, hlm. 2) bahwa
penerapan ilmu pendidikan praksis dapat dilihat dari segi kajian pendidikan,
penerapan teori pendidikan yang meliputi seni mendidik (paedagogi, andragogi)
pengembangan kurikulum, pengajaran atau pembelajaran, teknologi pendidikan,
bimbingan dan konseling, administrasi/manajemen pendidikan, evaluasi dan
penelitian pendidikan. Kedua jenis seyogyanya tidak dipisahkan, sebaiknya siapa yang
berkecimpung dalam bidang pendidikan perlu menguasai keduanya. Teori mengandaikan
praktek dan praktek berlandaskan teori.
Dalam praksis pendidikan di sekolah, bimbingan dan konseling merupakan
suatu komponen pendidikan yang penting, karenanya turut memberikan kontribusi
dalam pembentukan dan pengembangan kompetensi lulusan lembaga pendidikan
formal yang merupakan pengejawantahan dari terwujudnya tujuan utuh pendidikan
sesuai dengan standar kompetensi lulusan masing-masing jenjang dan jenis
pendidikan, yang dihasilkan pada tercapainya sosok lulusan yang memiliki karakter
yang kuat serta menguasai soft skills dan hard skill sebagai individu warga
masyarakat masa depan yang menghargai keragaman sebagai perekat integrasi bangsa
serta pada saat yang sama juga memiliki landasan kemampuan yang tangguh sebagai
daya saing yang tinggi, bukan saja di arena lokal dan nasional, bahkan juga di arena
regional dan global (Hartono, 2009 hlm. 6).
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa bimbingan dan
konseling sebagai ilmu pendidikan praksis yang merupakan penerapan dari ilmu
pendidikan teoritis bimbingan dan konseling selalu dibutuhkan pengembangan dari
masa ke masa. Salah satu pengembangan tersebut diproduksi dari berbagai hasil
penelitian-penelitian oleh para ahli dan ilmuwan bimbingan dan konseling dalam
mencari kebenaran menggunakan metode ilmiah. Adapun penelitian-penelitian yang
telah ada sebagai pengembangan teori bimbingan dan konseling ini kami uraikan
dalam tabel berikut:

Anda mungkin juga menyukai