MODUL 6
KIMIA ANALITIK
Fokus – Hebat -Juara
DAFTAR ISI
Elektrolit dapat bersifat kuat maupun lemah. Kekuatan elektrolit ditinjau dari
seberapa besar spesi tersebut mengion dalam larutan. Apabila spesi terionisasi sempurna,
spesi tersebut tergolong elektrolit kuat. Spesi yang terion sebagian disebut elektrolit lemah.
Spesi yang tidak mengion sama sekali disebut non-elektrolit. Sebagian jenis elektrolit
tergolong ke dalam golongan asam dan basa.
a. Asam-Basa Arrhenius
Menurut Arrhenius, asam adalah senyawa yang dapat melepas ion H+ dalam air dan
basa adalah senyawa yang melepas ion OH- dalam air. Contoh dari senyawa asam
menurut Arrhenius adalah HCl dan NaOH.
HCl(aq) → H+(aq) + Cl-(aq)
NaOH(aq) → Na+(aq) + OH-(aq)
b. Asam-Basa Bronsted-Lowry
Menurut Bronsted-Lowry, asam adalah senyawa yang dapat mendonorkan proton
dan basa adalah senyawa yang dapat menerima proton dari luar. Reaksi asam-basa
Bronsted-Lowry bersifat reversibel sehingga produk dapat kembali bereaksi asam-basa
menjadi reaktan. Senyawa yang bertindak sebagai asam dan basa pada reaksi balik
disebut asam dan basa konjugasi.
Ditinjau dari reaksi di atas, H2O adalah asam karena dapat mendonorkan H+ kepada
NH3, membentuk NH4+ dan OH-. NH4+ adalah asam konjugasi dari NH3 karena dapat
mendonorkan H+ pada OH- yang merupakan basa konjugasi dari H2O. Air adalah salah
satu contoh zat yang amfiprotik karena dapat bertindak sebagai asam maupun basa,
tergantung reaktan yang bereaksi.
c. pH Larutan
Dalam larutan, derajat keasaman diukur sebagai pH (power of hydrogen). Semakin
rendah nilai pH, semakin banyak ion hidronium (H3O+), dan semakin asam larutan.
Secara matematik, pH didefinisikan sebagai berikut:
Fokus – Hebat -Juara
pH = -log[H3O+]
Menentukan pH larutan dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis
spesi yang diukur. Karena asam kuat terionisasi sempurna, konsentrasi H3O+ larutan
adalah sama dengan konsentrasi asam-nya. Dimisalkan terdapat 100 ml larutan HCl
0.01 M, maka pH larutan adalah:
pH = -log[H3O+] = -log(0.01M) = 2
Harap diperhatikan bahwa hanya konsentrasi yang diperhitungkan, bukan volume,
meski volume dapat memengaruhi konsentrasi.
Contoh: manakah yang lebih asam, 10 ml HCl 0.1 M atau 100 ml HCl 0.1 M?
Jawab: Karena konsentrasi kedua larutan sama-sama 0.1 M, pH kedua larutan
adalah sama, yaitu 1.
Penentuan pH untuk basa kuat ditentukan dengan menghitung pOH terlebih dahulu.
pOH = -log[OH-]
pH = 14 – pOH
Contoh: berapakah pH 10 ml larutan NaOH 0.001 M?
Jawab: pOH = -log[OH-] = -log(0.001 M) = 3
pH = 14 – pOH = 14 – 3 = 11
jumlah A- dan H3O+ yang dihasilkan adalah sama (kedua koefisien sama), maka
variabel [A-] dapat disubstitusi sebagai [H3O+] dan persamaan menjadi:
[𝐻3 𝑂+ ]2 = 𝐾𝑎[𝐻𝐴]
[𝐻3 𝑂+ ] = √𝐾𝑎[𝐻𝐴]
[𝑂𝐻 − ] = √𝐾𝑏[𝑀𝑂𝐻]
Karena nilai [HF] >>> Ka, maka nilai (0.5 – x) ~ 0.5 dan persamaan menjadi:
Karena nilai HF tidak jauh dari Ka, nilai (0.05 – X) tidak mendekati 0.05,
sehingga digunakan persamaan kuadrat dalam menyelesaikan masalah ini.
[𝐻3 𝑂+ ][𝐹 − ] 𝑥2
𝐾𝑎 = = = 7.1 𝑥 10−4
[𝐻𝐹] 0.05 − 𝑥
−𝑏 ± √𝑏 2 − 4𝑎𝑐
𝑥=
2𝑎
𝑥1 = 5.6 𝑥 10−3 𝑀 | 𝑥2 = −6.4 𝑥 10−3 𝑀
Fokus – Hebat -Juara
b. Sistem Buffer
Larutan buffer (pendapar) adalah larutan yang dapat menahan perubahan pH
larutan pada penambahan sedikit asam, basa, atau pengenceran. Sistem buffer dibuat
dengan mencampurkan asam lemah dan garamnya, atau basa lemah dan garamnya.
HA(aq) + H2O(l) ↔ H3O+(aq) + A-(aq)
Pada sistem buffer asam, konsentrasi A- tidak sama dengan H3O+ sehingga
persamaan menjadi:
[𝐻3 𝑂+ ][𝐴− ]
𝐾𝑎 =
[𝐻𝐴]
[𝐻𝐴]
[𝐻3 𝑂+ ] = 𝐾𝑎
[𝐴− ]
Karena perubahan konsentrasi HA dan A- pada penambahan asam, basa, dan air
sangat kecil, konsentrasi asam ~ [HA] dan konsentrasi garam ~ [A-]. Hal yang sama
juga dapat diturunkan pada sistem buffer basa, yang terdiri dari larutan basa lemah dan
garamnya.
[𝑀𝑂𝐻]
[𝑂𝐻 − ] = 𝐾𝑏
[𝑀+ ]
c. Autoprotolisis air
Air adalah jenis spesi yang amfiprotik. Artinya, air dapat bertindak sebagai
asam Bronsted (donor proton) apabila terdapat basa dalam larutan, atau sebagai basa
Bronsted (akseptor proton) jika terdapat asam. Spesi-spesi yang amfiprotik dapat
mengalami autoprotolisis, dimana spesi-spesi tersebut terionisasi dalam larutannya
sendiri.
H2O(l) + H2O(l) ↔ H3O+(aq) + OH-(aq)
Tetapan kesetimbangan reaksi tersebut adalah:
𝐾𝑐 = [𝐻3 𝑂+ ][𝑂𝐻 − ] = 𝐾𝑤
Tetapan kesetimbangan tersebut disebut juga konstanta kesetimbangan
autoprotolisis air (water constant). Secara matematik, Kw juga didefinisikan sebagai
berikut:
Kw = Ka x Kb
Fokus – Hebat -Juara
C. Kompleksometri
Kompleksometri adalah penentuan jumlah zat dengan memanfaatkan reaksi
pembentukkan kompleks. Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk antara ion
logam dan non-logam secara ikatan kovalen koordinasi. Senyawa kompleks juga sering
disebut senyawa koordinasi.
Reaksi yang sering digunakan dalam menentukan kadar ion logam dalam
kompleksometri adalah reaksi dengan EDTA (etilen diamin tetra asetat). EDTA bereaksi
kompleks dengan ion logam dengan perbandingan 1:1, sehingga perhitungan dilakukan
dengan stoikiometri sederhana. EDTA sering digunakan dalam bentuk garam dengan
muatan 4- Y4-.
Mn+ + Y4- → MY(n-4)
a. Asam-Basa Lewis
Reaksi pembentukkan kompleks adalah reaksi asam-basa Lewis. Asam
menurut Lewis adalah spesi yang dapat menerima pasangan elektron bebas apabila
didonorkan oleh spesi lainnya. Basa menurut Lewis adalah spesi yang dapat
mendonorkan pasangan elektron bebas.
Asam Lewis pada reaksi pembentukkan kompleks adalah logam atau ion logam
n+
(M ). Basa Lewis pada reaksi kompleks adalah ligan. Ligan dapat bermuatan negatif
atau netral. Syarat ligan adalah memiliki pasangan elektron bebas yang dapat
didonorkan kepada logam. Contoh dari ligan netral adalah H2O, NH3, PPh3, dll.
Contoh reaksi kompleks:
Secara ionik, Cu2+ hanya dapat membentuk ikatan dengan ion sebanyak 2-.
Tetapi, Cu2+ dapat membentuk ikatan dengan 4 molekul NH3. Hal ini disebabkan oleh
adanya ikatan kovalen koordinasi dari NH3 (basa lewis, ligan) kepada Cu2+ (asam
lewis).
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )2+
4 ]
𝐾𝑓 = = 5𝑥1013
[𝐶𝑢2+ ][𝑁𝐻3 ]4
reaksi tersebut. Beberapa pendekatan harus dilakukan untuk menentukan jumlah ion
yang tersisa.
Contoh: 0.2 mol CuSO4 dilarutkan dalam 1 L NH3 1.2 M. Berapa konsentrasi
2+
Cu yang tersisa saat kesetimbangan?
[𝐶𝑢(𝑁𝐻3 )2+
4 ]
𝐾𝑓 = = 5𝑥1013
[𝐶𝑢2+ ][𝑁𝐻3 ]4
0.2 𝑚𝑜𝑙
5 𝑥 1013 =
(𝑥)(0.4 𝑚𝑜𝑙)4
D. Titrasi
Titrasi adalah metode analisis konvensional untuk mengetahui jumlah zat dalam
sampel. Yang akan dibahas pada modul kali ini adalah titrasi volumetri, dimana volume
zat yang digunakan dan volume zat awal sangat penting dalam menentukan kadar zat.
Titrasi dapat digunakan untuk menentukan jumlah asam, basa, garam, oksidator, reduktor,
ion logam, dll.
Dalam titrasi sederhana, sampel dilarutkan dalam wadah. Wadah yang digunakan
biasanya labu Erlenmeyer. Larutan ini disebut titrat. Lalu pada alat Buret disiapkan larutan
standar untuk mereaksikan sampel. Larutan ini disebut titran. Titran harus diketahui
konsentrasinya secara tepat. Jika titran tidak diketahui konsentrasinya, maka harus
dilakukan standardisasi terhadap larutan standar.
Titrasi dilakukan dengan meneteskan titran pada titrat sedikit demi sedikit hingga
seluruh sampel habis bereaksi. Titik ini disebut titik ekuivalen dan dapat ditandai dengan
pembentukkan endapan atau perubahan warna. Untuk menentukan titik ekuivalen sampel
Fokus – Hebat -Juara
Contoh titrasi asam-basa kuat adalah titrasi 25 ml HCl 0.1 M dalam Erlenmeyer
oleh NaOH 0.1 M dalam buret. Berikut adalah kurva titrasi yang dihasilkan
Dapat dilihat pada kurva dan tabel bahwa pH awal larutan adalah 1 (0 ml NaOH
ditambahkan). Hal ini sesuai dengan memperhitungkan pH larutan awal. Pada 25 ml
terjadi kenaikan pada kurva. Titik tersebut merupakan titik ekuivalen dimana seluruh
titrat telah habis bereaksi dengan titrat. Penambahan titran terus menerus akan
menaikkan kurva hingga pH mendekati 13 karena terdapat pengenceran dalam larutan.
Contoh titrasi asam lemah-basa kuat adalah titrasi 25 ml larutan CH3COOH 0.1
M dengan NaOH 0.1 M (Ka CH3COOH = 1.8 x 10-5).
Fokus – Hebat -Juara
pH awal larutan tidak lagi 1, melainkan 2.87. Hal ini dikarenakan asam asetat
tidak terionisasi sempurna. Terjadi kenaikan pH saat ditambahkan 5 ml NaOH 0.1 M,
namun saat penambahan 10 ml NaOH, kenaikan pH menurun. Hal ini disebabkan
terjadinya sistem buffer pada larutan CH3COOH, membentuk CH3COONa. Pada 25 ml
penambahan NaOH, terjadi kenaikan pH yang signifikan. Ini adalah titik ekuivalen
titrasi. Harap diperhatikan bahwa pH pada titik ekuivalen kali ini tidak 7, tapi 8.72 (pH
basa). Hal ini terjadi karena CH3COONa yang dihasilkan adalah garam basa, dan pada
TE, dalam larutan tidak ada spesi lainnya kecuali natrium asetat.
Contoh titrasi asam kuat-basa lemah adalah titrasi 25 ml NH3 0.1 M oleh HCl
0.1 M.
Harap diperhatikan bahwa NH3 berperan sebagai titrat dalam Erlenmeyer, dan
HCl yang ditambahkan ke dalam larutan sehingga kurva titrasi menurun. Terjadi sistem
buffer pada penambahan ± 10 ml HCl. Titik ekuivalen terjadi pada penambahan 25 ml
HCl, dan pH 5.28, bukan 7. Hal ini terjadi karena NH4Cl yang dihasilkan adalah garam
asam.
Fokus – Hebat -Juara
Pemilihan indikator perlu ditinjau dari reaksi yang berlangsung. Titrasi asam-
basa kuat menghasilkan TE pada pH 7. Titrasi asam lemah-basa kuat menghasilkan TE
pada pH >7. Titrasi asam kuat-basa lemah menghasilkan TE pada pH < 7. Indikator
yang dipilih harus memiliki range pH yang mewakili sebagian besar slope pada
titik ekuivalen.
Berikut adalah beberapa indikator asam-basa dengan range pH-nya.
Contoh: Pada titrasi CH3COOH 0.1 M dengan NaOH 0.1 M, indikator apa yang
harus dipilih?
c. Titrasi Redoks
Pada titrasi redoks, reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi-oksidasi. Spesi
yang menjadi titran dapat berupa reduktor maupun oksidator. Contoh dari titrasi redoks
adalah titrasi permanganatometri K2C2O4 oleh KMnO4 dalam suasana asam menurut
reaksi:
2 KMnO4(aq) + 5 K2C2O4(aq) + 8 H2SO4(aq) → 2 MnSO4(aq) + 6 K2SO4(aq) + 10 CO2(g) + 8 H2O(l)
Ion permanganat (MnO4-) berwarna ungu pekat dan reaksi berjalan seiring
dengan penambahan larutan kalium permanganat ke dalam larutan kalium oksalat yang
tak berwarna. Kelebihan ion oksalat akan menjadikan larutan tak berwarna. Titik
Fokus – Hebat -Juara
ekuivalen ditandai dengan kelebihan satu tetes MnO4- menjadikan warna larutan merah
muda seulas. Karena spesi memberikan warna, titrasi ini tidak memerlukan tambahan
indikator untuk menentukan titik ekuivalen.
Contoh titrasi redoks lainnya adalah titrasi iodometri. Suatu spesi oksidator
direaksikan dengan I- (ion iodida) dalam suasana asam membentuk I2. I2 yang
dihasilkan bereaksi dengan natrium tiosulfat Na2S2O3 membentuk Na2S4O6 dan I- yang
tak berwarna. Reaksi ini bersifat spesifik. Contoh reagen yang dianalisis adalah Cu2+.
2Cu2+(aq) + 4I-(aq) → 2CuI(s) + I2(aq)
I2(aq) + 2Na2S2O3(aq) → Na2S4O6(aq) + 2NaI(aq)
E. Analisis Kualitatif
Selain analisis kuantitatif, analisis juga dapat dilakukan secara kualitatif. Perbedaan
kedua analisis ini terletak pada tujuannya. Tujuan analisis kualitatif adalah untuk
menentukan keberadaan spesi dalam larutan. Spesi yang dianalisis dapat berupa ion logam,
ion non-logam, atau senyawa organik.
a. Ion Anorganik
Ion logam dapat diidentifikasi secara sistematik dengan mengendapkan ion sesuai
golongan-nya. Golongan-golongan ini tidak sama dengan golongan pada sistem
periodik unsur. Ion non-logam juga memiliki golongan-golongan yang didasarkan atas
kelarutannya.
Ion Ag+ dapat diendapkan larutan HCl sebagai endapan AgCl berwarna putih,
bersama dengan Pb2+ dan Hg+. Untuk menentukan ion Ag+, ditambahkan larutan NH3
berlebih. Endapan AgCl akan melarut sebagai kompleks [Ag(NH3)2]Cl tetapi Pb dan
Hg tetap mengendap
Ag+(aq) + Cl-(aq) → AgCl(s)
AgCl(s) + 2NH3(aq) →[Ag(NH3)2]Cl(aq)
Uji ion klorida merupakan kebalikan dari uji ion Ag+. Sampel ion klorida ditambah
larutan perak nitrat akan mengendap sebagai AgCl berwarna putih. Endapan melarut
dengan penambahan NH3. Namun akan mengendap kembali jika ditambahkan asam
nitrat HNO3.
[Ag(NH3)2]Cl(aq) + 2HNO3(aq) → AgCl(s) + 2NH4NO3(aq)
Fokus – Hebat -Juara
Ion Ba2+ dapat diidentifikasi dengan menambahkan ion SO42- pada suasana asam.
Reaksi ini menghasilkan endapan BaSO4 putih yang tidak larut asam. Endapan BaCO3
juga berwarna putih namun larut asam dan memberikan gelembung karena CO2
melesak keluar dari larutan.
Ba2+(aq) + SO42- → BaSO4(s)
BaCO3(s) + 2H+(aq) → Ba(OH)2(aq) + CO2(g)
CONTOH SOAL
Penentuan jumlah ion hidroksida dalam larutan asam dilakukan dengan membandingkan
konsentrasi asam dengan konstanta kesetimbangan ionisasi air (Kw)
Kw = [H+][OH-]
𝐾𝑤 10−14
[𝑂𝐻 −] = + = = 7.14 𝑥 10−12 𝑀
[𝐻 ] 1.4 𝑥 10−3
EDTA bereaksi dengan ion logam dengan perbandingan 1:1, independen terhadap muatan
ion logam. Titik akhir dicapai dengan perubahan warna indikator yang terlepas dari ion
logam.
Fokus – Hebat -Juara
3. pH dari suatu larutan asam adalah 6.20. Hitung Ka dari larutan tersebut jika konsentrasi
asam adalah 0.01 M!
A. 2.00 x 10-7
B. 6.31 x 10-7
C. 1.80 x 10-5
D. 4.00 x 10-11
E. 4.00 x 10-12
Jawab: D. 4.00 x 10-11
Menentukan Ka dari pH ditentukan dengan persamaan [H3O+] untuk asam lemah.
𝑝𝐻 = − log[𝐻3 𝑂+ ]
[𝐻3 𝑂+ ] = 10−𝑝𝐻 = 10−6.20 = 6.31 𝑥 10−7 𝑀
[𝐻3 𝑂+ ] = √𝐾𝑎[𝐻𝐴]
4. Suatu larutan tidak berwarna ditambahkan BaCl2 dalam HCl memberikan endapan putih
yang tidak larut asam. Larutan sampel baru ditambahkan AgNO3 namun juga memberikan
endapan putih. Apakah endapan putih pada larutan kedua?
A. AgCl
B. Ba(NO3)2
C. Ag2SO4
D. BaSO4
E. AgNO3
Jawab: C. Ag2SO4
Larutan yang ditambahkan BaCl2 dalam asam memberikan endapan yang tak larut adalah
larutan SO42-. Endapan yang dihasilkan adalah BaSO4. Sampel ion SO42- ditambahkan Ag+
Fokus – Hebat -Juara
juga memberikan endapan putih Ag2SO4. Namun, endapan yang dihasilkan tidak stabil dan
memiliki kelarutan yang relatif besar dalam air.
5. Apakah indikator yang harus digunakan dalam mentitrasi 10 ml 0.1 M HCOOH dengan 10
ml 0.1 M NaOH? (Ka HCOOH = 1.7 x 10-4)
A. Timol biru (pH 1.2 – 2.8)
B. Phenolphtalein (pH 8.3 – 10.0)
C. Kresol merah (pH 7.2 -8.8)
D. Metil merah (pH 4.2 – 6.3)
E. Metil jingga (pH 3.1 – 4.4)
Jawab: C. Kresol merah (pH 7.2 – 8.8)
untuk menentukan indikator yang digunakan dalam titrasi asam-basa perlu diketahui titik
ekuivalennya. Titik ekuivalen adalah titik dimana seluruh reaktan habis bereaksi sehingga:
Mol HCOOH = mol NaOH
Reaksi: HCOOH + NaOH →HCOONa + H2O
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 10 𝑚𝑙 + 10 𝑚𝑙 = 20 𝑚𝑙
Mol HCOONa yang dibentuk pun sama dengan mol HCOOH dan NaOH = 1 mmol
𝑛 1 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝐻𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎] = = = 0.05 𝑀
𝑉 20 𝑚𝑙
HCOONa adalah garam basa, sehingga perlu diketahui Kb-nya. Hubungan Kb dan Ka
didapat dari persamaan:
Kw = Ka x Kb
𝐾𝑤 10−14
𝐾𝑏 = = = 5.88 𝑥 10−11
𝐾𝑎 1.7 𝑥 10−4
pH pada titik ekuivalen adalah 8.24, maka indikator yang memiliki range pH ± 8.24
adalah kresol merah (7.2 – 8.8)