Anda di halaman 1dari 103

Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA

KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM


PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

Abstrak : Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh


karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif
Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan
Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali).
Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah.
Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya
Muhsin, M. Si.
Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat
kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang
menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.
Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh
Jaten dan Dukuh Bandung.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan
yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan
reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara
terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang
antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.
Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Jaten
Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.
Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana bahkan
kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian ketakutan
masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar haruslah
mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan anak salah satu
pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini dikarenakan oleh
faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor keluarga serta faktor
social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan islam karena islam hanya
mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh larangan perkawinan muabbad
dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i juga disebutkan ketikbolehannya
antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah syigor dan nikah tahwid.
Pengarang : a. Nama : Leni Tri Wulandari

b. E-mail : Leni566934@gmail.com

Pembimbing : a. Nama : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.


Fakultas : Syari’ah

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Jumlah hlm. : 101 hal


LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH
KARENA KEPERCAYAAN
PADA MASYARAKAT MUSLIM
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:
LENI TRI WULANDARI
NIM: 21110017

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
i
ii
iii
iv
MOTTO
SEMANGAT, SENYUM, SABAR DAN SYUKUR
SELALU.

v
PERSEMBAHAN

Sekripsi ini kupersembahkan kepada sang maha pencipta, Allah swt, Nabi

Muhammad saw, kedua almarhum orang tuaku, Suamiku tercinta yang selalu

sabar dan setia memberiku semangat, Ibnuku tersayang yang selalu menghiburku,

sahabat-sahabatku seperjuangan. Terima kasih dukungan kalian semua, aku

mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar sarjana hukum. Semoga amal

perbuatan kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan di akhirat dan

mendapat ridho-Nya. Amin

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.

Salam dan sholawat semoga selalu terlimpah kepada Nabi dan Rasulullah

Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Larangan

Perkawinan Antar Dukuh Karena Kepercayaan Masyarakat Muslim Dalam

Perspektif Hukum Islam (Study Kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan

Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong kabupaten Boyolali)”. Penulisan

skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan program

study S1 Hukum Keluarga Islam fakultas syari‟ah Instisut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini disadari oleh penulis masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang

setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan

ini, antara lain:

1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dekan fakultas syari‟ah IAIN salatiga.

3. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar memberikan bimbingan serta arahan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

vii
4. Seluruh anggota penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menilai

kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Hukum

Keluarga Islam fakultas Syri‟ah di Instistut Agama Islam Negeri Salatiga.

5. Semua Dosen-Dosen fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

6. Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam

menyelesaikan administrasi-sdministrasi selama perkuliahan.

7. Almarhum kedua orang tuaku.

8. Keluargaku tercinta yang selalu menemaniku, menghiburku, membantuku,

memberiku semangat serta do‟a disetiap saat.

9. Seluruh masyarakat Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung terutama tokoh-

tokoh Agama serta Adat yang mana telah memberikan kontribusi terhadap

informasi yang telah diberikan.

10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

penyelesaian sekripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas bantuan dan

dukungan yang telah diberikan. Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua, Amin

viii
ABSTRAK

Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena


Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum
Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi.
Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.
Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena
adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor
yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh
Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah
antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan
yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan
menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti
melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku
perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.
Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh
Jaten Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.
Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana
bahkan kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian
ketakutan masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar
haruslah mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan
anak salah satu pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini
dikarenakan oleh faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor
keluarga serta faktor social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan
islam karena islam hanya mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh
larangan perkawinan muabbad dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i
juga disebutkan ketikbolehannya antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah
syigor dan nikah tahwid.

ix
DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR BERLOGO .............................................................................................. i

NOTA PEMBIMBING ............................................................................................. ii

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................... ............ iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

ABSTRAK ................................................................................................................. ix

DAFTAR ISI.............................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Fokus penelitian ...................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

x
E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6

F. Telaah Pustaka ......................................................................................... 7

G. Metodoligi Penelitian................................................................... ........... 9

H. Sistematika Penulisan.............................................................. ................ 15

BAB II. PERKAWINAN

A. Konsep Perkawinan................................................................................. 16

B. Dasar Hukum Perkawinan ....................................................................... 17

C. Rukun dan Syarat Perkawinan ................................................................ 22

D. Konsep kepercayaan..................................................................... ........... 28

E. Larangan Perkawinan.................................................................... .......... 29

1. Larangan Muabbad.................................................................. .......... 29

2. Larangan Muaqqot................................................................... .......... 34

3. Hikmah Perkawinan............................................................... ................ 38

BAB III. LARANGAN PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA

MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG DESA BEJI KECAMATAN

ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo dan

Dukuh Bandung Desa Beji kecamatan Andong Kabupaten

Boyolali...........................................................................................42

xi
1. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo............................ 42

a. Luas dan Letak Geografis……………………………… ... 42

b. Jumlah Penduduk………………………………………… 42

c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 43

d. Keagamaan………………………………………………. 43

e. Keadaan Ekonomi………………………………………… 44

2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji……………….. 45

a. Luas dan Letak Geografis……………………………….. 45

b. Jumlah Penduduk………………………………………… 45

c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 45

d. Keagamaan………………………………………………. 46

e. Keadaan Ekonomi……………………………………….. 46

B. Ritual Larangan Perkawinan Antar Dukuh Jaten Desa Mojo

Dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali .............................................................................. 47

C. Faktor-faktor yang Mendorong Larangan Perkawinan anatra

Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ..................................... 53

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM MENGENAI LARANGAN

PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA MOJO

KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI ..... ..................... 56


xii
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 63

A. Kesimpulan ...................................................................................... 63

B. Saran 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 tokoh masyarakat yang diwawancarai ................................................. 11

Table 1.2 nama pelaku perkawinan .................................................................... 11

Table 3.1 Jumlah penduduk Dukuh Jaten berdasarkan jenis kelamin ................... 42

Tabel 3.2 persentase jenis pekerjaan Dukuh Jaten .............................................. 44

Table 3.3 Jumlah penduduk Dukuh Bandung berdasarkan jenis kelamin ............. 45

Table 3.4 persentase jenis pekerjaan Dukuh Bandung ......................................... 46

Tabel 3.5 Pelaku perkawinan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung..... ..... .....48

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan pertama

dalam hukum Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan

secara terperinci di dalamnya. Akan tetapi masih diperlukan

adanya penjelasan-penjelasan dari sunnah Rosul. Meskipun

Al-Qur‟an dan Sunnah Rosul telah memberikan ketentuan-

ketentuan hukum perkawinan secara terperinci, tetapi dalam

beberapa masalah pemahaman tentang masalah-masalah itu

seringkali memerlukan adanya pemikiran para fuqoha‟.

Pada hakikatnya manusia dan segala makhluk yang

ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah SWT. Segala

sesuatu ciptaanya di dunia, Allah menciptakan secara

berpasang-pasangan yang secara naluriah mempunyai

ketertarikan terhadap lawan jenis. Manusia adalah makhluk

ciptaan Allah yang paling sempurna lengkap dengan

pasangannya. Untuk merealisasikan hal tersebut untuk

menjadi hubungan yang benar harus melalui pernikahan.

Perkawinan merupakan salah satu cara yang dipilih oleh

Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk

berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Perkawinan

1
merupakan peristiwa penting bagi kehidupan manusia.

Dengan jalan ini, hubungan yang semula haram menjadi

halal. Pernikahan mempunyai peran penting dalam

membangun dan mewujudkan sebuah tatanan masyarakat.

Perkawinan merupakan salah satu cara untuk menciptakan

kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara

bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di

akhirat. Kesejahteraan perorangan sangat tergantung pada

keluarganya, sehingga kesejahteraan masyarakat tergantung

pada kesejahteraan keluarganya (Ghozali, 2003:13).

Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu

perkawian dianjurkan oleh islam dan termasuk salah satu

bentuk ibadah. Tujuan perkawinan tidak hanya untuk

menyalurkan kebutuhan biologis, akan tetapi untuk

melanjutkan keturunan dan berumah tangga yang penuh

kedamaian dan kasih sayang. Berkeluarga baik menurut

Islam sangat menunjang utuk menuju kepada kesejahteraan

termasuk dalam mencari rizki Tuhan (Ghozali, 2010:14).

Firman Allah dalam Surat An Nur Ayat 32

ْ ْ‫َواَ ًْ ِنحُى‬
َّ ‫ااْلٌََب َهً ِه ٌْ ُن ْن واَل‬
ِ‫صب ِل ِح ٍْيَ ِه ْي ِعجَب ِد ُم ْن َوا‬

ّ ‫ َو‬,‫للاُ ِه ْي فَعْ لِ ِه‬


‫للاُ َوا ِسع َعلٍِْن‬ ّ ‫اِ ْى ٌَ ُنىْ ًُىْ ا فُقَ َسا َءٌُ ْغٌِ ِه ُن‬,‫َهبئِ ُن ْن‬

Dan nikahkanlah orang-orang yang masih


membujang diantara kamu, dan juga orang-orang

2
yang layak(menikah) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin,
Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya, Allah Maha mengetahui.

Dalam budaya jawa ajaran Hindu Budha masih

melekat, sebagian masyarakat masih berkeyakinan terhadap

tradisi atau sistem-sistem budaya yang terdahulu yaitu

masyarakat tradisional. Masyarakat yang melanggar tradisi

berarti telah keluar dari sistem-sistem yang ada. Setelah

agama Islam masuk, maka yang menjadi asas hukum

berganti dengan aturan-aturan yang berdasarkan Hukum

Islam.

Akan tetapi, banyak masyarakat jawa pada

umumnya dan khususnya di Dukuh Bandung Desa Mojo

dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan perkawinan masih

berdasar kepercayaan dari para leluhurnya. Misalnya

seseorang dilarang menikah antar dukuh karena ada

kepercayaan turun temurun dari zaman dahulu, meskipun

mereka tidak tau pasti apa yang terjadi apabila

melanggarnya. Islam memandang bahwa semua manusia

telah diciptakan berpasang-pasangan yang tidak kita sangka

dari daerah mana, karena jodoh di tangan Allah yang telah

Allah tentukan sejak ruh dimasukkan dalam kandungan.


3
Masyarakat hanya sekedar percaya apabila melanggar aka

nada mala petaka, tanpa melihat lebih dalam sebab

akibatnya. Ia hanyalah ikut-ikutan dan sekedar mengikuti

faham belaka. Apabila orang beranggapan bahwa nasib sial

itu disebabkan oleh beberapa hal atau sebab-sebab tertentu,

maka tidak seharusnya dia menyerah pada nasib dan

keadaan, khususnya lagi pada tataran aktifitas konkrit.

Firman Allah surat Yasin-19

ِ ‫اَاِ ْى ُذ ِمسْ رُ ْن ثَلْ اَ ًْزُ ْن قَىْ م ُّهس‬,‫قَبلُىْ اغَبئِ ُس ُم ْن َّه َع ُن ْن‬


َ‫ْسفُىْ ى‬

Mereka (utusan-utusan) itu berkata,”Kemalangan itu


adalah karena kamu sendiri, apakah karena kamu
diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum
yang melampaui batas.

firman Allah Qs.Al-A‟rof ayat 131

ِ ّ ‫اَ َْلاًَِّ َوب غَ ْئ ُسهُ ْن ِع ٌْد‬,


َ‫َللا َولَ ِن َّي اَ ْمثَ َسهُ ْن َْل ٌَ ْعلَ ُوىْ ى‬

Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan


Allah, namun kebnyaan mereka tidak mengetahui.

Selain itu ajaran islam juga sangat melarang untuk

terlalu mengkhawatirkan musibah yang akan terjadi, karena

semua musibah yang terjadi di alam semesta ini telah

ditakdirkan oleh Allah, walau sebenarnya kita perlu

waspada dengan kemungkinan yang akan terjadi agar kita

bisa senantiasa ikhlas dan tabah menerima. Sebagai firman

Allah al-Hadid ayat 22:

4
ِ ْ‫ص ٍْجَ ٍخ فًِ ْاْلَز‬
ٍ َ‫ض َو َْل فِ ًْ اَ ْى فُ ِس ُن ْن اِ َّْلفِ ًْ ِمز‬
‫ت ِّه ْي قَ ْج ِل اَ ْى‬ ِ ‫بة ِه ْي ُّه‬
َ ‫ص‬َ َ‫َهب ا‬

ِ ّ ًَ‫ل َعل‬
‫للا ٌَ ِسٍْس‬ َ ِ‫اِ َّى َذل‬,‫ًَ ْج َساَهَب‬

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang


menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis
dalam kitab (Lauh Mahfud) sebelum kami
mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah
bagi Allah.

Dari berbagi fenomena di atas, maka disimpulkan

bahwa percaya kepada musibah yang datang dari roh

penunggu dukuh itu dilarang agama islam. Akan tetapi

berbeda dengan masyarakat di Kecamatan Andong Boyolali

tetap saja mempercayai hal tersebut. dari berbagai fenomena

yang terjadi di Dukuh-dukuh tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai mitos pernikahan terlarang

karena adat kepercayaan tersebut penulis akan meneliti hal

tersebut dengan judul” LARANGAN PERKAWINAN

ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA

MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM” (Studi Kasus antara Dukuh Bandung

Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

Andong kabupaten Boyolali)

B. Fokus Penelitian

5
Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang

menjalankan tradisi larangan perkawinan antar dukuh

karena adat kepercayaan. Adapun fokus penelitian yang

akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji

dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

Boyolali?

2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong larangan perkawinan antara

Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

Andong Kabupaten Boyolali?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang larangan perkawinan antar

dukuh karena adat kepercayaan?

C. Tujuan Penelitian.

1. Mengetahui tentang larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa

Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

Boyolali.

2. Mengetahui faktor pendorong larangan perkawinan antara Dukuh

Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali.

3. Mengetahui pandangan hukum islam tentang larangan perkawinan antara

Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

Andong Kabupaten Boyolali.

6
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan pemahaman dan

manfaat, adapun manfaatnya;

a. Secara teoritis, sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya dibidang kekeluargaan islam yang berkaitan dengan

masalah larangan perkawinan, serta dapat dijadikan hipotesis bagi

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah perkawinan.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi masyarakat Dukuh Jaten Desa Mojo dan Dukuh

Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dalam

menyikapi tradisi tersebut.

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penulis perlu

memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada.

Istilah-istilah tersebut adalah:

1. Perkawinanan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa

membentuk keluarga dengan lawan jenis. Perkawinan menurut

syara’yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk memperbolehkan

bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki

(Ghozali, 2003:7).

2. Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang berarti

meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat

7
menyatukan dan menggalang persatuan antara masyarakat (Indiyawati:

2007:73). Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk

beramal, baik dalam bentuk ibadah atau dalam bentuk amal lainnya

demi kepentingan bersama.

3. Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan

kehidupan berdasarkan al-Qur‟an, hadist dan juga para fuqoha

(Sudarsono, 1992:169).

F. Telaah Pustaka

Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang

memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini adalah

penelitian yang ditulis oleh Muhammad Isro‟i skripsi

STAIN Salatiga angkatan 2009 dengan judul “Larangan

Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat Jawa

Perspektif Hukum Islam (StudiKasus di Desa Bangkok,

Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali”). Adapun

rumusan masalah tersebut adalah faktor apa yang

mendorong masyarakat untuk tidak melakukan

pernikahan pada bulan muharram, bagaimana pandangan

ulama setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada

bulan muharram, serta bagaimana pandangan hokum

islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan

muharram. Adapun hasilnya masyarakat Desa Bangkok

mayoritas beragama islam, akan tetapi tradisi yang

8
diwariskan nenek moyang masih tetap dipertahankan.

Masyarakat Desa Bangkok masih mempercayai bahwa

pernikahan yang dilakukan pada bulan muharram akan

mendapat banyak halangan, selain itu jika perkawinan

tetap dilakukan hubungan antara suami istri akan sering

terjadi percecokan. Dalam hukum islam tidak ada

larangan menikah pada waktu-waktu tertentu, sehingga

perkawinan itu bisa dilakukan kapan saja asalkan

bertujuan baik. Apabila perkawinan itu tetap dilakukan

pada bulan muharram itu sangatlah baik karena bulan

tersebut merupakan salah satu dari empat bulan haram

yang sangat dimuliakan oleh Allah.

Adapun penelitian yang lain ialah “Perkawinan

Adat Jawa Dalam pemikiran Hukum Islam”(study kasus

di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh Kabupaten

Sragen), yang diteliti oleh Siti Mukaromah skripsi IAIN

Salatiga mahasiswa angkatan 2011. Adapun rumusan

masalahnya adalah bagaimana prosesi perkawinan yang

dilakukan masyarakat Ngrombo, kecamatan plupuh

kab.Sragen, bagaimana alasan-alasannya sehingga

perkawinan adat jawa masih dipegang teguh oleh

masyarakat dan bagaimana implikasinya terhadap

masyarakat desa Ngrembo, kecamatan Plupuh,

9
kabupaten Sragen serta bagaimana perkawinan adat jawa

yang dilakukan oleh masyarakat desa ngrombo,

kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen dilihat dari

pemikiran hokum islam. Hasilnya Perkawinan adat

merupakan bentuk penghormatan kepada roh nenek

moyang, menjaga budaya, meminta keselamatan kepada

setan penunggu desa dan roh nenek moyang

mendatangkan ketentraman bagi kedua pengantin,

keluarga dan masyarakat. Apabila tidak melakukan

perkawinan secara adat jawa maka kedua pengantin akan

jatuh sakit dan tidak mempunyai keturunan. Padahal

anggapan seperti itu adalah sebuah mitos. Pandangan

hukum islam mengenai itu merupakan dilarang dalam

agama.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian

terdahulu adalah penelitian pertama membahas mengenai

larangan perkawinan pada bulan muharram, penelitian

yang kedua mengenai pernikahan adat jawa sedangkan

penelitian skripsi ini adalah larangan perkawinan antar

dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan pendekatan.

10
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang

dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai

detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam suatu

dukumen atau bendanya (arikunto, 2010:22). Dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis adalah

suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari

hidup bersama dalam masyarakat.

2. Kehadiran peneliti

Dalam penelitian ini, penulis bertindak menjadi pengumpul data

sekaligus juga bertindak sebagai instrumen. Instrumen lain yang

digunakan penulis adalah alat tulis, alat perekam, serta alat

dokumentasi. Tetapi instrumen tersebut hanya sebagai pendukung

tugas penulis sebagai instrumen. Oleh karena itu kehadiran penulis

dilapangan sangatlah mutlak diperlukan. Penulis juga berperan sebagai

partisipan penuh, yang mana penulis ikut serta membaur dengan objek

yang akan diteliti. Akan tetapi kehadiran penulis sebagai peneliti telah

diketahui statusnya.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Dukuh Bandung, Desa Beji dan

Dukuh jaten, Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

Karena masyarakat daerah tersebut percaya akan mitos mengenai

perkawinan yang dilarang antar dukuh. Adapun diperbolehkannya

11
harus melakukan ritual adat tertentu. Sampai saat ini masyarakat

daerah tersebut masih melaksanakan kebiasaan yang mereka percayai

itu.

4. Prosedur Pengumpulan Data

a. Wawancara/Interview

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

(Moelong, 2009:186). Adapun yang telah diwawancarai ialah

sebagai berikut:

Tabel 1.1 nama tokoh masyarakat yang telah diwawancarai

No Dukuh Jaten No Dukuh Bandung


1. Lajimin 5. Samadi
2. kaliman 6. Kusmanto
3. Bejo 7. Kasirin
4. Slamet 8. Sardi

Table 1. 2 nama pelaku perkawinan antar Dukuh Bandung


dengan Dukuh Jaten.
No Dukuh Bandung DukuhJaten
1. Leni Yusuf
2. Rarik Bahrudin
3. Yuni Mulyadi
4. Ratna Daryono
12
b. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan

jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti. Sedangkan teknik

observasi yang digunakan peneliti adalah terjun langsung ke

lapangan yang hendak diteliti. Peneliti ikut serta dalam mengamati

ritual perkawinan yang sudah dilakukan oleh Yuni dengan

Mulyanto, perkawinan dilakukan dengan ritual selamatan

kemudian pengankatan anak oleh pihak bandung dan

melangsungkan perkawinan di KUA. Peneliti juga pelaku dalam

perkawinan antar dukuh yang dilarang (peneliti partisipatory).

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data

dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada

yang berkaitan. Dalam pelaksanaan metode ini, peneliti meneliti

benda-benda tertulis seperti buku dll(Arikunto, 1989:131).

Adapun dokumen yang digunakan adalah KTP, KK dan foto-foto.

5. Tehnik Analisis Data

Setelah seluruh data-data terkumpul maka

barulah langkah selanjutnya penyusun menentukan

13
bentuk pengolahan terhadap data-data tersebut

antara lain :

a. Reduksi Data

Reduksi merupakan pemilihan,

pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertilis di lapangan.

Dalam penelitian ini reduksi data dapat

dilakukan dengan cara menysun ringkasan,

mengelompokkan, membuang yang tidak perlu

diberi kode bagian yang penting dan sebagainya

hingga laporan itu selesai (sugiyono, 2011:244).

b. Display Data

Yaitu deskripsi kumpulan informasi

tersusun yang memungkinkan untuk melakukan

penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan penelitian selalu

harus mendasarkan diri atas semua data yang

diperoleh dalam kegiatan penelitian (arikunto,

2010:385). Dengan kata lain penarikan

kesimpulan harus didasarkan atas data bukan

14
angan-angan atau keinginan penelitian.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan adalah

merupakan jawaban yang dicari, walaupun tidak

selalu menyenangkan. Peneliti menarik

kesimpulan berdasarkan data rekaman

wawancara observasi dan dokumen-dokumen.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan suatu data merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian, karena dari data nantinya akan muncul beberapa teori,

untuk itu peneliti perlu melakukan teknik-teknik tertentu yaitu

observasi memperpanjang kehadiran peneliti dilapangan dan

menggunakan triagulasi (tri= tiga, angulasi dari angle= sudut).

Triagulasi dengan sumber yang sama tetapi dengan cara atau metode

yang berbeda. Triagulasi juga dilakukan dengan cara atau metode yang

sama tetapi dengan sumber yang berbeda. Triagulasi bertujuan untuk

mengumpulkan data secara lebih hati-hati dan cermat agar pekerjaan

tidak sia-sia dan hanya menambah waktu saja. Hal ini dapat tercapai

dengan jalan; 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil

wawancara, 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3. Membandingkan

apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa

yang dikatakan sepanjang waktu, 4. Membandingkan keadaan dan

perspektif sesorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

15
seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi,

orang berada, orang pemerintahan dan, 5. Membandingkan hasil

wawncara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moelong,

2009:331).

7. Tahap-tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan izin dan

mencari data ke kelurahan yang bersangkutan, kemudian penulis

mencari data ke Dukuh-dukuh yang bersangkutan, kemudian peneliti

melakukan analisis setelah itu penulis melakukan penulisan hasil

laporan.

H. Sistematika Penulisan

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang

terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

telaahpustaka, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab kedua berisi landasan teori perkawinan dalam

islam. Bab ini memuat pembahasan tentang perkawinan

dalam islam meliputi pengertian, dasar hokum, syarat

dan rukun, tujuan dan hikmah perkawinan.

Bab ketiga berisi mengenai paparan data dan temuan penelitian. Bab

ini memuat data yang berkenaan dengan hasil penelitian terhadap larangan

perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

16
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Subbab ini membahas

keadaan geografis, pendidikan, keagamaan, ekonomi dan deskripsi tentang

larangan perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali serta faktor-

faktor penyebab terjadinya larangan perkawinan antar dukuh.

Bab keempat berisi tentang analisis tinjauan hukum islam mengenai

larangan perkawinan antara Dukuh Bandung, Desa Beji dan Dukuh Jaten,

Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Serta

bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.

17
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Perkawinan

1. Pengertian

Perkawinan merupakan nilai keagamaan sebagai

ibadah kepada Allah dan merupakan sunah Nabi.

Pernikahan Merupakan sunnatuallah yang umum dan

berlaku pada semua mahluk-Nya, baik pada Manusia,

hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. (Tihani, 2010:6).

Perkawinan menurut islam ialah suatu akad atau ikatan

untuk menghalalkanhubungan kelamin antara laki-laki dan

perempuan dalam rangka mewujutkan kebahagiaan

keluarga dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996:11).

Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin

yang berarti membentuk keluarga dari lawan jenis,

melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan

menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk

membolehkan bersenang-senang antara perempuan dan

laki-laki (Ghozali, 2003 : 8). Perkawinan adalah suatu akad

yang secara keseluruhan aspeknya terkandung kata nikah

atau tazwij dan merupakan ucapan seremonial yang sacral

(Tihani, 2010 : 8).

18
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi

manusia untuk memperbanyak keturunan. Perkawinan juga mempunyai

tujuan seperti dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1 yang

disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Esa”. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat. Syarat

tersebut meliputi syarat bagi kedua mempelai, wali, dan saksi. Demikian pula

dalam intruksi presiden Republik Indonesia NO.1 tahun 1991 tentang

kompilasi hokum islam (KHI) BAB 1 disebutkan bahwa “ Perkawinan

menuruthukum islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

misaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah. Sepeti firman Allah yang artinya “Dan segala sesuatu

kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran

Allah”.

B. Dasar Hukum

Indonesia merupakan Negara yang jumlah mayoritas penduduknya

beragama Islam, namun konstitusi negaranya tidak menyatakan diri sebagai

Negara Islam tetapi sebagai Negara yang mengakui otoritas agama dalam

membangun karakter bangsa. (khusen, 2012:9). Sehingga Indonesia

mengakomodir hukum-hukum agama sebagai sumber legislasi nasional, selain

hukum adat dan hukum barat. Sedangakan untuk hukum perkawinan Indonesia

merujuk pada Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi

19
Hukum Islam. Hukum Nikah (perkawianan), yaitu hukum yang mengatur

hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran

kebutuhan biologis antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan

akibat perkawinan tersebut. (Tihani, 2010:8).

Perkawinan merupakan sunatullah hukum alam di dunia. Perkawinan

dilakukan oleh semua mahluk ciptaan Allah. Hukum perkawinan ialah hukum

yang mengatur tentang perkawinan yang berdasarkan Al-Qur‟an dan sunnah agar

suatu perkawinan diridhoi oleh Allah. Sebagai firman Allah pada surat Al-Dzariat

ayat 49

َ‫َو ِهي ُم ِّل َش ًْ ٍء َخلَ ْقٌَب َشوْ َجٍ ِْي لَ َعلَّ ُن ْن رَ َر َّمسُوى‬
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.

Firman-Nya pula pada surat Yasin ayat 36

‫ذ ْاْلَزْ ضُ َو ِه ْي أًَفُ ِس ِه ْن‬


ُ ِ‫ق ْاْلَ ْش َوا َج ُملَّهَب ِه َّوب رٌُج‬
َ َ‫ُس ْج َحبىَ الَّ ِري َخل‬
َ‫َو ِه َّوب َْل ٌَ ْعلَ ُوىى‬
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

Qs.An-nisa ayat 1

‫ق ِه ٌْهَب َشوْ َجهَب‬َ َ‫اح َد ٍح َو َخل‬


ِ ‫س َو‬ ْ ُ‫ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبسُ ارَّق‬
ٍ ‫ىا َزثَّ ُن ُن الَّ ِري َخلَقَ ُنن ِّهي ًَّ ْف‬
‫للا الَّ ِري رَ َسبءلُىىَ ثِ ِه َواْلَزْ َحب َم‬
َ ّ ‫ىا‬ ْ ُ‫ث ِه ٌْهُ َوب ِز َجبْلً َمثٍِ ًسا َوًِ َسبء َوارَّق‬ َّ َ‫َوث‬
ّ ‫إِ َّى‬
‫للاَ َمبىَ َعلَ ٍْ ُن ْن َزقٍِجًب‬

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
20
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Perkawinan merupakansuatu cara Allah sebagai jalan bagi manusia

untuk berkembang biak dan menjaga kelestarian hidupnya. Kemudian

memulai menjalankan perannya masing-masing untuk mencapaikeluarga

yang bahagia dan sejahtera.

Firman Allah Al-Hujurat Ayat 13

‫ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبسُ إًَِّب َخلَ ْقٌَب ُمن ِّهي َذ َم ٍس َوأًُثَى َو َج َع ْلٌَب ُم ْن ُشعُىثًب َوقَجَبئِ َل لِزَ َعب َزفُىا‬

َّ ‫للاِ أَ ْرقَب ُم ْن إِ َّى‬


‫للا َعلٍِن َخ ِجٍس‬ َّ ‫إِ َّى أَ ْم َس َه ُن ْن ِعٌ َد‬

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.

Hukum melakukan perkawinan menurut ibnu Rusyid menjelaskan bahwa

segolongan fuqoha’ yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu

hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para

ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian

orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolaongan lainnya.

21
Bagi fuqoha yang berpendapat nikah itu wajib bagi sebagian orang, sunnat

untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk sebagian yang lain, maka pendapat ini

didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Qiyas seperti ini yang disebut qiyas

mursal, yakni suatu qiyas yang tidak mempunyai dasar penyadaran. Kebanyakan

ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam mazhab maliki tampak jelas

dipegangi (ghozali, 2003:12).

Al-jaziri mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan

perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara”yang lima,

adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat(mandud) dan adakalanya mubah.

Ualama syafi‟iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah,

disamping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. Di Indonesia,

umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan

ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi‟iyah.

Terlepas dari berbagai pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-nash,

baik Al-Qur‟an maupun as-sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin

yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun dilihat dari kondisi orang

yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan

itu dapat dikenalkan hukum sebagai berikut ;

1. Nikah Wajib Nikah diwajibkan bagi yang khawatir terjerumus kedalam

perbuatan dosa, sementara ia mampu untuk menikah. Hal ini didasarkan pada

pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri itu untuk tidak

berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu wajib, maka hukum melakukan

perkawinan itupun wajib sesuai dengan kaidah :

22
“sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali

dengannya,maka sesuatu itu hukumnya wajib juga”

Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hokum sarana

sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

2. Nikah haram, Nikah diharamkan bagi yang belum mampu berjima’ dan

membahayakan kondisi pasangannya jika menikah. Termasuk juga

hukumnya haram perkawinan bila sesorang kawin dengan maksud untuk

menerlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus

hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.

3. Nikah Makruh, Nikah Makruh bagi yang membutuhkannya dan khawatir jika

menikah justru membuat kewajibannya terbengkalai. Bagi orang yang

mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup

mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan

dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini

tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban

suami istri dengan baik.

4. Nikah Sunnah, Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu dan memenuhi

syarat syah nikah akantetapi masih sanggup mengendalikan diri. Dalam hal

ini menikah lebih baik daripada membujang.

5. Nikah Mubah, Nikah dimubahkan bagi orang yang tidak memiliki pendorong

maupun penghalang apapun untuk menikah. Ia tidak wajib menikah dan tidak

haram menikah. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk

memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya


23
dan membina rumah tangga keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga

ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin

itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan

perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai

kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum

mempunyai kemauan yang kuat.

Berdasarkan uraian di atas, Allah tidak menjadikan manusia seperti

mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya. Allah menjaga manusia

denganpenuh martabat dan kehormatan. Maka daripada itu Allah membuat

aturan terperinci atau hkum mengenai tata cara hidup khususnya dalam hal

perkawinan.

C. Rukun dan Syarat Perkawinan.

1. Rukun yaitu sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah dan tidaknya

suatu pekerjaan ( ibadah) (Ghozali, 2003:46).Adapun rukun perkawinan

sebagai berikut;

a. Adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.

1). Calon mempelai laki-laki ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

sebelum pernikahan dilaksanakan. Syari‟at islam menentukan beberapa

syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para

ulam, yaitu

(a). calon suami beragama islam.

(b). Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.

(c). Orangnya diketahui dan tertentu


24
(d). Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.

(e). Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu

betul calon istrinya halal baginya.

(f). calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.

(g). Tidak sedang melakukan ihrom.

(h). Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

(i). Tidak sedang mempunyai istri empat.

2). Calon mempelai perempuan.

(a). Beragama Islam. Hal ini berdasarkan firman

Allah Q.S Al-Baqoroh 2:221

‫د َحزَّى ٌ ُْؤ ِه َّي َوْلَ َهخ‬


ِ ‫ُىا ْال ُو ْش ِس َمب‬
ْ ‫َوْلَ رٌَ ِنح‬

َ‫ُّه ْؤ ِهٌَخ َخٍْس ِّهي ُّه ْش ِس َم ٍخ َولَىْ أَ ْع َججَ ْز ُن ْن َوْل‬

ْ ٌُ‫ُىا ْال ُو ِش ِس ِمٍيَ َحزَّى ٌ ُْؤ ِه‬


‫ىا َولَ َعجْد‬ ْ ‫رٌُ ِنح‬

‫ك َولَىْ أَ ْع َججَ ُن ْن‬


ٍ ‫ُّه ْؤ ِهي َخٍْس ِّهي ُّه ْش ِس‬

ّ ‫بز َو‬
‫للاُ ٌَ ْد ُع َى إِلَى‬ َ ِ‫أُوْ لَـئ‬
ِ ٌَّ‫ل ٌَ ْد ُعىىَ إِلَى ال‬

ِ ٌَّ‫ْال َجٌَّ ِخ َو ْال َو ْغفِ َس ِح ثِئ ِ ْذًِ ِه َوٌُجٍَ ُِّي آٌَبرِ ِه لِل‬
‫بس‬

َ‫لَ َعلَّهُ ْن ٌَزَ َر َّمسُوى‬

yang artinya ” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita


musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum

25
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih
baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.”

(b). Tidak ada halangan Shara yaitu tidak bersuami atau dalam

pinangan orang lain yang ingin menjadikan isteri,bukan mahram,

tidak dalam masa „iddah.

(c). Berdasarkan kemauan sendiri. Tidak dibenarkan memaksa

seorang perempuan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang

bukan pilihan dan disukainya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman

Allah,

An-Nisa 4:19

‫علُىهُ َّي‬ ُ ‫ىا الٌِّ َسبء َمسْ هًب َوْلَ رَ ْع‬ ْ ُ‫ىا ْلَ ٌَ ِحلُّ لَ ُن ْن أَى رَ ِسث‬ْ ٌُ‫ٌَب أٌَُّهَب الَّ ِرٌيَ آ َه‬
‫ْط َهب آرَ ٍْزُ ُوىهُ َّي إِْلَّ أَى ٌَؤْرٍِيَ ثِفَب ِح َش ٍخ ُّهجٌٍََِّ ٍخ َوعَب ِشسُوهُ َّي‬ِ ‫ُىا ثِجَع‬ ْ ‫لِزَ ْرهَج‬
‫للاُ فٍِ ِه َخ ٍْسًا‬ّ ‫ىا َش ٍْئًب َوٌَجْ َع َل‬ ْ ُ‫ُوف فَئِى َم ِس ْهزُ ُوىهُ َّي فَ َع َسى أَى رَ ْن َسه‬ ِ ‫ثِ ْبل َو ْعس‬
‫َمثٍِسًا‬

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai


wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

b. Adanya wali dari calon pengantin perempuan.

Perkawinan dilangsungkan oleh pihak mempelai

perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau


26
wakilnya. (Ghozali, 2003:59). Wali hendaknya seorang

laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil. Perkawinan

tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:

“Tidak sah perkawinan

tanpa wali”

Hanafi tidak mensyaratkan wali dalam

perkawinan. Perempuan yang telah baligh dan berakal

menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa

wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan Maliki

berpendapat, wali adalah syarat untuk mengawinkan

perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan

wanita awam. Anak kecil, budak dan orang gila tidak

mendapatkan wali.

Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek

(ayah dari ayah), kemudian saudara laki-laki seayah

seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak

laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman

(saudara laki-laki ayah), kemudian anak laki-laki dari

paman tersebut. Tertib ini wajib dijaga dengan baik.

Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak

mengawinkan tanpa menunggu kerelaan yang

dikawinkan itu. Menurut syafi‟i, wali mujbir adalah ayah

dan ayah dari ayah (kakek). Golongan hanafiyah

27
berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi „ashabah

seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila

dan orang yang kurang akalnya.

c. Adanya dua orang saksi.

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua

orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan

mendengar serta mengerti (paham) akan maksut akad

nikah. (Ghozali, 2003:64). Di tengah-tengah masyarakat

biasanya ada Naib, yaitu: Orang yang bertugas atau dapat

mewakili kedua calon pengantin laki-laki dan perempuan

atau mewakili seorang dalam akad pernikahan.

(Sudarsono, 1994:52).

Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh

juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.

Dan menurut Hanafi, boleh dua orang fasik (tidak adil).

Orang tuli, orang tidur dan mabuk tidak boleh menjadi

saksi. Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi

itu adalah sebagai berikut:

1. Berakal, bukan orang gila.

2. Baligh, bukan anak-anak.

3. Merdeka, bukan budak.

4. Islam.

5. Kedua orang saksi itu mendengar.

28
d. Sighat akad Nikah (ijab dan qobul).

Yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon

pengantin laki-laki. Perkawinan wajib dilakukan ijab

dan qobul dengan lisan. Bagi orang bisu sah

perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala

yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali

mempelai perempuan walinya, sedangkan Kabul

dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.

Ijab dan Kabul dilakukan di majelis, dan tidak

boleh ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang

merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan

masing-masing ijab dan Kabul dapat didengar dengan

baik oleh kedua belah piahk dan dua orang saksi.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri

atas:

a. Adanya calon suami dari istri yang akan melakukan pernikahan.

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

c. Adanya dua orang saksi.

d. Sighot akad nikah.

Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qobul saja

(yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin

29
laki-laki). Sedangkan menurut imam syafi‟I berkata bahwa rukun nikah itu ada

lima macam yaitu:

1. Calon pengantin laki-laki.

2. Calon pengantin perempuan.

3. Wali.

4. Dua orang saksi.

5. Sighot akad nikah.

Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada

empat, yaitu:

1. Sighot (ijab dan qobul).

2. Calon pengantinperempuan.

3. Calon pengantin laki-laki.

4. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Rukun perkawinan menurut KHI dinyatakan dalam Pasal 14 yaitu:

1. Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.

2. Wali dari mempelai perempuan.

3. Dua orang saksi

4. Ijab dan Qobul.

2. Syarat Sah Perkawinan

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila

syarat-syarat terpenuhi itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban

sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada

dua:

30
1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin

menjadikan istri. Jadi, perempeuannya itu bukan merupakan orang yang

haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk

selama-lamanya.

2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.

Syarat sahnya perkawinan menurut KHI dalam Pasal 4 adalah

dinyatakan:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-

undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan”.

Rukun perkawinan menurut UU No.1/1974 tidak diatur secara tegas. Akan

tetapi Undang-Undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu

perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang

akan melangsungkan perkawinan tersebut. Syarat sahnya perkawinan menurut UU

No.1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 2 yaitu:

(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Jadi bisa disimpulkan bahwa rukun dan syarat dalam perkawinan yang dimuat

dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

perkawinan sebagai berikut:


31
Rukun perkawinannya adalah Pertama, adanya calon mempelai laki-laki dan

calon mempelai perempuan, kedua adanya wali dari pihak perempuan, ketiga

adanya saksi pernikahan, dan keempat adanya ijab qobul.

D. Konsep Kepercayaan.

Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang

berarti meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak

yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara

masyarakat (Indiyawati: 2007:73). Iman menggerakkan setiap

anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadah

atau dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama.

Kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu merupakan suatu

hasil dari tradisi, demi kepentingan bersama masyarakat harus

meyakini sesuatu hal tersebut. Islam sendiri mengajarkan

banyak hal mengenai kepercayaan demi kemaslahatan. Akan

tetapi dengan adanya berbagai peristiwa yang tertanam sebelum

masuknya islam banyak kepercayaan yang menyimpang dari

agama islam.

E. Larangan Perkawinan

Kemudian syarat sahnya perkawinan menurut kedua peraturan tersebut adalah

pernikahan dilakukan menurut hokum masing-masing agama dan perkawinan

tersebut harus dicatatkan. Meskipun perkawinan telah memenuhi rukun dan syarat

yang ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena karena masih

32
tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah lepas dari segala hal yang

menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga larangan perkawinan.

Larangan perkawinan dalam bahasa ini adalah orang-orang yang tidak boleh

melakukan perkawinan. Secara garis besar, larangan perkawinan antara seorang

pria dengan seorang wanita menurut syara’ dibagi menjadi dua yaitu:

1. Larangan Muabbad

Larangan muabbad adalah halangan perkawinan yang

bersifat abadi.

Larangan perkawinan tersebut didasarkan dalam firman Allah dalam surat An-nisa

ayat 23;

‫بد‬ُ ٌََ‫ذ َعلَ ٍْ ُن ْن أ ُ َّههَبرُ ُن ْن َوثٌََبرُ ُن ْن َوأَ َخ َىارُ ُن ْن َو َع َّوبرُ ُن ْن َو َخبْلَرُ ُن ْن َوث‬
ْ ‫ُح ِّس َه‬
َ‫ظ ْعٌَ ُن ْن َوأَ َخ َىارُ ُنن ِّهي‬ َ ْ‫ذ َوأُ َّههَبرُ ُن ُن الالَّرًِ أَز‬ ِ ‫بد اْلُ ْخ‬ ُ ٌََ‫خ َوث‬ ِ َ‫اْل‬
‫ُىز ُمن ِّهي ًِّ َسآئِ ُن ُن‬ِ ‫بد ًِ َسآ ِئ ُن ْن َو َزثَب ِئجُ ُن ُن الالَّ ِرً فًِ ُحج‬ ُ َ‫ظب َع ِخ َوأ ُ َّهه‬ َ ‫ال َّس‬
‫ىا َد َخ ْلزُن ثِ ِه َّي فَالَ ُجٌَب َح َعلَ ٍْ ُن ْن َو َحالَئِ ُل‬ْ ًُ‫الالَّرًِ َد َخ ْلزُن ثِ ِه َّي فَئِى لَّ ْن رَ ُنى‬
َ‫ُىا َث ٍْيَ اْلُ ْخزَ ٍْ ِي إَْلَّ َهب قَ ْد َسلَف‬
ْ ‫أَ ْثٌَبئِ ُن ُن الَّ ِرٌيَ ِه ْي أَصْ الَثِ ُن ْن َوأَى رَجْ َوع‬
ِ ‫للاَ َمبىَ َففُىزًا ز‬
‫َّحٍ ًوب‬ ّ ‫إِ َّى‬

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu


yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-
saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang
dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

33
a. Nasab (keturunan)

Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang

haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian

nasab adalah:

1. Ibu: Yang dimaksud ialah perempuan yang ada hubungan darah

dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek (dari pihak

ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas.

2. Anak perempuan: yaitu wanita yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu

perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan

seterusnya kebawah.

3. Saudara perempuan , baik seayah seibu, seayah saja maupun seibu

saja.

4. Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara

sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

5. Kemenakan (keponakan) perempuan: yaitu anak perempuan

saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke atas.

Hikmah dari larangan ini adalah karena

merupakan hal mustahil secara fitrah adalah

orang yang merasakan syahwat terhadap ibunya

atau ia hendak berfikir untuk bersenang-senang

dengannya, karena cinta kasih yang terjalin

diantara anak laki-laki dengan ibunya. Apa yang


34
dijelaskan mengenai keharaman menikahi ibu,

dikatakan pula dalam ketetapan keharaman

menikahi perempuan-perempuan berdasarkan

keturunan yang lainnya. Antara seorang laki-laki

dengan kerabat dekatnya mempunyai perasaan

yang kuat mencerminkan suatu penghomatan.

Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan

perasaan cintanya itu untuk perempuan lain

melalui perkawinan sehingga terjadi hubungan

yang baru dan rasa cinta kasih saying yang terjadi

antara kedua manusia itu menjadi sanagt luas.

b. Pembesanan (Pertalian kerabat semenda)

1. Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan

seterusnya ke atas, baik seterusnya ke atas ,

baik garis ibu atau ayah.

2. Anak Tiri dengan syarat kalau terjadi hubungan

kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut.

3. Menantu yakni istri anak, istri cucu, dan

seterusnya kebawah.

4. Ibu Tiri yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak

disyaratkan harus adanya hubungan seksual

antara ibu dengan ayah. Imam syafi‟i

berpendapat bahwa laranga perkawinan karena

35
musyaharah hanya disebabkan karena semata-

mata akad saja, tidak bisa karena perzinaan,

dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela

itu disamakan dengan hubungan musyaharah.

Sebaliknya imam abu hanifah berpendapat

bahwa larangan perkawinan karena mushaharah,

disamping disebabkan akad yang sah, bisa juga

disebabkan karena perzinaan.

Larangan ini bertujuan untuk menjaga

keberadaan keluarga dari pertentangan, untuk

hal-hal yang penting. Semisal putusnya

kekerabatan, buruknya pengertian, tersebarnya

kecemburuan antara ibu dengan anak

perempuannya atau ayah dengan anak laki-

lakinya, dan sebagainya yang terkadang

mengakibatkan pertentangan antara anggota

satu keluarga. Hikmah yang alain adalah

menyebabkan kelemahan fisik anak-anaknya.

c. Sesusuan

Berdasarkan An-nisa ayat 23 jika

diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan

adalah:

36
1. Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui,

maksudnya seorang wanita yang pernah

menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu

bagi anak yang disusui itu, sehingga haram

melakukan perkawian

2. Nenek susuan yaitu ibu dari yang pernah

menyusui atas ibu dari suami yang menyusui

itu, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang

seperti ayah bagi anak susuan, sehingga haram

melakukan perkawinan.

3. Bibi susuan yakni saudara perempuan suami ibu

susuan atau saudara perempuan suami ibu

susuan dan seterusnya ke atas.

4. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak

perempuan dari saudara ibu susuan.

5. Saudara susuan perempuan, baik saudara

seayah kandung maupun seibu saja.

Hikmah dari pelarangan perkawinan karena susuan adalah sebab

makan (susuan) memiliki pengaruh besar dalam pembentukan diri

seseorang, bukan hanya secara fisik, namun juga jiwa dan akhlak.

Dengan adanya kekerabatan karena persusuan menjadikan tubuh

mereka (tulang, daging dan darahnya) dibentuk dari satu jenis

37
makanan. Karena itu terlihat ada keserupaan dalam karakter akhlak

mereka.

Diantara larangan perkawinan abadi ada yang

diperselisihkan,yaitu zina dan sumpah li’an. Wanita

yang haram dinikahi karena sumpah li’an. Seorang

suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa

mendatangkan empat orang saksi. Maka suami

diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali

dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima

laknat Allah apabila tindakannya itu dusta. Istri yang

mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau

mau bersumpah seperti sumpah suami di atas empat

kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia

mendapat laknat Allah bila tuduhan suami itu benar.

Sumpah yang demikian adalah sumpah li’an. Apabila

terjadi sumpah li’an antara suami dan istri maka

putuslah hubungan perkawinan antara keduanya untuk

selama-lamanya.

2. Larangan Muaqqot

Larangan muaqqot adalah larangan perkawinan

untuk sementara.

a. Halangan Bilangan

38
Seorang pria dilarang melangsungkan

perkawinan dengan seorang wanita apabila pria

tersebut sedang memiliki empat orang istri.

b. Halangan Mengumpulkan

Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang

laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram

dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila mengawini mereka

berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita,

kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki

itu tidak haram menikahi adik atau kakak perempuan dari wanita

yang meninggal dunia atau dicerai tersebut. Keharaman

mengumpulkan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang

mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan.

Ualama fikih menyatakan bahwa mengawini dua orang

wanita yang berhubungan kekerabatan bisa membuat pecahnya

hubungan kekerabatan sehingga menimbulkan permusuhan yang

terus menerus antara kerabat itu.

c. Halangan Kehambaan

Wanita musyrik haram dinikahi, yang dimaksud wanita

musyrik ialah yang menyembah selain Allah. Adapun wanita ahli

kitab, yakni wanita nasrani dan wanita yahudi boleh dinikah.

d. Halangan Kafir

39
Seorang wanita islam dilarang menikah dengan seorang

pria yang tidak beragama islam.

e. Halangan Ihram

Wanita yang sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram

umroh, tidak boleh dikawini.

f. Halangan Sakit

Wanita yang sakit yang tidak bisa sembuh dan lumpuh serta

tidak bisa melayani dan mengabdi pada suami haram untuk

dinikahi.

g. Halangan „iddah

Wanita yang sedang dalam „iddah, baik „iddah cerai

maupun „iddah ditinggal mati tidak boleh dikawini.

h. Halangan perceraian tiga kali

Wanita yang ditalak tiga, haram dikawini

lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah

kawin lagi dengan orang lain dan telah

berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami

terakhir itu dan telah habis masa „iddahnya.

i. Halangan Peristrian.

Seorang pria haram menikahi wanita yang

terikat perkawinan dengan laki-laki lain.

j. Halangan perzinaan

40
Seorang perempuan melakukan perzinaan

dengan seorang laki-laki atas dasar suka sama

suka dilarang menikah dengan seorang laki-laki

yang baik. Begitu pula sebaliknya. Seorang

wanita pezina harus menikah dengan laki-laki

pezina pula begitu juga sebaliknya.

Islam sendiri menyebutkan bahwa perkawinan

yang dilarang dalam islam selain yang sudah diatur

secara Qo’i ketidakbolehannya antara lain adalah;

a. Nikah mut’ah

Nikah mut’ah hukumnya haram. Nikah

ini disebut juga “ziwaj muaqqod” dan “ziwaj

munqathi” artinya nikah yang ditentukan untuk

sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan yang

diputuskan. Adapun dinamakan mut’ah ialah

nikah dengan maksud dalam waktu yang tertentu

itu seseorang dapat bersenang-senang

melepaskan keperluan syahwatnya.

Perkawinan mut’ah pernah diperbolehkan

dalm keadaan darurat, yakni pada waktu

peperangan authas dan pembukaan kota mekkah,

di mana waktu itu tentara islam telah lama pisah

dengan keluarga, agar mereka tidak melakukan

41
perbuatan terlarang maka diizinkan oleh nabi

melakukan nikah mut’ah. Kemudian nabi

melarang untuk selama-lamanya.

b. Nikah muhalil

Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan

oleh seseorang terhadap wanita yang telah ditalak

tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah

selesai iddahnya. Oleh suami kedua wanita itu

dikumpuli dan diceraikan agar dapat dikawin lagi

dengan suami pertama. Jadi dalam nikah muhalil

itu ada unsur perencanaan dan niat bukan untuk

selamanya, tetapi dengan maksud agar setelah

diceraikan oleh orang yang mengawini kedua itu

dapat dikawini kembali oleh bekas suami yang

yang pernah menceraikannya sampai tiga kali.

Hukum perkawinan itu haram dan

akibatnya tidak sah, tidaklah batal wanita yang

telah dicerai oleh muhallil (orang yang

melangsungkan perkawinan kedua tersebut)

untuk kawin dengan suami pertamanya.

c. Nikah syigar

Yang dimaksud nikah syighar yaitu seorang wali

mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar

42
laki-laki mengawinkan putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar

mahar.

Jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada

pokoknya tidak diakui, karena itu hukumnya batal (tidak sah).

Tetapi Abu hanifah berpendapat, kawin syighar itu sah, hanya bagi

tiap-tiap anak perempuan yang melakukan perkawinan wajib

mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya,

karena laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya

sebagai mahar sangatlah tidak tepat, sebab wanita itu bukan sebagai

barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka.

Dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya,

bukan pada akad nikahnya, sebagaiman kalau suatu perkawinan

dengan persyaratan memberikan minuman khamar atau babi, maka

akad nikahnya di sini tidak batal dan bagi perempuannya berhak

atas mahar mitsil(maskawin yang sepadan).

d. Nikah tahwid

Nikah tahwid yaitu nikah yang kurang salah satu

rukunnya.

3. Hikmah Perkawinan.

Islam menganjurkan pernikahan karena pernikahan mengandung

banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan semua umat

manusia. Adapun hikmah pernikahan menurut Ghozali ( 2003:65) adalah:

43
a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu

banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah,

karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan

sulit dikerjakan secara individual. Dengan demikian

keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan

sampai benar-benar makmur.

b. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan

rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali

dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak

mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur

rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka nikah disyariatkan,

sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tentram dan dunia semak

in makmur.

c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi

memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat

dengan berbagai macam pekerjaan. Dalam kaitan ini Rosulallah

SAW bersabda;

“hendaklah kamu sekalian menjadikan hati yang

bersyukur, lidah yang selalu mengingat Allah, dan

istri mukminah shalihah yang akan menyelamatkan

di akhirat”

44
Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung

mengasihi orang yang dikasihi. Sebagai firman

Allah al-„arof: 189 :

‫ َو َج َع َل ِه ٌْهَب َشوْ َجهَب لٍَِ ْس ُنيَ إِلَ ٍْهَب‬..……

Artinya; Dia (Allah) yang menciptakan istrinya,

agar dia merasa senang kepadanya.

d. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghiroh (kecemburuan)

untuk menjaga kehormatan dan kemulyaannya.

e. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya.

f. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.

g. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya

yang mendatangkan rahmat dan pahala padanya.

Selain hikah-hikmah di atas, syayyid sabiq menyebutkan pula

hikmah-hikmah yang lain, sebagai berikut:

1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang

selamanya menuntut jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat

memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan, kacau

dan menerobos jalan yang jahat. Perkawinan merupakan jalan alami dan

biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan

naluri seks ini. Dengan perkawinan, badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata

terpelihara dari melihat yang haram perasaan tenang menikmati barang yang

halal.

45
2. Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi

mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta

memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan. Dan dalam penjelasan

yang lalu telah dikemukakan sabda Nabi Muhammad SAW tentang hal ini

yang artinya sebagai berikut :

“kawinlah dengan perempuan yang penuh kasih saying

(pencinta) lagi bisa banyak anak, agar aku nanti dapat

membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para

Nabi pada hari kiamat nanti”

3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana

hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah,

cinta dan saying yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan

kemanusiaan seseorang.

4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan

menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan

pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung

jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan

mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan

memperbanyak produksi.

5. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah

tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan betas-batas

tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.

46
Jadi secara secara singkat dapat disebutkan bahwa hikmah perkawinan itu

antara lain:

1. Menyalurkan naluri seks.

2. Jalan mendapatkan keturunan yang sah.

3. Penyaluran naluri kebapakan dan keibuan.

4. Dorongan untuk bekerja keras.

5. Pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga .

6. Menjalin silaturrahmi antara dua keluarga, yaitu keluarga dari pihak suami

dan kelurga dari pihak perempuan.

47
BAB III

LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH

JATEN

DESA MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG

DESA BEJI KECAMATAN ANDONG

KABUPATEN BOYOLALI

A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo Dan Dukuh Bandung Desa Beji

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

1. Gambaran Umun Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

Boyolali.

a. Luas dan Letak Geografis

Luas wilayah Dukuh Jaten kurang lebih 260 km2

yang terbagi menjadi perkebunan, persawahan serta

pemukiman. Adapun batas wilayahnya sebagai

berikut:

1). Sebelah Timur adalah Dukuh Pule, Desa Mojo.

2). Sebelah Selatan adalah Dukuh Tumpang, Desa

Mojo.

3). Sebelah Barat adalah Dukuh Bandung Kidul,

Desa Beji.

48
4). Sebelah Utara adalah Dukuh Mojo dan Dukuh

Ngelo, Desa Mojo.

b. Jumlah Penduduk

Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong


Kabupaten Boyolali mempunyai 5 RT dengan
penduduk yang berjumlah 2.390 dengan jumlah
kepala keluarga (KK) adalah 761.

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dukuh jaten berdasarkan Jenis kelamin

NO Keterangan Jumlah
1 Laki-laki 1210
2 Perempuan 1180
Jumlah 2390

Sumber: data kependudukan kelurahan desa Mojo


c. Keadaan Pendidikan

Masyarakat Dusun Jaten mayoritas

masyarakatnya tidak buta huruf, rata-rata mereka

sudah pernah bersekolah. Banyak Mayoritas

penduduk setempat mengirim anak-anak mereka

untuk belajar di lembaga pendidikan yang bersifat

umum, baik negeri maupun swasta. Karena sekolah


49
umum menjadi mayoritas, dan lembaga pendidikan

Islam menjadi minoritas, maka tidak jarang di antara

mereka kurang memperhatikan pentingnya

pendidikan agama Islam. Namun untuk mengimbangi

hal tersebut, maka pemerintah desa membuat

lembaga pendidikan berbasis Agama yang bersifat

non formal seperti TPQ, TPA. Setiap dusun, masing-

masing terdapat lembaga pendidikan Islam non

formal tersebut. Selain itu, ada beberapa anak yang

melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, baik

berbasis Islam maupun umum, baik swasta maupun

negeri.

d. Keagamaan

Masyarakat Dukuh Jaten mayoritas penduduknya

beragama islam. Mengingat mayoritas masyarakat

setempat merupakan anggota dari organisasi sosial-

keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul

Ulama‟, yang secara historis dibentuk dan didirikan

untuk mempertahankan tradisi. Maka kegiatan

kegamaan masyarakat Desa Jaten erat dengan nuansa

Nahdatul Ulama seperti yasinan, Nariyahan,

diba’an, dan lain-lain. Kegiatan yasinan di Dukuh

Jaten dilakukan setiap sebulan sekali oleh para kaum

50
laki-laki, Nariyahan adalah pembacaan sholawat

nariyah, surat yasin,tahlil serta sholat-sholat sunnah

dan tausiah. Kegiatan ini dilakukan oleh kaum ibu-

ibu setiap seminggu sekali pada hari jum‟at. Adapun

pembacaan diba’an (sholawat Nabi) dilakukan pada

hari kamis malam jum‟at di Masjid.

e. Keadaan Ekonomi

Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, para

penduduk Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

Andong Kabupaten Boyolai, mayoritas

berwirausaha, bercocok tanam, bekerja di

pemerintahan, serta buruh. Adapun wirausaha yang

semakin maju dalam pembuatan pakaian dalam

wanita dan membuat barang dari bahan besi (pande

besi). Hampir setiap rumah ada yang menjahit

pakaian dan rumah Pande, kemudian ada pengepul

yang siap menampung. Demikian dengan SDM

masyarakat yang semakin hari semakin baik.

Table 3.2 persentase jenis pekerjaan dukuh jaten


N Jenis Presen
o pekerj tase
aan
1 Petani 10%
. Penja 15%
2 hit 35%
. Pand 22%
3 e besi 3%
. Pedag 15%
51
4 ang
. PNS
5 Buruh
.
6
.
Sumber: data statistic desa Mojo

2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali.

a. Luas dan Letak Geografis

Luas wilayah Dukuh Bandung kurang lebih

200km2 , yang terdiri dari persawahan, perkebunan

serta pemukiman warga. Adapun batas wilayah

Dukuh Bandung sebagai berikut:

1. Sebelah Timur adalah Dukuh Kliwonan, Desa Mojo.

2. Sebelah Selatan adalah Dukuh Bandung Kidul, Desa Beji.

3. Sebelah Barat adalah Dukuh Beji, Desa Mojo.

4. Sebelah Utara adalah Dukuh Duwet, Desa Andong.

b. Jumlah Penduduk

Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali mempunyai 6 RT dengan

penduduk yang berjumlah 782 dengan jumlah kepala

keluarga (KK) adalah 325.

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dukuh bandung berdasarkan Jenis kelamin

N Ketera Ju
O ngan mla
h
52
1 Laki- 401
laki
2 Perem 381
puan
Jumlah 782
Sumber: data kependudukan kelurahan Desa Beji

c. Keadaan Pendidikan

Mayoritas masyarakat Dukuh Bandung tidak buta huruf,

banyak masyarakat mengerti tentang baca tulis. Rata-rata anak-anak

mereka bersekolah minimal sampai SMP dan Mondok. Banyak anak

mereka mondok, ini dikarenakan di dalam dukuh telah berdiri sebuah

pondok pesantren beserta sekolah formal dan non-formal (TPQ).

Bahkan diantara mereka juga bersekolah di perguruan-perguruan tinggi

Negeri maupun swasta di berbagai wilayah.

d. Keagamaan.

Masyarakat Dukuh Bandung semua beragama

islam. Bahkan di dalam dusun berdiri sebuah pondok

pesantren plus. Banyak anak-anak mereka belajar

keagamaan di Pondok tersebut. Di masyarakt juga

ada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasiana,

nariyahan, diba’an, pengajian rutinan setiap sebulan

sekali dan setahun sekali. Yasinan dilakukan oleh

bapak-bapak pada hari kamis malam jum‟at secara

bergilir disetiap rumah. Akan tetapi tiap sebulan

sekali setiap malam jum‟at pon, masyarakat

53
melakukan yasinan di Bangsal Makam. Nariyahan

dilakukan oleh para ibu-ibu pada hari jum‟at satu

minggu sekali. Setiap sebulan sekali para ibu-ibu

melakukan pengajian di masjid serta membaca

diba’an tiap sebulan sekali di mushola terdekat.

Adapun pembacaan diba’an di masjid dilakukan

setiap hari kamis malam jum‟at. Pengajian dilakukan

setiap setahun sekali di Masjid dan di Makam,

apabila dimakam di sebut sadranan.

e. Keadaan ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari penduduk dukuh

Bandung mayoritas masyarat bekerja sebagai

pedagang, petani, wiraswasta, bekerja di

pemerintahan dan juga buruh. Masih banyak

masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.

Akan tetapi masyarakat masih mampu dalam

memenuhi sandang dan pangan.

Table 3.4 persentase jenis pekerjaan dukuh


bandung
N Jenis Perse
o pekerj ntase
aan
1 Petani 50%
. Pedag 10%
2 ang 10%
. Wiras 5%
3 wasta 25%
. Pekerj
4 a
54
. pemer
5 intah
. dan
PNS
Buruh
Sumber: data statistic desa beji

B. Ritual Larangan Perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Perkawinan merupakan suatu ritual yang terpenting dalam hubungan

seorang manusia dengan lawan jenis. Dengan perkawinan diharapkan dapat

membina rumah tangga yang langgeng, bahagia, sejahtera dan mempunyai

keturunan yang sholeh serta sholehah. Ini jelas berbeda dengan perkawinan

yang dilakukan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung. Dalam

kepercayaan masyarakat setempat, masyarakat Dukuh Jaten dilarang menikah

dengan masyarakat Dukuh Bandung. Ini dikarenakan kepercayaan mereka

terhadap Roh penunggu Dukuh akan marah apabila melakukan pernikahan.

Salah satunya akan terjadi malapetaka bahkan kematian disalah satu pengantin

apabila tetap melanggar. Sebagaimana penjelasan kasirin, tokoh masyarakat

dukuh Bandung pada tanggal 7 mei 2017 “wong bandung intok wong jaten ki

ora oleh, amargo dayange biso nesu. Yen nganti nglanggar biso mati”(orang

bandung dapat orang jaten itu tidak boleh, karena penunggu dukuh bisa marah.

Jika ada yang melanggar aka nada kematian).

Kepercayaan ini sudah mendarah daging dari dulu hingga sekarang, sejak

berdirinya dukuh hingga sekarang.

55
”nalika jaman semono danyang jaten karo danyang bandung pado
serek, ora akur. Nganti poro danyang nguni janji ojo ngasi anak
keturunan jaten nikah karo anak keturunan soko bandung, lajeng
sakkualiane. Yen enek wong nglanggar biso ciliko nganti salah siji
pengantin mati, iku uwes kejadian naliko semono wong jaten besanan karo
bandung, salah siji pengantin mati”
(pada zaman dahulu roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu
dukuh bandung podo sebel, tidak akur. Sampai para roh penunggu
mengucap janji jangan sampai anak keturunan dukuh jaten dapat anak
keturunan dukuh bandung begitu pula sebaliknya. Jika ada yang melanggar
maka aka ada petaka bahkan kematian. Ini sudah terjadi pada zaman
dahulu terjadi pernikahan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung,
kemudian salah satu pengantin mati.) (wawancara dengan Sardi 4 April
2016).
Kemudian ada pendapat berbeda mengenai cerita larangan tersebut,

perkawinan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung itu dilarang karena

antara dukuh ada hubungan saudara antar danyang / roh penunggu dukuh.

“danyange jaten lan danyang bandung iku sedulur, dadine wong jaten ora

oleh nikah karo wong bandung.”(roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu

dukuh bandung itu satu keluarga, jadi orang jaten tidak boleh menikah dengan

orang bandung). (wawncara dengan Bejo 1 mei 2017).

Sejatine wong jaten oleh wong bandung iku oleh asal nganggo selametan

utowo diguyup salah sijining dukuh. (sebenarnya orang jaten dapat orang

bandung itu boleh asal dengan ritual selamatan atau disatukan di salah satu

dukuh).(wawancara dengan kaliman 06 september 2017). Dengan kata lain

perkawinan bisa tetap dilakukan tetapi dengan ritual selamatan pengangkatan

anak adalah salah satu dusun dan apabila melakukan perkawinan secara besar-

besaran dengan adat jawa maka sang pembawa acara tidak boleh menyebut

salah satu dukuh yang dilarang. Adapun ritual selamatan ialah pembacaan

56
do‟a yang dipimpin oleh modin/tokoh agama dengan do‟a meminta

keselamatan kepada Allah agar calon pengantin, keluarga serta masyarakat

diberi keselamatan. Ritual dilakukan dengan mempersembahkan makanan

berupa:

1. Sego Gedhe

Sego gedhe atau nasi besar ialah nasi yang

dibentuk seperti kerucut dengan ukuran lebih besar.

Makna dari sego gedhe adalah meminta perlindungan

serta syukur kepada yang di atas atau Allah swt.

2. Sego Ambeng

Sego ambeng atau nasi yang disajikan di samping

sego gedhe dengan ukuran lebih kecil bermakna

memberi salam sholawat kepada gusti kanjeng Nabi

Muhammad saw.

3. Sego Golong demping

Sego golong demping adalah nasi dengan ukuran

agak kecil daripada sego ambeng yang jumlahnya lebih

dari satu serta di letakkan disebelah sego gedhe yang

artinya persembahan do‟a untuk para dayang dukuh,

yang mana arti golong adalah golongan maksutnya

setiap wilayah mempunyai nama yang sudah dibagi-

bagi agar semua tidak dikuasai oleh sepihak saja. Pada

zaman dahulu dipimpin oleh danyang.

57
4. sego bucu

adalah nasi yang berbentuk bulat-bulat kecil yang

di letakkan di antara nasi yang lain. Maksut dari sego

bucu ialah persembahan do‟a untuk keluarga agar di

beri keselamatan.

5. Sekar konyoh

Sekar konyoh atau bunga setaman yang di

masukkan kedalam gelas yang berisi air bertujuan

memberi wewangian untuk persembahan do‟a yang

ditujukan kepada Siti Fatimah Ali.

6. Ingkung

Ingkung atau ayam jago utuh dimasak sebagai

pelengkap nasi pertanda pengorbanan keluarga

dalam memjamu para tamu.

7. Gudang

Adalah aneka sayuran yang direbus kemudian

dicampur dengan sambal kelapa yang mana

bertujuan sebagai rasa syukur kepada sang pencipta.

Dengan berbagai cerita dari waktu ke waktu masyarakat warga Jaten dan

warga Bandung mempercayai dan takut adanya malapetaka seperti tidak

harmonis, tidak mempunyai keturunan, perceraian dan bahkan kematian.

Perkawinan adalah sebuah tujuan manusia untuk kebahagiaan di dunia maupun di

akhirat. Dengan perkawinan diharapkan bisa membina rumah tangga yang


58
sakinnah, mawaddah warrohmah, serta mempunyai keturunan yang sholeh dan

sholehah. Semua orang mendambakan perkawinan yang seperti itu, bukan

perkawinan yang bisa membuat pecah belah serta malapetaka. Perkawinan antara

warga Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung merupakan perkawinan terlarang

menurut adat kepercayaan setempat. Akan tetapi sejak tahun 1996 hingga tahun

2014 telah terjadi empat kali perkawinan. Adapun perkawinan tersebut dilakukan

oleh :

Table 3.5 pelaku perkawinan yang dilakukan oleh antar dukuh.

No Dukuh Bandung DukuhJaten


1. Leni Yusuf
2. Rarik Bahrudin
3. Yuni Mulyadi
4. Ratna Daryono

Adapun perkawinan yang dilakukan oleh Leni dengan Yusuf, Leni

diangkat anak dukuh Jaten kemudian di Jaten melakukan ritual selamatan.

Adapun perkawinan dilakukan di KUA yang mana tempat KUA tersebut

alamatnya tidak di Dukuh Jaten maupun Dukuh Bandung. Ini dilakukan

untuk tetap menghormati roh penunggu dukuh setempat.

Perkawinan yang dilakukan oleh Rarik dari pihak dukuh Bandung

dengan Bahrudin dari pihak dukuh Jaten. “kadung tresno tur yen wes jodone

tetep tak jalani mbk, sing penting sah lan dongane leh apek wae”(terlanjur

cinta terus sudah jodoh tetap saya jalani mbk, yang penting sah dan berdo‟a

yang baik saja)(wawancara dengan rarik 8 agustus 2017).pernikahan Rarik

dengan Bahrudin dengan ritual selamatan dan pengangkatan anak oleh salah

59
satu warga dukuh jaten dengan akad di KUA yang letaknya sudah berbeda

wilayah, akan tetapi perkawinan mereka secara besar-besaran melakukan

perkawinam secara adat jawa (ada ritual panggih dan besanan). Dalam ritual

ini panggih atau kumpul temanten dengan tidak menyebut daerah asal salah

satu dukuh. Dalam acara panggih pembawa acara hanya menyebut Rarik dari

dukuh Jaten dengan Bahrudin dari Dukuh Jaten pula. Acara besan juga

ditiadakan, besan seharusnya datang dari Dukuh Bandung, akan tetapi

keluarga dari Dukuh Bandung hanya ikut kumpul dan berangkat dari orang

tua angkat di Dukuh Jaten. Ini sebagai simbol penghormatan kepada

danyang. Masyarakat masih mempercayai akan adanya petaka apabila

melanggar akan tetapi masyarakat mensiasati itu dengan berbagai ritual.

Termasuk melakukan ritual selamatan yang bertujuan agar diberi

keselamatan bagi kedua pengantin, keluarga dan warga setempat.

Perkawinan yang dilakukan oleh Wahyuni dukuh Bandung dengan

Mulyadi dukuh jaten juga sama menggunakan ritual selamatan. Mulyadi

diadopsi warga dukuh Bandung, kemudian melakukan ritual selamatan

kemudian melangsungkan perkawinan di KUA. Perkawinan yang dilakukan

oleh wahyuni dan Mulyadi masih dengan ritual selamatan,ini karena “kasep

enek ngendikane wong tuo mbk, mengkeh nag marai malati.”(terlanjur ada

omongan dari orang tua mbk, nanti kalau mencelakai) (wawancara dengan

Yuni 21 Juli 2017).

Perkawinan yang dilakuakan oleh Ratna dukuh Bandung dengan Daryono

dukuh Jaten menggunakan ritual selamatan pengangkatan anak oleh dukuh

60
bandung, akan tetapi pernikahan mereka masih sirri. Ini dilakuakan karena

semua pihak sangat percaya dengan larangan tersebut. “nikah amargo cinta,

mugo-mugo dadi keluarga ingkang sakinnah, mawaddah warrohmah.

Nagging amargo enek larangan ceritone wong tuo wes perecoyo wae mbk,

daripada kedaden.”(nikah karena cinta, semoga jadi keluarga sakinnah,

mawaddah warrohmah. Tetapi karena ada larangan dari cerita orang tua

dipercayai saja mbak, daripada terjadi). (wawancara dengan Ratna 6 Juli

2017). Dengan demikian masyarakat Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung masih

mempercayai adat yang ditinggalkan nenek moyang tanpa mengetahui asal

sebabnya dan hanya mempercayai begitu saja.

C. Faktor-faktor Penyebab Larangan Perkawinan Antara Dukuh Jaten dengan

Dukuh Bandung Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

Ada beberapa faktor penyebab larangan perkawinan

antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung yang masih

tetap dilakukan oleh masyarakat antara lain adalah:

1. Faktor Kurangnya pengetahuan Agama

Kurangnya pengetahuan tentang keagamaan

membuat masyarakat mudah mempercayai mengenai

kepercayaan yang lain. Dengan adanya suatu akibat dari

larangan perkawinan, masyarakat menjadi semakin

percaya akan dampaknya. Ini dikarenakan rendahnya

pengetahuan mengenai agama.”senajan agomone islam

rutin sholat, nanging kui wes dadi tradisine masyarakat

61
turun temurun” (walaupun agamanya islam rajin sholat,

tapi ini sudah menjadi tradisi masyarakat turun-

temurun)(wawancara tumin 30 juli 2017). Walaupun

masyarakat sudah mulai melakukan banyak aktivitas

keagamaan seperti pengajian, mendengarkan tausiah saat

sholat berjamah serta kegiatan-kegiatan keagamaan yang

lain. Tetapi banyak masyarakat yang tidak mendalami

ilmu agama seperti di pondok pesantren. Ini sebabnya

masyarakat mudah terpengaruh dengan hal-hal yang

tidak masuk akal dan di luar ajaran agama islam.

2. Faktor keyakinan

Keyakinan untuk percaya akan adanya musibah atau

bencana membuat masyarakat mudah terngengaruh

untuk tidak melanggar dan menjadikan suatu adat

kebiasaan. Bahkan tanpa mencari tahu sebab-sebab

kenapa terjadi dan tidak melihat dari sisi yang lain yang

lebih baik berdasarkan keyakinan agama.”ceritane

saking jaman simbah yen wong bandung besanan karo

jaten bisa ciloko ki wes dadi keyakinan masyarakat wedi

yen nglanggar”(cerita dari zaman nenek kalau orang

bandung Masyarakat sudah mempercayai dengan akibat

yang ditimbulkan dari perkawinan tersebut yakni akan

62
ada musibah bahkan kematian membuat masyarakat

takut untuk mekanggar.

3. Faktor keluarga

Keluarga merupakan kumpulan terkecil dalam

masyarakat. Dalam setiap keluarga mempunyai sebuah

aturan yang harus dipatuhi. Peraturan dan nasehat orang

tua haruslah tetap dipatuhi. “Jane pae njeh mboten

angsal berhubungan utowo etok bojo tiang jaten, tpi yen

kadung tresno yo piye to mbak”.(sebenarnya bapak juga

tidak boleh berhubungan dengan atau dapat suami orang

jaten, tapi karena cinta mau bagaimana lagi)(wawancara

dengan daryono 23 April 2017). Rata-rata keluarga

masyarakat Dukuh Jaten melarang anaknya berhubungan

bahkan menikah dengan Dukuh Bandung begitu pula

sebaliknya. Anak-anak mereka sudah disugesti dengan

cerita-cerita nenek moyang yang melarang menikah dari

kedua dukuh tersebut. Akibatnya para generasi penerus

menjadi mudah percaya dan patuh saja tanpa mengetahui

lebih dalam mengenai cerita tersebut.

4. Faktor social masyarakat

Bermasyarakat adalah bagian dari hidup bersosial.

Pada dasarnya manusia adalah mahluk social yang tidak

bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Masyarakat adalah

63
satuan terkecil dari sebuah kelompok sesudah keluarga.

Dalam hidup bermasyarakat haruslah mempunyai aturan

serta norma dalam bermasyarakat untuk bisa

terwujudnya suatu kehidupan yang sejahtera.

Masyarakat Bandung wes akeh leh percoyo ceritone

simbah bingen yen nikah karo wong Jaten ora oleh

amargo danyange biyen. (masyarakat bandung sudah

banyak yang mempercayai cerita nenek jaman dahulu

kalau menikah dengan orang jaten ora oleh amargo

danyange biyen)(wawancara kasirin 4 April 2017).

Karena sudah banyak masyarakat yang

mempercayai mengenai larangan perkawinan antara

dukuh Jaten dengan dukuh Bandung membuat

masyarakat yang lain yang tidak percaya menjadi ikut

percaya, demi menjaga keteraturan dan keharmonisan

bermasyarakat serta menghindari timbulnya perpecahan

akibat perbedaan tingkah laku yang menjadi adat

kepercayaan. Ini yang menjadikan masyarakat tetap

dalam norma yang berlaku dan tidak menjadi berpecah

belah.

64
BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM

MENGENAI LARANGAN PERKAWINAN

ANTARA DUKUH JATEN DENGAN DUKUH

BANDUNG

KECAMATAN ANDONG KABUPATEN

BOYOLALI

Demi memulyakan umatnya, Islam datang dengan penuh berkah. Islam adalah

agama yang universal, karena didalamnya terdapat aturan-aturan dari segala

aspek-aspek kehidupan. Aturan-aturan yang terkandung dalam hukum Islam yang

berbeda dengan aturan-aturan yang terdapat dalam norma agama. Dalam

menghadapi prinsip-prinsip yang berbeda tersebut, maka kita sebagai umat Islam

harus menjalani prinsip yang berdasarkan pada aturan Islam yang hukumnya

bersifat fleksibel yang artinya sesuai dengan segala tempat, kondisi dan zaman.

Menikah adalah suatu sunah Allah dan apabila telah mampu

maka hukumnya wajib. Dalam agam islam tidak ada larangan

antar dukuh akan tetapi larangan menikah dibedakan menjadi

larangan menikah untuk selamanya (muabbad) apabila pertalian

nasab, hubungan susuan, hubungan Mushaharah (pertalian

kerabat semenda) dan Wanita yang haram dinikah tidak untuk

selamanya (larangan yang bersifat sementara \ muaqqot)

(Ghozali, 2003:112).
65
Adapun larangan muaqqot antara lain halangan bilangan,

halangan pengumpulan, halangan kehambaan, halangan kafir,

halangan sakit, halangan ihram, halangan perceraian tiga kali,

halangan peristrian, halangan perzinaan. Islam sendiri

menyebutkan bahwa perkawinan yang dilarang dalam islam

selain yang sudah diatur secara Qo’i ketidak bolehannya antara

lain adalah;

a. Nikah mut’ah

Nikah mut’ah hukumnya haram. Nikah ini disebut

juga “ziwaj muaqqod” dan “ziwaj munqathi” artinya nikah

yang ditentukan untuk sesuatu waktu tertentu, atau

perkawinan yang diputuskan. Adapun dinamakan mut’ah

ialah nikah dengan maksud dalam waktu yang tertentu itu

seseorang dapat bersenang-senang melepaskan keperluan

syahwatnya.

Perkawinan mut’ah pernah diperbolehkan dalm

keadaan darurat, yakni pada waktu peperangan authas dan

pembukaan kota mekkah, di mana waktu itu tentara islam

telah lama pisah dengan keluarga, agar mereka tidak

melakukan perbuatan terlarang maka diizinkan oleh nabi

melakukan nikah mut’ah. Kemudian nabi melarang untuk

selama-lamanya.

b. Nikah muhalil

66
Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan oleh

seseorang terhadap wanita yang telah ditalak tiga kali oleh

suaminya yang pertama, setelah selesai iddahnya. Oleh

suami kedua wanita itu dikumpuli dan diceraikan agar dapat

dikawin lagi dengan suami pertama.

Jadi dalam nikah muhalil itu ada unsur perencanaan

dan niat bukan untuk selamanya, tetapi dengan maksud agar

setelah diceraikan oleh orang yang mengawini kedua itu

dapat dikawini kembali oleh bekas suami yang yang pernah

menceraikannya sampai tiga kali.

Hokum perkawinan itu haram dan akibatnya tidak

sah, tidaklah batal wanita yang telah dicerai oleh muhallil

(orang yang melangsungkan perkawinan kedua tersebut)

untuk kawin dengan suami pertamanya.

c. Nikah syigar

Yang dimaksud nikah syighar yaitu seorang wali mengawinkan

putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar laki-laki mengawinkan

putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar mahar.

Jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada pokoknya

tidak diakui, karena itu hukumnya batal (tidak sah). Tetapi Abu hanifah

berpendapat, kawin syighar itu sah, hanya bagi tiap-tiap anak perempuan

yang melakukan perkawinan wajib mendapatkan mahar yang sepadan dari

masing-masing suaminya, karena laki-laki yang menjadikan pertukaran anak

67
perempuannya sebagai mahar sangatlah tidak tepat, sebab wanita itu bukan

sebagai barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka.

Dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya, bukan pada

akad nikahnya, sebagaiman kalau suatu perkawinan dengan persyaratan

memberikan minuman khamar atau babi, maka akad nikahnya di sini tidak

batal dan bagi perempuannya berhak atas mahar mitsil (maskawin yang

sepadan).

d. Nikah tahwid

Nikah tahwid yaitu nikah yang kurang salah satu rukunnya.

Apabila salah satu rukun tidak terpenuhi maka pernikahan

menjadi tidak sah.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, larangan kawin dijelaskan secara

terperinci dalam bab IV, yaitu pasal 39,40,41,42,43 dan 44.

Adaapun bunyi pasal-pasal tersebut adalah:

Pasal 39

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang

wanita disebabkan:

1. Karena pertalian nasab

68
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau

keturunannya.

b. Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu.

c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.

2. Karena pertalian kerabat semenda:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya.

b. Dengan seorang wanita bekas istri yang menurunkannya.

c. Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrunya. Kecuali

pitusnya hubungan perkawinan bekas istrinya itu qobla al dukhul.

d. Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.

3. Karena pertalian sesusuan.

a. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke

atas.

b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke

bawah.

c. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan sesusuan ke

bawah.

d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.

e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.

Pasal 40

Dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita dengan

keadaan tertentu:

69
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan

pria lain.

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama islam.

Pasal 41

(1). Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang

wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau

sesusuan dengan istrinya:

a. Saudara kandung, seayah seibu serta keturunanya.

b. Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.

(2). Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meski

istri-istrinya telah ditalak roj‟i, tatapi masih dalam masa

iddah.

Pasal 42

Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan

dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang

mempunyai (4) orang istri yang keempat empatnya masih

terikat tali perkawinan atau masih dalam nikah talak roj‟I

ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali

perkawinan sedang yang lainnya dalam masa iddah talak

roj‟i.

Pasal 43

70
(1). Dalarang melangsungkan perkawinan antara seorang

pria:

a. dangan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak

tiga kali.

b. dengan seorang wanita bekas istrinya yang di li’an.

(2). Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau

bekas Istri tadi kawin dengan pria lain. Kemudian

perkawinan tersebut putus ba’da dukhul dan telah habis

masa iddahnya.

Pasal 44

Seoarang wanita dilarang melangsungkan perkawinan

dengan seorang pria yang bukan beraga Islam.

Jadi dalam hukum Islam tidak ada larangan nikah antar dukuh karena adat

kepercayaan. Apabila pernikahan itu dilakukan secara hukum Islam maka itu akan

lebih baik untuk menghindari maksiat.

Perkawinan yang dilakukan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung

tidaklah terlarang. Karena dalam Islam tidak ada hukum yang mengatur. Maka

hukumnya haram jika tetap percaya dan melakukannya, karena bertentangan

dengan hukum agama Islam. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

masyarakat mengenai anggapan masyarakat yang meyakini bahwa jika melanggar

tradisi akan mendapat malapetaka.

71
Akan tetapi masyarakat tidak melihat dari segi kepercayaan agama.

Dengan demikian larangan perkawinan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh

Bandung yang ditinjau dari hukum Islam sangatlah bertentangan.

72
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpualan

1. Larangan perkawian antara Dukuh Jaten dengan dukuh Bandung

merupakan tradisi turun temurun yang hingga sekarang masih

dilaksanakan. Warga masyarakat dukuh Jaten dan Dukuh Bandung

percaya apabila melanggar maka akan terjadi mala petaka, perceraian

bahkan kematian. Akan tetapi biasa melakuka perkawinan dengan cara

ritual selamatan dan pengangkatan anak di sala satu Dukuh. Apabila

melakukan perkawinan secara besar-besaran dengan adat jawa maka

tidak ada ucapan dari Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, begitu

pula sebaliknya. Ini dilakukan untuk menghormati danyang / roh

penunggu Dukuh.

2. Adanya faktor-faktor pendorong masyarakat untuk tetap meyakini dan

percaya terhadap larangan perkawinan yaitu faktor agama, faktor

keyakinan, faktor keluarga dan faktor social masyarakat. Masyarakat

semakin takut untuk melanggar.

3. Pandangan Hukum Islam mengenai larangan menikah antar Dukuh

Jaten dan Dukuh Bandung. Perkawinan yang dilakukan antara dukuh

Jaten dengan dukuh Bandung tidaklah terlarang. Karena dalam islam

tidak ada hokum yang mengatur. Adapun larangan menikah menurut

islam adalah larangan pernikahn untuk selamanya (muabbad) yaitu

73
karena nasab, pebesanan, sesusuan dan larangan untuk sementara

(muaqqod) yaitu halangan bilangan, halangan pengumpulan, halangan

kehambaan, halangan kafir, halangan sakit, halangan ihram, halangan

perceraian tiga kali, halangan peristrian, halangan perzinaan. Islam

sendiri menyebutkan bahwa perkawinan yang dilarang dalam islam

selain yang sudah diatur secara Qo’i ketidak bolehannya antara lain

adalah nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah syigar, nikah tahwid.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, larangan kawin dijelaskan

secara terperinci dalam bab IV, yaitu pasal 39,40,41,42,43 dan 44.

Jadi dalam hokum islam tidak ada larangan nikah antar dukuh karena

adat kepercayaan. Apabila pernikahan itu dilakukan secara hokum

islam maka itu akan lebih baik untuk menghindari maksiat.

B. Saran

1. Menurut Penulis, Bagi tokoh agama maupun tokoh masyarakat harus

lebih giat dalam memberi pengetahuan agama kepada masyarakat

yang masih mempercayai mitos-mitos yang berkembang di

masyarakat, agar masyarakat tidak tidak masuk ke dalam lingkungan

mistik bahkan sampai kepada tahapan syirik.

2. Bagi para tokoh adat yang mempercayai mitos tersebut, penulis

menyarankan untuk mampu menjelaskan bagaimana kebenaran

sejarah tentang larangan menikah antar Dukuh Jaten dan Dukuh

Bandung, mereka tidak hanya memberi alasan yang tidak pasti dan

hanya sebatas mengikut ajaran nenek moyang.

74
3. Bagi para generasi penerus bangsa yang beragama dan bependidikan,

seharusnya lebih kritis dan selektif dalam berbagai agama dan tradisi

yang berkembang di masyarakat, apakah semua itu melenceng dari

agama atau tidak.

Budaya memang harus dilestarikan, tetapi jika

budaya telah bercampur dengan hal-hal yang gaib

atau cenderung bisa menyebabkan syirik, sudah

selayaknya budaya itu ditinggalkan dan hanya untuk

cerita bahkan dihilangkan secara berlahan. Karena

jelas tidaklah mudah mengubah sebuah tradisi atau

adat yang sudah melekat dan diyakini.

75
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Farkhani. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Salatiga Press: Salatiga

Ghozali, Abdul Rahman. 2003. Fikh Munakahat. Kencana Prenada Media Group:
Jakarta

Hariwijaya. 2004. Perkawinan Adat Jawa. Hanggar Kreator: Jogjakarta

Harkan, Ai. 2005. Aku Ingin Menikah Tapi. Insan Cemerlang: Sukoharjo

Indriyawati, Emmy. 2006. Antropologi. CV. Usaha Makmur: IKAPI Jateng

Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta

Khoiron. 1992. Terjemah Lubabul Hadist 400 Hadist Pilihan. Apolo: Surabaya

Khusen, Muh. 2013. Pembaharuan Hukum Keluarga di Negara Muslim. STAIN


Salatiga Press: Salatiga

Moelong, Lexi.j.. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya:


Bandung

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Alfabeta: Bandung

Summa, Amin. 2004. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam. Raja Grafindo
Persada: Jakarta

Sudarsono, 1992. Kamus Hukum. Rineka cipta: Jakarta

Sudarsono. 1994. Hukum Perkawinan Nasional. Rineka Citra: Jakarta

Tihani, Sohari Sahrani. 2010. Fikh Munakahat. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawianan. Citra Umbara:


Bandung

http://salafidb.googlepages.com : Al-Qur’an dan Hadist Beserta terjemah.

76
http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/3302: Persepsi Masyarakat Etnis Jawa

Terhadap Tradisi Laranagn Nikah Lusan Besan Menurut Perspektif Hukum Islam

(studi Kasus di Kecamatan Sabak Auh Kababupaten Siak Sri Indrapura)

http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jurisdictie/article/viewFile/1592/pdf:

Larangan Nikah Mentelu Di Desa Sumberejo Kecamatan Lamongan

Kabupaten Lamongan Jawa Timur

https://darniahbongas.wordpress.com/2010/07/03/pendekatan-sosiologi-salah-

satu-alat-untuk-memahami-agama/

http: // id.wikipwdia. org/wiki/kejawen

77
Daftar Riwayat Hidup

Nama : Leni Tri Wulandari

NIM :211-10-017

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Alamat : Dusun Jaten 06/03 Desa Mojo, Kecamatan Andong,


Kabupaten Boyolali.

Tempat tanggal Lahir : Boyolali, 23 Desember 1991

Agama : Islam

Nama Ayah : Alm. Sumanto

Nama Ibu : Almh. Kartini

Riwayat Pendidikan : TK Pertiwi Beji Lulus tahun 1998

SD Negeri 1 Beji Lulus tahun 2004

SMP Negeri 1 Andong Lulus tahun 2007

SMA Negeri 1 Andong Lulus tahun 2010

Demikian riwayat hidup ini, penulis buat dengan sebenar-benarnya.

78
LAMPIRAN

Foto keluarga Mulyadi dan Wahyuni foto keluarga kabul daryono dan suratmini

Foto keluarga Yusuf dan Leni

79
80
81
82
83
84
85
86

Anda mungkin juga menyukai