Gambar 1. Hubungan antara tingkah laku (T) – Pribadi (P) – Lingkungan (L)
menurut Pavlov, Skinner, Lewin dan Bandura (Sumber: http://m-
belajar.blogspot.com/2014/06/sosial-kognitif-albert-bandura-
dan.html)
Albert Bandura dalam Santrock (2004: 286) menyatakan bahwa ketika murid
belajar, mereka dapat merepresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka
secara kognitif. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif)
2
memainkan peran penting. Faktorperson (kognitif) yang ditekankan Bandura pada masa
belakangan ini adalah self-efficacy yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai
situasi dan menghasilkan hasil positif. Hal ini berpengaruh besar terhadap perilaku.
Misalnya, seorang murid yang self-efficacy nya rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk ujian karena tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya
mengerjakan soal.
Selain itu, penerapan teori sosial kognitif dalam hal pembelajaran dan pengajaran
di bidang pendidikan melibatkan dua elemen penting, yaitu Self-Efficacy dan Self-
Regulated Learning.
5
Strategi Pengaturan Diri dalam Belajar
Pebelajar, secara umum, dikatakan memiliki regulasi diri saat mereka belajar
secara metakognitif, termotivasi, dan berprilaku aktif dalam proses belajar. Hal ini
mengasumsikan pentingnya tigaelemen: strategi belajar mandiri siswa, persepsi
self-efficacy, dan keterampilan kinerjayang ditentukan untuk mencapai tujuan
akademik berdasarkan persepsi self-efficacy ((Zimmerman dalam Zimmerman,
1989).
Strategi pengaturan diri dalam belajar adalah himpunan rencana yang dapat
digunakan pebelajar agar mencapaitujuan. Rencana-rencana aksi ini berdasar pada
fase-fase, proses-proses, dan sub proses pebelajar pengaturan diri. Penggunaan
strategipengaturan diri dalam belajarmengurangi kecemasan dan meningkatkan
self-efficacy, yangsecara langsung berhubungan dengan pencapaian tujuandan
prestasi akademik.
Strategi pengaturan diri dalam belajardiklasifikasikan menjadi duakategori,
yaitu strategi kognitif dan strategi metakognitif. Strategikognitif adalah strategi
yang memfokuskan pada proses informasiseperti latihan/ulangan (reherseal),
perluasan (elaboration), danorganisasi. Strategi metakognisi membicarakan
perilaku yangdiperlihatkan pebelajar selama situasi belajar.Beberapa taktik
inimembantu pebelajar dalam mengontrol perhatian,kecemasan, danafek.
Metakognisi adalah kesadaran, pengetahuan, dan kontrolterhadap kognisi.
Zimmerman dan Martinez-pons dalam Zimmerman (1989) mengidentifikasi
strategi-strategi dalam pengaturan diri dalam belajaryang diperoleh dari teori
kognitif sosial, didalamnya melibatkan unsur-unsur metakognitif, lingkungan dan
motivasi. Setiap strategi tersebut bertujuan meningkatkan regulasi diri siswa pada
fungsi personal, behavioral, dan environmental.
Strategi untuk optimalisasi fungsi personal (personal function), meliputi:
1) Organizing and transforming (pengorganisasian dan transformasi). Siswa
menelaah kembali materi-materi pembelajaran untuk meningkatkan
pembelajaran. Misalnya, siswa mempelajari materi pembelajaran dari awal
sampai akhir.
2) Goal setting and planning (penetapan tujuan dan perencanaan). Siswa
menetapkan tujuan belajar serta merencanakan urutan, waktu, dan penyelesaian
aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan tujuan. Misalnya siswa
menentukan jadwal belajar.
6
3) Rehearsing and Memorizing (melatih dan menghapal). Siswa berusaha Untuk
berlatih dan menghapalkan materi. Contohnya siswa mengerjakan soal-soal
latihan dan siswa membaca ulang materi pelajaran agar dapat
menghapalkannya.
7
5) Reviewing Records (melihat kembali catatan). Siswa berusaha melihat kembali
catatan untuk menghadapi ujian. Contohnya siswa membaca ulang catatan dan
melihat referensi tugas sebelumnya.
2. Self-efficacy
Fungsi utama daripada menerapkan teori sosial kognitif yaitu untuk mengenali
dan mengidentifikasi kemampuan seorang siswa yang bisa dikontribusikan dalam
menyelesaikan suatu persoalan yang dilakukan secara strategis dan logis. Maka
muncul pertanyaan dari dalam faktor kognisi tentang keyakinan seorang siswa
apakah hasil prediksi dari tindakan strategis tadi akan mampu atau tidak dalam
menyelesaikan pokok persoalan yang dihadapi dengan baik. Prediksi akan hal
tersebut dapat memengaruhi motivasi individu. Bentuk kasus yang menyinggung
permasalahan mengenai keyakinan tadi dibahas dalam pengertian yang
dinamakan self-efficacy(efikasi diri). Menurut Woolfolk (2009: 127), istilah ini
didefinisikan sebagai keyakinan individu tentang kompetensi atau efektivitas
pribadi di bidang tertentu. Bandura (dalam Woolfolk, 2009) memaknai efikasi-diri
sebagai “keyakinan seseorang akan kapabilitasnya untuk mengorganisasikan dan
melaksanakan rangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
pencapaian tertentu.” Pada prinsipnya, efikasi diri ini lebih melihat kepada
pengetahuan dan perasaan seseorang akan kemampuannya sendiri dalam
menuntaskan persoalan tersebut tanpa membandingkan dari kemampuan orang lain.
Oleh karena itu, dari pendeskripsian istilah efikasi diri dapat disimpulkan bahwa
dalam menyeleseaikan suatu persoalan, masing-masing individu memiliki
keyakinannya tersendiri menghadapi situasi tersebut dan menghasilkan hasil
positif.
Woolfolk (2009: 128) mengemukakan bahwa sumber pemicu timbulnya
keyakinan yang kuat pada diri individu berasal dari empat hal, yaitu:
1. Mastery Experience (pengalaman tentang penguasaan), yaitu sumber keyakian
yang berasal dari pengalaman langsung individu dalam proses memperoleh
pengetahuan.
2. Physiological and Emotional Arousal, yaitu pengaruh reaksi fisik dan emosi
terhadap hasil penginterpretasian sesuatu yang menyebabkan seseorang
merasa siaga, bergairah, atau tegang.
8
3. Vicarious Experience, yaitu proses pencapaian pengetahuan dengan cara
melihat pengalaman orang lain sebagai model penyelesaian persoalan.
4. Social Persuasion, yaitu kemampuan yang dikerahkan sebagai bentuk upaya
memperoleh timbal balik atas hasil kinerja individu demi mencapai
kesuksesan.
9
D. Teori Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget
dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-
konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya
menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis
kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 264) bahwa “konstruktivistik adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Guru bukanlah pemberi informasi, dan jawaban atas semua
masalah yang terjadi di kelas”.
Selanjutnya Aunurrahman (2009: 28) bahwa: “konstruktivistik memberikan
arah yang jelas bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif dalam upaya
menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan sekedar merupakan kegiatan
mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta saja”
Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara individu
menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi lain
apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.Santrock (2017:390)
sedangkan menurut Slavin (2011:3-4) Inti teori konstruktivis ialah gagasan bahwa
masing-masing pelajar harus menemukan dan mengubah informasi yang rumit jika
mereka ingin menjadikannya milik sendiri.
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi
ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan
sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan
bagaimana guru mengajar.Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap
kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran
adalah menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan
siswa serta menyediakan pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh
karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin
kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat
menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan
melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme,
10
akibatnya orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke
pembelajaran berpusat pada siswa (student centered instruction).
Menurut Makmun dalam buku Psikologi Belajar, Secara garis besar, prinsip-prinsip
konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
11
3) Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4) Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan lancar.
5) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
7) Mencari dan menilai pendapat siswa
8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. Khairani (2017:
100)
Kelebihan Metode Konstruktivisme
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan
bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan
disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai
fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan
gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir
tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-
gagasanpada saat yang tepat.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh
kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan
berbagai strategi belajar.
pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
12
pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
E. PenerapanTeori Konstruktivistik
Pendekatan konstruktivis sosial menekankan konteks pembelajaran sosial dan
mengatakan bahwa pengetahuan saling dibangun dan dikonstruk. Keterlibatan dengan
orang lain menciptakan peluang bagi siswa untuk mengevaluasi dan memperbaiki
pemahaman mereka ketika mereka mengetahui pemikiran orang lain dan ketika mereka
berpartisipasi dalam menciptakan suatu pemahaman. Menurut Santrock (2017 :332-
338) ada 4 hal yang dapat mewujudkan penerapan konstruktivis dalam pembelajaran
yaitu scaffolding, cognitive apprenticeship, tutoring dan cooperative learning.
1. Scaffolding
Scaffolding adalah suatu teknik untuk merubah tingkat dukungan selama proses
pembelajaran berlangsung.Dalam proses pembelajaran, seorang guru
menyesuaikan bimbingannya kepada peserta didik. Guru akan membimbing lebih
13
banyak di awal pembelajaran dan seiring meningkatnya kompetensi siswa, maka
bimbingan yang dilakukan dalam pembelajaran semakin dikurangi. Dalam
menggunakan teknik ini, jangan memberikan suatu bantuan yang dapat dilakukan
sendiri oleh siswa tetapi memonitor apa yang mereka lakukan dalam proses belajar
dan hanya memberikan bantuan yang memang dibutuhkan oleh siswa. Jadi dalam
menerapkan scaffolding ini, siswa akan semakin dituntut untuk belajar lebih
mandiri dalam membangun pengetahuannya.
2. Cognitive Apprenticeship
Cognitive Apprenticeship merupakan suatu teknik dimana seorang ahli memperluas
dan mendukung pemahaman serta ketrampilan sorang pemula. Istilah ini
menggarisbawahi pentingnya pembelajaran aktif dan keadaan pembelajaran yang
alami. Dalam teknik ini, guru atau teman sebaya yang lebih trampil mendukung
upaya siswa dalam mengerjakan suatu tugas yang pada akhirnya mendorong siswa
untuk melanjutkan tugasnya secara mandiri. Hasil penelitian mengatakan bahwa
teknik ini membantu siswa dalam belajar dan dalam teknik ini membuat hubungan
guru dengan siswa menjadi lebih baik.
3. Tutoring
Pada dasarnya tutoting ini adalah cognitive apprenticeship dimana tutoring dapat
berlangsung antara anak yang terampil dengan yang kurang terampil. Startegi ini
menguntungkan banyak siswa terutama mereka yang tidak berhasil dalam suatu
mata pelajaran. Ada beberapa jenis tutoring yaitu :
a. Peer Tutors
Teman sebaya dapat menjadi tutor yang efektif. Dalam tutor sebaya, seorang
siswa membimbing siswa yang lain. Tutor sebaya lintas usia biasanya berfungsi
lebih baik daripada tutor dengan usia yang sama karena dibimbing teman
sekelas dengan usia yang sama cenderung membuat siswa merasa malu dan
akan menimbulkan perbandingan sosial yang negatif.
Tutor sebaya melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif dan memungkinkan
guru kelas untuk membimbing dan memantau pembelajaran siswa saat dia
bergerak di sekitar kelas. Para peneliti telah menemukan bahwa tutor sebaya
membantu meningkatkan prestasi siswa.
b. Peer-Assisted Learning Strategies
14
Program tutor sebaya yang digunakan dalam sebuah penelitian baru disebut
Peer-Assisted Learning Strategies (PALS). Pada PALS ini, guru
mengidentifikasi anak-anak mana yang memerlukan bantuan keterampilan
khusus dan siapa anak yang paling tepat untuk membantu anak-anak lain dalam
mempelajari keterampilan itu. Dengan menggunakan informasi ini, guru
memasangkan anak-anak di kelas sehingga dapat bekerjasama secara simultan
dan produktif pada berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah yang mereka
alami. Pasangan diubah secara teratur sehingga saat siswa mengerjakan
berbagai keterampilan, semua siswa memiliki peluang untuk menjadi "coach"
dan "player."
c. Online Peer Tutors
Tutor onlinesebaya saat ini semakin banyak digunakan di sekolah dasar, sekolah
menengah, dan perguruan tinggi. Tutor onlinesebaya biasanya dimulai dengan
guru melibatkan siswa, kemudian, ketika siswa mendapatkan lebih banyak
pengalaman dalam bekerja bersama online, beberapa kegiatan bimbingan online
dilakukan oleh siswa yang terlatih dan lebih berpengalaman. Seperti halnya
bimbingan belajar tatap muka, siswa akan membutuhkan pelatihan dan
bimbingan untuk menjadi kolaborator dan tutor sebaya yang sukses.
4. Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif terjadi ketika siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk
saling membantu belajar. Jumlah siswa dalam kelompok belajar kooperatif sangat
bervariasi, meskipun biasanya jumlah siswa dalam satu kelompok adalah empat.
Dalam beberapa kasus, pembelajaran kooperatif dilakukan dengan dua siswa.
Ketika siswa ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok kooperatif, biasanya
kelompok tersebut tetap bersama selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,.
Dalam kelompok pembelajaran kooperatif, setiap siswa biasanya belajar per sub
bab materi dan kemudian mengajarkan bagian itu kepada kelompok. Ketika siswa
mengajarkan sesuatu kepada orang lain, mereka cenderung mempelajarinya lebih
dalam. Adapun manfaat kooperatif learning adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan prestasi belajar siswa
b. Meningkatkan motivasi belajar
c. Meningkatkan hubungan kerjasama antar siswa
d. Menciptakan lingkungan belajar yang efektif
15
Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa
dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan
kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses
pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri. Menurut
Ormrod (2008 : 78), implikasi konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah
sebagai berikut :
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa
berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual
mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian
menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab
terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merespon pertanyaan
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-
gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara
siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun
keberhasilan dalam melakukan suatu analisa.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para
siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual
yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan
gagasan-gagasan atau pemikirannya.
4. Mendorong siswa untuk melakukan diskusi
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat
intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan
gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa
yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka
mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas
pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di
kelas.
5. Mendorong siswa menemukan pengetahuannya sendiri
16
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan
para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.
Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau
pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-
sama.Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali
siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang
menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui
diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut
konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif dimana pesrta didik membina sendiri
pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses
menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan
dimilikinya.
DAFTAR ISTILAH
17
Vicarious reinforcement penguatan level pengamatan yang empatik, merasa seolah-
olah diri sendiri yang melakukannya
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.
Crain, William. (2007). Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Edisi Ketiga,
terjemahanYudiSantoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mukid, Abd. (2008). Strategi Self-Regulated Learning (Perspektif Teoritik) dalam Tadris:
Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 3, No. 2.
http://www.ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/tadris/article/view/239.
(diakses 25 April 2019).
Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta : Erlangga.
Pintrich, Paul R. & Elizabeth V. De Groot. (1990). Motivational and Self-regulated learning
Component of Classroom Acedemic Performance, dalam Journal of Educational
Psychology. Vol. 82, No. 1. http://rhartshorne.com/fall-2012/eme6507-
18
rh/cdisturco/eme6507-
eportfolio/documents/pintrich%20and%20degroodt%201990.pdf (diakses 25 April
2019).
Santrock, John W. (2015). Psikologi Pendidikan, terjemahan Tri Wibowo BS. Jakarta:
Penerbit Kencana.
Woolfolk, Anita. (2007). Educational Psychology. 10th Ed. Boston: Pearson Education, Inc
19