• Cedera kepala adalah klasifikasi luas yang mencakup luka atau trauma
pada kulit kepala, tengkorak atau otak. Cedera kepala dapat
menyebabkan kondisi mulai dari gegar otak ringan hingga koma dan
kematian; Bentuk paling serius dikenal sebagai Cedera Otak
Traumatik (Traumatic Brain Injury - TBI) (Hinkle, 2014)
• 2. CEDERA DESELERASI
• Cedera yang terjadi ketika kepala yang bergerak membentur objek
yang diam seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil yang
menyebabkan kepala membentur roda kemudi (Nurarif, 2015).
• 3. CEDERA AKSELERASI-DESELERASI / COUP-COUNTRE COUP
• Cedera yang terjadi karna perubahan mendadak dalam kecepatan
gerakan maju terutama pada otak diikuti dengan berhenti mendadak
(inersia) di dalam kubah kranial.
• Akselerasi - deselerasi dihasilkan oleh gerakan kepala sesaat setelah
cedera dan menyebabkan ketegangan pada jaringan serebral.
• Istilah untuk menggambarkan kompleksitas cedera ini adalah “coup-
contrecoup”. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis yang diartikan
“pukulan balasan”.
• Kata “coup” berarti “pukulan”, untuk menunjukkan bahwa klien
mengalami cedera gabungan pada titik benturan dan cedera disisi
otak yang berlawanan akibat bergeraknya otak di dalam tengkorak
(Hickey, 2003., Black, 2014., Nurarif, 2015)
• 4. CEDERA ROTASIONAL / ANGULAR ACCELERATION
• Cedera ini merupakan tipe khusus dari cedera akselerasi-deselerasi.
• Cedera ini terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak dan mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh
darah yang ada dalam otak (Hickey, 2003., Nurarif, 2015)
• Manifestasi klinis yang dapat terjadi berdasarkan Black (2014) yaitu:
• 1. FRAKTUR TENGKORAK
• Selain riwayat fraktur tengkorak, klien mungkin tidak memiliki
manifestasi yang jelas tentang cedera ini.
• Klien mungkin mengalami tanda-tanda klinis lain seperti:
✓ CSS (Cairan Cerebro Spinalis) atau cairan lain yang mengalir dari
telinga atau hidung
✓ Bukti berbagai cedera saraf kranial
✓ Darah dibelakang membrane timpani
✓ Ekimosis periorbital (memar disekitar mata)
✓ Memar di prosesus mastoid (battle sign)
• Indikasi kerusakan saraf cranial dan telinga dalam dapat terlihat
diawal cedera atau mungkin juga tidak muncul.
• Indikasi-indikasi tersebut meliputi:
✓ Perubahan penglihatan akibat kerusakan saraf optic
✓ Kehilangan pendengaran akibat kerusakan saraf auditori
✓ Kehilangan indra penciuman akibat kerusakan saraf olfaktori
✓ Pupil dilatasi, strabismus, dan kehilangan beberapa gerakan mata
akibat kerusakan saraf okulomotor
✓ Paresis atau paralisis wajah (unilateral) akibat kerusakan saraf
fasial
✓ Vertigo yang disebabkan oleh kerusakan otolit di telinga dalam
✓ Nistagmus akibat kerusakan system vestibular
• 2. KONKUSI
• Setelah konkusi, terjadi kehilangan kesadaran selama 5 menit atau
kurang.
• Amnesia retrograde, amnesia pascatrauma, atau keduanya dapat
terjadi.
• Durasi amnesia dapat berhubungan langsung dengan keparahan
konkusi.
• Klien biasanya mengalami sakit kepala dan pusing serta dapat
mengeluh mual dan muntah.
• Tidak ada kerusakan pada tengkorak atau dura, serta tidak ada
kerusakan yang terlihat pada pemindaian CT atau MRI.
• 3. KONTUSI
• Manifestasi klinis dari kontusi bervariasi, sebagian karna setiap area
otak dapat menderita kontusi.
• Kontusi sering berkaitan dengan cedera serius lainnya, termasuk
fraktur servikal.
• Efek sekunder seperti pembengkakan dan edema otak dapat
menyertai kontusi yang serius.
• Peningkatan TIK (ICP) dan sindrom herniasi dapat terjadi.
• Kontusi dapat dibagi menjadi KONTUSI SEREBRAL dan KONTUSI
BATANG OTAK.
• A. KONTUSI SEREBRAL
• Manifestasi bervariasi, tergantung pada area hemisfer serebral yang
rusak.
• Klien cedera kepala yang bingung dan mengalami agitasi namun tetap
waspada mungkin mengalami kontusi lobus temporal.
• Hemiparesis pada klien cedera kepala yang waspada dapat
mengindikasikan bahwa terjadi kontusi frontal.
• Klien cedera kepala yang mengalami afasia mungkin menderita
kontusi frontotemporal.
• Kelainan seperti adanya lesi massa juga dapat berdampak pada
kondisi ini.
• b. KONTUSI BATANG OTAK
• Kontusi batang otak membuat klien tidak responsive dengan cepat
atau mengalami koma parsial karna gangguan batang otak yang
signifikan.
• Perubahan kesadaran berlanjut selama setidaknya beberapa jam dan
biasanya berhari-hari atau berminggu-minggu.
• Klien dapat memperoleh kembali kesadaran parsialnya dalam
hitungan jam atau tetap dalam keadaan koma.
• Kerusakan pada system aktivasi reticular dapat membuat klien
mengalami koma permanen.
• Abnormalitas neurologis lain muncul dan biasanya simetris (pada
kedua sisi tubuh).
• Beberapa mungkin bersifat lateral (asimetris, disalah satu sisi tubuh
saja), mengindikasikan adanya insiden sekunder seperti hematoma.
• Selain perubahan tingkat kesadaran yang selalu muncul pada kontusi
batang otak abnormalitas pernapasan, pupil, gerakan mata dan
motorik juga dapat terjadi.
✓ Pernapasan dapat normal, periodic, sangat cepat atau ataksia
✓ Pupil biasanya kecil, setara atau reaktif. Kerusakan pada batang
otak bagian atas (saraf cranial ketiga) dapat menyebabkan
abnormalitas pupil
✓ Hilangnya gerakan mata normal dapat terjadi karna jalur yang
mengontrol gerakan mata melintasi otak tengah dan pons.
✓ Klien dapat merespons terhadap stimulus cahaya atau bahaya
dengan gerjakan bertujuan, seperti mendorong stimulus menjauh,
atau klien dapat juga tidak merespons terhadap stimulus.
• Kontusi batang otak biasanya tidak mencederai batang otak saja.
• Pembengkakan lokal atau cedera langsung pada hipotalamus dapat
menimbulkan efek pada system saraf otonom.
• Klien dapat mengalami demam tinggi dan denyut nadi serta
pernapasan yang cepat dan dapat berkeringat hebat.
• Efek ini dapat meningkat kemudian menurun, tetapi jika
berkelanjutan, dapat meningkatkan komplikasi yang serius.
• 1. PEMERIKSAAN FOTO POLOS KEPALA (X-RAY)
• Indikasi pemeriksaan foto polos kepala berdasarkan Pedoman
Tatalaksana Cedera Otak (2014) dari Tim Neurotrauma RSUD dr.
Soetomo dan FK Universitas Airlangga Surabaya:
a. Kehilangan kesadaran, amnesia
b. Nyeri kepala menetap
c. Gejala neurologis fokal
d. Jejas pada kulit kepala
e. Kecurigaan luka tembus
f. Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
g. Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
h. Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat,
epilepsi, anak
i. Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi
mempunyai resiko : benturan langsung atau jatuh pada
permukaan yang keras, pasienusia > 50 tahun.
Sistem Gastrointestinal
• Konstipasi dapat terjadi karna bed rest, NPO (Nihil • Pemeriksaan bising usus
Per Oral)/Tidak dapat makan melalui mulut, • Monitoring hemoglobin
masalah cairan dan pemberian opium untuk
mengontrol nyeri
• Inkontinensia bowel dapat terjadi pada klien
dengan status tidak sadar atau gangguan mental
lainnya
Sistem Genitourinaria
• Pembatasan cairan atau penggunaan diuretic • Monitor intake dan output cairan
dapat mempengaruhi output urin
• Inkontinensia urin dapat terjadi pada klien yang
tidak sadar
Sistem Metabolik (Nutrisi)
• Pasien yang menerima IVFD dari pertama hingga • Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit
beberapa hari sampai bisa diberikan melalui GI • Pencatatan berat badan jika memungkinkan
• Konsultasi pemberian nutrisi 24 – 48 jam, nutrisi • Hematokrit
parenteral mungkin dapat diberikan • Elektrolit
Sistem Respiratory
• Obstruksi parsial atau total dapat mengganggu • Pengkajian fungsi respirasi:
suplai oksigen ke otak ✓ Auskultasi dada untuk suara napas
• Bentuk lain gangguan respirasi dapat ✓ Pola respirasi
menyebabkan hipoksia serebral ✓ Kecepatan respirasi
• Periode apneu yang pendek dapat mempengaruhi ✓ Refleks batuk secara langsung
• Kerusakan sistemik dari cedera kepala dapat • Gas darah arteri
menyebabkan hipoksemia • Sel darah lengkap
• Cedera kepala dapat mempengaruhi sel jaringan • X-Ray
otak yang berperan dalam fungsi pernapasan • Saturasi O2 dengan pulse oximetry
(Smeltzer, 2008)
Sistem Cardiovaskular
• Klien mungkin mengalami disritmia, takikardi atau • Pengkajian vital sign
bradikardi • Monitoring distritmia jantung
• Klien dapat mengalami hipertensi atau hipotensi • Pengkajian thrombosis vena profunda
• Karna imobilitas akibat tidak sadar, pasien • EKG
beresiko tinggi mengalami thrombosis vena • Elektrolit
profunda dan emboli paru • Pengkajian Blood Coagulation
• Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang dapat • Tingkat Gula darah
menyebabkan beberapa problem termasuk • Osmolalitas darah
pengaruh sekresi antidiuretic hormone (ADH), • Urin
respons stress, atau pembatasan cairan
Respon Psikologi/Emosi
• Terjadi pada cedera kepala berat dimana klien • Pengumpulan informasi tentang keluarga serta
tidak sadar peran dari klien yang mengalami cedera kepala
• Keluarga membutuhkan dukungan psikis untuk dalam keluarga
menghadapi kejadian klien • Pengkajian fungsi keluarga sebelum terjadinya
cedera
• Pengkajian GCS (Setyanegara, 2014)
Dewasa Respon Bayi & Anak-Anak
Eye (Membuka Mata)
Spontan 4 Spontan
Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara
Berdasarkan rangsangan nyeri 2 Berdasarkan rangsangan nyeri
Tidak berespon 1 Tidak berespon
Verbal (Suara kata-kata)
Orientasi baik 5 Senyum, orientasi baik pada objek
Percakapan kacau 4 Menangis tapi dapat ditenangkan
Kata-kata kacau 3 Menangis – tidak dapat ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agitatif
Tidak berespon 1 Tidak berespon
Motorik (Pergerakan)
Menurut perintah 6 Aktif
Melokalisir rangsangan nyeri 5 Melokalisir rangsangan nyeri
Menjauhi rangsangan nyeri 4 Menjauhi rangsangan nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak berespon 1 Tidak berespon
Skor 14 – 15 12 – 13 11 – 12 8 – 10 <5
Kondisi Compos Mentis Apatis Somnolent Stupor Koma
• Tujuan Keperawatan:
✓ menjaga kepatenan jalan napas,
✓ adekuatnya perfusi serebral,
✓ keseimbangan cairan dan elektrolit,
✓ nutrisi yang adekuat,
✓ mencegah dari cedera sekunder,
✓ menjaga suhu tubuh tetap stabil,
✓ menjaga integritas kulit,
✓ meningkatkan fungsi kognitif,
✓ mencegah gangguan tidur,
✓ koping keluarga efektif,
✓ meningkatkan pengetahuan tentang proses rehabilitasi,
✓ dan menghilangkan komplikasi (Smeltzer, 2008).
•thank you…