0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan6 halaman
Akai juga memiliki antena parabola ndak bisa ngampet n son of my favorite song is the most beautiful and the most important thing is the best?? friend I it's so I'm going to
Akai juga memiliki antena parabola ndak bisa ngampet n son of my favorite song is the most beautiful and the most important thing is the best?? friend I it's so I'm going to
Akai juga memiliki antena parabola ndak bisa ngampet n son of my favorite song is the most beautiful and the most important thing is the best?? friend I it's so I'm going to
1. A. Metode sejarah dikatakan bersifat universl berarti metode sejarah
dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh disiplin ilmu-ilmu lain untuk kepentingan memastikan fakta pada zaman dahulu. Ketika berbagai disiplin ilmu dan sejarah berdekatan, penggunaan metode sejarah dalam berbagai disiplin ilmu-ilmu lainnya menjadi semakin terlihat. Sebuah contoh yang jelas dapat ditemukan dalam ilmu politik, di mana pemahaman akan sejarah menjadi kunci penting dalam menganalisis dan memprediksi dinamika politik dalam suatu negara atau wilayah. Para ahli politik membutuhkan keterampilan sejarah untuk melacak asal-usul sistem politik, konflik, atau perubahan sosial yang terjadi, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan strategis. Dalam geografi sejarah juga digunakan sebagai ilmu bantu yang dimana memunculkan bidang ilmu yang disebut geografi sejarah atau sejarah lingkungan. Melalui pendekatan sejarah dan geografi, para ahli geografi dapat melihat bagaimana pola-pola pemanfaatan sumber daya alam, perubahan iklim, atau aktivitas manusia lainnya memengaruhi ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. B. Menurut Sartono Kartodirjo metode sejarah adalah cara untuk mengetahui sejarah. Dengan demikian, metode sejarah adalah suatu metode atau teknik sistematis yang terdiri dari langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengetahui terjadinya suatu peristiwa sejarah. Tahapan tersebut meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari metode sejarah adalah pengetahuan tentang peristiwa sejarah. Sedangkan menurut Sartono Kartodirjo, metodologi sejarah adalah pengetahuan tentang bagaimana mengetahui bagaimana cara mengetahui sejarah. Dengan kata lain, metodologi sejarah adalah cara membingkai metode sejarah. Hasil dari metodologi sejarah adalah metode sejarah.
2. Kritik Eksternal: Kritik eksternal merupakan cara menguji
kebenaran dari bahan yang digunakan dalam sumber sejarah seperti prasasti, dokumen, dan naskah. Kritik eksternal meliputi keadaan fisik dari sumber sejarah seperti bahan baku sumber, cara pembuatan atau penulisan sumber, identifikasi tulisan tangan atau ketikan, dan lain-lain. Contoh dalam kasus ini adalah identifikasi rontal-rontal kuno pada masa hindu-buddha dapat diidentifikasi dari bahannya menggunakan daun lontar, menggunakan aksara kawi, dan cara menulisnya menggunakan Teknik menggores permukaan daun. Kritik Internal: Kritik Internal merupakan cara menguji kebenaran isi sumber dengan cara meneliti isi dari bahan dan dokumen sejarah, misalnya melihat apakah isi tersebut bersifat historis atau tidak dan apakah isinya sesuai dengan sejarah atau tidak. Kritik internal mencakup isi, Bahasa yang digunakan, tata Bahasa, situasi penulisan, dokumen, gaya penulisan, ide dan lain lain. Contoh dalam kasus ini adalah kritik terhadap naskah Babad Tanah Jawi yang menuliskan sejarah Majapahit, hal ini tidak bisa dijadikan rujukan karena babad tanah jawi ditulis 250 tahun setelah majapahit runtuh dan hal itu menyebabkan perspektif, ide, agama, gaya bahasa sangat melenceng dengan sumber primer yang ditulis pada era majapahit.
3. Ada empat hal yang harus diperhatikan saat menggunakan surat
kabar atau koran sebagai bahan atau sumber penulisan sejarah yang pertama adalah menentukan warnanya terutama pengaruhnya dalam mengolah peristiwa-peristiwa, norma ketelitiannya, sumber-sumber informasinya, identifikasi pribadi beberapa dari pengarangnya Hal-hal ini sangat penting untuk memastikan akurasi dan keandalan informasi yang digunakan dalam penyusunan sejarah berdasarkan surat kabar atau koran. 4. Menurut Sartono Kartodirjo ada empat jenis bahan yang digunakan untuk documenter yaitu otobiografi, surat kabar, dokumen-dokumen pemerintah, dan cerita roman. Otobiografi adalah tulisan Riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh dirinya sendiri, dalam dokumen seperti itu memuat faktor-faktor subjektif, seperti segi-segi afektif, motivasi, harapan- harapan, dan pengalaman. Contohnya adalah kumpulan surat-surat R.A Kartini yang diterbitkan mejadi buku yang berjudul “Door Duisternist tot Liehr”. Surat Kabar surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Data yang dimuat dalam surat kabar kadang telah menunjukkan fakta, di samping juga merupakan opini, interpretasi dan pikiranpikiran spekulatif. Surat kabar berguna untuk melengkapi dokumen-dokumen lain bahkan merupakan dokumen inti untuk membantu penentuan tanggal dari sumber lain. Contohnya adalah sejak 2003 pihak manajemen redaksi membangun Depo Arsip Suara Merdeka untuk mewadahi penyimpanan dan pengelolaan arsip koran Suara Merdeka Dokumen Pemerintah Di dalam dokumen pemerintah biasanya dimuat keputusankeputusan, berita-berita, laporan-laporan pemerintah tentang peristiwaperistiwa, laporan tahunan, data statistik, pernyataan pemerintah dan sebagainya. Contoh dari dokumen pemerintah adalah teks Pembukaan UUD 1945. Cerita Roman Karya sastra seperti roman atau novel pada dasarnya bukan hanya merupakan karya ekspresi seorang pengarang, tetapi kadang kala terungkap data keadaan sosial dari periode tertentu. Keadaan social seperi struktur sosial, kelas sosial dan lembaga-lembaga sosial, datanya bisa didapatkan dalam cerita roman. Contoh: Serat Centini, yaitu karangan yang menggambarkan kehidupan sosial dari periode awal dan pertengahan Mataram Islam.
5. Dalam buku Sekitar Proklamasi Mohammad Hatta melakuan kritik
tentang penlisan sejarah yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang beliau alami. Dari sebagian cerita yang oleh beliau dianggap dongeng adalah: “Salah satu dari legenda itu ialah, Sukarno dan Hatta hanya bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia setelah dipaksa oleh pemuda. Menurut legenda itu, karena Sukarno dan Hatta tidak mau menyetujui desakan pemuda-pemuda untuk memproklamasikan Indonesia merdeka, maka tanggal 16 Agustus pagi mereka dibawa ke Rengasdengklok dan di sana dipaksa menandatangani Proklamasi kemerdekaan itu esok harinya dibacakan di Pengangsaan Timur 56 pukul 10 pagi” (Hatta, 1982: 3). Sedangkan menurutnya kejadian yang sebenarnya menurutnya adalah dirinya, Soekarno, bersama Dr. Radjiman, sudah dijanjikan kemerdekaan sejak beliau diundang Terauci ke Dalat, Vietnam. Lalu, tanggal 14 Agustus 1945 kembali ke Jakarta. Di depan rakyat Indonesia Soekarno berpidato, “kalau dahulu saya berkata sebelum jagung berbuah Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga” (Hatta, 1982: 23). Setelahnya disambung oleh Mohammad Hatta, “Jalan revolusioner itu menjadi teka-teki, apabila proklamasi kemerdekaan itu diucapkan oleh Soekarno, yang dari semua bekerja sama dengan Jepang dan memproklamasikan kemerdekaan, sesudah Jepang mengakui kemerdekaan Indonesia dan pelaksanaannya diserahkan pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (Hatta, 1982: 11-12). Mohammad hatta merasa gelisah karena berita-berita Riwayat proklamasi tidak sesuai dengan apa yang beliau alami dan beliau merupakan pelaku dan saksi peristiwa bersejarah itu. Dalam buku Riwayat Proklamasi Adam Malik menyatakan dalam tulisannya “Kira-kira jam 4 pagi, keluarlah sebuah auto dari Cikini 71, orang-orang yang duduk di dalam auto itu, Khairul Shaleh, Sukarni, J Kunto dan Dr. Muwardi. …Sukarni dan J. Kunto meneruskan perjalanan ke rumah Bung Hatta. Ketika tiba di rumah Bung Hatta, Sukarni menyuruh penjaga untuk membangunkan Bung Hatta. Setelah Bung Hatta bangun, karena kaget, bertanya kepada Sukarni: “Apa maksudnya?” Sukarni menjawab: “Bung (Hatta) lekas-lekas bersiap, karena keadaan sudah memuncak genting, rakyat sudah tidak sabar menunggu lagi. Bung Hatta yang mendengarkan keadaan memuncak dan kejadian-kejadian yang mungkin membahayakan jiwa itu, barulah ia bersiap-siap, walaupun dengan hati dan perasaan yang agak dongkol, karena dibangunkan dari kesenangan tidurnya itu” (Malik, 1982: 47). Setelah rombongan tiba di Rengasdengklok, para rombongan diterima oleh komandan tangsi dan stafnya. Mereka terus dibawa ke tempat yang telah disediakan. Untuk Sukarno dan anak istrinya satu ruangan, dan untuk Bung Hatta pun satu ruangan. Hasil dari pertemuan beberapa menit itu, dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebimbangan Sukarno-Hatta dan barulah mereka mulai mempercayai dan meyakini akan adanya penyerahan Jepang, serta percaya akan siap sedianya seluruh rakyat untuk menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Putusan saat itu dinamakan Persetujuan Rengas Dengklok. Sukarno-Hatta berjanji akan turut dan sedia menandatangani proklamasi kemerdekaan Indonesia, akan tetapi syaratnya harus ditandatangani di Jakarta (Malik,1982). Selanjutnya Adam Malik menyatakan “Sukarni membacakan isi teks proklamasi yang dibawanya; di dalamnya diterangkan: “bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang- orang asing yang masih mempertahankannya. … Sayuti Meliklah yang mengetiknya, hingga akhirnya bunyi proklamasi yang disiarkan sebagai berikut; “kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat- singkatnya” (Malik, 1982: 65). Sejarah Proklamasi dalam Buku lebih banyak memuat cerita sejarah berdasarkan karya Adam Malik. Terdapat perbedaan yang signifikan antara catatan sejarah Hatta dan Adam Malik, termasuk perbedaan waktu, orang, dan latar. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa penulisan sejarah proklamasi kemerdekaan memerlukan penelitian khusus untuk menyesuaikannya kembali, agar narasi sejarah benar-benar dekat dengan peristiwa aslinya, dan tidak menyusup ke tujuan pribadi, selain kepentingan bangsa. Tulisan Hatta terkesan sangat natural dan benar- benar menuliskan kisah ini dalam memorinya sebagai partisipan sejarah langsung proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada saat yang sama, tulisan Adam Malik dipandang sebagai pelaku sejarah, namun tidak bertanggung jawab langsung atas peristiwa. Ingatannya terhadap sejarah proklamasi merupakan versi pengalaman pribadinya sebagai actor tetapi tidak langsung terlibat sebagai pelaku sejarah langsung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.