Erwin Setyo Nugroho - 0839115011
Erwin Setyo Nugroho - 0839115011
TESIS
Oleh
TESIS
Oleh
iv
Since the beginning, Islam has always been faced with a religions plurality.
The phenomenon is interfaith marriage. Some Ulama’ have different opinion on
marriage between religion believers. Some of them allow and the others forbid it. In
this context, the urgency of this research is carried out. The writing of this thesis is
very interested in studying interfaith marriages in the perspective of interfaith fiqh.
Some sub-focus of this study are first, how is the interfaith marriage
conception in the Islamic law perspective in legislation Indonesia and interfaith
fiqh?. Second, How is the contextualization and dynamics of interfaith marriages for
building a new perspective on pluralist inclusive fiqh in Indonesia? The two sub-
studies will be assessed using the literature review approach. This study will use data
and information with the help of material various kinds that contained in the library
space such as books, magazines, texts, notes, stories, history, documents and others.
Certainly, it is expected to find an overview of the main focus of the study selected.
Based on several studies conducted, there are several conclusions that have
been drawn up. These ara first, Interfaith Fiqh is the same as the hifd ad-dzin rule,
but its meaning is not fundamental to sectoral religious egos. hifd ad-dzin is meant
more to safeguard the religious rights of Allah fellow creatures. Likewise with the
same dar'ul mafasid that used in istinbath of general fiqh law. The intended Mafasid
is defined as damage to human rights. Both of these containers are then generally
oriented to grooving, starting with humanity and tolerance. Second, interfaith fiqh
offers the legal istinbath concept which refers to the awareness of the necessity of
multicultural life. The fiqh paradigm must be changed based on the benefit of
multicultural social relations. Certain, in that society the value that must be upheld is
inclusive and plural values. So it is right, if the inclusive pluralist paradigm becomes
the methodological stand of Islamic law in the matter of interfaith marriage
إروين سيتيو نوغروهو .9102،اختالفات الزواج يف الدين يف إندونيسيا من منظور الفقه بني األديان (بناء منظور
شامل للتعددية) .أطروحة .برنامج الدراسات العليا لقانون األسرة يف معهد جيمرب احلكومي اإلسالمي .املستشار
األول :الدكتور حاج سوتريسنو ،ماجستري يف الشريعة اإلسالمية .املشرف الثاين :أستاذ دكتوراه حاج حمجدين
:ماجستري يف الرتبية اإلسالمية
دائما تعدد األديان .الظاهرة هي الزواج بني األديان .لدى بعض العلماء رأي خمتلف
منذ البداية ،كان اإلسالم يواجه ً
حول الزواج بني املؤمنني بالدين .بعضهم يسمح والبعض اآلخر حيرم ذلك .يف هذا السياق ،يتم تنفيذ هذا البحث.
.هتتم كتابة هذه األطروحة بدراسة الزجيات بني األديان من منظور الفقه بني األديان
بعض نقاط الرتكيز األساسية هلذه الدراسة هي أوالً ،كيف يتم مفهوم الزواج بني األديان يف منظور الشريعة اإلسالمية
يف التشريع اندونيسيا واألديان الفقهية؟ .ثانياً ،كيف يتم وضع سياق وديناميات زجيات األديان لبناء منظور جديد
حول الفقه التعددي الشامل يف إندونيسيا؟ سيتم تقييم الدراستني الفرعيتني باستخدام هنج مراجعة األدبيات.
ستستخدم هذه الدراسة البيانات واملعلومات مبساعدة أنواع املواد املختلفة املوجودة يف مساحة املكتبة مثل الكتب
واجملالت والنصوص واملالحظات والقصص والتاريخ واملستندات وغريها .بالتأكيد ،من املتوقع أن جتد حملة عامة عن
.الرتكيز الرئيسي للدراسة املختارة
استنادا إىل العديد من الدراسات اليت أجريت ،هناك العديد من االستنتاجات اليت مت وضعها .هذه اآلرا أوال ،
األديان الفقهية هي نفس حكم الدين الدزين ،لكن معناها ليس أساسيا للغرور الديين القطاعي .املقصود باحملافظة
على األديان هو محاية احلقوق الدينية ألصدقائنا يف خملوقات اهلل .وكذلك األمر مع نفس دار املسافيد اليت استخدمت
عموما إىل احلز ،
عرف املافصيد املقصود بأنه ضرر حلقوق اإلنسان .م يتم توجيه كلتا احلاويتني ً
يف قانون الفقه العام .يُ َّ
بدءًا من اإلنسانية والتسامح .ثانياً ،الفقه بني األديان يقدم مفهوم استنبط القانوين الذي يشري إىل الوعي بضرورة
احلياة متعددة الثقافات .جيب تغيري منوذج الفقه على أساس العالقات االجتماعية متعددة الثقافات .بالتأكيد ،يف
صحيحا ،إذا أصبح النموذج
ً هذا اجملتمع ،القيمة اليت جيب التمسك هبا هي قيم شاملة ومتعددة .حبيث يكون
التعددي الشامل هو املوقف املنهجي للشريعة اإلسالمية يف مسألة الزواج بني األديان
vi
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan limpahan
nikmat-Nya, sehingga tesis dengan judul “Pernikahan Beda Agama Di Indonesia Dalam
Perspektif Fiqh Lintas Agama (Membangun Paradigma Inklusif Pluralis) ini dapat
SAW, serta para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang senantiasa berjalan dalam risalah-Nya
yang menuntun umatnya menuju Agama Allah sehingga tercerahkanlah kehidupan saat ini.
Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang terlibat dalam membantu
penyelesaiannya. Oleh karena itu patut diucapkan terima kasih teriring doa jazakumullahu
ahsanal jaza kepada mereka yang telah membantu, membimbing, dan memberi dukungan
2. Prof. Dr. H. Halim Soebahar, M.A selaku Direktur Program Pascasarjana IAIN Jember.
3. Dr. H. Sutrisno, RS., M.HI Selaku Pembimbing 1 dan Prof. Dr. H. Mahjuddin., M.Pd.I
4. Para Dosen yang telah mendidik penulis selama mengikuti kuliah di Program Program
5. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, dan tak bisa penulis uraikan satu
persatu
Selain ucapan terima kasih, penulis juga memberi kesempatan kepada pembaca
sekalian untuk memberikan sumbangsih pemikirannya demi kesempurnaan penulisan tesis ini,
karena penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan yang penulis miliki. Juga penulis
menyampaikan permohonan maaf apabila dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekeliruan
vii
Akhir kata jika terdapat kebenaran dalam penulisan dan kebenaran ilmiah dalam
penulisan tesis ini semata-mata datang dari Allah SWT, dan jika terdapat kesalahan dalam
penulisan ini maka semua itu hanyalah berasal dari kami selaku manusia biasa.
viii
A. Konteks Penelitian................................................................................ 1
B. Fokus Kajian ....................................................................................... 18
C. Tujuan Kajian ....................................................................................... 18
D. Metode Kajian ...................................................................................... 18
E. Manfaat Kajian ..................................................................................... 20
F. Difinisi Istilah ....................................................................................... 21
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 22
ix
Islam ................................................................................................... 99
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pernyataan keaslian Tulisan
Lampiran 2. Surat Keterangan Cek Similaritas
Lampiran 3. Riwayat Hidup
xi
xii
xiii
terbalik
4 ث th te ha غ gh ge ha
5 ج j je ف f ef
7 خ kh ka ha ك k ka
8 د d de ل l el
9 ذ dh de ha م m em
10 ر r er ن n en
xiv
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
mustahil bila terjadi perkawinan antar suku, antar ras bahkan antar agama.1
Dan nampaknya hal ini juga telah digariskan oleh Allah SWT dalam al-
1
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 2000), 34.
2
QS. Al-Hujurat ,49: 13.
bangsa dan bersuku-suku yang kesemuanya untuk saling mengenal antar suku
dan antar bangsa. Dari proses pengenalan itulah, terjadi proses komunikasi,
pernikahan.
tidak lain dalam rangka menjaga kelestarian hidup dengan berkembang biak
Pada ayat yang lain, Allah SWT berfirman dalam QS: Adz Dzariyaat
ayat 49:
3
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Solo: Pustaka
Agung Harapan, 2006), 572.
berkeluarga dan bermasyarakat yang diriḍai oleh Allah. Oleh karena itu
hidup nantinya mempunyai akhlak yang terpuji, tidak ada suatu ketimpangan
(tidak temporal).6 Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Islam mengatur
4
Ibid., 756.
5
Ibid., 628.
6
Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Qur’an dan
Sunah, cet. 1 (Jakarta: Akademi Pressindo, 2000), 46.
juga Islam mengatur dalam pernikahan, tidak bisa dibebaskan dari dimensi
rohani dan juga agama7 sehingga terbentuklah syarat dan rukun pernikahan
dan menciptakan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Itulah tujuan
tangga.
sah menurut agama, diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai bagian
dari budaya masyarakat.8 Hal ini sangat bermakna sekali untuk membangun
satu fenomena yang muncul adalah perkawinan lintas agama. Pada zaman
orde baru, pernikahan lintas agama sudah pernah terjadi. Contohnya saja artis
Jamal Mirdad yang beragama Islam menikah dengan Lidya Kandaw yang
lintas agama ini juga dialami oleh putri Cendekiawan Muslim Almarhum
Nurcholish Madjid,10 dan contoh yang sekarang ini dilakukan oleh Happy
7
Dian Herdiana, Studi Fatwa MUI Tentang Pelarangan Nikah Antara Muslim Dan
Kitabiyyah,” 21.
8
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia,cet. ke-2 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1997),
220.
9
Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, (Bandung: Mizan,
1999), 39.
10
Tim Kodifikasi Purna Siswa 2005 (KOPRAL), Kontekstualisasi Turāts (Telaah Regresif dan
Progresif), (Kediri: KOPRAL 2005), 254.
Salma yang beragama Islam menikah dengan Tjokorda Bagus Dwi Santana
Dari beberapa kasus artis yang menikah beda agama, putra seorang
cendekiawan muslim Nur Kholis Majid dalam hal ini Ahmad Nur Kholis,
meskipun sudah ada fatwa dari MUI tahun 2005 yang mengharamkan
niatnya untuk menikahi Ang Mei Yong, perempuan Konghucu itu pada tahun
2003. Ahmad Nur Kholis memandang bahwa sikap MUI tersebut hanyalah
mewakili salah-satu dari sedikitnya tiga interpretasi dari dalam Islam terhadap
Pertama, melarang secara mutlak baik bagi perempuan Muslim maupun laki-
bahwa baik laki-laki maupun perempuan Muslim boleh menikah dengan non-
11
http://celebrity.okezone.com/read/2010/10/03/33/378636/soal-agama-rahasia-berduahappy-
salma-cok-gus.Terakhir diakses tangal 20 Maret 2017.
12
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/06/150629bincang_juni2015_nurcholish
13
Al-Baqarah (2):221.
yang terjaga baik dari yang beriman dan yang berpegangan kitab (Ahl al-
Kitāb). Hal ini kemudian dipertegas oleh hadist Rasulullah Saw juga
Hadist di atas memberikan isyarat bahwa yang paling utama dari sebuah
14
Ada yang mengatakan wanita-wanita yang merdeka.
15
Al-Māidah (5): 5
16
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari Juz 5,(Beirut,
Libanon: Daarul Kutub al-‘Ilmiah, 1992), hlm. 445
17
Said Agil Husin Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadits Nabi
Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 138
perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang
disebut dalam hadist tersebut di atas, merupakan bentuk ideal bagi seseorang
yang hendak membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Ini
mengandung arti yang sangat mendalam supaya perkawinan itu diterima oleh
masing-masing pihak dengan isi hati yang penuh keyakinan dan tidak digeser
oleh apapun jua. Sebab perkawinan dalam Islam mempunyai tanggung jawab
yang berat hingga ibu bapak dan keluarga kedua belah pihak ikut aktif
Oleh sebab itu jelas sekali bahwa perkawinan dalam Islam tidak semata
persoalan dan tanggung jawab dua manusia belaka, tetapi adalah persoalan
keluarga dua belah pihak bahkan masyarakat Islam seluruhnya dan juga
dan sunnah Rasul-Nya. Dalam soal ini yang dapat sama-sama melakukan
tanggung jawab itu ialah sekiranya suami istri itu dari satu kelompok yang
bersatu dalam aliran pikiran apa lagi agama. Kalau berlainan aliran agama
bahkan berlainan bangsa tentu akan membawa kepada ”conflik of law” yang
Pertama, golongan musyrik yang memiliki nabi dan kitab samawi. Golongan
tersebut disebut golongan Ahl al-Kitab. Kedua golongan Musyrik yang tidak
18
Fuad Mohd. Fachrudin, Kawin Antar Agama dan Prof. Yusuf Syu’aib, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1993). 41.
memiliki nabi dan kitab samawi, seperti Zoroaster (Majūsi), kaum Plaganis
(Waṡani), Hindu, Budha, murtad19 dan lain-lain. Ketiga Golongan Atheis atau
Ahl al-Kitāb :
Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan Israil saja, sebelum
kedatangan Islam.23
kepada para rasul dan nabi-Nya, tidak dikhususkan kepada pengikut Nabi
19
Menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah, wanita Murtad disamakan dengan wanita musyrik
Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, (Suriah: Dār al-Fikr, 1984), jilid IX, 6651.
20
Team Kodifikasi Abiturien , Manhaj Solusi Umat (Jawaban Problematika Kekinian),cet. 1
(Kediri: DIVA 2007), 167.
21
Atho’ Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993):139.
22
MUI, Himpunan Keputusan Fatwa MUI, 122.
23
Ibid.,
Musa dan Isa yang disebut dengan orang Yahudi dan Nasrani. Menurut
Abu Hanifah, Ahl al-Kitābjuga mencakup suḥuf Ibrahim dan kitab Zabur
Ṣābiʻin.24
3. Menurut Ahmad bin Hambal, istilah Ahl al-Kitāb adalah selain menunjuk
agama Yahudi dan Nasrani baik keturunan Bani Israil maupun bukan,
istilah Ahl al-Kitāb adalah orang orang yang memeluk agama yahudi dan
nasrani yang masih berpegang teguh pada kitab yang masih original.26
agama Islam, maka setelah terutusnya Nabi Muhammad SAW. Sudah tidak
ada Ahl al-Kitāb. Berbeda dengan itu, Imam Abu Hanifah menegaskan istilah
yang diturunkan oleh Allah SWT. Termasuf suḥuf Ibrahim dan Kitab zabur,
sementara isi dari kitab ini sebatas mau’idhoh saja, belum pada keyakinan.
Imam Ahmad bin Hanbal, istilah Ahl al-Kitāb adalah selain menunjuk kepada
24
Ahmad ar-Rāzi al-Jaṣṣaṣ, Ahkām Al-Qur’an, (Beirut: Dār al-Fikr, 1993), III: 135.
25
Ibnu Taimiyah, al-Fatāwā al-Kubrā, (Beirut: Dār al-Ma’arif, t.t.), II: 189-190.
26
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, (Suriah: Dār al-Fikr, 1984), IX: 6653.
istilah Ahl al-Kitāb adalah orang yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani
pernikahan beda agama yang sah dan tidaknya menjadi dua yaitu
Istilah wanita yang berpegang pada agama langit, yakni wanita Ahl al-
Yahudi dan Nasrani yang tidak dibatasi dengan zaman masuknya Islam dan
Pada kondisi saat ini, perkawinan antar agama terjadi sebagai suatu
realitas yang tak dapat dipungkiri dan masih aktual untuk dibicarakan.
saja terjadi dan akan terus terjadi sebagai akibat dari interaksi sosial di antara
seluruh warga negara Indonesia yang pluralis agamanya. Banyak kasus yang
terjadi dalam masyarakat kita seperti perkawinan artis Jamal Mirdad (muslim)
akhirnya Ina masuk agama Kristen, dan banyak lagi kasus yang lainnya.
Sebahagian besar alasan mereka untuk tetap melakukan kawin antar agama
walaupun dengan memiliki agama yang berbeda adalah alasan yang cukup
Data yang ada menunjukan bahwa jumlah pasangan yang kawin beda
pada tahun 1980, paling tidak terdapat 15 kasus yang kawin beda agama dari
1000 kasus perkawinan yang tercatat. Pada tahun 1990, naik menjadi 18
Religion and Peace (ICRP) yaitu program Konseling dan Advokasi Keluarga
27
Peradilan Agama dan KHI di lndonesia, tentang larangan ‘Perkawinan Beda Agama pasal
44, (Medan: Duta karya, 1995), 75.
28
Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), 195.
29
Abdul Rozak A. Sastra, Pengkajian Hukum Tentang Perkawinan Beda Agama:
Perbandingan
Beberapa Agama (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, 2011), 4.
KBA sudah mencapai 1.109 pasangan. Data tersebut terus meningkat dari
tahun ketahun..30
Islam. Henri Siahan yang telah berhasil mengkristenkan Nurafni Oktavia jelas
tidak mau Islam. Malah justru dengan melakukan pernikahan di Australia pun
Paling tidak Yuni Shara tidak menolak menikah secara tidak Islam.
perkawinan antar pemeluk agama yang kini menjadi polemik aktual. Masalah
ini mencuat setelah terbitnya buku Fiqih Lintas Agama. Buku tersebut
Tidak hanya perkawinan antara pria muslim dengan wanita Ahli kitab
yang selama ini dipahami jumhur ulama, bahkan lebih luas dari itu. Lebih
kongkritnya, berikut ini pernyataan mereka dalam buku Fiqih Lintas Agama :
30
Mohamad Monib, Kado Cinta Bagi Pasangan Nikah Beda Agama, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2009), 29.
membawa ajaran amal shaleh sebagai orang yang akan bersama-Nya nanti di
perbedaan jenis kelamin dan suku sebagai tanda agar satu dengan yang
lainnya saling kenal. Dan pernikahan antar beda agama dapat dijadikan salah
satu ruang, yang mana antara penganut agama dapat saling berkenalan secara
lebih dekat.
untuk membangun cinta kasih (mawaddah) dan tali kasih sayang (al-
rahmah). Di tengah rentanya hubungan antar agama saat ini, pernikahan beda
31
Nurcholish Majid dkk, Fiqih Lintas Agama; Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis.
(Jakarta: Paramadina, 2004), 164.
evolutif. Dan pada saatnya kita harus melihat agama lain bukan sebagai kelas
dua dan bukan pula ahlu dzimmah dalam arti menekan, melainkan sebagai
warga negara.32 Bahkan lebih dari itu, mereka berani mengambil istinbath
(penetapan hukum) bahwa nikah beda agama adalah sesuatu yang dianjurkan
dalam Islam.
terakhir ini menawarkan konseling bagi pasangan beda agama yang akan
masyarakat kini yang plural akibatnya tak bisa dihindari adanya interaksi.
pemeluk agama.
melakukan pernikahan keluar negeri seperti yang selama ini dilakukan oleh
32
Ibid, 164-165.
pasangan selebriti, sebab telah ada lembaga yang membuka diri untuk itu,
pemeluk agama dianggap tidak bermasalah,karena itu perlu ada fatwa ulama
terbaik untuk menganut suatu agama ketika akan membentuk rumah tangga
mereka. Namun meninggalkan agama yang telah sejak lahir diyakini dan
memeluk agama baru bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilaksanakan.
perkawinan jenis ini. Hal ini timbul karena dalil-dalil agama Islam yang
33
Yusuf Badri, Nikah Beda Agama (Bandung: Persis Press, 2009), 68.
34
Asmin, Status Perkawinan…, 81.
berlandaskan pada surat al-Baqarah ayat 221, sementara ulama lain yang
pendapat umar bin Khattab yang pernah berkata kepada para sahabat yang
terdapat kebutuhan untuk belajar dari agama lain, terbuka terhadap agama
lain, dan siap bersama-sama menemukan kebenaran baru dari relasi itu.
Indonesia adalah negara dengan populasi Islam terbesar di dunia tetapi juga
populasi Indonesia adalah 206 juta orang, dengan 87,21 % orang Muslim,
6,04 % orang Protestan, 3,58% orang Katolik, 1,83 % orang Hindu, dan 0, 31
35
K. H. Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan Masalah Perkawinan (Jakarta: Pustaka Firdaus.
2003), 289.
36
Pemaparan Azra diambil dari Azyumardi Azra, “An Islamic Perspective of Religious
Pluralism in Indonesia: The Impact of Democracy on Conflict Resolution,” in Religious Pluralism
in Democratic Societies: Challenges and Prospect for Southeast Asia, Europe, and the United
States in the New Millenium, edited by K.S. Nathan, Singapore: Konrad-Adenauer- Stiftung
(KAS), 2010, 225-240.
37
Ibid., 228.
Oleh karena itu, terlepas dari berbagai silang pendapat di atas, maka
penulis sangat tertarik untuk mengkaji pernikahan beda dalam perspektif fiqh
B. Fokus Kajian
C. Tujuan Kajian
Indonesia.
D. Metode Kajian
a. Sumber data primer, adalah yang langsung diperoleh dari usmber data
yang terdapat dalam tafsir yang akan penulis gunakan untuk melihat
b. Sumber data sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua
E. Manfaat Kajian
dinamika pandangan para ulama tersebut yang dapat dijadikan bekal ilmu
bagi peneliti dan terus memacu peneiti untuk mengkaji dan mendalaminya.
lebih lanjut.
dan alternatif solutif yang mendorong pada pemahaman yang utuh dan
40
Ibid.,24
agama.
F. Definisi Istilah
Judul tesis ini tersusun dari beberapa istilah atau kata yang pengertian-
menghindari kerancuan dalam pembahasan lebih lanjut. Ada lima istilah yang
1. Pernikahan
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 41
2. Beda Agama
Ajaran dan keyakinan serta keimanan yang berbeda atas ajaran agama
3. Perspektif
4. Fiqh
5. Lintas Agama
Indonesia
41
Undang-undang No. 01 Tahun 1974 Pasal 1.
42
Elha santoso. Kamus Praktis Modern Bahasa Indonesia. (Surabaya : Pustaka Dua, tt), 139
beda agama di indonesia dalam perspektif fiqh lintas agama” adalah suatu
G. Sistematika penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu
belakang, pokok dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi
penulisan. Langkah tersebut dilakukan guna untuk pijakan awal dalam melakukan
ajaran Islam, dinamika peraturan dan ajaran islam tentang fenomena pernikahan
Bab Kelima, penutup. Semua hasil dari penelitian akan dipaparkan dalam
bab ini. Bab ini merupakan bab terakhir, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
tersebut bukan berarti menghilangkan keunikan dari penelitian ini, akan tetepi
lebih pada penguatan kajian yang akan dilakukan. Seluruh penelitian yang
ada, tidak satupun yang memiliki kesamaan fokus dengan penelitian ini.
ini:
Marriage In Islam and Present Situation”. Penelitian ini dibuat dalam jurnal
Global Journal of Politics and Law Research Vol.2, No.1, pp. 36-47, March
2014.
23
digilib.iain-jember.ac.id — digilib.iain-jember.ac.id — digilib.iain-jember.ac.id — digilib.iain-jember.ac.id — digilib.iain-jember.ac.id — digilib.iain-jember.ac.id
24
sisi ini, prisip yang dipakai adalah menjauh mafsadah didahulukan dari pada
b. Tesis Jon Kamil “Perkawinan Antar Pemeluk Agama Perspektif Fiqih Ibnu
Sarjana (PPS) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA)
Riau, 2011.
content analysis.
dengan wanita non mulslim kecuali dengan wanita yang berasal dari Ahli
Kitab (dari kalangan ahlu zimmah) dengan alasan bahwa Ahli kitab tidak
termasuk musyrik, sebab sesungguhnya agama Ahli kitab tidak ada ajaran
tentang syirik, karena Allah SWT., mengutus para Nabi dengan ajaran
Swt., maka harus dibedakan sebagai orang musyrik. Dan menurut Ibnu
wanita Kristen, merupakan salah satu upaya pengkristenan umat Islam dan
dengan Kamil, yaitu pernikhan beda agama dalam perspektif fiqh lintas
agama. Tentu hal tersebut menjadi barang baru dan pembeda antara Tesis si
c. Tesis Liza Suci Amalia “Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Islam”
43
Jon Kamil “Perkawinan Antar Pemeluk Agama Perspektif Fiqih Ibnu Taymiyah” Program
Studi: Hukum Islam / Konsentrasi Fiqih Program Pasca Sarjana (PPS) Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA) Riau, 2011.
Islam terhadap perkawinan beda agama dan konsep perkawinan beda agama
ulama’ madzhab yang selama ini menjadi rujukan oleh ulama’ di Indonesia
menikahi perempuan ahli kitab. Namun, dengan adanya KHI, maka jelaslah
UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang tidak mengatur secara
dalam dua perspektif, yaitu hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.
Islam sendiri (fiqh) adalah nisbi dan memiliki banyak paradigm/ pendekatan
dan coraknya. Tentu, Fiqh lintas agama tidak terpakai dalam penelitian
d. Tesis yang ditulis oleh Hendra tahun 2013, mahasiswa Pascasarjana IAIN
Selatan)’.
provinsi seperti yang tersebut dalam judul diatas, bagaimana pula usaha
dari fakta yang terjadi bagaimana pula bila ditinjau dari perspektif Maqashid
keluarga yang bahagia namun tidak sesuai dengan cita-cita Maqshid as-
keturunan).44
e. Tesis yang ditulis oleh Zakiyah Alatas tahun 2007 mahasiswa Program
Semarang”.
44
Hendra, Tesis : Kehidupan Perkawinan Keluarga Beda Agama Dalam Perspektif Maqashid
as-Asyari’ah (Studi Kasus di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat dan
Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan) PPs IAIN Imam
Bonjol Padang, 2013
Semarang dan upaya hukum yang bisa dilakukan oleh calon pasangan
telah ditentukan oleh hukum agama Kristen yang bersumber dari Injil,
Penelitian ini dimuat dalam jurnal the Association for the Study of Religion,
2015.
undangan terkait itu. Jika dilakukan dalam penelitian ini dikemukan bahwa
masyarakat.
serasi).
i. Tesis Kumsun Srusamai dengan judul, Peran Majelis Agama Islam Dalam
2016.
pendapat dan peran MAI dalam konteks ini yaitu pelaksanaan pernikahan
laki-laki muslim perempuan ahlul kitab dapat diizinkan dan MAI bisa
menjadi wali hakim langsung serta juga mengurusi terkait perizinan dan
administrasinya.
bawah ini,
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
belum ada yang menggunakan bahasa tersebut, walaupun pada dasarnya beda
agamar sepadan dengan lintas agama dan pada penelitian terdahulu banyak
B. Kajian Teori
a. Kontruksi Perkawinan
kontruksi dari yang menyusunnya. Pada sisi ada sub bahasan yang akan
tidak memuat suatu ketentuan arti atau definisi tentang perkawinan, namun
perdata saja, lain dari itu adalah tidak. Dengan kata lain, bahwa Kitab
bersangkutan.45
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha
Esa”.
perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami isteri, maksud dari ikatan lahir batin ialah bahwa ikatan
tersebut tidak cukup diwujudkan dengan ikatan lahir saja, tetapi harus
45
Asyari Abdul Ghofar, Hukum Perkawinan Antar Agama Menurut Agama Islam, Kristen Dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: CV. Gramada, 1992), 16.
terwujud pula ikatan batin yang mana keduanya harus terpadu erat menjadi
satu kesatuan.
Ikatan batin merupakan dasar atau fondasi yang sifatnya tidak nyata,
hanya dapat dirasakan oleh pasangan suami isteri bahwa dalam batin
tangga yang bahagia, sedangkan ikatan lahir merupakan ikatan yang sifatnya
nyata, baik bagi pasangan suami isteri yang mengikatkan dirinya sebagai
suami isteri, maupun bagi pihak ketiga serta menimbulkan adanya hubungan
hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama sebagai suami
isteri.
ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita bisa dipandang sebagai
46
Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama Dan Permasalahannya, (Bandung: Pionir
Jaya, 2000), 11.
yang sah. Sebuah perkawinan dapat dikatan sah apabila dipenuhinya syarat-
syarat tertentu sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang.
dan lain pihak berarti masuknya warga baru dan serta merta mempunyai
perkawinan. Ikatan antara seorang pria dan seorang wanita dapat dipandang
sebagai suami isteri, mana kala ikatan tersebut didasarkan pada adanya
47
Wirjono Projodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1984),
7.
48
Ghofar, Hukum Perkawinan..., 20.
a. Syarat-syarat Materiil
yang harus diberikan oleh pihak ketiga dalam hal-hal yang ditentukan oleh
Perkawinan)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Perkawinan)
49
Ko Tjay Sing, Hukum Perdata Jilid I Hukum Keluarga, (Semarang: Iktikad Baik, 1981),
134-135.
tiri.
50
Ko Tjay Sing, Hukum Perdata..., 102.
51
Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, (Semarang: Fakultas Hukum Diponegoro
Semarang, 1996), 18.
(4)Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, bibi susuan.
b) Seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak
dapat kawin lagi dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) dan
Perkawinan).
c) Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang
lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak
b. Syarat-syarat Formal
52
Ko Tjay Sing, Hukum Perdata..., 114.
mengenai:
perkawinan.
tangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan dan memuat hal ihwal orang yang
Maksud dari persetujuan seperti yang tertulis dalam Pasal 6 ayat (1)
adalah persetujuan dari kedua belah pihak calon pasangan suami isteri untuk
memenuhi umur yang telah ditentukan, mereka harus mendapatkan ijin dari
kedua orang tua masing-masing calon suami isteri hal ini dikarenakan
53
Shaleh, Hukum Perkawinan..., 19.
adalah sesuatu yang amat penting bagi kehidupan manusia termasuk kehidupan
agama, sering dianggap bahwa perkawinan itu adalah bagian dari ibadah. Tujuan
sebuah perkawinan bagi orang beragama harus merupakan suatu alat untuk
menghindarkan diri dari perbuatan buruk dan menjauhkan diri dari dosa. Dalam
konteks inilah pasangan yang baik dan cocok memegang peranan penting. Bila
mencintai dan menyayangi yang ada dalam diri mereka. Karena itulah, tujuan
kaitannya dengan perkawinan perlu adanya suatu ketentuan yang menjadi dasar
Bagi pasangan yang tetap hidup bersama seatap dengan tidak didasari oleh
perkawinan yang sah maka tak ubahnya pasangan tersebut sebagai pasangan
54
Djaren Saragih, Himpunan Peraturan-Peraturan Dan Perundang-Undangan Di Bidang
Perkawinan Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1980), 137-138.
kumpul kebo yang tidak mempunyai perlindungan hukum baik bagi mereka
ataupun bagi anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan yang tidak sah
tersebut.
mereka yang akan melangsungkan perkawinan itu saja, tetapi juga merupakan
suku, ras dan agama. Namun hubungan antar manusia telah berkembang begitu
55
Riduan Syahrani dan Abdurrahman, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia,
(Bandung: Alumni, 1978), 18.
belum diatur secara tegas mengenai dapat atau tidaknya perkawinan beda
karena belum adanya kepastian hukum bagi pasangan yang akan melaksanakan
mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, salah satu
dampak tersebut dapat kita lihat dalam masalah perkawinan, di mana terhadap
seorang pria sebagai suami dengan seorang wanita sebagai isteri, yang
memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, perkawinan antara pria yang beragama Islam dengan wanita
yang beragama Kristen atau sebaliknya seorang pria yang beragama Kristen
dengan wanita yang beragama Islam. Masalah perka winan beda agama bukan
agama, tidak dapat ditemukan dalam UUP dan Peraturan Pemerintah sebagai
masing.
untuk setiap pelaksanaan perkawinan. Jadi bagi orang Islam tidak ada
demikian juga bagi orang Kristen, dan bagi orang Hindu atau Hindu-Budha
Apabila ditinjau dari Pasal 2 ayat (1) UUP dan Pasal 10 ayat (2)
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang pada intinya memberi suatu
56
Shaleh, Hukum Perkawinan..., 16.
masing agama dan kepercayaannya itu, maka suatu perkawinan mutlak harus
apabila tidak demikian maka perkawinan menjadi tidak sah. Tidak adanya
perkawinan.
Jadi bagi orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan
melanggar hukum agamanya sendiri, demikian juga bagi orang Kristen, dan
sampai saat ini masalah tersebut masih menjadi perdebatan antara boleh atau
karena belum adanya kata sepakat dari para ahli Hukum Islam tentang halal
57
Shaleh, Hukum Perkawinan..., 16.
beda agama tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 huruf (f)
Undang-Undang Perkawinan.
1974, yaitu :
Perbedaan agama, bangsa atau asal itu sama sekali bukanlah menjadi
halangan untuk perkawinan itu. Jadi ketentuan tersebut membuka
kemungkinan seluas-luasnya untuk mangadakan perkawinan beda
agama.58
yang tidak berlaku itu adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam beberapa
peraturan yang telah ada sejauh hal-hal itu telah diatur dalam undang .-
undang yang baru ini. Jadi bukanlah peraturan perundangan itu secara
undang-undang yang baru ini masih tetap dapat dipakai.”59 Dengan kata lain,
bersangkutan.60
dipenuhi oleh para pihak yang akan melaksanakan perkawinan, begitu juga
syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak tidak berbeda dengan syarat-
58
Ordonansi Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158
59
Shaleh, Hukum Perkawinan..., 13.
60
Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar..., 37.
(2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Sedangkan
peraturan yang lama yaitu Ordonansi Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158
masih terjadi silang pendapat, boleh atau tidaknya dijadikan dasar untuk
yang ada dalam Nash Al-Qur’an. Secara tekstual, ada tiga ayat yang secara
dalam al-Qur’an, yaitu QS. al-Baqarah (2): 221, al-Mumtahanah (60): 10, dan
al-Mâidah (5): 5.
61
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat 2 Ayat 221
62
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat (60): Ayat 10
Artinya: pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu,
dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan. diantara wanita-
wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.63
yang disebut pertama, al-Baqarah ayat 221. Tentu dua ayat yang lain akan
tetap dibahas, namun sekadar sebagai penjelas ayat pertama. Yang menjadi
karena ayat tersebut merupakan ayat paling kuat yang dijadikan dasar
masalah yang menarik dijadikan fokus, misalnya dari sisi asbâb an-nuzul
63
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat 60 Ayat
yang berarti lembu betina, diambil dari legenda yang diuraikan dalam ayat ke
Muhammad.64
tampak dengan jelas surat al- Baqarah memberikan porsi yang cukup besar
mengenai reaksi terhadap tradisi dan sistem keyakinan Yahudi. Surat al-
Yahudi, dan kemudian disusul dengan tiga ruku lagi yang membicarakan
64
Maulana Muhammad Ali, Qur an Suci: Teks Arab, Terjemah Dan Tafsir Bahasa Indonesia,
alih bahasa Bachrun, (Cet. VI; Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 1993) 7-8. Lihat juga al-Qur an
dan Tejemahannya Departemen Agama Republik Indonesia diterbitkan oleh (Bandung: Gema
Risalah Press 1993) 7
Sedang dalam ruku kedua puluh sampai ruku ketiga puluh satu
Islam dan Yahudi seperti prinsip umum tauhid, ketentuan tentang makanan,
Sementara ayat 221 dinarasikan dalam ruku kedua puluh tujuh didahului
Baqarah ayat 221 menjadi polemik tersendiri di kalangan ahli tafsir al-Qur an
dari generasi ke generasi. Hal ini dipicu oleh adanya dua periwayatan yang
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Munzhir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi dari
Martsad al-Ghanawi atau Martsad bin Abi Martsad yang meminta izin kepada
yang dimaksud disini hanya untuk penggalan ayat tersebut atau untuk satu
diriwayatkan oleh al-Wahidi dan yang lainnya dari jalur Ibnu Abbas r.a
65
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al Manâr, Jilid 2 (Bairut: Dâr Al-Fikr, t.t), 247.
Martsad ibn Abi Martsad anggota persekutuan Bani Hasyim ke Mekkah yang
Malik dari Ibnu Abbas dia berkata, ayat diturunkan berkaitan dengan kasus
66
Ibid., 347-348.
tersebut.67
Jarir meriwayatkan dari As-Suddi bahwa riwayat yang kedua di atas adalah
munqati (terputus).68
hadist lebih terperinci matan (redaksi) hadist lebih detail, tapi masih dalam
diturunkannya teks ayat tapi sebenarnya ayat ini diturunkan dalam satu
kasus Abdullah bin Rawahah bisa saja hanya contoh penafsiran dari teks ayat.
Disamping itu, penafsiran teks pada surat al-Baqarah ayat 221 yang
ada pada tiga kitab tafsir. Tafsir al-Kâbir Wa al-Mafâtih al-Ghayb karya
67
Ibid
68
As-Suyuti, Lubab An Nuqûl Fi Asbâb An Nuzul (Cet. 2; Riyad: Maktabah Ar Riyad
Alhadistah, t.t), 34-35
69
Al-Wahidi, Asbâb An Nuzul (Kairo: Dâr al-Ittihâd al-Arabi Li Attab ah, 1338 H / 1968 M)
45-46.
70
Rasyid Ridha, Tafsir Al Manâr, 347-348.
Imam Muhammad Ar-Râzi (w. 604 H), Mâjanis At Ta wil karya Al-Qâsimi
(w. 1332 H/1914 M), Tafsir Al-Manâr karya Muhammad Rasyid Ridha (w.
1935 M). Secara substansial, dalam ketiga tafsir tersebut walaupun berasal
dari zaman atau masa yang berbeda tidak terdapat perbedaan mendasar atas
al-Musyrik dan makna Ahlu Kitab di atas, para ulama pun menghukumi nikah
baik yang musyrik maupun Ahlu kitab. Hal itu didasarkan dengan QS. Al-
Baqarah: 221 yang sudah menjadi kesepakatan para ulama tentang batilnya
ahlu kitab) disandarkan pada QS. Al-Baqarah: 221 serta definisi wanita
musyrik. Berangkat dari dua sandaran tersebut maka dapat diambil hukum
71
Selain dalil yang lain di atas Sayid Sabiq juga menyitir ayat lain QS. Al-Mumtahanah: 10
dengan makna kurang lebih demikian: "...mereka (muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir
itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka...” Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh As-
Sunnah, Terj. Drs. Muhammad Thalib, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1990). 95
72
Shafiyu ar-Rahman al-Mubarakfuriy, Al-Misbah Al-Munir fie Tahdzibi Tafsier Ibn Katsir.
(Kairo: Al-Maktabah Al-Islamiyah, 2008)1217
73
Muhammad Ali as-Shabuni, tafsier ayat al-ahkaam min al-Qurán. (Beirut: Dar al-Qurán al-
Kariemm, 2004), 406
74
Lihat selengkapnya mengenai fatwa tersebut dalam Himpunan Fatwa Majelis Ulama
Indonesia. (Jakarta: Depag. 2003) 167-169. selain MUI juga sebelumnya telah lama Negara
mengesahkan UU Pernikahan No.1 Tahun 1974 beserta Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
disahkan dengan Inpres No. 1 Tahun 1991 dimana Negara tidak mengakomodir adanya Pernikahan
lintas agama di Indonesia.
bahwa pernikahan laki-laki muslim dengan wanita musyrik tidaklah sah. Hal
Ibnu Abdil Bar,78 Ibnu Qudamah,79 . Dalam Ibnu Katsir disebutkan Ibnu
Abbas, Mujahid, Ikrimah, Saíd bin Jubair serta ahli tafsir lainnya juga
berpendapat demikian.80
disandarkan pada makna ahlu kitab khususnya pada QS. Al-Maidah: 5. dan
75
Imām al-Syāfi‘ī, Ahkām al-Qur’ān, kompilasi: Imām Abū Bakar Ahmad ibn al-Husayn ibn
‘Alī ibn ‘Abd Allāh ibn Mūsā al-Bayhaqī al-Nīsābūrī (w. 458 H), (Beirut-Lebanon: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1427 H/2006 M), 125-126.
76
Lihat: Syeikh Imām Abū Ishāq Ibrāhīm ibn ‘Alī ibn Yūsuf al-Fayrūz Abādī al-Syīrāzī, al-
Muhadzdzab fī Fiqh al-Imām al-Syāfi‘ī, (Beirut-Lebanon: Dār al-Fikr, ttp.), 2: 44.
77
Lihat Al-Kasani, Badaai' Ash-Shanaai' , Dar al-Kutub al-Araby, II/271
78
Lihat Ibnu Abdil Bar, Al-Kafi, II/543
79
Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Maktabah ar-Riyad al-Haditsah, VI/472
80
Ibn Katsir, Tafsir al-Qurán al-ázhim. (Kairo: Dar al-Hadits, 2005) 558
81
Selain memasukkan ahlu kitab dalam golongan orang musyrik pendapat Ibnu Umar ini juga
dimungkinkan ada kaitannya dengan pendapat yang menyatakan bahwa QS. Al-Maidah: 5 itu
dimansukh (dibatalkan) oleh QS. Al-Baqarah: 221. Sehingga pendapat itu juga dijadikan sebagai
pijakan syiáh Imamiyah dan sebagian dari zaidiyah yang mana mereka menjadikan ayat yang
khusus dimansukhkan dengan ayat yang umum . Lihat Ibnu Rusyd, Bidayayah al Mujtahid II ..
(Kairo: Dar al-Aqidah, 2004), 52, Lihat juga Lihat Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir ayat al-
ahkaam.... 203
82
Jumhur tidak memasukkan ahlu kitab dalam golongan orang-orang musyrik. Hal tersebut
dibuktikan firman Allah dalam beberapa ayat yang memisahkan antara kata musyrik dan ahli kitab
seperti dalam QS. Al-Baqarah: 105 dan QS. Al-Bayyinah: 1 & 6. dalam ayat-ayat pemisah antara
dua kata tersebut adalah huruf athf memiliki konsekwensi sesuatu yang berbeda. Lihat Muhammad
Ali as-Shabuni, Tafsir ayat al-ahkaam...204. Lihat juga Jamil Muhammad Ibn Mubarak,
Nazhariyatu ad-Dhorurah as-Syar’iyah. (tt: Dar al-Wafa’,2003). 259
83
Menurut Ibnu Abbas, pada masa hijrah, Nabi mengharamkan semua perempuan yang tidak
beragama Islam Namun dengan turunnya ayat-ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan ahlu kitab ini,
maka menurutnya, Islam membolehkan seorang muslim menikahi wanita ahlu kitab dari kalangan
Yahudi dan Nasrani, hanya saja kebolehannya tersebut khusus hanya dengan ahli kitab yang
membayar jizyah (pajak bagi warga non-muslim, sebagai pengganti zakat yang wajib bagi
muslim). Ia berargumen QS. At-Taubah: 29, yang dapat disimpulkan bahwa perempuan ahli kitab
yang membayar jizyah boleh dinikahi oleh orang-orang Islam dan apabila tidak membayar jizyah
maka tidak diperbolehkan. Muhammad Ali as-Shabuni, tafsier ayat al-ahkaam ....204
84
Imam Syafi'i mensyaratkan dengan membatasi pengertian perempuan ahli kitab yang boleh
dinikahi adalah perempuan Yahudi dari keturunan asli Bani Israil yang dari generasi awalnya
beragama Yahudi dan juga perempuan Nasrani yang para leluhurnya telah beragama Nasrani
sebelum adanya perubahan kitab injil. Lihat Imam Syafi’i, Al-Umm, juz 4 , (Beirut: Dar al-Kutb al-
'Ilmiyyah, 1993), 193.
85
Ia berpendapat bahwa ayat dalam surat al-Maidah yang dimaksud bolehnya menikahi wanita
ahlu kitab di sini adalah wanita ahlu kitab sebelum datangnya Islam. Menurutnya, dalam QS. Al-
Maidah: 5 ketika Allah menerangkan kehalalan makanan ahlu kitab, digunakan lafazh umum tanpa
dibatasi kurun tertentu, akan tetapi ketika Allah menerangkan tentang dibolehkannya menikahi
Ahlu kitab, Allah memberikan sebuah syarat dengan lafazh ”min qablikum”. Dari hal tersebutlah
ia menyimpulkan bahwa yang dibolehkan adalah generasi ahlu kitab dengan batas kurun waktu
dan tidak berlaku bagi kurun waktu setelahnya Lihat Abdul Mutaál al-Jabri, Jariimat az-Zawaaj
Bighairil Muslimat.(Kairo: Maktabah Wahbah. 1983),24. kemudian diterjemahkan dengan Apa
bahayanya menikah dengan wanita nonmuslim? Tinjauan fiqih dan politik.. (Jakarta: GIP Cet.
Kedua, 2003), 64.
86
Qardhawi berpendapat, bahwa kebolehan nikah dengan wanita kitabiyah adalah tidak
mutlak, tetapi terikat dengan ikatan-ikatan yang harus diperhatikan. Pertama, Kitabiyah itu benar-
benar berpegang pada ajaran samawi, tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama selain agama
samawi. Kedua, Wanita kitabiyah tersebut harus mukhshonat (memelihara kehormatan dirinya dari
perbuatan zina). Ketiga, bukan wanita kitabiyah yang kaumnya berstatus musuh dengan kaum
muslimin
Artinya: Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya,
bertasbihlah kepada Allah. Dan tak ada satu pun melainkan bertasbih
kepada-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti (memahami) tasbih
mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.87
ulama menjelaskan, mengerti atau paham yang dimaksud dalam kata fiqih
(sebagai bagian dari kata ushul fiqih), bukanlah sekedar paham terhadap hal-
mendalam.88
disimpulkan bahwa Fiqih Lintas Agama ialah sebuah pemahaman baru yang
mendalam, dengan paradigma baru, metode baru, serta kaidah baru yang
87
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat 17 Ayat 44
88
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih, (Cet. III; Jakarta: Amzah, 2014).
89
Nashruddin Syarief, Fiqih-Lintas-Agama, Http://PemikiranIslam.Net/2012/12/Fiqih-Lintas-
Agama, Diakses 17 Juli 2018
fiqih sebagai produk ijtihad ulama’ klasik bahwa fiqih klasik dianggap sakral
hukum Islam, namun disisi lain ada sebagian ulama’ pula yang juga
terhadap fiqih menjadi batasan bagi dirinya sendiri dan menjadikan fiqih
dikritisi lebih mendalam sehingga fiqih sebagai proses ijtihad dan dialektika
antara doktrin dan realitas dapat berkembang lagi atas zaman yang
muslim apapun agama dan aliran kepercayaanya. Dalam tataran ini fiqih
Khazanah fiqih pada umumnya ditulis pada abad ke-3 dan 4 Hijriah.
Sedangkan kita hidup pada abad ke-15 hijriyah. Tentu saja ada rentang
sejarah yang cukup lama, antara pembentukan fiqih klasik dengan kenyataan
untuk melahirkan fiqih baru yang lebih senyawa dan sejalan dengan dinamika
masyarakat kontemporer.90
arti bahwa fiqih-istilah lain dari hukum Islam, harus berubah mengikuti
90
Jamal al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 3 Memahami Paradigma Fiqih Moderat, (Jakarta:
Erlangga, 2008).
91
Mujiono Abdillah, Dialektika Hukum Islam & Perubahan Sosial Sebuah Refleksi Sosiologi
atas Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah, (Cet. I; Surakarta: Muhamadiyah University Press,
2003).
92
Ibid
bahwa didalam hukum ada sebuah hikmah, jika hikmah jelas, dia cenderung
untuk mengambil hikmah di dalam hukum. Dia pun berpendapat bahwa kita
luhur yang ada dibalik hukum. Hikmah terkadang tampak dalam keadaan
yang sangat jelas dan bisa diketahui dengan penelitian biasa. Sebagaimana
hikmah wanita dan laki-laki yang menerima harta warisan dengan laki-laki
dengan tradisi Arab yang membatasi warisan kepada orang yang bias
orang seperti itu sajalah yang berhak menerima harta warisan. Dengan
Ada beberapa istilah yang selalu dianggap musuh dalam fiqih klasik,
yaitu “murtad”, “musyrik” dan “kafir”. Sudah barang tentu fiqih akan
93
Muhyar Fanani, Fiqih Madani Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern. (Yogyakarta: PT.
LKis Printing Cemerlang, 2009).
94
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syariah Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan
Aliran Liberal, (Cet. I; Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2007).
kembali fiqih klasik. Fiqih klasik perlu perspektif baru terhadap fiqih baru,
yaitu meletakan kembali menjadi produk budaya atau produk yang hadir
menjauhi yang dilarang. Dan apabila tidak ada perintah dan larangan, maka
itu merupakan hal yang diperbolehkan. Bila suka dilakukan, bila tidak suka
mendapatkan lima persen dari yang bergerak masuk dalam wilayah perintah
menelusuri ajaran ini secara lebih dalam dan tuntas. Mereka tidak
menghadirkan ajaran ini dalam dasar-dasar hukum fikih yang empat: Al-
Qur’an, hadis, ijma dan qiyas. Mereka hanya menganggap ajaran ini sebagai
95
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis,(Jakarta: Paramadina, 2004).
96
Jamal al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 1 Memahami Diskursus Al-Qur’an, (Jakarta:
Erlangga, 2008).
97
Ibid, Jamal al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 1
ketimbang “hak-hak alami” dan kaidah “tidak sanksi kecuali melalui teks.”
Kebebasan otentik dapat berperan banyak dalam fiqih Islam bila mereka
apakah yang dilakukan halal atau haram.? Bila tidak menemukannya, mereka
muslim, apapun agama dan aliran kepercayaannya. Pada tataran ini, fiqih
sebagai produk budaya atau produk yang hadir dalam zaman tertentu untuk
komunitas tertentu pula. Selama ini, bila membaca kitab-kitab fiqih, maka
sehingga fiqih menjadi ilmu yang tak terjamah secara lebih mendasar.
Padahal, dari segi penamaannya saja, fiqih berarti “pemahaman”. Sebab, fiqih
tidak lahir dari kevakuman, melainkan sebagai respons faqih (ahli fiqih)
kehidupan yang tidak disentuh oleh para ulama terdahulu. Karena fiqih yang
tersedia adalah fiqih yang tidak lagi menyemangati zaman ini, dan bentuknya
Oleh karena itu, fiqih baru mempunyai visi dan misi untuk
memajukan umat. Fiqih harus mempunyai landasan yang kuat di dalam Al-
Qur’an dan sunnah, tetapi di sisi lain harus mampu berinteraksi dengan
yang ada. Harus diakui, dengan spirit inilah negara-negara Barat mampu
100
Ibid Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama, 2004.
terdahulu. Menurtnya bukan dia tidak akan menjadikan tafsir mereka sebagai
sumber utama, karena tidak ada keharusan untuk taklid buta terhadap karya
mereka. Kedua, fiqih baru mempunyai perhatian pada sunnah. Hanya saja,
Ada yang mengatakan jumlah hadis sebanyak satu juta. Imam Ibnu
meriwayatkan 5.000 hingga 7.000 hadis. Imam Syafi’i berkata bahwa sunnah
merupakan kitab yang paling absah setelah Al-Qur’an. Namun menurut Jamal
Oleh Karena itu, diperlukan cara pandang tentang baru terhadap sunnah.
sikap yang berhak mendapat hikmah. Hikamah merupakan harta karun umat
Muslim yang tersebar di dunia, dan tugas umat Muslim untuk menggali dan
101
Jamal al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 2 Redifinisi dan Reposisi al-Sunnah, (Jakarta:
Erlangga, 2008).
102
Jamal al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 1..,23
direformasi menjadi fiqih realitas (fiqh al waqi’) dan fiqih prioritas (fiqih al
awlawiyah), yaitu fiqih yang dapat dijadikan sinaran baru bagi problem
menurutnya agama tidak hanya memuat ajaran yang memuat aspek ritual dan
oleh pengkaji fiqih. Sehingga yang terjadi hanya perhatian terhadap ritual
belaka.
103
Ibid
104
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama,34.
yaitu perlunya melindungi agama (hifzh al din), melindungi jiwa (hifzh nafs),
antara satu dan yang lainya saling menyempurnakan. Imam Syatibi juga
105
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama, 56.
106
Ibid
hari. Dalam hal ini Ada bentuk relativisme yang dapat dijadikan dasar
sebuah ekspresi dan tatanilai sendiri yang berbeda dengan yang lain. Kedua,
artinya jalan kebenaran tidak harus melalui “Islam”. Oleh karena itu Islam
dan fiqih menyikapi kekerasan yang mengatasnamakn agama. Oleh karena itu
verivikasi antara ajaran yang pokok (ushul) dan yang cabang (furu’).
Pembaharuan pada pada level ini tidak harus membabat habis akar-akar fiqih
belantara khazanah fiqih adalah khazanah yang luas dan kaya, sehingga
sesuatu yang baku dan siap saji. Akibatnya produk fiqih adalah produk yang
menghadirkan fiqih sebagai etika social. Fiqih tidak hanya membahas hukun
yaitu: melindungi agama, akal, jiwa, harta dan keturunan. Yang semangatnya
sukunya.
dan memahami konsep tersebut secara mendasar, tidak imparsial. Fiqih tidak
109
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis,
(Jakarta: Paramadina, 2004).
hadir sebagai konsep yang menafikan konsep lain, melainkan fiqih dapat
teks dengan konteks dengan menjadikan teks bersifat inklusif yaitu menerima
Yunani. Theos berarti Tuhan, dan logos berarti ilmu. Jadi, teologi berarti
Ferm menyatakan, teologi adalah “The discipline which concerns God and
yakni “Science of religion, dealing therefore with God, and man in his
110
Ibid
111
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia,Edisi II, Cet.
I (Jakarta: Balai Pustaka, 1991).
112
Fergilius Ferm “Theology” dalam Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia of Religion,vol.
VII(New York: Macmillan Library Reference USA, 1995).
berarti bahwa masalah iman yang menjadi bahasan utama dalam teologi yang
Kemudian yag kedua, adalah perilaku toleran dan sikap yang terbuka
yang dikutip dalam sebuah jurnal, teologi inklusif berkaitan erat dengan
pandangan Karl Rahner, seorang teolog Katolik yang intinya adalah menolak
suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat- istiadat, budaya, bahasa serta agama
113
Paul Edward (ed), The Encyclopedia of Philosophy, Vol. V(New York:Macmillan
Publishing Co. Inc. 1997)
114
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam(Cet. V; Jakarta, Pustaka al-Husna,1992)
115
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, Dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 1994), 234
116
Rofiq Nurhadi, Syamsul Hadi, Thoyib I.M dan Suhandano, Dialektika Inklusivisme Islam
Kajian Semantic Terhadap Tafsir Al Quran Tentang Hubungan Antar Agama, Kawistara, Vol 3
(2013), 59
Hal ini tidak berarti kegiatan da’wah dalam Islam dihentikan. Malah
sebaliknya, seruan kepada Islam tetap menjadi suatu kewajiban bagi setiap
terhadap semua jenis makhluk lain dan lingkungan alam fisik di bumi ini pun,
harmonis.117
dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial
117
Dewi Utami, Inklusivisme dalam Islam Peradaban Umat Manusia, dimuat dalam website
Akademia.
yang ada.118
Jadi dasar fiqih ini bukan aqidah Islam, melainkan teologi inklusif-
pluralis. Sesuai dengan penjelasan diatas bahwa Pluralisme berasal dari kata
inklusif secara etimologi merupakan bentuk kata jadian yang berasal dari
diluar agama yang dipeluknya juga terdapat kebenaran dan jalan keselamatan,
yang sah menuju Tuhan yang sama. Atau, paham ini menyatakan, bahwa
agama adalah persepsi manusia yang relatif terhadap tuhan yang mutlak,
atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari agama lain atau
118
Raymond Sutanto, Teologi Pluralisme, dalam http://putrakaranganyar.blogspot.com
/2012/06/teologi-pluralisme-kumpulan dari.html. diakses pada 19 Agustus 2018.
119
Anis Malik Thoha, Tren Pluralism Agama, (Jakarta: Perspektif, 2005).
namun inklusif pluralis juga sudah ada pada zaman nabi Muhammad SAW,
mereka dengan hukum yang berasal dari Al-Quran. Tapi bagaimana mereka
hukum-hukum Allah. Jadi pluralisme beragama sudah ada sejak masa Nabi.
120
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat 29 Ayat 46
121
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital In Microsoft Word, 2007, Surat 30 Ayat: 43
filsafat yang berkembang di dunia Barat. Istilah ini muncul dari pertanyaan
hanya satu, yang serba spirit, serba roh dan serba ideal. Aliran ini kemudian
beranggapan, bahwa ”yang ada” itu terdiri dari dua hakikat, yaitu materi dan
roh. Aliran ini dipelopori oleh Descartes. Pluralisme beranggapan ”yang ada”
itu tidak hanya terdiri dari materi dan roh atau ide, melainkan terdiri dari
mengetahui hakikat materi maupun rohani termasuk juga yang mutlak dan
transenden.122
kemudian para filsuf itu menggagas perlunya kebebasan beragama, tanpa ada
toleransi dan kebebasan beragama yang digagas oleh Locke, terdapat tiga
122
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu: Perspektif Pemikiran Islam (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), 25-
26
123
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, Jilid 2 (Jakarta: Kanisius, 1980), 36.
poin: pertama, hanya ada satu jalan atau agama yang benar; kedua, tidak
seorangpun yang akan diselamatkan bila tidak percaya pada agama yang
benar; ketiga, kepercayaan tersebut diperoleh manusia melalui akal budi dan
keselamatan. Oleh karena itu tidak seorangpun, baik secara pribadi maupun
(universal). Oleh sebab itu, konflik atau perang berarti berlawanan dengan
pro dan kontra). Bagi kelompok Islam radikal seperti Majlis Mujahidin
Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam
ditegaskan oleh Ismail Yusanto, juru bicara HTI, bahwa pluralisme agama
agama adalah paham dari Barat yang dikembangkan dari teologi inklusif yang
bertentangan dengan QS. 3: 85; “Barang siapa yang mencari agama selain
124
Haryatmoko, Pluralisme Agama dalam Perspektif Filsafat, Diktat Kuliah Filsafat Ilmu
(Yogyakarta: PPS IAIN Sunan Kalijaga, 1999).
Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima, dan di akhirat dia termasuk orang
ini sudah dikenal lama bahkan sejak abad pertama, sehingga dikenal
ungkapan extra ecdesiam nulla salus (tidak ada keselamatan di luar gereja).
Tokohnya antara lain Karl Bath dan Hendrick Kraemer dan pada umumnya
dialog antar agama. Dari kalangan Kristen, nama-nama seperti Karl Rahner,
Raimundo Panikkar, George Khodr dan Hans Kung dikenal sebagai tokoh-
tokoh inklusif, sementara W.C. Smith, Paul Kritter dan John Hick dianggap
pada Q.S. al-Baqarah (2): 62 dan al-Maidah (5): 69, yakni ayat-ayat yang
Qur’an surat al-Baqarah (2):148 dan al-Maidah (5):48 menegaskan tentang arti
125
Sumbulah, “Islam Radikal dan Pluralisme Agama: Studi Konstruksi Sosial Aktivis Hizbut
Tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi”, Disertasi (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel, 2006), 13.
126
Budhy Munawar Rahman, “Pluralisme dan Teologi Agama-Agama Kristen-Islam”..., 171.
Lebih detail pembahsan ini bisa dibaca dalam tulisan Coward, Pluralisme dan Tantangan Agama-
Agama,(Yogyakarta: Kanisius, 1989), 31-86
pentingnya perbedaan agama dan agar setiap pemeluk agama saling kompetitif
Muslim Indonesia, yang tergolong inklusif misalnya Mukti Ali, Alwi Shihab
mendasar dalam tradisi fiqih klasik. Pertama, mengimani teks sebagai produk
budaya. Teks dan budaya adalah dua mata uang logam yang tidak bisa
keyakinan teologis dari eksistensi teks sebagai wahyu tuhan, menjadi wahyu
sebagai wahyu progresif, sehingga tidak lagi menjadi idiologis dan dijadikan
127
Nurcholish Madjid et.al., Fiqh Lintas Agama: Membangun Maysrakat Inklusif-
Pluralis (Jakarta: Yayasan Waqaf Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, 2004),
207. Bandingkan dengan Jamal al-Bana, Al-Ta’addudiyyah fi Mujtama Islamy (Kairo: Dar al-Fikr
al-Ismay, 2001), 27.
yang satu tidak dapat diperbandingkan dengan yang lain. Maksudnya setiap
agama itu partikular tidak singular. Setiap agama itu mempunyai keunikan,
dapat begitu saja disamaratakan dengan yang lain. Namun itu tidak berarti
tidak ada agama yang begitu singular dan unik, sehingga tidak ada
kita seharusnya mengatakan bahwa semua agama pada dataran yang sama.
Ada perbedaan namun they are different in degree, but not in kind. Berbeda
yang kurang dewasa dan tidak sanggup merespon kondisi zaman yang
128
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis,(Jakarta: Paramadina, 2004).
129
Nurcholish Madjid. Pluralitas Agama Kerukunan Dalam Beragama, (Jakarta: Buku
kompas. 2001).
pluralis dan bersedia menerima umat beragama lain sebagai teman dialog
yang sama, tidak ada superioritas antara satu suku, etnis atau kelompok social
konflik antar mereka. Maka sebagai upaya untuk mengatasi masalah ini
urgennya masalah keimanan sehingga ia menjadi awal bagi setiap orang yang
dalam buku Fiqih Lintas Agama. Dari masalah tersebut akan berlanjut kepada
beberapa peristilahan yang banyak disebutkan dalam buku ini seperti istilah
din dan syir’ah, ajaran kehanifan (hanafiyyah), makna Islam, ahli kitab, dan
kalimatun sawa’.
buku Fiqih Lintas Agama dan menjadi pokok pembahasan dalam kajian teori
pluralis dalam arti ini adalah teologi teoritis dan karena itu ia
sesuai dengan teologi pluralis adalah fiqh pluralis. Fiqh ekslusivis hanya
2) Sementara din atau inti agama itu sama, kepada setiap golongan dari
130
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis,(Jakarta: Paramadina, 2004).
131
Ibid
menghendaki umat manusia itu satu dan sama dalam segala hal.132
Inti agama (Arab: din) dari seluruh rasul adalah sama (QS. 42:13), dan
umat serta agama mereka itu seluruhnya adalah umat serta agama yang
tunggal (QS. 21:92; 23:52). Kesamaan dan kesatuan semua agama para
nabi itu adalah satu saudara lain ibu, namun agama mereka satu dan sama.
Sementara din atau inti agama itu sama, kepada setiap golongan dari
menghendaki umat manusia itu satu dan sama semua dalam segala hal.
berbagai kebaikan. Seluruh umat manusia akan kembali kepada Allah dan
132
Ibid
pluralitas agama.
3) Perkataan hanif menunjukkan kepada yang murni, suci dan benar dengan
titik inti pandangan Ketuhanan yang maha Esa atau tawhid; sedangkan
total hanya kepada kemurnian, kesucian dan kebenaranan itu, yang di atas
segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Islam).133
yang sekarang dikenal dengan istilah tradisi agama Ibrahim. Menurut al-
yang hanif dan muslim. Dua istilah hanif dan muslim itu menunjukkan
dengan titik inti pandangan Ketuhanan yang Maha Esa atau tauhid.
tunduk (din) dan pasrah total hanya kepada kemurnian, kesucian dan
133
Ibid
kebenaran itu, yang di atas segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada
dan janganlah tergolong kaum musyrik, yaitu mereka yang memecah belah
membanggakan apa yang ada pada mereka (akibatnya, antara lain merasa
nabi” adalah justru karena secara geneologis menjadi nenek moyang para
Nabi Timur Tengah, termasuk Nabi Muhammad SAW, akan tetapi sebutan
itu juga merupakan lambang bahwa agama yang diajarkan, yaitu kehanifan
dan kemusliman sebagai agama dan fitri, merupakan induk semua agama
dimana saja. Kehanifan dan kemusliman adalah agama semua nabi dan
134
Dalam kaitannya ini patut direnungkan sebuah peringatan dalam al-Qur’an agar manusia
waspada terhadap para pemimpin yang terlalu dipuja (seperti yang ada dalam sisten kultus), sebab
mereka kelak di Akhirat akan melepaskan tanggung jawab dari para pengikut mereka (QS. 2: 166).
rasul yang telah diutus Tuhan kepada setiap umat. Jika wujud lahiriahnya
minhaj yang berlainan untuk setiap kelompok dalam kurun waktu tertentu.
kebaikan. Hanya Allah yang punya hak untuk menjelaskan perbedaan itu
kelak.
sebagaimana diajarkan oleh semua nabi dan rasul. Lebih jauh lagi,
sesungguhnya semua penghuni seluruh jagad raya ini tunduk patuh kepada
Dari sudut pandang kaum Muslim, agama alam semesta ialah al-
islam, sikap pasrah yang total kepada Sang Maha Pencipta. Kitab Suci
135
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis,(Jakarta: Paramadina, 2004).
Dari segi tasrif, perkataan Islam adalah masdar dari kata kerja aslama-
yuslimu, sama halnya dengan perkataan iman yang merupakan masdar dari
melupakan hakikat dirinya sebagai hamba Allah yang harus taat dan
hukum alam semesta, yang juga berarti tidak hidup sejalan dengan sesama
ciptaan Allah.
suatu kesaksian dan pengakuan oleh manusia bahwa Allah, Tuhan Yang
Maha Esa.
kesucian dan kebaikan yang muncul sejak dari penciptaan asal yang suci
fitrah yang suci, tidak selamanya manusia memiliki sensitifitas fitrah yang
menggunakan akal untuk bertahan pada fitrah, tidak semua kebenaran dan
Sebagaimana dari pengertian Islam itu sendiri yaitu sikap tunduk dan
taat kepada Tuhan. Ajaran islam universal inilah yang merupakan satu-
satunya ajaran ketundukan atau din yang dibenarkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Di sini perlu digaris bawahi bahwa sekalipun para nabi
bahwa mereka dan kaumnya menyebut secara harfiyah ajaran mereka al-
islam dan mereka sendiri sebagai orang-orang muslim. Sebab semua itu
adalah peristilahan dalam bahasa arab, sementara para nabi dan rasul
penyebutan para nabi dan rasul beserta para pengikut mereka sebagai
orang-orang muslim dan ajaran atau agama mereka sebagai al-islam dalam
arti generik tetap benar dan dibenarkan, hanya saja sedikit melibatkan
masalah kebahasaan.136
136
Berdasarkan penjelasan dari Ibn Taimiyah, membedakan antara “islam khusus” (al-islam al-
Khaslish) dan “Islam umum” (al-islam al-‘amm) sebagai berikut: manusia berselisih tentang orang
terdahulu dari kalangan umat Nabi Musa dan Nabi Isa, apakah mereka itu orang-orang muslim? ini
adalah perselisihan kebahasaan. Sebab “Islam khusus” (al-islam al-khashsh) yang dengan ajaran
kepada para penganut agama diluar Islam yang memiliki kitab suci.137
luar islam yang memiliki kitab suci. Sikap ini tidaklah bermaksud
Akan tetapi, sikap Islam ini bermaksud memberi pengakuan sebatas hak
mereka masing-masing.138
mereka ini juga menganut kitab suci yaitu al-Qur’an. Ahli kitab tidak
itu Allah mengutus Nabi Muhammad SAW al-islam sekarang secara keseluruhan bersangkutan
dengan hal ini. Adapun “islam umum” (al-islam al-‘amun) yang bersangkutan dengan islam-nya
setiap umat yang mengikuti seorang nabi dari para Nabi itu.
137
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis
(Jakarta: Paramadina, 2004).
138
Ibid Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama.. 2004).
disebut kafir yakni menentang atau menolak ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad SAW.
kaum Muslim (Islam). Dengan kata lain, umat islam mempercayai bahwa
adalah sama dengan inti ajaran yang disampaikan kepada semua nabi.
Oleh karena itu sesungguhnya seluruh umat pemeluk agama Allah adalah
Ahli Kitab, melainkan sudah menjadi kaum Muslim. akan tetapi karena
oleh karena sikap positif mereka kepada Nabi dan kaum beriman, kaum
muslim dipesan untuk juga tetap bersikap positif dan adil selama mereka
tidak memusuhi dan tidak pula merampas harta kaum beriman itu.
139
Ibid
6) Ahli kitab bukan hanya Yahudi dan Nasrani saja, tetapi Hindu, Budha,
Setelah kita melihat adanya konsepsi Ahli Kitab yang inklusif di atas,
ahli kitab diluar kaum Yahudi dan Nasrani. Imam syafi’i menganggap
bahwa istilah Ahli Kitab hanyalah untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani
ahli kitab. Al-Qur’an sendiri menyebut kaum Yahudi dan Nasrani sebagai
status hukum tertentu yang berlaku bagi mereka sama dengan yang
diterapkan pada kaum musyrik. Akan tetapi sebagian besar ulama tidak
bukan kaum musyrik dengan dalil firman Allah QS. 22: 17.143
berdebat dengan para penganut kitab suci, kecuali dengan cara yang lebih
ahli kitab bahwa mereka beriman kepada ajaran yang diturunkan kepada
ahli kitab, dan bahwa tuhan mereka dan tuhan ahli kitab adaah samayaitu
tuhan yang maha esa, dan semuanya adalah orang-orang yang pasrah
kepada tuhan yang maha esa. Segi persamaan yang sangat asasi antara
Hal itu menunjukkan bahwa dalam pengertian yang benar tentang Tuhan.
143
Ibid
144
Ibid
145
Ibid
146
Ibid.
Masalah nama bukanlah hal yang asasi, yang asasi ialah pengertiannya.
Nabi saw agar berseru kepada semua penganut kitab suci untuk berkumpul
pada seluruh ummat (rahmatulil `alaimin). Dalam buku Fiqih Lintas Agama:
kemudian disusulkan sebuah paradigma baru tentang fiqh yang prulis dan
iklusif. Wacana dalam buku ini guna menjadi mediator untuk merekatkan
memberikan ruang gerak bagi agama lain.149 Suhadi sebagai seorong penliti
147
Bahkan kepada kaum yahudi dan kaum nasrani pun diserukan untuk mentaati ajaran-ajaran
yang ada dalam kitab-kitab suci mereka, sebab mereka yang tidak menjalankan ajaran yang
diturunkan Allah adalah orang-orang kafir, orang-orang dzalim, dan orang-orang fasik. Baca.
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama.56
148
Wacana fiqih ini tidak sebatas direkonstruksi, melainkan didekonstruksi terlebih dahulu
untuk kemudian dikonstruksi. Hal ini diakui dalam “Pengantar Redaksi”. Suhadi, Kawin Lintas
Agama, Perspektif Kritik Nalar Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2006), vi.
149
Mun’im A. Sirry [ed.], Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif- Pluralis,
(Jakarta: Paramadina, 2004), 15.
mengatakan,
Jika secara teologis disepakati bahwa sebuah wacana pluralis yang pro
existance, maka secara muamalah pun seharusnya memiliki landasan
yang kuat untuk applicability. Karena itu, sebenarnya tidak ada
larangan untuk melintas batas agama dalam bidang perkawinan.150
aradigma dianggap sangat perlu untuk kepentingan hal-hal yang pro terhadap
eksitensi yang berbeda ini penting dalam fiqih. Secara historis, kontruksi ini
pengharaman pluralisme.
Posisi MUI yang berdiri tegas dalam menolak pluralisme menuai protes
keras pula dari berbagai elemen masyarakat, ulama, intelektual, dan kalangan
ditegakkan sebagai cara pandang dalam melihat orang lain sebagai bagian
150
Suhadi, Kawin Lintas...,VI
151
Faisal Ismail menegaskan “tidak ada agama yang mengandung ajaran yang mutlak. Dan
beranggapan bahwa tidak ada yang salah dengan pluralisme agama. Yang terlihat salah, menurut
pendapat saya, adalah sinkretisme agama. Salah seorang pimpinan MUI di sebuah televisi
menjelaskan, yang diharamkan MUI adalah pluralisme agama yang ditarik ke sinkretisme
agama.”. Hal ini kemudian juga diceriakan dalam Zuhairi Misrawi, Al Qur’an Kitab Toleransi:
Inklusivisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 207. Dalam buku ini,
Zuhairi juga menegaskan kesalah-fahaman MUI dalam memahami dan menginterpretasi gagasan
pluralism.
agama lain. Melalui hal yang demikian, akan bisa arif melihat setiap
perbedaan yang ada di dalam kemajemukan, dan bisa jadi akan memotivasi
antara satu dengan yang berbeda untuk saling berlomba menuju kebaikan.153
pula bila dirujuk kepada berbagai ayat yang menguraikan pentingnya sikap
berbagai ayat yang sangat popular yang membincang perihal ini adalah ayat
yang berbunyi:
Artinya:Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulian diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang
paling takwa di antara kamu. Seseungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi maha mengenal.154
bukanlah sesuatu yang unik dan tabu untuk dilestarikan dalam kehidupan
152
Heru Nugroho, Menumbuhkan Ide-ide Kritis, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001) 174
153
Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta:
Paramadina, 2001) 46-48.
154
QS: Al Hujarat:13
kehidupan manusia yang telah dicipta dalam keragaman multi latar. Bahkan,
perbedaan sebagai kesatuan sistem sosial yang harus dihargai. 157 Pluralisme
nanti akan menjadi dorongan terciptanya kondisi inklusifitas yang dapat arif
kebajikan.158
155
Nurchalis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992) 177
156
Maksutnya, Patut disadari, apabila pluralism diletakkan pada wilayah teologis, maka akan
melahirkan kelompok puritan teologis yang akan selalu mengakui bahwa agamanya adalah yang
paling benar dan memahami ajarannya secara literlek yang kemungkinan besarnya akan turut
mengkafirkan ummat lain yang berbeda agama. Lebih jelas baca, Abdullah Saeed, Pemikiran
Islam: Sebuah Pengantar, terj (Yogyakarta: Kaukaba, 2014) 264-266.
157
Heru Nugroho, Menumbuhkan Ide-ide Kritis (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2001) 174
158
Budhy Munawar Rahman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta:
Paramadina, 2001) 46-48.
pluralism itu ada tiga, yakni pertama, pluralisme di level pemikiran (plural in
kepada ideologis. Pluralism melahirikan fiqh yang iklusif. Artinya, fiqh yang
159
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, terj (Jakarta: Paramadina, 1999), 395
160
Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan transformasi
kebudayaan (Jakarta: The Wahid Institute, 2007) 71-77
C. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Pernikahan
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
Islam
aturannya.
yang mengikat. Misalnya, aturan yang ada dalam UU perkawinan Pasal 2 ayat
(1) jo Pasal 8 huruf (f), dinyatakan bahwa hukum perkawinan beda agama
demikian tersebut akan menyebabkan ajaran agama yang homegen ini akan
dengan konsep pernikahan campuran. Ini pun tidak tepat, sebab perkawinan
campuran yang dimaksud adalah bukan perkawinan antar agama. Hal ini
161
Lihat Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
99
merupakan perkawinan yang tunduk pada dasar legal hukum yang berbeda.162
bahwa beda agama, bangsa atau asal itu sama sekali bukanlah menjadi
halangan untuk perkawinan itu. Ketentuan ini dianggap sebegai aturan yang
agama.163
agama secara legal hukum positif tidak dilarang. Aturan diserahkan pada
ajaran agama yang dianut. Hal ini tentu memberikan jalan lebar agar
perkawinan beda agama. Dalam upayanya, ada beberapa aturan hukum yang
162
Lihat, Surat Ordonansi Perkawinan campuran tahun 1898 No. 158 Pasal 1
163
Surat Ordonansi Perkawinan campuran tahun 1898 No. 158 Pasal 7
164
Shaleh, Hukum Perkawinan...,13. Hal ini juga ada dalam penjelasan tokoh-tokoh lain.
Salah satunya dalam, Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar..., 37.
sumber hukum, yakni dalam KHI dan Fatwa MUI.165 Adapun dalam secara
ini ditegaskan dalam Al-Qur‟an, antara lain dalam an-Nisa’ ayat 22-24, dan
al-Baqarah ayat 221. Dalam kategori larangan perkawinan ini salah satunya
pria lain.
165165
Keduanya kedudukan KHI dapat dikatakan dalam teori hukum sebagai comunis opinion
doctorum artinya dilihat dari segi subastansi belum dapat dikatakan sebagai suatu hukum tidak
terulis. Untuk memperoleh kedudukan demikian dalam lingkungan tata hukum positif nasional,
masih diperlukan pengembangan dan peningkatan menjadi comunis opinion dan tahap berikutnya
menjadi comunio opinion necessitates. Lihat dalam, Moh. Koesnoe, Kedudukan Kompilasi Hukum
Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Varia Peradilan, No. 122 (1995), 156.
166
Mahfud MD (ed.), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 1993), 79.
2) Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.
b. Pasal 44 KHI;
c. Pasal 61 KHI;
a. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut
tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara (lima) tahun, atau hukuman
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
167
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1992/1993), 32
168
Ibid. 33
169
Ibid., 39
Kompilasi Hukum Islam itu sendiri, pasal-pasal yang ada tidak berada dalam
satu Bab tertentu. Pasal 40 KHI dan juga Pasal 44 dimasukkan dalam bab
perkawinan, sementara itu, pasal 116 KHI berada pada bab putusnya
perkawinan.
agama di Indonesia melalui fatwa tahun 1980 dan tahun 2005 secara khusu
Fatwa ini meliputi dua masalah yang terkait beda agama. Pertama,
dengan seorang laki-laki yang tidak beragama Islam. Kedua, bahwa seorang
laki-laki muslim tidak diijinkan menikah dengan seorang wanita yang bukan
muslim.
170
Ibid., 58-59
171
M. Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993), 99.
komisi fatwa. Hal ini menunjukkan perhatian MUI yang besar terhadap
Fatwa pada tahun 2005 yang merupakan fatwa yang dipakai hingga hari
di tengah-tengah masyarakat;
kemaslahatan
disebutkan di atas.173
172
Ditetepakan dalam Musyawarah Nasional MUI ke-VII pada tanggal 26-29 Juli 2005
173
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975 (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2011), 472-477.
Pada inti pembahasan aturan ini, sebenarnya ada dua hal yang
dan pernikahan yang tidak sah tanpa ada qayyid. Kedua, khusus pernikahan
laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab yang dihukumi haram dan tidak
sah. Dalam hal ini fatwa item kedua ini yang sesungguhnya banyak
pernikahan model ini secara mendetail telah dibahas dan jumhur ulama
membolehkannya.
dan didasarkan pada dalil-dalil hukum yang lain, seperti istihsan, maslahah
penetapannya, MUI sudah berdasar pada prosedur penetapan fatwa yang telah
juga mengacu pada prosedur penetapan fatwa tersebut. Artinya, fatwa yang
dikeluarkan MUI secara jelas dapat diketahui sumber atau dalil-dalil yang
Adapun dasar nash yang dicantum dalam aturan tersebut ini, lumayan
adalah QS. An-nisa‟ ayat 3 dan 25, QS. Ar-Rum ayat 30, QS. At-Tahrim ayat
174
Lihat, Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tentang Pedoman
Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : U-596/MUI/X/1997
6, QS. Al-Maidah ayat 5, QS. Al-Baqarah ayat 221 serta QS. Al-Mumtahanah
ayat 10.175
pernikahan seorang Muslim dan non Muslimah, terutma Ahl al-Kitāb pada
shar‘iyyah, dan demi menutup pintu munculnya fitnah dan mafasid yang
Secara umum, pada dasarnya ada dua klasifikasi kitab fiqih umum yang
merupakan istinbath hukum dari empat mazhab sunni, sperti kitab fiqh
berisi istinbath hukum modern seperti kitab Sayyid Sabiq yang berjudul fiqh
175
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI., 473-476.
176
Hasbi As-Shiddiqy, Pengantar Hukum Islam (Semarang: Rizki Putra, 1997), 220.
177
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI., 477.
Sunnah. Untuk membahas tentang pernikahan fiqih lintas agama ini, tentu
lebih dahulu dan lebih baiknya, penjelasan dasar pandangan kedua klasifikasi
tingkat hukum haram menjadi makruh, mubah atau lainnya pada kasus laki-
laki muslim mengawini perempuan Ahli Kitab. Untuk lebik jelasnya ada
beberapa hal yang secara mendasar dikaji. Adapun hal tersebut adalah
ayat 221 juga didasarkan pada QS. Al-Mumtahanah ayat 10 yaitu: Wahai
mukmin) tidaklah halal bagi mereka (laki-laki kafir), dan mereka (laki-
1) Orang kafir tidak boleh menguasai orang Islam berdasarkan QS. An-
Nisa ayat 141 artinya dan Allah tak akan memberi jalan orang kafir itu
2) Laki-laki kafir dan Ahli Kitab tidak akan mau mengerti agama istrinya
ajaran Nabi.
4) Dalam rumah tangga tidak mungkin suami istri hidup bersama dengan
perbedaan (keyakinan).178
178
Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, Juz. II (Bairut: Dâr Al-Kitab al-Arabi, 1985) 105-106.
179
Ibid., 99
Mâidah ayat 5. Hal ini karena pengertian Ahli Kitab disini mengacu pada
agama, yakni pada point c. Ada beberapa ulama’ yang dalam pandanganya
Abu Waqas pernah kawin dengan perempuan Yahudi dan Nasrani pada masa
Adapun penjelasan empat mazhab terkait hal demikian ini, juga sebagai
berikut:
1) Madzhab Hanafi
180
Ibid 101
di luar agama Islam. Pada sisi ini, ada anggapan bahwa suami muslim ini
2) Madzhab Maliki
pada dar al-harb kualitasnya lebih berat. Kedua, tidak makruh mutlak,
dzin.
3) Madzhab Syafi i
mereka sangat dimakruhkan bagi yang berada di dar al-harb. Pada sisi
perbuatan zina.
4) Madzhab Hambali
dalam kontruksi Ahlul Kitab ini. Dalam Qur`an sebenarnya ada banyak
sebutan jenis perempuan yang non muslim. Salah satunya misalnya adalah
69, QS. Al-Hajj: 17), Majusi (QS. Al-Hajj: 17) serta orang-orang yang
berpegang pada suhuf (lembaran kitab suci) Nabi Ibrahim yang bernama syit,
dan suhuf Nabi Musa yang bernama Taurat (QS. al- A la:19) dan kitab Zabur
181
Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba ah 76-77.
mereka orang-orang Yahudi dan Nasrani sependapat dengan Islam dalam hal-
Nasrani.183
dilakukan dengan mengutamakan pencarian pada makna setiap kata yang ada
di Qur’an maupun hadist. Pada pola yang demikian inilah, kontruksi fiqh
lintas agama muncul sebagai model baru yang sangat berbeda dengan metode
182
Ibid
183
Ibid 104
adalah tiga ayat, yakni QS. al-Baqarah ayat 221, QS. al-Mumtahanah ayat
10,QS.al-Mâidah ayat 5. Tiga ayat ini yang kemudian yang dikaji secara
mendalam oleh beberapa pakar yang ingin menggas tentang fiqh lintas
agama.
221 ini menurut ar Razi merupakan ayat madhaniyah yang secara jelas
nikah adalah pengujian keimanannya. Dikatakan dalam ayat tersebut, jika ada
keimanannya, begitupun sebaliknya. Ayat ini pada intinya sama dengan ayat
yang pertama. Ar Razi menjelaskan ayat ini juga merupakan ayat madhaniyah
Ketiga, surat al-Mâidah ayat 5. Ayat ini berbeda dengan kedua ayat
orang yang non Islam. Perempuan yang tidak Islam dalam ayat ini
184
Muhammad Ar-Razi, Tafsir Al-Kabîr wa Mafâtih Al-Ghayb (Beirut:Dâr al-Fikr, 1996), 34
185
Jelasnya baca kitabnya ar Razi tentang ma yuhallu dan ma yuhramu. Lengkap dalam Ibid,
34-35.
Dengan kata lain, penjelasan ayat ini menghalalkan perempuan ahli kitab.
Jika dipahami sepintas, tentu ayat ketiga ini membuat sebuah distorsi
yang sangat berbeda dengan ayat sebelumnya. Pada konteks dialektika inilah
benarnya ada dalam penjelasan ketiga ayat ini. Pada sisi inilah, Nurkholis
Tentang hal ini, beberapa ulama ada yang berpandangan bahwa yang
Penjelasan ini didasari pada QS; At-Taubah ayat 30-31 berikut ini:
186
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,155
Artinya: Orang-orang Yahudi berkata Uzair putera Allah dan orang Nasrani
berkata Al-Masih itu putera Allah . Demikian itulah ucapan mereka
dengan mulut mereka, meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu.
Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka selain
Tuhan selain Allah, dan juga (mereka mempertuhankan) Al-Masih
putera maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang
Maha Esa, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Ia. Maka Suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.187
Berdasarkan ayat ini dijelaskan bahwa musyrik sama dengan dua agama
samawi yang disebut itu, karena kaum Yahudi menganggap Uzair sebagai
dengan juga membawa nash. Ia menjelaskan bahwa ada nash lain yang dapat
membantah hal itu. Ia menukil sebuah dua ayat berikut ini: 189
187
QS; At-Taubah:30-31.
188
Muhammad Ar-Razi, Tafsir Al-Kabîr...,61
189
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,156
190
QS; Al Baqoroh:105
Artinya: Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang kafir musyrik
(mengatakan bahwa mereka) tidak akan melepaskan (kepercayaan
mereka) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.191
musyrik dengan Ahlul Kitab. Pandangan ini didasarkan kontruksi teks ayat
bahwa kafir berbeda secara terminologi dengan Ahlul Kitab. Dasar anggapan
inilah yang menurut mereka menjadi dasar yang harusnya dalam membangun
memandang ada perbedaan arti Ahlul Kitab dengan kafir dan musyrik.
191
QS: Al Bayyinah:1
192
Pejelasan ini pada perkembangan dibantah mufasir asal Indonesia, Qurays Shihab.
Menurutnya, memang dua ayat ini menjelaskan ada dua macam orang kafir, pertama Ahli Kitab,
dan kedua orang-orang musyrik. Itu adalah istilah yang digunakan oleh al-Qur an untuk satu
substansi yang sama, yakni kekufuran dengan dua nama yang berbeda, yaitu Ahli Kitab dan al-
Musyrikun. Ini lebih kurang sama dengan kata korupsi dan mencuri. Walaupun substansi
keduannya sama, yakni mengambil sesuatu yang bukan haknya, tetapi dalam penggunaannya
berbeda, seperti pegawai yang mengabil bukan haknya disebut sebagai koruptor, sementara bila
orang biasa bukan pegawai dinamai dengan pencuri. Lengkapnya, baca. Qurash Shihab, Tafsîr al-
Mishbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur an, Vol. 1, 3, 14 (Cet. IX, Tangerang: Lentera
Hati) 474
pakar paramadina mengambil contoh dari realiatas hukum yang terjadi di Islam
sendiri. Jika syirik itu diartikan sebagai sesutu sikap tidak menyekutuan Allah
dengan siapun. Pada nyatanya ummat Islam pun kadang dalam prakteknya
menyekutan Tuhan dengan benda, harta dan sebagainya. Coba pikir pada
bukan syarik persekutuhan Tuhan, akan tetepi syirik dalam arti luas. Pada
konteks inilah perspektif fiqh lintas agama berbeda pemahaman dalam melihat
Jadi, pada intinya ada beberapa hal yang membuat para pakar Fiqh lintas
tentu adalah nash dan realitas dari nash tersbut. Pada konteks realitasnya, untuk
kesepakan antara komunitas muslim, Kristen dan Yahudi. Kedua agama ini jika
193
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,158
ketiga agama samawi ini sama. Ada pun ayang tersbut adalah sebagiamana di
bawah ini,
Selain itu, padangan mereka tentang dua nash ini yang disebutkan
sebelumnya telah dinasakh ayat ketiga yang disebut di awal. Hal tersebut dapat
ayat ketiga diturunkan di Mekkah. Pemikiran ini yang kemudian menjadi dasar
didasarkan pada kedua nash yang disebutkan itu. Fiqh lintas agama lebih
dan tali sayang (al-rahmah). Ahlul Kitab dalam kontruksi nikah antar agama
dalam perspektif fiqh lintas agama tidak lebih diapahami sekedar ahlul
dzimmih. Atau dengan kata lain, dianggap sebagai penduduk negara yang
sama-sama manusia.
194
Ibid, 158
195
QS:Al Baqoroh; 62
196
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,162
Untuk memulai data dan analisa konteks dalam pembahasan ini, tentu
secara mendasar harus dikontekskan dalam kontruksi legal hukum yang ada.
Ada dasar yang sebutkan dalam UU Perkawinan 1974. Dijelaskan dalam aturan
dan bahagia didasarkan dalam pada keyakinan pada Tuhan yang maha esa.197
kepercayaan pada Tuhan yang maha Esa. Apalagi aturan yang lain
perwaliannya.198
197
Djaja S. Meliala, Himpunan peraturan perundang-undangan tentang Perkawinan,
(Bandung, Nuansa Aulia, 2008),1.
198
M Anwar mengatakan bahwa Bagi orang Islam tidak diperbolehkan menikahkan (menjadi
wali) anak perempuannya yang kafir, dan orang kafir, dan orang kafir tidak boleh menikahkan
(menjadi wali) anak perempuannya yang Muslimah, sebab hubungan kewalian di antara keduanya
keras menikahi laki-laki non muslim. Ada yang mengungkapkan bahwa hal ini
bahwa perkawinan beda agama tidak boleh dilakukan. Alasannya dalah kerena
artinya orang itu berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.199
diisyaratkan harus seiman. Hal ini semua sebagaimana yang ada dalam ajaran
Keyakinan senada juga ada dalam penganut agama Hindu. Gde Pudja,
salaha satu cendikiawan Hindu mengatakan bahwa seorang pria dan wanita
sebagai suami isteri untuk mengatur hubungan seks yang layak guna
terputus. Lihat dalam, Moch Anwar, Dasar–dasar Hukum Islami dalam Menetapkan Keputusan di
Pengadilan Agama, (Bandung: CV. Diponegoro, 1991), 18
199
Jadi perkawinan menurut agama Kristen Katholik adalah perbuatan yang bukan saja
merupakan perikatan cinta antara kedua suami isteri, tetapi juga harus mencerminkan sifat Allah
yang penuh kasih dan kesetiaan yang tidak dapat diceraikan. Perkawinan itu adalah sah apabila
kedua mempelai sudah dibaptis. Hal dapat dibaca dalam, Hardikusuma Hilman, Hukum
Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Cetakan ke-3,
(Bandung: Mandar Maju, 2007),11
200
Lihat. Dalam Kejadian 38:1-2 (Yehuda menikah dengan Syua, wanita Kanaan), Kejadian
46: 10 (Simeon juga menikah dengan wanita Kanaan), Kejadian 41:45 (Yusuf denganAsnat,
anak.Potijera, imam di On-Mesir), Kejadian 26:34 (Esau dengan Yudit, anak Becri orang HeI).
Bilangan 12:1 (Musa - sang pemimpin Israel menikah dengan seorang perempuan Kusy).
dengan upacara menurut Hukum Hindu maka perkawinan itu tidak sah.201
Ajaran agama yang berbeda dalam hal ini adalah agama Budha. Agama
Budha memahami perkawanan saja bukan perintah wajib agama. Jadi mau
nikah atau tidak, tak ada yang mewajibkan. Namun pada konteks nikah antar
batin antara seorang pria sebagai suami, dan seorang wanita sebagai isteri yang
(rumah tangga) bahagia yang diberkahi oleh Sanghyang Adi Budha/ Tuhan
agama Budha wajib memakai ritual agama Budha. Hal tersebut tujuannya
untuk mendapatkan restu dari sang Budha. Jika direstui sang Budha maka
suami istri tersebut menurut merekan sudah mengamalkan ajaran Budha. Atau
dengan bahasa lain, sudah masuk agama Budha. Dengan penjelasan demikian,
agama.
201
Gde Pudja, Pengantar Tentang Perkawinan Menurut Hukum Hindu, (Mayasari, Denpasar,
1975), 9
202
Hal ini sesuai dengan apa yang ada dalam, Sangha Agung tanggal 1 Januari 1977 pasal (1)
penelitian, penulis menemukan bahwa signifikan terkait hal yang demikian ini.
agama pada angka nikah beda agama di Indonesia. Hal yang dimaksud adalah
karena secara sosiologis, warga Indonesia saat ini adalah warga negara yang
memiliki mobilitas sosial yang tinggi. Warga negara Indonesia bisa saja tinggal
di negara lain. BPS menyatakan ada peningkatan tren ini dari tahun-ke tahun.
daerah yang lebih maju. Akibatnya, daerah yang sudah padat menjadi semakin
kebiasaan merantau.204
203
Abd. Rozak A. Sastra, Pengkajian Hukum Tentang Perkawinan Beda Agama
(Perbandingan Beberapa Negara), (Badan Pembinaan Hukum Nasional(Bphn) Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Jakarta, 2011), 6.
204
Achmad Muchaddam F, “Hukum Perkawinan Beda Agama”, Jurnal Kesejahteraan Sosial,
Vol. VI, No. 23/I/P3DI/Desember/2014, 10.
Pada konteks ini tentu, setiap seorang warga negara berpotensi akan
menikah dengan siapa pun. Karena itu, negara harus menjamin hakhak setiap
warga negaranya agar memiliki status hukum yang jelas. Negara harus
untuk mengikuti atau tidak mengikuti ajaran agama dan kepercayaan yang
dianut. Akibatnya, perkawinan warga negara tidak lagi terpaku dengan nilai-
dorongan perkenihan beda agama itu terjadi. Dengan demikian, harus diadakan
dalam merumuskan secara pasti peraturan masalah kawin beda agama bagi
205
O.S., Eoh, Kawin Campur Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Srigunting, 1996) 36-37
wanita karena keadaan tertentu: .... seorang wanita yang tidak beragam Islam.
Selanjutnya dalam KHI pada pasal 44, yaitu: Seorang wanita Islam
kepercayaannya itu. Disamping itu juga merujuk UUP pasal 8 (f), yakni:
Perkawinan dilarang antara dua orang yang: (f) mempunyai hubungan yang
persoalan, karena tedapat beberapa hal prinsip yang berbeda antara kedua
mempelai. Dalam hal ini memang terdapat pasangan perkawinan yang berbeda
yang sedikit ini dalam pembinaan hukum Islam belum dijadikan acuan. Karena
206
KHI dalam Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1992) 122-123
207
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Undang-undang
Perkawinan
beda agama yang telah dibicarakan sebelumnya pada Konferensi Tahunan pada
tahun 1980. fatwa tersebut menghasilkan dua butir ketetapan sebagai berikut:
Selain dinamika aturan ini KHI dan MUI, ada juga pendapat-penadpat
yang keluar dari ormas besar keagaaamaan. Wacana yang berkembang di tubuh
pernah membahas masalah kawin beda agama. Namun, menurut Masyhuri Jika
208
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesi (Jakarta: Rajawali Press, 1995) 345
209
Mohammad Atho Muzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi
Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS, 1993) 99
ada beberapa dokumen yang memuat tentang hukum kawan beda agama.
beda agama hukumnya haram, baik dengan musyrik ataupun Ahlul Kitab.
masalah kawin beda agama sama dengan jumhur (mayoritas) fuqaha. Laki-laki
atau Ahli Kitab. Sedangkan mengenai laki-laki muslim menikahi wanita Ahli
itu juga banyak dari Sahabat yang melakukan praktek perkawinan dengan
210
Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Mukhtamar dan Munas Nahdhatul
Ulama (Surabaya: Dinamika Press, 1997)
211
Lihat Putusan Lajnah Batsul Masail Nadlotul Ulama’ November 1989 Yogyakarta.
212
Faturrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah,.....,143- 145
boleh. Hal ini tidak terlepas karena salah satu hikmah dibolehkannya laki-laki
suaminya (Islam). Namun, jika keadaan justru sebaliknya, maka hukum mubah
Beberapa putusan akhir kedua ormas besar ini sama memutuskan haram.
Bahkan dari beberapa analisa reseach yang dilakukan ada yang mengatakan
istinbath hukum haram dari beberapa hasil kajian tersebut dinilai melanggar
Hak Asasi manusia (HAM). Salah saru kajian yang paling ngetrend adalah
sosial intensitasnya tinggi. Apalagi di era globalisasi ini dan di negara yang
213
Ibid, 146
214
Tri Agung Kristanto, “Aturan yang Tetap Hangat Setelah 30 Tahun Lebih”, 50 Tahun
Kompas Memberi Makna (Jakarta: PT. Gramedia, 2015), 59.
tumbuh secara signifikan. Pelarangan terhadap nikah beda agama tentu dapat
pasangannya sendiri.215 Artinya, jika ada hukum atau suatu keadaan yang
Pada sisi ini, nampak sekali bahwa kontruksi perkawinan beda agama
dianggap tidak berpihak pada HAM. Tentu hal ini sebenarnya juga menjadi
ambnigu jika ditela’ah dari misi agama itu sendiri. Dalam Islam sendiri
misalnya, hubungan antara Islam dan hak asasi manusia, terletak pada
dalam prinsip-prinsip dasar hukum Islam yang berasal dari teks-teks suci
merupakan hal dapat dianggap sebagai bagian dari dinamika dilematis hukum
negara ini. Yang demikian ini tentu perlu cara kongkrit yang secara
komprahensif dapat menjadi solusi problem dilematis ini. Pada kontesk inilah
kemudian dewasa ini muncul kembali gagasan tentang fiqh lintas agama.
kehidupan yang sedang berjalan ini. Dengan kata lain, paradigma ekslusifitas
Indonesia.
salah satunya adalah sebagaimana tertuang dalam QS: Al Maidah:44 berikut ini,
217
Hal ini dikemukan dalam bukunya Budi Munawar. Lengkapnya, lihat, Budhy Munawar
Rachman (Ed.) et. Al., Ensiklopedi Nurcholish Madjid; Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban
(Cet. I, Jakarta: Mizan & Yayasan Wakaf Paramadina, 2006) 2704
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang
menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya.
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah
kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga
yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.218
Ayat diatas sebenarnya merupakan ayat yang Qishos. Namun ayat ini
yang demikian ini dinyatakan bahwa agama Islam Ahlul Kitab yang disebut
dalam al-Qur’an sebagai orang halal dinikahi adalah menyangkut pada semua
manusia ciptaan Tuhan. Kaum Majusi dan Zoroastrian misalnya, sudah sejak
zaman Nabi dipesankan agar diperlakukan sebagai Ahli Kitab, dan hal
demikian juga menjadi Khalifah Umar begitu pula dengan Panglima kenamaan
Muhammad ibn Qasim pada tahun 711 ketika membebaskan Lembah Indus
dan melihat orang-orang Hindu di kuil mereka, dan setelah beliau mengetahui
bahwa mereka itu juga mempunyai kitab suci, seketika itu juga beliau
sunnatullah ini, mendorong adanya kewajiban bagi semua pemuluk agam untuk
218
QS: Al Maidah:44
219
Nurcholish Madjid, “Pluralisme Islam” dalam Budhy Munawar Rachman (Ed.) et. Al.,
Ensiklopedi Nurcholish....,2704
inklusif menerima perbedaan. Sikap inklusif ini bukan hanya dalam wacana
saja, akan tetapi harus ada dalam ruh hubungan sosial juga. Dengan demikian
adalah dogmatis ilmu fiqh dan Ilmu tafsir. Keberadaan kedua ilmu ini harusnya
dianggap sama dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti tasawuf, ilmu kalam dan lain
sebagainya. Karena dogma ini, banyak istinbath hukum yang terus secara
Jika terus demikian tentu ilmu tafsir dan fiqh akan kaku menghadapi realitas.
meliputi hukum nikah beda agama. Harusnya juga mengacu pada realitas yang
berkembang.
masalah kemanusiaan. Dalam hal ini, fikih didesak untuk menyentuh isu-isu
220
Hal ini menurut Nurkholis Madjid sesuai dengan apa yang ada dalam Surat Al Imron ayat
64.
221
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,1
egalitarianistik.222
nikah beda agama yang harus diperbaiki dahulu adalah terkait dengan metode
dilakukan dalam Istinbath hukum. Dengan kata lain, dalam penetapan hukum
nikah beda agama ini perlu secara berani diupayakan mempertemukan realitas
hukum yang akan ditetapkan. Pada aspek ini ketentuan tersebut, dilakukan
yang disebut dalam fiqh ini tentunya harus diarahkan pada orientasi
dan sukunya.224
222
Ibid, 8
223
Menjaga agama (hifdz al-dîn), akal (hifdz al- aql ), jiwa (hifdz al-nafs), harta (hifdz al-
mâl), dan keturunan (hifdz al-nasab).
224
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,8
didukung dengan penguatan proses inkusif yang filosofis. Artinya harus ada
konsepsi hukum yang berdasar pada realitas.225 Pada kontek hukum lintas
agama, harus memasukkan pihak yang ahli masuk dalam proses istinbth
225
Ibid, 9.
PEMBAHASAN TEMUAN
Indonesia
Hukum Islam
telah diatur secara legal formal dalam UU No: 1 tahun 1974 Tentang
bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan tidak
dalam pasal ini sengaja diselipkan sedemikian rupa, sehingga orang yang
tidak teliti dalam membacanya akan mengatakan bahwa pasal ini tidak
134
yang dilarang Islam seolah menjadi hal yang sudah biasa diterima oleh orang
perbedaan suku dan daerah asal sehingga dianggap tidak menghalangi sahnya
Islam sehingga RUU ini hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu
misionaris.226
pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 haruf (f). Dalam pasal 2 ayat (1) dinyatakan,
Bila pasal ini diperhatikan secara cermat, maka dapat dipahami bahwa
disamping cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditepkan oleh negara. Jadi
apakah suatu perkawinan dilarang atau tidak, atau apakah para calon
226
M. Rasjidi, Kasus RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan Kristen (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), 10-12.
No. 1 Tahun 1974, hal tersebut juga ditentukan oleh hukum agamanya
masing-masing.
yang diakui di Indonesia. Argumentasi ini diperkuat oleh pasal 8 huruf (f)
yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin”.
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, GHR juga mengandung asas yang
sebagaimana yang dianut oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Selain itu,
berbunyi
sesama warga negara Indonesia yang tunduk kepada hukum yang berlainan,
Maka dari itu, secara legal positif perkawinan antar agama dapat
dimasukkan dan mengacu kepada aturan dasar yang mengaitkan agama dan
ini disesuaikan dengan syahnya menurut aturan agama sendiri. Artinya, bagi
orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar hukum
agamanya sendiri, demikian juga bagi orang Kristen, dan bagi orang Hindu
227
Shaleh, Hukum Perkawinan..., 16.
228
Pada sisi, selain Islam agama Katholik memandang bahwa perkawinan sebagai sakramen
sehingga jika terjadi perkawinan beda agama dan tidak dilakukan menurut hukum agama Katholik,
maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah. Sedangkan agama Protestan lebih memberikan
kelonggaran pada pasangan yang ingin melakukan perkawinan beda agama. Walaupun pada
prinsipnya agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang yang seagama,
tetapi jika terjadi perkawinan beda agama maka gereja Protestan memberikan kebebasan kepada
penganutnya untuk memilih apakah hanya menikah di Kantor Catatan Sipil atau diberkati di gereja
atau mengikuti agama dari calon suami/istrinya. Sedangkan agama Hindu tidak mengenal
perkawinan beda agama dan pedande/pendeta akan menolak perkawinan tersebut. Sedangkan
agama Budha tidak melarang umatnya untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain
asal dilakukan menurut tata cara agama Budha. Lihat, O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama dalam
Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 118-125
agama dalam Kompilasi Hukum Islam secara ekspilisit dapat dilihat dari
ketentuan empat pasal. Jika dianalisis ketentuan peraturan yang ada dalam
batang tubuh Kompilasi Hukum Islam itu sendiri, pasal-pasal yang ada tidak
berada dalam satu Bab tertentu. Pasal 40 KHI dan juga Pasal 44 dimasukkan
pencegahan perkawinan, sementara itu, pasal 116 KHI berada pada bab
putusnya perkawinan.
Pada pasal ini ada beberpa yang menjadi larangan bagi perkawanan laki-laki
syara`. Larangannya ada tiga hal yakni, wanita yang bersangkutan masih
terikat satu perkawinan dengan pria lain, seorang wanita yang masih berada
dalam masa iddah dan seorang wanita yang tidak beragama Islam.229
agama adalah larangan ketiga, yakni larangan menikahi seorang wanita yang
yang tidak beragama Islam. Berdasarkan hal ini dapat dijelaskan perkawinan
dan muslim laki dengan perempuan Ahlul Kitab. Artinya, hanya ada dua arah
229
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 1992/1993), 32
ulama` tentang kafa’ah. Baik Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, maupun Hambali
Bahkan Imam Syafi’i dan Imam Malik lebih menekankan pentingnya unsur
Surat Al Baqorah ayat 221 satu ini kemudian dikuatkan oleh surat surat
al-Mumtahanah ayat 10. Beberapa tokoh yang menyebut ayat ini merupakan
KHI ini, adalah mayotitas ahli tafsir.232 Mayoritas ahli tafsir berpandangan
selain pandangan ini ada yang juga mengatakan bahwa ada pengecualian
230
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Fqh ‘ala madzahib al-Arba’ah…, Jilid IV, h. 58-61.
231
Mohamad Taufiq, Software Al Quran Digital... Surat 2 Ayat 221
232
Didasarkan pada kesamaan istimbath hukum yang telah dirumuskan.
nikah dengan ahlul kitab ini, meisyarata beberapa hal. Hal tersebut seperti
sekufu adalah selain sesama muslim, juga perkawinan antara laki-laki dengan
syarat tersebut.
233
Imām al-Syāfi‘ī, Ahkām al-Qur’ān,....125-126.
234
Syeikh Imām Abū Ishāq, al-Muhadzdzab fī Fiqh ...44.
235
Lihat Al-Kasani, Badaai' Ash-Shanaai' ,..271
236
Lihat Ibnu Abdil Bar, Al-Kafi, II/543
237
Lihat Ibnu Qudamah, Al-Mughni...472
238
Bahkan dalam Ibnu Katsir menyebutkan Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Saíd bin Jubair
serta ahli tafsir lainnya juga berpendapat sama. Lengkapnya baca Ibn Katsir, Tafsir al-Qurán....
558.
Lak-Laki Perempuan
Se-Kufu
Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Kafir Kafir
Se-kufu Bersyarat
Tidak Se-kufu
dalam hal ini dalam KHI disebut yang tidak muslim adalah perempuan yang
diperjelas dalam pasal selanjutnya ini. Dalam pasal ini dijelaskan, Seorang
tentang posisi pihak wanita dianggap tidak serasi ketika wanitanya muslim
239
Konsepsi sekufu berasal dari konstruksi terminologi Kaff’ah. Yang demikian ini memiliki
makna adanya keserasian, keseimbangan atau lebih umum dikenal sebagai konsepsi perkawinan
yang serasi. Lengkapnya baca, Kamal Mukhtar, “Asas-asas Hukum Islam tentangPerkawinan”,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 69.
240
Ibid. 33
QS. Al-Baqarah 221. Gagasan ini sudah menjadi kesepakatan para ulama
haram.244
apa yang sebenarnya diatur dalam KHI. Aturan KHI sebagaimana dalam
keputusannya. Hal dikarenakan KHI didasarkan pada realitas ahlul kitab yang
ada di Indonesia.
Ketiga, Pasal 61 KHI. Dalam pasal ini dikatakan, tidak se-kufu tidak
karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-din.245 Pasal ini menjelaskan KHI
241
Selain dalil yang lain di atas Sayid Sabiq juga menyitir ayat lain QS. Al-Mumtahanah: 10
dengan makna kurang lebih demikian: "...mereka (muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir
itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka...” Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh As-
Sunnah, Terj. Drs. Muhammad Thalib, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1990). 95
242
Shafiyu ar-Rahman al-Mubarakfuriy, Al-Misbah Al-Munir fie Tahdzibi Tafsier Ibn Katsir.
2008 Kairo: Al-Maktabah Al-Islamiyah hlm. 1217
243
Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsier ayat ..., 406
244
Lihat selengkapnya mengenai fatwa tersebut dalam Himpunan Fatwa Majelis Ulama
Indonesia.(Jakarta: Depag. 2003), 167-169. selain MUI juga sebelumnya telah lama Negara
mengesahkan UU Pernikahan No.1 Tahun 1974 beserta Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
disahkan dengan Inpres No. 1 Tahun 1991 dimana Negara tidak mengakomodir adanya Pernikahan
lintas agama di Indonesia.
245
Ibid., 39
sisi ini dapat dimisalkan dua calon laki maupun perempuan yang merasa
serasi karena mereka sama kaya misalnya, namun yang perempuan muslin
dan laki-lakinya kafir. Keduanya tetap tidak boleh melaksanakan nikah secara
Keempat, Pasal 116 KHI. Pasal ini menjelaskan tentang segala sesuatu
aturan ini tujuh alasan yang dapat mensyahkan terjadinya perceraain. Yang
paling menarik dari ketujuh hal tersebut adalah adanya tidak se-kufu karena
tangga.246
penjelasan sebelumnya. Pada kondisi dimana salah seorang baik laki dan
disebabkan adanya alih agama. Namun dalam pasal ini dijelaskan alih agama
246
Ibid., 58-59
Islam. Pada sisi ini, ketidaktentaraman menjadi satu kesatuan hal yang
pasal sebelumnya nampak sangat patuh pada ajaran murni agama. Penjelasan
konsturksi se-kufu adalah signifikan iman atau agama yang dianut. Dengan
mawaddah wa rahmah.
hukum. Pasal 116 ini nampak menitegrasikan dua variable berbeda kedalam
sebagai syarat syah melakukan perceraian. Padahal jika komitmen pada pasal
61 KHI, tentu tidak demikian. Dalam pasal 61 se-kufu yang diakui adalah
serasi dalam agama atau keimanan. Se-kufu merupakan syarat dasar yang
Hal demikian tentu sangat berbeda dengan apa yang ada dalam pasa
116. Dalam pasal ini dijelaskan perceraian syah jika alasannya salah satu
pasangan pindah agama dan hal tersebut menyebabkan ketidak rukunan. Hal
Keambiguan terletak pada bagaimana jika salah satu pasangan pindah agama
sendiri didapati juga telah keluar Fatwa dari MUI. Keputusan Majelis Ulama
Indonesia tahun 1980.247 Senada dengan yanga ada dalam KHI fatwa ini
laki yang tidak beragama Islam hukumnya haram. Begitupun juga sebaliknya,
247
Fatwa tersebut dikeluarkan pada tanggal 1 Juni 1980, sebagai tanggapan atas bertambahnya
perhatian masyarakat makin seringnya terjadi pernikahan antar agama. Menurut kenyataannya,
pembicaraan mengenai fatwa ini diadakan pada konferensi tahunan kedua MUI pada tahun 1980
dan bukannya dalam rapat-rapat biasa komisi fatwa. Fatwa tersebut ditandatangani oleh Hamka,
Ketua Umum, Kafrawi, dan Sekretaris MUI. Yang juga menarik bahwa fatwa itu dibubuhi tanda
tangan Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwira Negara. Dijelaskan dalam, Pagar, Perkawinan
Beda Agama: Wacana dan Pemikiran Hukum Islam Indonesia, (Bandung: Ciptapustaka Media,
2006), 65.
haram.248
Pada konteks Ahlul Kitab inilah KHI dan MUI berbeda dengan hasil
keputusan jumhur ulama’. KHI dan MUI melarang seoranga laki-laki muslim
Lak-Laki Perempuan
Se-Kufu
Muslim Muslim
Tidak-kufu Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Kafir Tidak Se-kufu Kafir
Tidak Se-kufu
Tidak Se-kufu
Berdasarkan gambar di atas, MUI dan KHI hanya pada satu point garis
se-kufu, yakni hanya muslim dnegan Dasar MUI menetapkan ini haram
disebabkan adanya pendapat bahwa bahwa non Muslim dewasi ini bukan lagi
dianggap sebagai sebagai ahli kitab, mereka telah berbeda dengan ahli kitab
dan MUI dengan pandangan jumhur ulama’ ini. Penulis dapat memahami
seseorang yang memfatwakan tidak sah perkawinan pria Muslim dengan Ahl
248
MUI, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama, 2003),
169.
249
Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993),
99-104.
Al-Kitab, tetapi bukan dengan alasan yang dikemukakan Ibnu Umar. Alasan
hubungan rumah tangga yang tidak mudah dapat terjalin apabila pasangan
suami istri tidak sepaham dalam ide, pandangan hidup atau agamanya.
perkawinan seorang Muslim dengan wanita Ahl Al-Kitab, adalah agar dengan
Sehingga terkikis dari benak istrinya rasa tidak simpati terhadap Islam dengan
sikap baik sang suami Muslim yang berbeda agama itu sehingga tercermin
secara amaliah keindahan dan keutamaan agama Islam. Adapun jika sang
suami muslim terbawa oleh sang istri, atau anaknya terbawa kepadanya
dengan ahli kitab adalah ahli tauhid (orang yang mengesakan Allah SWT.)
mereka terputus dengan masa lalu mereka.250 Jika ditela`ah lebih dalam
250
Muhammad Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh,Tafsir al-Manar, juz 6.(Beirut: Dar al-
Fikr, t.t), 177
karena suatu keadaan di mana ada kesulitan bagi pria muslim untuk
Sehubungan dengan kondisi Indonesia yang ada sampai saat ini ternyata
artinya tidak boleh menikahi non muslim dengan alasan sulit untuk
non muslim dengan alasan bahwa mereka itu aalah tergolong wanita
kitabiyah.251
komunitas non muslim yang dalam hal ini adalah ahli kitab (seperti Yahudi
251
Ibid., 85- 66
dengan ijtiihadi. Pada hanya secara mendasar pada makna Ahlul Kitab itu
sendiri.
Agama
tentu lebih harus memahami tentang fiqh itu sendiri. Fiqh dalam pengertian
pola istinbat yaitu qiyas istihsan mashalih al- mursalah, istishhab, ‘urf, sadd
dzari’ah dan lainnya. Dengan demikian fiqh merupakan hukum Islam yang
bersumber dari wahyu pada satu sisi, dan di sisi lain hukum Islam juga
produk hukumnya.
Dalam pola penalaran dimaksud dalam studi ini, akan mencakup apa
dan Hadis. Selanjutnya pola penalaran ini dibedakan ke dalam tiga kelompok,
252
Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, terjemahan Agah Garnadi, (Bandung:
Pustaka, 1984), 110. Lihat juga, Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam,, (Kairo: Mathba’ah ‘Ali
Subeih, 1968), 8 dan 119.
253
Dalil secara bahasa berarti petunjuk (penunjuk) jalan atau panduan. Secara teknis adalah
sesuatu yang dapat memberikan pengetahuan tentang apa yang dicari (fa huwa ma yumkinu al-
tawashshul bihi ila al-‘ilm bimathlubin khabariyin).
254
Pengelompokan yang mirip seperti dikemukakan di atas, diberikan ad-Dawalibi, dalam
kitabnya, al-madkhal ila ‘ilm ushul al-fiqh, (Beirut: Dar al- Kitab al-Jadid, 1965), . 389 dan 422.
ijtihad bayani adalah penalaran yang pada dasarnya bertumpu kepada kaidah-
antara lain, makna kata (jelas tidak jelasnya, luas sempitnya), arti-arti perintah
(al-amr) dan arti-arti larangan (an-nahy), arti kata secara etimologis, leksikal,
yang berusaha melihat apa yang melatar belakangi suatu ketentuan dalam Al-
Qur’an ataupun Hadist. Dengan kata lain, apa yang menjadi ‘illat (rasio
logis), dari suatu peraturan. Para ulama melihat bahwa semua ketentuan
Beliau membaginya kepada : (1) al-ijtihad al-bayani, (2) al-ijtihad qiyasi,(3) al-ijtihad al-
istishlahiy.Tetapi dia sendiri tidak puas dengan katagori ini, karena tidak tegas kriterianya.Sebagai
contoh misalnya, dalil istihsan dapat masuk dalam katagori pola penalaran qiyasi, namun mungkin
juga dapat masuk dalam kategori pola penalaran istishlahi.Dalam upaya menegaskan dari
ketidakjelasan tersebut maka istilah yang dipakai di sini adalah pola penalaran ta’lili, karena istilah
ini mencakup semua kategori dari pemahaman tentang istihsan tersebut.
255
Al-Sarakhsi, Ushul al-Sarkhasi, dengan tahqiq Abu al-Wafa’ al-Afghani, (Kairo:Dar al-
Kitab al-‘Arabi, 1372), jilid 1, h. 11.
256
Jumhur ulama usul fikih berpendapat bahwa perintah dan larangan Allah mempunyai
sasaran yang ingin dicapai..Lebih lanjut lihat. Syalabi, Ta’lil al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Basya’ir al-
Islamiyyah, 1986), 150.
nya secara langsung, ada yang gelap namun dapat ditemukan melalui
perenungan yang dalam, namun ada yang tetap gelap dan sampai sekarang
ulama telah merumuskan cara-cara menemukan ‘illat dari ayat dan Hadis
menyuruh berlaku adil, tidak boleh mencelakakan diri sendiri/ orang lain.
catatan penulis ada dua klasifikasi kitab fiqh yang dapat dianalisa. Pertama,
kitab-kitab fiqh yang merupakan istinbath hukum dari empat mazhab sunni.
yang berisi istinbath hukum modern seperti kitab Sayyid Sabiq yang berjudul
fiqh Sunnah.
agama dengan akal manusia. Dengan kata lain, beberapa analisis dalam
yang dimaksud fiqh lintas agama, sebenarnya merupakan ijtihad salah satu
lintas agama ini dianggap sebagai yang lebih teloren, plural dan sebagainya.
persepektif fiqh lintas agama ini, lebih bijak untuk membahas tentang
beberapa pandangan mayoritas ulama fiqh merupakan suatu hal yang sakral
(suci) yang harus dipegang teguh. Sebab kata pernikahan disertai dengan
kata aqad. Dalam bahasa Arab, kata aqad berarti menghubungkan dua ujung
akan berlayar mengarungi lautan untuk mencapai suatu pulau idaman yang
kepada-Nya. Sebab itu sebagai amanah Allah, maka segala masalah yang
timbul dalam kehidupan rumah tangga harus diatur sesuai dengan hukum
Allah dan Rasul-Nya dan bukan diputuskan dengan dorongan hawa nafsu dan
bisikan setan.257
beliau sangat menekankan faktor agama yang harus menjadi prioritas utama
dalam memilih pasangan hidup. Sebab pada hari kiamat beliau akan bangga
jika umatnya banyak dan melebihi umat para Rasul sebelumnya. Generasi
muslim harapan Rasulullah ini tentunya hanya akan lahir dari pasangan
sesama muslim. Adapun dari pasangan beda agama, sangat sulit diharapkan
dengan seorang nonmuslim, baik orang musyrik ataupun kafir Ahli Kitab
257
Nata, Abuddin, Pendidikan Spiritual Dalam Tradisi Keislaman : 100
258
Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah...,95
Katsir,259 ash-Shabuni.260 Hal senada juga ada dalam hukum yang kelaurkan
MUI.
beda agama termasuk laki-laki muslim dengan wanita Ahli Kitab karena
menurut mereka Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) telah berbuat kemusyrikan.
Mereka mengacu pada pendapat Abdullah Ibn Umar yang mengatakan bahwa
tidak ada kemusyrikan yang lebih besar dibandingkan wanita yang meyakini
259
Shafiyu ar-Rahman al-Mubarakfuriy, Al-Misbah Al-Munir ,,,.1217
260
Muhammad Ali as-Shabuni, tafsier ayat ...., 406
261
Huzaimah Tahido Yanggo dkk, Membendung Liberalisme..., 142. Baca juga Huzaimah
Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah....,158-159
nasrani.262
Kitab. Namun pendapat yang rasanya lebih kuat adalah pendapat Imam
Syafi’i yang mengatakan bahwa Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan
Nasrani dari keturunan Bani Isra’il dengan alasan, Nabi Musa as dan Nabi Isa
as hanya diutus kepada Bani Israil dan bukan kepada bangsa-bangsa lainnya.
Bukan Yahudi dan Nasrani yang ada pada saat ini sebab mereka memiliki
keyakinan syirik.
Kristen yang ada di Indonesia bukanlah Ahli Kitab sebab mereka bukan
pernikahan dengan Ahli Kitab sama dengan hukum pernikahan dengan orang
beberapa ulama` di atas adalah berasal dari proses interaksi nash dan akal
262
Yang demikian ini dijelaskan dalam, Muhammad Ali as-Shabuni, tafsier ayat al-ahkaam
....204 dan Imam Syafi’i, Al-Umm, juz 4..., 193.
(memelihara agama) menjadi prioritas utama. Hal ini beda dengan para
Sehingga makna yang terkandung dalam Hifzh ad Din menurut ulama fikih
agama.
maksudnya adalah agama Islam yang mencakup aqidah, syariah dan akhlaq
sebagai salah satu tujuan hukum Islam. itu menjadi kewajiban kaum
263
Abu Hamid Al Ghazali, Al Mustasfa fi Usul al-Fiqh, (Beirut: Dâr al Qalam, 1993), 384-387.
yang timbul dari pernikahan beda agama. Pertimbangan tersebut antara lain
kaidah fiqh sadd adz dzariah265 yang menekankan sikap preventif dan
Apalagi masih banyak orang muslim yang belum memahami betul ajaran
Islam, sehingga sulit sekali jika ingin menarik pasangannya memeluk agama
Islam. Seperti orang yang tidak bisa mengendarai sepeda lalu ingin melatih
orang yang tidak bisa sepada supaya bisa mengendarai sepedanya. Yang
264
Huzaimah Tahido Yanggo dkk, Membendung Liberalisme : 118-120
265
Kaidah menghalangi atau meyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan atau
maksiat. Lihat Kamus Ilmu Ushul Fikih : 293
266
Courtenay Beale dalam bukunya Mariage Before and After memberikan warning bahwa
pasangan suami istri yang terdapat religious antaginism (konflik kepercayaan agama) seperti pria
Katolik dan wanita Protestan atau Yahudi, masing-masing yakin dan konsekuen atas kebenaran
agama atau ideologinya, maka sulit sekali menciptakan sebuah kehidupan rumah tangga yang
harmonis dan bahagia dan bahagia lahir-bathin.
terjadi bukan yang diajari itu bias, sebaliknya justru dirinya akan binasa
an hukumnya sudah sesuai dan secara umum sudah sesuai dengan kerangka
pada umumnya. Beberapa kaidah yang digunakan juga sudah tepat. Lantas
nampak ada dalam beberapa penjelasan. Pada intinya dalam kajian tefsirnya
ayat dalam al-qur’an yang dijelaskan di awal. Ayat al Maidah ayat 5 dalam
pandangan fiqh lintas agama, menjadi ayat yang menasakh ayat kedua
sebelumnya (QS. al-Baqarah ayat 221, QS. al-Mumtahanah ayat 10). Menurut
Nurkholis ayat ini sebenarnya merupakan nasakh pada larangan menikahi non
muslim. Ayat merupakan ayat yang menghalal perempuan non Islam untuk
dinikahi. Inilah yang menjadi dasar angagapan bahwa Islam sangat torleransi
pada kemanusiaan.267
kontruski Ahlul Kitab yang dianggap sangat berbijak pada huminitas. Yang
267
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,162
adanya perbedaan Ahlul Kitab dengan orang kafir. Jadi menurut mereka
Selain itu, dalam persepktif fiqh lintas agama memandang bahwa Allah
sebenarnya juga beriman kepada Allah. Orang yang beramal shilah dari
demikian ini diperkuat dalam penjelasan fiqh lintas agama tentang ayat QS:Al
Baqoroh;62.
Jadi pada inti tinjauannya tentang pernikahan ini dalam sudut tafsirnya
ialah lebih memuat nilai universalitas dan kemanusian. Fiqh lintas agama
yang komprehesif dengan melihat humanitas sebagai ruh dari ajaran agama
kaidah fiqh apaayang disebut hifd ad dzin sebagai bagian dari maqosidus
syara’. hifd ad dzin dalam kaidan fiqh lintas agama ditafsiri sebagai
penjagaan terhadap hak beragama. Jadi syarat hukum nikah agama dalam sisi
ini adalah diisyartka untuk toleran pada kayakinan agama masing. Karena
268
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,158
yang demikian ini menurutnya merupakan masalahah dari nikah itu sendiri.
قرر كل مصلحة تكون من جنس المصالح التى يقررها الشارع اإلسالمى بأن يكون
فيها محافظة على النفس أو الدين أو النسل أو المال ولكن لم يشهد لها أصل
خاص حتى تصلح قياسا فإنها يؤخذ بها على دليل قائم بذاته وهذه هى التى تسمى
269
مصلحة مرسلة أو استصالحا
Artinya: Penetapan setiap kemaslahatan disesuaikan dengan jenis
kemaslahatan tersebut yang ditetapkan oleh syariat agama Islam
yaitu terjaganya hak hidup, hak menjalankan peribadatan, hak
keberlangsungan keturunan, hak kepemilikann harta.Tidak ada
ditemukan dalil secara khusus sehingga bisa diqiyaskan karena
maslahat itu didasari dalil sendiri inilah yang disebut dengan
maslahah mursalah.
menikahi Ahlul Kitab, harus pelanggaran hak dan toleransi bukan pada
menjadi sangat jelas bahwa ada perbedaan fiqh lintas agama dengan
lebih humanistis. Fiqh lintas agama lebih memandang bahwa Islam itu
269
Muhammada Abi Zahra, Ushul al Fiqh, (Dar al-Fikr al-Araby, tt), 279.
Pelanggaran tersebut tentu juga disebut sebagai pelanggaran hak asasi atau
hak hidup manusia. Senada dengan penjelasan di atas, hak tersebut meliputi
yang diikat oleh tali kasih. Tercapainya hal yang demikian ini adalah dengan
Gambar 4.3 Differensiasi Fiqh Lintas Agama Terkait Kawin Beda Agama
Mawaddah Wa
Rahmah
Hifd Ad-dzin (Menjaga agama Dar’ul Mafasid (Menjauhi
Islam) Kerusakan )
Mawaddah Wa
Toleransi Rahmah
Humanis
dibahas dalam beberapa hal, yakni kontekstualisasi pada aturan dan kemudian
relitas masyarakatnya. kontruksi legal hukum yang ada. Pada sisi legal hukum
positf, ada penejelasan terkait yang dasar demikian ini. Dalam UU Perkawinan
yang kekal dan bahagia didasarkan dalam pada keyakinan pada Tuhan yang
maha esa.270
harus dijalan tidak dengan lahir saja, akan tetapi dengan batin juga. Aspek
agama. Pada sisi inilah dianggap memiliki pertalian erat dengan kayakinan
agama.
masing. Termasuk di dalam adalah hukum perkwinan beda agama. Nikah beda
agama juga berkaitan dengan arat atau dipasrahkan pada aturan masing-masing
agama. Aturan yang demikian, ada dalam aturan yang ada dalam UU
perkawinan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 huruf (f), dinyatakan bahwa hukum
270
Djaja S. Meliala, Himpunan peraturan....,1.
pada Tuhan yang maha Esa, tidak memberikan konsensus hukum yang
mengikat. Sebab, kepercayaan pada Tuhan yang maha Esa ini memungkin
makna yang sanag luas. Sedangkan agama yang diakui ada lima agama dengan
ajaran yang berbeda. Tentu upaya pencapaian konsesus akan semakin sulit.
yakni Islam, Kristen Khatolik, Protestan, Budha dan Hindu. Berdasarkan data
dalam memamahaimi nikah beda agama. Namun, dari sekian perbedaan ini,
yang menghalalkan akan tetapi dengan syarat. Ini artinya masif ekslusif.
menikahkan (menjadi wali) anak perempuannya yang kafir, dan orang kafir,
271
Lihat Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
dan orang kafir tidak boleh menikahkan (menjadi wali) anak perempuannya
Fakta ajaran Islam yang seperti ini, tentu mengacu kepada realitas
masyarakat Indinosia yang dihuni oleh non muslim kafir dan musyrik. Beberpa
dengan Tuhan. perbuatan yang bukan saja merupakan perikatan cinta antara
kedua suami isteri, tetapi juga harus mencerminkan sifat Allah yang penuh
kasih dan kesetiaan yang tidak dapat diceraikan. Perkawinan itu adalah sah
Sikap eksklusi ini juga ada dalam ajaran kristen protesten. Kitab-kitab
diisyaratkan harus seiman. Hal ini semua sebagaimana yang ada dalam ajaran
beberapa ayat di kitab suci mereka.274 Walaupun ada yang beranggapan bahwa
ada kewajiban menikahkan pasangan yang sudah syah menurut negara, akan
272
Lihat dalam, Moch Anwar, Dasar–dasar Hukum ...., 18
273
Hardikusuma Hilman, Hukum Perkawinan ....,11
274
Salah satu ayat dalam kitab sucinya, ada yang menceritakan yehuda menikah dengan non
kritsen. Lihat dalam, Kejadian 38:1-2 (Yehuda menikah dengan Syua, wanita Kanaan).
Gde Pudja mengatakan bahwa ada kewajiba bagi setiap mempelai untk
menyematkan keturuan merekan neraka yang mereka sebut sebagai neraka Put.
Ajaran agama yang berbeda dalam hal ini adalah agama Budha. Agama
Budha memahami perkawanan saja bukan perintah wajib agama. Jadi mau
nikah atau tidak, tak ada yang mewajibkan. Namun pada konteks nikah antar
Hal ini nampaknya juga terjadi dalam agama Budha. Mesekipun ada
mubah. Dengan kata lain, diperbolehkan nikah atau tidaknyam, terserah yang
mau menjalankan. Titik orientasi pernikah dalam agama Budha harus dijalan
dengan Metta, Karuna dan Mudita. Semua ini dianggap tercapai jika diberkati
oleh Sanghyang Adi Budha/ Tuhan Yang Maha Esa, para Budha dan para
275
O.S. Eoh, Perkawinan antar-Agama dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), 60.
276
Gde Pudja, Pengantar Tentang ......, 9
277
Hal ini sesuai dengan apa yang ada dalam, Sangha Agung tanggal 1 Januari 1977
adanya mengimana kuasa mereka. Jadi perkawinan beda agama dalam agama
Budha juga diwajibkan menajalan ritual ibadah agama Budha. Hal tersebut
adalah pada sisi eksklusifitasnya. Kondisi ini tentu menandakan bahwa tidak
bahwa peningkatan yang amati tinggi dipengaruh oleh mayor dan minor jumlah
278
Abd. Rozak A. Sastra, Pengkajian Hukum...., 6.
beda agama. Sebab sosiologisnya adalah karena bangsa Indonesia dewasa ini
padat menjadi semakin padat. Di samping itu ada juga daerah-daerah yang
Pada konteks yang terbentuk tanpa sengaja ini, setiap seorang warga
negara berpotensi besar menikah dengan siapa pun bahkan dengan orang ayang
tidak sepaham dengan mereka. Ini tentunya merupakan probelem penting yang
harus dia atas. Jika kontekstualisasi aturan nikah masih dilematis sebagaimana
konsensus.
yang berkepanjangan. Apalagi era dewasa ini adalah era globalisasai dimana
setiap ioarang bergaul secara bebas. Jika hukum masih dilematis bisa jadi
279
Achmad Muchaddam F, “Hukum Perkawinan Beda Agama”, Jurnal Kesejahteraan Sosial,
Vol. VI, No. 23/I/P3DI/Desember/2014, 10.
Bahkan bisa saja aturan nikah beda agama yang dilematis ini akan
manusia.
keadaan mendorong peningkatan pernikahan beda agama itu terjadi. Jadi untuk
Islam
Katholik Budha
Eksklusifitas
Nikah Beda
Agama
Protestan Hindu
Islam sendiri pun terjadi dinamika yang signifikan untuk dikaji. Hal yang
demikian ini karena para ulama ada menafisirkan secara literal QS.2 (al-
Baqarah): 221, ada juga yang tidak. Jika membaca ayat di atas secara literal,
akan didapatkan kesimpulan yang bersifat serta merta, bahwa menikahi non-
musyrik adalah non-muslim, termasuk Kristen dan Yahudi. Namun, ada juga
jika disesuaikan dengan agama, maka sama hal negera ekslusif pada hal
tersebut. Yang demikian ini kerena pemahaman agama eksklusif hal itu.
masalah tersebut.
Menurut O.S., Eoh, tidak ada satupun yang mengatur nikah beda agama
ini.280 Jadi agamalah yang harus merumuskan hal ini, kerena secara tidak
langsung diamanahi oleh UU. Faktor ini yeng menjadi dasar beberapa
Sebagaimana telah dikaji sebelumnya bahwa dalam Islam ada hukum dua
aturan yang telah dirumuskan oleh pemerintah yakni keputusan dalam KHI dan
Fatwa MUI. Kaduanya ini nampak ingin melengkapi aturan yang diamanahkan
UU perkawinan.
Terkait dengan apa yang ada dalam KHI, dalam pasal 40 butir c
menjelaskan kriteria wanita yang tidak boleh nikahi. Diantara syarat yang
persoalan, karena tedapat beberapa hal prinsip yang berbeda antara kedua
mempelai. Dalam hal ini memang terdapat pasangan perkawinan yang berbeda
280
O.S., Eoh, Kawin Campur Dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Srigunting, 1996) 36-37
281
Lihat KHI pasal 40 dan 44
yang sedikit ini dalam pembinaan hukum Islam belum dijadikan acuan. Karena
MUI.282
beda agama yang telah dibicarakan sebelumnya pada Konferensi Tahunan pada
tahun 1980. fatwa tersebut menghasilkan dua butir ketetapan sebagai berikut:
yang sama dan senada dengan apa yang diputuskan MUI. Pada
Selain dua aturan yang keluar dari pemerintah ini, sebenarnya ada juga
beberapa hasil kajian yang dihasilkan dari beberapa ormas tertentu. Ormas-
282
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesi (Jakarta: Rajawali Press, 1995) 345
283
Mohammad Atho Muzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Pemikiran
Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS, 1993) 99
hal demikian ini NU nampaknya memutuskan hukum senada dengan apa yang
yang membahas tentang hukum beda agama ini sejak Mukhtamar NU ke-1
Tasikmalaya.284 Namun hal yang demikian ini dapat dibantah sebab penulis
November 1989. Data tersebut menjelaskan bahwa hukum nikah beda agama.
Dalam data tersebut dijelaskan bahwa hukum nikah beda agama baik dengan
musyrik ataupun Ahlul Kitab adalah sama haramnya. Dijelaskan dalam data
mafasid muqodimu ‘ala jalbil ima sholeh. Dengan kata lain, dasar hukumnya
Nabi sendiri pernah kawin dengan Maria Qibtiyah seorang perempuan Nasrani
Mesir, disamping itu juga banyak dari Sahabat yang melakukan praktek
284
Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Mukhtamar dan Munas Nahdhatul
Ulama (Surabaya: Dinamika Press, 1997)
285
Lihat Putusan Lajnah Batsul Masail Nadlotul Ulama’ November 1989 Yogyakarta.
286
Faturrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah,.....,143- 145
ormas ini nikah dengan ahlul kitab diperboleh karena hikmah. Dengan kata
dalam posisi ini sebenarnya memiliki orientasi sama, yakni komitemen dakwah
aturan hukum Islam, baik yang lahir dari pemerintah maupun ormas memiliki
ekslusif terhadap ummat agama lain. Sebab semunya secara umum melarang
menikahi orang yang tidak seiman. Hal demikian inilah yang kemudian
Istinbath hukum haram yang demikian tersebut dari beberapa hasil kajian
dinilai melanggar Hak Asasi manusia (HAM). Salah saru kajian yang paling
dijelaskan di awal. Adanya beberapa agama yang secara esklusif ini dianggap
merupakan hal yang dapat melanggar hak asasi manusia. Berdasarkan hasil
kajian ini, dijelaskan bahwa agama memuliki aturan yang eksklusif kepada
kemanusian. Menurut para pengkaji rakyat Indonesia punya hak untuk memilih
pasangan.288
287
Ibid, 146
288
Tri Agung Kristanto, “Aturan yang Tetap..., 59.
bahwa warga negara memiliki hak untuk menentukan pasangan sendiri.289 Jadi
jika ada yang mengukung hak ini tentu namanya adalah pelanggaran HAM. Di
titik inilah, begitu nampak sekali dalam dinamikanya yang terjadi. Kontruksi
HAM. Agama dianggap tidak berpihak pada HAM. Tentu yang demikian ini,
sebenarnya menjadi ambnigu bahkan dilematis jika ditela’ah dari misi agama
itu sendiri. Dalam Islam sendiri misalnya, hubungan antara Islam dan hak asasi
manusia yang meliputi nilai-nilai toleransi dan huminis telah diajarkan prinsip-
prinsip dasar hukum Islam baik dalam teks maupun kontruksi pemikiran
Selain adanya beberapa pihak yang protes, hukum ini dianggap tidak
layak dan tidak relevan pada kondisi masyarakat dewasa ini. Sebagaimana
dijelaskan di awal bahwa era globalisasi adalah era yang membuka pintu
pertumbuhan kehidupan sosial yang lebih universal. Apalagi globalisasi hari ini
Pada kondisi ini, fiqh lintas agama digagas sebagai sebuah jalan yang
merupakan keniscayaan ini perlu didukung oleh adanya legal hukum yang
289
Lengkapnya lihat, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
290
Candra Perbawati, Penegakan Hak Asasi Manusia di Era Globalisasi Dalam Perspektif
Hukum Islam, Jurnal Al-Adalah Vol.12, No. 2 (2015)
adalah paradigma inklusifitas yang pantas menjadi tata dasar legal konsensus
yang beradab.
telah digambarkan oleh Allah SWT dalam kitab sucinya. Misalnya al Maidah
291
Hal ini dikemukan dalam bukunya Budi Munawar. Lengkapnya, lihat, Budhy Munawar
Rachman (Ed.) et. Al., Ensiklopedi Nurcholish Madjid; Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban
(Cet. I, Jakarta: Mizan & Yayasan Wakaf Paramadina, 2006) 2704
292
QS: Al Maidah:44
beberapa ayat yang menjelas tentang hal yang demikian ini. Bahkan ada ayar
Qishos sekalipun, misalnya pada apa yang ada dalam Al Maidah ayat 44 dan
45. Dalam penjelasan sebenarnya ahlul kitab juga harus dikenak hukum yang
panglima Islam, Muhammad ibn Qasim, pernah mengusasi suatu daerah yang
didalam ada orang-orang Hindu. Mereka memiliki kitab suci juga, disebut oleh
panglima besar Islam ini sebagai Ahlul Kitab. Kala itu diceritakan panglima
agama Islam sendiri. Hal ini sama dengan pejelasan Moh Shofan dalam
Ada juga penjelasan para sufi tentang pluralisme ini, salah satunya adalah
293
Nurcholish Madjid, “Pluralisme Islam” dalam Budhy Munawar Rachman (Ed.) et. Al.,
Ensiklopedi Nurcholish....,2704
294
Moh. Shofan, Pluralisme Menyelamatkan Agam-agama, (Yogyakarta: Samudra Biru,
2011), 52.
Alllah. Baik yang beragama Islam maupun lainnya sama diciptakan olehNya.
Tujuan dan hakekatnya adalah sebenarnya sama ingin mengabdi pada Tuhan
berikut:
untuk inklusif menerima perbedaan. Sikap inklusif ini bukan hanya dalam
wacana saja, akan tetapi harus ada dalam ruh hubungan sosial juga. Dengan
295
Nama konsepnya adalah Wahdat al Adyan. Konsep wahdat al-adyan didapatkan dari
pengembaraan intelektual yang panjang oleh al-Hallaj. Dalam konsep wahdat al-adyan, pada
dasarnya agama-agama berasal dari dan akan kembali kepada pokok yang satu, karena memancar
dari cahaya yang satu. Lengkapnya baca, Fatimah Usman, Wahdat al-Adyan: Dialog Pluralisme
Agama, (Yogyakarta: LKiS,2002),12.
296
QS:Al-Baqoroh, 148.
juga.297 Jika dipahami dalam sudut padang Shofan, kewajiban pluralis ini
sosiologis fiqh. Upaya intinya adalah adanya proses trasformasi dogmatis ilmu
fiqh dan Ilmu tafsir. Sebagaimana dipahami bersama fiqh sebenanrnya memilki
tekstual tradisional. Aturan fiqh yang dianggap tidak patuh pada konsepsi fiqh
Prosesnya akan jauh pada persoalan realitas yang terjadi. Artinya, pesoalan
realitas sosila pun tidak dirangkul oleh proses istinbath hukum yang dilakukan.
Hal ini kemudian menyebabkan terjadi stagnasi hukum Islam yang tak mampu
menjadi dasar kehidupan sosial. Tentu karena hukum yang putuskan jauh pada
akar masalah yang terjadi. Padahal ilmu fiqh oleh para ulama’, dikembangkan
terciptanya inklusifitas agama. Jadi pada tesis ini, penulis sepakat dan senada
297
Hal ini menurut Nurkholis Madjid sesuai dengan apa yang ada dalam Surat Al Imron ayat
64.
298
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,1
istinbath hukum yang dogmatis, tentunya yang terkait dengan hukum beda
agama.
agar tidak lagi hanya bercorak vertikalistik. Artinya, tidak mengharap hanya
Allah SWT.299 Sehingga fiqh atau istinbath hukum yang dilakukan akan lebih
membumi. Bisa juga hal ini dianggap sebagai upaya trasfomasi fiqh teologis
pada fiqh yang antro-teologis atau bisa juga disebut sebagai fiqh antrososio
teologis.
yang dipakai dalam fiqh lintas agama melalui pendekatan realitas sosial yang
heterogen. Dengan demikian paradigma yang disebutkan ini, lebih tepat jika
yang ada.
Paradigman iklusif plural ini menekan pada proses perubahan fiqh agar
lebih dinamis dan lebih menyadari multi entitas masyarakat yang berbeda ras,
299
Ibid, 8
disebut sebagai upaya revolusi dogma fiqh yang kaku. Fiqh lintas agama
pendapat fiqh tradisional. Proses kajian hukum dalam kajian fiqh selama ini
bi al-jadîdil ashlah. Pada hal kaidah ini penting sekali dalam rangka
dan fiqh sebagai solusi kemaslahatan. Kehidupan yang multi ragam ini,
ikatan kesatuan dalam perbedaan. Pada sisi ini, yang terpenting adalah
perhatian bagi segenap manusia, apapun agama, ras, dan sukunya.301 Dalam
300
Sebagaimana yang dipahami bahwa kuliyat khomsah kemaslahatan dalam ajaran Islam adalah
Menjaga agama (hifdz al-dîn), akal (hifdz al- aql ), jiwa (hifdz al-nafs), harta (hifdz al-mâl), dan
keturunan (hifdz al-nasab).
301
Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas...,8
paradigma plural iklusif pada istinbath hukum nikah beda agama adalah upaya
Hal ini sebagai upaya implementasi hukum fiqih yang bermuara toleransi pada
lebih terbuka pada realitas. Perkawinan beda agama harus secara terbuka
toloransi yang kadang merusak kehidupan sosial itu sendiri. Fiqh lintas agama
dengan paradigmanya hadir sebagai penguat kosntruksi fiqh tolerasi yang dapat
Fiqh lintas agama dalam persoalan hukum nikah beda agama ini
toleransi masyarakat. Hukum beda agama dalam fiqh lintas agama harus
oleh beberapa orang ahli. Tentu bukan ahnya ahli ilmu agama. Akan tetapi,
lebih secara terbuka harus dikaji oleh ahli psikologi keluarga yang rientasiny
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dari bab-bab yang telah dilalui, ada beberapa hal
yang dapat ditarik sebagai konlusi penelitian ini. Beberapa hal ini adalah
menyengkut fokus masalah yang dianggkat. Beberapa hal ini kemudia menjadi
satu kajian yang secara integrasi menjelaskan pernikahan beda agama di indonesia
Islam
beda agama dalam tata hukum Islam sebenarnya merupakan respon terhadap
nikah agama beda agama dalam hukum positif dipasrahkan pada agamanya
Fiqh lintas agama walaupun sama memakai kaidah hifd ad-dzin, akan tetapi
pemaknaanya tidak fundamental pada egositas sektoral agama. hifd ad-dzin yang
dimaksud lebih pada menjaga hak beragama sesama makhluk Allah. Begitupun
dengan dar’ul mafasid yang sama dipakai dalam istinbath hukum fiqh pada
183
Keduanya kadah inilah yang kemudian secara umum berorientasi pada pengutan
nulai humani dan toleransi. Seluruh istinbath ini didasarkan Nash juga yakni Al-
Mâidah:5 dan QS:Al Baqoroh;62. Sehingga hukum pernikahan beda agama adalah
boleh dengan syarat orienatasinya pada kebaikan dan bermuara pada peningkatan
positif menghadapi ketidak jelasan hukum. Hukum positif nampak tidak tegas
Pada konteks itu, fiqh lintas agama menawarkan konsep istinbath hukum
yang mengacu pada kesadaran keniscaya kehidupan multi kultural. Paradigma fiqh
dalam masyarakat tersebut nilai yang harus dijunjung tinggi adalah nilai inklusif
dan plural. Sehingga menjadi tepat jika paradigma iklusif plural menjadi pijak
B. SARAN
saran sebagiam kebermanfaatan dalam penelitian ini. Adapun hal tersebut adalah
Pertama, disebabkan adanya ketidak pastian hukum dalam permasalah nikah beda
agama, tentunya beberapa pihak yang berwenang sudah mengkaji hal-hal tersebut.
Hal demikian tersebut guna perumusan hukum beda agama yang jelas,
maupun semua pihak tidak memberi penafsiran jelas agar tidak membingungkan
masyarakat. Baik instusi agama maupun lainnya, harus sudah mulai mengkaji
berikutnya. Jadi, kepada semua kalangan dalam taraf sinkronisasi vertikal maupun
horizontal peraturan mengenai perkawinan beda agama harus terus dikaji. Yang
demikian ini kerena kepastian hukum nikah beda agama penting dalam menjaga
A. Sastra, Abd. Rozak, 2011. Pengkajian Hukum Tentang Perkawinan Beda Agama
(Perbandingan Beberapa Negara), Badan Pembinaan Hukum
Nasional(BPHN) Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Jakarta
Abdillah, Mujiono, 2003. Dialektika Hukum Islam & Perubahan Sosial Sebuah
Refleksi Sosiologi atas Pemikiran Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Surakarta:
Muhamadiyah University Press.
Abdurahman.1992. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika
Pressindo.
Ad-Dawalibi.1965. al-madkhal ila ‘ilm ushul al-fiqh, Beirut: Dar al- Kitab al-Jadid.
Al Ghazali, Abu Hamid.1993. Al Mustasfa fi Usul al-Fiqh, Beirut: Dâr al Qalam.
Al-Amidi.1968. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam,, Kairo: Mathba’ah ‘Ali Subeih, 1968.
al-Banna, Jamal.2008. Manifesto Fiqih Baru 2 Redifinisi dan Reposisi al-
Sunnah, Jakarta: Erlangga.
al-Banna, Jamal.2008. Manifesto Fiqih Baru 3 Memahami Paradigma Fiqih
Moderat, Jakarta: Erlangga.
Ali, Maulana Muhammad.1993. Qur an Suci: Teks Arab, Terjemah Dan Tafsir
Bahasa Indonesia, alih bahasa Bachrun, Cet. VI; Jakarta: Darul Kutubil
Islamiyah.
al-Jabri, Abdul Mutaál.1983. Jariimat az-Zawaaj Bighairil Muslimat.Kairo:
Maktabah Wahbah. 1983.
al-Jaṣṣaṣ, Ahmad ar-Rāzi,1993. Ahkām Al-Qur’an, Beirut: Dār al-Fikr.
al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab al-Fiqh Ala al-Madzâhib al-Arba ah 76-77.
Al-Kasani.t.t Badaai' Ash-Shanaai' , Dar al-Kutub al-Araby, II
al-Mubarakfuriy, Shafiyu ar-Rahman.2008. Al-Misbah Al-Munir fie Tahdzibi Tafsier
Ibn Katsir. Kairo: Al-Maktabah Al-Islamiyah.
187
1. DATA PRIBADI
2. RIWAYAT PENDIDIKAN
Pendidikan Formal :
- TK. Pertiwi Teladan Jember
- SD Al-Furqon .
- SMP Negeri 2 Jenggawa
- SMA Negeri 4 Jember
- S.1 Universitas Merdeka Malang
- S.2 IAIN Jember 2015 - Sekarang
3. PENGALAMAN ORGANISASI