Anda di halaman 1dari 12

LEMBAR KERJA MAHASISWA

MAKNA KESEJAHTERAAN/KEBAHAGIAAN PADA TRI HITA


KARANA

DOSEN PENGAMPU

Dr. I Gede Astawan, S.Pd, M.Pd.

OLEH

I MADE BAGUS MERTADANA MAS (2311031109)

GUSTI AYU PUTU YUNI WIDARI (2311031017)

NI LUH GEK DEWI PARAMITHA A. (2311031178)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua. Pada kesempatan kali ini, kami akan
membahas topik mengenai Makna Kesejahteraan/kebahagiaan pada Tri Hita
Karana. Namun, sebelumnya kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah MPK THK
karena atas bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Kami
juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan.
Oleh karena itu, saran dan masukan yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Singaraja, 15 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tri Hita Karana, sebuah konsep filosofi kehidupan dari Bali,


menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama
manusia, dan alam. Dalam konteks ini, makna kesejahteraan dan kebahagiaan
memegang peran sentral dalam menjaga keseimbangan dan harmoni dalam
kehidupan sehari-hari. Kesejahteraan dalam Tri Hita Karana tidak sekadar
merujuk pada keberlimpahan materi, melainkan juga pada keseimbangan
spiritual, sosial, dan lingkungan. Manusia diharapkan mencapai kesejahteraan
dengan memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam sekitar.

Kesejahteraan juga mencakup aspek keadilan, kesetaraan, dan


keberlanjutan dalam interaksi sosial dan lingkungan. Sementara itu,
kebahagiaan dalam Tri Hita Karana bukan hanya bersifat individual, tetapi
juga terkait dengan kebahagiaan bersama dalam komunitas dan hubungan
sosial. Kebahagiaan dipandang sebagai hasil dari keselarasan antara pikiran,
perasaan, dan tindakan yang sejalan dengan prinsip kebenaran, kebaikan, dan
keindahan. Dalam mencapai kebahagiaan, manusia diharapkan hidup dalam
keselarasan dengan nilai-nilai luhur, menjaga hubungan yang harmonis
dengan sesama, serta merawat alam sekitar dengan penuh tanggung jawab.

Dengan pemahaman mendalam dan penerapan makna kesejahteraan


dan kebahagiaan dalam konteks Tri Hita Karana, manusia dapat menciptakan
kehidupan yang seimbang, harmonis, dan berkelanjutan bagi diri sendiri,
masyarakat, dan lingkungan sekitar. Melalui implementasi nilai-nilai Tri Hita
Karana dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Bali memperlihatkan bahwa
kesejahteraan dan kebahagiaan bukan hanya tujuan akhir, tetapi juga proses
yang melibatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai spiritual, sosial, dan
ekologis. Dengan demikian, pemahaman akan konsep ini tidak hanya
memperkaya wawasan filosofis kita, tetapi juga memberikan inspirasi untuk
membangun masyarakat yang lebih berkelanjutan dan harmonis di seluruh
dunia.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah


sebagai berikut.

1. Bagaimana konsep kesejahteraan dalam Tri Hita Karana dapat dipahami


dan diinterpretasikan oleh masyarakat Bali, termasuk pengertian,
indikator, dan makna kesejahteraan serta nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya?
2. Bagaimana pengertian kebahagiaan dalam konteks Tri Hita Karana
memengaruhi cara masyarakat Bali memandang dan mencapai
kebahagiaan, termasuk cara memperoleh kebahagiaan dan dimensi
kebahagiaan yang diperhatikan?
3. Bagaimana implementasi nilai-nilai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
ajaran Tri Hita Karana yang dihadapi oleh masyarakat Bali dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk tantangan yang dihadapi dan solusi yang
ditemukan untuk menjaga keberlangsungan nilai-nilai tersebut?
1.2 Tujuan
Ada pun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut.
1. Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang konsep
kesejahteraan dalam Tri Hita Karana yang mencakup pemahaman tentang
pengertian, indikator, dan makna kesejahteraan, serta nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, sehingga dapat diinterpretasikan dengan baik.
2. Untuk meneliti bagaimana pengertian kebahagiaan dalam Tri Hita Karana
memengaruhi pandangan dan upaya masyarakat Bali dalam mencapai
kebahagiaan. Ini termasuk menyelidiki cara-cara memperoleh kebahagiaan
dalam ajaran Tri Hita Karana serta dimensi kebahagiaan yang diperhatikan
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Untuk menganalisis bagaimana nilai-nilai kesejahteraan dan kebahagiaan
menurut Tri Hita Karana diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Bali. Hal ini melibatkan pemahaman tentang tantangan yang
dihadapi oleh masyarakat Bali dalam mengimplementasikan nilai-nilai
tersebut dan penemuan solusi untuk menjaga keberlangsungan nilai-nilai
Tri Hita Karana dalam praktik sehari-hari.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat dalam penulisan di penugasan ini,
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis:
a. Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam konteks budaya lokal Bali,
khususnya dalam ajaran Tri Hita Karana.
b. Memberikan wawasan baru dan kontribusi teoritis terhadap
pemahaman tentang kesejahteraan dan kebahagiaan.
2. Manfaat Praktis:
a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang budaya Bali dan konsep-
konsep kesejahteraan serta kebahagiaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep kesejahteraan dalam Tri Hita Karana

Konsep kesejahteraan dalam Tri Hita Karana berasal dari tradisi Hindu
Bali dan merupakan landasan dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Konsep ini berasal dari kontribusi seorang bijak Hindu Bali bernama Mpu
Kuturan dan merupakan salah satu pilar budaya dan filsafat yang sangat
penting di Bali. Kontribusinya dianggap sangat penting dalam membentuk
pilar budaya dan filsafat yang menjadi dasar dalam menjaga harmoni antara
manusia, alam, dan roh spiritual di Bali. Mpu Kuturan dikenal sebagai seorang
rsi (orang suci) dan pandita (pandita, atau pemuka agama) yang melakukan
misi ke Bali pada abad ke-11 Masehi. Dia membawa ajaran Hindu dan sistem
pengaturan sosial yang kemudian terbukti memengaruhi perkembangan
budaya dan filsafat Bali secara signifikan. Salah satu sumbangannya adalah
pengembangan konsep Tri Hita Karana, yang menjadi pedoman moral dan
spiritual bagi masyarakat Bali hingga saat ini.

Kesejahteraan adalah terpenuhinya dengan cukup seluruh kebutuhan


manusia meliputi kebutuhan lahir dan batin yang baik. Setiap warga negara
berhak atau memiliki hal untuk hidup sejahtera lahir dan batin, sebagaimana
yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) bahwa
setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kesejahteraan tidak
berkaitan dengan terpenuhinya keinginan, karena keinginan tidak berkaitan
dengan kebutuhan, keinginan tidak akan pernah terpenuhi sepenuhnya, karena
terkait harapan memiliki.

Menurut ajaran Agama Hindu, ada 5 kebutuhan dasar manusia yang


dikenal dengan 5 W, yaitu: 1) wareg berkaitan dengan makanan dan
minuman; 2) wastra berkaitan dengan sandang, pakaian; 3) wisma berkaitan
dengan papan, tempat tinggal; 4) waras berkaitan dengan kesehatan; dan 5)
waskita berkaitan dengan pendidikan.

Dalam konsep Tri Hita Karana, indikator kesejahteraan tidak


terdokumentasikan secara eksplisit dalam bentuk yang kaku atau
terstandarisasi seperti dalam kerangka pemantauan modern. Namun, Tri Hita
Karana mencakup hubungan harmonis antara tiga unsur utama yang
membentuk kehidupan. Tiga unsur tersebut yaitu:

1. Uttama Ma ala atau Wilayah Parhyangan


Ini mencakup hubungan manusia dengan Sang Hyang Widhi (Tuhan atau
Kuasa Tertinggi). Kesejahteraan dalam wilayah ini mencakup praktik-
praktik keagamaan, penghormatan terhadap kekuatan spiritual, dan
pengamalan nilai-nilai moral yang dianggap penting dalam ajaran agama
Hindu Bali.

2. Madhya Ma ala atau Wilayah Pawongan


Ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya atau
masyarakat. Kesejahteraan dalam wilayah ini melibatkan praktik-praktik
sosial dan budaya, termasuk kehidupan berkomunitas, saling
menghormati, tolong-menolong, dan membangun hubungan yang
harmonis antara individu-individu dalam masyarakat.
3. Palemahan
Ini merujuk pada hubungan manusia dengan alam sekitar atau lingkungan.
Kesejahteraan dalam wilayah ini melibatkan praktik-praktik pelestarian
lingkungan, penghormatan terhadap alam, dan sikap bertanggung jawab
terhadap ekosistem yang memberikan dukungan bagi kehidupan.

Selain indikator diatas, terdapat 11 aspek yang digunakan oleh Badan


Pusat Statistik (BPS) dalam menentukan tingkat kesejahteraan keluarga, yaitu:
1) pendapatan rumah tangga, 2) konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, 3)
keadaan tempat tinggal, 4) fasilitas tempat tinggal, 5) kesehatan anggota
keluarga, 6) kemudahan mendapat pelayanan dari tenaga medis, 7) kemudahan
memasukkan anak ke jenjang pendidikan, 8) kemudahan mendapatkan fasilitas
transportasi, 9) kehidupan beragama, 10) rasa aman dari gangguan kejahatan,
dan 11) kemudahan dalam melakukan olahraga.

Adapun unsur-unsur yang memiliki peran penting dan saling terkait


untuk menciptakan kesejahteraan yang seimbang dalam kehidupan masyarakat
Bali. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sanghyang Jagatkarana (Tuhan Yang Maha Esa)


Ini mengacu pada hubungan manusia dengan Tuhan atau Sang Hyang
Widhi, yang merupakan aspek spiritual dalam kehidupan. Kesejahteraan
dalam konteks ini terwujud melalui penghormatan, pengabdian, dan
kepatuhan terhadap ajaran agama dan spiritualitas.
2. Bhuana (Manusia)
Ini mencakup hubungan antara sesama manusia, baik dalam masyarakat
maupun komunitas yang lebih luas. Kesejahteraan manusia tercapai
melalui hubungan harmonis, saling penghargaan, tolong-menolong, dan
kerjasama antarindividu dan kelompok.
3. Palemahan (Alam)
Merujuk pada hubungan manusia dengan alam dan lingkungan sekitarnya.
Kesejahteraan dalam konteks ini terwujud melalui pelestarian alam,
pengelolaan sumber daya secara bijaksana, dan penghargaan terhadap
ekosistem yang menyediakan kehidupan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam konsep kesejahteraan dalam Tri
Hita Karana mencakup aspek spiritualitas, hubungan sosial, etika, dan
harmoni dengan alam sekitar. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut
mengenai nilai-nilai tersebut:

1. Spiritualitas
Konsep kesejahteraan dalam Tri Hita Karana menekankan pentingnya
hubungan manusia dengan Sang Hyang atau Tuhan. Ini mencerminkan
nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi
pemujaan, pengabdian, dan kepatuhan terhadap ajaran agama dan
kepercayaan spiritual.

2. Hubungan Sosial, Etika, dan Norma


Konsep ini juga mencakup hubungan manusia dengan sesamanya,
yang menekankan pentingnya hubungan sosial yang harmonis, etika
yang baik, dan kepatuhan terhadap norma-norma budaya. Ini
mencerminkan nilai-nilai seperti tolong-menolong, saling
menghormati, kerjasama, dan keadilan dalam interaksi sosial.

3. Harmoni dengan Alam


Kesejahteraan dalam Tri Hita Karana juga terkait dengan hubungan
manusia dengan alam sekitar. Ini mencerminkan nilai-nilai harmoni
dengan alam, pelestarian lingkungan, dan promosi keberlanjutan serta
keseimbangan ekosistem. Nilai-nilai ini mendorong untuk menjaga
kelestarian alam, menggunakan sumber daya secara bijaksana, dan
menghormati keberagaman hayati.

Nilai-nilai ini menjadi panduan bagi masyarakat Bali dalam


menjalani kehidupan yang seimbang dan harmonis, serta mempromosikan
kesejahteraan bagi semua makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya.

Dalam realisasinya, Tri Hita Karana dipraktiskan melalui upacara


atau ritual yang dilakukan, seperti upacara yang dilakukan berhubungan
dengan sang Parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), upacara
yang mengadakan hubungan dengan alam sekitar (hubungan manusia
dengan alam sekitar), dan upacara yang mengadakan hubungan dengan
sesamanya (hubungan manusia dengan sesamanya).

Untuk mencapai masyarakat yang sejahtera dan bebas dari


kemiskinan materiil dan nonmaterial (batin, spiritual) dapat dilakukan
melalui peningkatan hubungan harmonis antarsesama melalui peningkatan
kesetiakawanan (solidaritas). Setiap manusia memiliki esensi yang sama
dan berasal dari sumber yang sama, maka semua manusia pada hakikatnya
merupakan satu keluarga dan merasa senasib dan sepenanggungan.
Semangat kesetiakawanan dapat terlaksana dengan baik bila kita memiliki
semangat gotong royong. Gotong royong merupakan kepribadian bangsa
Indonesia sejak lama, dan memiliki nilai-nilai kebersamaan, persatuan,
rela berkorban, tolong menolong, dan sosialisasi.

2.2 Kebahagiaan dalam Tri Hita Karana

Dalam konteks Tri Hita Karana, kebahagiaan dapat didefinisikan


sebagai hasil dari mencapai keseimbangan dan harmoni antara tiga aspek
utama kehidupan: hubungan manusia dengan Tuhan (Sang Hyang), hubungan
manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Arti
kebahagiaan dalam Tri Hita Karana tercermin dalam tercapainya
kesejahteraan holistik yang melibatkan aspek spiritual, sosial, dan ekologis.

Kebahagian atau hita merupakan dambaan setiap orang. Kebahagiaan


secara etimologis berarti keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas
dari segala yang menyusahkan). Kebahagiaan sering didefinisikan sebagai
suatu keadaan pikiran atau perasaan yang ditandai dengan kecukupan hingga
ketenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau kegembiraan yang intens.
Berdasarkan pengertian tersebut, kebahagiaan terkait dengan keadaan
kepuasaan hidup, perasaan dalam menjalani kehidupan, dan makna hidup
(eudaimonisme). Makna hidup adalah pandangan hidup yang menganggap
kebahagiaan sebagai tujuan segala tindak-tinduk manusia. Kebahagaian yang
dimaksud bukan hanya sebatas kepada perasaan subjektif seperti senang atau
gembira sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan objektif
menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan suatu individu (aspek
moral, sosial, emosional, rohani).

Kebahagiaan dapat dicapai dengan membangun hubungan harmonis


secara vertikal dengan tuhan, harmonis dengan sesama, dan harmonis dengan
alam. Berikut akan di jelaskan tentang ketiga hubungan harmonis tersebut.

1. Hubungan harmonis dengan tuhan


Manusia dan semua mahluk yang ada adalah ciptaan tuhan yang terdiri
dari unsur-unsur yang sama yaitu unsur panca mahabhuta. Oleh karena itu
wajib hukumnya bagi setiap mahluk di dunia untuk saling mengasihi dan
menyayangi ciptaan tuhan. Selain itu untuk membangun hubungan
harmonis dengan tuhan dapat dilakukan dengan rajin berdoa dan
beribadah.
2. Hubungan harmonis dengan alam lingkungan
Manusia dalam hidup dan kehidupannya tidak terlepas dari hubungannya
dengan alam lingkungan, karena manusia hidup dalam satu lingkungan
tertentu. Manusia dalam kehidupannya selalu memperoleh bahan
keperluan hidup dari lingkungannya. Oleh sebab itu manusia harus selalu
memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya. Untuk menjaga
keharmobisan antara manusia dan lingkungan maka merupakan tugas
manusia untuk mengolah lingkungan untuk menjadi lebih baik. Dengan
lingkungan yang baik akan menciptakan kedamaian dan kebahagian
terhadap hidup manusia itu sendiri.
3. Harmonis dengan sesama manusia
Sebagai mahluk social, manusia tidak dapat hidup menyendiri. Maka dari
itu hubungan antara sesama manusia harus selalu dijalin dengan baik dan
harmonis. Membangun hubungan harmonis dengan diri sendiri dan orang
lain dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip enam sa, yakni: (1)
sakepenake (sepantasnya, senyamannya); (2) sabutuhe (sebutuhnya atau
sesuai dengan kebutuhan utama atau pokok); (3) saperlune (seperlunya
untuk melengkapi kebutuhan); (4) sacukupe (secukupnya menghilangkan
kekurangan kebutuhan pokok); (5) samesthine ( semestinya/perolehan
didapat secara benar); dan (6) sabenere (sebenarnya/cara memperoleh
mengikuti tata aturan yang berlaku/tidak menyalahi aturan), welas asih dan
berperilaku baik dan benar (Tri Kaya Parisudha).

Selain ketiga hubungan harmonis tersebut Adapun tiga pilar


kebahagiaan yang ditentukan oleh kepemilikan pekerjaan yang baik. Selain
memiliki pekerjaan, ada hal lain yang ikut menentukan kebahagiaan, yakni a
goos family life, and having a good friend and community. Jadi ada tiga faktor
yang menyebabkan manusia mencapai kebahagiaan, yakni having a good job, a
good family life, and having a good friend and community. Ketiganya disebut
tiga pilar kebahagiaan. Hal ini dapat dikaitkan dengan Tri Wangsa dan tujuan
hidup manusia akan kebahagiaan.

a. Implementasi nilai-nilai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam ajaran


Tri Hita Karana
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai