Anda di halaman 1dari 94

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 570

Bidang Fokus : Man. Pariwisata

LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA INTERNAL
UNIVERSITAS HALU OLEO

PERAN MEMORABLE TOURIST EXPERIENCE DALAM


MENINGKATKAN DESTINATION IMAGE DAN DESTINATION
LOYALTY PADA WISATA PULAU LABENGKI DI KABUPATEN
KONAWE UTARA

OLEH

Dr. Nursaban Rommy Suleman, SE.,MSi (Ketua / 0010017501)


Prof. Dr. H. Samdin, SE., M.Si (Anggota / 0001016114)
Dr. Endro Sukotjo, SE., M.Si (Anggota / 0029016208)
Dr. La Hatani, SE.,MM (Anggota / 0009127404)
Dr. Laode Asfahyadin Aliddin, SE.,MM (Anggota / 0018047406)

UNIVERSITAS HALU OLEO


TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Peran Memorable Tourist Experience
Dalam Meningkatkan Destination Image
Dan Destination Loyalty Pada Wisata Pulau
Labengki Di Kabupaten Konawe Utara
Kode Rumpun Ilmu : 570
Bidang Unggulan Perguruan Tinggi : Ilmu Manajemen
Topik Unggulan : Manajemen Pariwisata
Ketua Tim
a. Nama : Dr. Nursaban Rommy Suleman, SE.,M.Si
b. NIDN : 0010017501
c. Jabatan/Golongan : Lektor / IIIC
d. Program Studi : Ilmu Manajemen
e. Perguruan Tinggi : Universitas Halu Oleo
f. Bidang Keahlian : Manejemen Pemasaran
g. Alamat Kantor : Kampus Bumi Tridharma Univ. Halu Oleo
Anduonohu, Kendari
Anggota Peneliti 1
a. Nama : Prof. Dr. H. Samdin, SE.,M.Si
b. NIDN : 0001016114
c. Fakultas : FEB
Anggota Peneliti 2
a. Nama : Dr. Endro Sukotjo, SE.,M.Si
b. NIDN : 0029016208
c. Fakultas : FEB
Anggota Peneliti 3
a. Nama : Dr. La Hatani, SE.,MM
b. NIDN : 0009127404
c. Fakultas : FEB
Anggota Peneliti 4
a. Nama : Dr. Laode Asfahyadin Aliddin, SE.,MM
b. NIDN : 0018047406
c. Fakultas : FEB

Lama Penelitian : 4 Bulan


Usulan tahun Ke :1
Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp. 40.000.000,00
Biaya Penelitian:
- Diusulkan ke LPPM : Rp. 40.000.000,00
- Dari Institusi Lain :-

ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian : Peran Memorable Tourist Experience Dalam


Meningkatkan Destination Image Dan Destination
Loyalty Pada Wisata Pulau Labengki Di Kabupaten
Konawe Utara

2. Tim Peneliti
No Nama Jabatan Bidang Fakultas Alokasi
Keahlian Asal Waktu
(Jam/Minggu)
1 Dr. Nursaban Rommy Ketua Manajemen FEB 20.00
Suleman, SE.,M.Si Pemasaran
2 Prof. Dr. H. Samdin, Anggota Manajemen FEB 7.00
SE.,M.Si 1 SDM
3 Dr. Endro Sukotjo, Anggota Manajemen FEB 7.00
SE.,M.Si 2 Pemasaran
4 Dr. La Hatani, SE.,MM Anggota Manajemen FEB 7.00
3 Operasional
5 Dr. Laode Asfahyadin Anggota Manajemen FEB 7.00
Aliddin, SE.,MM 4 SDM

3. Objek Penelitian : Mengkaji Peran Memorable Tourist Experience


Dalam Meningkatkan Destination Image Dan
Destination Loyalty Pada Wisata Pulau Labengki Di
Kabupaten Konawe Utara
4. Masa Pelaksanaan :
Mulai tahun : September 2023
Selesai Tahun : November 2023
5. Usulan Biaya LPPM sebesar Rp. 40.000.000,
6. Lokasi Penelitian : Pulau Labengki Kab. Konawe Utara
7. Instansi yang terlibat : BPS, Dispar Provinsi Sultra, Dispar Kab. Konut
8. Temuan yang Ditargetkan : metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desriptif Quantitative, guna menjabarkan secara jelas terkait
peningkatan loyalitas pada pengunjung di objek wisata pulau Labengki.
9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu :
10. Kontribusi pada pencapaian Renstra UHO :
11. Jurnal Ilmiah yang Menjadi Sasaran : American Journal of Humanities and
Social Sciences Research (AJHSSR) (Copernicus)
12. Rencana luaran HKI, buku, purwarupa, rekayasa sosial atau luaran lainnya
yang ditargetkan, tahun rencana perolehan atau penyelesaiannya: Penerapan
Model

iv
ABSTRAK

Pariwisata memiliki memiliki krusial dalam perkembangan ekonomi dan


budaya suatu Negara. Dalam konteks pariwisata berkelanjutan dan SDGs di
Indonesia, pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mempromosikan
praktik pariwisata berkelanjutan dan mendukung pencapaian SDGs di sektor
pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menguji pengaruh destination
image terhadap memorable tourist experience, 2) menguji pengaruh destination
image terhadap destination loyalty, 3) menguji pengaruh memorable tourist
experience terhadap destination loyalty, 4) menguji pengaruh destination image
terhadap destination loyalty melalui memorable tourist experience. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksplanatori, Populasi dalam penelitian ini adalah
wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Labengki Kabupaten Konawe Utara.
Alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1) Pulau Labengki berhasil mencapai keberhasilan dalam
membangun citra destinasi yang positif, memberikan pengalaman wisata yang
diingat, dan mendapatkan loyalitas dari pengunjung. 2) destination image
berpengaruh positif dan signifikan terhadap memorable tourist experience, 3)
destination image berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap destination
loyalty, 4) memorable tourist experience berpengaruh positif dan signifikan
terhadap destination loyalty, 5) destination image berpengaruh positif dan
signifikan terhadap destination loyalty melalui memorable tourist experience.

Kata Kunci : Destination image, memorable tourist experience, destination


loyalty, Pulau Labengki

v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL. .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN. ....................................................................... ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM ........................................................... iv
RINGKASAN ................................................................................................. v
DAFTAR ISI. .................................................................................................. vi
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 9
BAB 2 RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN UNIVERSITAS
HALU OLEO .................................................................................. 11
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12
3.1 Penelitian Terdahulu .................................................................. 12
3.2 Landasan Teori .......................................................................... 22
3.3 Destination Image ...................................................................... 23
3.4 Memorable Tourist Experiwnce ................................................ 36
3.5 Destination Loyalty ................................................................... 41
3.6 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 49
BAB 4. METODE PENELITIAN.................................................................... 50
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 50
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 51
4.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 51
4.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 52
4.5 Metode Pengumpulan data ......................................................... 53
4.6 Skala Pengukuran Data ............................................................... 53
4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 54
4.8 Metode Analisis Data.................................................................. 55

BAB 5. HASIL DAN LUARAN PENELITIAN .......................................... 56


5.1 Hasil Penelitian .......................................................................... 56
5.2 Luaran Penelitian ....................................................................... 75

BAB 6. KESIMPULAN ................................................................................... 76


DAFTAR PUSTAKA

vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata memiliki peranan yang krusial dalam perkembangan ekonomi
dan budaya suatu negara. Setiap tahunnya, kontribusi sektor pariwisata terhadap
pembangunan, baik di tingkat nasional maupun internasional, terus mengalami
peningkatan yang signifikan. Hal ini telah menjadikan pariwisata sebagai sektor
yang semakin strategis dan tak dapat diabaikan. Meski demikian, potensi sektor
pariwisata masih bisa ditingkatkan lebih lanjut melalui optimalisasi perencanaan
dan tata kelola dari berbagai pihak yang terlibat di dalamnya.
Tren perkembangan juga berlaku dalam skala global, dengan industri
pariwisata internasional terus berkembang dari waktu ke waktu. Pariwisata
memiliki keterkaitan erat dengan wisatawan, sebagaimana dijelaskan oleh Kotler,
Bowen, dan Makens (2010:504), di mana pemasaran pariwisata berfokus pada
bagaimana mengundang dan memikat wisatawan untuk mengunjungi suatu
destinasi.
Secara umum, manajemen pemasaran dalam konteks pariwisata diartikan
sebagai kombinasi antara seni dan ilmu dalam memilih pasar sasaran, serta
mengembangkan strategi untuk mendapatkan, mempertahankan, dan
meningkatkan jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan
komunikasi nilai yang unggul kepada para pelanggan (Kotler dan Keller,
2012:143). Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah, industri pariwisata, dan
semua pemangku kepentingan terlibat untuk bersinergi dalam merumuskan
strategi pemasaran yang efektif, memperhatikan aspek-aspek seperti branding
destinasi, promosi atraksi budaya, pengembangan infrastruktur yang mendukung,
serta pengelolaan pengalaman wisatawan secara menyeluruh. Dengan
menggabungkan keahlian dalam pemasaran dan pemahaman mendalam tentang
budaya serta daya tarik wisata suatu daerah, potensi pariwisata dapat
dimaksimalkan untuk memberikan dampak positif yang lebih besar bagi
perkembangan ekonomi dan pelestarian warisan budaya suatu negara.

1
Produk destinasi wisata pada umumnya telah diakui sebagai produk jasa
yang memiliki banyak aspek yang dapat dikembangkan, termasuk pengalaman,
kejadian, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, dan ide (Kotler dan
Keller, 2012:153). Teori pemasaran mengemukakan bahwa loyalitas terhadap
destinasi, dari sudut pandang universal, dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Murphy, Pritchard, dan Smith (2000) menggambarkan Destination Image
sebagai sejumlah nilai asosiasi dan informasi yang terkait dengan suatu destinasi.
Ini melibatkan berbagai komponen destinasi dan persepsi pribadi terhadapnya.
Penelitian ini konsisten dengan pandangan Ahmed et al. (2006: 59) yang
menjelaskan bahwa pandangan atau persepsi wisatawan terhadap suatu destinasi,
sumber daya pariwisata, layanan wisata, keramahan tuan rumah, norma sosial dan
budaya, serta peraturan yang berlaku, memengaruhi perilaku konsumen mereka.
Kim et al. (2012) menjelaskan bahwa pengalaman pariwisata yang
dikenang dan dikenangkan secara positif setelah peristiwa tersebut berlangsung
adalah kunci dalam membentuk loyalitas terhadap destinasi. Definisi pengalaman
menurut Schmitt dan Rogers (2008:114) menyatakan bahwa ini adalah tanggapan
pribadi terhadap rangsangan tertentu, termasuk upaya pemasaran sebelum dan
setelah pembelian. Menurut Prebensen et al. (2018: 88), pengalaman pariwisata
mencakup serangkaian kesan fisik, emosional, spiritual, dan/atau intelektual yang
dirasakan oleh wisatawan secara subyektif sepanjang perjalanan mereka. Dapat
disimpulkan bahwa citra destinasi yang positif mempengaruhi pengalaman
pariwisata yang dikenang dan dirasakan secara positif oleh wisatawan.
Pengalaman inilah yang pada akhirnya berkontribusi pada loyalitas terhadap
destinasi. Oleh karena itu, pengembangan destinasi wisata yang berhasil harus
memperhatikan citra destinasi yang dihasilkan, pengalaman positif yang diberikan
kepada wisatawan, serta berbagai faktor lainnya yang dapat memengaruhi
persepsi dan perilaku konsumen dalam konteks pariwisata.
Dalam konteks pariwisata berkelanjutan dan SDGs di Indonesia,
pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mempromosikan praktik
pariwisata berkelanjutan dan mendukung pencapaian SDGs di sektor pariwisata.
Pemerintah telah membuat berbagai program untuk mempromosikan pariwisata

2
berkelanjutan, seperti destinasi pariwisata berkelanjutan dan inisiatif pariwisata
desa. Program-program ini bertujuan untuk memberikan pengalaman unik dan
otentik kepada para wisatawan yang menampilkan budaya dan lingkungan
setempat
Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
termasuk di sektor pariwisata. Berikut ini adalah beberapa poin penting yang
terkait dengan SDGs dalam industri pariwisata di Indonesia:
1) Pertumbuhan ekonomi: Pariwisata berkelanjutan dapat berkontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia.
Pengembangan destinasi pariwisata berkelanjutan dan inisiatif pariwisata desa
dapat menciptakan peluang kerja dan mendorong pembangunan ekonomi
local.
2) Perlindungan lingkungan: Praktik pariwisata berkelanjutan dapat membantu
melindungi lingkungan dan sumber daya alam di Indonesia. Pemerintah telah
menetapkan berbagai program untuk mempromosikan pariwisata
berkelanjutan, seperti destinasi pariwisata berkelanjutan dan inisiatif
pariwisata desa. Program-program ini bertujuan untuk mempromosikan
praktik pariwisata berkelanjutan yang meminimalkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
3) Pembangunan sosial: Pariwisata berkelanjutan dapat berkontribusi pada
pembangunan dan pemberdayaan sosial di Indonesia. Pemerintah telah
mengidentifikasi pariwisata desa sebagai kontributor potensial bagi pemulihan
ekonomi negara dan telah mengembangkan strategi untuk mendukung
pengembangan desa wisata berkelanjutan. Upaya ini bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat lokal dan mempromosikan keterlibatan mereka
dalam industri pariwisata.
4) Kesetaraan gender: Pariwisata berkelanjutan dapat mendorong kesetaraan
gender di Indonesia. Perempuan dapat memperoleh manfaat dari peluang kerja
di industri pariwisata, terutama di daerah pedesaan di mana mereka mungkin
memiliki pilihan pekerjaan yang terbatas. Praktik pariwisata berkelanjutan

3
juga dapat membantu mempromosikan kesetaraan gender dengan memberikan
kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam industri
pariwisata.
Baik pemerintah maupun masyarakat dapat mengambil inisiatif untuk
mempromosikan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Berikut adalah beberapa
inisiatif yang dapat diambil:
1. Mengembangkan destinasi pariwisata berkelanjutan dan inisiatif desa wisata
yang mempromosikan praktik pariwisata berkelanjutan dan meminimalkan
dampak negatif terhadap lingkungan
2. Mendorong penggunaan produk dan jasa yang ramah lingkungan dalam
industri pariwisata, seperti program pengelolaan limbah dan daur ulang.
3. Mempromosikan pariwisata budaya yang melestarikan budaya dan warisan
lokal di Indonesia.
4. Memberdayakan masyarakat lokal dengan memberikan kesempatan kerja dan
mendorong keterlibatan mereka dalam industri pariwisata. Pengembangan
desa wisata berkelanjutan juga dapat mempromosikan pariwisata berbasis
komunitas dan memberdayakan masyarakat local
5. Mengedukasi wisatawan dan masyarakat lokal tentang praktik pariwisata
berkelanjutan dan pentingnya melestarikan lingkungan dan sumber daya alam.
6. Mendorong penggunaan sumber energi terbarukan dalam industri pariwisata
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Pulau Labengki merupakan salah satu pulau terbaik di Sulawesi Tenggara
dengan pemandangan alamnya yang begitu memukau. Pulau ini menjadi salah
satu tujuan wisata terbaik saat mengunjungi Sulawesi Tenggara. Pulau Labengki
sendiri terdiri dari beberapa pulau yang diantaranya pulau lebengki besar, pulau
labengki kecil, dan pulau pulau kecil. Labengki besar merupakan pulau terbesar di
Kawasan Taman wisata alam laut teluk lasolo dibandingkan dengan Pulau
lainnya.
Secara administratif, Labengki berada di Desa Labengki, Kecamatan
Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara. Labengki memiliki banyak
spot landscape yang tidak kalah dengan destinasi lainnya di Indonesia. Sebut saja

4
teluk cinta, miniatur raja ampat, laguna, gua kolam, pasir panjang dan masih
banyak lagi spot lainnya. Laut di sekitar pulau ini memiliki beberapa tempat yang
populer untuk scuba diving dan snorkeling.
Pulau Labengki menjadi destinasi pariwisata yang berkelanjutan di
Indonesia, hal ini tidak terlepas bahwa pulau Labengki telah mengembangkan
program destinasi pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk meminimalkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan mempromosikan praktik pariwisata yang
bertanggung jawab, pulau Labengki dikenal karena keindahan alamnya yang
masih terjaga dengan air laut yang jernih, pantai berpasir putih, dan terumbu
karang yang indah. Upaya dilakukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian
alam dan lingkungan di pulau ini. Selanjutnya pengembangan pariwisata di Pulau
Labengki melibatkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat lokal. Hal ini
memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat dan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan
budayaPemerintah dan asosiasi pariwisata di Indonesia telah mendorong
penerapan pariwisata berkelanjutan, termasuk di Pulau Labengki. Inisiatif ini
bertujuan untuk mempromosikan praktik pariwisata yang bertanggung jawab dan
berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pulau Labengki, sebagai destinasi wisata di Indonesia, berkontribusi pada
pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di sektor pariwisata. Berikut
adalah beberapa cara di mana Pulau Labengki dapat berkontribusi pada
pencapaian SDGs:
1. Decent Work and Economic Growth - Pulau Labengki dapat memberikan
peluang kerja dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal melalui
pengembangan pariwisata yang berkelanjutanSustainable Cities and
Communities - Pulau Labengki dapat mempromosikan pembangunan kota dan
komunitas yang berkelanjutan melalui pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan
2. Responsible Consumption and Production - Pulau Labengki dapat
mempromosikan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab melalui

5
pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan penggunaan produk dan
layanan yang ramah lingkungan
3. Climate Action - Pulau Labengki dapat mempromosikan tindakan iklim
melalui pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan penggunaan sumber
daya energi terbarukan
4. Life Below Water - Pulau Labengki dapat mempromosikan keberlanjutan
kehidupan di bawah air melalui pengembangan pariwisata yang berkelanjutan
dan pengelolaan sumber daya laut yang bertanggung jawab
Pulau Labengki yang merupakan salah satu pulau terbaik di Sulawesi
Tenggara dengan pemandangan alamnya yang begitu memukau sehingga
menjadikan pulau ini menjadi salah satu tujuan wisata terbaik saat mengunjungi
Sulawesi Tenggara, dengan pengembangan wisata yang berkelanjutan, maka perlu
dilakukan penelitian tentang pengalaman yang baik dari citra destinasi wisata
pulau Labengki sehingga mampu menciptakan sikap loyal dari para wisatawan
yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) telah
menjadi fokus utama dalam upaya global untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan di seluruh dunia. Dalam delapan tahun sejak dinyatakan pada tahun
2015, TPB/SDGs telah menjadi pijakan bagi negara-negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia, untuk mengarahkan upaya pembangunan menuju masa depan
yang lebih baik. Agenda Global 2030 yang terkandung dalam TPB/SDGs
merupakan landasan komprehensif yang mencakup 17 tujuan utama dan 169
target spesifik. Tujuan-tujuan ini dirancang untuk dicapai dalam rentang waktu
dari tahun 2015 hingga 2030. Indonesia telah mengambil langkah dalam
mengadopsi kerangka global ini dengan mengintegrasikannya ke dalam
perencanaan pembangunan nasional, terlihat dalam penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada periode tahun 2015-
2019 dan 2020-2024.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada
tahun 2017, SDGs memiliki tujuan yang sangat inklusif. SDGs tidak hanya

6
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, tetapi juga
untuk memastikan pembangunan yang memperhatikan keberlanjutan kehidupan
sosial masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan hidup. Selain itu, SDGs juga
berkomitmen untuk menciptakan pembangunan yang adil dan merata, serta untuk
memastikan tata kelola yang baik dan berkelanjutan, sehingga mampu menjaga
peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada
kenyataannya, perjalanan menuju pencapaian TPB/SDGs tidaklah mudah.
Diperlukan sinergi dan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah,
sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional. Langkah konkret
dalam bentuk kebijakan, program, dan proyek yang mendukung setiap tujuan dan
target SDGs perlu terus diupayakan. Selain itu, pemantauan dan evaluasi berkala
terhadap progres yang dicapai juga menjadi penting untuk memastikan bahwa
upaya-upaya tersebut menghasilkan dampak yang nyata.
Dalam konteks Indonesia, langkah-langkah perlu terus dikembangkan
untuk mengatasi tantangan dan peluang dalam pencapaian SDGs. Peningkatan
kapasitas dalam berbagai sektor, investasi dalam inovasi dan teknologi, serta
pengembangan kebijakan yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan
menjadi bagian integral dalam memajukan agenda SDGs. Selain itu, partisipasi
aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program yang
mendukung SDGs juga harus ditingkatkan.
Dalam menghadapi era yang semakin kompleks dan dinamis, upaya
menuju pembangunan berkelanjutan harus terus berkembang dan beradaptasi.
Keberhasilan pelaksanaan TPB/SDGs akan memiliki dampak jangka panjang
yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan
perkembangan berkelanjutan secara keseluruhan. Oleh karena itu, komitmen dan
kolaborasi global dan lokal tetap menjadi kunci dalam mewujudkan visi SDGs
untuk masa depan yang lebih baik.
Dalam mengembangkan Pulau Labengki sebagai destinasi wisata, penting
untuk memastikan bahwa pengembangan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
Dengan demikian, Pulau Labengki dapat menjadi contoh inspiratif bagaimana

7
objek wisata dapat menjadi sarana untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan yang lebih luas.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi destination Image, memorable tourist experience dan
Destination Loyalty pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe
Utara?
2. Apakah destination Image berpengaruh terhadap memorable tourist
experience pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara?
3. Apakah destination image berpengaruh terhadap Destination Loyalty pada
wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara?
4. Apakah memorable tourist experience berpengaruh terhadap Destination
Loyalty pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara?
5. Apakah destination image berpengaruh terhadap Destination Loyalty yang
dimediasi oleh memorable tourist experience pada wisata Pulau Labengki di
Kabupaten Konawe Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi destination Image, memorable tourist experience
dan Destination Loyalty pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe
Utara.
2. Untuk menguji dan menjelaskan pengaruh destination image terhadap
memorable tourist experience pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten
Konawe Utara.
3. Untuk menguji dan menjelaskan pengaruh destination image terhadap
destination loyalty pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara
4. Untuk menguji dan menjelaskan pengaruh memorable tourist experience
terhadap destination loyalty pada wisata Pulau Labengki di Kabupaten
Konawe Utara

8
5. Untuk menguji dan menjelaskan pengaruh destination image terhadap

destination loyalty yang dimediasi oleh memorable tourist experience pada

wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara.

Dalam penelitian, terdapat target capaian atau luaran yakni:

Tabel 1. Rencana Target Capaian Tahunan

Jenis Luaran Indikator Capaian


No
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS) TS+1 TS+2
1 Artikel ilmiah dimuat Internasional bereputasi Submitted

di jurnal2)
Nasional Terakreditasi
2 Artikel ilmiah dimuat Internasional Terindeks
di prosiding3) Nasional
3 Invited speaker Internasional
dalam temu ilmiah4) Nasional
4 Visiting Lecturer5) Internasional
Paten
Paten sederhana
Hak Cipta
Merek dagang
5 Hak Kekayaan Rahasia dagang
Intelektual (HKI)6) Desain Produk Industri
Indikasi Geografis
6 Teknologi Tepat
Guna7)
7 Model/Purwarupa/De
sain/Karya seni/
Rekayasa/ Sosial8)
8 Bahan Ajar9) Penerapan
9 Tingkat Kesiapan
Teknologi (TKT)
1) TS = Tahun sekarang (tahun pertama penelitian)
2) Isi dengan tidak ada, draf, submitted, reviewed, accepted, atau published
3) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
4) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
5) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
6) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau granted
7) Isi dengan tidak ada, draf, produk, atau penerapan
8) Isi dengan tidak ada, draf, produk, atau penerapan
9) Isi dengan tidak ada, draf, atau proses editing, atau sudah terbit

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan studi kasus.
Diharapkan Dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu
manajemen khususnya manajemen pemasaran pariwisata sehingga dapat
diperoleh pembuktian empiris mengenai Peran memorable tourist experience
dalam Memediasi Pengaruh destination image terhadap destination loyalty Pada
wisata Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara, selanjutnya dapat diperoleh

9
model yang terintegrasi dalam konteks destination branding. Selain itu sebagai
masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Koawe Utara maupun Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara dalam merumuskan strategi kebijakan dan program-
program yang nantinya dapat meningkatkan citra destinasi wisata bahari di
Kabupaten Konawe Utara khsusunya Pulau Labengki guna membentuk loyalitas
destinasi khususnya bidang pemasaran pariwisata.

10
BAB 2
RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
Universitas Halu Oleo (UHO) telah mengambil langkah signifikan dalam
melakukan berbagai riset selama tiga tahun terakhir, dengan fokus pada berbagai
tema kajian yang memiliki dampak penting bagi masyarakat dan bangsa. Tema-
tema kajian tersebut mencakup pengentasan kemiskinan, energi terbarukan,
infrastruktur dan transportasi, perubahan iklim dan pelestarian lingkungan,
harmonisasi sosial dan integrasi bangsa, ketahanan pangan, gizi, penyakit tropis,
serta pendidikan.
Dalam berbagai bidang penelitian ini, UHO telah berhasil menggabungkan
potensi riset, sumber daya manusia yang berkualitas, dan kekayaan sumber daya
alam di sekitar wilayahnya. Riset-riset unggulan yang telah dihasilkan oleh UHO
tidak hanya mencerminkan strategi nasional yang ada, tetapi juga menyesuaikan
diri dengan keunggulan spesifik lokal yang dimiliki oleh universitas ini. Salah
satu tema penelitian yang telah berhasil dikembangkan oleh UHO adalah ilmu
manajemen, khususnya dalam bidang manajemen pariwisata. Dalam konteks ini,
UHO telah mengarahkan upaya risetnya untuk menjawab tantangan dan peluang
yang dihadapi oleh sektor pariwisata yang ada. Pendekatan ini memiliki beberapa
keunggulan:
1. Pengembangan Lokal yang Berkelanjutan: Riset di bidang manajemen
pariwisata akan membantu mengidentifikasi cara-cara untuk mengembangkan
sektor pariwisata secara berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
2. Pemberdayaan Masyarakat Lokal: UHO dapat melakukan riset yang
mengarah pada pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola destinasi
pariwisata. Ini dapat melibatkan pelatihan, pengembangan keterampilan, dan
pemberian informasi untuk meningkatkan manajemen destinasi.
3. Pengalaman Pariwisata yang Lebih Baik: Melalui penelitian di bidang
manajemen pariwisata, UHO dapat mengidentifikasi cara-cara untuk

11
meningkatkan pengalaman wisatawan dengan menyediakan layanan yang
lebih baik dan informasi yang lebih akurat.
4. Konservasi Budaya dan Lingkungan: Riset ini juga dapat membantu dalam
mempromosikan konservasi warisan budaya dan alam di wilayah tersebut.
Manajemen pariwisata yang baik akan membantu melindungi dan
melestarikan nilai-nilai budaya dan lingkungan.
5. Kontribusi Ekonomi dan Sosial: Sebagai bagian dari riset di bidang
manajemen pariwisata, UHO dapat menganalisis dampak ekonomi dan sosial
dari industri pariwisata, termasuk kontribusinya terhadap pertumbuhan
ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
6. Kolaborasi dan Kemitraan: UHO dapat menjalin kemitraan dengan
pemerintah daerah, industri pariwisata, dan lembaga lainnya untuk
mendukung implementasi rekomendasi dari riset ini. Kolaborasi semacam ini
akan membantu menghubungkan penelitian dengan tindakan nyata yang
bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
1. Tema Ilmu Manajemen
2. Tema Manajemen Pariwisata
Dengan mengembangkan tema penelitian di bidang manajemen pariwisata,
UHO telah memberikan kontribusi yang berarti dalam memajukan sektor
pariwisata lokal, sambil tetap menjaga keberlanjutan lingkungan dan
mempromosikan kesejahteraan masyarakat. Melalui pendekatan yang holistik dan
berbasis pada keunggulan lokal, riset ini memiliki potensi untuk memberikan
solusi konkret bagi tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata dan
masyarakat secara luas.

12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa topik yang dijadikan sebagai
variabel penelitian guna menjawab permasalahan baik secara empiris (empirical
gap) maupun secara teori (teoritical gap). Dimana dalam penelitian ini akan dikaji
mengenai topik permasalahan yaitu; citra destinasi (destination image),
Memorable tourist Experrience (MTE) dan loyalitas destinasi (destination
loyalty). Sehingga dalam penelitian ini perlu untuk melakukan kajian terhadap
keterkaitan antar variabel maupun pemahaman atas beberapa penelitian terdahulu
sebagai gambaran atau rujukan yang digunakan dalam penelitian ini.
Stavrianea, A., & Kamenidou, I. (2022). Memorable tourism
experiences, destination image, satisfaction, and loyalty: an empirical study of
Santorini Island. Tujuan Pengalaman wisata yang berkesan (MTEs) dapat
memperkuat daya saing destinasi. Literatur telah menyerukan penelitian lebih
lanjut tentang topik ini. Studi ini mengembangkan dan menguji secara empiris
model konseptual yang mengeksplorasi hubungan antara MTE, kepuasan, citra
destinasi (DI) dan loyalitas.Desain/metodologi/pendekatanPenelitian kuantitatif
dilakukan dengan 729 responden yang telah mengunjungi pulau Santorini Yunani
dalam tiga tahun terakhir, dan pemodelan persamaan struktural digunakan.
Temuan Temuan mengkonfirmasi kekuatan model yang diusulkan, yang
menjelaskan 58% varian untuk MTE dan 82% untuk loyalitas turis. Hasilnya
menunjukkan bahwa MTE mempengaruhi loyalitas destinasi secara langsung dan
tidak langsung melalui kepuasan, sedangkan DI mempengaruhi loyalitas secara
langsung dan tidak langsung.
Kutlu, D., & Ayyıldız, H. (2021). The Role of the Destination Image in
Creating Memorable Tourism Experience. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki dampak citra destinasi pada pengalaman wisata yang berkesan
(MTE). Kami juga menganalisis pengaruh pengalaman wisata yang berkesan
terhadap niat berkunjung kembali. Karena ada yang terbatas sejumlah studi
tentang hubungan antara citra destinasi dan MTE, studi ini akan berkontribusi

13
literatur. Metode non-probability convenience sampling digunakan untuk memilih
sampel. Penelitian dilakukan dengan total 707 wisatawan yang berkunjung ke
Antalya, Turki. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan
program paket SPSS 20 dan LISREL 8.7. Analisis regresi hierarkis adalah
digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian. Hasil kami menunjukkan
bahwa dimensi gambar tujuan, yaitu atraksi alam, atraksi budaya, infrastruktur
pariwisata, dan infrastruktur umum, berpengaruh signifikan terhadap hedonisme
dan budaya lokal. Namun, dimensi citra destinasi sebagian mempengaruhi
kebaruan, keterlibatan, kebermaknaan, dan pengetahuan. Mengenai tujuan kedua,
hasil mengungkapkan bahwa dimensi MTE menjelaskan 21,9% varian dalam niat
mengunjungi kembali.
Suyanto, B. A. R. (2020). Pengaruh Self Congruity dan Destination
Image terhadap Destination Loyalty dengan Memorable Tourism Experience
sebagai Variabel Mediasi (pada Obyek Wisata Candi Borobudur) (Doctoral
dissertation, Universitas Jenderal Soedirman). Penelitian ini merupakan penelitian
pada wisatawan dari Candi Borobudur yang telah memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan. Penelitian ini mengambil judul: ―Pengaruh Self Congruity dan
Destination Image Terhadap Destination Loyalty Dengan Memorable Tourism
Experience Sebagai Variabel Mediasi (pada obyek wisata Candi Borobudur)‖.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh self congruity dan
destination image terhadap destination loyalty dengan memorable tourism
experience sebagai variabel mediasi. Populasi dalam penelitian ini adalah
wisatawan dari Candi Borobudur. Jumlah responden yang diambil dalam
penelitian ini adalah 128 responden. Purposive sampling method digunakan dalam
penentuan responden. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dengan
menggunakan SEM (Structural Equation Modelling) menunjukkan bahwa: (1)
Self congruity berpengaruh positif terhadap memorable tourism experience, (2)
Destination image berpengaruh positif terhadap memorable tourism experience,
(3) Self congruity berpengaruh positif terhadap destination loyalty, (4) Destination
image berpengaruh positif terhadap destination loyalty, (5) Memorable tourism
experience mampu memediasi hubungan antara self congruity dengan destination

14
loyalty, (6) Memorable tourism experience mampu memediasi hubungan antara
selfcongruity dengan destination loyalty. Penelitian ini memberikan informasi
khususnya bagi pengelola wisata Candi Borobudur bahwa variable memorable
tourism experience merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap
destination loyalty dan harus dipertimbangkan pengelola untuk meningkatkan
loyalitas wisatawan terhadap Candi Borobudur, tetapi tidak juga melewatkan self
congruity dan destination image karena kedua faktor tersebut juga memiliki
pengaruh terhadap destination loyalty. Dalam melakukan peningkatan memorable
tourism experience wisatawan, pengelola hendaknya memberikan sesuatu yang
dapat terus diingat dibenak wisatawan sehingga akan meningkatkan niat
berkunjung kembali wisatawan serta merekomendasikan Candi Brorobudur ke
orang lain. Pengelola wisata Candi Borobudur perlu melakukan peningkatan self
congruity dengan cara membuat sesuatu pada brand dari Candi Borobudur yang
dapat membuat wisatawan menjadi lebih meningkatkan tingkat percaya dirinya
ketika berwisata ke Candi Borobudur. Selain itu, pengelola wisata Candi
Borobudur juga perlu meningkatkan citra Candi Borobudur dengan memberikan
atau menambahkan fasilitas yang menambahkan kenyamanan pengunjung ketika
berwisata ke Candi Borobudur, terlebih kenyamanan berwisata bersama keluarga.

Wiranti Tasia dan Yasri Yasri (2021) The effect of destination image
on revisit intention with memorable tourism experience (MTE) as intervening
variable. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menganalisis: (1) Pengaruh
destination image terhadap memorable tourism experience, (2) Pengaruh
destination image terhadap revisit intention, (3) Pengaruh memorable tourism
terhadap revisit intention, (4) Pengaruh destination image terhadap revisit
intention dengan memorable tourism experience (MTE) sebagai variabel
intervening atau variabel mediasi. Tipe dari penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Populasi dalam kajian ini adalah wisatawan Pantai Air Manis dengan
jumlah sampel 380 responden. Analisis kajian ini menggunakan SmartPLS 3.0.
Hasil dari kajian ini mengindikasikan (1) Terdapat pengaruh signifikan
destination image terhadap memorable tourism experience, (2) Terdapat pengaruh

15
signifikan destination image terhadap revisit intention, (3) Terdapat pengaruh
signifikan memorable tourism experience terhadap revisit
intention, (4) Terdapat pengaruh signifikan destination image terhadap revisit
intention dengan memorable tourism experience sebagai variabel intervening atau
variabel mediasi.
Firdha Mutia Maharani (2017) dengan judul penelitian Pengaruh
Destination Image Terhadap Destination Loyalty Pada Kabupaten Malang
Menurut Wisatawan Asal Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh destination image terhadap destination loyalty pada
Kabupaten Malang menurut wisatawan asal Surabaya. Data yang digunakan
dalam penelitian ini bersumber dari data primer, yaitu data yang diperoleh melalui
penyebaran kuesioner. Target populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan asal
Surabaya yang pernah mengunjungi dan menginap di Kabupaten Malang dua kali
dalam satu tahun terakhir. Penelitian ini menggunakan aras pengukuran interval,
yaitu suatu pengukuran yang mempunyai jarak yang sama dan selisih yang jelas.
Jenis skala pengukuran yang digunakan adalah Likert scale dengan memberikan
penilaian dari satu sampai lima. Metode pengolahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
destination image mempunyai pengaruh yang positif terhadap destination loyalty
pada Kabupaten Malang menurut wisatawan asal Surabaya Artinya apabila
wisatawan memiliki persepsi destination image semakin positif maka akan
menyebabkan destination loyalty dari wisatawan.
WookHyuk Kim et al (2018) dengan judul penelitian ―Destination
Personality, Destination Image, and Intent to Recommend: The Role of Gender,
Age, Cultural Background, and Prior Experiences”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menggambarkan dan menganalisis hubungan timbal balik antara destination
personality, destination image, dan niat untuk merekomendasikan sementara
memeriksa efek gender, usia, latar belakang budaya, dan pengalaman wisata
sebelumnya. Data dikumpulkan dari tujuan wisata utama di Korea Selatan.
Sebanyak 316 survei yang dapat digunakan adalah dianalisis menggunakan
analisis path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) excitement

16
berpengaruh signifikan terhadap destination image 2) Sincerity tidak berpengaruh
signifikan terhadap destination image 3) Comfort tidak berpengaruh signifikan
terhadap destination image 4) Activeness tidak berpengaruh signifikan terhadap
destination image 5) Destination image berpengaruh signifikan terhadap Intention
to recommend
Hashed Ahmad Mabkhot et al (2017) The Influence of Brand Image and
Brand Personality on Brand Loyalty, Mediating by Brand Trust: An Empirical
Study. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara imej jenama
(BI), personaliti jenama (BP), dan kesetiaan jenama (BL) bagi jenama-jenama
automobil tempatan di Malaysia, serta juga untuk menentukan kesan pengantara
kepercayaan terhadap jenama (BT) ke atas hubungan antara personaliti jenama
(BP) dan kesetiaan jenama (BL). Alat analisis yang digunakan „Partial Least
Squares Structural Equation Modeling‟ (PLS-SEM). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1) Brand image berpengaruh signifikan terhadap brand
loyalty 2) Brand personality tidak berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty
3) Brand image tidak berpengaruh signifikan terhadap brand trust 4) Brand
personality berpengaruh signifikan terhadap brand trust 5) Brand trust
berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty 6) Brand image tidak berpengaruh
signifikan terhadap brand loyalty yang dimediasi oleh brand trust 7) Brand
personality berpengaruh signifikan terhadap Brand Loyalty yang dimediasi oleh
Brand trust.
Stavrianea, A., & Kamenidou, I. (2022). Memorable tourism
experiences, destination image, satisfaction, and loyalty: an empirical study of
Santorini Island. Tujuan Pengalaman wisata yang berkesan (MTEs) dapat
memperkuat daya saing destinasi. Literatur telah menyerukan penelitian lebih
lanjut tentang topik ini. Studi ini mengembangkan dan menguji secara empiris
model konseptual yang mengeksplorasi hubungan antara MTE, kepuasan, citra
destinasi (DI) dan loyalitas.Desain/metodologi/pendekatanPenelitian kuantitatif
dilakukan dengan 729 responden yang telah mengunjungi pulau Santorini Yunani
dalam tiga tahun terakhir, dan pemodelan persamaan struktural digunakan.
Temuan Temuan mengkonfirmasi kekuatan model yang diusulkan, yang

17
menjelaskan 58% varian untuk MTE dan 82% untuk loyalitas turis. Hasilnya
menunjukkan bahwa MTE mempengaruhi loyalitas destinasi secara langsung dan
tidak langsung melalui kepuasan, sedangkan DI mempengaruhi loyalitas secara
langsung dan tidak langsung.
Hidayati, V. A., Handayani, B., & Saufi, A. (2022). Pengaruh Value Co
Creation dan Destination Image terhadap Kepuasan Wisatawan Muda dengan
Memorable Tourist Experience sebagai Variabel Intervering pada Destinasi Halal
di Pulau Lombok. Dalam konteks pemasaran destinasi, kepuasan wisatawan
merupakan tujuan dari setiap layanan yang diberikan. Meningkatkan kepuasan
merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem layanan yang
disediakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Populasi dalam
penelitian ini adalahseluruh wisatawan muda di Pulau Lombok.Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability sampling dengan
pendekatan purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100
sampel. Instrumenyang digunakan dalam penelitian yaitu angket. Data dianalisis
dengan menggunakan Sructural Equation Modeling dengan bantuan program
Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari hubungan
antar variable yang diajukan hubungan antar variabel lainnya signifikan yaitu
value co creation terhadap kepuasan wisatawan, destination image terhadap
kepuasan wisatawan, destination image terhadap memorable tourist experience,
dan memorable tourist experience terhadap kepuasan wisatawan, sedangkan
hubungan antar variabel lainnya tidak signifikan yaitu Value co creation terhadap
memorable tourist experience. Sedangkan Memorable Tourist Experience
memediasi hubungan antara value co creation terhadap kepuasan wisatawan muda
di Pulau Lombok Ditolak dengan nilai p value 0,126 dan nilai t statistic sebesar
1,532, dengan jenis mediasi Partial Mediation. Untuk variabel Memorable Tourist
Experience memediasi hubungan antara destination image terhadap kepuasan
wisatawan muda di Pulau Lombok Diterima dengan nilaip value 0,037 dan nilai t
statistic sebesar 2,088, dengan jenis mediasi Partial Mediation.

18
Kuswara, R. (2022). Pengaruh Destination Image Terhadap Memorable
Tourism Experience, Tourist Satisfaction, Dan Storytelling Behavior (Studi pada
wisatawan yang telah berkunjung di Goa Seplawan). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui Pengaruh Destination Image Terhadap Memorable Tourism
Experience, Tourist Satisfaction, dan Storytelling Behavior (Studi pada wisatawan
yang telah berkunjung di Goa Seplawan). Populasi dalam penelitian ini adalah
wisatawan yang telah berkunjung di Goa Seplawan. Penelitian ini menggunakan
tipe penelitian eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif. Sampel dari penelitian
ini merupakan seluruh wisatawan Goa Seplawan yang telah berkunjung minimal
untuk kedua kalinya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Ukuran sampel
dengan 120 responden. Teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability
sampling. Teknik analisis menggunakan analisis data deskriptif dan analisis
statistik inferensial menggunakan SEM AMOS dan Uji Hipotesis. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa destination image berpengaruh signifikan terhadap
memorable tourism experience, destination image berpengaruh signifikan
terhadap tourist satisfaction, destination image berpengaruh signifikan terhadap
storytelling behavior, memorable tourism experience berpengaruh signifikan
terhadap tourist satisfaction, memorable tourism experience berpengaruh
signifikan terhadap storytelling behavior, tourist satisfaction berpengaruh
signifikan terhadap storytelling behavior, destination image berpengaruh
signifikan terhadap storytelling behavior melalui memorable tourism experience,
destination image berpengaruh signifikan terhadap storytelling behavior melalui
tourist satisfaction, dan memorable tourism experience berpengaruh signifikan
terhadap storytelling behavior melalui tourist satisfaction.
Tasia, W. (2021). Pengaruh Destination Image terhadap Revisit Intention
dengan Memorable Tourism Experience sebagai Variabel Intervening pada Objek
Wisata Pantai Air di Kota Padang. Tujuan dari kajian ini adalah untuk
menganalisis: (1) Pengaruh destination image terhadap memorable tourism
experience pada Objek Wisata Pantai Air Manis, (2) Pengaruh destination image
terhadap revisit intention pada Objek Wisata Pantai Air Manis, (3) Pengaruh
memorable tourism experience terhadap revisit intention pada Objek Wisata

19
Pantai Air Manis, (4) Pengaruh destination image terhadap revisit intention
dengan memorable tourism experience (MTE) sebagai variabel intervening. Tipe
dari penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dalam kajian ini adalah
wisatawan Pantai Air Manis dengan jumlah sampel 380 responden. Analisis
kajian ini menggunakan SmartPLS 3.0. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan:
(1) Destination image memiliki pengaruh signifikan terhadap memorable tourism
experience pada Objek Wisata Pantai Air Manis, (2) Destination image memiliki
pengaruh signifikan terhadap revisit intention pada Objek Wisata Pantai Air
Manis, (3) Memorable tourism experience (MTE) memiliki signifikan terhadap
revisit intention pada Objek Wisata Pantai Air Manis, (4) Destination image
memiliki pengaruh signifikan terhadap revisit intention dengan memorable
tourism experience (MTE) sebagai variabel intervening pada Objek Wisata Pantai
Air Manis.
Ihsan, M. (2021). Pengaruh City Image dan Destination Image terhadap
Revisit Intention Objek Wisata Pantai Air Manis dengan Memorable Tourism
Experience Sebagai Variabel Mediasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh City Image dan Destination Image terhadap Revisit Intention dengan
Memorable Tourism Exprerience sebagai mediasi pada wisatawan pantai Air
Manis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang fokus pada
wisatawan yang telah mengunjungi pantai Air Manis minimal satu kali. Penelitian
ini menggunakan 25 item indikator variabel yang terdiri dari variabel depanden,
independen dan mediasi dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada
250 responden. Penelitian ini menggunakan uji model persamaan struktural
(SEM) dengan perangkat lunak smart-PLS 3.0. Hasil penelitian ini meliputi: (1)
Destination Image berpengaruh negatif terhadap Memorable Tourism
Experiences. (2) City Image berpengaruh positif terhadap Memorable Tourism
Experiences. (3) City Image berpengaruh positif terhadap Revisit Intention. (4)
Destination Image bepengaruh positif terhadap Revisit Intention. (5) Memorable
Tourism Experiences berpengaruh positif terhadap Revisit Intention. (6) City
Image berpengaruh positif terhadap Revisit Intention dimediasi oleh Memorable

20
Tourism Experiences. (7) Destination Image berpengaruh negatif terhadap Revisit
Intention dimediasi oleh Memorable Tourism Experiences.

Nugraheni, et al. (2022). Analisis Pengaruh Pengalaman Wisata Yang


Berkesan (Memorable Tourism Experience) Terhadap Destination Loyalty
Dengan Destination Image Dan Place Attachment Sebagai Variabel Intervening
(Studi pada wisatawan Kawasan Kota Lama Semarang). Wisata merupakan
kegiatan untuk menghilangkan rasa jenuh dari aktivitas sehari-hari. Sebagai satu
Salah satu upaya dalam mengatasi kejenuhan, pariwisata dapat dikatakan sebagai
suatu kebutuhan setiap individu. Ini merupakan peluang yang baik bagi para
pelaku bisnis sektor pariwisata mengembangkan bisnis mereka. Di era yang
semakin berkembang, persaingan dalam sektor bisnis pariwisata semakin sulit.
Manajer bisnis harus memiliki hak strategi untuk dapat bertahan dan bersaing
dengan para pesaingnya. Tujuannya untuk menjadi yang dicapai adalah mampu
menciptakan wisatawan yang loyal terhadap destinasi yang mereka kunjungi
mengelola. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi loyalitas terhadap sebuah tujuan yang dapat mengarah pada
kesuksesan bisnis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
pengalaman wisata yang berkesan, citra destinasi, tempat keterikatan pada
loyalitas destinasi di Kawasan Kota Lama Semarang. Penelitian ini menggunakan
teknik non-probability sampling sebagai pengambilan sampel teknik dan metode
purposive sampling. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wisatawan yang pernah berkunjung ke Kawasan Kota Lama Semarang. Jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 responden. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online. dan
dianalisis dengan Struktural Metode Equation Modeling (SEM) menggunakan
Analisis Momen Struktural (AMOS) 22 program. Hasil analisis menunjukkan
bahwa pengalaman wisata yang berkesan, citra tujuan, dan keterikatan tempat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas wisatawan (destination
loyalty).

21
3.2 Landasan Teori
Pariwisata berkaitan erat dengan wisatawan, menurut Kotler, Bowen dan
Makens (2010:504) bahwa pemasaran pariwisata berkaitan dengan kunjungan
wisatawan pada suatu destinasi. Secara umum manajemen pemasaran adalah seni
dan ilmu untuk memilih pasar sasaran, dan mendapatkan, mempertahankan dan
menumbuhkan pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan
mengkomunikasikan nilai yang unggul kepada pelanggan (Kotler dan Keller,
2012:143). Definisi ini adalah definisi secara luas dan umum dari pemasaran,
Kotler (1969) berkeyakinan bahwa prinsip-prinsip dalam pemasaran akan berlaku
untuk produk, jasa, orang, dan tempat (destinasi). Pemasaran memainkan peranan
sangat penting dalam pariwisata karena pelanggan jarang melihat, merasa atau
mencoba produk yang akan dibeli. Sehingga untuk dapat menilai suatu produk
maka seseorang harus bepergian ke tempat tujuan (destinasi).
Produk destinasi wisata pada umumnya telah diakui sebagai produk jasa,
yang dikembangkan pada aspek pengalaman, kejadian, orang, tempat,
kepemilikan, organisasi, informasi, dan ide (Kotler dan Keller, 2012:153). Dengan
demikian teori umum (grand theory) dalam penelitian ini adalah manajeman
pemasaran, pemasaran jasa, dan strategi pemasaran. Sedangkan untuk teori antara
(middle theory) adalah pemasaran pariwisata dan perhotelan, serta perilaku
konsumen. Kemudian untuk teori terapan (applied theory) yaitu konsep
kepribadian destinasi (destination personality), citra destinasi (destination image),
dan loyalitas destinasi (destination loyalty).
Berdasarkan uraian diatas maka secara keseluruhan struktur landasan
teori dapat digambarkan sebagai berikut:

22
Manajeman GRAND Strategic
Pemasaran Jasa THEORY Marketing

Teori Hospitality & Middle Range Teori Consumer


Tourism Marketing Theory Behavior

Applied
Theory

DESTINATION IMAGE

Tasci and Gartner


(2007); Echtner and
Ritchie (1991, 10)

MEMORABLE TOURIST
EXPERIENCE (MTE)

Sotiriadis dan
Gursoy (2016)

DESTINATION
LOYALTY
Yoon and Uysal (2005)
Zeithaml et.al., (1996);

Gambar 3.1
Kerangka Landasan Teori

3.3 Konsep Citra Destinasi (destination image)


Destination branding sering juga dikatakan sebagai merek dari suatu
destinasi. Merek atas daerah atau destinasi wisata didefinisikan sebagai aktivitas
pemasaran untuk mempromosikan citra positif suatu daerah destinasi wisata demi
mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjunginya. Merek suatu
destinasi wisata ini sering dihubungkan dengan strategi positioning dalam industri
pariwisata. Merek daerah destinasi wisata dapat mencakup lingkup lokal, regional,
nasional maupun secara internasional. Tujuan dari pemberian merek pada suatu

23
destinasi wisata adalah: 1) untuk mengembangkan citra yang jelas dan spesifik
yang nantinya mampu membedakan suatu destinasi wisata dengan yang lain, 2)
membangun hubungan dengan wisatawan, dan 3) untuk mengembangkan
keunggulan bersaing yang bersifat jangka panjang (Hall, 2002 in Huh, 2006).
Selain untuk membangun citra positif, citra destinasi juga diharapkan dapat
memperbaiki citra negatif yang sebelumnya mungkin pernah dialami suatu
destinasi misalnya: aksi terorisme, ataupun bencana alam, dan lain-lain.
Beberapa hal lain yang menjadi alasan membangun merek destinasi adalah
juga dalam rangka untuk menarik investasi dalam industri tertentu, memperbaiki
infrastruktur lokal, mendapatkan pendanaan yang lebih baik untuk konservasi
lingkungan, dan secara politis lebih dapat diterima oleh pengunjung (Baker &
Cameron, 2007:225). Buhalis (2000:99) mengungkapkan bahwa manfaat merek
suatu daerah atau destinasi antara lain untuk meningkatkan standar hidup
penduduk lokal, meningkatkan jumlah wisatawan, dan menstimulasi pada aspek
pembangunan daerah. Merek suatu daerah lebih jauh dapat menciptakan
hubungan emosional antara daerah dengan para stakeholdersnya (Morgan &
Pritchard, 2005 dalam Buhalis 2000:101).
Namun ada berbagai artikel dan penelitian, khususnya dalam beberapa
tahun terakhir, yang fokus pada masalah citra dari suatu destinasi (seperti: Naidoo
dan Ramseook-Munhurrun, 2012; Yang, He, & Gu 2012; Qu, & Im 2011; Mohan
2009; Stepchenkova, & Morrison 2008, Hosany, Ekinci, & Uysal 2005).
Sedangkan beberapa peneliti tentang citra ini diawali oleh beberapa peneliti
seperti: Hunt (1971), Gunn (1972), dan Mayo (1973) telah mencoba untuk
mempelajari konsep "citra" yang sudah jauh sebelumnya. Meskipun banyaknya
peneliti di bidang pariwisata sering menggunakan istilah destinasi image, namun
definisi yang tepat sering sekali dihindari keseragamannya. Bahkan, setidaknya
ada satu peneliti pariwisata yang telah mengeluh bahwa "image adalah salah satu
istilah yang sangat sulit, istilah yang bersifat abstrak dan selalu terjadi
pergeseran makna" (Pearce, 1988:162).
Namun untuk memberikan gambaran tentang konsep destination image ini
maka diperlukan pemahaman dasar mengenai beberapa definisi tentang konsep

24
ini. Sebelum mengutarakan konsep citra destinasi dalam peneliti ini maka terlebih
dahulu untuk mengutarakan konsep image (citra). Dimana citra adalah
sekumpulan ide, kesan seseorang tentang objek. Objek yang dimaksud bisa
berupa orang, organisasi, kelompok orang. Citra merupakan hasil evaluasi dari
diri seseorang berdasarkan pengertian dan pemahaman terhadap rangsangan yang
telah diolah, diorganisasikan dan disimpan dalam benak seseorang.
Citra didefinisikan oleh Gallarza dalam Beerli dan Martin (2004a:658) ke
dalam 4 (empat) karakteristik yaitu complex, multiple, relative dan dynamic.
Image menjadi faktor penting untuk menarik orang agar berkeinginan untuk
berlibur ke suatu destinasi dan image sebagai alat manajemen strategik yang
mendorong (pull) orang untuk memilih suatu destinasi, image juga menjadi
sebuah konsep penting untuk memprediksi perilaku dari wisatawan (Marino
208:6). Sedangkan konsep destination (destinasi) mengacu kepada tempat objek
wisata yang di kunjungi oleh wisatawan. Pike dan Ryan (2004:335)
mendefinisikan destinasi adalah sebagai tempat yang dapat menarik pengunjung
untuk menetap sementara dan memiliki jarak dari benua, negara, propinsi dan
kota serta desa yang memiliki ―area resort‖. Sedangkan World Tourism
Organizatition (WTO) menyebut destinasi dengan istilah ―a local tourism
destination‖ yang merupakan sebagai ruang fisik dimana pengunjung
menghabiskan waktunya minimal satu malam di tempat tersebut.
Menurut LeBlanc & Nguyen (1996:47) yang mengutip Kotler (2000) bahwa
citra didefinisikan sebagai ―The set of beliefs, ideas, and impressions a persons
holds regarding an object. People‟s attitudes and actions toward an object are
highly conditioned by that object‟s image‖. Davidoff (1994) menyatakan citra
sebagai ―gambaran mental wisatawan terhadap perusahaan atau produk‖.
Selanjutnya Malhotra (1999:89) mendefinisikan citra sebagai ―persepsi
wisatawan terhadap perusahaan dan produk-produknya‖. Dalam pengertian yang
lebih mudah Dichter (1985) menyatakan ―citra merupakan gambaran kesan
menyeluruh yang dibuat dalam benak wisatawan‖ (LeBlanc & Nguyen, 1996:48).
Citra memiliki dua komponen utama yaitu fungsional dan emosional, untuk
komponen fungsional yaitu berhubungan dengan karakteristik yang bersifat kasat

25
mata (tangible) yang mudah diukur oleh wisatawan, sedangkan komponen
emosional berhubungan dengan dimensi-dimensi psikologis yang terwujud dalam
perasaan dan sikap pada sebuah destinasi. Perasaan-perasaan tersebut diturunkan
dari pengalaman individual atas wisatawan terhadap suatu destinasi dan dari
pemrosesan informasi atas atribut-atribut yang menjadi dasar dari citra
fungsional. Dengan demikian, citra terhadap sebuah destinasi merupakan hasil
dari kumpulan proses yang dibuat wisatawan dalam membandingkan dan
mengkontraskan atribut-atribut destinasi yang ditawarkan. Oleh karena itu, citra
destinasi harus selalu dijaga dan dipelihara. Demikian pula dengan Witt and
Moutinho (1994: 338) yang menyatakan bahwa citra bersama-sama dengan:
harga, accessibility, destination attractions, serta destination facilities adalah
merupakan komponen penting dari suatu produk wisata. Citra destinasi
merupakan faktor yang menentukan dalam mempengaruhi pilihan atas tempat
berlibur.
Pearce (1988:163) menunjukkan komponen visual yang kuat, atau citra,
dimana citra yang melekat pada destinasi" akan mengindikasikan pencarian
memori jangka panjang atas tayangan, simbol, dan panorama serta orang-orang"
(Echtner and Ritchie, 2003:42). Istilah citra sering digunakan untuk
menggambarkan suatu imajinasi mental secara keseluruhan akan destinasi.
Dengan kata lain, masing-masing individu dapat memiliki imajinasi mental yang
unik atas destinasi, ada juga ada imajinasi mental yang umum dimiliki publik
akan destinasi.
Dalam berbagai literatur pariwisata, beberapa penulis menyatakan bahwa
citra destinasi adalah suatu konsep yang secara luas digunakan dalam konteks
empiris bukan hanya suatu konseptual yang solid dan terstrukur. Pakar dan
peneliti lain juga mencoba untuk merancang masalah citra destinasi dalam
beberapa tahun terakhir, seperi Mona Bouzari (2012:14) yang mengutip Qu, Kim,
& Im (2011) yang percaya bahwa citra destinasi memiliki dimensi yang berbeda
dan dapat mempengaruhi perilaku wisatawan". Mereka menegaskan bahwa
karena adanya lingkungan yang kompetitif untuk sektor pariwisata, pemasar harus

26
memperhatikan bagaimana membangun citra positif dan kuat untuk suatu
destinasi.
Menurut Assaker, Vinizi, dan O‘Conner (2011:899) jika seorang
wisatawan tidak puas atau senang atas tempat yang telah ia kunjungi atau jika ia
memiliki pengalaman buruk tentang destinasi, maka untuk meningkatkan "citra
destinasi dianggap adalah solusi kritis dan merupakan masalah dalam
menghasilkan kunjungan kembali nantinya. Mereka mengkonfirmasi bahwa "citra
destinasi yang positif dengan menyarankan bahwa wisatawan "menganggap
pengalaman buruk adalah sebagai perkecualian yang langka" (Assaker, Vinizi, &
O‘Conner, 2011:899). Akibatnya mereka harus mencoba untuk meningkatkan
"citra destinasi, sehingga wisatawan cenderung mau untuk mengunjungi sebuah
destinasi dan memiliki niat untuk kembali yang meningkat. Berdasarkan dari
uraian serta beberapa definisi di atas, maka citra destinasi (destination image)
dalam penelitian ini adalah; ―Ekspresi atas seluruh pengetahuan yang objektif,
kesan, prasangka, imajinasi, dan pikiran emosional individu atau kelompok
terkait suatu destinasi wisata.‖
Menurut Jenkins (1999:2) yang mengutip Jenkins dan McArthur (1996:11)
bahwa citra masing-masing orang dari tempat tertentu yang unik, terdiri dari
kenangan mereka sendiri, asosiasi dan imajinasi akan tempat tertentu. Kemudian
Stable (1988) dalam Jenkins (1999:2) yang membagi faktor yang mempengaruhi
pembentukan citra destinasi konsumen dalam permintaan dan faktor penawaran.
Faktor permintaan (demand) kira-kira sesuai dengan pembentukan citra organik
(Gunn, 1972), sedangkan faktor penawaran sesuai dengan pembentukan citra
diinduksi.. Berbagai peneliti telah meneliti faktor yang mempengaruhi dalam
pembentukan citra. Seperti, Hunt (1975) dan Scott et al. (1978) yang
menunjukkan bahwa pembentukan citra destinasi ditentukan sebagian oleh jarak
suatu destinasi, dimana orang lebih cenderung akan mengunjungi destinasi yang
dekat dari rumah mereka dan sudah mendapat informasi baik melalui media, dari
teman-teman dan kerabat. Mereka menyimpulkan bahwa citra destinasi yang
lebih kuat jika suatu destinasi berada dekat dari mereka seperi pada faktor-faktor
permintaan dan penawaran atas citra destinasi pada gambar berikut:

27
Gambar 3.2 Faktor-Faktor Pembentuk Citra Destinasi Wisata

Sumber: Stable (1988) dalam Jenkins (1999:3)

Untuk beberapa kerangka konseptual, yang paling sering dikutip terkait


destination image adalah kerangka tiga kontinium (three continua) dari Echtner
and Ritchie (1993). Dimana ada 3 (tiga) spektrum dalam citra destinasi, masing-
masing memiliki ujung bipolar yang membentuk 6 komponen dasar dari citra
destinasi, yaitu: fungsional vs fisiologis, umum vs unik dan, atribut vs holistik.
Karakteristik fungsional merujuk kepada karakteristik yang lebih mudah teramati
dan terukur seperti tingkat harga dan tipe akomodasi, sementara karakteristik
fisiologis mewakili fitur-fitur yang lebih tak terukur seperti keamanan dan
keramahan. Sedangkan kontinium umum - unik didasarkan pada persepsi tentang
berbagai karakteristik dari suatu destinasi wisata yang dinilai dari rentang yang
dianggap umum hingga yang sangat berbeda. Terakhir adalah kontinium atribut-
holistik, yang mengasumsikan bahwa citradestinasi wisata melibatkan atribut
spesifik demikian pula citra ataupun kesan yang lebih luas tentang destinasi
wisata tersebut serta semua hal yang terkait (Echtner and Ritchie, 1993).
Ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut:

28
Gambar 3.3
Ilustrasi Dari 6 Komponen Citra Destinasi

Sumber: Echtner and Ritchie (1991) dalam Olivia H. Jenkins, 1999:5


Sedangkan pendapat yang berbeda ditampilkan oleh Mona Bouzari
(2012:16) pada sejumlah komponen citra destinasi (destination image), dimana
bagian untuk mengkaji komponen citra destinasi seperti Baloglu dan Brinberg
(1997); Walmsley dan Young (1998), Chen (2001); Hong, Kim, Jang, & Lee
(2006) mempertimbangkan komponen utama dan penting dalam citra destinasi
sebagai berikut:
A. Kognitif (persepsi), Afektif, dan Citra Keseluruhan.
Komponen kognitif atau persepsi menurut Alca-Niz et al. (2009:716), atau
dikenal sebagai komponen designative, yaitu sebuah keyakinan dan pengetahuan
tentang apa yang dirasakan atas atribut-atribut atas suatu destinasi. Mayoritas
studi yang terkait dengan destination image fokus pada komponen kognitif
(Echtner & Ritchie, 1991; Walmsley & Young, 1998; Chen & Uysal, 2002).
Komponen afektif atau evaluatif citra destinasi (destination image) telah diakui
oleh beberapa ilmuan dan peneliti. Komponen afektif atau evaluatif adalah
perasaan individu terhadap suatu destinasi (Alca - Niz et al. 2009:716).
Sedangkan O‘Neill & Jasper (1992) dalam Mona Bouzari (2012:16) menyatakan
bahwa citra afektif (affective image) merupakan komponen yang berhubungan
dengan respons emosional pengunjung ke suatu tempat destinasi atau produk.

29
Disarankan oleh Mona Bouzari (2012:16) yang mengutip dari Gartner (1993)
bahwa citra dapat dianggap sebagai alat yang efektif diterapkan dalam beberapa
kegiatan seperti iklan, promosi, atau kegiatan pemasaran lainnya. Menurut Kim
dan Yoon (2003) citra destinasi adalah perpaduan komponen afektif dan kognitif
yang memiliki efek langsung pada citra keseluruhan (overall image). Citra
keseluruhan (overall image) menurut Mona Bouzari (2012:17) telah dianggap
sebagai komponen ketiga citra, yang mungkin mirip atau berbeda dari dua
komponen yang disebutkan (Baloglu & Love, 2005; Baloglu & McCleary, 1999;
Gartner, 1993).
Akibatnya dapat diklaim bahwa semua komponen ini harus diukur dan
dipelajari. Masalah ini sangat penting untuk memahami positioning suatu
destinasi. Menurut Qu, H. Kim, & H. Im, (2011:467) bahwa citra keseluruhan
destinasi yang juga disebut citra yang dirasakan lebih baik harus dinilai dengan
citra yang diproyeksikan. Untuk mengidentifikasi apa saja yang mempengaruhi
dalam pembentukan citra, sebuah model telah dibuat dan dikembangkan oleh
Baloglu and McCleary (1999:870) berdasarkan berbagai literatur dari beberapa
bidang dan disiplin ilmu. Model ini didesain untuk menyediakan kerangka dalam
mempelajari pembentukan citra serta hubungan antara setiap level evaluasi yang
berbeda dalam suatu struktur (kognitif, afektif, dan keseluruhan), begitu juga
elemen-elemen lain yang menentukan evaluasi-evaluasi tersebut.
Para peneliti lintas bidang dan disiplin ilmu setuju bahwa citra dibentuk
oleh dua kekuatan besar: faktor stimulus dan faktor eksternal. Pembentuk
keduanya adalah berasal dari stimulus eksternal, objek fisik dan pengalaman
sebelumnya. Faktor pribadi adalah karakteristik (sosial dan psikologis) dari orang
yang mempersepsikan. Baloglu and McCleary (1999:870) juga meninjau 3
determinan utama dari pembentukan citra, baik sebelum adanya kunjungan aktual
ataupun sesudah adanya kunjungan aktual (pengalaman sebelumnya): motivasi
dari wisatawan, sosialdemografi, dan variasi dari sumber informasi. Motivasi dan
sosialdemografi merupakan karakteristik dari konsumen seperti dalam model pada
gambar berikut:

30
Gambar 3.4
Model Pembentukan Citra Destinasi (a)

FAKTOR
PRIBADI CITRA FAKTOR
1. Psikologi DESTINASI STIMULUS
· Nilai 1. Persepsi/Kognitif 1. Sumber Informasi
· Motivasi · Jumlah
· Kepribadian 2. Afektif
2.Sosial 3. Keseluruhan · Tipe
· Usia 2. Pengalaman
· Pendidikan 3. Distribusi
· Status

Sumber : Baloglu and McCleary (1999:870)

Menurut Baloglu and McCleary (1999:871) bahwa secara umum konsep


mengenai citra telah dipandang sebagai konstruk atitudinal yang berisikan
representasi mental tentang pengetahuan, perasaaan, dan kesan secara menyeluruh
atas suatu destinasi. Para peneliti dalam beberapa bidang disiplin ilmu setuju
bahwa konstruk citra destinasi terdiri atas evaluasi kognitif dan evaluasi afektif.
Dimana evaluasi kognitif merujuk pada kepercayaan atau pengetahuan tentang
atribut-atribut destinasi sedangkan evaluasi afektif merujuk pada perasaan yang
menyertai wisatawan atas destinasi tersebut. Berdasarkan kesepakatan bersama,
hal tersebut tergantung pada evaluasi kognitif terhadap objek dan respon afektif
yang dibentuk sebagai fungsi dari respon kognitif. Citra keseluruhan suatu
destinasi terbentuk dari hasil evaluasi kognitif dan afektif terhadap destinasi
tersebut. Menurut Baloglu dan McCleary (1999:869) bahwa pentingnya citra
destinasi wisata dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian, seperti yang
dilakukan oleh Goodall (1990) yang menunjukkan bahwa dengan mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra destinasi dapat membantu
dalam mengidentifikasi target pasar serta dapat memutuskan citra mana yang
seharusnya dipromosikan kepada segmen pasar tertentu.
Menurut Baloglu dan McCleary (1999:867) yang mengutip Gunn
(1972) dan Mercer (1971) mengatakan bahwa pembentukan citra sebelum
terjadinya perjalanan wisata adalah fase terpenting dalam proses pemilihan daerah

31
tujuan wisata atau destinasi. Sedangkan citra yang dipersepsikan setelah
terjadinya kunjungan wisata juga akan mempengaruhi kepuasan konsumen dan
niat untuk melakukan kunjungan ulang atas destinasi wisata di masa yang akan
mendatang, tergantung pada kemampuan destinasi wisata dalam menyediakan
pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan dan citra yang wisatawan dapatkan
tentang destinasi wisata. Berikut adalah model pembentukan citra daerah tujuan
wisata dari Baloglu dan McCleary (1999). Penelitian yang dilakukan Baloglu dan
McCleary berfokus sebelum adanya kunjungan yang aktual.
Gambar 3.5
Model Pembentukan Citra Destinasi (b)

Sumber: Baloglu and McCleary (1999:871). A Model of Destination Image


Formation. Annals of Tourism Research.

Komponen kognitif atau persepsi, juga dikenal sebagai komponen


designative adalah keyakinan dan pengetahuan tentang yang dirasakan atas atribut
destinasi (Alca - Niz et al. 2009:716). Mayoritas studi yang fokus terhadap citra
destinasi pada komponen kognitif (seperti Echtner & Ritchie, 1991; Walmsley &
Young, 1998; Chen & Uysal, 2002) dimana mereka tidak menyelidiki komponen
afektif dengan sangat tepat.
Komponen afektif atau evaluatif atas citra destinasi telah diakui oleh
beberapa peneliti. Dimana komponen afektif atau evaluatif adalah perasaan
individu atas destinasi (Alca - Niz et al. 2009:716). Menurut Mona Bouzari

32
(2012:18) yang mengutip O‘Neill & Jasper (1992) yang menyatakan bahwa
afective image (AI) merupakan komponen yang berhubungan dengan respons
emosional pengunjung ke suatu destinasi. Khususnya, seperti yang disarankan
Gartner (1993) dalam Mona Bouzari (2012:18), bahwa citra dapat dianggap
sebagai alat yang efektif untuk diterapkan dalam beberapa kegiatan seperti iklan,
promosi, atau kegiatan pemasaran lainnya. Menurut Mona Bouzari (2012:17)
yang mengutip Kim dan Yoon (2003) bahwa citra destinasi adalah perpaduan
komponen afektif dan kognitif yang memiliki efek langsung pada citra
keseluruhan (overall image).
Citra keseluruhan (overall image) menurut Mona Bouzari (2012:18) telah
dianggap sebagai komponen ketiga citra, yang mungkin mirip atau berbeda dari
dua komponen yang disebutkan (Baloglu & Love, 2005; Baloglu & McCleary,
1999; Gartner, 1993). Akibatnya kita dapat mengklaim bahwa semua komponen
ini harus diukur dan dipelajari. Masalah ini sangat penting untuk memahami
positioning destinasi. Menurut (Qu, H. Kim, & H. Im, 2011) citra keseluruhan
tujuan yang juga disebut gambar dirasakan lebih baik harus dinilai dengan citra
yang diproyeksikan.
B. Organic and Induced Image and Complex image:
Menurut Baloglu & McCleary (1999:874) yang mengutip Gunn (1972)
bahwa citra destinasi memiliki dua komponen utama yang harus diperhatikan
sebagai sebuah kontinum. Komponen kontinum ini bersifat organik, induksi
maupun kompleks. Menurut Gunn (1972) dalam Mona Bouzari (2012:19) tahap
suatu citra individu benar-benar tergantung pada pengalamannya dengan suatu
destinasi. Karena citra organik muncul dari sejarah panjang informasi non-
pariwisata seperti buku, surat kabar, dan sebagainya, orang yang belum pernah
mengunjungi destinasi akan memiliki beberapa informasi dalam memori mereka.
Menurut Mona Bouzari (2012:19) bahwa citra organik yang digantikan atas
citra induksi, dimana dibentuk dan dipaparkan melalui program pemasaran
destinasi (O‘Leary & Deegan, 2005). Dengan demikian, citra yang muncul
disebabkan dari destinasi itu sendiri yang berasal dari kesesuaian pemasaran dan
promosi seperti brosur dan majalah yang dirancang untuk menarik wisatawan

33
(Jenkins, 1999). Citra yang diinduksi diciptakan sebagai upaya dari promosi
pariwisata yang diarahkan oleh organisasi pariwisata. Citra diinduksi tergantung
pada brosur baik yang penuh dengan warna serta didistribusikan pada agen-agen
perjalanan dan pusat-pusat informasi serta pada iklan TV.
C. Conative (Behavioral) Element:
Elemen lain dalam membangun citra destinasi telah diusulkan oleh pakar
lain (seperti: Gartner 1993, Pike & Ryan 2004, dan White 2004). Elemen ini
disebut dengan konatif atau perilaku elemen yang terkait dengan bagaimana
wisatawan bertindak terhadap destinasi atas dasar kognisi dan dapat
mempengaruhi wisatawan. Menurut Pike & Ryan (2004) "konatif mencerminkan
kemungkinan pemilihan destinasi, atau pembelian merek, dan dapat diartikan
sebagai kecenderungan untuk mengunjungi destinasi wisata dalam jangka waktu
tertentu". Komponen kognitif dan afektif keduanya mempengaruhi unsur citra
secara konatif pada suatu destinasi wisata.
Studi tentang citra destinasi wisata (Tourism Destination Image/TDI)
berlangsung lama dalam mengatasi dua masalah utama yang bertahan selama
penelitian citra destinasi wisata (TDI). Pertama, citra tidak memiliki konsep yang
sudah diterima secara luas. Studi sering menghilangkan definisi, atau hanya
mendefinisikan citra sebagai "persepsi" (Hunt, 1975; Richardson dan Crompton,
1988) atau "kesan" (Gartner dan Hunt, 1987), dengan menambahkan sedikit pada
pemahaman konsep. Kedua, meskipun metode skala umum untuk mengukur citra,
atribut yang digunakan bervariasi dari satu penelitian ke penelitian lainnya,
dengan sedikit homogenitas. Beerli dan Martin (2004a) memasukkan beberapa
atribut pada tabel yang berguna untuk merangkum atribut destinasi yang
ditemukan di beberapa literatur seperti pada Tabel 2.3 berikut:

34
Tabel 2.1 Dimensions/ Atribut of the Destination Images

Sumber: Beerli and Martin (2004)


Dalam penelitian ini dimensi citra destinasi (destination image) yang
digunakan adalah lebih kepada aspek persepsi atau kognitif (Alca-Niz et al. 2009;
Echtner & Ritchie, 1991; Walmsley & Young, 1998; Chen & Uysal, 2002) dan
aspek afektif sebagai respon emosional wisatawan terhadap destinasi (O‘Neill &
Jasper, 1992), yang akan diukur melalui: 1) Natural Resources 2) Destination
Atmosphere (8 items) yaitu: tanggapan atas suasana yang dirasakan wisatawan
saat menikmati atraksi wisata, 3) Travel Information (3 items); Tanggapan
mengenai sumber informasi saat melakukan perjalanan wisata, 4) Travel
Environment (4 items); Tanggapan mengenai lingkungan sekitar destinasi saat
melakukan perjalanan wisata, 5) Shopping (3 items); Tanggapan mengenai
aktivitas belanja pada destinasi wisata, 6) Community Attitude (3 items);

35
Tanggapan mengenai sikap masyarakat lokal, 7) Accessibility (3 items);
Tanggapan mengenai aksesbilitas selama berwisata.
3.4 Konsep Memorable Tourism Experience

Para peneliti pada 1990-an mulai mengembangkan pemahaman yang


lebih baik tentang pengalaman pariwisata. Ritchie dan Hudson (2009) melacak
evolusi ini dari awal konseptualisasi yang ditawarkan oleh Csikszentmihalyi
(1975) dan model kualitas pelayanan (Parasuraman et al., 1988) menuju
kepuasan pengalaman (Ryan, 1995), pengalaman berkualitas (Jennings &
Nickerson, 2006) dan pengalaman yang tak terlupakan (Tung & Ritchie, 2011
Satu dekade lalu, Kim et al. (2012) memperkenalkan konsep pengalaman
wisata yang berkesan, yang didefinisikan sebagai ―pengalaman wisata yang
diingat secara positif diingat dan diingat kembali setelah peristiwa itu terjadi‖.
Studi yang ada menunjukkan banyak manfaat bagi penyedia layanan pariwisata
dalam membina sebuah pengalaman yang tak terlupakan (Stone et al., 2018).
Misalnya, wisatawan dengan pengalaman berkesan positif lebih mungkin untuk
mengunjungi kembali tujuan (Coudounaris & Sthapit, 2017), mengembangkan
keterikatan terhadap tujuan (Tsai, 2016; Vada et al., 2019a), dan mengalami
kesejahteraan subjektif (Sthapit & Coudounaris, 2018; Sthapit et al., 2019). Studi
tentang pengalaman wisata yang berkesan tidak hanya relevan secara teoritis tetapi
juga bermanfaat untuk daya saing destinasi (Stone et al., 2018).

Istilah experince adalah istilah luas yang digunakan untuk


menggambarkan orang perasaan dan pertemuan selama kehidupan sehari-hari
(Caru & Cova, 2003). Konsep yang merangkul semua, pengalaman
digunakan dalam percakapan sehari-hari untuk menggambarkan segala sesuatu
mulai dari pencapaian terkait pekerjaan hingga pengalaman liburan (Hosany &
Witham, 2010). Holbrook dan Hirschman (1982) menawarkan salah satu
konseptualisasi paling awal dari pengalaman berfokus pada sifat hedonisnya dan
menangkap aspek konsumsi sensorik, emosional, dan fantasi.

Lemon dan Verhoef (2016) lebih lanjut membingkai pengalaman sebagai


"respons kognitif, emosional, perilaku, sensorik, dan sosial pelanggan terhadap

36
penawaran perusahaan selama seluruh perjalanan pembelian pelanggan" (hal. 70).
Pengalaman mewakili pertemuan dengan tatanan yang lebih tinggi, seperti
peristiwa optimal atau luar biasa, yang ditandai dengan tingkat intensitas
emosional yang tinggi (Arnould & Price,1993), yang melibatkan individu secara
pribadi (Pine & Gilmore, 1998). Psikolog konsumen dan sarjana pemasaran
pengalaman mengakui pentingnya pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat (Schmitt et al., 2015; Yang, Mao, & Peracchio, 2012). Bagi Becker
dan Jaakkola (2020), pengalaman pelanggan adalah ―tidak disengaja, spontan
tanggapan‖, dan reaksi terhadap rangsangan tertentu‖. Pariwisata adalah tentang
menciptakan pengalaman, yang merupakan inti dari perjalanan (Cohen, 1979).
Ada banyak definisi dan pendekatan untuk memeriksa pengalaman pariwisata,
baik dalam sifat maupun strukturnya (Volo, 2009).
Tung dan Ritchie (2011), misalnya, mendefinisikan pengalaman wisata
sebagai ―evaluasi subyektif individu dan menjalani (yaitu, afektif, cognitif, dan
perilaku) dari peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan wisatanya‖ sebelum,
selama, dan setelah perjalanan. Pengalaman berwisata seringkali dianggap luar
biasa—berbeda dengan pengalaman sehari- hari seseorang (Cohen, 1979). Studi
yang berpengaruh lintas disiplin ilmu, seperti psikologi, pemasaran, dan
antropologi (misalnya, Kahneman, 2000; Pine & Gilmore, 1999; Tuan, 1977;
Turner & Bruner, 1986), secara substansial memberikan kontribusi untuk
penelitian tentang pengalaman pariwisata.
Hubungan antara ingatan dan pengalaman bukanlah hal baru (Cutler &
Carmichael, 2010) dan dapat ditelusuri kembali ke karya awal dalam psikologi
lingkungan (Fridgen, 1984). Dalam konteks pariwisata, dari perspektif yang
dinamis, ingatan memainkan peran penting dalam memahami ingatan individu
tentang pengalaman pariwisata yang relevansi pribadi (Kim et al., 2021).
Meskipun pengalaman wisata di tempat bersifat sementara dan memberikan
perasaan sementara (Kim, 2009), pengalaman yang tersimpan dalam ingatan
manusia sangat penting karena sering dilakukan oleh para pelancong merenungkan
perjalanan/liburan atau kunjungan mereka ke suatu objek wisata (Neal et al.,
1999).

37
Memori perjalanan sangat penting karena ―memiliki daya tarik tertentu dan
imbalan intrinsik yang terwujud pada saat-saat mendongeng ‖ (Neumann, 1999,
hlm. 179–180). Saat mengingat peristiwa, wisatawan memanfaatkan memori
episodik yang memungkinkan mereka menerima dan menyimpan informasi
tentang hubungan temporal-spasial, termasuk emosi yang mereka rasakan, orang-
orang yang bersama mereka, dan lingkungan pada saat itu (Tulving, 2002).
Memperluas memori episodik, Jorgenson et al. (2019) mengembangkan skala
memori otobiografi pariwisata untuk memahami pengaruh pengalaman perjalanan
wisatawan terhadap kehidupan merekaSebagai konsep menyeluruh dalam literatur
pariwisata dalam beberapa tahun terakhir, pengalaman wisata yang tak terlupakan
mewakili cerminan yang berpusat pada konsumen pandangan positif, menangkap
tanggapan emosional dan subyektif wisatawan (Kladou & Mavragani, 2015).
Menurut Kim et al. (2012), pengalaman wisata yang berkesan terdiri dari momen
kritis apa wisatawan lakukan, bagaimana perasaan mereka dan apa yang mereka
pikirkan di suatu tujuan.
Namun, tidak semua pengalaman akan diingat sebagai turis secara selektif
membangun pengalaman mereka yang paling relevan dan kritis. Peristiwa atau
fitur baru kemungkinan besar akan diingat (Skavronskaya et al., 2020 Stone et al.,
2018). Sebuah pengalaman mengingat menunjukkan itu kekhasan dan
menggugah (Larsen, 2007). Apalagi wisata yang berkesa pengalaman tidak selalu
berarti pengalaman positif (Kim et al., 2021) dan tingkat mengingat bervariasi
tergantung pada pertemuan individu sebelumnya, bahkan dengan penyedia
layanan wisata yang sama (Kim, 2018). Meskipun kemajuan terbaru pada topik,
Jorgenson et al. (2019) mencatat bahwa pemahaman kita tentang hubungan
memori dan pariwisata masih dalam masa pertumbuhan.
Pengalaman menurut Schmitt dan Rogers (2008:114) adalah peristiwa
pribadi yang terjadi sebagai respons terhadap beberapa rangsangan (misalnya,
seperti yang disediakan oleh upaya pemasaran sebelum dan setelah pembelian).
Kemudian pengalaman pariwisata menurut Prebensen, et. al. (2018: 88) dapat
dijelaskan sebagai hasil dari serangkaian kesan fisik, emosional, spiritual
dan/atau intelektual, yang secara subyektif dirasakan oleh para wisatawan sejak

38
mereka mulai merencanakan perjalanan mereka, sementara mereka menikmatinya
dan sampai mereka kembali ke rumah.
Memorable tourism experience menurut Kim et. al (2012) dalam Dixit
(2020) adalah pengalaman patiwisata yang dikenang dan diingat secara positif
setelah kejadian itu telah terjadi. Dalam literatur pemasaran, memori
mempengaruhi perilaku konsumen yang mempengaruhi proses seseorang dalam
memilih suatu barang/jasa, dan akan berpengaruh terhadap kegiatan transaksi
dimasa depan, termasuk pemakaian kembali barang/jasa (Bettman, 1992 dalam
Jong- Hyeon, 2017). Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkanbahwa pengalaman
yang mengesankan atau memorable tourism experience berperan penting dalam
membangun tujuan suatu wisata.
Dimensi Memorable Tourism Experience menurut Kim Ritchie
Mccormick (2012), konsep pengukuran tourist experience telah dan selalu
mengalami evolusi, dimulai dari konsep experience oleh Csikzentmihaly (1975),
yang menekankan pada teori atau dasar penelitian dalam aliran psikologi positif
yang memandang bahwa kenikmatan merupakan sebagai alasan utama untuk
mengejar suatu kegiatan atau untuk mendapatkan suatu pengalaman. Selanjutnya,
Zeithaml, et.al pada tahun (1988) memperkenalkan sebuah konsep SERVQUAL,
atau suatu konsep untuk mengukur kualitas suatu layanan. Pada awalnya Zeithaml
et al (1985) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok dengan 22 variabel yang
berkaitan dengan pelayanan dan kemudian dianalisis dengan memakai analisis
faktor. Ternyata dapat dikemukakan beberapa kriteria yang digunakan dalam
menilai mutu pelayanan. Kriteria tersebut meliputi 10 dimensi potensial yang
saling melengkapi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, communication,
credibility, security, competence, courtesy, understanding dan access.
Kemudian pada penelitian selanjutnya Zeithmal et al di tahun 1988
menyempurnakan dimensi tersebut kemudian diolah lagi sehingga akhirnya
disederhanakan menjadi 5 dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness,
assurance dan empathy. Pada tahun 2011, Tung & Richie mengemukakan sebuah
kosep pengukuran memorable experiences. Konsep ini merupakan konsep baru
yang merefleksikan benchmark atau standar baru, dimana pengelola pariwisata

39
(destinations managers & tourism business) dalam memberikan layanan
pariwisata harus mengetahui dan menyampaikan tujuan dan program yang akan
dialami oleh pengunjung (McCormick, 2012). Selanjutnya, Kim juga
mengemukakan komponen pengukur dari Memorable Tourism Experience Scale.
Skala pengukuran ini terdiri atas beberapa dimensi, yaitu :
1) Hedonism
Dimensi hedonism yang merujuk pada kesenangan hati, perasaan hedon dan
kegembiraan dalam aktivitas.
2) Novelty
Merupakan dimensi yang merujuk pada sesuatu yang baru, seperti memberi
pengalaman baru serta perasaan dimanjakan oleh objek wisata.
3) Local Culture
Local culture atau pengalaman akan keterlibatan terhadap budaya lokal.
4) Refreshment
Merupakan dimensi yang merujuk pada suatu perasaan tenang,
segar dan lepas yang dirasakan selama kunjungan wisata akan mempengaruhi
ingatan terhadap kunjungan wisata.
5) Meaningfulness
Meaningfulness merupakan dimensi yang merujuk pada arti penting, yaitu
sebuah manfaat dengan berpartisipasi pada suatu kegiatan pariwisata
diantaranya dalam. meningkatkan mood psikologi dan perasaan senang
seseorang.
6) Involvement
Involvement atau keterlibatan merupakan dimensi yang menyatakan bahwa
tingkat keterlibatan seseorang dalam suatu perjalanan wisata meningkatkan
kemampuan seseorang mengingat kembali (recollection) pengalaman lampau
dan menggambarkannya secara jelas.
7) Knowledge
Knowledge atau pengetahuan merupakan informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang mengenai wisata tersebut.

40
3.5 Konsep Loyalitas Destinasi (Destination Loyalty)

Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan seseorang terhadap


suatu objek. ―Loyalitas menunjukkan kecenderungan seseorang untuk
menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Ini
menandakan bahwa loyalitas selalu berkaitan dengan preferensi pelanggan dan
pembelian aktual. Menurut Campon et al. (2013:13) bahwa loyalitas pada sektor
pariwisata sangatlah kurang dipelajari, sehingga ada banyak pertanyaan yang
beredar tentang bagaimana untuk menjaga pelanggan agar loyal dalam jangka
panjang (Zamora et al. 2005) dalam Campon et al. (2013:13). Dimana sekarang
ini setiap destinasi menghadapi persaingan yang terberat dalam beberapa dekade
dan mungkin akan menjadi lebih sulit tetap eksis di tahun yang akan datang,
sehingga manajer pemasaran destinasi perlu memahami mengapa wisatawan setia
dengan destinasi dan apa yang menentukan loyalitas mereka (Chen dan Gursoy
2001).
Seseorang mungkin akan bertanya apakah destinasi tertentu dapat
menghasilkan loyalitas pada setiap orang yang mengunjunginya. Yoon dan Uysal
(2005) dalam Campon et al. (2013:17) yang mencatat bahwa destinasi dapat
dianggap sebagai produk, dimana wisatawan dapat mengunjungi atau
merekomendasikan suatu destinasi kepada calon wisatawan lainnya seperti teman
atau keluarga. Chen dan Gursoy (2001) mendefinisikan secara operasional bahwa
loyalitas destinasi sebagai tingkat persepsi wisatawan dari destinasi sebagai
tempat wisata yang baik. Meskipun konsep loyalitas telah banyak diteliti dalam
berbagai literatur pemasaran, namun untuk konteks loyalitas destinsi masih
tergolong relatif sedikit. Untuk memahami lebih jauh, maka terlebih dahulu akan
diuraikan beberapa pengertian loyalitas.
Menurut Oliver (1997:392) bahwa: Brand loyalty as a deeply held commitment to
rebuy or repatronize a preferred product or service consistently in the future,
despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause
switching behavior. Dimana loyalitas merek didefinisikan oleh Oliver (1997:392)
sebagai-komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali atau repatronize
atas produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa akan datang,

41
meskipun ada pengaruh situasional dan upaya pemasaran yang berpotensi
menyebabkan perilakunya akan beralih. Definisi ini memanifestasikan dua aspek
yang berbeda dari loyalitas merek, yaitu: loyalitas perilaku dan loyalitas sikap.
Sedangkan menurut Soon Ho Kom (2010:34) yang mengutip Shoemaker
dan Lewis (1999) bahwa loyalitas adalah The likelihood of customers„ returning
to a place and those customers„ willingness to behave as a partner with the
organization (e.g., spend more while in that area and tell management when
problems occur).
Kalimat diatas menyatakan bahwa loyalitas adalah kemungkinan
pelanggan untuk kembali dan para pelanggan berkeinginan untuk berperilaku
sebagai mitra pada organisasi (misalnya, menghabiskan lebih banyak waktu di
daerah itu dan memberitahu pihak manajemen bila terjadi suatu masalah).
Selanjutnya menurut Kotler (2000) yang mengatakan bahwa loyalitas
adalah The long term success of the a particular brand is not based on the number
of consumer who purchase it only once, but on number who become repeat
purchase”. Dalam hal ini Kotler (2000) menyimpulkan bahwa konsumen yang
loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari berapa sering dia
melakukan pembelian ulang, termasuk merekomendasikan kepada orang lain
untuk membeli.
Mowen dan Minor (2005:387) mendefenisikan loyalitas sebagai Suatu kondisi
dimana wisatawan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, dan
mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan
pembeliannya di masa mendatang‖.
Loyalitas merupakan respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk
memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya
tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar
dedikasi maupun kendala pragmatis.
Lebih lanjut Lovelock et al. (2005:317) menyatakan bahwa loyalitas
adalah Suatu kesediaan wisatawan untuk melanjutkan pembelian pada sebuah
perusahaan dalam jangka waktu yang panjang dan mempergunakan produk atau

42
pelayanannya secara berulang, serta merekomendasinya kepada teman-teman dan
perusahaan lain secara sukarela.
Dimana loyalitas merupakan suatu komitmen yang dipegang kuat untuk
membeli kembali (rebuy) atau kesetiaan yang terus menerus atas suatu produk
atau pelayanan yang lebih disukai secara konsisten di masa yang akan datang, dan
menyebabkan pembelian berulang suatu merek atau kumpulan merek yang sama
walaupun adanya pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran yang memiliki
potensi yang dapat menyebabkan perilaku untuk mengganti merek (switching
behavior) produk atau pelayanan (Oliver,1999). Jadi dapat dikatakan bahwa
loyalitas wisatawan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian
secara berulang-ulang. Sebagai upaya dalam membangun kesetiaan wisatawan
terhadap suatu destinasi wisata.
Menurut Sahyunu et.al (2018) bahwa strategi yang digunakan untuk
mengatasi masalah loyalitas adalah: (1). Meningkat kesadaran dan preferensi
konsumen melalui berbagai strategi bauran promosi seperti konsumen diberi
kesempatan untuk mencoba produk, program diskon, kampanye promosi dan
sebagainya, (2). Memberikan manfaat tambahan dari barang /layanan yang
membedakannya dari merek lain. Loyalitas palsu biasa disebut loyalitas palsu.
Pendekatan ini telah diperdebatkan bahwa pengukuran dari pendekatan ini
tidak memiliki sudut pandang konseptual, dan hanya menghasilkan hasil yang
statis dari proses dinamis (Yoon & Uysal, 2005). Pengukuran loyalitas ini tidak
berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas
pelanggan. Artinya, loyalitas produk atau jasa mungkin tidaklah cukup untuk
menjelaskan mengapa dan bagaimana sampai pelanggan bersedia untuk
berkunjung kembali atau merekomendasikan ini kepada pelanggan potensial
lainnya (Yoon & Uysal, 2005). Di sisi pendekatan sikap, loyalitas konsumen
adalah suatu usaha pada bagian dari konsumen untuk melampaui perilaku terbuka
dan mengekspresikan kesetiaan mereka dalam hal komitmen atau pernyataan
preferensi psikologis.
Wisatawan mungkin memiliki sikap yang menguntungkan terhadap
produk tertentu atau destinasi wisata, dan mengekspresikan niat mereka untuk

43
mengunjungi kembali suatu destinasi wisata. Dengan demikian, loyalitas
mengukur kekuatan konsumen terhadap sebuah merek atau produk, serta
menjelaskan porsi tambahan atas varians yang dijelaskan bahwa pendekatan
perilaku tidak cukup mengatasi (Backman & Crompton, 1991; Yoon & Uysal,
2005). Selanjutnya dikatakan bahwa niat pembelian kembali atau niat
merekomendasikan kepada orang lain biasanya dianggap sebagai dua indikator
dari loyalitas konsumen yang paling penting dalam literatur pemasaran. Kondisi
ini juga sejalan dengan pendapat Zeithaml et.al., (1996) dimana tujuan akhir dari
keberhasilan perusahaan yaitu menjalin hubungan dengan para pelanggan guna
membentuk loyalitas yang kuat.
Indikator dari loyalitas yang kuat dalam hal ini adalah: 1) Say positive
things, adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang telah dikonsumsi,
2) Recommend friend, adalah merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi
kepada teman, 3) Continue purchasing, adalah pembelian yang dilakukan secara
terus menerus terhadap produk yang telah dikonsumsi. Dalam beberapa dekade
terakhir, para peneliti pariwisata atau olahraga telah memasukkan konsep loyalitas
konsumen pada produk pariwisata, destinasi, atau rekreasi (Backman &
Crompton, 1991; Baloglu, 2001; Iwasaki & Havitz, 1998; Pritchard & Howard,
1997). Namun, dalam mengevaluasi kegunaan dari konsep loyalitas serta aplikasi
untuk produk pariwisata telah dibatasi, meskipun loyalitas telah dianggap sebagai
salah satu kekuatan pendorong utama di pasar yang kompetitif (Yoon & Uysal,
2005).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas sudah
pasti dilakukan oleh wisatawan, dimana istilah yang muncul biasanya selalu
loyalitas wisatawan, bukan loyalitas konsumen. Hal inilah yang akhirnya
membuat perbedaan antara wisatawan (customer) dan konsumen (consumer).
Seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan apabila orang tersebut mulai
membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen
atau suatu destinasi wisata. Dalam penelitian ini loyalitas destinasi (destination
loyalty) yang dimaksud adalah; ―Perilaku wisatawan yang menguntungkan

44
dengan bersedia untuk mengunjungi kembali serta merekomendasikan kepada
wisatawan potensial lainnya‖.
Walaupun loyalitas dalam sektor pariwisata masih kurang dipelajari,
namun kondisi ini sering munculnya pertanyaan tentang bagaimana untuk
menjaga agar wisatawan loyal dalam jangka panjang pada destinasi yang
dikunjunginya (Zamora et al. 2005) dalam Campon et al. (2013:16). Sehingga
konsep loyalitas atas destinasi dianggap perlu dikaji saat ini. Dalam penelitian ini
termasuk akan mengkaji bagaimana kepribadian destinasi terhadap citra destinasi
yang nantinya mengarah pada loyalitas destinasi. Namun sebelumnya akan
dibahas beberapa definisi maupun dimensi yang digunakan dalam pengukuran
loyalitas destinasi oleh para ahli, guna mendapatkan pemahaman tentang loyalitas
destinasi.
Menurut Dick dan Basu, (1994:102) bahwa dalam memahami konsep
loyalitas terdiri dari beberapa konsekuensi, seperti: motivasional, perceptual,
dan behavioral. Dimana konsekuensi yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1)
Search motivation (motivasi pencarian), yaitu motivasi untuk mencari
informasi mengenai produk, merek, atau pemasok alternatif cenderung
semaklin berkurang siring dengan meningkatnya pengalaman, pembelajaran,
kepuasan dan pembelian ulang konsumen bersangkutan. Pada umumnya,
hubungan sikap relatif dan pola pembelian ulang yang kuat akan
menyebabkan berkurangnya motivasi konsumen untuk mencari informasi
alternatif. 2) Resistance to counterpersuasion (daya tahan untuk menolak bujukan),
dimana konsumen yang memiliki komitmen yang kuat terhadap objek
spesifik cenderung memiliki komitmen yang kuat terhadap objek spesifik
cenderung memiliki resistace to counterpersuasion yang kuat pula, 3) World of
mouth (getok tular), loyalitas Wisatawan juga berdampak pada perilaku getok
tular (word of mouth behavior), terutama bila konsumen merasakan
pengalaman emosional yang signifikan.
Wisatawan yang loyal cenderung bersedia menceritakan pengelaman
positifnya kepada orang lain. Sedangkan Mowen dan Minor (2005:387)
menyatakan bahwa ―loyalitas sebagai kondisi dimana wisatawan mempunyai

45
sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut,
dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang‖. Loyalitas
merupakan respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh
komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dalam
pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun
kendala pragmatis.
Lebih lanjut Lovelock et al. (2005:317) menyatakan bahwa loyalitas
adalah: Suatu kesediaan wisatawan untuk melanjutkan pembelian pada sebuah
perusahaan dalam jangka waktu yang panjang dan mempergunakan produk atau
pelayanannya secara berulang, serta merekomendasinya kepada teman-teman
dan perusahaan lain secara sukarela. Loyalitas merupakan suatu komitmen yang
dipegang kuat untuk membeli kembali (rebuy) atau kesetiaan yang terus menerus
pada suatu produk atau pelayanan yang lebih disukai secara konsisten di masa
yang akan dating, yang menyebabkan pembelian berulang suatu merek atau
kumpulan merek yang sama walaupun adanya pengaruh situasi dan usaha-usaha
pemasaran memiliki potensi yang menyebabkan perilaku mengganti merek
(switching behavior) produk atau pelayanan (Oliver,1999).
Untuk membangun kesetiaan wisatawan terhadap suatu produk/jasa yang
dihasilkan membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang
berulang-ulang tersebut. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
loyalitas sudah pasti dilakukan oleh wisatawan, dimana istilah yang muncul
biasanya selalu loyalitas wisatawan, bukan loyalitas konsumen. Hal inilah yang
akhirnya membuat perbedaan antara wisatawan (customer) dan konsumen
(consumer). Seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan apabila orang tersebut
mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh
produsen.
Sedangkan model teoritis loyalitas destinasi (destination loyalty) dalam
penelitian ini merujuk dari Yoon & Uysal (2005) yang mencakup dua dimensi
yang digunakan dalam konteks destinasi wisata, yaitu: ―niat untuk mengunjungi
kembali‖ (intention to revisit) dan ―komunikasi word-of-mouth‖.

46
a. Niat untuk mengunjungi kembali (Revisit Intention)
Niat untuk mengunjungi kembali (revisit intention) merupakan peluang
subjektif individu dimana ia akan melakukan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen,
1975) setelah ia melakukannya. Dalam konteks destinasi, niat kunjungan ulang
adalah kesediaan wisatawan untuk berniat mengunjungi kembali destinasi wisata
dalam periode tertentu. Penelitian lain yang telah menyatakan bahwa niat
pembelian kembali (purcahase intention) sebagai indikasi dari loyalitas destinasi,
termasuk kualitas layanan dan kepuasan maupun kepuasan (Cronin et al, 2000;
Oh, 2000).
Seperti dalam penelitian terhadap pelanggan fine dining terkait
pengalaman sebelum dan sesudah dimana Oh (2000) menyimpulkan bahwa:
persepsi nilai pelanggan tampaknya merupakan indikator kuat untuk
mempertahankan pelanggan dari waktu ke waktu). Artinya, ketika pelanggan
berharap nilai yang tinggi, mereka akan mengungkapkan niat yang kuat untuk
loyal pada sebuah restoran. Selain itu, wisatawan yang puas memungkinkan untuk
merekomendasikan destinasi wisata yang telah mereka kunjungi kepada teman
atau kerabat mereka (Yoon & Uysal 2005). Menurut Kozak dan Remington
(2000), dalam studi pada wisatawan yang berkunjung ke Mallorca di Spanyol,
menemukan bahwa para turis lebih puas dengan kunjungan mereka, maka
semakin besar kemungkinan mereka untuk kembali dan merekomendasikan
destinasi kepada orang lain.
Selanjutnya, wisatawan puas lebih mungkin untuk merekomendasikan
liburan di Mallorca yang direplikasi kunjungan mereka ke destinasi. Sebuah
hubungan yang signifikan juga ditemukan antara niat untuk merekomendasikan
dan niat untuk mengunjungi tujuan. Dengan demikian, wisatawan lebih cenderung
untuk merekomendasikan tujuan kepada orang lain jika mereka dimaksudkan
untuk meninjau kembali. Dalam sebuah penelitian menggunakan sampel dari
wisatawan golf, Petrick dan Bachman (2002) menggunakan korelasi bivariat
sederhana untuk menentukan bahwa kepuasan keseluruhan sangat berkorelasi
dengan niat untuk meninjau kembali.

47
b. Merekomendasikan Kepada Orang Lain (word-of-mouth)
Pentingnya komunikasi word-of-mouth (WOM) pada perusahaan jasa yang
telah mapan (Mangold & Miller, 1999) dilakukan pada sebagian industri jasa.
Meskipun WOM pada dasarnya dapat menjadi sebagai komunikasi yang positif
ataupun negatif, sehingga pemasar lebih tertarik dalam mempromosikan WOM
yang bersifat positif, seperti rekomendasi kepada orang lain. Dengan demikian,
bila pelanggan memiliki pengalaman layanan yang positif atau menguntungkan
akan berdampak dengan mereka, dan termotivasi untuk mendorong teman-teman
mereka maupun anggota keluarga untuk memiliki pengalaman yang sama (Babin
et al., 2005 dalam Soon Ho Kim, 2010:38).
Dalam sebuah penelitian pada tamu hotel oleh Hartline dan Jones (1996),
melaporkan bahwa kualitas layanan yang tinggi dapat meningkatkan untuk word-
of-mouth. Boudling, Karla, Staelin, dan Zeithmal (1993) secara empiris
menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi pelanggan atas kualitas pelayanan
pada suatu perusahaan, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk terlibat
dalam perilaku yang bermanfaat bagi kesehatan strategis perusahaan. Dengan
demikian, kualitas layanan harus akan berhubungan positif dengan pujian WOM.
Untuk mengukur sikap loyalitas destinasi, termasuk niat kunjungan kembali dan
merekomendasikan (word-of-mouth) umumnya digunakan untuk menyimpulkan
loyalitas konsumen, dan ditemukan menjadi pengukuran loyalitas (Chi & Qu,
2008). Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa konsumen
yang loyal lebih cenderung untuk membeli kembali produk / jasa di masa yang
akan datang (Petrick et al, 2001; Sonmez & Graefe, 1998). Hal ini juga
menyarankan bahwa wisatawan yang setia bersedia untuk merekomendasikan
destinasi kepada orang lain (Shoemaker & Lewis, 1999). Selain itu, korelasi yang
baik juga telah ditemukan antara niat pembelian kembali konsumen dan WOM
yang positif (Oh, 2000; Oh & Park, 1997). Oleh karena itu, pembelian kembali
dan word-of-mouth dikatakan sebagai unsur penting dalam membentuk Indeks
Pelanggan Destinasi (Taylor, 1998).

48
3.6 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan dari kajian teoritis dan empiris penelitian ini dirancang dengan

menggunakan 3 variabel yaitu: Destination Image, Memorable Tourist Experience dan

Destination Loyalty. Peneliti mencoba mengilustrasikan kerangka konsep dasar

pengujian dari ketiga variabel tersebut untuk melihat pengaruh antara variabel yang

ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

Memorabel Tourist
Experience (Y1)

1)Hedonism, 2) Novelty, 3)Local


Culture, 4) Refreshment, 5) H3
Meaningfulness, 6) Involvement,
7) Knowledge
H1
Kim Ritchie Mccormick (2012)

H4
Destination Image (X1) Destination Loyalty (Y2)

1) Natural Resources 2) 1) intention to revisit


Destination Atmosphere 3) Travel 2) komunikasi word-of-
Information, 4) Travel
mouth
Environment 5) Shopping 6)
Community Attitude 7)
Accessibility. H2
Yoon & Uysal (2005)
O’Neill & Jasper, 1992

Gambar 3.7. Kerangka Konseptual Penelitian

49
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.9 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan pendekatan ilmu ekonomi manajemen yang
memfokuskan pada ilmu manajemen pemasaran dan ilmu perilaku konsumen,
khususnya pemasaran pariwisata yang menganalisis variabel-variabel destination
image, memorable tourist experience dan destination loyalty .
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh
citra destinasi (destination image) terhadap loyalitas destinasi (destination loyalty)
yang dimediasi oleh memorable tourist experience (MTE). Sesuai dengan maksud
di atas, maka jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive dan verificative,
karena penelitian ini bertujuan menguji jawaban masalah yang kebenarannya
bersifat sementara (hipotesis) berdasarkan teori tertentu dan data empiris.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran atau tanggapan
wisatawan (responden) mengenai variabel destination image, memorable tourist
experience dan Destination Loyalty. Sedangkan penelitian verifikasi bertujuan
untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan antar variabel melalui suatu
pengujian hipotesis dengan mengunakan perhitungan-perhitungan statistik (Moh.
Nazir, 1988:63).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei.
Survei yang dimaksud adalah survei yang dilakukan kepada populasi yang dipilih.
Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner (Arikunto, 2002:86).
Hal ini sesuai dengan pendapat Masri Singarimbun dan Sofian Effendi
(1995:3), dimana metode survei atau penelitian sample adalah penelitian sample
adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Pertimbangan sebagai justifikasi
penggunaan metode survei dikarenakan data untuk penelitian deskriptif dapat
dilakukan melalui beberapa teknik: survai, eksperimen, data primer, dan observasi
(Zikmund, 1997). Survai merupakan teknik pengumpulan data yang tepat untuk

50
penelitian ini, dengan didasarkan pada kriteria yang disarankan oleh Malhotra
(2002) dan Sekaran (2000), yaitu: tujuan penelitian, keakuratan metode tersebut,
ketersediaan sumber data, ketersediaan fasilitas penelitian, waktu yang diperlukan
untuk penelitian, dan biaya yang akan dikeluarkan.
4.10 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan melalui studi kasus di Pulau Labengki
Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian akan
dilaksanakan mulai dari September - Oktober 2023.
4.11 Populasi dan Sampel
4.11.1 Populasi
Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas objek subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pengunjung pulau Labengki dengan jumlah
populasi yang tidak diketahui.
4.11.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana,
tenaga dan waktu maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi (Sugiyono, 2015). Populasi dalam penelitian ini tidak diketahui
jumlahnya sehingga untuk menghitung jumlah sampel minimum yang
dibutuhkan menggunakan formula Lemeshow untuk populasi yang tidak
diketahui (Snedecor dan Chocran, 2015).

Keterangan :
n = jumlah sampel
Z = skor z pada kepercayaan 95% = 1,96
P = maksimal estimasi = 0,5
d = alpha (0.10) atau sampling error = 10%

51
Berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah 96,04,
sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti mengambil data dari sampel
sekurang-kurangnya sejumlah 96 orang.
Sampel dalam penelitian ini diambil secara accidental sampling.
Accidental Sampling yakni siapa saja yang kebetulan ditemui di lokasi
penelitian dan memenuhi syarat sebagai populasi penelitian. Adapun syarat
untuk menjadi responden adalah :
1. Merupakan Pengunjung pada pulau Labengki
2. Telah mengunjungi Pulau Labengki lebih dari 2 kali
4.12 Jenis dan Sumber Data
4.12.1 Jenis Data
Jenis data yang di gunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif
dimana data ini berupa angka-angka. Data juga ini diperoleh dari sebaran
kuesioner yang dibagikan pada para pengunjung pada Pulau Labengki.
4.12.2 Sumber Data
1. Data Primer
Data yang bersumber dari karyawan yang dijadikan responden penelitian.
Data ini diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari jawaban responden
pada pada para pengunjung pada Pulau Labengki.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari BPS Konawe Utara, Dinas
Pariwisata Konawe Utara, Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara
khusunya yang meliputi sejarah singkat, struktur organisasi, uraian tugas dan
jumlah wisatawan.
4.13 Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
1. Metode Angket (kuesioner)
Teknik pengumpulan data dengan kuesioner merupakan satu teknik
pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden.
Dalam kuesioner ini digunakan model pertanyaan tertutup dan bentuk
pertanyaan sudah di sertai dengan alternative jawaban sebelumnya. Sehingga

52
responden dapat memilih salah satu dari alternative tersebut. Kuesioner yang
akan di berikan pada responden tersebut nantinya akan diberikan skor dari
angka 1 (sangat tidak setuju), angka 2 (tidak setuju), angka 3 (Netral), angka 4
( setuju) dan angka 5 (sangat setujuh) untuk semua variabel.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulann data dengan mengajukan
pertanyaan kepada responden secara langsung untuk mendapatkan keterangan
yang di butuhkan.
4.14 Skala Pengukuran Data
Pengukuran data yang berkaitan dengan variabel bebas maupun terikat
dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Cooper dan Sehindler (2006),
menjelaskan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang
telah ditetapkan secaraspesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variabel
penelitian. Penentuan skala Likert menggunakan skala 1 sampai dengan 5,
Cooper dan Sehindler (2006).
Tabel 4.3 Skala Likert
Nilai Rata-rata Skor Nilai
No Makna Kategori/ Interpretasi
Jawaban Skor
1 1,00 - 1,50 Sangat Tidak Setuju/Baik 1
2 1,51 - 2,50 TidakSetuju/Baik 2
3 2,51 - 3,50 Netral 3
4 3,51 - 4,50 Setuju/Baik 4
5 4,51 - 5,00 Sangat Setuju/Baik 5
Sumber:Cooper & Sehindler (2006)
4.15 Instrumen Penelitian
Instrument dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan berupa
kuesioner yang di ajukan pada pengunjung yang datang ataupun sudah pernah
berkunjung pada Pulau Labengki..
4.4.1 Uji Validitas
Suatu istrumen dapat dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Instrumen dalam penelitian ini dapat dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan

53
data dan variabel-variabel yang diteliti secara konsisten. Validitas merupakan
ukuran yang berhubungan dengan tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam mengukur atas apa yang seharusnya diukur. Cara menguji
validitas dapat dilakukan dengan formula Product Moment, dengan taraf
signifikansi α = 0,05. Jika nilai r ≥ 0,30 maka data tersebut adalah valid
(Solimun, 2002:128).

4.4.2 Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kehandalan suatu alat ukur yang digunakan dalam mengukur variabel yang
akan diukur. Instrumen juga harus reliabel, instrumen dapat dikatakan reliabel
jika alat ukur tersebut menghasilkan hasil-hasil yang konsisten. Dengan kata
lain, reliabilitas menunjukkan seberapa besar pengukuran dapat memberikan
hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap
subyek yang sama. Pengujian reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Alpha Cronbach. Nilai batas (cut of point) yang diterima untuk
tingkat Alpha Cronbach adalah  0,60 (Sekaran & Roger Bougie, 2010).

4.16 Metode Analisis Data


Adapun metode analisis data yang digunakan adalah Partial Least
Square (PLS). PLS merupakan teknik statistika multivariateyang melakukan
perbandingan antara variabel dependen berganda dan variabel independen
berganda.
SEM berbasis varian yang didesain untuk menyelesaikan
regresiberganda ketika terjadi permasalahan spesifik pada data, seperti
ukuransampel penelitian kecil, adanya data yang hilang (missing values)
danmultikolinearitas. (Abdillah dan Hartono, 2015). PLS juga dapatdianggap
sebagai metode analisis yang kuat yang dapat digunakan dalamsetiap skala data
seperti nominal, ordinal, interval, dan rasio, dengan persyaratan asumsi yang
fleksibel (Yamin dan Kurniawan, 2011).
Tujuan utama metode Partial Least Square adalah untuk memprediksi
hubungan variabel X terhadap variabel Y dan menjelaskan hubungan antara

54
keduanya berdasarkan teori. PLS adalah analisis metode regresi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi faktor yaitu kombinasi antara variabel X
sebagai prediktor dan variabel Y sebagai variabel respon (Abdillah dan
Hartono, 2015).

55
BAB 5
HASIL DAN LUARAN PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian


5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pulau Labengki merupakan sebuah pulau yang terletak di Kecamatan
Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Pulau
ini terletak di Teluk Bone, sebelah utara pulau Sulawesi. Pulau Labengki terkenal
karena keindahan alamnya yang menakjubkan, pantai berpasir putih, air laut yang
jernih, dan terumbu karang yang indah.
Gambar 4.1 Peta Lokasi Pulau Labengki

Sumber: Google.com/petawilayahlabengki
Pulau Labengki terletak di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara,
Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Secara geografis, pulau ini terletak di
Teluk Bone, sebelah utara pulau Sulawesi. Teluk Bone merupakan bagian dari
Laut Banda, yang terletak di sebelah timur laut Pulau Sulawesi. Koordinat
geografis Pulau Labengki adalah sekitar 3°37'10"S lintang selatan dan
122°10'58"E bujur timur. Pulau ini berada di sekitar 200 kilometer sebelah

56
tenggara Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Pulau Labengki
juga dikelilingi oleh beberapa pulau kecil di sekitarnya, seperti Pulau Labengki
Kecil, Pulau Kapota, Pulau Latondu, dan Pulau Kahianga. Pulau-pulau ini
menyumbangkan keindahan alam yang khas dan memperkaya panorama pulau
Labengki.
Salah satu daya tarik utama Pulau Labengki adalah pemandangan laut
yang jernih dengan pulau-pulau yang indah di tengahnya. Wisatawan dapat
menikmati keindahan terumbu karang yang spektakuler, melakukan snorkeling
atau diving untuk menjelajahi kehidupan bawah laut yang kaya akan
keanekaragaman biota laut. Selain itu, ada juga pemandangan Teluk Cinta yang
memiliki bentuk hati yang menarik dan menjadi daya tarik tersendiri. Meskipun
letaknya cukup tersembunyi dan sulit dijangkau, Pulau Labengki menarik minat
para wisatawan yang ingin menjelajahi surga tersembunyi ini. Ketenaran Raja
Ampat telah memperkenalkan Sulawesi Tenggara sebagai destinasi wisata yang
tak kalah indah. Pulau Labengki menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang
ingin menikmati keindahan alam yang masih alami dan eksotis.
Dengan pesona alamnya yang luar biasa dan keunikan budaya Suku Bajo,
Pulau Labengki menawarkan pengalaman yang tak terlupakan bagi para
pengunjungnya. Pulau ini menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki banyak
destinasi wisata yang belum terungkap secara luas dan menjanjikan keindahan
alam yang spektakuler.
Di Pulau Labengki, terdapat berbagai aktivitas yang bisa dilakukan oleh
para pengunjung. Berikut adalah beberapa aktivitas yang populer di Pulau
Labengki:
1. Snorkeling dan Diving: Pulau Labengki dikenal karena keindahan terumbu
karangnya. Pengunjung dapat melakukan snorkeling atau diving untuk
mengeksplorasi kehidupan bawah laut yang kaya dengan ragam ikan, karang,
dan biota laut lainnya.
2. Menjelajahi Pantai: Pulau Labengki memiliki pantai-pantai berpasir putih
yang memikat. Pengunjung dapat menikmati berjalan-jalan di tepi pantai,

57
berjemur di bawah sinar matahari, atau sekadar bersantai menikmati
pemandangan yang indah.
3. Berlayar dengan Perahu: Pengunjung dapat menikmati keindahan pulau-pulau
sekitar Pulau Labengki dengan berlayar menggunakan perahu tradisional.
Pengunjung dapat mengunjungi pulau-pulau terdekat seperti Pulau Labengki
Kecil, Pulau Kapota, atau Pulau Latondu.
4. Menyusuri Goa Liang Ndara: Goa Liang Ndara adalah goa batu kapur dengan
stalaktit dan stalagmit yang menakjubkan. Pengunjung dapat menjelajahi ke
dalam goa ini untuk melihat formasi batu yang menarik dan menikmati
keunikan alam bawah tanah.
5. Camping dan Piknik: Jika Pengunjung ingin menghabiskan waktu lebih lama
di Pulau Labengki, Pengunjung dapat melakukan camping di tepi pantai atau
melakukan piknik di area yang telah disediakan. Menikmati makanan dan
minuman di alam terbuka akan memberikan pengalaman yang menyenangkan.
6. Fotografi Alam: Pulau Labengki menawarkan pemandangan alam yang indah
dan fotogenik. Pengunjung dapat mengambil foto-foto yang menakjubkan
dari pantai, terumbu karang, atau pemandangan pulau-pulau sekitar.
7. Menikmati Sunset: Pulau Labengki menawarkan pemandangan matahari
terbenam yang memukau. Anda dapat menikmati keindahan langit berubah
warna saat matahari terbenam di cakrawala, menciptakan momen yang indah
dan romantis.
Selain aktivitas di atas, Pengunjung juga dapat memancing, berenang,
atau hanya bersantai menikmati suasana pulau yang tenang dan damai. Penting
untuk mematuhi aturan dan petunjuk yang berlaku di Pulau Labengki serta
menjaga kebersihan dan kelestarian alam saat menikmati aktivitas di sana.
Meskipun Pulau Labengki merupakan pulau kecil, terdapat beberapa penginapan
dan resort yang tersedia bagi para wisatawan. Para pengunjung dapat memilih
penginapan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran mereka. Pulau Labengki
sangat menjaga kebersihan dan konservasi alamnya. Para pengunjung diharapkan
untuk menjaga kebersihan dan tidak merusak terumbu karang atau biota laut
lainnya. Beberapa area di Pulau Labengki mungkin memiliki pembatasan untuk

58
menjaga kelestarian lingkungan, jadi penting untuk mengikuti petunjuk dan aturan
yang berlaku selama kunjungan. Pulau Labengki merupakan destinasi wisata yang
menakjubkan bagi para pecinta alam, penyelam, dan mereka yang mencari
ketenangan di tengah keindahan alam yang memukau.
Berikut adalah beberapa dokumentasi yang ada pada objek wisata pulau
Labengki:

(a) Gambar tampak atas pulau Labengki

(b) Gambar villa peristirahatan

59
(c) Gambar kegiatan wisata air oleh pengunjung

(d) Gambar suasana Pantai di Pulau Labengki

60
5.1.2 Deskripsi Destinasi Image, Memorable Tourist Experience dan
Destination Loyalty Pada Objek Wisata Pulau Labengki
a) Destinasi Image

Konsep destination image sering juga dikatakan sebagai merek dari suatu
destinasi. Merek atas daerah atau destinasi wisata didefinisikan sebagai aktivitas
pemasaran untuk mempromosikan citra positif suatu daerah destinasi wisata demi
mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjunginya. Merek suatu
destinasi wisata ini sering dihubungkan dengan strategi positioning dalam industri
pariwisata. Merek daerah destinasi wisata dapat mencakup lingkup lokal, regional,
nasional maupun secara internasional. Pengukuran variabel destination image
dalam riset ini menggunakan tujuh dimensi , yaitu1) Natural Resources 2)
Destination Atmosphere 3) Travel Information, 4) Travel Environment 5)
Shopping 6) Community Attitude dan 7) Accessibility.
Pulau Labengki memiliki pantai yang indah dan Pulau Labengki memiliki
keanekaragaman hayati flora dan fauna telah memenuhi harapan wisatawan yang
dating berkunjung di Pulau Labengki. Gugusan karang yang indah menunjukkan
keberadaan terumbu karang yang menakjubkan di perairan sekitar Pulau
Labengki. Terumbu karang ini menjadi daya tarik utama bagi para penyelam dan
snorkeler yang ingin menikmati keindahan bawah laut yang spektakuler. Selain
itu, pantai yang indah di Pulau Labengki juga menjadi salah satu daya tarik utama.
Wisatawan dapat menikmati pasir putih yang lembut, air laut yang jernih, serta
pemandangan yang menakjubkan di sekitar pantai-pantai Pulau Labengki.
Keanekaragaman hayati flora dan fauna yang ada di Pulau Labengki juga menjadi
faktor penilaian positif. Wisatawan dapat menemukan beragam spesies tumbuhan
dan hewan yang hidup di pulau ini, memberikan pengalaman yang unik dan
memikat bagi pecinta alam.
Pulau Labengki dirasa telah mampu menyediakan akses yang baik untuk
berbelanja, yang menunjukkan adanya beragam pilihan tempat berbelanja yang
menarik di pulau ini. Wisatawan dapat menemukan berbagai macam produk lokal,
suvenir, dan barang lainnya yang dapat mereka beli sebagai kenang-kenangan atau
oleh-oleh dari kunjungan mereka. Selain itu, pengalaman berbelanja di Pulau

61
Labengki juga dianggap nyaman oleh responden. Kemungkinan adanya toko-toko
yang ramah pengunjung, suasana yang menyenangkan, dan pelayanan yang baik
dianggap memenuhi harapan wisatawan. Meskipun Pulau Labengki mungkin
bukan destinasi wisata yang terkenal karena kegiatan berbelanja, namun hasil
penelitian menunjukkan bahwa pulau ini masih berhasil memenuhi harapan
wisatawan dalam hal kemudahan dan pengalaman berbelanja
Pulau Labengki dianggap memiliki akses lintas darat yang memadai, yang
berarti terdapat jalan-jalan atau jalur transportasi yang dapat digunakan oleh
wisatawan untuk mencapai pulau ini dengan mudah. Selain itu, akses lintas laut
yang memadai menunjukkan adanya kapal-kapal atau transportasi laut yang
tersedia untuk menghubungkan Pulau Labengki dengan pelabuhan-pelabuhan
terdekat. Wisatawan dapat menggunakan kapal atau boat untuk mencapai pulau
ini dengan nyaman. Selain itu, adanya akses lintas udara yang memadai
menunjukkan ketersediaan bandara atau landasan udara yang dapat digunakan
oleh wisatawan untuk mencapai Pulau Labengki dengan penerbangan langsung
atau melalui penerbangan terhubung. Dengan adanya aksesibilitas yang memadai
baik melalui darat, laut, maupun udara, Pulau Labengki dianggap mampu
memenuhi harapan wisatawan dalam hal kemudahan dan kenyamanan dalam
mencapai pulau ini. Hal ini mempermudah para wisatawan untuk mengunjungi
dan menikmati keindahan Pulau Labengki tanpa terlalu banyak hambatan.
Pulau Labengki dianggap menawarkan informasi pariwisata yang mudah
diakses, yang berarti informasi-informasi tersebut dapat dengan mudah ditemukan
dan diakses oleh wisatawan. Hal ini penting karena informasi yang mudah diakses
akan membantu wisatawan dalam merencanakan perjalanan mereka, mengetahui
atraksi wisata yang ada, serta mendapatkan informasi terkini tentang peristiwa
atau acara yang berlangsung di Pulau Labengki. Selain itu, Pulau Labengki
dianggap menawarkan informasi pariwisata yang baik, yang berarti informasi
tersebut akurat, jelas, dan memberikan gambaran yang memadai tentang daya
tarik, fasilitas, serta kegiatan wisata yang dapat dilakukan di pulau tersebut.
Informasi yang baik akan membantu wisatawan dalam memahami lebih baik
mengenai Pulau Labengki, sehingga mereka dapat merencanakan perjalanan

62
mereka dengan lebih baik dan mendapatkan pengalaman wisata yang memuaskan.
Pulau Labengki juga dianggap menawarkan berbagai informasi peristiwa, yang
dapat mencakup acara-acara budaya, festival, atau kegiatan khusus yang
berlangsung di pulau ini. Hal ini memberikan nilai tambah bagi wisatawan yang
ingin mengikuti acara-acara tersebut dan menambah pengalaman wisata mereka di
Pulau Labengki.
Pulau Labengki merupakan tujuan berorientasi keluarga dan Masyarakat
setempat yang ramah sudah memenuhi harapan wisatawan yang datang
berkunjung di Pulau Labengki. Pulau Labengki dianggap memiliki masyarakat
lokal yang membantu, yang berarti masyarakat setempat bersedia membantu
wisatawan dengan ramah dan penuh keramahan. Sikap tersebut memberikan
pengalaman positif bagi wisatawan, karena mereka merasa disambut dan
didukung oleh masyarakat setempat dalam menjelajahi Pulau Labengki.
Masyarakat yang membantu juga dapat memberikan informasi, saran, atau
bantuan yang dibutuhkan oleh wisatawan selama kunjungan mereka. Selain itu,
Pulau Labengki dianggap sebagai tujuan berorientasi keluarga, yang berarti pulau
ini menyediakan suasana yang ramah bagi wisatawan yang berkunjung bersama
keluarga. Sikap masyarakat yang menyambut keluarga menunjukkan bahwa Pulau
Labengki adalah destinasi yang cocok untuk liburan keluarga, dengan suasana
yang aman, nyaman, dan ramah anak. Wisatawan juga setuju bahwa masyarakat
setempat di Pulau Labengki ramah. Sikap ramah dari masyarakat setempat
memberikan kesan positif kepada wisatawan dan menciptakan atmosfer yang
menyenangkan selama kunjungan. Sikap ramah ini dapat meliputi interaksi
hangat, keramahan dalam memberikan informasi atau petunjuk, serta keinginan
untuk berinteraksi dengan wisatawan dan berbagi pengalaman lokal. Dengan
adanya sikap masyarakat lokal yang membantu, Pulau Labengki sebagai tujuan
berorientasi keluarga, dan sikap ramah dari masyarakat setempat, Pulau Labengki
memenuhi harapan wisatawan terkait indikator Community Attitude. Sikap positif
dari masyarakat lokal menciptakan lingkungan yang menyambut dan
menguntungkan bagi wisatawan, meningkatkan pengalaman mereka selama

63
kunjungan, dan berpotensi untuk meningkatkan kepuasan wisatawan secara
keseluruhan.
Pulau Labengki adalah tempat yang baik untuk perjalanan wisata, Pulau
Labengki merupakan destinasi wisata yang memuaskan, Pulau Labengki adalah
destinasi wisata yang menyenangkan, Liburan di Pulau Labengki adalah
petualangan nyata, Pulau Labengki adalah suasana yang baik untuk
dikunjungi,Pulau Labengki memiliki cuaca yang menyenangkan telah memenuhi
harapan wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Bokori. Pulau Labengki
dianggap sebagai destinasi wisata yang menarik, baik untuk perjalanan wisata
maupun liburan. Keindahan alam, gugusan karang yang indah, pantai yang
menakjubkan, dan keanekaragaman hayati flora dan fauna di Pulau Labengki
menciptakan atmosfer yang menarik bagi wisatawan. Wisatawan merasa terpikat
oleh pesona alam yang ditawarkan oleh pulau ini. Selain itu, Pulau Labengki juga
dianggap memuaskan dan menyenangkan sebagai destinasi wisata. Pengalaman
liburan di Pulau Labengki dianggap sebagai petualangan nyata, yang berarti
wisatawan merasa terlibat dalam aktivitas dan penjelajahan yang menyenangkan
selama kunjungan mereka. Atmosfer yang baik dan menyenangkan di Pulau
Labengki menciptakan suasana yang menyenangkan bagi wisatawan dan
berkontribusi pada kepuasan mereka. Selanjutnya, responden juga menyatakan
bahwa Pulau Labengki memiliki cuaca yang menyenangkan. Cuaca yang baik dan
menyenangkan dapat meningkatkan pengalaman wisatawan selama kunjungan,
memungkinkan mereka untuk menikmati berbagai aktivitas di pulau dengan lebih
nyaman. Dengan adanya destinasi wisata yang menarik, suasana yang baik untuk
perjalanan wisata, kepuasan dan kegembiraan yang ditemukan oleh wisatawan,
serta cuaca yang menyenangkan, Pulau Labengki memenuhi harapan wisatawan
terkait indikator Destination Atmosphere. Atmosfer positif dan menarik di Pulau
Labengki menciptakan pengalaman liburan yang positif dan memuaskan bagi
wisatawan yang datang berkunjung.
Pulau Labengki memiliki standar tinggi untuk sanitasi & kebersihan, Pulau
Labengki memiliki akomodasi yang cocok dan Pulau Labengki memiliki standar
hidup yang tinggi dirasa telah memenuhi harapan wisatawan yang datang

64
berkunjung di Pulau Bokori. Pulau Labengki dianggap telah mengajukan dan
mengembangkan kota sebagai destinasi wisata. Ini dapat mencakup upaya
pengembangan infrastruktur pariwisata, penyediaan aksesibilitas yang baik,
peningkatan fasilitas publik, dan peningkatan promosi pariwisata. Upaya ini
memiliki dampak positif terhadap pengalaman perjalanan wisatawan di Pulau
Labengki. Responden juga menyatakan bahwa Pulau Labengki memiliki standar
tinggi untuk sanitasi dan kebersihan. Hal ini menunjukkan bahwa pulau ini
menjaga kebersihan dan kebersihan lingkungan, termasuk area wisata dan fasilitas
umum. Standar sanitasi yang baik memberikan rasa nyaman dan kepercayaan
kepada wisatawan selama kunjungan mereka. Selain itu, Pulau Labengki dianggap
memiliki akomodasi yang cocok. Hal ini menunjukkan bahwa pulau ini
menyediakan pilihan akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi
wisatawan. Ketersediaan akomodasi yang baik dapat memberikan kenyamanan
dan kemudahan bagi wisatawan selama tinggal mereka di Pulau Labengki.
b) Memorable Tourist Experience

Memorable tourism experience adalah pengalaman patiwisata yang


dikenang dan diingat secara positif setelah kejadian itu telah terjadi. Dalam
literatur pemasaran, memori mempengaruhi perilaku konsumen yang
mempengaruhi proses seseorang dalam memilih suatu barang/jasa, dan akan
berpengaruh terhadap kegiatan transaksi dimasa depan, dapat disimpulkan bahwa
pengalaman yang mengesankan atau memorable tourism experience berperan
penting dalam membangun tujuan suatu wisata. Pengukuran variabel memorable
tourist experience dalam riset ini menggunakan tujuh dimensi, yaitu 1) Hedonism,
2) Novelty, 3) Local Culture, 4) Refreshment, 5) Meaningfulness, 6) Involvement,
7) Knowledge.
Wisatawan yang mengunjungi Pulau Labengki merasa bahwa liburan di
sana merupakan pengalaman yang unik dan berbeda dari liburan sebelumnya. Hal
ini menunjukkan bahwa Pulau Labengki memiliki faktor-faktor yang
membedakan dan menawarkan sesuatu yang baru dan menarik bagi wisatawan.
Pengalaman yang unik ini dapat berasal dari keindahan alam, kegiatan dan atraksi
yang tersedia, budaya lokal, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

65
Pengalaman yang unik ini memberikan kesan positif dan memuaskan bagi
wisatawan, sehingga mereka merasa terdorong untuk mengunjungi Pulau
Labengki dan menciptakan kenangan yang berbeda dari destinasi lain.
Wisatawan merasa bahwa liburan di Pulau Labengki memberikan
kesempatan bagi mereka untuk memperoleh banyak pengetahuan. Mereka merasa
bahwa mereka telah mengalami budaya baru yang berbeda selama liburan di
Pulau Labengki. Hal ini menunjukkan bahwa destinasi tersebut memiliki potensi
untuk memberikan pengalaman budaya yang berbeda dan memperkaya
pengetahuan wisatawan. Pengalaman ini dapat berasal dari interaksi dengan
masyarakat lokal, mengunjungi tempat-tempat baru, atau terlibat dalam kegiatan
yang memungkinkan wisatawan untuk belajar lebih banyak tentang lingkungan
alam, keanekaragaman hayati, atau warisan budaya Pulau Labengki
Wisatawan merasa bahwa mereka menerima sambutan yang hangat dan
ramah dari masyarakat lokal di sekitar Pulau Labengki. Masyarakat dianggap
sebagai faktor yang berkontribusi pada pengalaman positif dan kesan yang baik
selama kunjungan wisatawan di destinasi tersebut. Keberadaan interaksi positif
dengan masyarakat lokal dapat memberikan tambahan nilai bagi pengalaman
wisatawan. Hal ini bisa mencakup kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan
budaya, mengunjungi desa-desa tradisional, mencicipi makanan lokal, atau
berinteraksi dengan penduduk setempat dalam aktivitas sehari-hari. Interaksi
semacam ini memungkinkan wisatawan untuk memahami dan menghargai budaya
lokal, serta memperdalam pengalaman mereka di destinasi tersebut. Kesadaran
dan penghargaan terhadap budaya lokal juga dapat menjadi dasar bagi upaya
pelestarian warisan budaya dan kearifan lokal di Pulau Labengki. Dengan
mempromosikan dan mempertahankan aspek budaya yang unik dan khas, Pulau
Labengki dapat terus menarik minat wisatawan yang mencari pengalaman yang
autentik dan berbeda
Pulau Labengki menawarkan pengalaman yang signifikan dan
memberikan dampak positif bagi wisatawan. Mungkin ada kesempatan bagi
mereka untuk terlibat dalam kegiatan berarti, seperti kegiatan ekowisata,
partisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan, atau mendukung komunitas lokal

66
di Pulau Labengki. Selama kunjungan mereka, wisatawan merasa bahwa mereka
memberikan kontribusi positif, baik secara sosial maupun ekologis, dan merasa
bahwa mereka membuat perbedaan dalam upaya menjaga kelestarian dan
kesejahteraan destinasi tersebut. Hal ini dapat memberikan rasa kepuasan dan
kebanggaan pada wisatawan, serta meningkatkan nilai pengalaman mereka di
Pulau Labengki. Selain itu, pengalaman yang berarti juga bisa timbul dari adanya
kesempatan untuk terhubung dengan alam, menjelajahi keindahan alam Pulau
Labengki, dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kekayaan alam
dan lingkungan sekitarnya. Wisatawan mungkin merasa terinspirasi dan
terhubung dengan alam, serta menyadari pentingnya menjaga dan melindungi
sumber daya alam yang ada.
Pulau Labengki telah memberikan kesan dan pengalaman yang baik bagi
wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Labengki. Hal ini menunjukkan
bahwa wisatawan yang mengunjungi Pulau Labengki merasa terlibat secara aktif
dan antusias dalam pengalaman liburan mereka. Perasaan keterlibatan ini bisa
timbul karena wisatawan merasa sangat ingin mengunjungi Pulau Labengki.
Mereka memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk menghabiskan waktu
liburan mereka di destinasi ini. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Labengki
berhasil menarik minat dan ketertarikan wisatawan dengan menawarkan daya
tarik yang kuat dan unik. Selama liburan di Pulau Labengki, wisatawan merasa
senang dan menikmati kegiatan yang mereka lakukan. Mereka dapat terlibat
dalam berbagai kegiatan yang mereka benar-benar ingin lakukan, seperti
menjelajahi keindahan alam Pulau Labengki, berpartisipasi dalam kegiatan
budaya, atau menikmati aktivitas rekreasi yang ditawarkan. Hal ini mencerminkan
bahwa Pulau Labengki mampu memenuhi harapan dan preferensi wisatawan
dalam hal pengalaman dan kegiatan yang dapat dilakukan di destinasi tersebut.
Selain itu, wisatawan juga menunjukkan ketertarikan pada kegiatan utama atau
atraksi yang ada di Pulau Labengki. Mereka tertarik dan terlibat dalam
pengalaman pariwisata yang ditawarkan, seperti snorkeling, menyelam, trekking,
atau berpartisipasi dalam kegiatan budaya lokal.

67
Pulau Labengki mampu memberikan pengalaman yang menyegarkan bagi
wisatawan. Mereka merasa bahwa liburan di Pulau Labengki memberikan
kesempatan untuk melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari dan merasakan
kebebasan yang menyenangkan. Wisatawan dapat menikmati suasana yang
berbeda, pemandangan alam yang indah, dan suasana yang menenangkan di Pulau
Labengki. Selama liburan di Pulau Labengki, wisatawan merasa terevitalisasi.
Mereka merasakan efek positif dari liburan tersebut, baik secara fisik maupun
mental. Pulau Labengki memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk bersantai,
menjauhkan diri dari stres, dan menikmati momen-momen yang menyegarkan.
Pengalaman ini dapat meningkatkan energi, semangat, dan kesejahteraan
wisatawan. Selain itu, liburan di Pulau Labengki memberikan kesan dan
pengalaman yang baik bagi wisatawan. Mereka merasa puas dengan kemampuan
Pulau Labengki untuk memberikan suasana yang menyegarkan dan memberikan
pengalaman yang berbeda. Wisatawan dapat merasakan keindahan alam,
menjelajahi keanekaragaman budaya, atau berpartisipasi dalam kegiatan menarik
yang ditawarkan oleh Pulau Labengki. Hal ini menciptakan kesan positif yang
berkesan dalam ingatan wisatawan. Pulau Labengki berhasil memberikan
pengalaman yang menyegarkan, menjauhkan dari rutinitas sehari-hari, dan
memberikan kesempatan untuk bersantai dan menikmati momen yang berharga.
Pengalaman ini memberikan kesan positif dan pengalaman yang baik bagi
wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Labengki
Pulau Labengki menawarkan berbagai kegiatan dan atraksi yang unik,
sehingga wisatawan dapat merasakan sensasi baru dan memperoleh pengalaman
yang berbeda. Hal ini menciptakan kegembiraan dan kepuasan tersendiri bagi
wisatawan. Selama liburan di Pulau Labengki, wisatawan memuaskan diri sendiri
dengan mengikuti kegiatan yang ditawarkan. Mereka dapat menjelajahi keindahan
alam, berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi atau olahraga air, atau menikmati
kuliner lokal. Wisatawan merasakan kepuasan pribadi dalam mengeksplorasi
semua yang ditawarkan oleh Pulau Labengki dan memanfaatkan setiap momen
yang ada. Wisatawan sangat menikmati pengalaman wisata di Pulau Labengki.
Mereka merasa terlibat dalam suasana yang mengasyikkan dan memikat. Pulau

68
Labengki memberikan pengalaman liburan yang menyenangkan, penuh
kegembiraan, dan memuaskan. Wisatawan dapat menikmati keindahan alam,
bersantai di pantai, menjelajahi pulau-pulau terdekat, atau berinteraksi dengan
masyarakat setempat. Semua ini menciptakan kesan dan pengalaman yang positif
bagi wisatawan. Pulau Labengki memberikan pengalaman baru, memuaskan diri
sendiri dengan kegiatan yang ditawarkan, serta memberikan kesenangan dan
keasyikan selama liburan. Pengalaman ini memberikan kesan dan pengalaman
yang baik bagi wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Labengki.
c) Destinasi Loyalty
Destination Loyalty adalah perilaku wisatawan yang menguntungkan
dengan bersedia untuk mengunjungi kembali serta merekomendasikan kepada
wisatawan potensial lainnya. Loyalitas menunjukkan kecenderungan seseorang
untuk menggunakan suatu merek tertentu dengan tingkat konsistensi yang tinggi.
Pengukuran variabel destination loyalty dalam riset ini menggunakan dua dimensi
yang sekaligus sebagai sub variable yaitu: 1) niat untuk mengunjungi kembali‖
(intention to revisit) dan 2) komunikasi word-of-mouth.
Indikator WOM yang direfleksikan melalui Saya akan menceritakan hal
positif tentang Pulau Labengki kepada orang-orang di sekitar saya, Saya akan
mendorong orang-orang di sekitar saya untuk datang ke Pulau Labengki dan Saya
akan merekomendasikan Pulau Labengki kepada orang lain dirasa baik dan akan
dilakukan oleh wisatawan. Wisatawan yang menyatakan setuju dengan indikator
WOM menunjukkan bahwa mereka memiliki kesan positif tentang Pulau
Labengki dan merasa puas dengan pengalaman mereka. Mereka juga menyatakan
niat untuk menceritakan pengalaman positif mereka kepada orang-orang di sekitar
mereka, mendorong orang lain untuk mengunjungi Pulau Labengki, dan
merekomendasikan destinasi ini kepada orang lain. Hal ini dapat menjadi indikasi
bahwa Pulau Labengki memiliki daya tarik yang kuat dan mampu menciptakan
pengalaman wisata yang memuaskan bagi wisatawan. Rekomendasi dari mulut ke
mulut oleh wisatawan yang puas dapat memiliki dampak yang positif dalam
meningkatkan popularitas dan citra positif Pulau Labengki sebagai tujuan wisata.

69
Indikator Revisit Intention yang direfleksikan melalui pengalaman
wisatawan di Pulau Labengki memiliki pengaruh positif terhadap niat mereka
untuk kembali mengunjungi destinasi tersebut di masa depan. Wisatawan yang
menyatakan setuju dengan indikator Revisit Intention menunjukkan bahwa
mereka memiliki keinginan dan niat untuk kembali mengunjungi Pulau Labengki
jika mereka kembali ke Indonesia/Sulawesi atau mencari wisata bahari. Mereka
juga menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk mengunjungi
Pulau Labengki di masa depan dan menganggap kemungkinan besar mereka akan
datang lagi untuk liburan. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Labengki telah
memberikan pengalaman wisata yang memuaskan bagi wisatawan sehingga
mereka merasa tertarik untuk kembali ke destinasi tersebut. Faktor-faktor seperti
keindahan alam, keragaman atraksi wisata, pelayanan yang baik, atau pengalaman
unik yang ditawarkan oleh Pulau Labengki mungkin menjadi faktor penentu
dalam niat wisatawan untuk kembali mengunjungi destinasi tersebut.

5.1.3 Uji Model Pengaruh Destination Image, Memorable Tourist Experience


dan Destination Loyalty
Analisis pengukuran model digunakan untuk menguji validitas konstruk
dan reliabilitas instrument dari Second Order Construct (Konstruk
Multidimensional) reflektif.
Adapun hasil pengujian model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

70
Gambar 5.2 Uji Model

Sumber: Olah data, 2023

Analisis Hipotesis
Secara statistis, pengujian konstruk multidimensional reflektif di jenjang
higher order memiliki hasil yang lebih baik karena konstruk higher order
merupakan komposit dari seluruh konstruk di lower order (Abdillah dan Hartono,
2015). Menurut Hartono (2008), ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis
dapat digunakan perbandingan nilai t-table dan t-statistics pada tabel total effects.
Jika nilai t-statistics lebih tinggi dibandingkan nilai t-table, berarti hipotesis
terdukung. Untuk tingkat keyakinan 95% (alpha 5%) maka nilai t-table untuk
hipotesis (two tailed) adalah ≥1,96.

71
Tabel 5.21
Path Coefficient
Path Coefficients
Mean, STDEV, T-Values, P-Values
Original
T Statistics P
Sample
(|O/STDEV|) Values
(O)
Destination Image -> Memorable Tourist
0.624 8.563 0.000
Experience
Destination Image -> Destination Loyalty -0.053 1.490 0.137
Memorable Tourist Experience -> Destination
0.998 48.935 0.000
Loyalty
Sumber: Olah Data, 2023

Berdasarkan hasil pengujian path coefficient, maka dapat disimpulkan


hipotesis sebagai berikut:

Pengaruh Destination Image terhadap Memorabel Tourist Experience


Berdasarkan hasil pengujian secara langsung bahwa destination image
berpengaruh positif dan signifikan terhadap memorable tourist experience.
Artinya bahwa variabel destination image sebagai variabel yang meningkatkan
memorable tousrist experience. Destination image yang baik akan memberikan
dampak terhadap peningkatan memorable tourist experience pada wisatawan
yang datang berkunjung di Pulau Labengki. Penjelasan tersebut mengindikasikan
bahwa persepsi atau gambaran yang positif tentang Pulau Labengki, seperti pantai
yang indah, kekayaan alam yang menakjubkan, atau pengalaman unik yang
ditawarkan, akan mempengaruhi pengalaman wisata yang berkesan bagi
wisatawan. Dengan kata lain, ketika wisatawan memiliki citra positif tentang
Pulau Labengki sebelum mengunjungi, mereka memiliki harapan yang tinggi
terhadap destinasi tersebut. Ketika mereka akhirnya mengalami destinasi secara
langsung dan pengalaman wisata yang sesuai dengan harapan mereka, mereka
akan mengalami pengalaman yang berkesan. Pengaruh positif dan signifikan dari
destination image terhadap memorable tourist experience menunjukkan bahwa
persepsi awal wisatawan terhadap Pulau Labengki memiliki peran penting dalam
membentuk pengalaman wisata yang berkesan. Destinasi yang mampu memenuhi
atau bahkan melebihi harapan wisatawan dengan menawarkan pengalaman yang

72
unik, memikat, dan memuaskan akan menciptakan kenangan yang tak terlupakan
bagi wisatawan.
Pengaruh Destination Image Terhadap Destination Loyalty

Berdasarkan hasil pengujian secara langsung bahwa destination image


berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap destination loyalty. Artinya
bahwa variabel destination image tidak mampu dalam meningkatkan destination
loyalty. Destination image tidak memberikan dampak terhadap peningkatan
destination loyalty pada wisatawan yang datang berkunjung di Pulau Labengki.
Destination image merujuk pada persepsi dan citra yang dimiliki oleh wisatawan
tentang suatu tujuan wisata, seperti Pulau Labengki. Destination loyalty, di sisi
lain, mengacu pada kesetiaan atau kecenderungan wisatawan untuk kembali ke
tujuan wisata yang sama atau merekomendasikannya kepada orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa destination image memiliki pengaruh negatif
dan tidak signifikan terhadap destination loyalty. Artinya, citra atau persepsi
wisatawan tentang Pulau Labengki tidak berkontribusi secara positif dalam
meningkatkan loyalitas mereka terhadap pulau tersebut. Meskipun destination
image dapat berperan dalam mempengaruhi keputusan awal wisatawan untuk
mengunjungi suatu tujuan, namun tidak memberikan dampak yang signifikan
terhadap keputusan mereka untuk kembali ke tujuan tersebut atau
merekomendasikannya kepada orang lain.

Pengaruh Memorable Tourist Experience Terhadap Destination Loyalty


Berdasarkan hasil pengujian secara langsung bahwa memorable tousrist
experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap destination loyalty.
Artinya bahwa variabel memorable tousrist experience sebagai variabel yang
meningkatkan destination loyalty. memorable tousrist experience yang baik akan
memberikan dampak terhadap peningkatan destination loyalty pada wisatawan
yang datang berkunjung di Pulau Labengki. Memorable tourist experience
merujuk pada pengalaman yang luar biasa, unik, dan memuaskan yang dialami
oleh wisatawan selama kunjungan mereka ke suatu destinasi. Faktor-faktor seperti
kualitas pelayanan, keramahan penduduk lokal, keindahan alam, keunikan

73
budaya, kegiatan rekreasi, atau interaksi positif dengan lingkungan sekitar dapat
berkontribusi terhadap pengalaman berkesan ini. Dalam konteks Pulau Labengki,
hasil pengujian menunjukkan bahwa pengalaman berkesan yang positif
memainkan peran penting dalam membentuk loyalitas wisatawan terhadap
destinasi tersebut. Pengalaman yang luar biasa dan memuaskan akan
meningkatkan kecenderungan wisatawan untuk kembali mengunjungi Pulau
Labengki di masa mendatang dan mempromosikan destinasi tersebut kepada
orang lain.
Pengaruh Destination Image Terhadap Destination Loyalty Melalui
Memorable Tourist Experience
Berdasarkan hasil pengujian secara langsung bahwa destination image
berpengaruh positif dan signifikan terhadap destination loyalty melalui
memorable tourist experience. Artinya bahwa variabel memorable tousrist
experience sebagai variabel yang meningkatkan pengaruh destination image
terhadap destination loyalty dengan sifat mediasi penuh. memorable tousrist
experience yang baik akan memberikan dampak terhadap peningkatan pengaruh
yang positif antara destination image terhadap destination loyalty pada wisatawan
yang datang berkunjung di Pulau Labengki.
Dalam konteks ini, destination image merujuk pada persepsi atau citra
yang dimiliki oleh wisatawan tentang Pulau Labengki sebagai destinasi wisata.
Memorable tourist experience mengacu pada pengalaman berkesan dan luar biasa
yang dialami oleh wisatawan selama kunjungan mereka ke destinasi tersebut.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa citra destinasi yang positif mempengaruhi
pengalaman berkesan wisatawan, dan pengalaman berkesan tersebut secara
langsung berkontribusi pada tingkat loyalitas wisatawan terhadap destinasi.
Dengan kata lain, ketika wisatawan memiliki persepsi positif tentang Pulau
Labengki sebagai destinasi wisata, hal itu mengarah pada pengalaman wisata yang
berkesan, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat loyalitas mereka terhadap
destinasi tersebut. Dalam konteks ini, memorable tourist experience berfungsi
sebagai mediator penuh antara destination image dan destination loyalty. Mediasi
penuh berarti bahwa pengaruh destination image terhadap destination loyalty

74
sepenuhnya ditransmisikan melalui pengalaman berkesan wisatawan. Temuan ini
menunjukkan pentingnya mengelola citra destinasi dengan baik untuk
menciptakan pengalaman wisata yang positif dan berkesan di Pulau Labengki.
Dengan meningkatkan citra destinasi dan memastikan pengalaman wisata yang
luar biasa, destinasi tersebut dapat memperkuat loyalitas wisatawan dan
memperoleh promosi positif dari mereka.

5.2 Luaran Penelitian

Hasil penelitian ini akan dipublikasikan pada jurnal World Journal of


Advanced Research and Reviews (WJARR).

75
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan tentang Peran Memorable
Tourist Experience dalam Memediasi Pengaruh Destination Image Terhadap
Destination Loyalty Pada Wisata Pulau Labengki Di Kabupaten Konawe Utara,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara keseluruhan, Pulau Labengki berhasil mencapai keberhasilan dalam
membangun citra destinasi yang positif, memberikan pengalaman wisata yang
diingat, dan mendapatkan loyalitas dari pengunjung. Dengan keindahan alam,
keanekaragaman hayati, dan pantai yang memukau, Pulau Labengki berhasil
membentuk citra destinasi yang menarik bagi wisatawan. Destinasi ini tidak
hanya menawarkan pengalaman berbelanja yang memuaskan, informasi
pariwisata yang mudah diakses, dan masyarakat setempat yang ramah, tetapi
juga memberikan pengalaman wisata yang unik dan berkesan melalui kegiatan
berarti dan interaksi dengan budaya lokal. Keberhasilan Pulau Labengki dalam
menciptakan momen yang diingat oleh pengunjungnya tercermin dalam niat
positif untuk kembali mengunjungi serta memberikan rekomendasi positif
kepada orang lain. Hal ini menandakan bahwa Pulau Labengki bukan hanya
destinasi sementara, tetapi juga berhasil membangun loyalitas pengunjung
yang berpotensi berkelanjutan.
2. Destination image berpengaruh positif dan signifikan terhadap memorable
tourist experience. Hal ini menjelaskan bahwa Destination image yang baik
mampu dalam memberikan pengaruh yang yang signifikan terhadap
peningkatan memorable tourist experience pada wisata pulau Labengki.
3. Destination image berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
destination loyalty. Hal ini menjelaskan bahwa destination image yang baik
tidak mampu dalam memberikan pengaruh yang yang signifikan terhadap
peningkatan destination loyalty pada wisata pulau Labengki.
4. Memorable tourist experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap
destination loyalty. Hal ini menjelaskan bahwa memorable tourist experience

76
yang baik mampu dalam memberikan pengaruh yang yang signifikan terhadap
peningkatan destination loyalty pada wisata pulau Labengki.
5. Destination image berpengaruh positif dan signifikan terhadap destination
loyalty melalui memorable tourist experience . Hal ini menjelaskan bahwa
memorable tourist experience yang baik mampu dalam memberikan pengaruh
yang yang signifikan terhadap peningkatan destination image terhadap
destination loyalty pada wisata pulau Labengki.

77
DAFTAR PUSTAKA

Aaker, J. L. (1997). ―Dimensions of Brand Personality.‖ Journal of


Marketing Research, 34(3),

Aaker, J. L., V. Benet-Martinez, and J. Garolera (2001). ―Consumption Symbols


as Carriers of Culture: A Study of Japanese and Spanish Brand Personality
Constructs.‖ Journal of Personality and Social Psychology, 81 (3): 492-508.

Ahmet Usakli, 2007. The Relationship Between Destination Personality, Self-


Congruity, And Behavioral Intentions. University of Nevada, Las Vegas –
UNLV University Libraries 5-1-2009 p.976

Albrecht, K. 1992. The only thing that matters: bringing the power of
the customer into the center of your business. New York: Harper
Business.

Alca˜niz E. B. (2009). The Functional-Psychological Continuum In The Cognitive


Image Of A Destination: A confirmatory analysis. Tourism Management. 30,
715–723.

Anonim., 2003. Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Nasional Di Kawasan


Hutan. Direktorat Wisata Alam Dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam. Bogor.

Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Artuğer, et al (2013). The Effect of Destination Image on Destination Loyalty: An


Application In Alanya. European Journal of Business and Management.
Vol.5, No.13, 2013

Ateljevic, I. 2000. Circuits of tourism: stepping beyond a production


consumption dictionary. Tourism geographies, 2(4):369-388.

Babin, B.J. & Kim, K. 2001. International students‘ travel behavior.


Journal of travel and tourism marketing, 10(1):93-106.

Baloglu, S., & McCleary, K.W. (1999a). A model of destination image formation.
Annals of Tourism Research, 26(4), 868-97.

Barker, C. Pistrang, N & Elliot, R (2016). Research Methods in Clinical


Psychology.( 3rd ed.). John Wiley & Sons, LTD, ChichesterUK

Beerli, A., & Martin, J. D. (2004). Tourists' characteristics and the perceived
image of tourist destinations: a quantitative analysis - a case study of
Lanzarote, Spain. Tourism Management, 25, 623 - 636.

78
Bigné, E., Sánchez, M.I. & Sánchez, J. 2001. Tourism image, evaluation variables
and after purchase behaviour: inter-relationship, Tourism Management, 22,
607-616.

Boksberger, P.E. & Melsen, L. 2011. Perceived value: a critical examination of


definitions, concepts and measures for the service industry. Journal of
services marketing, 25(3):229- 240.

Bolton, R. N., & Drew, J. H. (1991). A Multistage Model Of Customers‗


Assessments Of Service Quality And Value. Journal of Consumer Research,
17(March), 375–384.

Buhalis, D. (2000). Marketing the competitive destination of the future. Tourism


Management. 21, 97–116.

Buku Statistik Direktorat Pemanfaatan Jala Lingkungan Kawasan Konservasi &


Hutan Lindung, KEMENTERIAN KEHUTANAN, 2010 (p.6)

Campon AM, Alves. H and Hernandez.J.M, 2013. Loyalty Measurement in


Tourism: A Theoritical Reflection.

Candidate Çigdem Unurlu and Selin Küçükkancabas (2013) The Effects of


Destination Personality Items on Destination Brand Image

Chang, T.Z. & Wildt, A.R. 1994. Price, product information and purchase intention:
an empirical study. Journal of the academy of marketing science, 22 (1):16-
27.

Chen JS, Gursoy D (2001) An investigation of tourists‘ destination loyalty and


preferences. Int J Contemp Hospitality Manage 13(2):79–85

Chen, C. and Phou, S., 2013. ―A Closer Look at Destination: Image, Personality,
Relationship and Loyalty‖, Journal of Tourism Management, 36, 269-278.

Chen, C.F. & Chen, F.S. 2010. Experience quality, perceived value, satisfaction
and behavioural Intentions for heritage tourists. Tourism management,
31(1):29-35.

Chon, K. (1990). The Role Of Destination Image In Tourism: A review and


discussion. Revue du Tourisme, 45(2), 2-9.

Çiğdem Unurlu and Selin Küçükkancabaş, 2013. The Effects of Destination


Personality Items on Destination Brand Image. International Conference On
Eurasian Economies. P.83-88

Cooper Donald R. dan Pamela S. Schindler. 2003. Business Research Method.


Eight Edition. New York: McGraw Hill.

79
Cooper, Donald R & Pamela S Schindler. 2008. Business Research Method. Edition-
10. Mc.Graw Hill., Inc. New York
Cossío-Silva, F.-J., Revilla-Camacho, M.-Á., & Vega-Vázquez, M. (2018). The
tourist loyalty index: A new indicator for measuring tourist destination
loyalty? Journal of Innovation & Knowledge. doi:10.1016/j.jik.2017.10.003

Coudounaris, D. N., & Sthapit, E. (2017). Antecedents of memorable tourism


experience related to behavioral intentions. Psychology & Marketing, 34(12),
1084–1093.

Cravens, D. & Piercy, N. (2003). Strategic marketing. 7th ed. New York:
McGraw-Hill.

Crompton, J. L. (1979a). An Assessment of the Image of Mexico as a Vacation


Destination and the Influence of Geographical Location Upon That Image.
Journal of Travel Research 17(4):18±23.

Cronin, J.J., Brady, M.K. & Hult, G.T.M. (2000). Assessing The Effects Of
Quality Value And Customer Satisfaction On Consumer Behavioural
Intentions In Service Environments. Journal of retailing, 76 (2) : 93-218.

Csikszentmihalyi, M, 1975, Beyond Boredom and Anxiety, Jossey Bass, San


Francisco, CA.

Dadgostar, B., & Isotalo, R. M. (1992). Factors affecting time spent by near-home
tourists in city destinations. Journal of Travel Research, 31(2), 34–39.

Das J.K., Prakash O, Khattri V (2012). Brand Personality Mapping: A Study On


Colas. Asian Journal Of Management Research Volume 3 Issue 1, 2012
p.193-200. ISSN 2229 – 3795

Dewanti R Dan Inkha Kharisma (2009). Consumer Perception Analysis Towards


Brand Image Hema Dutch Resto. 6th Ubaya International Annual
Symposium On Management.p-81

Dewi I.J (2011). Implementasi dan Implikasi Kelembagaan: Pemasaran Pariwisata


Yang Bertanggung Jawab. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Dick & Basu (1994). Consunmer loyalty: Toward an i ntegrated


conceptual framework. Journal o f the Academy o f Marketing
Science. 22, 99-113.

Echtner, C. M., & Ritchie, J. R. B. (2003). The meaning and measurement of


destination image. Journal of Tourism Studies, 14(1), 37–48.

Echtner, C., & Ritchie, J.R.B. (1991). The meaning and measurement of
destination image. The Journal of Tourism Studies. 2 (2), 2-12.

80
Ekinci, Y., and Hosany, S. (2006). Destination personality: An application of
brand personality to tourism destinations. Journal of Travel Research, 45(2),
127-139.

Ekinci, Y., Sirakaya-Turk, E., & Baloglu, S. (2007). Host image and destination
personality. Tourism Analysis, 12(5/6), 433-446.

Evans Nigel., Campbell., Stonehous (2003). Strategic Management for Travel and
Tourism. Oxford: Butterworth-Heinemann

Fakeye, P. C., & Crompton, J. L. (1991). Image Differences Between Prospective,


First-Time, and Repeat Visitors to the Lower Rio Grande Valley. Journal of
Travel Research. 30, 10–16.

Ferdinand,Augusty,2006. Sructural Equation Modeling Dalam Penelitian


Manajemen, Aplikasi Model-Model Rumit dalam Penelitian Untuk Tesis
Magister dan Disertasi Doktor, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro

Fornell, C., Johnson, M.D., Anderson, E.W., Cha, J. & Everitt, B. B. 1996. The
American customer satisfaction index: nature, purpose and findings. Journal
of marketing, 60:7-18.

Freling, T. H., & Forbes, L. P. (2005). An empirical analysis of the brand


personality effect. The Journal of Product and Brand Management, 14(7),
404-413.

Gallarza, M.G. & Soura, I.G. 2008. The concept of value and its dimensions: a
tool for analysing tourism experiences. Tourism review, 63(3):4-20.

Geoffrey Wall and Alister Mathieson, 2006. Tourism: Change, Impacts and
Opportunities by, Pearson & Prentice Hall, New York, 2006, xiii + 412 pp.,
paper $46.95 (ISBN 0-130-99400-6)

Goeldner, C. R. Ritchie, J. R. Brent. (2009). Tourism Principles Practices


Philophies. 7 th edition. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Hair et al. 2010. Multivariat Data Analysis. Seventh Edition Prentice Hall. New
York

Hashed Ahmad Mabkhot et al (2017) The Influence of Brand Image and Brand
Personality on Brand Loyalty, Mediating by Brand Trust: An Empirical
Study.

Hassan, S.S. 2000. Determinants of market competitiveness in an environmentally


sustainable tourism industry. Journal of travel research, 38(3):239-245

81
Hidayati, V. A., Handayani, B., & Saufi, A. (2022). Pengaruh Value Co Creation
dan Destination Image terhadap Kepuasan Wisatawan Muda dengan
Memorable Tourist Experience sebagai Variabel Intervering pada Destinasi
Halal di Pulau Lombok. Empiricism Journal, 3(2), 371-385.

Hightower, R., Brady, M.K. & Barker, T.L. 2002. Investigating the role of
physical environments in hedonic service consumption: an exploratory study of
sporting events. Journal of business research, 55:697-707.

Holbrook, M.B. 1999. Consumer Value: A Framework For Analysis And Research.
London: Routledge.

Hosany, S., Ekinci, Y. and Uysal, M. (2007) ―Destination Image and Destination
Personality‖ International Journal of Culture, Tourism and Hospitality
Research, 1 (1), 62-81

Hosany, S., Ekinci, Y., & Uysal, M. (2006). Destination image and destination
personality: An application of branding theories to tourism places. Journal of
Business Research, 59(5), 638-642.

Hunt, J. D. (1971). Image: A factor in tourism. Unpublished PhD dissertation,


Fort Collins, CO: Colorado State University.

Hunt, J. D. (1975). Image as a factor in tourism development. Journal of Travel


Research, 13(3), 1-7.
I Made Suradnya, 2011. Strategi Pemasaran Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya (Made
Suradnya 42-53) Vol 16,No. 2 Edisi Desember 2011.

Iglesias, M. & Gullien, M. 2004. Perceived quality and price: their impact on the
satisfaction of restaurant customers. International journal of contemporary
hospitality management, 16(6):373-379.

Ihsan, M. (2021). Pengaruh City Image dan Destination Image terhadap Revisit
Intention Objek Wisata Pantai Air Manis dengan Memorable Tourism
Experience Sebagai Variabel Mediasi (Doctoral dissertation, Universitas
Negeri Padang).

Ilda Amalia dan Murwatiningsih (2016) “Pengaruh Citra Destinasi dan Nilai
Pelanggan Terhadap Loyalitas Pengunjung Melalui Kepuasan
Pengunjung”

Jenkins, O. H. (1999). Understanding and measuring tourist destination images.


The International Journal of Tourism Research, 1(1), 1–15.

Jennings, G. 2006. Perspectives on Quality Tourism Experiences: An


Introduction. dalam: Quality Tourism Experiences (Jennings, G., dan N. P.
Nickerson). Burlington: Elsevier Butterworth–Heinemann.

82
Joseph F. Hair, Jr., William C. Black, Barry J.Babin, Rolph E. Anderson, Ronald
L.Tatham, 2014.Multivariate Data Analysis. (seventh edition),
Pearson Prentice Hall Education International.

Kashyap, R. & Bojanic, D. 2000. A structural analysis of value, quality and price
perceptions of business and leisure travelers. Journal of travel research,
39:45-51.

Keller, K. 1998. Strategic brand management: building, measuring and managing


brand equity. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall.

Kim, W., Malek, K., Kim, N., & Kim, S. J. (2017). Destination personality,
destination image, and intent to recommend: The role of gender, age, cultural
background, and prior experiences. Sustainability, 10(1), 87.

Kline, R.B. 2011. Principles and Practice of Structural Equation Modeling. Third
Edition. Guilford Press, New York.

Kotler P, Bowen J.T, Makens J.C, 2010. Marketing for Hospitality and Tourism.
Upper Saddle River, New Jersey, 07458: Pearson Education, Inc

Kotler, P. & Keller, K. 2006. Marketing management. 12th ed. Upper


Saddle River, N.J: Prentice Hall.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management (14 ed.). Upper Seddle
River: Prentice-Hall.

Kuo, Y.F., Wu, C.M. & Deng, W.J. 2009. The relationships among service quality,
perceived value, customer satisfaction and past purchased intention in mobile
value-added services. Computers in human behavior, 25(4):887-896

KUSWARA, R. (2022). Pengaruh Destination Image Terhadap Memorable


Tourism Experience, Tourist Satisfaction, Dan Storytelling Behavior (Studi
pada wisatawan yang telah berkunjung di Goa Seplawan) (Doctoral
dissertation, Universitas Pembangunan Nasional" Veteran" Yogyakarta).

Kutlu, D., & Ayyıldız, H. (2021). The Role of the Destination Image in Creating
Memorable Tourism Experience: Reference: Kutlu, D., Ayyildiz, H..(2021).
The Role of the Destination Image in Creating Memorable Tourism
Experience. Journal of Tourism and Services, 23 (12), 199-216. Journal of
Tourism and Services, 12(23), 199-216.

LasSalle, D. & Britton, T. A. 2003. Priceless: turning ordinary products into


extraordinary experiences. Boston: Harvard Business School Press.

LeBlanc, G. and Nguyen, N. (1996). ―Cues used by customers evaluating


corporate image in service firms, An empirical study in financial

83
institutions‖, International Journal of Service Industry Management, 7 (2),
44-56.

Lee, C., Bendle, L.J., Yoon, Y. & Kim, M. 2012. Thana tourism or peace tourism:
perceived value at a North Korean resort from an indigenous perspective.
International journal of tourism research, 14(1):71-90.
3rd
Lovelock, C.H. 1996. Service marketing. ed. Upper Saddle River, N.J.:
Prentice Hall.

Mabkhot, H. A., & Shaari, H. (2017). The influence of brand image and brand
personality on brand loyalty, mediating by brand trust: An empirical
study. Jurnal pengurusan, 50, 71-82.

MacCallum, RC., Browne MW., Sugawara HM. 1996. Power Analysis and
Determinant of Sample Size for Covariance Structure Modelling,
Psychological Method, American Psychological Association, Inc.Vol.1
No.3:131-149

Mahadzirah, Abdul Manan Ali and Nur Izzati Ab Ghani (2011). A Structural
Model Of Destination Image, Tourists‘ Satisfaction And Destination Loyalty.
International Journal Of Business And Management Studies. Vol 3, No 2,
2011 Issn: 1309-8047 (Online).

Malhotra, N. K. (1981). ―A Scale to Measure Self-concepts, Person Concepts, and


Product Concepts.‖ Journal of Marketing Research, 18 (November): 456-64.

Masri Singarimbun & Sofyan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei,


Edisi Revisi, PT. Pustaka LP3ES, Jakarta

Mayo, E. J. (1973). Regional images and regional travel behavior. Research for
changing travel patterns: interpretation and utilization. Paper presented at
the Travel Research Association 4th Annual Conference, Sun Valley, Idaho.

Mona Bouzari. 2012. Preliminary Study On Destination Attributes Of Northern


Cyprus: Iranian Travellers‘ Perspective. Science in Tourism Management.
Eastern Mediterranean University. Gazimağusa, North Cyprus.

Morgan, N. J., & Pritchard, A. (1999). Tourism promotion and power: Creating
images, creating identities. Chichester: John Wiley & Sons.

Murase H & Bojanic DC. 2004. An examination of the differences in restaurant


brand personality across cultures. Journal of Hospitality & Leisure
Marketing, 11(2/3), 97-113.

Murphy L, Benckendorff P, Moscardo G. 2007. Destination brand personality:


visitor perceptions of a regional tourism destination. Tourism Anal. 12: 419-
432.

84
Nidoo, P., & Ramseook-Munhurrun,P. (2012). The brand image of Small Island
destination. Global Journal of Business Research. 6 (1), 55-64.

Nugraheni, V. F., & Dirgantara, I. (2022). Analisis Pengaruh Pengalaman Wisata


Yang Berkesan (Memorable Tourism Experience) Terhadap Destination
Loyalty Dengan Destination Image Dan Place Attachment Sebagai Variabel
Intervening (Studi pada wisatawan Kawasan Kota Lama
Semarang) (Doctoral dissertation, UNDIP: Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

Nursaban R. Suleman, Sucherly, Popy Rufaidah, Rina Novianti Ariawaty. 2016.


The Influence Of Destination Personality And Perceived Value On
Destination Image In National Park Bunaken And Wakatobi. International
Journal Of Scientific & Technology Research

Oh, H. & Parks, S.C. 1997. Customer satisfaction and service quality: a critical
review of the literature and research implications for the hospitality industry.
Hospitality research journal,20(3):35-64.

Oliver, R. L. (1999). Whence consumer loyalty? Journal of Marketing, 63(special


issue), 33-44

Oliver, R.L. 1996. Varieties of value in the consumption satisfaction


response. (In Corfman, K.P. & Lynch, G.L., eds. Advances in
consumer research. Provo, UT: Association for Consumer Research.
p. 143-147.)

Oppermann, M. (2000). Tourism destination loyalty. Journal of Travel Research,


39, 78-84.

Parasuraman, A. and Grewal, D. (2000), ‗‗The Impact Of Technology On The


Quality-Value-Loyalty Chain: A Research Agenda‘‘, Journal of the Academy
of Marketing Science, Vol. 28 No. 1, pp. 168-174.

Patterson, P.G., Johnson, L.W. & Spreng, R.A. 1997. Modeling the determinants of
customer satisfaction for business-to-business professional service.
Journal of the Academy of Marketing Science, 25(1):4-17.

Pengembangan DMO, 2013. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan


Konservasi Alam Kementerian Kehutanan.

Petrick, J.F. & Backman, S.J. 2001. An examination of golf travelers‘ satisfaction,
perceived value, loyalty and intentions to revisit. Tourism analysis,
6(3/4):223-237.

Pike, S., and C. Ryan (2004). ―Destination Positioning Analysis through a


Comparison of Cognitive, Affective, and Conative Perceptions.‖ Journal of
Travel Research, 42 (May): 333-42.

85
Poon, Aulina. 1993. Tourism Technology and Competitive, Strategies,
Wallingford, CABI

Prayag G. (2007). Exploring the relationship between destination image and brand
personality of a tourist destination: an aplication of projective techniques.
Journal of Travel and Tourism Research, Fall 111-130

Prayag, G. (2008). ―Image, Satisfaction and Loyalty: The Case of Cape Town.‖
Anatolia: An International Journal of Tourism and Hospitality Research, 19
(2): 205-24. Profesional Association Diver International (PADI), Edition 2013

Qu, H., Kim, L. H., & Im, H. H. (2011). A model of destination branding:
Integrating the concepts of the branding and destination image. Tourism
Management, 32(3), 465–476.

Reilly, M.D. (1990). Free elicitation of descriptive adjectives for tourism image
assessment. Journal of Travel Research. 28 (4), 21-6.

Rekeach, M. 1973. The nature of human values. New York: The Free Press.

Richardson, S.L., & Crompton, J.L. (1988). Cultural variations in perceptions of


vacation attributes. Tourism Management. 6, 128-136.

Richins, M.L. 1994. Valuing things: the public and private meanings of
possessions. Journal of consumer research, 21(3):504-521.

Sahyunu, Hasanuddin Bua, Endro Sukotjo, La Hatani (2018), Effects Of Service


Quality On Satisfaction, Relationship Quality And Tourist Loyalty In
Wakatobi Regency. International Journal of Scientific & Engineering
Research Volume 9, Issue 7, July-2018 1488 ISSN 2229-5518 IJSER © 2018
http://www.ijser.org

Sánchez, J., Callirisa, L., Rodrigues, R. & Moliner, M. 2006. Perceived value of
the purchase of a tourism product. Tourism management, 27:394-409.

Sekaran, Uma. 2000. Research Methods For Businnes. Edisi 4.Penerbit Salemba
Empat
Setyo,Hari Wijayanto.2008. Struktural Modeling dengan LISREL 8.8, Konsep
dan Tutorial, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Seymour, KD (2012). The perceived value of scuba diving tourists at a marina


destination. Tourism Management-North-West University, Potchefstroom
Campus, 2013.

Sheth, J.N., Newman, B.I. & Gross, B.I. 1991. Why we buy what we buy: a
theory of consumption values. Journal of business research, 22(2):159-170.

86
Siguaw, J. A., A. Mattila, and J. R. Austin (1999). ―The Brand Personality Scale:
An Application for Restaurants.‖ Cornell Hotel and Restaurant
Administration Quarterly, 40 (3): 48-55.

Statistik Kehutanan Indonesia, 2013.

Stavrianea, A., & Kamenidou, I. (2022). Memorable tourism experiences,


destination image, satisfaction, and loyalty: an empirical study of Santorini
Island. EuroMed Journal of Business, 17(1), 1-20.

Stavrianea, A., & Kamenidou, I. (2022). Memorable tourism experiences,


destination image, satisfaction, and loyalty: an empirical study of Santorini
Island. EuroMed Journal of Business, 17(1), 1-20.

Stepchenkova, S. & Morrison, A. M. (2008). Russia‘s destination image among


American pleasure travelers: Revisit Echtner and Ritchie. Tourism
Management, 29, 548-560.

Strategic Management for Travel and Tourism. Evans, Nigel; Campbell, David;
Stonehouse, George. Oxford: Butterworth-Heinemann, 2003.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,Cetakan ke-
18,Bandung : Alfabeta

SUYANTO, B. A. R. (2020). Pengaruh Self Congruity dan Destination Image


terhadap Destination Loyalty dengan Memorable Tourism Experience
sebagai Variabel Mediasi (pada Obyek Wisata Candi Borobudur) (Doctoral
dissertation, Universitas Jenderal Soedirman).

Sweeney, J.C. & Soutar, G.N. 2001. Consumer perceived value: the development of
a multiple item scale. Journal of retailing, 77:203-220.

Sweeney, J.C., Soutar, G.N. & Johnson, L.W. 1999. The role of perceived risk in
the quality-value relationship: a study in a retail environment. Journal of
retailing, 75(1):77-105.

Tasia, W. (2021). Pengaruh Destination Image terhadap Revisit Intention dengan


Memorable Tourism Experience sebagai Variabel Intervening pada Objek
Wisata Pantai Air di Kota Padang (Doctoral dissertation, Universitas Negeri
Padang).

Tasia, W., & Yasri, Y. (2021). The effect of destination image on revisit intention
with memorable tourism experience (MTE) as intervening
variable. Marketing Management Studies, 1(4), 276-284.

Tsai, C. T. 2016. Memorable Tourist Experiences and Place Attachment When


Consuming Local Food. Tourism. 18(6), 536-548. DOI:
https://doi.org/10.1002/jtr.2070.

87
Tung, V. W., and Ritchie, J. B. 2011. Exploring the essence of memorable
tourism experiences. Annals of Tourism Research, 38(4), 1367-1386.

UNDANG-UNDANG No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati dan Ekosistem

UNWTO – Tourism Higlights 2013 Edition

Uysal, M., and L. A. R. Hagan, 1993. Motivation of Pleasure Travel and Tourism.
In VNR's Encyclopedia of Hospitality and Tourism, M. Khan, M. Olsen and
T. Var, eds., pp. 798±810. New York: Van Nostrand Reinhold

Weiermair, K. 2003. Neue Urlaubs- und Reise modelle zwischen Abenteuer und
Entspannung. (Paper presented at the CBR-Tourism Symposium, Munich,
Germany. Conference Proceedings. p. 10-27.)

Witt, S.F., and Moutinho, J. (1994), Tourism Marketing and Management


Handbook, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.

Woodruff, B.R. 1997. Customer value: the next source for competitive
advantage. Journal of the Academy of Marketing Science, 25(2):139-153.

Woodruff, R. B., & Gardial, S. F. (1996). Know your customer: New approaches
to understanding customer value and satisfaction, Cambridge, MA:Blackwell
Publishers.

WookHyuk Kim et al (2018) ―Destination Personality, Destination Image, and


Intent to Recommend: The Role of Gender, Age, Cultural Background, and
Prior Experiences”

Yoon, Y. and Uysal, M. (2005), ―An examination of the effects of motivation and
satisfaction on destination loyalty: a structural model‖, Tourism
Management, Vol. 26, pp. 45-56.

Zeithaml, V. A. (1988). Consumer Perceptions Of Price, Quality And Value: A


Means-End Model And Synthesis Of Evidence, Journal of Marketing, vol.
52, July, pp. 2-22.

Zikmund, W. & D‘Amico, M. 2002. The power of effective marketing, creating and
keeping customers in an e-commerce world. 3rd ed. Cincinnati, Oh.: South-
Western.

Zikmund, William G., (1997). Business Research Methods. USA: dryden


Press. Hill, New York.

88

Anda mungkin juga menyukai