Anda di halaman 1dari 17

POLA PENGASUHAN ANAK PADA

KELUARGA BANYUMAS DAN JAWA

Kelompok 3 (Perkembangan)
Alfinda Dwi Agustina (2107010163), Viana Fasya Sabina (2107010168), Naufal
Yusuf D Sukamto (2107010176), Mitsqola Dzarratin Idea F.M (2107010180),
Salsabila Laelathiya Zaen (2107010189), Andito Cesario Nugroho (2107010190)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
ABSTRAK

Peran keluarga mempunyai nilai utuh dan andil yang besar pada pembentuka
nilai dan sikap anak. Proses pengasuhan anak sangat memengaruhi kepribadian
dan pembentuk karakter dari diri anak, karena setiap anak cenderung akan
meniru dari orang-orang yang terdekat dan disekelilingnya. Dalam mini riset ini,
metode penelitian yang digunakan dengan kajian literatur dan wawancara
terhadap narasumber yakni orang tua Banyumas. Hasil dari mini riset
berdasarkan referensi literatur yang ada, menunjukkan bahwa pola asuh yang
banyak dilakukan pada keluarga banyumas dan jawa pada umumnya
dipengaruhi oleh kebiasaan, norma, budaya pada daerah setempat dan yang
dianut oleh keluarga tersebut. Pola pengasuhan keluarga Banyumas
menggunakan pola demokratis dan banyak istilah dalam pembentukan kasih
sayang dalam pengasuhannya. Selain itu pola pengasuhan kelurga pada suku
Jawa banyak menggunakan dua nilai, yakni nilai kerukunan dan nilai kejawen.
Pola pengasuhan anak dari orangtua Dari kedua pola pengasuhan orangtua
Banyumas dan Jawa, terdapat persamaan, karena masih dalam satu lingkup
suku, walaupun berbeda daerah, namun nenek moyang dari setiap orangtua
Banyumas masih menjadi bagian dari suku Jawa, yang kebanyakan pola
pengasuhan dengan berdasarkan nilai kerukunan dan nilai kejawen. Namun
seiring perkembangan zaman dan akulturasi budaya, prinsip nilai kejawen tidak
lagi begitu melekat pada beberapa hal, seperti saat hamil ada mitoni, ataupun
kepercayaan (bisa disebut sebagai takhayul : dalam islam) hal tersebut sudah
mulai hilang, akan tetapi nilai kejawen terkait isin, wedi dan sungkan, masih
tertanam pada anak-anak Banyumas dan Jawa.

Kata kunci : pola pengasuhan anak, keluarga jawa, banyumas

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan karunia-Nya begitu besar kepada ciptaan-Nya, Shalawat
serta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang
kudambakan syafa’atnya kelak di hari kiamat. Berkat limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya serta usaha yang sungguh-sungguh, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan mini riset ini dengan judul “POLA PENGASUHAN ANAK PADA
KELUARGA BANYUMAS DAN JAWA”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Psikologi Indigenous yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan mini riset ini.
Mini Riset yang kami susun, tentu jauh dari kata kesempurnaan karena atas
keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan. Semoga mini riset ini dapat bermanfaat bagi kelompok
kami dan khususnya untuk para pembaca ataupun pihak lain.

Purwokerto, November 2022

3
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. 2

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 3

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 4

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 5

A. Latar Belakang ................................................................................................ 5

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6

II. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 7

III. METODE PENELITIAN.............................................................................. 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 10

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 15

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keindahan alam,
kanekaragaman budaya, bahasa, suku. Begitu banyak pulau-pulau yang ada
didalamnyapun menambah keindahan bangsa ini, sehingga disebut sebagai
negara maritim. Negara yang beragam dengan penduduk yang begitu banyak
menambah keanekaragamannya juga. Menurut Dirjen Zudan
(disdukcapil.bonebolangokab.go.id) jumlah penduduk Indonesia tercatat
sebanyak 275.361.267 jiwa. “Jumlah itu terdiri 138.999.996 penduduk laki-laki
atau 54,48 persen, dan 136.361.271 penduduk perempuan atau 49,52
persen”. Dengan kepadatan penduduk Indonesia, maka terdapat
keberagaman sifat, karakter dan variasi yang beragam dari setiap wilayahnya.
Sebagai pemersatu bangsa, Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal
Ika “Berbeda-beda Tetap Satu Jua”, ditengah keberagaman dan perbedaan,
namun tetap satu kesatuan. Terbentuknya suatu budaya tentu tidak lepas dari
pewarisan nenek moyang pada masing-masing daerah, salah satu faktor
pewarisan melalui keluarga, proses interaksi pada keluarga, interaksi kepada
anak dari orangtuanya.
Proses pengasuhan anak sangat memengaruhi kepribadian dan
pembentuk karakter dari diri anak, karena setiap anak cenderung akan meniru
dari orang-orang yang terdekat dan disekelilingnya. Dalam hal ini, tingkah laku
keluarga menjadi contoh yang pertama pada pembentukkan kepribadian
seorang anak yang diperlukan dalam masyarakat (Goode, 2004). Peranan
pola hidup dalam masyarakat yang sesuai nilai dan norma-norma maupun
habbits yang ada dalam masyarakat (Sunarto, 2004:21).
Keluarga merupakan kelompok/ unit kecil pada tatanan kehidupan
bermasyarakat sosial, yang terdiri dari bapak, ibu dan anak. Selain itu,
keluarga menjadi tempat utama dan sekolah pertama untuk anak. Keluarga
merupakan unit penting bagi si anak, lingkungan yang utama dan penting
utnuk proses mengenal banyak hal, menyiapkan diri (anak) sebelum ke dunia
sekolah pendidikan formal. Keluarga sebagai sarana proses belajar

5
kehidupan, pengenalan, proses interaksi, pembangunan karakter anak,
sosialisasi.
Peran keluarga mempunyai nilai utuh dan andil yang besar pada
pembentuka nilai dan sikap anak. Menurut Merliana, 2010, penanaman nilai
dan sikap dilakukan oleh keluarga. Hal ini tidak akan lepas dari peran orang
tua, bagaiamana orang tua mendidik anak sesuai dengan dengan harapan
norma, nilai, kebiasaan yang terdapat pada masyarakat setempat. Keluarga
yakni orangtua itu sendiri memiliki peran dominan dalam menstimulasi hal
tersebut pada anak karena masa dini adalah pembentuk dasar pertama bagi
anak untuk mengembangkan seluruh potensi yang ia miliki. Mendidik anak
menjadi salah satu pola asuh, akan berdampak pada anak, bagaimana
orangtua mengasuh, mendidik si anak.
Tidak dapat dipungkiri, setiap orangtua memiliki banyak cara tersendiri
dalam pola pengasuhan, tentunya pola pengasuhan anatara keluarga satu
dan yang lainnya berbeda, antara orangtua yang satu dan lainnya berbeda.
Termasuk pola asuh pada orangtua daerah Banyumas dan suku Jawa pada
umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pola Pengasuhan?
2. Bagaimana Pola Asuh Anak pada Orangtua Banyumas?
3. Bagaimana Pola Pengasuhan Keluarga Jawa?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Mini riset ini disusun ialah sebagai pemenuhan tugas matakuliah
Psikologi Indigenous, untuk mengetahui bentuk atau model pola pengasuhan
anak pada keluarga banyumas dan jawa pada umumnya, mengetahui
perbedaan pola pengasuhan anak pada orang tua Banyumas dan Jawa.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pola Pengasuhan
Pola asuh adalah kemampuan keluarga menyediakan waktu, perhatian
dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial anak
(Soetjiningsih, 2012). Menurut Friedman (1998) menyatakan bahwa pola asuh
merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap
orang tua ini mencakup cara bagaimana orang tua memberi rules atau aturan-
aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya,
dan cara orang tua memberi perhatian serta tanggapan kepada anaknya. Pola
pengasuhan orang tua sangat mempengaruhi dalam proses pendidikan
anak (Laundry, Smith & Swank, 2013), dan pola asuh yang diberikan
dapat dipengaruhi oleh faktor suku dan budaya (Merliana, 2010; Santrock,
2013; Soekanto, 2002; Soetjiningsih, 2004; Sulistino, 2016; Tridhonanto,
2014; Winarti, 2019). Terdapat beberapa aspek dalam pola pengasuhan yaitu
mencakup pola asuh makan, hidup sehat, akademik atau intelektual, sosial
emosi serta pola asuh moral dan spiritual (Hastuti, 2008:76).
Pada dasarnya, setiap anak pada suatu keluarga akan diasuh
berdasarkan dari nilai budaya, agama dan kebiasaan yang diyakini dari
keluarga, orangtuanya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi
verbal maupun komunikasi non verbal antara orangtua dan anak, menurut
Hastuti (2008:38) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar dalam
mengenali nilai-nilai dan ekspetansi kelompok, meningkatkan kemampuan
untuk mengikutinya.

2. Keluarga suku Jawa


Masyarakat Jawa sangat erat dengan budaya dan tradisinya. Keduanya
bersifat komprehensif dalam segala aspek kehidupan. Menurut falsafah hidup
orang jawa yang masih dipertahankan oleh orang jawa yaitu bermasyarakat
dalam kehidupan sosial. Unit terkecil dalam kehidupan bersosial ialah pada
lingkungan keluarga. Keluarga dapat menjadi saran dalam transferring nilai
budaya, salah satunya melalui model parenting pada Keluarga Jawa. Pola
asuh orang Jawa merupakan perpaduan antara model dan pola asuh otoriter
yang demokratis, yang memiliki dampak positif pada moral perkembangan

7
anak dan dapat dilihat dari sikap dan karakter anak yang terwujud dalam
perilaku, tata krama, moral, unggah-ungguh anak dalam kehidupan
bermasyarakat. Terbukti juga bahwa nilai-nilai kearifan lokal Jawa dapat
berkembang dan menyesuaikan zaman.
Menurut Geertz (1983) bahwa pola asuh suku Jawa memegang
teguh dua prinsip, ini disebut dengan nilai Kejawen, nilai tersebut berisi tata
krama atau hormat dan kerukunan. Isin, wedi, dan sungkan (malu, takut dan
sungkan) adalah bagian dari tata krama atau hormat. Nilai kerukunan,
tenggang rasa, menjauhi konflik merupakan nilai yang dipegang oleh suku
Jawa (Chandra, 2004). Baiduri & Yuniar (2017) mengungkapkan bahwa
ada tiga model pengasuhan yang diterapkan.
Bagi mereka, suatu pituduh (wejangan) tidak akan berhasil jika hanya
diucapkan saja, tanpa dilaksanakan, sesuai dengan peribahsan yang muncul
dengan istilah ”gedhang awoh pakel, ngomong gampang ngelakone angel”
[ibarat pisang berbuah mangga, bicara mudah tetapi menjalankannya susah],
pastinya untuk oranngtua Jawa hal tersebut tidak diinginkannya.
Idrus (2004) mengungkap bahwa biasanya anak Jawa yang berhasil
dalam berinteraksi dengan lingkungannya, masyarakat akan memberi label
sebagai orang yang njawani, sebaliknya mereka yang belum secara baik
mengamalkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat tersebut, kerap disebut
sebagai orang yang durung Jawa. Untuk anak yang memiliki julukan durung
Jawa, ia dicap sebagai anak yang tidak memiliki tata krama, sopan santun
dan berkepribadian yang kurang baik. Berbeda dengan isilah njawani yang
diartikan sebagai perilaku yang secara etik, moral, budaya dan agama sesuai
dengan lingkungan masyarakat. Maka dari itu, orangtua Jawa tidak
menginginkan anaknya sebagai durung Jawa.

8
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Mini riset yang dilakukan menggunakan metode penelitian dengan jenis
penelitian ialah desain penelitian kajian literatur, yang digunakan agar lebih
memahami dan mempunyai pandangan terhadap suatu kajian (Borg &
Gall, 1983), sehingga untuk pengumpulan bahan-bahan kajian yang
dibutuhkan, penulis dapat menandai dengan menggarisbawahi hal yang
penting, dan melakukan olah kembali penelitian (Zed, 2003 dalam
Maulana, Kurniati, & Yulindrasari, 2020). Peneliti melakukan telaah dan
eksplorasi jurnal, artikel dan sumber yang relevan sehingga dapat
menunjang mini riset ini. Penggunaan kajian literatur digunakan dalam
penelaah pola pengasuhan orangtua suku Jawa.
Selain itu untuk mengetahui detailnya, penulis menggunakan data dari
hasil wawancara yang dilakukan kepada dua narasumber. Untuk pengolahan
data melalui wawancara dilakukan untuk mengetahui pola asuh orangtua
pada daerah Banyumas.
Hasil akhir dari mini riset ini ialah dapat mengetahui bagaimana pola
pengasuhan anak keluarga banyumas dan jawa pada umumnya.

2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada mini riset ini adalah
wawancara dengan semi terstruktur. Teknik pencatatan dilakukan dengan
menggunakan blocknote.

9
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Banyumas


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan berasama narasumber yang
sudah memiliki peran sebagai orangtua. Wawancara dilakukan pada hari Ahad,
13 November 2022, dengan narasumber yang bernama Bapak Khamidin, beliau
seorang ayah yang memiliki 3 orang anak, 1 anak laki-laki yang sudah
berkeluarga, 1 anak perempuan berusia 20 tahun dan 1 anak laki-laki duduk di
bangku SD kelas 5. Menurut Bapak Khamidin, pola pengasuhan anak pada
orangtua banyumas terdapat beberapa tahapan dengan penyenutan istilah dan
berbagai perlakuan sebagai berikut: “Nyusu, pada filosofi menyusui sebagai pola
pembinaan bayi pasca melahirkan sebagi asupan nutrisi terbaik, secara psikologi
menananmkan kasih sayang dari seorang ibu pada anak dan respon bayi pada
sang ibunya dan secara kesehatan hal tersebut sangat baik bagi kesehatannya.
Secara religius hal tersebut merupakan suatu kewajiban. Pola asuh untuk anak
sewaku kecil di banyumas pada era 70 sampai 90 an, makanan tim bayi dikuyah
terlebih dahulu untuk didulangkan dan dimamah kepada anak tersebut, untuk
menunjukkan kasih sayang ibu. Seorang ayah akan membuat ayunan dari rotan
untuk menidurkan anak (mengeloni), agar si anak dapat tidur pulas dan ibu dapat
mengerjakan pekerjaan lain. Disaat anak sudah mulai berjalan, seorang ayah
akan membuatkan undar (bambu putar) untuk belajar titah dengan arti untuk
melatih kemandirian. Selain itu, peran pegasuhan keluarga, seperti saudara,
orangtua, suka menjembel pipi anak untuk melampiaskan kerinduan, kegemasan
dalam bentuk kasih sayang. Ketika anak sudah berkenal dengan lingkungan
masyarakat,
“Ibu saya menasehatkan kepada anak untuk memilih teman bergaul
dengan istilah Pring apa dapurane (bambu tumbuh sesuai dengan rumpunnya)”.
Selain itu, beliau suka melarang anak gadis, yaitu kaka saya untuk berdiri
termanguk didepan pintu, sering disebut pamali, dengan ancaman ditolak
lamaran, dilarang untuk memakan buah-buahan sebelum tidur (khususnya
pisang), dengan ancaman untuk pemeliharan organ intim.
Mikul dhuwur memdhem jero, artinya untuk selalu melakukan kebajikan
agar nama orangtua ikut tersanjung dan begitu sebaliknya, tidak melakukan

10
keburukan yang akan membawa buruk nama orangtua dan keluarga. (Khamidin,
54)

Pola asuh yang banyak dilakukan pada keluarga banyumas dan jawa pada
umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan, norma, budaya pada daerah setempat dan
yang dianut oleh keluarga tersebut. Berdasar pada hasil pengamatan peneliti dari
kajian literatur, sebagian besar keluarga di Banyumas yang memiliki anak usia
dini, mereka menerapkan pola asuh demokratis. Demokratis sendiri dapat
diartikan sebagai orang tua yang memberikan kebebasan pada anak, tetapi
masih tetap mengawasi anak atau tidak serta merta dalam membiarkan anak.
Beberapa orang tua mendidik anak dengan membiasakan menggunakan bahasa
Jawa dalam interaksi sejak anak usia satu tahun. Berbahasa Jawa secara tidak
langsung akan mengajarkan anak pada sopan santun pada anak, dan anak dapat
lebih menghargai orang-orang di sekitarnya, seperti teman sebayanya, dan juga
orang-orang dewasa di sekitarnya. Orang tua memberikan stimulus pada anak
mengenai pembiasaan penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari
untuk berinteraksi dengan orang lain. Orang tua terlebih dahulu belajar bahasa
Jawa dan terus belajar sampai benar-benar memahami sebelum mengajarkan
pada anak, supaya tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam
mengaplikasikannya.

Pola Pengasuhan pada Keluarga Jawa


Pola pengasuhan orang tua dan atau keluarga Jawa merupakan suatu
proses interaksi anatar orangtua dan anak secara continue dengan tujuan untuk
membentuk “seorang Jawa” yang ideal dengan pegangan terhadap prinsip-prinsip
kebudayaan Jawa.dalam pengasuhan anak orangtua Jawa terdapat step-step
yang dilakukan sejak dalam masa kehamilan, karena menurut keyakinan orang
Jawa masa kehamilan merupakan masa yang rawan akan berbagai hal.
Berdasarkan turun temurun yang dilakukan dann beberapa masih dilakukan pada
masa sekarang. Pada masa kehamilan, ibu hamil dibekali pon-pon terbuat dari
kain yang dibentuk seperti halnya kantong yang berisi didalamnya rempah-
rempah, gunting, pisau lipat, menurut kepercayaan nenek moyang hal tersebut
akan mengusir dan mennjauhan dari roh halus, hal-hal yang ghaib. Selain itu, jika
melihat sesuatu yang buruk, maka langsung mengucapkan “Amit-amit jabang

11
bayi”, sambil mengusapkan perutnya. Makna dari hal tersebut sama halnya, yaitu
untuk menghindari dari sesuatu yang buruk terjadi pada bayi didalam kandungan,
selain itu ada mitoni, sampai usia kandungan tujuh bulan, maka akan dilakukan
ritual selametan dengan maksud bakal calon bayi yang dikandungan tetap sehat
dan selamat sampai dilahirkan.
Pada masa kanak-kanak, terdapat pola pengasuhan anak orangtua jawa
dengan tiga aspek pengasuhan, yaitu pola asuh yang mendorong, menghambat
dan pola asuh yang membiarkan. Maksud dari pola asuh mendorong adalah
termasuk dalam membelokkan dari tujuan yang tidak diinginkan, penundaan suatu
kebutuhan yang sifatnya sesaat, mengajarkan kepatuhan, ketundukkan,
kesopanan, memberi suatu perintah tanpa emosional. Termasuk pola asuh yang
menghambat ialah menakut-nakuti anak-anak (seperti adanya larangan, dengan
takhayul : tidak boleh menyapu dimalam hari untuk gadis karena nanti jodohnya
susah), memberi hukuman, memusuhi (menyatru), sedangkan pada aspek pola
asuh yang membiarkan yaitu mengumbar, ngelulu.
Koentjaraningrat (1984) menambahkan model pengasuhan yang biasa
dilakukan para orang tua Jawa pada anak-anaknya, yaitu:
1) dengan “menyuap” anak serta menjanjikannya hadiah ataupun makanan yang
enak, jika anak tersebut berjanji tidak nakal;
2) menghukum anak;
3) memenuhi harapan-harapan si anak dengan berlebihan, atau menyuruh anak
untuk berbuat yang dilarang (dipunlulu) yang sebenarnya dimaksudkan
sebagai anti perangsang;
4) menyisihkan anak dengan cara tidak diajak bermain dan berbicara (dipunsatru;
dipunjothak).
Selain itu, ada beberapa bentuk pola pengasuhan dengan menanmkan
prinsip-prinsip kepada anak, seperti :
1. Menanamkan prinsip menghargai. Menurut Geertz (1985:114) bahwa anak-
anak mempelajari prinsip menghormati Java dalam tiga situasi, yaitu wedi, isin,
dan pemalu, bahwa ketiga situasi tersebut adalah mendasar dalam mengasuh
anak-anaknya.
2. Tanamkan harmoni kehidupan. Prinsip tersebut didasarkan pada kehidupan
yang harmonis dari Ungkapan Jawa adalah "crah agawe bubrah, rukun agawe
santosa" yang artinya pertengkaran akan terjadi menerima kerusakan saat

12
akan membuat ketenangan harmoni. Dalam kehidupan Jawa, konsep tersebut
ditanamkan melalui keluarga. Ditanam di antara keluarga anggota untuk
menghindari perkelahian. Orang tua juga memberikan contoh untuk selalu
hidup rukun dengan keluarga.
3. Menanamkan Karakter Jujur dan Tidak Pamrih, penanaman prinsip/ karakter
ini tentulah penting bagi si anak guna menunjang kepribadian dirinya yang
begya dalam urusan dunia dan akhirat, bersikap jujur sangat penting, karena
orang jujur tidak banyak ditemukan.
4. Membentuk Karakter Eling. Manusia akan selalu berbuat baik jika dilandasi
mindful sikap. Orang Jawa memiliki prinsip hidup yang mungkin mampir wong
urip ngombe artinya manusia hidup hanya sementara, seperti berhenti untuk
minum. Dengan sikap hidup ini, anak akan lebih fokus dan tidak melakukan
sesuatu hanya untuk mengumbar nafsu.
Keluarga Jawa mengetahui sepenuhnya bahwa pendidikan bukan hanya di
aspek intelektual/kognitif saja, tetapi aspek kasih sayang yang tampak pada moral
dan perilaku anak lebih penting perkembangan moral anak terpengaruh oleh
lingkungan sekitarnya. Selain itu terdapat aspek Ngemong, aspek ngemong yang
pertama adalah menunjukkan sikap yang toleran dan tidak mencela, ngemong
kedua adalah sikap tidak banyak menuntut (tidak menuntut dalam segala hal),
aspek ketiga dari ngemong adalah pemenuhan kebutuhan anak-anak.
Secara umum, terdapat tiga pola pengasuhan yaitu otoriter, permisif, dan
demokratis. Pertama, pola pengasuhan permisif, dengan membiarkan atau
mengabaikan. Kedua, memberikan perintah secara detail, tidak emosional
dan tidak ada ancaman ataupun hukuman. Ketiga, model pengasuhan
dengan menakut-nakuti, dalam bahasa Jawa disebut dengan ngeden –
ngedeni, maksudnya adalah orang tua memberikan hal-hal diluar nalar untuk
menakut-nakuti anak agar anak menurut. Bahasa kromo biasanya digunakan
dalam pola komunikasi pengasuhan yang terlihat pada nilai budaya Jawa. Hal
itu ditunjukan pada orang dewasa dan anak. penelitian mengenai orang tua
bersuku Jawa memaparkan bahwa orang tua di suku Jawa menekankan kepada
anaknya untuk bersikap sopan, berbahasa halus, dan penuh penghargaan
kepada yang lebih tua (Kuntoro, Peterson, & Slaughter, 2017). Penelitian baru –
baru ini yang dilakukan oleh Smith – Hefner dalam Winarti (2018), ditemukan
bahwa dari 206 siswa, hanya 11 persen yang menggunakan bahasa krama

13
kepada orang yang lebih dewasa, selebihnya menggunakan bahasa Indonesia.
Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa keluarga suku Jawa lekat dengan
keagamaan dalam arti religius (Zeitlin, Megawangi, Kramer, Colleta,
Babatunde & Garman, 1995). Ini ditunjukan dalam penelitian Rahayu dan
Amanah (2016) yang memaparkan bahwa orang tua suku Jawa sangat
memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya dengan mengikuti
pembelajaran di musholla atau mesjid. Karena, orang tua ingin membentuk
karakter yang lebih baik untuk anak-anaknya
Pola pengasuhan Jawa memiliki beberapa nilai yang dianut, yaitu prinsip
nilai kerukunan dan nilai kejawen (isin, wedi, sungkan). Dalam pembentukan
karakter, orangtua Jawa mengajarkan sedari dini suatu etika, tata krama kepada
sang anak. Gaya bicara kepada orang yang lebih sepuh, antar sesama, yang lebih
muda akan berbeda susunan atau urutan bahasa jawanya. Selain itu, orang tua
Jawa juga memerhatikan pendidikan agama pada si anak. Pengasuhan yang
diaplikasikan, orang tua tidak terlalu emosional, dalam mengasuh anakpun
dengan ngeden-ngedeni atau menakut-nakuti.
Dari kedua pola pengasuhan orangtua Banyumas dan Jawa, terdapat
persamaan, karena masih dalam satu lingkup suku, walaupun berbeda daerah,
namun nenek moyang dari setiap orangtua Banyumas masih menjadi bagian dari
suku Jawa, yang kebanyakan pola pengasuhan dengan berdasarkan nilai
kerukunan dan nilai kejawen. Namun seiring perkembangan zaman dan akulturasi
budaya, prinsip nilai kejawen tidak lagi begitu melekat pada beberapa hal, seperti
saat hamil ada mitoni, ataupun kepercayaan (bisa disebut sebagai takhayul :
dalam islam) hal tersebut sudah mulai hilang, akan tetapi nilai kejawen terkait isin,
wedi dan sungkan, masih tertanam pada anak-anak Banyumas dan Jawa.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Pola asuh merupakan cara perilaku orangtua yang digunakan saat
berhubungan dengan anak-anaknya, setiap orangtua menerapkan pola
pengasuhan yang berbeda-beda. Pola pengasuhan di Banyumas
menggunakan pola asuh demokratis. Pola pengasuhan orangtua berdasarkan
pola pengasuhan orangtua Banyumas dan Jawa, maka terdapat persamaan,
karena masih dalam satu lingkup suku, walaupun berbeda daerah, namun
nenek moyang dari setiap orangtua Banyumas masih menjadi bagian dari suku
Jawa, yang kebanyakan pola pengasuhan dengan berdasarkan nilai kerukunan
dan nilai kejawen. Namun seiring perkembangan zaman dan akulturasi budaya,
prinsip nilai kejawen tidak lagi begitu melekat pada beberapa hal, seperti saat
hamil ada mitoni, ataupun kepercayaan (bisa disebut sebagai takhayul : dalam
islam) hal tersebut sudah mulai hilang, akan tetapi nilai kejawen terkait isin,
wedi dan sungkan, masih tertanam pada anak-anak Banyumas dan Jawa.

b. Saran
Disarankan untuk pembaca melakukan berbagai upaya dan usaha
dalam pola pengasuhan yang telah disebutkan sebelumnya dan dapat
membedakan pola asuh yang dapat digunakan sesuai kehidupan dan
kebutuhan anak dengan tidak melupakan nilai budaya, agama, moral dan
beberapa aspek lainnya. Selain itu, diharapkan dapat lebih memperhatikan
kembali terkait perbedaan pola pengasuhan keduanya. Diharapkan tulisan ini
dapat bermanfaat dan membantu serta menambah wawasan bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mashud Syahroni , Annisa Nurul Islami. (2014). JAVANESE PARENTING ROLE IN


STUDENTS’ MORAL DEVELOPMENT. Faculty Of Science Education YSU.
Faculty Of Science Education YSU . International Conference on Educational
Research and Innovation (ICERI 2014).

Dimas Setiyo Kusuma Aji, Erna Kusuma Wati, Setiyowati Rahardjo. (2016). ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP POLA ASUH IBU
BALITA DI KABUPATEN BANYUMAS. Jurnal Kesmas Indonesia. Volume 8 No
1. Hal 1-15

Ratih Baiduri, Anggun Yuniar. (2017) POLA PENGASUHAN KELUARGA ETNIS


JAWA HASIL PERNIKAHAN DINI DI DELI SERDANG. Jurnal Antropologi
Sumatera. Vol. 15. No. 1. 252-2581693-7317 (ISSN Cetak) | 2597-3878 (ISSN
Online)

Arifah Prima Satrianingrum, Farida Agus Setyawati. (2021). PERBEDAAN POLA


PENGASUHAN ORANG TUA PADA ANAK USIA DINI DITINJAU DARI
BERBAGAI SUKU DI INDONESIA: KAJIAN LITERATUR. VISI : Jurnal Ilmiah
PTK PNF. Volume 16 Nomor 1. http://doi.org/10.21009/JIV.1601.1.

Lanang A. Fardhani. (2015). MAKNA “DADI WONG” SEBAGAI REFLEKSI DARI


SOSIALISASI PADA POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA JAWA
DI KELURAHAN WANEA KOTA MANADO. Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15.

M.A. Subandi. (2008). Ngemong: Dimensi Keluarga Pasien Psikotik di Jawa. JURNAL
PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA.
VOLUME 35. NO. 1. 62 – 79. ISSN: 0215-8884

Adhtiya, Y (2015). KELUARGA DI MASYARAKAT JAWA DALAM PERSPEKTIF


CULTURAL STUDIES. Skripsi Fakultas Ushuluddin Universitas Islam …,
eprints.walisongo.ac.id, http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4309/

Rahayu, MD, & Amanah, S (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN POLA ASUH ANAK PADA KELUARGA ETNIS MINANG, JAWA DAN
BATAK (Factors Associated With Family Parenting Children In …. Jurnal
Penyuluhan. <https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/view/11449>

Andriansyah, M (2022). HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN


PERKEMBANGAN ANAK., repository.stikesdrsoebandi.ac.id,
http://repository.stikesdrsoebandi.ac.id/417/

16
Aziz, S (2017). TRADISI PERNIKAHAN ADAT JAWA KERATON MEMBENTUK
KELUARGA SAKINAH. IBDA: Jurnal Kajian Islam dan Budaya,
ejournal.uinsaizu.ac.id,
http://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/ibda/article/view/724

Pebrianti, S, Wijayanti, R, & Munjiati, M (2017). HUBUNGAN TIPE POLA ASUH


KELUARGA DENGAN KEJADIAN SKIZOFRENIA DI RUANG SAKURA RSUD
BANYUMAS. The Soedirman Journal. Vol. 4. Nomor 1.

Idrus, M (2012). PENDIDIKAN KARAKTER PADA KELUARGA JAWA. Jurnal


Pendidikan Karakter. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/view/1297.
Tahun II, Nomor 2.

17

Anda mungkin juga menyukai