atau di koran dan majalah, kita tahu bahwa di Jakarta dikenal yang namanya "rumah gerobak" dan "rumah kardus". Yang dimaksud rumah gerobak adalah gerobak ukuran 1 x 3 meter, dipakai untuk tempat tinggal. Di situ sebuah keluarga, suami-istri dan anak anak tinggal jika malam hari. Kalau siang hari gerobak itu biasanya dipakai untuk mencari barang-barang bekas. Ya, biasanya pemilik rumah gerobak adalah mereka yang berprofesi sebagai pemulung. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tidur empet-empetan di dalam gerobak seperti itu. Kalau Bapak, Ibu dan Saudara-Saudari mau merasakan, ya silakan pinjam gerobak sampah atau gerobak barang, lalu tidur disitu (biarkan umat tersenyum atau tertawa). Kondisi rumah kardus tidak jauh berbeda dibanding rumah gerobak. Rumah kardus dibangun benar-benar dari kardus bekas. Biasanya terletak di sudut-sudut tempat yang kumuh, di tanah yang dianggap tidak bertuan. Ukurannya pun kurang lebih sama: 2x4 meter. Ruang seluas itu dipakai untuk tidur, menaruh barang-barang rumah tangga, menerima tamu, dan aktivitas lain. Jadi yang membedakan antara keduanya, kalau rumah gerobak berpindah-pindah, sedang rumah kardus menetap, kecuali jika kena gusur, baru mereka cari tempat kosong dan mendirikan lagi rumahnya di situ. Kita semua yakin, tidak seorang pun pernah bermimpi atau bercita-cita tinggal di rumah seperti itu. Adakah Bapak, Ibu dan Saudara-Saudari yang ingin tinggal di tempat seperti itu? (biarkan umat saling menyeletuk atau menjawab sekenanya),Semua pasti ingin tempat tinggal yang nyaman dan aman. Tidak perlu mewah. Syukur, kalau mampu membeli. Namun, yang penting rumah itu mampu melindungi penghuninya dari panas dan hujan, bisa menerima tamu dengan nyaman, dan beraktivitas secara nyaman pula. Banyak orang yang bermimpi menjadikan rumahnya ibarat surga mini. Rumahku adalah surgaku. Rumahku adalah istanaku. Jika di dunia ini kita butuh tempat tinggal yang layak, setelah mati jiwa kita pun juga butuh tempat tinggal yang layak pula. Kita tidak ingin tinggal di jembatan, di pohon asem, pohon beringin, atau rumah kosong yang lembap. Kita tidak ingin jadi roh halus yang gentayangan dan menakut-nakuti orang.
Betapa bahagianya kita karena tempat yang layak
dan nyaman itu sudah disediakan Oleh Tuhan Yesus. Dia yang pergi mendahului kita, meyakinkan kepada kita bahwa di rumah Bapa banyak tempat tinggal. Kita tidak usah khawatir kehabisan kaveling. Tidak usah buru- buru pesan atau inden.
Kita pasti sampai di sana, di rumah Bapa yang
nyaman, asal kita lewat di jalan yang benar, yakni Tuhan Yesus. Hanya Dialah yang berani mengatakan, "Akulah Jalan dan Kebenaran dan hidup."
Kita patut bersyukur bahwa Saudara/ri ... (sebut
namanya) yang malam ini kita kenang 7 hari dipanggil Bapa, telah melewati jalan itu. Saudara kita ini tidak akan tersesat karena semasa hidupnya sudah mengenal DIA. Dia pulalah yang akan menuntun Saudara kita menuju ke Rumah Bapa yang abadi. Keyakinan itu adalah buah iman. Kita tidak usah membuktikan dengan bukti bukti fisik, seperti WA, foto selfi bahwa Saudara kita telah sampai disana. Jikapun belum, percayalah bahwa suatu saat nanti, pasti sampai kerumah Bapa. Bersama Yesus, di dalam Yesus, melalui Yesus, dan dalam terang Roh Kudus, kita menuju ke rumah Bapa. Amin.