Anda di halaman 1dari 9

4 PARADIGMA PENDIDIKAN

Disusun guna memenuhi tugas individu:

Mata kuliah : Strategi Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu : Sony Susandra M. Ag.

oleh :

Siti Nur Vaidah 214110402296

3 PAI F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN PROF. KH SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2022
A. PARADIGMA KLASIK

Pendidikan saat ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari modernisasi.
Prinsip-prinsip modernisme seperti efisiensi dan produktivitas terlihat dalam
praktek-praktek pendidikan. Setiap hari kita mendengar tentang iptek dan
pembangunan, dan melupakan humanisme. Dengan demikian, pendidikan
hanyalah menjadi hamba, dan kehilangan fungsinya sebagai penuntun manusia.1
Perubahan besar hanya bisa dilakukan melalui perubahan paradigma. Hal
yang sama berlaku pada pendidikan. Untuk bisa membuat sebuah pembaharuan
pendidikan yang benar-benar bermakna bagi kemanusiaan, kita tidak bisa
melakukannya sekedar dengan mengubah kurikulum, apalagi kalau hanya dengan
sekedar mengganti buku pelajaran. Tanpa perubahan paradigma, kita hanyalah
melakukan sebuah proyek tambal sulam, yang tidak bermakna apa-apa.
Paradigma klasik yaitu sebuah paradigma yang menganalogikan dan
menafsirkan ilmu sosial layaknya ilmu alam yang diterima secara universal.
Dengan katalain, menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengetahui sebab akibat
mengapa sesuatu itu terjadi.2

a. Pendidikan Klasik
Sebelum kita mengetahui tentang pendidikan klasik terlebih dahulu kita
mengetahui (1) apa itu Pendidikan (2) apa itu Klasik, (3) serta mengetahui hakikat
tentang Pendidikan Klasik tersebut.
1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang disengaja, terencana terpola, dan dapat
dievaluasi, yang diberikan kepada peserta didik oleh pendidik agar tercapai
kemampuan yang optimal dan hakikatnya pendidikan itu bukan membentuk
manusia tetapi untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan dengan nilai-nilai yang
ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Oleh karena itu pendidikan bagi
manusia merupakan kebutuhan mutlak yang dipenuhi sepanjangn hayat. Karena
tanpa pendidikan, mustahil manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan
aspirasi untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup
masing-masing.
2. Klasik
Klasik adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan tempo dulu (jadul) atau
masa yang telah dilewati dan belum berkembang di bidang ilmu pengetahuan
teknologi atau yang lainnya.
3. Pendidikan Klasik
1
Oni Suryaman, Pendidikan klasik, https://pendidikanklasik.wordpress.com/ , Diakses
pada 11 oktober 2022
2
Ahmad faisal, Pendidikan kreatif,
http://faisolakhmad.blogspot.com/2015/08/paradigma-pendidikan-tradisional-
dan.html/ , Diakses pada 11 oktober 2022

2
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa
pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan
warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan
dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu
pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah
disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai
peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang
pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan
klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis,
yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta
melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, Proses
Pendidikan klasik lebih menggunakan pemikiran-pemikiran dahulu atau dimulai
dari zaman yunani kuno sampai kini.3

a. Jenis - Jenis Pendidikan Klasik


1. Aliran Empirisme
Tokoh perintis Aliran Empirisme adalah seorang filsuf Inggris yang
bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”,
yakni anak yang lahir di dunia ini bagaikan kertas putih yang bersih dan lebih
mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan sedangkan
pembawaan tidak berlaku.
Aliran ini dipandang berat sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang
anak sejak lahir dianggap tidak menentukan menurut kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena bakat, meskipun lingkungann
sekitarnya tidak mendukung. Karena keberhasilan itu disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan
keras anak, yang berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan
bakat atau kemampuan yang telah ada pada dirinya.
2. Aliran Nativisme
Istilah Nativisme berasal dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Bagi
nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak berdaya
dalam mempengaruhi perkembangan anak dan hasil perkembangan tersebut
ditentukan oleh pembawaan yang yang sudah diperoleh sejak lahir.
Meskipun dalam sehari-hari ditemukan anak yang mirip oleh orangtuanya
(secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orangtuanya,
tetapi pembawaan itu bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi dan
menentukan perkembangan.
3. Aliran Naturalisme

3
Ilham, Pendidikan klasik, https://khairiilham.blogspot.com/2010/02/pendidikan-
klasik.html/ , Diakses pada 11 oktober 2022

3
Aliran Naturalisme dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J Rousseau
(1712-1778) yang berpendapat bahwa semua anak yang dilahirkan mempunyai
pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi
oleh lingkungan aliran ini juga disebut negativism, karena berpendapat bahwa
pendidik wajib memberikan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain
pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah meyerahkan anak didik ke
alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia
melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
4. Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli
pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di
dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran
ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan
maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan penting. Bakat yang
dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat tersebut.
Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak
yang optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan
dalam mengembangkan bakat tersebut.4
Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-
kata adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk
berbicara melalui situasi lingkungan, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu.
Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan
bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa
lingkungannya.

B. PARADIGMA PENDIDIKAN KEPRIBADIAN


Pendidikan karakter saat ini dikenalkan kembali sebagai respon terhadap
masalah-masalah social yang mengganggu kehidupan masyarakat. Kekerasan,
konflik, kriminalitas dan tawuran adalah contoh prilaku yang berlawanan dengan
nilai-nilai masyarakat. Dari asumsi sementara bahwa fenomena negatif di atas
terjadi karena telah mengikis atau hilangnya nilai-nilai moralitas dan karakter
masyarakat. Di Indonesia dikenal P4 (Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila) sebagai patokan hidup bernegara namun sebagai kepentingan politik.
Namun apakah model ini tepat untuk dunia pendidikan? Pilihan pada pendidikan
karakter nampaknya difahami sebagailangkah strategis dari delapan misi
pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan
dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran,
4
Ilham, Pendidikan klasik, https://khairiilham.blogspot.com/2010/02/pendidikan-
klasik.html/ , Diakses pada 11 oktober 2022

4
bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.
Nilai-nilai ini diharapkan hidup di masyarakat sebagai perpaduan berbagai nilai,
antara lain: moral, karakter, kewarganegaraan dan agama.5
Pendidikan karakter dengan kegiatan belajar-mengajar di kelas
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata
pelajaran. Khusus dalam materi Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan, pengembangan karakter menjadi fokusutama dengan
menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Kedua mata
pelajaran ini dijadikan sebagai fondasi utama untuk proses dampak pembelajaran
dan pengiring. Pada materi lainnya dengan misi utama akademik selain
pengembangan karakter dituntut mengembangkan rancangan pembelajaran
pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam substansi/kegiatan mata
pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring bagi pengembangan karakter
dalam diri peserta didik.6
Pada dimensi lingkungan satuan pendidikan, usaha untuk mengkondisikan
model dan suasana karakter dibangun pada lingkungan fisik dan sosial kultural
dengan melibatkan peserta didik dan satuan pendidikan lainnya dalam keseharian.
Pendekatannya yaitu melalui pembiasaan dengan pembudayaan aspek-aspek
karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan menempatkan pendidik
sebagai teladan.7
Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar kelas yang terkait
langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra kurikuler seperti
pramuka, dokter kecil, palang merah remaja, pencinta alam, liga pendidikan, dan
lain-lain dilakukan dengan proses pembiasaan dan penguatan dalam rangka
pengembangan karakter. Untuk menjawab masalah urgen dari permasalahan
pendidikan saat ini, tulisan ini akanmenfokuskan pada rumusan yang tepat teoretis
dan praktis tentang pendidikan moral danpendidikan karakter di sekolah.
Pendekatan penulisan akan dilakukan dengan mereview pedoman pendidikan
karakter yang dibuat Kemendikbud, kemudian mencoba memberikan analisis
dengan perspektif yang sudah dikembangkan oleh para ahli tentang model
pendidikan karakter. Tujuannya yaitu untuk memberikan kerangka yang tepat dan
komprehensif bagaiman pendidikan karakter dapat dikembangkan di sekolah.
Kajian ini juga menawarkan gagasan bahwa sistem pendidikan di Indonesia perlu
memadukan antara pendidikan karakter dan pendidikan moral.

C. PARADIGMA PENDIDIKAN TEKNOLOGIS

5
Maswadi Rauf, mengubah karakter Bangsa Warisan Orde Baru, dalam Refleksi Karakter
Bangsa, ed.AF Saifuddin dan Mulyawan Karim (Jakarta: Forum Kajian Antropologi
Indonesia, 2008), h. 90-91.

6
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, 32.
7
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, 32.

5
Paradigma teknologis dalam penyusunan kurikulum teknologi pendidikan
di Indonesia mengacu pada perkembangan terkini dalam kehidupan. Mengacu
pada tuntutan revolusi industri 4.0 dengan menempatkan pengembangan
keterampilan abad 21 yang memicu terciptanya daya jual (marketability),
kemampuan bekerja (employability), dan kesiapan menjadi warga negara yang
baik. Aplikasi kurikulum dalam bentuk modelmodel pembelajaran yang relevan
perlu dikaji dalam tim khusus per mata kuliah yang dibuat secara kolaboratif.
Misalnya mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan
dapat membuat rencana pembelajaran dengan berdiskusi terlebih dahulu dalam
perkumpulan dosen yang mengampu mata kuliah yang sama.8
Pengembangan keterampilan abad 21 juga didukung oleh fasilitas dan alat-
alat pendukung yang dapat digunakan oleh mahasiswa secara luas. Laboratorium
seperti studi audio, studio video, studi multimedia, dan learning space (Susilana,
2021, hlm. 10). Fasilitas tersebut dapat menunjang proses pembelajaran
mahasiswa sehingga dapat memenuhi ketercapaian pembelajaran dan
pengembangan keterampilan abad 21. Keuntungan lain yang dapat dilihat dengan
memanfaatkan laboratorium tersebut adalah mahasiswa dapat berkolaborasi
dengan dosen-dosen dan pihak luar dalam menyelesaikan proyek yang dapat
digarap bersama. Karya-karya tersebut dijadikan sebagai karya, kinerja dan hak
kekayaan intelektual dosen bersama mahasiswanya.
Pendekatan pembelajaran abad 21 berfokus pada student center dengan
model yang dapat dikolaborasikan seperti model pembelajaran penemuan,
pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, dan berbasis
desain (Kuswandi,2021, hlm. 14). Secara spesifik dapat dirangkai dalam beberapa
metode yakni project based learning, E-learning, digital learning, active learning,
mastery learning, online learning, dan big data (Kuswandi,2021, hlm. 15). Sebagai
contoh magister dan doktor teknologi pendidikan sebagai pengembang dan
ilmuwan yang unggul, mampu memperdalam dan memperluas keilmuan teknologi
pendidikan secara teoritis, praktis, dan berkelanjutan untuk mewujudkan sumber
dan lingkungan belajar yang inovatif, disruptif, fleksibel, akuntabel, dan memiliki
jiwa kepemimpinan yang berkarakter mulia dan menjunjung tinggi etika keilmuan
dan etika profesional.
Teknologi pendidikan bisa saja diaplikasikan di segala kawasan teknologi
pendidikan. Fokusnya bukan mengajariaplikasi seperti kahood, kinemaster dan
sejenisnya, namun bagaimana teknologi tersebut dapat diterapkan dalam
pendidikan dalam bentuk membuat start up pendidikan yang berkolaborasi dengan
orang lain (Purwanto, 2021). Kolaborasi memungkinkan terciptanya keilmuan
yang
multi disiplin sehingga kekayaan intelectual dapat terpenuhi sesuai dengan
tuntutan jaman revolusi industri 4.0.
D. PARADIGMA PENDIDIKAN REKONRRUKSI SOSIAL

8
Widia Winata, PARADIGMA BARU KURIKULUM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI
PENDIDIKAN DI INDONESIA, Jurnal Perspektif, SSN 2807-1190, 2017, hlm 3

6
Model rekonstruksi sosial sangat akomodatif terhadap nilai-nilai budaya
dan phenomena sosial lain yang ada di masyarakat. Keberagaman masyarakat,
secara asimilatif terelaborasi dalam pembelajaran dengan menggunakan model ini.
Terkait dengan hal itu, maka model pembelajaran rekonstruksi sosial yang akan
diujikan dalam penelitian ini adalah model yang disandarkan dan berintikan pada
nilai-nilai keberagaman (multikultur) dalam aktivitas instruksional. Artinya bahwa
bagaimana model itu disandarkan pada nilai-nilai multikultur yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikedepankan oleh Banks
(2009), bahwa nilai-nilai multikultur sangat mendesak sifatnya untuk
diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan instruksional, agar para siswa dengan dini
memahami bagaimana mereka berpikir, bersikap, dan berperilaku di tengah-
tengah masyarakat yang multi etnis.
Model rekonstruksi sosial sangat akomodatif terhadap nilai-nilai budaya
dan phenomena sosial lain yang ada di masyarakat. Keberagaman masyarakat,
secara asimilatif terelaborasi dalam pembelajaran dengan menggunakan model ini.
Terkait dengan hal itu, maka model pembelajaran rekonstruksi sosial yang akan
diujikan dalam penelitian ini adalah model yang disandarkan dan berintikan pada
nilai-nilai keberagaman (multikultur) dalam aktivitas instruksional. Artinya bahwa
bagaimana model itu disandarkan pada nilai-nilai multikultur yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikedepankan oleh Banks
(2009), bahwa nilai-nilai multikultur sangat mendesak sifatnya untuk
diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan instruksional, agar para siswa dengan dini
memahami bagaimana mereka bersikap dan berperilaku. Dengan model
pembelajaran rekonstruksi sosial berbasis multikultur, siswa diharapkan mampu
menumbuhkan dan mengembangkan sikap sosial pada dirinya dalam memecahkan
masalah-masalah nyata yang mereka hadapi di masyarakat.
Proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dibutuhkan peran aktif
dengan didukung perencanaan yang sistematis oleh guru. Guru harus mampu
mengembangkan diri dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bertujuan
mengoptimalkan hasil belajar IPS siswa. Guru memegang peranan penting dalam
proses pembelajaran, kemampuan guru menciptakan suasana dan lingkungan yang
menarik serta menyenangkan siswa akan kualitas hasil belajar agar siswa tidak
merasa bosan dengan proses yang ada dengan menerapkan model pembelajaran
yang tepat. Pada dasarnya model rekonstruksi sosial merupakan sebuah
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memiliki tujuan untuk memahami dan
menghadapi isu-isu atau masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, serta
menjadikan siswa sebagai aktor dalam perubahan dan perbaikan kondisi sosial
menuju yang lebih baik (Pranata, 2013). Oleh karena itu, model pembelajaran
rekonstruksi sosial berbasis multikultur sangat sesuai untuk mengembangkan hasil
belajar siswa karena pembelajaran berpusat pada siswa dan memiliki tujuan untuk
memahami dan menghadapi isu-isu atau masalah-masalah sosial serta
menciptakan suasana dan lingkungan yang menarik serta menyenangkan siswa
akan kualitas hasil belajar.
Model pembelajaran ini lebih menyandarkan pada keberpihakan pada
siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan fasilitasi guru, sehingga

7
hasil belajar mereka lebih optimal (Haris, 2018). Model belajar rekonstruksi sosial
Vygotsky merupakan sebuah rangkaian instruksional yang tertata sedemikian rupa
dengan menempatkan siswa sebagai sentra pembelajaran, dimana guru lebih
bertindak sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Model ini lebih
berorientasi pada pengembangan dan optimalisasi potensi dan keterampilan
berpikir siswa melalui keterampilan instruksional yang terstruktur (Lasmawan,
2019). Rekonstruksi sosial berfokus pada mendidik siswa tentang permasalahan
yang terjadi di masyarakat mereka. Tujuannya adalah untuk memberikan
pemahaman kepada siswa dan memberi mereka keterampilan yang mereka
butuhkan untuk dapat mengambil tindakan dengan apa yang mereka pelajari,
(Nalova, 2017).
Model rekonstruksi sosial sangat akomodatif terhadap nilai-nilai budaya
dan phenomena sosial lain yang ada di masyarakat. Keberagaman masyarakat,
secara asimilatif terelaborasi dalam pembelajaran dengan menggunakan model ini.
Terkait dengan hal itu, maka model pembelajaran rekonstruksi sosial yang akan
diujikan dalam penelitian ini adalah model yang disandarkan dan berintikan pada
nilai-nilai keberagaman (multikultur) dalam aktivitas instruksional. Artinya bahwa
bagaimana model itu disandarkan pada nilai-nilai multikultur yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikedepankan oleh Banks
(1993), bahwa nilai-nilai multikultur sangat mendesak sifatnya untuk
diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan instruksional, agar para siswa dengan dini
memahami bagaimana mereka berpikir. Dengan model pembelajaran rekonstruksi
sosial berbasis multikultur, siswa diharapkan mampu meningkatkan kualitas hasil
belajarnya dalam memecahkan masalah-masalah nyata yang mereka hadapi di
masyarakat.9
Model rekonstruksi sosial sangat akomodatif terhadap nilai-nilai budaya
dan phenomena sosial lain yang ada di masyarakat. Keberagaman masyarakat,
secara asimilatif terelaborasi dalam pembelajaran dengan menggunakan model ini.
Terkait dengan hal itu, maka model pembelajaran rekonstruksi sosial yang akan
diujikan dalam penelitian ini adalah model yang disandarkan dan berintikan pada
nilai-nilai keberagaman (multikultur) dalam aktivitas instruksional. Artinya bahwa
bagaimana model itu disandarkan pada nilai-nilai multikultur yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikedepankan oleh Banks
(2007), bahwa nilai-nilai multikultur sangat mendesak sifatnya untuk
diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan instruksional, agar para siswa dengan dini
memahami bagaimana mereka berpikir dan bersikap. Dengan model pembelajaran
rekonstruksi sosial berbasis multikultur, siswa diharapkan mampu meningkatkan
sikap sosial dan kualitas hasil belajarnya dalam memecahkan masalah-masalah
nyata yang mereka hadapi di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

9
Hermaswari, MODEL PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI SOSIAL BERBASIS
MULTIKULTURALTERHADAP SIKAP SOSIAL DAN HASIL BELAJAR IPS, Jurnal Pendidikan IPS
Indonesia, Vol. 5 No. 1, 2021, hlm 5

8
Abdur Rahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta, LkiS,
2010
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025,
Pemerintah Republik Indonesia 2010, 3, 4, 5, 28, 29, 30, 31, dan 32.
Kementerian Agama RI, Syaamil al-qur’an terjemah tafsir per kata, Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkaleema, 2014.
Makhmud, A. I. (2021). Implementasi Penyusunan Kurikulum MBKM: Berbasis
pada Praktek Baik di Program Studi Perguruan Tinggi. Asosiasi Program Studi Teknologi
Pendidikan Indonesia (APSTPI).
Purwanto. (2021). Pengembangan Pelatihan Bersertifikat untuk Mahasiswa,
Dosen dan Penyandang Jafung Teknologi Pembelajaran. Asosiasi Program Studi
Teknologi Pendidikan Indonesia (APSTPI).
National Commission of The Social Studies (NCSS). 2017. The New Paradigma of
Social Studies Education in Global Society. Washingthon DC, Singapore: McMilland
Publisher,inc.
Tiara, S. K. dan Sari, E. Y. 2019. Analisis Teknik Penilaian Sikap Sosial Siswa Dalam
Penerapan Kurikulum 2013 di SDN 1 Watulimo. EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar,
11(1), 21-30.

Anda mungkin juga menyukai