Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PENERIMAAN DIRI ORANGTUA YANG


MEMPUNYAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOTA
PAREPARE

OLEH

FATMAWATI
NIM: 18.3200.023

PRORAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE

1443 H/2022 M
ANALISIS PENERIMAAN DIRI ORANGTUA YANG
MEMPUNYAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KOTA
PAREPARE

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Ujian Seminar Proposal Skripsi

OLEH

FATMAWATI
NIM: 18.3200.023

PRORAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE

2021 M/1443 H
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Judul Skripsi : Analisis Penerimaan Diri Orangtua yang


Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus di Kota
Parepare
Nama Mahasiswa : Fatmawati
NIM : 18.3200.023
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Dakwah

Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam

Dasar Penetapan Pembimbing : Surat Penetapan Pembimbing Skripsi


Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah
B-1383/In.39.7/PP.00.9/06/2021

Disetujui oleh:

Pembimbing Utama : Dr. Iskandar, S.Ag., M.Sos.I (…….…...)

NIP : 19750704 200901 1 006

Pembimbing Pendamping : Muhammad Haramain, M.Sos.I (…….…...)

NIP : 19840312 201503 1 003

Mengetahui:

Dekan,
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah

Dr. H. Abdul Halim, K., M.A.


NIP. 195906241998031001

7
DAFTAR ISI
SAMPUL (COVER)................................................................................................................2
SAMPUL DALAM..................................................................................................................3
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI.................................................................................iii
LEMBARAN PERSETUUN PROPOSAL SKRIPSI..............................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................7
A. Latar Belakang....................................................................................................7
B. Rumusan Masalah.............................................................................................12
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................12
D. Kegunaan Penelitian.........................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................14
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu..........................................................................14
B. Tinjauan Teori..................................................................................................16
C. Kerangka Konseptual.......................................................................................27
D. Kerangka Pikir..................................................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................................30
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................................30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................30
C. Fokus Penelitian...............................................................................................31
D. Teknik Pengumpulan dan Pengelolahan Data..................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................40
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap anak terlahir dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada anak yang lahir

dengan kondisi yang normal dan ada anak yang lahir dengan membawa kelainan baik

secara fisik maupun mental. Anak dengan kondisi yg tidak sama dengan anak normal

ini dianggap dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Anak berkebutuhan khusus

merupakan anak dengan karakteristik khusus yg tidak selaras dengan anak pada

umumnya.1

Anak yang lahir dengan kondisi mental yang kurang sehat tentunya membuat

orangtua sedih dan terkadang tidak siap menerimanya lantaran banyak sekali alasan.

Terlebih lagi alasan membuat malu sehingga tidak sedikit yang memperlakukan anak

tersebut secara kurang baik. Hal itu tentu saja sangat memprihatinkan lantaran anak-

anak lahir dengan kekurangan ini sangat membutuhkan perhatian lebih dari para

orangtua dan saudaranya.2

Masa penantian orang tua mampu berubah menjadi kecewa disaat mereka

mengetahui bahwa anak yang dilahirkan adalah anak yang memiliki keterbatasan

kemampuan atau anak berkebutuhan khusus. Mereka dihadapkan berbagai isu

berkaitan dengan penerimaan, kompetensi pengasuhan, dan ketidakpastian mengenai

1
Novira Faradina, Penerimaan diri pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
(eJournal Psikologi Volume 4 No 4, 2016), hlm 386
2
Ningrum. 2010. Pengaruh Penerimaan Orangtua Terhadap Penyesuaian Diri Anak
Tunarungu Disekolah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Pekanbaru: Universitas Islam Riau.
masa depan anak sebagai akibatnya orang tua banyak yang mengabaikan dan

menelantarkan anak tersebut. Pada umumnya masyarakat menduga apabila eksistensi

ABK ini menjadi sesuatu hal yang merepotkan, aib keluarga, biang masalah, hingga

kutukan akan sebuah dosa yg pada akhirnya semakin memojokan ABK berdasarkan

pergaulan masyarakat.3

Orang tua seharusnya menyadari bahwa setiap anak mempunyai individualitas

dan keuinikan masing-masing. Individualitas dan keunikan, adalah inti pengertian

kepribadian, maka karakteristik yang penting dan mempengaruhi seorang dalam

bergaul dengan orang lain dan menggunakan dirinya adalah masalah yang penting. 4

Sebagian orang tua yang baru awal kali memiliki anak serta mengenali diagnosa

ataupun keadaan anak yang mengalami kebutuhan khusus akan timbul bermacam

dinamika yang terjadi seperti menolak kondisi anaknya, kecewa, over protektif

menjaga anaknya serta khawatir membiarkan anaknya berinteraksi dengan orang

lain.5

Sikap positif orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus akan membantu anak

bisa memandang dirinya secara realistis serta menilai kekuatan dan kelemahannya

secara objektif. Oleh karena itu, peran orang tua sangat dibutuhkan terhadap anak

yang mengalami kebutuhan khusus agar mereka mampu berkembang secara optimal

dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.6

3
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006),
Hal. 140
4
Hendriati Agustian, Psikologi perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitanya dengan Konsep
Diiri dan Penyesuaian Diri pada Remaja (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm 128
5
Astini, P. S. N., Utami, K. C., Parwati, K. F. (2015). Pengalaman Orangtua Dalam Merawat
Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Bali: Keperawatan Politeknik Kesehatan
Denpasar.
6
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima.Jakarta: Erlangga.
Orang tua memegang peranan yang sangat penting bagi tumbuh kembang

anaknya yang memiliki kelainan tersebut. Dukungan yang diberikan orang tua dan

lingkungan kurang lebih merupakan satu hal yang sangat diharapkan dalam tumbuh

kembang anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan anak normal. Dukungan

sosial yang bisa diberikan orang tua dapat berupa bantuan, nasehat, kesempatan dan

perlindungan baik secara fisik juga psikologis.7

Peran orang tua untuk menerima anak berkebutuhan sangat berarti, salah satunya

ibu dalam membimbing anak, ibu selaku orang yang orang yang dinilai lebih

memiliki kedekatan dibandingkan ayah, ibu sering bersama anak sehingga

mengetahui tumbuh kembang anak. Ibu merupakan sosok yang berhubungan dengan

sejumlah kualitas positif seperti hangat, tidak mementingkan diri sendiri, bertanggung

jawab serta toleran.8

Ibu merupakan sosok senantiasa bersama anak dari pada ayah, ibu juga lebih

paham sikap yang mengusik anak, tidak hanya itu ibu juga memiliki tanggung jawab

dalam menjaga anak9. Oleh karena itu penerimaan diri pada ibu sangat-sangat berarti

untuk anak berkebutuhan khusus dalam menjalankan kegiatan sehari-hari serta

mempersiapkan masa depan anak tersebut. Penerimaan diri merupakan individu yang

menerima kekurangan ataupun kelebihan pada dirinnya serta senantiasa berupaya

meningkatkan diri. Penerimaan diri merupakan derajat dimana orang

7
Hidayat, Arini, “Televiia dan Perkembangan Sosial Anak”, Yogyakarta: Pustaka Belajar,
1998.
8
Rona Avissina, Hubungan Attachment Terhadap Motivasi Belajar Anak Berkebutuhan
Khusus Sekolah Inklusif di SDN Sumbersari 1 dan 2 Kota Malang, (Malang: Skripsi Tidak
Diterbitkan, 2015), hlm. 29
9
Rizky Amalia Cahyani, Penerimaan Diri Ibu Dengan Anak Berkebutuhan Khusus di
Mojokerto, (Malang: Sekripsi Tidak Diterbitkan, 2015), hlm. 41
memilikipemahaman terhadap karakteristiknya , setelah itu dia sanggup serta bersedia

untuk hidup dengan karaktristik tersebut.10

Bantuan yang bisa diberikan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus

adalah bimbingan dan dorongan supaya anak berkebutuhan khusus bisa hidupmandiri

di lingkungannya. Akan tetapi dalam beberapa perkara justru ditemukan seringkali

orang tua merasa malu apabila memiliki anak yg mengalami kecacatan dan melarang

anaknya untuk bergaul atau berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Lebih

parahnya lagi, terdapat orang tua yang menyembunyikan anak mereka dari

lingkungan sekitar dan memperlakukan anak dengan tidak baik lantaran menduga

mereka menjadi aib. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh negatif pada proses

pertumbuhan anak, baik menurut sisi fisik, psikis, juga sosial. Sehingga kondisi anak

cenderung semakin parah terutama dalam sisi kesehatan dan psikologisnya. Sikap

negatif yang ditunjukkan orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus tadi

ditimbulkan lantaran kurangnya penerimaan atau terjadinya penolakan terhadap

kondisi anak.11

Penerimaan diri orang tua merupakan sebuah kewajiban orang tua untuk

menerima anaknya apapun kondisi yang dimiliki sang anak. Penerimaan diri orang

tua juga sebuah pertanda kasih sayang dan perhatian besar orang tua terhadap

anaknya, bagi orang tua anak adalah salah satu kebahagiaan. Islam pula menyatakan

anak merupakan hadiah dari Allah yang sudah di amanahkan kepada orang tua. Anak

juga buah hati, anak juga cahaya mata, tumpuan harapan serta kebanggaan keluarga.12

10
Ratri Paramita dan Margaretha, Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri
Penderita Lupus Vol 10 No 2 April 07, hlm. 93.
11
Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (2006). Exceptional Learners: Introduction to Special
Education 10th ed. USA: Pearson.
12
Siti Maisarah , Penerimaan orangtua terhadap Anak berkebutuhan khusus, Skripsi 2018
Mereka dihadapkan banyak sekali informasi berkaitan dengan penerimaan,

kompetensi pengasuhan, dan ketidakpastian tentang masa depan anak sebagai

akibatnya orang tua banyak yang mengabaikan dan menelantarkan anak tersebut.

Pada umumnya masyarakat menduga apabila eksistensi ABK ini menjadi sesuatu hal

yang merepotkan, aib keluarga, biang masalah, sampai kutukan akan sebuah dosa

yang dalam akhirnya semakin memojokan ABK berdasarkan pergaulan masyarakat. 13

Tetapi pada sisi lain, anak berkebutuhan khusus memiliki potensi dan keahlian

bahkan potensi yang dimilikinya melebihi anak normal lainnya. Orang tua dalam

agama Islam diwajibkan atau memastikan anaknya normal ataupun yang tidak normal

untuk tidak menjadi anak yang lemah. Firman Allah SWT :

‫ض ٰعفًا خَافُوْ ا َعلَ ْي ِه ۖ ْم فَ ْليَتَّقُوا هّٰللا َ َو ْليَقُوْ لُوْ ا قَوْ اًل َس ِد ْيدًا‬
ِ ً‫ش الَّ ِذ ْينَ لَوْ ت ََر ُكوْ ا ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬
Artinya : “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka

meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir

terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada

Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.

Ayat di atas Allah mengingatkan orang tua supaya memperhatikan generasi

setelahnya. Tidak boleh hadir generasi lemah sepeninggal orang tuanya. Perhatian

besar orang tua untuk meninggalkan segala hal yang menciptakan anak-anak kuat

adalah kewajiban. Oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai keturunan yang

kurang sempurna atau anak berkebutuhan khusus pula perlu diperhatikan, diajarkan

ilmu-ilmu atau keahlian yang bermanfaat. Hal ini lantaran masih adanya pemahaman

yang keliru dan sikap diskriminatif terhadap anak berkebutuhan khusus pada

13
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006),
Hal. 140
lingkungan keluarga dan masyarakat, baik pada bentuk verbal (secara lisan) juga non

verbal (bukan secara lisan). Selain itu, ABK rentan menerima kekerasan dan

perlakuan salah. Karena itu, orang tualah yang paling menentukan terhadap masa

depan anak, begitu juga corak anak dilihat menurut perkembangan sosial, psikis,

fisik, dan sikap keagamaan pula dipengaruhi oleh keluarga. 14

Berangkat dari fenomena dan penjelasan teori diatas, peneliti ingin meneliti

tentang seberapa besar keberpengaruhan akan makna hidup terhadap Penerimaan diri

orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus dikota parepare. Alasan

peneliti memilih penelitian dikota itu dikarenakan tertarik untuk meneliti mengenai

penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk penerimaan diri orang tua yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus di Kota Parepare?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi penerimaan diri orang tua yang

mempuyai anak berkebutuhan khusus diri Kota Parepare?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk penerimaan diri orang tua yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penerimaan diri orang tua yang

mempuyai anak berkebutuhan khusus.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teori

14
(QS. An-Nisa: 9) Departemen Agama RI, An-Nisa’ ayat 9, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Depok: Al-Huda), Hal. 79
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi, wawasan, pemikiran

dan pengetahuan terkait penerimaan diri orang tua yang mempunyai anak

berkebutuhan khusus. Selain itu, untuk menambah Khazanah kepustakaan dan

diharapkan tulisan ini dapat dijadikan sebagai salah satu studi banding bagi

peneliti lainnya.

2. Secara Praktis

Menambah informasi bagi orang tua dalam proes penerimaan dan pengasuhan

anak berkebutuhan khusus. Menambah fakta bagi pemerintah dalam

menciptakan kebijakan untuk penanganan ABK secara konferensif. Hasil

penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan atau sumbangan

pemikiran bagi orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar dalam ABK.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sebenarnya penelitian mengenai penerimaan diri orang tua yang mempunyai

anak berkebutuhan khusus, sudah dan di kaji oleh orang sebelumnya, dan tentu saja

menggunakan metode, cara pandang, dan lokasi yg berbeda. Diantaranya :15

1. Jurnal Universitas Persada Indonesia yang ditulis oleh Muji Winarsih, Evi

Syafrida, Deasy Ori dengan judul "Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Penerimaan Diri Orang Tua Memiliki ABK Di SLB Cahaya Pertiwi. Fokus

penelitian ini yakni Dukungan Keluarga terhadap penerimaan diri orang tua

ABK dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana dukungan keluarga dengan

penerimaan diri orang tua anak berkebutuhan khusus karena keluarga

merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan

masalah. Jika terdapat dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan

motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat, dukungan

keluarga juga sangat diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus

kehidupannya. Dukungan keluarga akan semakin diharapkan pada saat

individu sedang menghadapi masalah, disinilah peran anggota keluarga

dibutuhkan untuk menjalani masa-masa sulit dengan cepat. Persamaan

penelitian ini dengan jurnal yang ditulis oleh Muji Winarsih, Evi Syafrida,
15
Sitti Maisarah, "Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di
Kemukiman Pagar Air Kecematan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar ( Skripsi Sarjana ;
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakiltas Dakwah dan Komunikasii
Universitas Islam Negeri Ar-Ranry: Aceh,2018), h. 10.
Deasy Ori yaitu penelitian yang juga berfokus untuk mengetahui bagaimana

penerimaan diri orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus.

Adapun perbedaannya yaitu jenis penelitian pada jurnal yang tulis ole Muji

Winarsih, Evi Syafrida, Deasy Ori Menggunakan Penelitian Kuantitatif,

sedangkan jenis penelitian yang dipakai oleh penulis yaitu penelitian

kualitatif.16

2. Skripsi yang ditulis oleh Atika Agustini dengan judul "Penerimaan Diri

Orang Tua Terhadap Anak Autisme. Fokus penelitian ini yaitu bentuk

penerimaan diri orang tua terhadap anak autisme menggunakan metode

analisis data studi kasus Robert K Yin yaitu mengenai perasaan orang tua

pertama kali mengetahui anak terindikasi autisme yang terpukul, shock,

sedih, marah, hilang harapan, takut, binggung, tidak percaya, khawatir, dan

sedih, hingga klien mampu menghilangkan perasaan itu semua. Kedua

tentang usaha yang dilakukan orang tua dalam menyembuhkan anaknya dari

yang pengobatan medis ke dokter dan meminum obat-obatan, serta

pengobatan non medis misalnya terapi, alternative, diet makanan dan ustad

semua dilakukan untuk kesembuhan anak mereka. Ketiga adalah penerimaan

diri orang tua yang memiliki anak autisme berdasarkan dimana mereka

menolak kondisi anak yang autisme, mencari apa itu autisme, sehingga

akhirnya mereka benar-benar menerima bahwa kenyataan anak mereka

mengalami gangguan autisme .Hubungan penelitian ini dengan penelitian

yang ditulis oleh Atika Agustini yaitu penelitian yang sama-sama befokus

mengenai bagaimana penerimaan diri orang tua dan menggunakan penelitian


16
Muji Winarsih,Evi Syafrida Nasution, Deasy Ori, “Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki ABK di SLB Cahaya Pertiwi,
“Jurnal Persada Indonesia, 4. 2 (2020), h. 73-74.
kualitatif, adapun perbedan penelitian yang ditulis oleh Atika Agustini

menggunakan teknik analisis data Robert K yin sedangkan penelitian penulis

tidak menggunakan teknik analisis data Robert K yin.17

3. Jurnal Psikologi yang ditulis oleh Yiyi Dwi Panti Rahayu, Latifah Nur

Ahyani dengan judul Kecerdasan Emosi Dan Dukungan Keluarga Dengan

Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK). Fokus penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dengan tujuan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerimaan diri sebagai variabel

tergantung, serta kecerdasan emosi dan dukungan keluarga sebagai variabel

bebas. Hubungan penelitian ini dengan penelitian yang ditulis oleh Yiyi Dwi

Panti Rahayu, Latifah Nur Ahyani yaitu penelitian yang berfokus mengenai

penerimaan diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Adapun

perbedaanya penelitian yang tulis oleh Yiyi Dwi Panti Rahayu, Latifah Nur

Ahyani digunakan yakni penelitian kuantitatif, sedangkan jenis penelitian

yang digunakan oleh penulis yakni penelitian kualitatif.18

B. Tinjauan Teori

1. Teori Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, ia dapat

menerima keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan kekurangannya.

Mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri

serta kebebasan dari kecemasan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan

17
Atika Agustini, “Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak Autisme (Study Kasus di
Desa Pulau Harapan Kec. Sembawa Kab. Banyuasin III),” (Skripsi Sarjana; Program Studi Bimbingan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi: Palembang, 2017), h. 1.
18
Yiyi Dwi Panti Rahayu, Latifah Nur Ahyani, “Kecerdasan Emosi dan Dukungan Keluarga
Dengan Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), “ Jurnal
Psikologi, (2017), h. 30.
dirinya.19 Penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri

sendiri, atau lawannya, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri.20

Seseorang bisa dikatakan mampu melakukan penerimaan diri apabila saat

mengatasi tekanan hidupnya bisa menunjukkan respon yang tepat. Penerimaan diri

yang positif adalah keyakinan pada diri sendiri dan harga diri, sehingga timbul

kemampuan menerima dan mengolah kritik demi perkembangan dirinya sendiri.21

Orang yang menerima diri dapat menerima kelemahan-kelemahan dan kekuatan-

kekuatan mereka tanpa keluhan atau kesusahan dan terlampau memikirkannya.

Meskipun memiliki kelemahan, tetapi tidak pernah merasa malu atau merasa bersalah

dengan hal-hal tersebut dan menerima apa adanya.22

Germer mendefinisikan penerimaan diri menjadi kemampuan individu untuk bisa

mempunyai suatu pandangan positif tentang siapa dirinya yang sebenar-benarnya,

dan hal ini tidak bisa muncul dengan sendirinya, melainkan wajib dikembangkan

oleh individu.Donald Walters mendefinisikan penerimaan diri merupakan

bertanggung jawab atas sesuatu yang terjadi dalam dirinya lantaran tidak terdapat

satupun yang terjadi tanpa karena, suatu sebab yang biasanya bisa dicermati dalam

suatu sikap, suatu harapan didalam dirinya mungkin tanpa sadar. Sedangkan menurut

Hurlock, penerimaan diri merupakan sejauh mana

seseorang individu sanggup menyadari ciri kepribadian yang dimilikinya dan

bersedia untuk hidup menggunakan ciri tersebut.


19
Rizky Amalia Cahyani, “Penerimaan Diri Ibu Dengan Anak Berkebutuhan Khusus di
Mojokerto” (Skripsi Sarjana; Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim:
Malang, 2015), h. 11.
20
Chaplin dan James P, Kamus Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 11.
21
Rizky Amalia Cahyani, “Penerimaan Diri Ibu Dengan Anak Berkebutuhan Khusus di
Mojokerto” (Skripsi Sarjana; Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim:
Malang, 2015), h. 12.
22
Schultz, Psikologi Pertumbuhan , Model-model Kepribadian Sehat, (Yogyakarta: Kanisius,
1991), h.40
Menurut Jerslid, seseorang yang sanggup menerima dirinya memiliki penilaian

realistis berdasarkan sumber daya atau kelebihan-kelebihan yang dia miliki, dimana

hal tadi dikombinasikan menggunakan penghargaan terhadap dirinya sendiri tanpa

memikirkan pendapat orang lain. Orang-orang yang mengaku mendapat kelebihan

yang dia miliki bebas untuk menolak atas apa yang tidak sesuai dengan dirinya dan

mengakui segala kekurangannya tanpa menyalahkan dirinya sendiri. Ditambahkan

lagi oleh Hurlock, penerimaan diri sebagai galat satu faktor penting yang berperan

terhadap kebahagiaan individu sebagai akibatnya ia mampu mempunyai penyesuaian

diri yang baik.23

Penerimaan diri merupakan kesediaan untuk menerima dirinya yang mencangkup

keadaan fisik, psikologik, sosial dan pencapain dirinya, baik kelebihan juga

kekurangan yang di miliki24. penerimaan diri adalah suatu kemampuan individu untuk

dapat melakukan penerimaan terhadap eksistensi diri sendiri. di dalam penerimaan

diri terdapat penelian diri yang akan dijadikan dasar untuk bisa mengambil keputusan

dalam rangka penerimaan terhadap eksistensi diri sendiri.25

Penerimaan diri menjadi pengenalan terhadap kemampuan pribadinya dan

prestasinya bersamaan dengan penerimaan terhadap keterbatasan dirinya. Rendahnya

penerimaan terhadap diri bisa menyebabkan gangguan emosional.26

Penerimaan diri berkaitan dengan tiga hal, yaitu:

23
Donald Walters, Rahasia Penerimaan Diri,(Yogyakarta:Kanisius, 2006), hlm. 22
24
Baidi Bukhori, Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial Keluarga Dengan
Kesehatan Mental Narapidana (Studi kasus Nara Pidana Kota Semarang) Vol 4 No 1 Mei 07, hlm. 5.
25
Agoes Daryo, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 205
26
Mitra Erlina Novianty, Penerimaan Diri Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita Systemic
Lupus Erythematosus Vol 2 No 2 Mei 07, hlm. 175.
a. Kerelaan untuk membuka atau mnegungkapkan segala pikiran, perasaan, dan reaksi

pada orang lain.

b. Kesehatan psikologis.

c. Penerimaan terhadap orang.

Penerimaan diri adalah sejauh mana seorang individu mampu menyadari

karakteristik kepribadian yang dimilikinya dan bersedia untuk hidup dengan

karakteristik tersebut. Menurut Jerslid, seseorang yang mampu menerima dirinya

memiliki penilaian realistis dari sumber daya atau kelebihan-kelebihan yang ia miliki,

dimana hal tersebut dikombinasikan dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri

tanpa memikirkan pendapat orang lain. Orang-orang yang mengaku menerima

kelebihan yang ia miliki bebas untuk menolak atas apa yang tidak sesuai dengan

dirinya dan mengakui segala kekurangannya tanpa menyalahkan dirinya sendiri27.

Berdasarkan berbagai defenisi yang diuraikan diatas, maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa penerimaan diri merupakan perilaku seseorang individu yang

menunjukkan perasaan sanggup menerima dan senang atas segala kelebihan dan

sanggup serta bersedia untuk hidup dengan segala ciri yang ada dalam dirinya, tanpa

merasakan ketidaknyamanan dalam diri sendiri.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

Hurlock menyatakan bahwa penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian

besar dan kasih sayang dalam anak. Penerimaan orang tua didalam pengertian

Hurlock menampakan aneka macam macam perilaku khas orangtua terhadap anak.

Sikap orang tua terhadap anak mereka adalah hasil belajar. Banyak faktor yg turut

27
WD Prasetia, Penerimaan Diri, Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 November 2017
mempengaruhi sikap orang tua terhadap anak. Hurlock menjelaskan faktor-faktor

tersebut adalah :

1. Konsep “anak idaman”

2. Pengalaman awal dengan anak mewarnai sikap orang tua terhadap anaknya.

3. Nilai budaya mengenai cara terbaik memperlakukan anak

4. Orang tua menyukai peran, merasa bahagia dan mempunyai penyesuaian yang

baik terhadap perkawinan akan mencerminkan penyesuaian yang baik pada

anak.

5. Apabila orang tua merasa mampu berperan sebagai orang tua, sikap mereka

terhadap anak dan perilakunya lebih baik dibandingkan sikap mereka yang

merasa kurang mampu dan ragu-ragu.

6. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan diri

7. Alasan memiliki anak.28

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Menurut Hurlock penerimaan

diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor,diantaranya adalah :

a. Aspirasi yang realistis. Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis

tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.

b. Keberhasilan. Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu

mengembangkan factor peningkat keberhasilan sehingga potensinya

berkembang secara maksimal.

c. Wawasan diri. Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta

menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki akan meningkatkan

penerimaan diri.

28
Hurlock, E. B. (2013). Psikologis Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
d. Wawasan sosial. Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan

orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk

memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.

e. Konsep diri yang stabil. Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada

suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan

kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya

kestabilan dan terbentuknya konsep diri positif, memposisikan diri individu

secara menguntungkan.29

Berdasarkan berbagai defenisi yang diuraikan diatas, maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa penerimaan diri merupakan perilaku seseorang individu yang

menunjukkan perasaan sanggup menerima dan senang atas segala kelebihan dan

sanggup serta bersedia untuk hidup dengan segala ciri yang ada dalam dirinya, tanpa

merasakan ketidaknyamanan dalam diri sendiri.

3. Aspek-aspek Penerimaan Diri Orang Tua

Menurut Rahmawati bahwa aspe-aspek penerimaan diri yaitu pembukaan diri,

percaya kemampuan diri, kesehatan psikologis, orientasi keluar, bertanggung jawab,

berpendidikan dan menyadari keterbatasan. Adapun Johson menyatakan bahwa

pembukaan diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu

yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan terhadap sesuatu yang telah

dikatakan atau dilakukan, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang disaksikan.

Penerimaan diri dibangun lewat pemahaman bahwa orang lain menerima diri kita.

29
Nuviana, E, V, “Penerimaan Diri Pada Penderita Epilepsi”. Jurnal Psikologi, 5.1 (2006). h.
114.
Ketika orang lain sudah memandang diri kita berharga, maka kita juga akan

memandang diri kita berharga.

Orang tua yang menerima anaknya akan menempatkan anaknya pada posisi

penting dalam keluarga dan mengembangkan hubungan emosional yang hangat

dengan anak.30 Aspek-aspek penerimaan orang tua terhadap anak sebagai berikut:

a. Menghargai anak sebagai individu dengan segenap perasaan, mengakui hak-hak

anak dan memenuhi kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan

b. Menilai anaknya sebagai diri yang unik sehingga orang tua dapat memelihara

keunikan anaknya tanpa batas agar mampu menjadi pribadi yang sehat.

c. Mengenal kebutuhan-kebutuhan anak untuk membedakan dan memeisahlan diri

dari orang tua dan mencintai individu yang mandiri.

d. Mencintai tanpa syarat Aspek-aspek yang terdapat dalam diri orang tua yang

menerima anaknya adalah sebagai berikut :

a) Memperlihatkan kecemasan yang minimal dalam kehadiran anak.

b) Memperlihatkan keadaan membela diri yang minimal tentang keterbatasan

anak.

c) Tidak ada penolakan yang jelas pada anak maupun membantu perkembangan

kepercayaan yang lebih.

d) Adanya komunikasi dan kehangatan anatara orangtua dan anak.

c. Kewajiban Orang Tua

Selain memiliki hak atas anak-anaknya, orang tua juga memiliki kewajiban

30
Sri Rahmayanti, Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta
Peranannya Dalam Terapi Autisme. http://library.gunadarma.ac.id, Diakses pada tanggal 09 Maret
2018
terhadap mereka. Al-Qur’an dan Sunnah banyak menyebut hal ini, yang akan

mencerahkan pikiran dan nurani. Antara lain kewajiban orang tua adalah memberi

rasa aman pada anak-anak; membentuk intelektualitas seraya memenuhi kebutuhan

fisik anak. Di dunia ini, baik dalam masyarakat beradab maupun primitif, setiap orang

tua mencintai anak-anaknya.

Namun apa yang mesti dilakukan, ketika lantaran perbedaan sosial, masalah

ekonomi, kehilangan, tak ada rasa percaya diri, kelalaian dalam beragama, dan

bahkan sikap bodoh terhadap Allah, seseorang mengorbankan anaknya demi

kepentingan politik, sosial, dan ekonomi; bahkan dalam beberapa hal, rela membunuh

anak-anaknya sebagai tumbal hasrat egoisnya31. Dengan kebodohan dan kezaliman

itu, Al-Quran mengancamkan dalam QS. Al-An‘am: 140

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ ْد‬zَ‫ َر ۤا ًء َعلَى ِ ۗق‬zِ‫م ُ ا ْفت‬zُ ُ‫َس َر الَّ ِذ ْينَ قَتَلُ ْٓوا اَوْ اَل َدهُ ْم َسفَه ًۢا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َّو َح َّر ُموْ ا َما َر َزقَه‬
‫ا‬zz‫لُّوْ ا َو َم‬z‫ض‬ ِ ‫قَ ْد خ‬
ࣖ َ‫َكانُوْ ا ُم ْهتَ ِد ْين‬

Artinya: “Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena

kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah

rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah.

Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”32

Berdasarkan penjelasan di atas, mereka menganggap anak-anaknya sebagai penghibur

hati dan jiwa; namun saat menghadapi “kesulitan hidup”, mereka rela mengorbankan

anak-anaknya itu demi kepentingan hasrat keinginannya. Keluarga merupakan


31
Ibnu Hasan Najafi,Pendidikan& Psikologi Anak, (Jakarta Selatan: Cahaya, 2006), Hal. 43.
32
tanggung jawab terhadap anak, harus memperbaiki dan menciptakan hubungan

keluarga yang harmonis agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta

menjaga, mendidik, membina, dan mengarahkan anak kejalan yang benar yang

dicintai oleh Allah Swt. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. At-Tahrim: 6

berbunyi:

‫دَا ٌد اَّل‬z‫ ةٌ ِغاَل ظٌ ِش‬z‫ا َم ٰۤل ِٕى َك‬zzَ‫ارةُ َعلَ ْيه‬z


َ z‫ النَّاسُ َو ْال ِح َج‬z‫ا‬zَ‫ارًا َّوقُوْ ُده‬zzَ‫ ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم ن‬z‫وا اَ ْنفُ َس‬zْٓ zُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ق‬
َ‫يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما يُْؤ َمرُوْ ن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, perilaharalah dirimu dan keluargamu dari
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, Pustaka Agung
Harapan, 2006api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”33

Dari ayat di atas dapat diartikan yang bahwasannya Allah Swt, telah
memerintahkan kepada manusia agar dapat menjaga dirinya dan keluarganya atau
ayah dan ibu sebagai pemimpin dalam rumah tangga mempunyai tanggung jawab
yang sangat besar terhadap baik atau buruknya sebuah keluarga. Oleh karena itu
sebagai pemimpin dalam rumah tangga harus bisa membina anaknya dengan
memberikan pendidikan yang baik serta memberikan nafkah yang halal kepada anak
dan istrinya.

Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ABK adalah orang tua dan
keluarga anak tersebut. Oleh sebab itu dikatakan bahwa penanganan ABK merupakan
resiko psikiatri keluarga. Saat kritis keluargalah yang pertama kali menyadari bahwa
anak mereka berkebutuhan khusus seperti lainnya. Jika anak tersebut menunjukkan

33
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, Pustaka Agung
Harapan, 2006.
gejala-gejala kelainan fisik, maka orang tua hanya akan mengetahui dari hasil
pemeriksaan.

Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda-beda dan dapat dibagi menjadi:

1. Perasaan melindungi anak secara berlebihan, yang bisa dibagi dalam wujud:
a. Proteksi biologis
b. Perubahan emosi yang tiba-tiba, hal ini mendorong untuk:
1) Menolak kehadiran anak denganmemberikan sikap dingin
2) Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah dengan
mendatangkan orang yang terlatih untuk mengurusnya.
3) Merasakan berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan
tanpamemberikan kehangatan.
4) Memeliharanya dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan
menolak.
2. Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, kemudian terjadi praduga
yang berlebihan dalam hal:
a. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan, perasaan ini
mendorong timbulnya suatu perasaan depresi.
b. Merasa kurang mampu mengasuhnya, perasaan ini menghilangkan
kepercayaan kepada diri sendiri dalam mengasuhnya.
3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyaianak yang normal.
a. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orangtuacepat marah dan
menyebabkan tingkah laku agresif.
b. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi.

Ada permulaan, mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orngtua ABK,
akan tetapi mereka terganggu lagi saat menghadapi peristiwa-peristiwa kritis.

4. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri.


5. Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orangtua merasa berdosa.
6. Akan merasakan bingung dan malu. Dilihat dari sudut tertentu, baik juga jika
anak cacat dipisahkan di tempat-tempat penampungan. Tetapi bila dilihat dari
sudut lain, pemisahan seperti ini dapat pula mengakibatkan ketegangan orangtua,
terlebih bagi ibu yang sudah terlalu menyayangi anaknya.34

C. Kerangka Konseptual

Untuk lebih memahami maksud dari penelitian yang dilakukan oleh penelitian

terkait dengan Analisis Penerimaan Diri Orangtua Yang Mempunyai Anak

Berkebutuhan.

1. Analisis

Analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi

komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama

lain dan fungsi masing dalam satu keseluruhan yang terpadu. Analisi juga merupakan

proses memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi unit terkecil.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis merupakan

kegiatan berupa proses mengamati sesuatu dengan memilah, mengurai, membedakan,

dan mengelompokkan menurut kriteria tertentu untuk mengetahui informasi yang

sebenarnya.35

2. Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah kemampuan seorang individu dapat menerima keberadaan

diri sendiri. Didalam penerimaan diri ada penelian diri yang akan dijadikan dasar

untuk seorang individu untuk dapat mengambil keputusan dalam rangka penerimaan

terhadap keberadaan diri sendiri. Chaplin dalam Wahyudha Dhara Prsetia

menyatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas
34
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa,(Bandung, Refika Aditama, 2006), Hal. 117-
119
35
Baidi Bukhori, Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial Keluarga Dengan
Kesehatan Mental Narapidana (Studi kasus Nara Pidana Kota Semarang) Vol 4 No 1 Mei 07, hlm. 5.2
dengan diri sendiri, kulitas-kulitas dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan-

pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan dan bakat-bakat sendiri, serta

pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.36

3. Anak Bekebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

berebeda dengan anak pada umumnya. anak berkebutuhan khusus adalah anak

dengan karakteristik khusus yang berbeda pada anak umumnya tanpa selalu

menunjukkan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Menurut Sumekar

anak berkebutuhan khusus adalah “anak-anak yang mengalami penyimpangan,

kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial.

Anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak dengan karakteristik

khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menjukkan pada

ketidakmampua mental, emosi, atau fisik. Anak berkebutuhan khusus adalah anak

yang mengalami keterbatasan fisik, mental, sosial, maupun emosional yang

berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Anak berkebutuhan khusus terkadang

juga disebut dengan istilah anak berkelainan yang berarti sebagai suatu kondisi yang

menyimpang dari rata-rata pada umumnya. Penyimpangan tersebut memiliki nilai

lebih ataub kurang.37

D. Kerangka Pikir

36
Mitra Erlina Novianty, Penerimaan Diri Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita Systemic
Lupus Erythematosus Vol 2 No 2 Mei 07, hlm. 175.
37
Mitra Erlina Novianty, Penerimaan Diri Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita Systemic
Lupus Erythematosus Vol 2 No 2 Mei 07, hlm. 175.
Analisis Penerimaan Diri Orangtua yang
Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus.

Sikap Orang tua Terhadap Anak


- Menghargai anak sebagai Faktor Penerimaan Diri
individu dengan segenap
perasaan. - Kerelaan untuk membuka
- Menilai anaknya sebagai atau mengungkapkan segala
diri yang unik. pikiran.
- Mengenal kebutuhan- - Kesehatan Psikologis
kebutuhan anak
- Mencintai tanpa anak - Penerimaan terhadap orang
syarat.

Teori Penerimaan Diri

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memakai pendekatan kualitatif yang mempelajari

secara pribadi interaksi antara peneliti dengan informan. Pendekatan kualitatif

merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi

yang memeriksa suatu kenyataan sosial dan kasus manusia. Metode penelitian

kualitatif merupakan metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan

dalam kondisi yang alamiyah (natural setting).

Metode kualitatif dipakai untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data

yang mengandung makna. Makna merupakan data yang sebenarnya, data yang pasti

adalah suatu nilai di balik data yang tampak. Pada pendekatan ini, peneliti

menekankan sifat realitas terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan

subjek yg diteliti. Alasan peneliti memakai pendekatan kualitatif lantaran mengingat

masalah berdasarkan peneliti ini merupakan penerimaan orang tua terhadap anak

berkebutuhan khusus yang hanya dapat dijawab menggunakan penelitian Kualitatif.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang akan dijadikan tempat untuk meneliti adalah Kota

Parepare. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama kurang

lebih 2 bulan.

C. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada bagaimana Penerimaan diri orang tua yang

mempunyai anak berkebutuhan khusus

D. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

dengan metode wawancara bentuk terstruktur menurut aspek Penerimaan

Diri dan Anak Berkebutuhan Khusus serta observasi secara pribadi,

maksudnya adalah peneliti secara pribadi mengamati tingkah laku subjek.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Sumber data yang pertama diperoleh dari 5 Orang tua yang mempunyai

anak berkebutuhan khusus (Narasumber) kata-kata atau tindakan

narasumber/sampel yang diamati dan diwawancarai menjadi sumber data

utama, yakni orang tua yang memiliki anak anak berkebutuhan khusus.

b. Data Sekunder

Sumber data kedua merupakan sumber data menurut buku-buku yang bisa

dipakai peneliti menjadi referensi atau yang bisa memperluas wawasan

mengenai permasalahan yang dikaji agar bisa mempermudah proses

analisis memperluas wawasan mengenai permasalahan yang dikaji supaya

bisa mempermudah proses analisis.

E. Teknik Pengumpulan dan Pengelolahan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara dalam mengumpulkan data pada

suatu penelitian. Untuk mencari informasi guna menerima data-data yang diperlukan,

peneliti memakai teknik, yaitu :

1. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik yang dilakukan menggunakan cara mengadakan

pengamatan secara teliti dan pencatatan serta sistematis.Observasi dilakukan dengan


mengadakan pengamatan terhadap prilaku sehari-hari pada Orang tua yang

mempunyai anak berkebutuhan khususdi Kota Parepare.

2. Wawancara

Wawancara mendalam secara umum merupakan proses memperoleh

informasi untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sembari bertatap muka antara pewawancara dan informasi atau orang

yang diwawancarai, menggunakan atau tanpa memakai pedoman wawancara.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan memakai 2 jenis pertanyaan yang

sudah dibentuk oleh penulis sebagai Panduan (interview guide).Dan kedua,

wawancara tidak terstruktur, yaitu memakai pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan

spontan dan merupakan perkembangan menurut daftar pertanyaan yang ada, sifatnya

informal. Adapun wawancara ini akan dilakukan pada Orang tua yang mempunyai

Anak Berkebutuhan khusus di kota Parepare.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpul data yang dipakai

pada penelitian sosial untuk menelusuri data historis. Penggalian asal data lewat studi

dokumen menjadi pelengkap bagi proses penelitian kualitatif. Bahkan tingkat

Kredibilitas suatu output penelitian kualitatif sedikit banyaknya dipengaruhi oleh

penggunaan dan pemanfaatan dokumen yang terdapat berdasarkan berbagai

pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa dokumen adalah asal data yg dipakai

untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto) dan

karya-karya monumental yg semuanya itu menaruh kabar bagi proses penelitian.

F. Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data adalah cara untuk mengambarkan keabsahan suatu

penelitian dan pertanggungjawaban dalam penelitian ilmiah. Agar data penelitian

kualitatif bisa dipertanggungjawabkan menjadi penelitian ilmiah maka perlu diadakan

uji keabsahan data. Dalam penelitian ini untuk menerima keabsahan data dilakukan

dengan Uji Credibility atau Kredibilitas, di mana cara pengujiannya, yaitu

peningkatan ketekunan penelitian, perpangjangan observasi, diskusi menggunakan

teman sebaya, dan triangulasi. Untuk menyelidiki keabsahan data, maka bisa

memakai teknik ketekunan pada penelitian, teknik pemeriksaan keabsahan data yang

melakukan pengamatan secara bersinambungan memanfaatkan sesuatu yang lain pada

luar data itu untuk keperluan pengecekan atau menjadi pembanding terhadap data itu.

Triangulasi merupakan sumber dan teknik. Triangulasi teknik dilakukan

menggunakan cara mengecek data pada sumber yang sama menggunakan teknik yang

berbeda.

Data diperoleh menggunakan wawancara, kemudian dicek menggunakan

observasi dan dokumentasi. Triangulasi sumber dilakukan menggunakan cara

mengecek data yang sudah diperoleh melalui responden, yaitu orang tua yg

mempunyai anak berkebutuhan khusus . Membandingkan data hasil wawancara dan

observasi, serta data dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun Data sistematis

diperoleh menurut wawancara, catatan lapangan dan dokumen. Dengan

mengorganisasikan data ke pada kategori, memecahnya sebagai unit-unit,

menentukan mana yang penting dan mana yg akan dipelajari, dan menarik

kesimpulan yang gampang dipahami pembaca. Untuk itu data yang didapat lalu
dianalisis menggunakan analisis data kualitatif contoh interaktif dari Miles &

Huberman yang terdiri berdasarkan: (a) reduksi data (b) penyajian data, & (c)

kesimpulan, di mana prosesnya berlangsung secara sirkuler selama penelitian

berlangsung.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses menggabungkan segala data yang diperoleh

sebagai bentuk tulisan yang akan dianalisis. Menyeleksi data yang sudah

terkumpul untuk dapat menemukan data yang penting, berguna, dan sesuai

dengan tujuan penelitian. Dalam reduksi data, diperluan kejelian, kefokusan

peneliti, dan ketegasan peneliti guna menentukan & memilih data yang

diperlukan.

2. Penyajian Data

Peneliti bisa menggabungkan data yang sudah direduksi untuk

mendeskripsikan data dalam bentuk apapun misalnya tulisan, bagan,

diagram, dan sebagainya. Penyajian data bertujuan supaya data yang diolah

dapat dengan gampang dimengerti oleh para pembaca. Proses penyajian data

dilakukan dengan mengolah data yang sudah direduksi sebagai sub-kategori

tema dan proses pengkodean (coding). Penyajian data pada penelitian ini

akan tersaji pada bentuk tabel.

3. Kesimpulan
Setelah berhasil menyajikan data, peneliti dituntut untuk bisa menarik
kesimpulan sesuai dengan tahapan yang sudah dilakukan maupun keterangan
yang didapatkan. Hasil dari penarikan kesimpulan ini adalah menjawab
pertanyaan penelitian berdasarkan hasil temuan peneliti secara spesifik.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes Daryo, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Refika Aditama, 2011).


Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, Pustaka
Agung Harapan.
Astini, P. S. N., Utami, K. C., Parwati, K. F. (2015). Pengalaman Orangtua Dalam
Merawat Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Bali:
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.
Atika Agustini, “Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak Autisme (Study Kasus
di Desa Pulau Harapan Kec. Sembawa Kab. Banyuasin III),” (Skripsi Sarjana;
Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi:
Palembang, 2017).
Baidi Bukhori, Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi kasus Nara Pidana Kota Semarang)
Vol 4 No 1 Mei 07.
Baidi Bukhori, Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan Sosial Keluarga
Dengan Kesehatan Mental Narapidana (Studi kasus Nara Pidana Kota Semarang)
Vol 4 No 1 Mei 07.
Chaplin dan James P, Kamus Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011).
Donald Walters, Rahasia Penerimaan Diri,(Yogyakarta:Kanisius, 2006), hlm. 22
Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (2006). Exceptional Learners: Introduction to
Special Education 10th ed. USA: Pearson.
Hendriati Agustian, Psikologi perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitanya dengan
Konsep Diiri dan Penyesuaian Diri pada Remaja (Bandung: PT Refika Aditama,
2006), hlm 128
Hidayat, Arini, “Televiia dan Perkembangan Sosial Anak”, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 1998.
Hurlock, E. B. (2013). Psikologis Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima.Jakarta:
Erlangga.
Ibnu Hasan Najafi,Pendidikan& Psikologi Anak, (Jakarta Selatan: Cahaya, 2006).
Mitra Erlina Novianty, Penerimaan Diri Dan Daya Juang Pada Wanita Penderita
Systemic Lupus Erythematosus Vol 2 No 2 Mei 07.
Muji Winarsih,Evi Syafrida Nasution, Deasy Ori, “Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki ABK di SLB Cahaya
Pertiwi, “Jurnal Persada Indonesia, 4. 2 (2020).
Ningrum. 2010. Pengaruh Penerimaan Orangtua Terhadap Penyesuaian Diri Anak
Tunarungu Disekolah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Pekanbaru: Universitas Islam
Riau.
Novira Faradina, Penerimaan diri pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus (eJournal Psikologi Volume 4 No 4, 2016).
Nuviana, E, V, “Penerimaan Diri Pada Penderita Epilepsi”. Jurnal Psikologi, 5.1
(2006).
Ratri Paramita dan Margaretha, Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian
Diri Penderita Lupus Vol 10 No 2 April 07.
Rizky Amalia Cahyani, Penerimaan Diri Ibu Dengan Anak Berkebutuhan Khusus di
Mojokerto, (Malang: Sekripsi Tidak Diterbitkan, 2015).
40
Rona Avissina, Hubungan Attachment Terhadap Motivasi Belajar Anak
Berkebutuhan Khusus Sekolah Inklusif di SDN Sumbersari 1 dan 2 Kota
Malang, (Malang: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2015).
Schultz, Psikologi Pertumbuhan , Model-model Kepribadian Sehat, (Yogyakarta:
Kanisius, 1991).
Sitti Maisarah, "Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di
Kemukiman Pagar Air Kecematan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar ( Skripsi
Sarjana ; Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakiltas Dakwah dan
Komunikasii Universitas Islam Negeri Ar-Ranry: Aceh,2018).
Sri Rahmayanti, Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta
Peranannya Dalam Terapi Autisme. http://library.gunadarma.ac.id, Diakses pada
tanggal 09 Maret 2018
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa,(Bandung, Refika Aditama, 2006).
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2006).
WD Prasetia, Penerimaan Diri, Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 November 2017
Yiyi Dwi Panti Rahayu, Latifah Nur Ahyani, “Kecerdasan Emosi dan Dukungan
Keluarga Dengan Penerimaan Diri Orang Tua Yang Memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), “ Jurnal Psikologi, (2017).

KERANGKA ISI TULISAN (OUTLINE)

41
Halaman Judul

Halaman Persetujuan

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Relevan

B. Tinjauan Teoritis

1. Teori Penerimaan Diri

C. Kerangka Konseptual

1. Analisis

2. Penerimaan Diri

3. Anak Berkebutuhan Khusus

D. Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

C. Fokus Penelitian

D. Jenis dan Sumber Data

E. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

F. Uji Keabsahan Data

42
G. Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA

KERANGKA ISI (OUTLINE)

43

Anda mungkin juga menyukai