Anda di halaman 1dari 8

Revisi Artikel

Kelompok I

Mengenal Hukum Perorangan : Mengkategorisasikan Manusia ( naturlijk Persoon dan Recht Persoon)

Sebagai Subjek Hukum dan Perubahan Konsep Naturlijk Persoon pada Era Digital
1
Ahmad Irfansyah Rosyadi

IAIN Palangka Raya


ipan2312140006@gmail.com
2
Syaikun Amrullah

IAIN Palangka Raya

syaikun.amrullah@icloud.com
3
Alfianto Setiawan

IAIN Palangka Raya

alfiantosetiawan7@gmail.com

Abstract

Personal Law is the law regarding persons (person's name, place of residence, legal capacity) and legal entities as legal subjects. The validity of a human

being as the bearer of rights (the legal subject starts when he is born and ends when he dies). Even though according to law, every person bears or has

rights and obligations, in law not everyone can act independently in implementing their rights. The technique for collecting data uses literature study by

collecting a number of books from the IAIN Palangka Raya library. The word individual or person (person) means the bearer of rights/obligations or a

subject in law. The validity of a person as bearer of rights, from the time he is born until he dies. In civil law, people can be categorized into two main

types: "natuurlijk persoon" (human individual) and “rechtspersoon" (legal entity). Natuurlijk Persoon refers to human individuals as legal subjects while

Rechtspersoon refers to legal entities recognized as legal subjects. separate from physical individuals. As legal subjects, Natuurlijk persons have legal

rights and obligations granted by the laws in force in the territory where they are located.
Keywords: Person, Legal Subject, Individual

Abstrak

Hukum Perorangan adalah hukum tentang orang ( nama orang, tempat tinggal, kecakapan hukum) dan badan hukum sebagai subyek

hukum. Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum ialah mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia

meninggal dunia). Meskipun menurut hukum, setiap orang pembawa atau mempunyai hak dan kewajiban, tetapi di dalam hukum tidak

semua orang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya. teknik untuk pengumpulan data menggunakan studi literatur

dengan mengumpulkan sejumlah buku dari perpustakaan IAIN Palangka Raya. perkataan perorangan atau orang (persoon) berarti pembawa

hak/kewajiban atau subjek dalam hukum. Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari dia dilahirkan sampai dia meninggal

dunia. Dalam hukum perdata, orang dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama: "natuurlijk persoon" (individu manusia) dan

“rechtspersoon" (badan hukum). Natuurlijk Persoon merujuk kepada individu manusia sebagai subjek hukum sedangkan Rechtspersoon

merujuk kepada entitas hukum yang diakui sebagai subjek hukum yang terpisah dari individu fisik. Sebagai subjek hukum, Natuurlijk

person memiliki hak dan kewajiban hukum yang diberikan oleh hukum yang berlaku di wilayah tempat mereka berada.

Kata Kunci: Orang, Subjek Hukum, Perorangan

PENDAHULUAN

Hukum Perorangan adalah hukum tentang orang ( nama orang, tempat tinggal, kecakapan hukum) dan badan

hukum sebagai subyek hukum. Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subyek hukum ialah mulai saat ia

dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia). Meskipun menurut hukum, setiap orang pembawa atau mempunyai hak

dan kewajiban, tetapi di dalam hukum tidak semua orang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.

KAJIAN LITERATUR

Hukum perorangan perdata merupakan salah satu cabang ilmu hukum perdata yang mengatur tentang subjek

hukum dan segala aspek terkait seperti kapasitas hukum, kewarganegaraan, domisili, perkawinan, hubungan keluarga, harta

kekayaan, dan warisan. Manfaat mengkaji hukum perorangan dapat memahami konsep manusia (naturlijk persoon dan recht

persoon) sebagai subjek hukum.

METODE PENELITIAN

Mengenal Hukum Perorangan : Mengkategorisasikan Manusia ( naturlijk Persoon dan Recht Persoon) Sebagai Subjek Hukum
1
Ahmad Irfansyah Rosyadi, Syaikun Amrullah, Alfianto Setiawan

Jenis penelitian yang digunakan melalui Penelitian Perpustakaan yang mana bersumber dari perpustakaan IAIN Palangka Raya,

pendekatan penelitian yang digunakan pendekatan kualitatif, teknik untuk pengumpulan data menggunakan studi literatur dengan
mengumpulkan sejumlah buku, serta metode menganalisis data adalah deskriptif.

PEMBAHASAN
A. Definisi Orang (Personen Recht)

Di dalam hukum, perkataan perorangan atau orang (persoon) berarti pembawa hak/kewajiban atau subjek dalam

hukum. Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, mulai dari dia dilahirkan sampai dia meninggal dunia, malahan

dalam hal tentu (perihal warisan) dapat dihitung berlaku surut sejak yang bersangkutan masih dalam kandungan. Kalau
1
kemudian yang bersangkutan meninggal sebelum dilahirkan maka kedudukannya sebagai pembawa hak berakhir pula.

Istilah hukum [tentang] orang berasal dari terjemahan kata Personenrecht (Belanda) atau Personal Law (Inggris).

Pengertian hukum orang menurut Subekti, adalah peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum, peraturan-peraturan

perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal

yang mempengaruhi kecakapan itu. Sementara menurut Algra, yang diartikan hukum orang (personenrecht) adalah
2
keseluruhan peraturan hukum mengenai keadaaan [hoedanigheden] dan wewenang [bevoegdheden] seseorang.

Di dalam hukum perdata (Burgerlijk Wetboek), perkataan perorangan atau orang (persoon) berarti pendukung hak

dan kewajiban. Hak yang dimaksudkan di sini adalah hak keperdataan yang tidak tergantung kepada agama, golongan,

jenis kelamin atau umur, dan juga tidak tergantung kepada kedudukannya dalam negara yang menyangkut hak-hak
3
ketatanegaraannya.

B. Kategorisasi Orang : Naturlijk Persoon dan Recht Persoon

Dalam hukum perdata, orang dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama: "natuurlijk persoon" (individu manusia)

dan “rechtspersoon" (badan hukum). Natuurlijk Persoon merujuk kepada individu manusia sebagai subjek hukum. Setiap

orang yang lahir dan memiliki keberadaan fisik diakui sebagai "natuurlijk persoon" dalam hukum perdata. Sebagai

individu, mereka memiliki hak dan kewajiban hukum yang dapat dijalankan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku. Contoh (natuurlijk person) termasuk individu seperti Mahasiswa dan Dosen, serta individu lainnya

dalam masyarakat.

Rechtspersoon merujuk kepada entitas hukum yang diakui sebagai subjek hukum yang terpisah dari individu fisik.

Rechtspersoon dapat berupa badan hukum publik (seperti pemerintah daerah) atau badan hukum privat (seperti

perusahaan atau yayasan). Rechtspersoon memiliki hak dan kewajiban hukum tersendiri, termasuk kemampuan untuk

memiliki properti, mengadakan kontrak, dan menggugat atau digugat di pengadilan. Contoh rechtspersoon termasuk

perusahaan dagang, yayasan, dan koperasi. Rechts-persoon atau badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh

hukum dan mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang memiliki kekayaan sendiri. Badan-badan atau

perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum (rechtpersoon) yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh

1
Zaeni & Arief Rahman Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 2016)., 61-62.
2
Titik Triwulan Tutik Triyanto, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, ed. Rina (Jakarta: Prestasi Pusaka, 2006)., 35.
3
Zaeni Asyhadie, Hukum Keperdataan Dalam Perspektif Hukum Nasional, Perdata (BW), Hukum Islam, Dan Hukum Adat (Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2018)., 40-41.

2
3

hukum. Rechtspersoon biasa disebut sebagai badan hukum yang merupakan persona ficta atau orang yang diciptakan
4
oleh hukum sebagai persona.

Perbedaan utama antara natuurlijk person dan rechtspersoon adalah bahwa yang pertama merujuk kepada individu

manusia, sementara yang kedua merujuk kepada entitas hukum yang dapat berdiri di luar individu. Kategorisasi ini

penting dalam hukum perdata karena membantu dalam menentukan hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam berbagai

konteks hukum.

C. Manusia (Naturlijk Persoon) Sebagai Subjek Hukum

Sebagai subjek hukum, Natuurlijk person mengacu pada individu manusia yang diakui oleh hukum sebagai entitas

yang memiliki hak dan kewajiban hukum. Sebagai subjek hukum, Natuurlijk person memiliki hak dan kewajiban hukum

yang diberikan oleh hukum yang berlaku di wilayah tempat mereka berada. Hak ini meliputi hak untuk memiliki

properti, hak untuk mengadakan kontrak, dan hak untuk melindungi diri dari pelanggaran hukum. Kewajiban mencakup
5
kewajiban untuk mematuhi hukum, melaksanakan kontrak dengan itikad baik, dan membayar pajak yang diperlukan.

Setiap natuurlijk person diakui oleh hukum memiliki kepribadian hukum yang terpisah dari individu lainnya. Ini

berarti bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memiliki hak dan kewajiban hukum yang independen. Natuurlijk

persoon memiliki kemampuan hukum untuk melakukan tindakan hukum, seperti mengadakan kontrak, menuntut haknya

di pengadilan, dan melakukan perbuatan hukum lainnya. Mereka juga memiliki kemampuan untuk diberikan hak dan
6
kewajiban hukum oleh hukum.

Identitas kewarganegaraan (natuurlijk person) mempengaruhi hak dan kewajiban hukum yang mereka miliki. Hak-

hak tertentu, seperti hak untuk memilih dalam pemilihan umum, dapat bergantung pada kewarganegaraan. Natuurlijk

persoon dilindungi oleh hukum dalam hal hak asasi manusia, termasuk hak atas kehidupan, kebebasan, dan martabat.

Mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam hal hak-hak mereka dan untuk mengajukan

gugatan jika hak-hak mereka dilanggar.

Dengan demikian, Natuurlijk persoon sebagai subjek hukum memiliki peran penting dalam sistem hukum untuk
7
memastikan perlindungan hak individu dan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam masyarakat.

Hukum Indonesia mengakui setiap manusia sebagai subjek hukum. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (1) KUH

Perdata yang menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak negara. Pengakuan

manusia sebagai subjek hukum dimulai sejak manusia dalam kandungan (jika kepentingannya menghendakinya), sampai

manusia itu mati. Pengaturan Pasal 1 KUH Perdata ini sejalan dengan apa yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 KUH Perdata.

Pasal 2 KUH Perdata menyatakan bahwa seorang anak dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir,

bilamana kepentingan anak itu dikehendaki. Jika dia meninggal saat lahir, dia dianggap tidak pernah ada. Pasal 3 KUH

4
Dyah Hapsari Prananingrum, “TELAAH TERHADAP ESENSI SUBJEK HUKUM:MANUSIA DAN BADAN HUKUM,” Jurnal Refleksi Hukum Vol 8
No 1 (2014), https://doi.org/https://doi.org/10.24246/jrh.2014.v8.i1.p73-92.
5
Triyanto, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia., 37-38.
6
Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, 1st ed. (Bandung: Pustaka Setia, 2015)., 79-80.
7
Triyanto, Op .Cit., 39.
Ahmad Irfansyah Rosyadi, Syaikun Amrullah, Alfianto Setiawan

Perdata menyatakan bahwa tidak ada hukuman yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya semua hak
8
kewarganegaraan.

1. Kategori dan Standar Cakap Hukum

Menurut Pasal 2 KUHPerdata, manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam hukum sejak lahir

sampai meninggal, tetapi tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaam) untuk

melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Secara eksplisit di dalam KUHPerdata tidak disebutkan definisi

kecakapan. Secara konsepsional, cakap (bekwaam) terkait kepada keadaan seseorang berdasarkan unsur fisiologis dan

psikologis sehingga makna kecakapan terkait dengan umur, melekat pada mereka yang telah tidak lagi

“minderjarig”, yaitu setelah dianggap memasuki fase kedewasaan akhir atau disebut adulthood. Hal ini terkait dengan
9
kapasitas mental dan akal sehat seseorang untuk mengetahui akibat-akibat perbuatannya.

a) Orang yang Tidak Cakap dalam Bertindak Hukum

Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan

tetapi di dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-

haknya itu. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk

melakukan sendiri perbuatan hukum ialah :

1) Orang yang belum dewasa.

2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele).

3) Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).

b) Orang-orang yang Belum Dewasa

Orang-orang yang belum dewasa hanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan perantaraan

orang lain, atau sama sekali dilarang. Kecakapan untuk bertindak di dalam hukum bagi orang-orang yang

belum dewasa ini diatur dalam ketentuan sebagai berikut.

1) Menurut Pasal 330 KUHPerdata, orang yang dikatakan belum dewasa apabila ia belum mencapai usia 21

tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila ia telah menikah, maka ia dianggap telah dewasa dan

ia tidak akan menjadi orang yang di bawah umur lagi, meskipun perkawinannya diputuskan sebelum ia

mencapai usia 21 tahun.

2) Dalam Hukum Waris, seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun tidak dapat membuat wasiat

(Pasal 897 KUHPerdata).

3) Menurut Pasal 19 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, untuk dapat memilih di dalam pemilihan umum

harus sudah berumur 17 tahun.

c) Orang yang Ditaruh di Bawah Pengampuan

8
Ahmad Supriyadi, “ANALISIS ORANG SEBAGAI SUBYEK HUKUM DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM DAN HUKUM
PERDATA,” Jurnal Addin Vol 3 No 2 (2011), http://e-journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/view/31., 33.
9
D. W. Kumalasari, D., & Ningsih, “Syarat Sahnya Perjanjian Tentang Cakap Bertindak Dalam Hukum Menurut Pasal 1320 Ayat (2) K.U.H.Perdata,”
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 7 No 2 (2018), 6.

4
5

Sebagai informasi, permohonan Nomor 93/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil Pasal 433

KUHPerdata terhadap UUD 1945 diajukan oleh Yayasan Indonesian Mental Healt Association (IMHA), Syaiful

Anam, dan Nurhayati Ratna Saridewi. Pasal 433 KUHPerdata menyatakan , “Setiap orang dewasa yang selalu

dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, bahkan ketika ia

kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya”.

Kuasa hukum para Pemohon, Anang Zubaidy dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar di

MK pada Senin (26/9/2022) secara daring mengatakan Pasal 433 KUHPerdata bertentangan dengan Pasal 28B

ayat (1) UUD 1945 berkaitan dengan pengakuan dan persamaan di hadapan hukum dan asas kepastian hukum

yang adil. Pasal tersebut menjadikan keadaan disabilitas dalam hal ini dungu, mata gelap sebagai alasan untuk

menyangkal kapasitas hukum disabilitas mental. Sehingga yang bersangkutan tidak mendapatkan hak untuk

diakui dan diperlakukan sama di hadapan hukum.

Pasal 433 KUHPerdata sesungguhnya telah mengakui bahwa gangguan kejiwaan dapat bersifat episodic

yakni dengan adanya pencantuman frasa sekalipun kadang cakap mempergunakan pikirannya. Namun Pasal

433 KUHPerdata menyamaratakan antara episodik dengan orang yang selalu berada dalam keadaan dungu,

gila, mata gelap dana tau keborosan. Padahal, tidak semua penyandang disabilitas mental memiliki gangguan

psikis yang bersifat permanen sebagai contoh skizofrenia yang merupakan permasalahan kejiwaan yang

episodik bukan menetap, dikarenakan sifat episodik tersebut penyandang disabilitas mental tidak selalu berada

dalam keadaan yang disebut tidak mampu berpikir atau berbuat rasional.

Oleh karena itu , dalam petitum para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 433 KUHPerdata

tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “dungu, gila, mata gelap dan/atau keborosan” tidak
10
dimaknai sebagai penyandang disabilitas mental.

Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang dungu,

sakit ingatan atau mata gelap, dan orang boros. Mengenai hal ini, diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut ini:

1) Seseorang yang karena ketaksempurnaan akalnya ditaruh di bawah pengampuan, telah mengikatkan

dirinya dalam suatu perkawinan, dapat diminta pembatalan perkawinan (Pasal 88 ayat 1 KUHPerdata).

2) Untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat, seorang harus mempunyai akal budinya (Pasal

895 KUHPerdata).

3) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap tak cakap untuk membuat suatu perjanjian (Pasal

1330 KUHPerdata).

d) Kedudukan Wanita dalam Hukum

Khusus untuk orang perempuan yang dinyatakan tidak cakap dalam perbuatan hukum dalam hal:

1) Membuat perjanjian, memerlukan bantuan atau izin dari suami (Pasal 108 KUHPerdata).

2) Menghadap di muka hakim harus dengan bantuan suami (Pasal 110 KUHPerdata).

10
Utami Argawati, “Penyandang Disabilitas Mental Perlu Dukungan,” 2 Maret 2023, 2023. (diakses pada 20 Maret 2024, pukul 09.23 WIB)
Ahmad Irfansyah Rosyadi, Syaikun Amrullah, Alfianto Setiawan

Untuk masa sekarang ini, ketentuan Pasal 108 KUHPerdata ini telah dicabut dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung No.3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 31 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah

tangga dan dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; dan masing-masing pihak berhak untuk

melakukan perbuatan hukum. Selanjutnya menurut Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang dan istri mempunyai hak
11
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

2. Perbuatan Hukum Manusia dan Pertanggungjawaban nya

Perbuatan hukum menurut R. Soeroso dalam Pengantar Ilmu Hukum , adalah setiap perbuatan manusia yang

dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan

subjek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap

sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.

perbuatan hukum atau tindakan hukum baru terjadi apabila ada “pernyataaan kehendak”. Untuk adanya

pernyataan kehendak diperlukan:

a) Adanya kehendak orang itu untuk bertindak, menerbitkan/menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum.

b) Pernyataan kehendak, pada asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada
12
pengecualiannya.

Analisis
Di dalam hukum, perkataan perorangan atau orang (persoon) berarti pembawa hak/kewajiban atau subjek dalam hukum. Istilah

hukum [tentang] orang berasal dari terjemahan kata Personenrecht (Belanda) atau Personal Law (Inggris). Pengertian hukum orang menurut

Subekti, adalah peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan

kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu. Di dalam hukum

perdata (Burgerlijk Wetboek), perkataan perorangan atau orang (persoon) berarti pendukung hak dan kewajiban. Natuurlijk Persoon

merujuk kepada individu manusia sebagai subjek hukum. Setiap orang yang lahir dan memiliki keberadaan fisik diakui sebagai "natuurlijk

persoon" dalam hukum perdata. Rechtspersoon merujuk kepada entitas hukum yang diakui sebagai subjek hukum yang terpisah dari

individu fisik. Perbedaan utama antara natuurlijk person dan rechtspersoon adalah bahwa yang pertama merujuk kepada individu manusia,

sementara yang kedua merujuk kepada entitas hukum yang dapat berdiri di luar individu.

Sebagai subjek hukum, Natuurlijk person memiliki hak dan kewajiban hukum yang diberikan oleh hukum yang berlaku di wilayah

tempat mereka berada. Kewajiban mencakup kewajiban untuk mematuhi hukum, melaksanakan kontrak dengan itikad baik, dan membayar

pajak yang diperlukan. Setiap natuurlijk person diakui oleh hukum memiliki kepribadian hukum yang terpisah dari individu lainnya. Ini

berarti bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memiliki hak dan kewajiban hukum yang independen. Identitas kewarganegaraan

(natuurlijk person) mempengaruhi hak dan kewajiban hukum yang mereka miliki. Mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan

perlindungan hukum dalam hal hak-hak mereka dan untuk mengajukan gugatan jika hak-hak mereka dilanggar. Dengan demikian,

Natuurlijk persoon sebagai subjek hukum memiliki peran penting dalam sistem hukum untuk memastikan perlindungan hak individu dan

menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam masyarakat. Pengaturan Pasal 1 KUH Perdata ini sejalan dengan apa yang diatur

dalam Pasal 2 dan 3 KUH Perdata. Pasal 3 KUH Perdata menyatakan bahwa tidak ada hukuman yang mengakibatkan kematian perdata,

atau hilangnya semua hak kewarganegaraan.

Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi di dalam hukum, tidak

semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang

11
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia (Jakarta: Kencana, 2017)., 21-22.
12
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Sinar Grafika, 1993)., 291-292.

6
7

oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah :. Orang-orang yang belum dewasa hanya dapat

menjalankan hak dan kewajibannya dengan perantaraan orang lain, atau sama sekali dilarang. Kecakapan untuk bertindak di dalam hukum

bagi orang-orang yang belum dewasa ini diatur dalam ketentuan sebagai berikut.

Menurut Pasal 330 KUHPerdata, orang yang dikatakan belum dewasa apabila ia belum mencapai usia 21 tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin. Adapun menurut Pasal 19 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, untuk dapat memilih di dalam pemilihan umum harus

sudah berumur 17 tahun. Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang dungu, sakit

ingatan atau mata gelap, dan orang boros. Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah

tangga dan dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Selanjutnya menurut Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang dan istri mempunya hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai

harta bendanya. Perbuatan hukum menurut R. Soeroso dalam Pengantar Ilmu Hukum , adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan

dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.

PENUTUP

Berdasarkan paparan di atas, dapat kami simpulkan kalau kemudia yang bersangkutan meninggal sebelum dilahirkan

maka kedudukannya sebagai pembawa hak berakhir pula. Istilah hukum orang berasal dari terjemahan kata Personenrecht atau

Personal Law. Sementara menurut Algra, yang diartikan hukum orang adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai keadaan

dan wewenang seseorang. Di dalam hukum perdata, perkataan perorangan atau orang berarti pendukung hak dan kewajiban.

Natuurlijk Persoon merujuk kepada individu manusia sebagai subjek hukum. Contoh termasuk individu seperti mahasiswa dan

dosen, serta individu lainnya dalam masyarakat. Rechtpersoon dapat berupa badan hukum publik atau badan hukum privat.

Contoh rechtpersoon termasuk perusahaan dagang, yayasan, dan koperasi. Identitas kewarganegaraan mempengaruhi hak dan

kewajiban hukum yang mereka miliki. Hak-hak tertentu, seperti hak untuk memilih dalam pemilihan umum, dapat bergantung

pada kewarganegaraan. Natuurlijk Persoon dilindungi oleh hukum dalam hal hak asasi manusia, termasuk hak atas kehidupan,

kebebasan, dan martabat. Hukum indonesia mengakui setiap manusia sebagai subjek hukum, Hal ini dapat dilihat dalam Pasal

1 ayat KUH Perdata yang menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak negara. Untuk masa

sekarang ini, ketentuan pasal 108 KUH Perdata ini telah dicabut dengan surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 1963

tanggal 4 Agustus 1963. Hal ini ditegaskan lagi dalam pasal 31 Undang-Undang No.1 Tahun 1964 tentang perkawinan.

Selanjutnya, menurut pasal 36 ayat 2 Undang-Undang dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan

hukum mengenai harta bendanya. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan subjek hukum Pernyataan kehendak, pada

asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Argawati, Utami. “Penyandang Disabilitas Mental Perlu Dukungan.” 2


Maret 2023, 2023.
Kumalasari, D., & Ningsih, D. W. “Syarat Sahnya Perjanjian Tentang
Cakap Bertindak Dalam Hukum Menurut Pasal 1320 Ayat (2)
K.U.H.Perdata.” Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum
Universitas Gresik Vol 7 No 2 (2018).
Prananingrum, Dyah Hapsari. “TELAAH TERHADAP ESENSI SUBJEK
HUKUM:MANUSIA DAN BADAN HUKUM.” Jurnal Refleksi Hukum
Vol 8 No 1 (2014).
https://doi.org/https://doi.org/10.24246/jrh.2014.v8.i1.p73-92.
Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grafika, 1993.
Supriyadi, Ahmad. “ANALISIS ORANG SEBAGAI SUBYEK HUKUM
DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM DAN
HUKUM PERDATA.” Jurnal Addin Vol 3 No 2 (2011). http://e-
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/article/view/31.
Ahmad Irfansyah Rosyadi, Syaikun Amrullah, Alfianto Setiawan

Anda mungkin juga menyukai