Anda di halaman 1dari 74

PERENCANAAN DESAIN ESP (ELECTRIC

SUBMERSIBLE PUMP) MENGGUNAKAN


SOFTWARE PRODUKSI UNTUK OPTIMASI
PRODUKSI PADA SUMUR “HR-1” DI LAPANGAN
“SW”

TUGAS SARJANA

Karya ilmiah sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Teknik dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas
Bumi Balikpapan

Oleh
Hardianti Indah Atma Jaya
15.01.386

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK
DAN GAS BUMI BALIKPAPAN
2021
HALAMAN DEKLARASI

Saya selaku penulis, yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Hardianti Indah Atma Jaya
TTL : Sengkang, 28 Mei 1997
Alamat : JL. MT Haryono Dalam VI Rt.40 No.67
Menyatakan bahwa Tugas akhir yang saya buat merupakan hasil karya sendiri
dan tidak menjiplak karya manapun. jika suatu saat ditemukan bahwa karya ini
merupakan hasil plagiat, maka saya siap menerima konsekuensi seperti yang diatur
dalam Undang-Undang.
Demikian deklarasi tertulis yang saya buat, deklarasi ini saya buat dalam
keadaan sadar dan tanpa paksaan pihak manapun.

Balikpapan, 07 Juni 2021

Hardianti Indah Atma Jaya

i
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir

PERENCANAAN DESAIN ESP (ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP)


MENGGUNAKAN SIMULATOR PROSPER UNTUK OPTIMASI
PRODUKSI PADA SUMUR “HR-1” DI LAPANGAN “SW”

Oleh:
Hardianti Indah Atma Jaya
15.01.377

Program Studi S1Teknik Perminyakan


Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan

Menyetujui,
Pembimibing Utama

Ir . Andry Halim, MT
Principal Reservoir and EOR-UTC

Mengetahui,
Atasan Pembimbing Utama

Eti Suryati
Chief Reservoir and EOR-UTC

ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN DESAIN ESP (ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP)


MENGGUNAKAN SOFTWARE PRODUKSI UNTUK OPTIMASI
PRODUKSI PADA SUMUR “HR-1” DI LAPANGAN “SW”

Oleh
Hardianti Indah Atma Jaya
15.01.386
Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji pada tanggal 06 November 2021
Ketua Penguji

Karmila, ST.,M.T.
NIDN : 1104028802
Anggota

M.Nur Mukmin, ST.,M.T. Rohima Sera Afifah, ST.,M.T Abdi Suprayitno,ST.,M.Eng


NIDN : 1104028802 NIDN : 1117098601 NIDN : 1110098502

Mengetahui,
a.n Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Migas Balikpapan
Wakil Ketua I bidang Akademik

Bambang Sugeng, ST.,M.T.


NIDN : 1103025901

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Sembah sujud serta puji dan syukurku pada-Mu Allah SWT. Tuhan semesta alam
yang menciptakanku dengan bekal yang begitu teramat sempurna. Taburan cinta,
kasih sayang, rahmat dan hidayat-Mu telah memberikan ku kekuatan, kesehatan,
semangat pantang menyerah dan memberkatiku dengan ilmu pengetahuan serta
cinta yang pasti ada disetiap ummat-Mu. Atas karunia serta kemudahan yang
Engkau berikan akhirnya tugas akhir ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam
selalu ku limpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.

Ku persembahkan tugas akhir ini untuk Kedua orang tua ku Ayah dan Mamaku
Tercinta yang tak pernah telah membesarkan ku dengan penuh kasih sayang, serta
memberi dukungan, perjuangan, motivasi dan pengorbanan dalam hidup ini.

Ku persembahkan tugas akhir ini untuk adik- adikku yang selalu memberikan
dukungan, semangat dan selalu mengisi hari-hariku dan kasih sayangnya.

iv
Ku persembahkan tugas akhir ini untuk Sahabat seperjuanganku (Rida Febriyanti
S.T ) yang selalu memberi semangat dan dukungan serta canda tawa yang sangat
mengesankan selama masa perkuliahan, susah senang dirasakan bersama dan
sahabat-sahabat seperjuanganku yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Terima kasih buat kalian semua.

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sangat besar dan tak terhingga kepada Allah SWT, karena
atas Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan
judul Perencanaan Desain Esp (Electric Submersible Pump) Menggunakan
Software Produksi Untuk Optimasi Produksi pada Sumur “HR-1” di Lapangan
“SW”.
Tugas Akhir ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik
dari Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan.
Dengan selesainya penulisan Tugas Akhir ini, tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan dukungan, semangat, serta
bimbingan dari berbagai pihak, baik bersifat moril maupun materil kepada:
1. Kedua Orang Tua saya yang telah memberikan semangat, saran, doa dan
dukungan lainnya.
2. Bapak Lukman, S.T., M.T., selaku Ketua STT MIGAS Balikpapan.
3. Bapak Hamsir S.Pd.,M.T., selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiwaan
STT MIGAS Balikpapan.
4. Bapak Abdi Suprayitno, S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi Teknik
Perminyakan STT MIGAS Balikpapan.
5. Ibu Karmila, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing I.
6. Bapak M. Nur Mukmin, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II.

v
7. Ibu Rohima Sera Afifah, S.T., M.T, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Bapak Ir.Andry Halim , MM, selaku pembimbing di Pertamina Upstream
Technology Center.
9. Kelas S1 TP D angkatan 2015, selaku teman-teman dalam menimba ilmu
saat perkuliahan.
10. Serta semua pihak yang turut serta membantu dalam penyelesaian laporan
ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu sehingga Tugas Akhir ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca. Semoga Allah SWT memberikan imbalan kebaikan kepada semua pihak
yang dengan ikhlas membantu hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Balikpapan, 07 Juni 2021

Penulis

vi
PERENCANAAN DESAIN ESP (ELECTRIC
SUBMERSIBLE PUMP) MENGGUNAKAN Hardianti
SOFTWARE PRODUKSI UNTUK OPTIMASI Indah
Judul PRODUKSI PADA SUMUR “HR-1” DI Atma
LAPANGAN “SW” Jaya

Jurusan Teknik Perminyakan 1501386


Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan

vii
Abstrak

Sumur HR-1 berada di lapangan “SW” adalah sumur yang berada pada
cekungan jawa timur . Lapangan “SW” ditemukan pada bulan January 2000 di
Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah dari Lapangan “SW”
adalah 1.478 km2. Sumur – sumur di Lapangan “SW” umumnya memiliki
kedalaman rata-rata 7.000 – 8.000 ft TVD (9.000 – 10.000 ft MD). Reservoir di
Lapangan “SW” adalah Limestone. Sumur HR-1 merupakan sumur tidak dapat
lagi berproduksi secara alamiah (Natural Flow) sehingga perlu dilakukan
optimasi produksi dengan perencanaan Artificial Lift.
Ada beberapa metode pengangkatan buatan yang dapat digunakan agar
fluida bisa naik ke permukaan. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu
dengan menggunakan pompa benam listrik (Electric Submersible Pump - ESP).
Metode pengangkatan fluida dengan ESP banyak digunakan karena sangat efektif
dan efisien untuk sumur yang mempunyai produktivitas indeks (PI) yang besar,
sumur yang dalam, serta untuk sumur- sumur miring. Dalam merancang pompa
ESP yang cocok untuk sumur minyak, diperlukan data yang akurat untuk
membuat kurva IPR yang menjadi dasar pertimbangan untuk perancangan pompa
ESP.
Dari hasil desain ESP masih berada pada best efficiency pada sumur HR-
1, menunjukan pompa yang dipilih tidak melewati batas minimum dan maximum
operating range nya .

Kata kunci: Artificial Lift, Inflow Performance, ESP Pump

PLANNING ESP (ELECTRIC SUBMERSIBLE


PUMP) DESIGN USES THE PRODUCTION Hardianti
SOFTWARE FOR PRODUCTION Indah
Title OPTIMIZATION IN WELLS “HR-1” IN THE Atma
FIELD “SW” Jaya

viii
Major Petroleum Engineering 1501386
College of Technology Oil and Gas Balikpapan

Abstract

The HR-1 well in the "SW" field is a well located in the east java basin.
The "SW" field was discovered in January 2000 in Bojonegoro , East Java
Province. The total area of the "SW" Field is 1,478 km2. Wells in the "SW" Field
generally have an average depth of 7,000 - 8,000 ft TVD (9,000 - 10,000 ft MD).
Reservoir in "SW" Field is Limestone. HR-1 well is a well that can no longer
produce naturally (Natural Flow) so it is necessary to optimize production with
Artificial Lift planning.

There are several artificial lifting methods that can be used so that the fluid
can rise to the surface. One method that can be used is by using an electric
submersible pump (ESP). Fluid removal method with ESP is widely used because
it is very effective and efficient for wells that have a large productivity index (PI),
deep wells, and for sloping wells. In designing an ESP pump suitable for oil wells,
accurate data is needed to create an IPR curve which is the basis for consideration
for designing an ESP pump.

ESP design results are still at the best efficiency in HR-1 well, showing
that the selected pump does not exceed the minimum and maximum operating
range.

Keywords: Artificial Lift, Inflow Performance, ESP Pump

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN DEKLARASI .............................................................................. i

ix
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
ABSTRAK BAHASA....................................................................................... vii
ABSTRAK
ENGLISH ......................................................................................................... vii
i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR
TABEL ............................................................................................................. xii
i
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Tujuan Psenelitian .................................................................................... 2
1.4. Batasan Masalah ....................................................................................... 2
1.5. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN LAPANGAN ................................................................ 5


2.1. Lokasi penelitian....................................................................................... 5
2.2. Kondisi lapangan SW ............................................................................... 6
2.3. Stratigrafi lapangan SW ............................................................................ 7

x
DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
BAB III. TEORI DASAR ................................................................................ 11
3.1. Produktivitas Formasi ............................................................................... 11
3.1.1. Productivity Index............................................................................ 11
3.1.2. Inflow Performance Relationship ..................................................... 12
3.1.3. Kurva IPR 2 Fasa ............................................................................. 14
3.2. Analisa Sistem Nodal................................................................................ 14
3.2.1. Pengantar Analisa Sistem Nodal ...................................................... 14
3.2.2. Analisa Nodal di Berbagai Titik ....................................................... 16
3.3. Artificial Lift ............................................................................................ 19
3.4. Electrical Submersible Pump .................................................................... 20
3.4.1. Peralatan Electrical Submersible Pump ............................................ 21
3.4.1.1.Peralatan di atas Permukaan ................................................ 21
3.4.1.2.Peralatan dibawah Permukaan ............................................ 24
3.4.2. Karakteristik Kinerja Electrical Submersible Pump
(ESP)
………………………………………………………31
3.4.2.1. Kelakuan Electrical Submersible Pump
(Pump Performance Curve) ………32
3.4.3. Brake Horse Power .......................................................................... 34
3.4.4. Kurva Intake Pompa ........................................................................ 35
3.4.5. Pompa Benam Listrik Memompa Cairan ......................................... 35
3.4.6. Pompa Benam Listrik Memompa Cairan dan Gas ........................... 36
3.5. Dasar Perhitungan Electrical Submersible Pump ...................................... 36
3.5.1. Perkiraan Laju Produksi Maksimum ............................................... 37
3.5.2. Pemilihan Ukuran dan Tipe Pompa .................................................. 37
3.5.3. Perkiraan Pump Setting Depth ....................................................... 37
3.5.4. Static Fluid Level ............................................................................ 37

xi
3.5.5. Working Fluid Level ...................................................................... 38
3.5.6. Suction Head (Tinggi Hisap) .......................................................... 38

DAFTAR ISI
(Lanjutan)

Halaman
3.5.7. Kavitasi Dan Net Positive Suction Head (NPHS) ........................... 39
3.5.8. Pump Setting Depth Minimum ........................................................ 39
3.5.9. Pump Setting Depth Miximum ........................................................ 39
3.5.10. Pump Setting Depth Optimum ....................................................... 40
3.5.11. Perhitungan Total Dynamic Head .................................................. 41
3.5.12. Perkiraan Jumlah Stage Pompa ...................................................... 41
3.5.13. Pemilihan Motor dan Horse Power ................................................ 42
3.5.14. Pemilihan Switchboard dan Transformers ...................................... 42
3.5.15. Sistem Variable dan Speed Drive ................................................... 43

BAB IV. ANALISA DAN PERHITUNGAN ............................................... 44


4.1. Evaluasi Data Lapangan SW sumur HR-1 .............................................. 44
4.2. Flowchart .............................................................................................. 45
4.3. Pemodelan Produksi Sumur HR-1 .......................................................... 45
4.3.1. Pemodelan Kurva IPR Sumur HR-1 .............................................. 46
4.3.2. Pemodelan Kombinasi Kurva IPR dan OPR Sumur HR-1 ............. 48
4.4. Desain Electrical Submersible Pump ...................................................... 49

BAB V. PEMBAHASAN ............................................................................ 55


BAB VI. KESIMPULAN ............................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Peta Lokasi Lapangan Cekungan Jawa Timur Utara .................................. 6
2.2. Peta Daerah Operasi Block Tuban ............................................................. 7
2.3. Kolom Stratigrafi Cekuingan Jawa Timur ................................................. 10
3.1. Kurva Inflow Performace Relationship ..................................................... 13
3.2. Kemungkinan Pressure Losses Dalam Sistem Sumur yang Lengkap ......... 16
3.3. Kurva Performa Nodal Analysis ............................................................... 17
3.4. Instalasi Electric Submersible Pump ......................................................... 20
3.5. Skema Imppeler dan Diffuser.................................................................... 21
3.6. Cable Pack-Off pada Tubing Hanger......................................................... 22
3.7. Junction Box ............................................................................................. 23
3.8. Motor Pompa Benam Listrik ..................................................................... 27
3.9. Gas Separator ........................................................................................... 29
3.10. Kurva Kinerja ESP ................................................................................... 32
3.11. Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur ....................................... 40
4.1. Flow Chart ................................................................................................ 46
4.2. Kurva IPR pada sumur HR-1 ..................................................................... 47
4.3. Kurva IPR dan OPR Sumur HR-1 ............................................................. 49
4.4. Hasil Perhitungan Desain ESP HR-1 .......................................................... 50
4.5. Gas Separation Sensitivity pada Sumur HR-1 ............................................. 51
4.6. Pemilihan Pompa, Motor dan Kabel pada Sumur HR-1 .............................. 52
4.7. Perhitungan Best Efficiency pada Sumur HR-1 ...........................................
52
4.8. Kurva IPR dan OPR Setelah Pemasangan ESP ...........................................
54

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
4.1. Data Properti Sumur HR-1 ........................................................................ 44
4.2. Data Produksi Sumur HR-1....................................................................... 44
4.3. Tabel Data IPR Pressure ........................................................................... 48
4.4. Data Downhole Equipment pada Sumur HR-1 .......................................... 49
4.5. Desain ESP pada Sumur HR-1 .................................................................. 50
4.6. Data Properti Sumur Setelah Pemasangan ESP ......................................... 53
4.7. Perbandingan Rate Production Kondisi Tidak berproduksi dengan
Pemasangan Pompa ESP ........................................................................... 54

xiv
xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumur minyak dapat dikatakan berproduksi secara alamiah yaitu apabila


tekanan reservoir pada formasi lebih besar dibandingkan tekanan hidrostatik
sumur, sehingga fluida produksi dalam sumur tersebut dapat mencapai ke
permukaan dengan kemampuan sendiri secara alamiah dalam jumlah dan tekanan
yang memadai. Apabila sumur tersebut sudah tidak lagi memiliki kemampuan
untuk mengalirkan fluida reservoir sampai ke permukaan, atau yang disebut
dengan natural flow maka hal ini akan menyebabkan adanya penurunan produksi
dari sumur tersebut dan sumur tersebut harus menggunakan pengangkatan buatan
(artificial lift) agar bisa tetap berproduksi dengan jumlah yang memadai.
Electric Submersible Pump (ESP) merupakan salah satu alternatif
pengangkatan buatan dimana dalam perencanaan ESP sangat dipengaruhi oleh
kapasitas produksi sumur, sifat fluida yang akan dipompa dan sangat dipengaruhi
oleh karakteristik reservoir dari sumur tersebut. Laju produksi fluida akan
berpengaruh terhadap pemilihan jenis dan ukuran pompa. Hal ini terjadi karena
setiap jenis pompa memiliki laju produksi optimum sesuai yang dianjurkan
berdasarkan jenis dan ukuran pompa tersebut.
Metode pengangkatan fluida dengan ESP banyak digunakan karena sangat
efektif dan efisien untuk sumur yang mempunyai produktivitas indeks (PI) yan
besar, sumur yang dalam, serta utuk sumur-sumur miring.
Maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
mengoptimalkan lifting sumur HR dengan mendesain pompa ESP dengan
menggunakan software produksi. Hasil tersebut dapat dijadikan sebagai
perencanaan atau skenario produksi lebih lanjut.

1
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan Tugas Akhir ini lebih difokus kan pada :
a) Perhitungan dan analisa Produktivitas Formasi (PI dan IPR)
b) Menghitung laju alir maksimum sumur HR
c) Perencanaan ESP dan menganalisa efisiensi pompa ESP untuk
mengetahui laju produksi yang optimum.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah merencanakan dan memilih pompa ESP
berdasarkan data produksi, konfigurasi sumur dan karakteristik fluida produksi
dengan menggunakan software produksi. Dari hasil tersebut diharapkan dapat
menentukan jenis dan ukuran pompa ESP yang sesuai untuk menghasilkan laju
produksi yang optimum.

1.4 Batasan Masalah


Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis mengacu pada data yang sudah
tersedia. Dalam tahap perencanaanya pendesainan pompa ESP dilakukan dengan
menganalisa kurva IPR yang sesuai dengan karakteristik reservoirnya. Dengan
menggunakan software produksi dilakukan perencanaan pompa ESP dengan
menentukan efisiensi volumetrik dan efisiensi pompa dan mendapatkan laju
produksi serta kinerja pompa yang lebih optimum.

1.5 Manfaat Penulisan


Melalui Tugas Akhir ini, penulis mencoba untuk mendesain pompa ESP
pada sumur HR untuk meningkatkan produktivitas suatu sumur yang ditandai
dengan meningkatnya efisiensi volumetris pompa dan laju produksi yang lebih
optimal. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka untuk meningkatkan harga
volumetris pompa yang telah menurun perlu dilakukan desain pompa, Pendekatan
yang dilakukan adalah menentukan besarnya efisiensi volumetris pompa sehingga
didapatkan laju produksi sumur yang optimum. Dan untuk para mahasiswa STT

2
Migas, melalui Tugas Akhir ini penulis mencoba membagi pengetahuan untuk
mendesain artificial lift ESP untuk optimasi produksi .
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini
adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini akan dipaparkan suatu gambaran singkat mengenai
latar belakang masalah yang akan dikaji, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Umum Lapangan
Bab ini memberikan gambaran umum mengenai sejarah
lapangan, geologi lapangan, produksi lapangan serta karakteristik
reservoir lapangan.
BAB III Teori Dasar
Dalam bab ini diuraikan mengenai teori dasar dari ilmu terapan
yang digunakan dalam penulisan TA ini.
BAB IV Analisa dan Perhitungan
Pada bab ini, dilakukan analisa dan perhitungan terhadap semua
permasalahan yang kemudian akan dibahas dengan lebih detail.

BAB V Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan mengenai bab empat
dan analisa yang akan dilakukan terhadap hasil perhitungan serta
data-data yang ada.
BAB VI Kesimpulan
Bab ini berisi tentang kesimpulan.

3
BAB II
TINJAUAN LAPANGAN

2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Cekungan Jawa Timur Utara, secara fisiografi


yang terletak diantara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah.
Barat-Timur disebelah selatannya. Cekungan ini terdiri dari dua buah pegunungan
yang berjalan sejajar dengan arah Barat-Timur dan dipisahkan oleh suatu depresi
diantaranya.
Cekungan Jawa Timur merupakan zona pertemuan lempeng-lempeng.
Eurasian (Sunda Craton) dan Indo-Australian dan saat ini merupakan back-arc
basin. Belakangan ini, sebagian besar Cekungan Jawa Timur diinterpretasi terdiri
atas lempeng-lempeng mikro Gondwana. Cekungan ini disebelah Utara dibatasi
oleh Tinggian Paternosfer, sebelah Selatan oleh tinggian deretan gunung api aktif
Jawa Tengah-Timur, sebelah Barat oleh Karimun jawa Arch, dan sebelah Timur
oleh Cekungan (laut dalam) Lombok.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. dibawah merupakan peta lokasi
Cekungan Jawa Timur Utara. (Anonim, 2014)

4
Gambar 2.1. Peta Lokasi Cekungan Jawa Timur Utara (Anonim,2014)

2.2. Kondisi Lapangan “SW”

Lapangan “SW” ditemukan di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.


Lapangan “SW” ditemukan pada bulan January 2000 di Kabupaten Bojonegoro,
Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah dari Lapangan “SW” adalah 1.478 km2. Sumur
– sumur di Lapangan “SW” umumnya memiliki kedalaman rata-rata 7.000 – 8.000
ft TVD (9.000 – 10.000 ft MD). Reservoir di Lapangan “SW” adalah Limestone
dan lapangan ini memiliki kandungan H2S yang cukup tinggi. Seperti yang terlihat
pada Gambar 2.2 dibawah merupakan peta lokasi penelitian yang akan dibahas oleh
penulis. (Anonim, 2014)

5
Gambar 2.2. Peta Daerah Operasi Block Tuban (Anonim,2014)

2.3. Stratigrafi Lapangan “SW”

Urutan stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 2.3. Deskripsi
dari masing – masing formasi urutan tua ke muda adalah sebagai berikut :
(Anonim,2014)
1. Formasi Kujung, tersingkap susunan napal dan lempung napalan dengan
diendapkan batu gamping bioklastik. Umumnya adalah oligosen atas dan
diendapkan pada lingkungan laut terbuka. Ketebalan Formasi Kujung adalah
200 – 500 m.
2. Formasi Prupuh, disusun oleh perselingan antara batu gamping. Umurnya
adalah oligosenatas-miosen bawah dan diendapkan pada lingkungan neritik
luar. Ketebalan Formasi Prupuh adalah 60 – 80 m.
3. Formasi Tuban, tersusun atas napal pasiran semakin keatas berubah menjadi
batu gamping pasiran. Umurnya adalah miosen awal bagian tengah dan
diendapkan pada lingkungan sublitoral luar dengan ketebalan 50 – 150 m.
4. Formasi Tawun, tersusun atas serpih pasiran kemudian disusun dengan
perselingan antara batu pasir dan batu gamping, dimana makin keatas batu
gamping menjadi dominan. Umur dari foramasi Tawun adalah miosen awal

6
bagian tengah-miosen tengah. Diendapkan pada lingkungan paparan dangkal
dan memiliki ketebalan 0 – 50 m.
5. Formasi Tawun Anggota Ngrayong, terdiri atas bat pasir kuarsa yang
berukuran halus pada bagian bawah dan cenderung megkasar pada bagian atas
dan terkadang gampingan. Umur miosen tengah, diendapkan dari lingkungan
laut dangkal zona neritik pinggir hingga rawa-rawa. Formasi Tawun Anggota
Ngrayong memiliki ketebalan 800 – 1000 m.
6. Formasi bulu, terdiri dari batu gamping putih kekuningan dan batu gamping
pasiran berwarna putih kelabu hingga kuning kabuan, terdapat sisipan napal
berwarna abu-abu, umur formasi bulu adalah miosen akhir dan diendapkan
pada lingkungan neritik luar-batial atas dan memiliki ketebalan 54-248 m.
7. Formasi Wonocolo, tersusun oleh napal, napal lempungan, hingga napal
pasiran. Formasi wonocolo diendapkan pada miosen akhir bagian bawah,
diendapkan pada lingkungan laut terbuka memilikiketebalan 89-600 m.
8. Formasi Ledok, terusun atas perulangan napal pasiran dan kalkarenit, dengan
napal batu pasir. Umur Formasi Ledok adalah miosen akhir, diendapkan pada
lingkungan neritik luar dengan ketebalan 100-200 m.
9. Formasi Mundu, bagian paling atas dari batuan ini ditempati oleh batu gmaping
pasiran dan napal pasiran dengan ketebalan 75-432 m, umurnya adalah Pliosen.
10. Formasi Lidah, tediri atas batu lempung biru tua, masiv, tidak berlapis. Formasi
Lidah merupakan satuan batu lempung berwarna biru, bagian atasnya terdiri
batu lempung dengan sisipan napal dan batu pasir kuarsa. Umur Formasi Lidah
adalah Pliosen Atas-Plesitosin Bawah, diendapkan dilingkungan laut tertutup
dan berangsur-angsur menjadi semaking dangkal. Ketebalan Formasi Lidah 70
– 230 m.

Dari beberapa urutan stratigrafi formasi yang akan dijelaskan diatas dari
deskripsi formasi dari tua kemuda, dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis
melakukan penilitian pada lapisan Formasi Tuban, dapat dilihat pada Gambar 2.3
dibawah ini, urutan stratigrafi formasi dari yang tua ke muda pada Cekungan Jawa
Timur Utara.

7
Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Cekuingan Jawa Timur (Anonim,2014)

8
Bab III
TEORI DASAR

3.1. Produktivitas Formasi

Produktivitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk


memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu. Pada
umumnya sumur-sumur yang baru diketemukan mempunyai tenaga pendorong
alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoar ke permukaan
dengan tenaganya sendiri, dengan berjalannya waktu produksi, kemampuan dari
formasi untuk mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan, yang
besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoar.
Parameter yang menyatakan produktivitas formasi adalah Index Iroduktivitas
(PI) dan Inflow Performance Relationship (IPR).

3.1.1. Produktivitas Index


Productivity Index adalah suatu indeks atau derajat pengukuran kemampuan
produksi suatu sumur yang didefinisikan sebagai perbandingan antara laju alir
produksi terhadap tekanan drawdown, dinyatakan dalam stock tank barrel per day.
Secara khusus, PI didasarkan pada gross liquid production, tapi ada juga yang
berdasarkan dengan rate produksi minyak (qo). Secara matematis bentuknya dapat
dituliskan sebagai berikut :
q
PI  J 
Ps  Pwf  ............................................................................... (3-1)
dimana :
q = gross liquid rate, STB/day
Ps = tekanan statik reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran di dasar sumur, psi
(Ps-Pwf) = drawdown, psi

9
Persamaan Darcy untuk aliran radial dinyatakan dalam STB/hari ialah:
7.082 x10 -3 k o h Ps  Pwf 
qo  ........................................................ (3-2)
re
μ o B o ln
rw
Bila Ps – Pwf pada persamaan 3-2 dipindah ruas maka akan diperoleh nilai PI,

qo 7.082 x10 -3 k o h
J 
Ps  Pwf 
.......................................................... (3-3)
r
Bo μ o ln e
rw
Berdasarkan pengalaman dari Kermitz E. Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu:
1. PI rendah jika kurang dari 0.5.
2. PI sedang jika antara 0.5 sampai 1.5.
3. PI tinggi jika lebih dari 1.5.

3.1.2. Inflow Performance Relationship (IPR)


Productivity index yang diperoleh secara langsung maupun secara teoritis
hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur
untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur, ataupun
untuk melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI dapat
dinyatakan secara grafis, yang disebut dengan grafik Inflow Performance
Relationship (IPR). Berdasarkan definisi produktivity index, maka variabelnya
adalah laju produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (P wf). Oleh karena itu
pesamaan tersebut dapat diubah menjadi :
q
Pwf  Ps  ....................................................................................... (3-4)
PI

10
Gambar 3.1. Kurva Inflow Performace Relationship
(Brown, Kermit E., 1984)

Arah lengkungan menunjukkan bahwa PI akan berkurang dengan naiknya laju


produksi. Hal ini terutama pada reservoir yang mempunyai mekanisme pendorong
solution gas drive, sedangkan pada water drive reservoir harga PI-nya relatif
konstan. Arah lengkungan yang terjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2.,
disebabkan karena harga Pwf berada di bawah bubble point pressure, sewaktu
minyak mendekati sumur, tekanan akan turun terus dan akan mengakibatkan
terlepasnya gas dari minyak. Jadi gas bebas yang terjadi akan meningkat jumlahnya,
sehingga menaikkan saturasinya, juga permeabilitas efektif gas naik, maka
akibatnya akan menurunkan permeabilitas efektif minyak. Harga GOR (Gas Oil
Ratio) pada rate produksi yang tinggi akan naik, karena dengan naiknya drawdown,
permeabilitas efektif akan naik pula. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan kurva
IPR tidak lurus apabila Pwf berada di bawah tekanan bubble point atau pada kondisi
ini diketahui bahwa ada 2 fasa fluida yang mengalir. Untuk membuat kurva IPR
pada kondisi 2 fasa ada sebuah persamaan yang terkenal yang disebut dengan
persamaan Vogel.

3.1.3. Kurva IPR 2 Fasa

11
Pembuatan grafik IPR untuk aliran dua fasa pada mulanya dikembangkan oleh
Weller, dimana Weller menurunkan persamaan Productivity Index atau J untuk
reservoir gas. melihat persamaan yang digunakan serta cara pemecahannya,
ternyata cara Weller tersebut cukup rumit dan tidak praktis serta memerlukan
komputer. Selanjutnya Vogel mengemukakan suatu cara yang lebih sederhana
dibandingkan dengan metode Weller. Dasar pengembangan metode Vogel adalah
persamaan Weller, yang menghasilkan suatu bentuk persamaan sebagai berikut :
2
q P  P 
 1  0.2 wf   0.8 wf 
q max  Ps   Ps  ...................................................... (3-5)

Umumnya di sekitar lubang sumur terjadi kerusakan formasi, baik sebagai


akibat invasi lumpur pemboran, maupun sebagai akibat peningkatan saturasi gas
dan air di sekitar lubang bor. Apabila hal ini ditemui, maka kondisi pengembangan
persamaan Vogel tidak bisa lagi dipergunakan.

3.2. Analisa Sistem Nodal


3.2.1. Pengantar Analisa Sistem Nodal
Analisa sistem nodal atau biasa disebut sistem analisis optimasi produksi
adalah sebuah prosedur untuk menentukan flow rate pada sumur oil dan gas yang
berproduksi dan untuk mengevaluasi efek dari beberapa komponen seperti ukuran
tubing-string, ukuran flow-line, tekanan separator, posisi choke, safety valves, dan
kondisi well completion termasuk gravel pack dan perforasi pada sumur biasa.
Komponen-komponen tersebut dievaluasi terpisah-pisah dan dikombinasi untuk
mengoptimasi seluruh sistem sehingga mendapatkan aliran produksi yang paling
effisien. Adapun tujuan dari nodal analisis adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan flow rate pada sumur oil dan gas yang berproduksi dengan
mempertimbangkan geometry wellbore dan batasan komplesi (awalnya secara
natural flow).
2. Untuk menentukan kondisi aliran ketika sumur masih mengalir atau mati.
3. Untuk menentukan waktu yang tepat untuk memasang installasi artificial lift
dan membantu dalam memilih metode pengangkatan yang optimum.
4. Untuk mengoptimasi sistem agar memproduksi flow rate yang diinginkan.

12
5. Untuk mengecek setiap komponen dalam sistem sumur untuk menentukan
bagian mana yang tidak diperlukan untuk menahan flow rate.
6. Untuk membantu management operator dan engineer staff dalam menambah
laju produksi.

Sebelum ada analisa sistem nodal, banyak sumur minyak dan gas diseluruh
dunia yang belum dioptimasi untuk mendapatkan rate yang effisien, faktanya
adalah beberapa sumur bahkan belum mencapai laju alir maximumnya, karena hal
tersebut menyebabkan penempatan artificial lift tidak mendapatkan effisiensi yang
seharusnya. Optimasi sistem produksi sumur minyak dan gas dengan analisa sistem
nodal telah berkontribusi untuk meningkatkan teknik komplesi, produksi, dan
effisiensi banyak sumur. Walaupun analisa dengan tipe ini sudah diajukan oleh
Gilbert pada tahun 1954 tapi analisa ini baru intensif digunakan pada tahun 1980an.
Hal dasar yang diperlukan untuk analisa optimasi sumur dengan analisa
sistem nodal adalah Inflow Performance Relationship (IPR) sumur pada kondisi
terkini. Data well test yang akurat harus didapatkan dan IPR dapat dibuat sehingga
analisa sukses dilakukan. Kemudian model dari komponen-komponen sumur dapat
digunakan untuk memprediksi performa sumur. Pada gambar 3.2. diperlihatkan
detail flowing well system yang berawal dari reservoir diteruskan sampai ke
separator.

13
Gambar 3.2. Kemungkinan Pressure Losses Dalam Sistem Sumur yang Lengkap
(Brown, Kermit E., 1984)

3.2.2. Analisa Nodal di Berbagai Titik


Analisa sistem nodal merupakan suatu sistem pendekatan untuk optimasi
sumur minyak dan gas dengan cara mengevaluasi secara menyeluruh. Nodal
merupakan titik pertemuan antara dua komponen dan pada titik pertemuan tersebut
secara fisik akan terjadi kesetimbangan dalam bentuk kesetimbangan masa fluida
yang mengalir ataupun kesetimbangan tekanan. Analisa sistem nodal ini dilakukan
dengan membuat diagram tekanan laju produksi yang merupakan grafik yang
menghubungkan antara perubahan tekanan dan laju produksi untuk setiap
komponen, menghasilkan perpotongan kurva Inflow Performance Relationship
(IPR) dan Outflow Performance, perpotongan kedua kurva tersebut akan
menghasilkan laju produksi optimum seperti yang terihat pada Gambar 3.3.

14
Gambar 3.3. Kurva Performa Nodal Analysis
(Brown, Kermit E., 1984)

Dengan adanya pilihan titik nodal dan berdasarkan fasilitas serta ketersediaan
peralatan penunjang di lapangan dapat memberikan referensi dan informasi apa
yang harus dilakukan di sumur tersebut agar mendapatkan rate produksi optimum.
Berikut empat lokasi titik nodal yang umum sering digunakan:
1. Titik nodal di dasar sumur.
Merupakan pertemuan antara komponen formasi produktif/reservoir dengan
komponen tubing apabila komplesi sumur adalah open hole atau pertemuan
antara komponen tubing dengan komponen komplesi yang diperforasi atau ber-
gravel pack.

2. Titik nodal di kepala sumur.


Merupakan pertemuan antara komponen tubing dan pipa salur dalam hal sumur
tidak dilengkapi dengan jepitan atau merupakan pertemuan komponen tubing
dengan komponen jepitan bila sumur dilengkapi jepitan.

3. Titik nodal di separator.

15
Merupakan pertemuan antara komponen pipa salur dengan komponen separator.

4. Titik nodal di upstream dan downstream jepitan.


Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal merupakan pertemuan antara komponen
jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitan dipasang di tubing sebagai
safety valve atau pertemuan antara komponen tubing di permukaan dengan
komponen jepitan apabila jepitan dipasang di kepala sumur.

Ketika sebuah jepitan diinstall pada sistem sumur (contohnya safety valve atau
choke) maka akan memberikan pressure drop yang berpengaruh terhadap fungsi
laju alir. Formula umum yang digunakan untuk menghitung tekanan yang
berhubungan dengan aliran multifasa yang melewati choke telah dibuat oleh
Gilbert. Berikut adalah persamaannya :

435 R 0,546 (q)


Pwh  ......................................................................... (3-6)
S 1,89
Dimana :
Pwh = Wellhead Pressure, psig
R = gas-liquid ratio, Mcf/bbl
q = flow rate, b/d
S = choke bean diameter

Gilbert mengembangkan persamaan ini dari data di California dan menyimpulkan


bahwa persamaan ini valid selama downstream pressure kurang dari 70% dari
upstream pressure atau rasio dari Pd/Pwh ≤ 0,7. Persamaan ini cukup akurat untuk
menentukan mengatur ukuran choke yang dibutuhkan di awal.

3.3.Artificial Lift
Adalah metode pengangkatan fluida sumur dengan cara memasukka tenaga
tambahan ke dalam sumur (bukan ke dalam reservoir) dimana metoda ini diterapkan
apabila tenaga alami reservoir sudah tidak mampu lagi mendorong fluida ke
permukaan atau untuk maksud-maksud peningkatan produksi.

16
Jenis –jenis artificial lift untuk pengangkatan buatan sumur ada banyak diantara
yaitu :
 Sucker Rod Pump (SRP)
 Electrical Submersible Pump (ESP)
 Gas Lift
 Progressive Cavity Pump (PCP)
 Plunger Lift
 Jet Pump
Untuk memilih salah satu metode artificial lift yang tepat untuk suatu sumur ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan artificial lift. Nama metode
pemilihan artificial lift ini biasa disebut screening artificial lift yang dimana
dilakukan pemilihan dengan berupa table screening atau beberapa seleksi dengan
menggunakan beberapa indikator. Adapun factor yang perlu diperhatikan dalam
memilih metode artificial lift, antara lain, yaitu :
1. Lokasi
2. Energi
3. Kondisi Reservoir
4. Kondisi Fluida
5. Kondisi Wellbore
6. Operating & Capital Cost
7. Prediksi Performa Sumur
8. Produksi Sumur
9. Problem Produksi
10. Kedalaman Sumur

3.4.Electrical Submersible Pump (ESP)


Pompa benam listrik dibuat atas dasar pompa sentrifugal bertingkat banyak
dimana keseluruhan pompa dan motornya ditengelamkan ke dalam cairan. Pompa
ini digerakkan dengan motor listrik dibawah permukaan melalui suatu poros motor
(shaft) yang memutar pompa, dan akan memutar sudu-sudu (impeller) pompa.
Perputaran sudu-sudu itu menimbulkan gaya sentrifugal yang digunakan untuk

17
mendorong fluida ke permukaan.

Gambar 3.4. Instalasi Electric Submersible Pump


(Brown, Kermit E., 1984)

18
Gambar 3.5. Skema Imppeler dan Diffuser
(Brown, Kermit E., 1984)

3.4.1. Peralatan Electrical Submersible Pump (ESP)


Peralatan pompa benam listrik dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Peralatan diatas permukaan.
2. Peralatan dibawah permukaan.
3.4.1.1. Peralatan di Atas Permukaan
Peralatan diatas permukaan terdiri atas : Wellhead, Junction Box,
Switchboard dan Transformer.
1. Wellhead
Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang
mempunyai lubang untuk cable pack off atau penetrator. Cable pack off biasanya
tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi lubang hidraulic control
line, saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka
Wellhead juga harus dilengkkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang
kabel dan tulang. Wellhead didesain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai

3000 psi.

19
Gambar 3.6. Cable Pack-Off pada Tubing Hanger
(Brown, Kermit E., 1984)

2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat yang terletak antara switchboard dan
wellhead yang berfungsi untuk tempat sambungan kabel atau penghubung kabel
yang berasal dari dalam sumur dengan kabel yang berasal dari switchboard.
Junction Box juga digunakan untuk melepaskan gas yang ikut dalam kabel agar
tidak menimbulkan kebakaran di switchboard.
Fungsi dari junction box antara lain :

a. Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi ke


permukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer.
b. Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari
switchboard.

Gambar 3.7. Junction Box


(Brown, Kermit E., 1984)

3. Switchboard

20
Switchboard adalah panel kontrol kerja dipermukaan saat pompa bekerja yang
dilengkapi motor controller, overload dan underload protection serta alat pencatat
(recording instrument) yang bisa bekerja secara manual ataupun otomatis. bila
terjadi penyimpangan. Switcboard dapat digunakan untuk tegangan 4400- 4800
volt.
Fungsi utama dari switcboard adalah :

 Mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti overload atau


underload current.
 Auto restart underload pada kondisi intermittent well.
 Mendeteksi unbalance voltage.
Switchboard biasanya dilengkapi dengan ampermeter chart yang berfungsi untuk
mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.

4. Transformer
Transformer merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk
menaikkan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang
dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun coil
direndam dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan
akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Tegangan input transformer
biasanya diberikan tinggi agar ampere yang rendah pada jalur transmisi, sehingga
tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan
diturunkan dengan menggunakan step-down transformer sampai dengan tegangan
yang dibutuhkan oleh motor.

3.1.4.2.Peralatan Bawah Permukaan


Peralatan dibawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas
pressure testing sensing instrument, electric motor, protector, intake, pump unit dan
electri cable serta alat penunjang lainnya.
1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)

21
PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah suatu alat yang mencatat tekana dan
temperatur sumur. Secara umum PSI unit mempunyai 2 komponen pokok, yaitu :

a. PSI Down Hole Unit


Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini
dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan
bagian dari motor tersebut.

b. PSI Surface Readout


Merupakan bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta
menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.

2. Motor (Electric Motor)


Jenis motor ESP adalah motor listrik induksi 2 kutub 3 fasa yang diisi dengan
minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik (dielectric strength)
tinggi. Tenaga listrik untuk motor diberikan dari permukaan mulai kabel listrik
sebagai penghantar ke motor. Putaran Motor adalah 3400 RPM – 3600 RPM
tergantung besarnya frekuensi yang diberikan serta beban yang diberikan oleh
pompa saat mengangkat fluida.

Secara garis besar motor ESP seperti juga motor listrik yang lain mempunyai
dua bagian pokok, yaitu:

 Rotor (bagian yang berputar)

 Stator (bagian yang diam

Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran pada
rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada ditengahnya akan
ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar pula
(poros pompa, intake dan protector).

Untuk jenis motor listrik induksi dikenal putaran medan magnet yang biasa
disebut Syncronous Speed yaitu putaran medan magnet atau putaran motor kalau
seandainya tidak ada faktor kehilangan atau internal motor losses yang diakibatkan

22
oleh beban shaft (shaft load) dan frictions. Putaran motor yang biasanya tertera pada
nama plate dari pabrik misalnya : 3500 RPM/60 Hz

Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing


motor melalui media minyak motor , untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh
fluida sumur .

Fungsi dari minyak tersebut adalah :

 Sebagai pelumas

 Sebagai tahanan (isolasi)

 Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh


perputaran rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

Minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang biasanya sudah


ditentukan oleh pabrik yaitu berwarna jernih tidak mengandung bahan kimia,
dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan akan
mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor , yaitu antara rotor dan stator.
Panas yang ditimbulkan oleh putaran rotor akan dipindahkan ke housing motor
melalui media minyak motor, untuk selanjutnya dibawa ke permukaan oleh fluida
sumur. Untuk mendapatkan pendinginan yang sempurna maka pemasangan ESP
unit sangat dianjurkan diatas perforasi untuk memastikan fluida yang masuk ke
intake melewati seluruh housing motor.

Tetapi ESP karena sesuatu pertimbangan bisa juga dipasang dibawah


perforasi dengan memakai casing shroud (selubung pelindung) yang digantungkan
dibagian atas intake sampai ke bagian bawah motor. Untuk mendapatkan pendingin
yang baik, pihak pabrik sudah menentukan bahwa kecepatan fluida yang melewati
motor (Velocity) harus > 1 ft/sec. Kurang dari itu motor akan menjadi panas dan
kemungkinan bisa terbakar.

23
Gambar 3.8. Motor Pompa Benam Listrik
(Brown, Kermit E., 1984)

3. Protector
Protector sering juga disebut Seal Section. Alat ini berfungsi untuk menahan
masuknya fluida sumur kedalam motor, menahan thrust load yang ditimbulkan oleh
pompa pada saat pompa mengangkat cairan, juga untuk menyeimbangkan tekanan
yang ada didalam motor dengan tekanan didalam annulus. Secara prinsip protector
mempunyai 4 fungsi utama yaitu:

 Untuk mengimbangi tekanan dalam motor dengan tekanan diannulus.


 Tempat duduknya thrust bearing untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa.
 Menyekat masuknya fluida sumur kedalam motor
 Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak
motor akibat perubahan temperatur dalam motor pada saat bekerja dan

24
pada saat dimatikan.
Secara umum protector mempunyai dua macam type, yaitu :

1. Positive Seal atau Modular Type protector


2. Labyrinth Type Protector
Untuk sumur-sumur miring dengan temperatur > 3000F disarankan menggunakan
protector dari jenis seal atau modular type protector.

4. Intake (Gas Separator)


Intake atau Gas separator dipasangkan dibawah pompa dengan cara
menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake ada yang dirancang
untuk mengurangi volume gas yang masuk ke dalam pompa, disebut dengan gas
separator, tetapi ada juga yang tidak. Untuk yang terakhir ini disebut dengan intake
saja atau standart intake.
Ada beberapa intake yang diproduksikan oleh reda yang populer dipakai,

yaitu :

 Standart intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang
masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15 % dari total
volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa,
dan dibagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring
partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa.
 Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90%, dan
biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas separator
jenis ini tidak direkomendasikan untuk dipasang pada sumur-sumur yang
abrasive.

 Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator, yang dipakai
untuk memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya.

25
Gambar 3.9. Gas Separator
(Brown, Kermit E., 1984)

5. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage Centrifugal Pump, yang terdiri dari:
impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa). Di dalam housing
pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi langsung
dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa
menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang
dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller
merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam.
Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak
lurus pada poros pompa yang berputar pada housing.

26
6. Electric Cable
Tenaga listrik untuk menggerakan motor yang berada didasar sumur disuplai
oleh kabel yang khusus digunakan untuk pompa ESP. Kabel yang dipakai adalah 3
jenis konduktor. Dilihat dari bentuknya ada dua jenis, yaitu flat cable type dan round
cable type. Fungsi kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari
switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Secara umum ada 2 jenis /kelas
kabel yang lazim digunakan di lapangan, yaitu :

 Low temperatur cable, yang biasanya dengan material isolasi nya terdiri
dari jenis polypropylene ethylene (PPE) atau nitrile. Direkomendasikan
untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur maximum
205oFc

 High temperatur cable, banyak dibuat dengan jenis ethylene prophylene


diene methylene (EPDM). Direkomendasikan untuk pemasangan pada
sumur-sumur dengan temperatur yang cukup tinggi sampai 400oF

Kerusakan pada round cable merupakan hal yang sering kali terjadi pada saat
menurunkan dan mencabut rangkaian ESP. Untuk menghindari atau memperkecil
kemungkinan itu, maka kecepatan string pada saat menurunkan rangkaian tidak
boleh melebihi dari 1500 ft / jam dan harus lebih pelan lagi ketika melewati deviated
zone atau dog leg.Kabel harus tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan
migrasi gas dan tahan terhadap resapan cairan dari sumur maka kabel harus
mempunyai isolasi dan sarung yang baik. Bagian dari kabel biasanya terdiri dari :

 Konduktor (conductor )

 Isolasi (Insulation)

 Sarung (sheath) Jaket


7. Check Valve

Check valve dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa. Bertujuan untuk
menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Check valve tidak dipasang maka
kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan melalui pompa yang dapat
menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas, sebab aliran balik (back

27
flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah, dan dapat menyebabkan
motor terbakar atau rusak. Check valve umumnya digunakan agar tubing tetap terisi
penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun
kebawah.

8. Bleeder Valve
Bleeder Valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai fungsi
mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida akan keluar melalui
bleeder valve.

9. Cetralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau selalu
ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel karena
gesekan dapat dicegah

3.4.2. Karakteristik Kinerja Electrical Submersible Pump (ESP)


Kinerja pompa ditentukan oleh pabrik pembuat pompa. Pompa dites dengan
menggunakan air tawar, kemudian dilakukan pengujian terhadap pompa dengan
cara mengatur discharge head pompa pada laju alir yang berbeda-beda, perubahan
tekanan dan HP-nya. Kemudian diubah dalam bentuk kurva head (ft), daya, dan
efisiensi dari pompa. Dari ketiga faktor tersebut dapat dibuat kurva yang
menggambarkan laju alir, brake horse power, head pompa (pump head capacity)
dan efisiensi pompa (pump efficiency).

28
Gambar 3.10. Kurva Kinerja ESP
(Brown, Kermit E., 1984)

3.4.2.1 Kelakuan Electrical Submersible Pump (Pump Performance Curve)


Beberapa kinerja dari berbagai pompa dihadirkan dalam bentuk katalog
yang diterbitkan oleh produsen. Kurva kinerja dari suatu pompa benam listrik
menampilkan hubungan antara : Head capacity, Rate Capacity, Horse Power dan
efisiensi pompa yang disebut dengan “Pump Performance Curve”. Kapasitas rate
berkaitan dengan volume, laju alir cairan yang diproduksikan, termasuk juga gas
bebas atau gas yang terlarut dalam minyak.
Head pompa benam listrik berkaitan dengan specific gravity fluida, dimana
jika head diubah menjadi tekanan maka harus dikalikan dengan specific gravity
fluida, maka dapat dinyatakan sebagai berikut :
Tek. Operasi Pompa = (head / stage) x (gradien tekanan fluida) x
(jumlah stage)

Bila gas dan cairan sedang dipompa, kapasitas dan head per stage juga
gradien tekanan fluida berubah sebagaimana tekanan fluida naik dari tekanan

29
intake ke tekanan discharge. Dengan demikian persamaan diatas dapat ditulis
sebagai berikut:
d(P) = h (V) + Gƒ(V) + d(St) ............................................................. (3-7)

Dimana :

d(P) = Perubahan tekanan yang dihasilkan pompa h = head per stage,


ft/stage
Gf(V) = gradien tekanan fluida, psi/ft
d(St) = perubahan jumlah stage

VF merupakan Volume Factor untuk berbagai tekanan dan temperatur, dan


dinyatakan dengan persamaan :
VF = WC + (1-WC) Bo + [GLR – (1-WC) Rs] .................................. (3-8)

Tekanan alir dasar sumur (Pwf) diatas harga tekanan gelembung (bubble
Point-Pb) bentuk kurva IPR digambarkan dalam persamaan linier :
qsc = PI (Pr – Pwf) ........................................................................... (3-9)

Gradien tekanan fluida dalam berbagai tekanan dan temperatur dinyatakan


dalam persamaan :
Gf(V) = 0,433 x ρ (V) ....................................................................... (3-
10)
ρ (V) = W / 350 ..................................................................... (3-
11)
W adalah berat material pada berbagai tekanan dan temperatur, yang mana
sama dengan berat pada kondisi standart. Dituliskan dengan persamaan:
𝑣.𝑞𝑠𝑐.ρ𝑓𝑠𝑐
ρ (V) = .............................................................................. (3-
350.ρ

12)

Mensubtitusikan Persamaan (3-12) kedalam Persamaan (3-11) didapatkan


persamaan sebagai berikut :

30
0.433 𝑞𝑠𝑐 𝑥ρ𝑓𝑠𝑐
𝐺𝑓 = ( ) ...................................................................... (3-
350 𝑣

13)

ρfcc adalah berat 1 bbl cairan yang ditambah gas yang terpompakan (per bbl
cairan) pada kondisi standart.
ρfsc = (350(WC)Ԏ WSC) + [350 (1- WC) ԎoSC] +
(GIP)(GLR) ρgsc..................................................................... (3-
14)

Dengan memasukkan Persamaan (3-13) ke Persamaan (3-7) menghasilkan


persamaan :
350 𝑣
𝑑 (𝑆𝑡) = (0.433𝑥𝑞𝑠𝑐𝑥ρfsc ) ℎ(𝑣) 𝑑𝑃 ........................................................ (3-

15)

Jumlah stage total dari pompa didapat dengan mengintegrasikan persamaan


diatas antara tekanan intake (P3) dan tekanan discharge (P2):
𝑝2 350 𝑝2 𝑣
∫𝑝1 𝑑 (𝑆𝑡) = (0.433𝑥𝑞𝑠𝑐𝑥ρfsc ) ∫𝑝3 ℎ(𝑣)
𝑑𝑃 .......................................... (3-

16)

Atau
808.3141 𝑝2 𝑣
𝑆(𝑡) = (𝑞𝑠𝑐𝑥ρfsc ) ∫𝑝3 𝑑𝑃 ........................................................... (3-
ℎ(𝑣)

17)

3.4.3. Brake Horse Power

Kurva kinerja pompa yang ditunjukkan dalam Gambar 3.10 menyatakan


horse power per stage yang didasarkan atas specific gravity fluida perhitungan.
Dengan demikian horse power dapat dinyatakan didalam persamaan :
HP = (hp per stage) x SGf x stage

Karena Parameter-parameter dipengaruhi oleh kapasitas V, yang berubah


antara intake dan tekanan discharge, persamanan diatas menjadi:

31
𝑑 (HP) = hp (V) x Ԏf (V) x 𝑑 (St) ................................................... (3-
18)

Dengan mensubtitusikan Persamaan (3-12) dan Persamaan (3-18) ke


persamaan diatas maka diperoleh persamaan :
1 ℎ𝑝(𝑉)
𝑑(𝐻𝑃) = (0.433 ) 𝑑𝑃 .................................................................. (3-
ℎ(𝑣)

19)

Total horse power (Hp) yang diperlukan, diperoleh dengan mengintegrasikan


persamaan diatas antara tekanan intake (P3) dan tekanan dicharge (P2):
𝑝2 1 ℎ𝑝(𝑉)
∫𝑝3 𝑑(𝐻𝑃) = (0.433 ) ℎ(𝑉)
𝑑𝑃 ........................................................... (3-

20)

atau
1 ℎ𝑝(𝑉)
(𝐻𝑃) = ( ) 𝑑𝑃 .................................................................... (3-
0.433 ℎ(𝑣)

21)

3.4.4. Kurva Intake Pompa

Peramalan kurvaintake pompa Electrical Submersible Pump


dipertimbangkan untuk dua hal yaitu :

 Memompa cairan

 Memompa cairan dan gas

Keduanya diasumsikan bahwa pompa diletakkan didasar sumur dan yang


tetap adalah tekanan wellhead dan ukuran tubing. Kasus kedua dianggap semua gas
dipompakan bersama-sama cairan. Variabel yang terpengaruh adalah jumlah stages
pompa. Peramalan kurva intake untuk pompa benam listrik adalah untuk kasus yang
kedua.

3.4.5. Pompa Benam Listrik Memompa Cairan

32
Karena cairan memiliki sedikit sifat kompresibilitas, volume cairan produksi
dapat dikatakan konstan dan sama hingga permukaan (qsc). Dengan demikian head
perstage akan konstan juga dari Persamaan (3-20) dapat diintegrasikan menjadi :
808,3141
𝑆𝑡 = ( ) (𝑃2 − 𝑃1) ................................................................ (3-
ℎ𝑥ρfsc

22)

Atau harga tekanan intake (P3) dapat ditulis :

ℎ𝑥𝜌𝑓𝑠𝑐
𝑃3 = P2 − ( 808.3141 ) 𝑆𝑡 ................................................................... (3-

23)

Sedangkan untuk Persamaan (3-21) bila diintegrasikan menjadi :

1 ℎ𝑝
𝐻𝑃 = (0.433 ) (𝑃2 − 𝑃3) ............................................................... (3-

24)

Dengan mensubtitusikan Persmaan (3-23) ke Persamaan (3-24) menjadi :

HP = hp x ρfsc x St ........................................................................... (3-


25)

3.4.6. Pompa Benam Listrik Memompa Cairan dan Gas


Gas memiliki sifat kompresibilitas yang tinggi, sehingga volume cairan V
yang dihasilkan berubah akibat perubahan tekanan dari tekanan intake (P2) sampai
tekanan discharge (P3). Faktor volume (VF) antara tekanan intake (P2) sampai
tekanan discharge (P3) didapat dari Persamaan (3-20) dan laju alir ditentukan
dengan Persamaan (3-25).

3.5. Dasar Perhitungan Electrical Submersible Pump

33
Pada prinsipnya perencanaan atau desain suatu unit pompa benam listrik untuk
sumur-sumur dengan WC tinggi adalah sama seperti perencanaan unit pompa
benam listrik biasa, dimana dengan maksimalnya laju produksi yang diinginkan
maka maksimal juga produksi air yang terproduksi. Kontrolnya dengan menghitung
laju kritis dimana besarnya laju produksi minyak yang diinginkan lebih besar dari
laju kritis sehingga terjadi water coning. Produksi tersebut terus dilakukan karena
masih bernilai ekonomis dan terjadinya water coning bersifat wajar untuk sumur-
sumur tua yang mempunyai water cut yang lebih besar dari 90%.

3.5.1. Perkiraan Laju Produksi Maksimum


Laju produksi suatu sumur yang diinginkan harus sesuai dengan
produktifitas sumur. Pada umumnya fluida yang mengalir dari formasi ke lubang
sumur lebih dari satu fasa. Seperti yang telah dijelaskan untuk aliran fluida dua fasa,
Vogel membuat grafik kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur
berdasarkan data uji produksi. Sedangkan untuk aliran tiga fasa, yaitu gas, minyak
dan air, maka dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang
sumur dapat menggunakan analisis regresi dari metode Pudjo Sukarno .

3.5.2. Pemilihan Ukuran Dan Tipe Pompa


Pada umumnya pemilihan tipe pompa didasarkan pada besarnya rate
produksi yang diharapkan pada rate pengangkatan yang sesuai dan ukuran casing
(Check clearances). Terproduksinya gas bersama-sama dengan cairan memberikan
pengaruh dalam pemilihan pompa, karena sifat kompresibilitas gas yang tinggi,
menyebabkan perbedaan volume fluida yang cukup besar antara intake pompa dan
discharge pompa. Hal ini akan mempengaruhi efisiensi pompa ESP itu sendiri.

3.5.3. Perkiraan Pump Setting Depth


Perkiraan pump setting depth merupakan suatu batasan umum untuk
menentukan letak kedalaman pompa dalam suatu sumur adalah bahwa pompa harus
ditenggelamkan didalam fluida sumur. Sebelum perhitungan perkiraan setting

34
depth dilakukan, terlebih dahulu diketahui parameter yang menentukannya, yaitu
Static Fluid Level (SFL) dan Working Fluid Level (WFL) dimana untuk
menentukannya digunakan alat sonolog atau dengan operasi wireline, bila sumur
tersebut tidak menggunakan packer.

3.5.4. Static Fluid Level


Static fluid level pada sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan),
sehingga tidak ada aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan tekanan
statik sumur. Sehingga kedalaman permukaan fluida di annulus (SFL, ft) adalah :
𝑃𝑠 𝑃𝑐
SFL = Dmidperf - (𝐺𝑓 + 𝐺𝑓 ) .................................................................. (3-

26)

3.5.5. Working Fluid Level


Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar q (bbl/D, dan
tekanan alir dasar sumur adalah Pwf (Psi), maka ketinggian (kedalaman bila diukur
dari permukaan) fluida di annulus adalah :
𝑃𝑤𝑓
WFL = Dmidperf - ( 𝐺𝑓 ) ....................................................................... (3-

27)
Dimana :
SFL = Statik Fuid Lefel, ft
WFL = Working Fluid Level, ft
Ps = Tekanan Statik sumur, psi
Pwf = Tekanan Alir dasar sumur, psi.
q = Rate produksi, B/D
D = Kedalaman sumur, ft
Pc = Tekanan di casing, psi
Gf = Gradient Fluida sumur, psi/ft

3.5.6. Suction Head (Tinggi Hisap)

35
Suction head adalah silinder atau torak yang semula berada dipermukaan
cairan (dalam bak) air akan naik mengikuti torak sampai pada mencapai ketinggian
Hs, dimana :
144 𝑥𝑃
Hs = ......................................................................................... (3-
𝜌

28)

Dimana:

Hs = suction head, ft

P = tekanan permukaan cairan, psi

Ρ = densittas fluida, lb/cuft D

3.5.7. Kavitasi Dan Net Positive Suction Head (NPHS)


Tekanan absolut pada cairan pada suatu titik didalam pompa berada dibawah
tekanan saturasi (Pb) pada temperatur cairan, maka gas semula terlarut dalam cairan
terbebaskan. Gelembung-gelembung gas ini akan mengalir bersamasama dengan
cairan sampai pada daerah yang memiliki tekanan tinggi akan dicapai dimana
gelembung tadi akan mengecil. Fenomena ini disebut sebagai kavitasi yang dapat
menurunkan efisiensi dan merusak pompa.
Kejadian ini berhubungan dengan kondisi penghisapan dan apabila kondisi
penghisapan berada diatas Pb, maka kavitasi tidak terjadi. Kondisi minimum yang
dikehendaki untuk mencegah kavitasi pada suatu pompa disebut Net Positive
Suction Head (NPHS). NPHS adalah tekanan absolut diatas tekanan saturasi yang
diperlukan untuk menggerakkan fluida masuk kedalam fluida.

3.5.8. Pump Setting Depth Minimum


Pump setting depth minimum merupakan keadaan yang diperlihatkan dalam
Gambar 3.11 B. Posisi minimum dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off,
oleh karena ketinggian fluida level diatas pompa relatif sangat kecil atau pendek
sehingga hanya gas yang akan dipompakan. Pada kondisi ini Pump Intake Pressure

36
(PIP) akan menjadi kecil. PIP mencapai dibawah harga Pb, maka akan terjadi
penurunan efisiensi volumetris dari pompa (disebabkan terbebasnya gas dari
larutan). PSD minimum dapat ditulis dengan persamaan :
𝑃𝑏 𝑃
PSDmin = WFL+ 𝐺𝑓 + ................................................................... (3-
𝐺𝑓

29)

3.5.9. Pump Setting Depth Maximum


Keadaan ini memungkinkan terjadinya overload, yaitu pengangkatan beban
kolom fluida yang terlalu berat. PSD maksimum dapat didefinisikan :
𝑃𝑏 𝑃𝑐
PSDmax = D - − ....................................................................... (3-
𝐺𝑓 𝐺𝑓

30)

Gf Gf
Gambar 3.11. Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur
(Brown, Kermit E., 1984)

3.5.10. Pump Setting Depth Optimum


Merupakan kedudukan yang diharapkan dalam perencanaan pompa benam
listrik seperti dalam Gambar 3.11 D (Pompa dalam keadaan optimum) menentukan
kedalaman yang optimum tadi (agar tidak terjadi pump-off dan overload serta

37
sesuai dengan kondisi rate yang dikehendaki), maka kapasitas pompa yang
digunakan harus disesuaikan dengan produktivitas sumur. Penentuan PSD optimum
ini dipengaruhi oleh terbuka dan tertutupnya casing head yang mana akan
mempengaruhi tekanan casing atatu tekanan yang bekerja pada permukaan dari
fluida di annulus. Kejadian ini mempengaruhi besarnya suction head pompa Untuk
casing head tertutup, maka :
𝑃𝐼𝑃−𝑃𝑐
Kedalaman pompa optimum = WFL + .................................... (3-
𝐺𝑓

31)

Untuk casing head terbuka, maka :


𝑃𝐼𝑃−𝑃𝑎𝑡𝑚
Kedalaman pompa optimum = WFL + ................................ (3-
𝐺𝑓

32)

3.5.11. Perhitungan Total Dynamic Head (TDH)

Untuk menghitung Total Dynamic Head fluida yang akan diangkat oleh
pompa, maka kita menggunakan langkah seperti dibawah ini:

1. Penentuan Gradien Fluida


𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝐹𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 (𝐺𝑓) = 𝑆𝐺𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑 𝑥 0.433 ................................. (3-
33)

2. Penentuan Pump Intake Pressure


𝑃𝑒𝑟𝑏. 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 = 𝑀𝑖𝑑 𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑃𝑆𝐷 ............................ (3-
34)
𝑃𝑒𝑟𝑏. 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑟𝑏. 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 − 𝐺𝑓 ............................... (3-
35)
𝑃𝑢𝑚𝑝 𝐼𝑛𝑡𝑎𝑘𝑒 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 (𝑃𝐼𝑃) = 𝑃𝑤𝑓 − 𝑃𝑒𝑟𝑏𝑒𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (3-
36)

3. Penentuan Vertical Lift (HD)


𝑃𝐼𝑃
𝐹𝑙𝑢𝑖𝑑 𝑂𝑣𝑒𝑟 𝑃𝑢𝑚𝑝 = ............................................................ (3-
𝐺𝑓

37)

38
𝑉𝑒𝑟𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑓𝑡 (HD) = 𝑃𝑢𝑚𝑝 𝑆𝑒𝑡𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ (𝑃𝑆𝐷) − 𝐹𝑂𝑃 .. (3-
38)
4. Penentuan Tubing Friction Lost (Hf)
100 1.85 𝑄𝑡 1.85
2.0830 𝑥 ( ) ( )
𝐶 34.3
𝐹𝑟𝑖𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 4.8655 ...................................... (3-
𝐼𝐷

39)

5. Penentuan Tubing Head (HT)

𝑃𝑤ℎ
𝑇𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑒𝑎𝑑 (𝐻𝑇) = ......................................................... (3-
𝐺𝑓

40)

6. Penentuan Total Dynamic Head (TDH)

TDH = HD + HF + HT ................................................................. (3-


41)

3.5.12. Perkiraan Jumlah Stage Pompa


Untuk menghitung jumlah tingkat pompa (stage), digunakan Total Dynamic
Head (TDH, ft) dibagi dengan harga head/stage yang didapatkan dari memplotkan
Q pada Kurva IPR.
𝑇𝐷𝐻
Jumlah Stage = 𝐻𝑒𝑎𝑑 /𝑆𝑡𝑎𝑔𝑒 ................................................................ (3-

42)
Setelah mendapatkan hasil jumlah stage dengan rumus di atas kemudian kita
memilih sate tandem pompa pada katalog pompa yang tersedia. Jika jumlah stage
hasil perhitungan tidak tersedia pada satu tandem pada katalog pompa maka pilihlah
jumlah stage yang terdekat lebih banyak dari jumlah stage hasil perhitungan. Dan
jika jumlah stage terlalu banyak dan tidak tersedia pada jumlah segitu dalam satu
tandem maka kita bisa memakai dua tandem pompa dengan konsekuensi harga lebih
mahal.

3.5.13. Pemilihan Motor Dan Horse Power

39
Brake Horse power adalah sebuah satuan penunjukan daya sebuah mesin
sebelum dikurangi oleh losses akibat desain sistem atau losses lainnya. HP yang
dibutuhkan pompa dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
HP required by pump = Jumlah Stage x HP / Stage .......................... (3-
43)

Harga HP/Stage didapatkan dari Kurva Pompa. Sedangkan untuk


menentukan HP yang dibutuhkan motor menggunakan rumus:
𝐻𝑃 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑏𝑦 𝑝𝑢𝑚𝑝
HP required by motor = ...................................... (3-
80%

44)
Setelah mendapatkan hasil HP yang dibutuhkan motor maka kemudian kita
melihat pada katalog motor. Sama seperti jumlah stage, jika tidak ada HP yang
tersedia pada satu motor maka gunakanlah HP terdekat yang lebih tinggi atau
gunakan dua motor.

3.5.14. Pemilihan Switchboard dan Transformer


Menentukan switchboard yang akan dipakai perlu diketahui terlebih dahulu
berapa besarnya voltage yang akan bekerja pada switchboard tersebut. Besarnya
tegangan yang bekerja dapat dihitung dari persamaan berikut ini :
Vs = Vm + Vc, Volt ......................................................................... (3-
45)
Vc = (L/100) x Voltage , Volt ........................................................... (3-
46)

Keterangan :
Vs = surface voltage, Volt
Vm = motor voltage, volt
Vc = correction voltage, volt
L = Panjang kabel, ft

Voltage drop = kehilangan voltage, volt/100

40
Menentukan besarnya tegangan transformer yang diperlukan dihitung
dengan persamaan berikut :
𝑉𝑠 𝑥 𝑙𝑚 𝑥 1,73
𝑇= , 𝐾𝑉𝐴 ..................................................................... (3-
1000

47)

Keterangan :
T = ukuran transformer, KVA
Vs = Surface voltage, volt
Im = Ampere motor, ampere

3.5.15. Sistem Variable Speed Drive


Pilih sistem variable kecepatan pompa submersible untuk operasi tambahan.
Contoh dalam frekuensi 56 Hz.
𝑁𝑒𝑤 𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦
New Rate = x 56 Hz Rate ........................................... (3-
56 𝐻𝑧

48)
𝑁𝑒𝑤 𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦
New Head = ( ) 2 x 56 Hz Head .................................. (3-
56 𝐻𝑧

49)
𝑁𝑒𝑤 𝐹𝑟𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑦
New BHP = ( ) 3 x 56 Hz BHP.................................... (3-
56 𝐻𝑧

50)

Dimana :
New Rate = laju alir dari frekuensi baru, BPD
New Head = head dari frekuensi baru, ft
New BHP = horsepower dari frekuensi baru, HP

41
BAB IV
ANALISA DAN PERHITUNGAN
4.1. Evaluasi Data Lapangan SW sumur HR-1
Adapun data yang terdapat dalam tabel memperlihatkan data yang akan diolah
menggunakan software:

Tabel 4.1 Data Properti Sumur HR-1


(PT. Pertamina Persero, 2019)
Profil Nilai Satuan
Nama Sumur HR-1
Tipe Sumur Directional
Kedalaman Sumur 7975 ft
Kedalaman Tubing 6442 ft
ID Tubing 2.992 Inch
OD Tubing 3.5 Inch
ID Casing 6.276 Inch
Temperature 280 °F

Data pada tabel 4.1 merupakan data property sumur HR-1. Data tersebut
merupakan data dari Januari 2000 – Januari 2015 dan data tersebut diambil dari PT.
Pertamina Persero pada Agustus 2019.

Tabel 4.2 Data Produksi Sumur HR-1


(PT. Pertamina Persero, 2019)
Profil Nilai Satuan
Pi 1857.56 Psia
Pb 1600 Psia
Water Cut 98.14 %
FBHP 232 Psig
Oil Gravity 35 API

42
Gas Gravity 0.8 sp.gravity
GOR 6422 Scf/stb

Data pada tabel 4.2 merupakan data produksi sumur HR-1. Data tersebut
merupakan data dari Januari 2000 – Januari 2015 dan data tersebut diambil dari PT.
Pertamina Persero pada Agustus 2019.

4.2. Flow Chart


Flow chart memperlihatkan alur pengerjaan dan pengolahan data yang
diperoleh dari lapangan SW. Untuk membuat analisa performa sumur diperlukan
modeling kondisi sumur saat ini, parameter yang ingin dilihat dari pemodelan ini
adalah laju alir dari sumur. Pemodelan dibuat dengan menggunakan software
produksi. Adapun alur pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan pada gambar 4.1.

4.3. Pemodelan Produksi Sumur HR-1


Sebelum dilakukan analisa performa sumur pada sumur HR-1 dengan
menggunakan software, perlu dilakukan modeling produksi. Maksud dari modeling
produksi adalah menguji data yang digunakan serta memodelkan secara teori dan
perhitungan dan akan diaplikasikan ke dalam software.
Berdasarkan data yang sudah divalidasi, penulis menggunakan data tersebut
untuk melakukan pemodelan. Penjabaran dari pemodelan tersebut adalah sebagai
berikut.

4.3.1. Pemodelan Kurva IPR Sumur HR-1


Berdasarkan data yang ada, maka akan dibuat kurva IPR sumur HR-1.
Metode yang digunakan adalah metode Vogel. Setelah diplot maka didapatkan
kurva IPR ditunjukkan pada gambar 4.2.

43
Gambar 4.1 Flow Chart

44
Gambar 4.2 Kurva IPR pada sumur HR-1

Dari hasil pemodelan kurva IPR sumur HR-1 didapatkan hasil laju alir
maksimum sebesar 6101.7 STB/day dan mendapatkan nilai PI sebesar 2.62
STB/day/psi.

45
Tabel 4.3. Tabel Data IPR Pressure

4.3.2. Pemodelan Kombinasi Kurva IPR dan OPR Sumur HR-1


Berikut adalah pemodelan antara kurva IPR dan OPR. Berdasarkan kurva
IPR dan OPR yang tidak berpotongan maka menunjukkan bahwa Sumur HR-1 tidak
dapat mengalir secara Natural Flow atau merupakan sumur yang tidak dapat
berproduksi secara alamiah. Dari grafik tersebut juga dapat dikatakan bahwa sumur
tersebut merupakan sumur mati atau dead well . Kurva IPR dan OPR ditunjukkan
pada gambar 4.3.

46
Gambar 4.3. Kurva IPR dan OPR Sumur HR-1

4.4. Desain Electrical Submersible Pump


Maka langkah mendesain ESP menggunakan software Prosper, yaitu:
1. Pilih artificial lift pada options summary dengan electrical submersible pump
2. Memasukkan equipment data yang tersedia berdasarkan data property sumur

Table 4.4. Data Downhole Equipment pada Sumur HR-1

3. Desain ESP dengan data berikut.

Tabel 4.5. Desain ESP pada Sumur HR-1


Pump depth (measured) 7583
Operating frequency 60
Maximum OD 4
Length of cable 7633

47
Gas separator efficiency 0
Design rate 3500
Water cut 91.61
Total GOR 1331
Top node pressure 0
Motor power safety margin 0
Pump wear factor 0
Pipe correlation Beggs and Brill
Tubing correlation Petroleum Expert 2
Gas deRating model None

Lakukan perhitungan pada software prosper dan didapatkan hasil berikut ini.

Gambar 4.4. Hasil Perhitungan Desain ESP HR-1


Selanjutnya plot hasil perhitungan tersebut dan lakukan analisa pada gas
separation sensitivity. Jika dunbar plot berada di atas garis merah maka tidak
diperlukan downhole gas separator.
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dunbar plot berada
dibawah garis merah sehingga perlu dilakukan pemasangan downhole gas
separator. Plot gas separation sensitivity ditunjukkan pada gambar berikut.

48
Gambar 4.5. Gas Separation Sensitivity pada Sumur HR-1
Setelah dianalisa bahwa perlu dilakukan pemasangan downhole gas separator,
maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu mendesain Electric
Submersible Pump dengan memilih jenis pompa, motor, dan kabel. Berikut hasil
dari desain Electrical Submersible Pump.

49
Gambar 4.6. Pemilihan Pompa, Motor dan Kabel pada Sumur HR-1
Setelah memilih pompa, motor dan kabel pada sumur HR-1, maka plot hasil
pemilihan pompa, motor dan kabel tersebut untuk melakukan perhitungan best
efficiency pada sumur HR-1. Hasil plot ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 4.7. Perhitungan Best Efficiency pada Sumur HR-1


Dari gambar diatas didapatkan bahwa titik merah berada dekat
dengan garis biru. Jika titik merah berada di atas garis merah maka akan
terjadi uptrush dan jika berada di bawah garis merah berarti terjadi
downtrush. Selanjutnya, cari best efficiency dari pompa.

50
Kemudian untuk mengetahui apakah desain Electrical Submersible Pump ini
berhasil atau tidak maka penulis mencoba membandingkan liquid rate dari kondisi
sumur tidak lagi dapat berproduksi dibandingkan dengan kondisi setelah dipasang
Electrical Submersible Pump.
Tabel 4.6. Data Properti Sumur Setelah Pemasangan ESP

Gambar 4.8. Kurva IPR dan OPR Setelah Pemasangan ESP

Tabel 4.7. Perbandingan Rate Production Kondisi Tidak berproduksi dengan Pemasangan
Pompa ESP
Tidak Berproduksi
ESP Satuan
(Dead Well)

51
Liquid Rate - 3280.5 STB/day
Gas Rate - 0.36634 Mscf/day
Oil Rate - 275.2 STB/day
Water Rate - 3005.3 STB/day

52
BAB V
PEMBAHASAN

Sumur HR-1 merupakan sumur yang berada di lapangan SW. Sumur HR-1
merupakan sumur sembur alam (Natural Flow) namun seiiring berjalannya waktu
sumur mengalami penurunan produksi hingga sumur tersebut tidak dapat lagi
berproduksi secara alamiah (Natural Flow) ataupun dikatakan sebagai dead well
sehingga perlu dilakukan optimasi produksi dengan perencanaan Artificial Lift.
Untuk membuat sumur HR-1 tetap berproduksi optimum dan dapat mengalirkan
fluida ke permukaan. Sumur HR-1 mulai berproduksi pada awal Jan tahun 2000
sampai dengan awal tahun 2015. Berdasarkan hasil pemilihan metode
pengangkatan buatan, metode yang tepat digunakan pada sumur HR-1 adalah
electrical submersible pump atau pompa benam.
Ada beberapa metode pengangkatan buatan yang dapat digunakan agar
fluida bisa naik ke permukaan. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu
dengan menggunakan pompa benam listrik (Electric Submersible Pump - ESP).
Metode pengangkatan fluida dengan ESP banyak digunakan karena sangat efektif
dan efisien untuk sumur yang mempunyai produktivitas indeks (PI) yang besar,
sumur yang dalam, serta untuk sumur- sumur miring. Dalam merancang pompa
ESP yang cocok untuk sumur minyak, diperlukan data yang akurat untuk membuat
kurva IPR yang menjadi dasar pertimbangan untuk perancangan pompa ESP.
Tujuan penelitian ini adalah merencanakan dan memilih pompa ESP
berdasarkan data produksi, konfigurasi sumur dan karakteristik fluida produksi
dengan menggunakan software produksi. Dari hasil tersebut diharapkan dapat
menentukan jenis dan ukuran pompa ESP yang sesuai untuk menghasilkan laju
produksi yang optimum.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis mengacu pada data yang sudah
tersedia. Dalam tahap perencanaanya pendesainan pompa ESP dilakukan dengan
menganalisa kurva IPR yang sesuai dengan karakteristik reservoirnya. Dengan
menggunakan software produksi dilakukan perencanaan pompa ESP dengan

53
menentukan efisiensi volumetrik dan efisiensi pompa dan mendapatkan laju
produksi serta kinerja pompa yang lebih optimum.
Melalui Tugas Akhir ini, penulis mencoba untuk mendesain pompa ESP
pada sumur HR untuk meningkatkan produktivitas suatu sumur yang ditandai
dengan meningkatnya efisiensi volumetris pompa dan laju produksi yang lebih
optimal. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka untuk meningkatkan harga
volumetris pompa yang telah menurun perlu dilakukan desain pompa, Pendekatan
yang dilakukan adalah menentukan besarnya efisiensi volumetris pompa sehingga
didapatkan laju produksi sumur yang optimum. Dan untuk para mahasiswa STT
Migas, melalui Tugas Akhir ini penulis mencoba membagi pengetahuan untuk
mendesain artificial lift ESP untuk optimasi produksi .
Lokasi penelitian terletak di Cekungan Jawa Timur Utara, secara fisiografi
yang terletak diantara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah.
Barat-Timur disebelah selatannya. Cekungan ini terdiri dari dua buah pegunungan
yang berjalan sejajar dengan arah Barat-Timur dan dipisahkan oleh suatu depresi
diantaranya.
Cekungan Jawa Timur merupakan zona pertemuan lempeng-lempeng.
Eurasian (Sunda Craton) dan Indo-Australian dan saat ini merupakan back-arc
basin. Belakangan ini, sebagian besar Cekungan Jawa Timur diinterpretasi terdiri
atas lempeng-lempeng mikro Gondwana. Cekungan ini disebelah Utara dibatasi
oleh Tinggian Paternosfer, sebelah Selatan oleh tinggian deretan gunung api aktif
Jawa Tengah-Timur, sebelah Barat oleh Karimun jawa Arch, dan sebelah Timur
oleh Cekungan (laut dalam) Lombok.
Lapangan “SW” ditemukan di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.
Lapangan “SW” ditemukan pada bulan January 2000 di Kabupaten Bojonegoro,
Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah dari Lapangan “SW” adalah 1.478 km2. Sumur
– sumur di Lapangan “SW” umumnya memiliki kedalaman rata-rata 7.000 – 8.000
ft TVD (9.000 – 10.000 ft MD). Reservoir di Lapangan “SW” adalah Limestone
dan lapangan ini memiliki kandungan H2S yang cukup tinggi.
Langkah awal yang dilakukan dalam melakukan analisa terhadap sumur HR-1
adalah dengan melakukan validasi data dan modeling IPR dan OPR sumur HR-1 .

54
Didapatkan data dari tekanan initial sebesar 1857.56 psia, temperature 280°F, GOR
sebesar 6422 scf/stb. Dengan menggunakan metode Vogel dihasilkan sebuah kurva
IPR dan didapatkan laju alir optimum atau AOF (Absolute Open Flow) sebesar
6101.7 STB/day dan PI sebesar 2.62 STB/day/psi.
Setelah dilakukan modeling pada sumur HR-1, kurva IPR dan OPR yang tidak
berpotongan maka menunjukkan bahwa Sumur HR-1 tidak dapat mengalir secara
Natural Flow atau merupakan sumur yang tidak dapat berproduksi secara alamiah.
Dari grafik tersebut juga dapat dikatakan bahwa sumur tersebut merupakan sumur
mati atau dead well .
Selanjutnya dilakukan perencanaa artificial lift Electrical Submersible Pump.
Pada sumur HR-1 yang merupakan sumur yang berada di on shore dan merupakan
sumur deviated hole serta mempunyai kedalaman 7975 ft, mempunyai GOR 6422
scf/stb serta mempertimbangkan ketersediaan gas, maka sesuai dengan kriteria
tersebut artificial lift yang paling tepat dipasang pada sumur ini yaitu Electrical
Submersible Pump.
Langkah awal dalam pengerjaan desainnya yaitu set Artificial Lift pada option
summary dengan Electrical Submersible Pump. Lalu memasukan data downhole
equipment : tubing inside diameter 2.99 inch, tubing inside roughness 0.0006 inch,
tubing outside diameter 0 inch, tubing outside roughness 0.0006 inch, casing inside
diameter 6.366 inch, casing inside roughness 0.0006 inch, rate multiplier 1.
Selanjutnya, setting pump depth sebesar 7583 ft, operating frequency 60 Hz,
maximum OD 4 inch, length of cable 7633 ft, design rate 3500 STB/day, water cut
91.61%, total GOR 1331 scf/STB, top node pressure 0 psig, motor power safety
margin 0%, pump wear factor 0 fraction, pipe correlation Beggs and Brill, tubing
correlation petroleum expert 2, dan gas derating model <none>. Selanjutnya,
calculate data tersebut sehingga diperoleh data pump intake pressure 1360.49 psig,
pump intake temperature 279.447°F, pump intake rate 4336.44 RB/day, free GOR
entering pump 694.314 scf/STB, pump discharge pressure psig, pump discharge
rate 4105.51 RB/day, total GOR above pump 1331 scf/STB, mass flow rate
1234961 lbm/day, total fluid gravity 0.83732, average downhole rate 4207.46
RB/day, head required 1430.39 feet, actual head required 1430.39 feet, fluid power

55
required 37.0531 hp, GLR pump intake (V/V) 0.1285 fraction, gas fraction
0.11387 @ pump intake 0.74545 fraction, Bo @ pump intake 1.29589 RB/STB, Bg
@ pump intake 0.013599 ft3/scf, dan average cable temperature 238.061°F.
Selanjutnya pilih menu sensitivity untuk melihat plot gas separation
sensitivity. Analisa plot gas separation sensitivity tersebut dengan melihat dunbar
plot. Jika dunbar plot berada di atas dunbar line (garis merah) maka hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak perlu dilakukan pemasangan downhole equipment gas
separator. Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dunbar plot berada
dibawah garis merah sehingga perlu dilakukan pemasangan downhole gas
separator.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan desain Electric Submersible Pump. Pilih
jenis pompa dengan menyesuaikan production rate pompa dengan production rate
yaitu 1596.1 STB/day. Sehingga pompa yang sesuai dengan production rate
tersebut yaitu pompa REDA D2400N 4 inches (1500-3200 RB/day), motor
Centrilift 450 102HP 165V 58A, kabel aluminium 0.33 (volts/1000ft) 95(amps).
Dengan hasil number of stages 212, power required 91.8926 hp, pump efficiency
69%, pump outlet temperature 270.227 °F, current used 55.0677 amps, surface
KVA 124.387 , motor efficiency 79.158%, power generated 91.8926 hp, motor
speed 3442.37 rpm, voltage drop along cable 139.121 volts, voltage required at
surface 854.04 volts, torque on shaft 80.2884.
Selanjutnya, plot hasil pemilihan pompa tersebut kemudian lakukan analisa
best efficiency pada pompa tersebut. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa pompa
tersebut tidak melebihi batas minimum dan maksimum dari operating rate pompa
tersebut.
Kemudian untuk mengetahui apakah desain Electrical Submersible Pump ini
berhasil atau tidak, maka penulis mencoba membandingkan liquid rate dari kondisi
sumur tidak berproduksi (dead well) dibandingkan dengan kondisi setelah dipasang
Electrical Submersible Pump.
Dari hasil perbandingan yang didapatkan bahwa liquid rate setelah
pemasangan Electrical Submersible Pump dapat menghasilkan liquid rate yang
optimum . sebelum dilakukan pemasangan ESP sumur HR-1 tidak dapat

56
berproduksi secara natural flow dan liquid rate nya tidak dapat diketahui namun
setelah dilakukan perencanaan desain pemasangan ESP liquid rate sebesar 1596.1
STB/day.

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Beggs, Dale H., "Production Optimization Using Nodal


Analysis", Oil and Gas Consultant International Inc., Tulsa
Oklahoma, 1991.
2. Brown, E., Kermit, "The Technology of Artificial Lift Methods,
Volume I - Division Penn Well Publishing Co., Tulsa,
Oklahoma, 1984.
3. Brown, E., Kermit, "The Technology of Artificial Lift Methods,
Volume IIa - Division Penn Well Publishing Co., Tulsa,
Oklahoma, 1984.
4. Brown, E., Kermit, "The Technology of Artificial Lift Methods,
Volume IIB - Division Penn Well Publishing Co., Tulsa,
Oklahoma, 1984.
5. Brown, E., Kermit, "The Technology of Artificial Lift Methods,
Volume IV - Division Penn Well Publishing Co., Tulsa,
Oklahoma, 1984.
6. Collins, R., Dr.Eugene, "Petroleum Production Engineering”,
International Petroleum Consulting Services., 1983.
7. Tarek, Ahmad, “Reservoir Engineering Handbook Thurd
Edition”, 2006.
8. “..................”, Data Lapangan dan Sumur , PT. Pertamina
Upstream Tecnology Center , September 2019.

58

Anda mungkin juga menyukai