Oleh :
2021
Abstrak
Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial yang terikat dengan
norma-norma. Iman dan ilmu juga merupakan hakikat manusia yang membedakannya dari
makhluk lain. Untuk menjawab tantangan zaman, dimana dunia secara cepat semakin
berkembang, manusia perlu kembali kepada hakikatnya, dan pendidikan dapat menjadi salah satu
jawaban. Dalam pendidikan, pendidik dan peserta didik sama-sama memiliki peranan yang
penting dalam mencapai tujuan pendidikan jika dikaji dari landasan filosofi pendidikan
idealisme, realisme, pragmatisme, dan eksistensialisme dan Pancasila. Hal ini dikarenakan
aliran-aliran filsafat ini memiliki fokus yang berbeda dalam memaknai hakikat manusia dan
pendidikan. Namun pada akhirnya semuanya sama-sama bermuara pada pembangunan manusia.
Pendahuluan
Harari (2018) dalam bukunya menjelaskan bahwa saat ini, di abad ke 21, teknologi
semakin berkembang, kematian akibat peperangan dan wabah penyakit berkurang, dan
kemudahan-kemudahan lainnya dalam hidup tercapai. Namun segala perkembangan tersebut
tidak selalu diiringi dengan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Harari menjelaskan,
bahwa saat ini manusia mengalami suatu keadaan yang belum pernah ada sebelumnya dan
merupakan keadaan yang lebih buruk dari eksploitasi dan kekerasan fisik, yaitu sebuah
irelevansi. Manusia semakin kehilangan jati dirinya dan merasa tidak dibutuhkan karena
otomatisasi semakin berkembang. Negara-negara kecil seperti Singapura dan Luxemburg sebagai
negara dengan GDP terbesar tidak perlu memiliki banyak populasi untuk mencapai kejayaan
ekonomi. Hal ini semakin membuktikan bahwa manusia semakin kehilangan nilainya. Maka,
tidak jarang pertanyaan yang menjadi pembahasan dan perbincangan mengapa perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan tidak dapat membuat hidup manusia menjadi lebih bahagia?
Berbicara tentang manusia, tentunya pada saat yang sama akan membahas filosofi
antropologi yang mengungkapkan karakteristik dan sifat dasar manusia. Dalam antropologi,
hakikat manusia menjadi salah satu bahasan penting. Leahy dalam Sumantri (2015) menjelaskan
bahwa “hakikat manusia” merupakan seperangkat gagasan manusia dengan karakteristik khas
yang dimilikinya. Mustari & Rahman (2011) menyebutkan 3 hakikat manusia, yaitu: manusia
sebagai makhluk bermoral yang perilakunya terikat dengan norma susila, manusia sebagai
makhluk individu yang akan mengutamakan kepentingan pribadi, dan manusia sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Mutahhari dalam Erliani (2019) menambahkan bahwa salah
satu hakikat yang membedakan manusia dengan hewan adalah kepemilikan iman dan ilmu.
Kembali kepada permasalahan mengenai kebahagiaan manusia, saat ini manusia semakin
jauh dari kebahagiaan walau hidup semakin menjadi lebih mudah. Semakin jauhnya manusia
dari hakikatnya mungkin merupakan salah satu alasan yang dapat menjelaskan keadaan ini.
Liberalisme telah membawa kebebasan yang tidak dapat selalu dipertanggungjawabkan, yang
semakin menjauhkan manusia dari norma susila yang ada. Perkembangan teknologi dan sosial
media pun nyatanya tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas hubungan sesama manusia.
Dan pada akhirnya, walau ilmu semakin berkembang, manusia semakin jauh dari Tuhan dan
iman. Menjauhnya manusia dari hakikatnya inilah yang membuat manusia semakin penuh
dengan kecemasan dan ketidakbahagiaan dalam hidup.
Pendidikan sebagai salah satu aspek universal dalam hidup dapat menjadi jawaban dari
krisis irelevansi yang dialami manusia saat ini. Pada dasarnya, pendidikan memiliki tujuan untuk
mengembangkan potensi yang ada pada manusia. Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan
terdiri dari kegiatan mengajar, mendidik dan melatih manusia untuk meningkatkan keterampilan,
ilmu dan pengetahuan. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan nasional Indonesia
memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME., berakhlak mulia, dan menjadi warga
negara demokratis yang bertanggung jawab. Selain itu, tujuan pendidikan nasional juga untuk
membentuk watak peserta didik dalam rangka membangun peradaban bangsa yang bermartabat
dan cerdas. Dari tujuan dan pelaksanaannya, dapat dilihat bahwa pendidikan merupakan jawaban
untuk mengembalikan manusia pada hakikatnya. Sehingga pendidikan, dengan pendidik dan
peserta didik didalamnya, dapat menjadi jawaban untuk kembali memanusiakan manusia.
Makalah ini akan membahas hakikat manusia, hakikat tujuan pendidikan, hakikat isi
pendidikan lebih mendalam dilihat dari beberapa pandangan filosofis. Selain itu, makalah ini
juga akan membahas implikasi berbagai pandangan filosofis tersebut dalam mencapai tujuan
pendidikan. Pembahasan filosofis ini menjadi sebuah hal yang penting sebagai dasar dari
implikasi dan pelaksanaan nyata pendidikan dalam kehidupan manusia untuk kembali membawa
manusia kepada hakikatnya.
Implikasi Pandangan Antropologi Filsafi terhadap Peranan Pendidik dan Peserta Didik
dalam Mencapai Tujuan Pendidikan
Peranan pendidik dan peserta didik akan dianalisis kedalam beberapa landasan filosofis
pendidikan, diantaranya adalah idealisme dan realisme, nasional (Pancasila), pragmatisme, dan
eksistensialisme.
Kesimpulan
Callahan J. F. & Clark, L.H. (1983). Foundation of education. New York: Macmillan Publishing
Co. Inc.
Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003: Tentang sistem pendidikan nasional.
Jakarta: Depdiknas
Harari, Y. N. (2018). 21 Lessons for the 21st century. New York: Spiegel & Grau.
Mustari, M., & Rahman, T. (2011). Nilai karakter: Refleksi untuk pendidikan karakter.
Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2011.