memiliki kecakapan dan kelebihan di suatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Henry Pratt Fairchild dalam (Kartini Kartono, 1994: 33), berpendapat bahwa pemimpin ialah seseorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial, mengatur, mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol usaha atau upaya orang lain melalui prestise, kekuasaan, dan posisi. Bisa dikatakan pemimpin adalah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptensi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan, dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama (Panji Anogara : 23) Henry Pratt Fairchild, Winardi (1990:32) pemimpin pemimpin dapat dibedakan terdiri dari pemimpin formal dalam dua pengertian, yaitu: (formal leader) dan pemimpin Pemimpin dalam pengertian informal (informal leader). Yang yang luas, yakni seseorang yang dimaksud dengan pemimpin memimpin dengan cara formal adalah seseorang yang mengambil inisiatif, tingkah oleh organisasi tertentu (swasta laku masyarakat secara atau pemerintah) ditunjuk mengarahkan, mengorganisir, berdasarkan surat-surat atau mengawasi usaha-usaha keputusan pengangkatan dari orang lain baik atas dasar organisasi yang bersangkutan prestise, kekuasaan, ataupun untuk memangku jabatan dalam kedudukan. struktur organisasi yang ada Pemimpin dalam pengertian dengan segala hak dan yang sempit, yaitu seseorang kewajiban yang berkaitan yang memimpin dengan alat- dengannya untuk mencapai alat yang meyakinkan, sehingga sasaran-sasaran organisasi para pengikutnya menerimanya tersebut yang telah ditetapkan dengan sukarela sejak semula. “Leadership is the process of influencing the activities of an organized group toward goal achievement” pernyataan ini disampaikan dalam (Rauch & Behling, 1994 : 46), bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. Dalam definisi yang lain, fokus perhatian bukan terletak kepada proses, akan tetapi lebih kepada perilaku individu. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang diinginkan bersama. “Leadership is the behaviour of an individual when he is directing the activities of a group toward a shared goal.” (Hemhil and Coons, 1957: 7) James AF Stoner dalam Manajemen mengatakan “kepemimpinan adalah kemampuan mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya menggunakan orang lain untuk melaksanakan tugas tertentu dengan menciptakan suasana yang tepat membantu bawahannya bekerja sebaik mungkin”. Winardi (1990:32) berpendapat kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Bagi Siagian (1986:12) kepemimpinan adalah keterampilan dan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya lebih tinggi maupun lebih rendah daripadanya dalam kemampuan berfikir dan bertindak agar perilaku yang semula mungkin bersifat individu dan mementingkan ego berubah menjadi perilaku organisasional. Stephen P. Robins dalam (Nawawi, 2006 : 20) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan M. Josephson, Ijeng Wiraputera (1976) dalam (Soetopo, 2010 : 213) sebagai berikut: Kepemimpinan merupakan hasil interaksi antar individu dalam kelompok, bukan sesuatu yang timbul dari status atau kedudukan seseorang. Status dapat meningkatkan atau merusak efektifitas sikap kepemimpinan. Semua anggota mempunyai potensi untuk memimpin dan memperlihatkan sikap kepemimpinan Seseorang yang berhasil menjadi pemimpin dalam suatu situasi, belum tentu demikian halnya dalam situasi yang lain. Dengan demikian, kepemimpinan berarti bisa beralih dari suatu situasi ke situasi. Efektifitas sikap kepemimpinan diukur dari tujuan, produktifitas dalam mencapai tujuan itu dan solidaritas pembinaan kelompok. Griffin (2000) dalam (Sule dan Saefullah, 2009 : 255) adakalanya dipahami sebagai proses, dan di kesempatan yang lain dipahami sebagai atribut. Pemahaman kepemimpinan sebagai proses maksudnya adalah kepemimpinan terpusat pada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Sedangkan pemahaman kepemimpinan sebagai atribut yang dikehendaki adalah kumpulan karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Pada dasarnya, dengan mengacu kepada karakteristik kepemimpinan sebagai atribut, maka keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin itu. Abu Ahmadi (2007 :122-123). Ahmadi menyebutkan beberapa sifat pemimpin, antara lain: Cakap, bukan hanya mempunyai keahlian (skill), atau kepandaian teknik (technical mastery) dalam suatu bidang tertentu, tetapi juga mesti memiliki ketajaman pikir yang kritis dan rasional. Kepercayaan, memiliki keyakinan yang kuat, percaya terhadap kebenaran tujuannya, percaya kepada kemampuan dirinya, sekaligus mendapat kepercayaan dari pengikutnya. Tanggung jawab, kesewenang-wenangan akan mudah terjadi jika seorang pemimpin tidak memiliki sifat ini. Berani, pemimpin yang baik berani berdasarkan perhitungan dan kebenaran tindakannya, tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan, dan memahami konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Tangkas dan ulet, cepat bertindak mencari solusi masalah, dan jika mengalami kegagalan, bangkit dan berupaya kembali dengan penuh kesabaran menuju keberhasilan. Memiliki visi yang jauh ke depan, terutama dalam merumuskan taktik dan strategi. Keith Davis (1972) dalam (Nawawi, 2006: 77-78) menyatakan empat karakteristik utama pemimpin, yaitu: Cerdas, untuk mengefektifkan organisasi dalam mencapai tujuannya, pemimpin harus lebih cerdas dari para pengikutnya. Matang, kematangan yang ditunjukkan dengan kepercayaan diri yang tinggi, pandangan yang luas, dan kematangan emosi, dibutuhkan seorang pemimpin untuk dapat mengendalikan situasi. Motivasi, dorongan kuat dari dalam diri seorang pemimpin untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan dalam tindakannya. Menjaga hubungan baik, karena peran serta dan dukugan orang lain amat dibutuhkan oleh seorang pemimpin, maka hubungan baik yang manusiawi merupakan hal penting dalam memahami orang lain dan berorientasi pada kebutuhan bawahan. Sebagaimana diungkapkan Thoha (2010), gaya kepemimpinan otokratik adalah gaya kepemimpinan yang didasarkan kepada kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. Menurut Sudarwan Danim (2004 : 75), gaya kepemimpinan otokratik mempunyai ciri-ciri,antara lain: Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pemimpin. Bawahan, oleh pemimpin hanya dianggap sebagai pelaksana dan tidak diberikan kesempatan memberikan ide-ide baru. Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras, dan tak mengenal lelah. Menentukan kebijakan sendiri, dan kalaupun bermusyawarah sifatnya hanya penawar saja. Memiliki kepercayaan yang rendah terhadap bawahan, dan jikalau kepercayaan diberikan,tetap saja dalam dirinya tidak ada kepercayaan. Komunikasi dilakukan hanya satu arah dan tertutup. Korektif, dan meminta penyelesaian tugas pada waktu sekarang Menurut Danim (2004), kepemimpinan demokratik timbul dari asumsi bahwa tujuan-tujuan bermutu dapat tercapai hanya dengan kekuatan kelompok, sedangkan thoha (2010 : 50) berpendapat kepemimpinan demokratik berkaitan degan kekuatan personal seorang pemimpin yang sekaligus mendapat dukungan para pengikutnya. Danim (2004 : 76), menuturkan ciri-ciri pemimpin demokratik sebagai berikut: Beban kerja organisasi meenjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi itu. Bawahan, oleh pemimpin dianggap sebagai komponen pelaksana secara integral harus diberi tugas dan tanggung jawab. Disiplin, akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama Teori Genetis, berdasarkan gen, yang dibawa sejak lahir, seorang pemimpin memang berbakat dan ditakdirkan menjadi pemimpin Teori sosial, pengalaman dan pendidikan yang memadai, menjadi bekal seseorang menjadi pemimpin Teori ekologis, penyatuan antara gen, bakat yang dibawa semenjak lahir untuk menjadi pemimpin, didukung dengan pendidikan dan pengalaman. Konsep dasar pemimpin dan kepemimpinan, jika kita merujuk kepada Grand Theory pendidikan, maka tak bisa lepas dari teori empirisme, nativisme, dan konvergensi. Begitupula dengan pemimpin dan kepemimpinan, baik dari aspek definitif, kategoris, karakteristik, maupun teori-teori lahirnya pemimpin dan kepemimpinan, semuanya boleh dikatakan berhubungan erat dan atau bahkan simetris dengan teori besar atau teori utama pendidikan tersebut.