Anda di halaman 1dari 19

Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

MENGUNGKAPKAN BENTUK-BENTUK PEMBATASAN


HAM YANG TERSEMBUNYI DI ERA DIGITAL

(Revealing Hidden Forms of Human Rights Restrictions in the Digital Era)

Adriano
adrianosiph28@gmail.com
Hukum
Universitas Lampung
Lampung, Indonesia

Abstrak

Dalam era digital yang semakin canggih, perkembangan teknologi informasi


telah memberikan dampak yang signifikan pada hak asasi manusia (HAM).
Meskipun teknologi ini menawarkan berbagai manfaat dan peluang baru, mereka
juga membuka pintu bagi bentuk-bentuk pembatasan HAM yang sering kali
tersembunyi dan sulit untuk dideteksi. penelitian menunjukkan bahwa pembatasan
HAM dalam era digital dapat muncul dalam beberapa bentuk, termasuk Praktik
pengawasan yang melibatkan pengumpulan dan analisis data pribadi individu
tanpa persetujuan mereka, sering kali tanpa mereka sadari. Ini dapat mengancam
hak privasi dan kebebasan berkomunikasi (Pengawasan Massal), Algoritma yang
digunakan dalam sistem digital dapat menghasilkan diskriminasi terhadap
kelompok tertentu, seperti berdasarkan ras, agama, atau orientasi seksual. Ini
melanggar hak asasi manusia yang melindungi dari diskriminasi (Sensor dan
Algoritma Diskriminatif), Platform digital sering kali membatasi konten yang
dianggap kontroversial atau merugikan bagi pemerintah atau perusahaan
teknologi. Ini dapat merampas hak kebebasan berbicara dan menyensor
pandangan yang beragam (Pembatasan Kebebasan Berbicara), Serangan siber dan
keamanan dunia maya dapat mengancam hak individu dan entitas sipil untuk
beroperasi secara aman di dunia digital (Ancaman Cybersecurity)

Abstrak
In an increasingly sophisticated digital era, the development of
information technology has had a significant impact on human rights
(HAM). While these technologies offer new benefits and

1
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

opportunities, they also open the door to forms of human rights


restrictions that are often hidden and difficult to detect. research
shows that restrictions on human rights in the digital age can take
several forms, including Surveillance practices that involve the
collection and analysis of individuals' personal data without their
consent, often without them knowing. This can threaten the right to
privacy and freedom of communication (Mass Surveillance),
Algorithms used in digital systems can result in discrimination against
certain groups, such as based on race, religion or sexual orientation.
This violates human rights that protect against discrimination
(Censorship and Discriminatory Algorithms), Digital platforms often
restrict content deemed controversial or detrimental to governments or
technology companies. It can deprive people of the right to free
speech and censor diverse views (Restrictions on Free Speech),
Cyberattacks and cybersecurity can threaten the rights of individuals
and civil entities to operate safely in the digital world (Cybersecurity
Threats)

Kata Kunci: Pembatasan Ham, Bentuk-Bentuk Pembatasan Ham, Ham Yang


Tersembunyi, Era Digital

2
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam era digital yang gejolak, peran teknologi informasi dan komunikasi
telah berkembang pesat, membawa perubahan besar dalam cara individu
berinteraksi, berkomunikasi, dan mengakses informasi. Teknologi ini
memberikan manfaat luar biasa, termasuk akses cepat ke informasi,
konektivitas global, dan inovasi yang memajukan berbagai sektor kehidupan.
Namun, di balik kecanggihan teknologi ini, terdapat perkembangan yang
mengkhawatirkan, yaitu pembatasan hak asasi manusia (HAM) yang semakin
tersembunyi dan kompleks. Pembatasan HAM dalam era digital bukanlah
fenomena baru, tetapi telah menjadi perhatian global yang semakin meningkat.
Dalam latar belakang inilah penelitian dan analisis mendalam tentang bentuk-
bentuk pembatasan HAM yang tersembunyi di era digital menjadi sangat
penting. Pada dasarnya, perkembangan teknologi telah membuka pintu bagi
pelanggaran HAM dalam skala yang sebelumnya sulit dibayangkan.
Pengumpulan dan analisis data pribadi oleh entitas publik dan swasta telah
meningkat secara signifikan. Pengawasan massal, yang dilakukan oleh badan
pemerintah dan perusahaan teknologi, sering kali tanpa persetujuan individu,
mengancam hak privasi dan kebebasan individu. Kemampuan untuk melacak
aktivitas online dan offline seseorang, termasuk komunikasi pribadi dan
preferensi, telah membuka peluang untuk penyalahgunaan data ini. Algoritma
dan kecerdasan buatan digunakan untuk mengambil keputusan yang dapat
memiliki dampak besar pada hidup individu, seperti penetapan harga,
penerimaan kerja, atau pengawasan keamanan. Algoritma-algoritma ini sering
kali bersifat rahasia, dan individu sering tidak memiliki wawasan atau kontrol
atas bagaimana keputusan ini dibuat, yang dapat mengarah pada diskriminasi
yang tidak terlihat dan melanggar hak asasi manusia. Kebebasan berbicara di
dunia digital juga terancam. Banyak platform media sosial dan penyedia
layanan internet mengimplementasikan aturan yang membatasi atau sensor
konten yang dianggap kontroversial atau merugikan bagi pemerintah atau
perusahaan tersebut. Dalam beberapa kasus, individu dan kelompok
masyarakat yang berbicara tentang isu-isu yang sensitif dapat menghadapi
penindasan dan penganiayaan. Selain itu, ancaman siber dan serangan siber
semakin sering terjadi, yang dapat mengakibatkan pelanggaran HAM yang
melibatkan pencurian data, pelanggaran privasi, dan kerugian finansial.
Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
memberikan wawasan tentang perubahan lingkungan digital yang dapat
membahayakan HAM individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang tantangan ini, masyarakat dan pemangku
kepentingan dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi HAM di era
digital yang terus berkembang.

3
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

1.2 Rumusan Masalah

1. Bentuk-bentuk pembatasan hak asasi manusia (HAM) yang tersembunyi di


era digital.

2. Rekomendasi untuk Perbaikan Kerangka Hukum.

3. Upaya Yang Dapat Diambil Untuk Mengatasi Atau Memitigasi Bentuk-


Bentuk Pembatasan HAM Yang Tersembunyi Ini Di Era Digital

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pembatasan HAM

1. Pengertian Batas
Menurut KBBI, Batas adalah garis (sisi) yang menjadi perhinggaan
suatu bidang (ruang, daerah, dan sebagainya); pemisah antara dua bidang
(ruang, daerah, dan sebagainya); sempadan; ketentuan yang tidak boleh
dilampaui. Secara umum, "batas" merujuk pada suatu garis atau titik yang
memisahkan satu entitas dari entitas lainnya. Pengertian ini dapat
bervariasi tergantung pada konteksnya. Beberapa penggunaan umum kata
"batas" melibatkan konsep sebagai berikut:

Pisah Fisik ➡️Dalam konteks fisik, "batas" dapat merujuk pada garis atau
area yang memisahkan dua tempat atau wilayah.

Pembatas atau Penghalang ➡️ "Batas" juga bisa berarti pembatas atau


penghalang yang membatasi gerakan atau akses dari satu tempat ke
tempat lain.

Pengukuran atau Standar ➡️ Dalam konteks pengukuran atau standar,


"batas" bisa merujuk pada nilai tertentu yang digunakan sebagai acuan
atau standar tertinggi atau terendah.

Waktu atau Durasi ➡️Dalam konteks waktu, "batas" dapat mengacu pada
titik tertentu dalam waktu atau durasi tertentu.

Etika atau Moral ➡️ "Batas" kadang-kadang digunakan untuk merujuk


pada batas etika atau moral yang menandai perilaku yang dapat diterima
atau tidak diterima.

4
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

Konteks Abstrak ➡️ Dalam konteks abstrak, "batas" bisa merujuk pada


titik atau kondisi di mana suatu hal berubah atau berakhir.

Jadi, arti kata "batas" sangat tergantung pada bagaimana kata tersebut
digunakan dalam konteks tertentu. Dalam setiap konteks, batas bisa
mengacu pada sesuatu yang memisahkan atau menentukan karakteristik
suatu hal atau situasi.

2. Pengertian Pembatasan
Menurut KBBI, Pembatasan adalah proses, cara, perbuatan membatasi;
syarat yang menentukan atau membatasi penerapan kaidah kebahasaan.
"Pembatasan" merujuk pada tindakan atau kebijakan yang membatasi atau
mengontrol suatu aktivitas, hak, atau kebebasan. Ini dapat terjadi dalam
berbagai konteks, seperti hukum, aturan, atau kebijakan pemerintah, serta
norma-norma sosial. Pembatasan dapat diterapkan atas berbagai alasan,
termasuk keamanan, moralitas, privasi, dan berbagai pertimbangan
lainnya.
Contoh-contoh pembatasan:
# Pembatasan Kebebasan Berpendapat: Penetapan hukum atau
kebijakan yang membatasi atau mengontrol hak individu untuk
menyampaikan pendapat atau ide mereka.
# Pembatasan Keamanan: Tindakan yang diambil untuk melindungi
keamanan masyarakat, seperti penegakan hukum dan kontrol keamanan di
perbatasan.
# Pembatasan Privasi: Kebijakan atau aturan yang mengatur
pengumpulan, penggunaan, dan penyebaran informasi pribadi.
# Pembatasan Akses Internet: Pengaturan yang membatasi atau
memantau akses ke internet untuk berbagai alasan, termasuk keamanan
dan kontrol informasi.
# Pembatasan Kebebasan Ekonomi: Penetapan aturan atau kebijakan
yang membatasi aktivitas ekonomi, seperti tarif perdagangan atau
pembatasan harga.
# Pembatasan Gerakan dan Mobilitas: Pembatasan terhadap kebebasan
individu untuk bergerak atau bepergian, seperti visa atau kontrol
perbatasan.
# Pembatasan Kebebasan Beragama: Pembatasan terhadap praktik
keagamaan atau keyakinan tertentu.
# Pembatasan Kebebasan Pers: Pembatasan terhadap kebebasan pers
dan jurnalisme, termasuk sensor dan hukum pencemaran nama baik.

Pembatasan dapat menjadi bagian dari upaya untuk menjaga


keseimbangan antara hak-hak individu dan kepentingan masyarakat atau
negara. Namun, seiring waktu, ada kekhawatiran bahwa pembatasan tertentu
dapat melanggar hak asasi manusia atau kebebasan individu, dan oleh karena
itu, perlu ada keseimbangan yang tepat dalam menerapkan pembatasan.

2.2 Era Digital

5
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

Era Digital adalah periode waktu di mana teknologi informasi dan


komunikasi, khususnya internet, memainkan peran sentral dalam banyak
aspek kehidupan manusia. Era ini ditandai oleh kemajuan cepat dalam
pengembangan teknologi digital yang memengaruhi cara orang
berkomunikasi, bekerja, belajar, dan berinteraksi secara keseluruhan.
Beberapa karakteristik era digital termasuk:
1. Keterhubungan Global: Era digital memungkinkan koneksi dan interaksi
antara orang di seluruh dunia dengan cepat dan mudah melalui internet.
2. Proliferasi Perangkat Digital: Penyebaran luas perangkat digital seperti
komputer, smartphone, dan tablet yang memberikan akses ke teknologi
digital.
3. Transformasi Bisnis: Perusahaan mengadopsi teknologi digital untuk
meningkatkan efisiensi operasional, memperluas pasar, dan berinovasi
dalam produk dan layanan.
4. Media Sosial: Platform media sosial memungkinkan individu berbagi
informasi, berkomunikasi, dan terlibat dengan konten secara instan.
5. Big Data: Pengumpulan, analisis, dan pemanfaatan data besar untuk
mengidentifikasi pola, tren, dan wawasan yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan.
6. Keamanan Siber: Peningkatan keamanan siber untuk melindungi
informasi dan sistem dari ancaman dan serangan siber.
7. Edukasi Online: Adopsi teknologi dalam pendidikan, seperti kursus
daring dan platform pembelajaran elektronik.
8. Kemajuan Teknologi Komunikasi: Pengembangan komunikasi digital,
termasuk video konferensi, pesan instan, dan panggilan suara melalui
internet.
9. IoT (Internet of Things): Keterhubungan perangkat fisik dengan internet
untuk pertukaran data dan kontrol yang lebih baik.
10. Ekonomi Digital: Pertumbuhan sektor ekonomi yang didukung oleh
bisnis dan layanan berbasis digital.;
Era digital telah membawa banyak manfaat, seperti akses cepat ke informasi,
kemudahan komunikasi, dan inovasi teknologi. Namun, seiring dengan
keuntungan ini, juga muncul tantangan baru, termasuk masalah privasi, keamanan
siber, dan dampak sosial ekonomi.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bentuk-Bentuk Pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) Yang


Tersembunyi di Era Digital
Dalam era digital yang berkembang pesat, di mana teknologi informasi
memainkan peran kunci dalam kehidupan sehari-hari, semakin mendalam pula
tantangan terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mungkin tersembunyi
di balik kemajuan tersebut. Meskipun kita menikmati kemudahan akses informasi

6
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

dan konektivitas global, perluasan teknologi juga membawa dampak yang kurang
terlihat, namun signifikan terhadap privasi, kebebasan, dan hak-hak individu
secara keseluruhan. Dalam pembahasan ini, kita akan menjelajahi beberapa
bentuk pembatasan HAM yang tersembunyi di balik dunia digital, menggali
dampaknya terhadap kehidupan kita sehari-hari, dan meresapi pentingnya
menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan keberlanjutan hak asasi
manusia.
Pembahasan mengenai bentuk-bentuk pembatasan hak asasi manusia (HAM)
yang tersembunyi di era digital melibatkan pemahaman terhadap perkembangan
teknologi dan dampaknya terhadap hak-hak individu. Berikut adalah beberapa
bentuk pembatasan HAM yang dapat terjadi di era digital:
1. Pembatasan Privasi dan Pengumpulan Data Massal
Pengumpulan besar-besaran data oleh entitas pemerintah atau
perusahaan tanpa izin dapat merusak privasi individu. Banyak ahli hukum
yang mencoba mendefinisikant privasi. Namun beberapa teori privasi
hanya mengulas dasar-dasar teori privasi secara terbatas dan tidak
aplikatif. Oleh karenanya untuk saat ini belum ada definisi yang jelas dan
tajam terkait privasi.9 Terdapat interaksi irisan antara inovasi atau
pengembangan teknologi dengan norma dan regulasi seperti masalah hak
privasi. Norma dan regulasi dapat diadaptasi berdasarkan pengembangan
teknologi. Misalnya interaksi sosial melalui Facebook yang didefinisikan
secara online tampaknya telah memengaruhi cara seseorang menghargai
privasi. Perspektif saling membentuk yang tersirat dalam model ini,
berangkat dari asumsi bahwa ada saling ketergantungan mendasar antara
transformasi sosial, teknologi, dan normatif. Saling ketergantungan ini ada
dalam proses perubahan sosial-teknologi yang dinamis dan terbuka, dan
yang terjadi dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Jaringan media
sosial (social network) adalah platform multi-sisi tertentu di mana
pengguna biasanya memberikan data untuk menerima layanan jaringan
sosial. Platform ini menyediakan layanan kepada kelompok pengguna
pertama menganalisis data, dan memproses data ini untuk menawarkan
layanan iklan kepada kelompok pengguna lain. Menurut Westin,
kebutuhan akan privasi mungkin sama tuanya dengan umat manusia itu
sendiri. Berdasarkan kajian antropologis, biologis, dan sosiologis
menunjukkan bahwa dalam masyarakat primitif sekalipun, setiap individu
selalu memiliki keinginan untuk semacam privasi. Oleh karenanya, hampir
semua masyarakat, baik yang primitif maupun modern, memilikiteknik
untuk mengatur jarak dan menghindari kontak dengan orang lain
untukmenetapkan batasan fisik dengan tujuan menjaga privasi. Biasanya
cara orang memandang dan menghargai privasi sebagian besar ditentukan
oleh sudut pandang budaya, filosofis, dan politik pada orang tersebut.
Westin menyebutkan setidaknya ada 5 konsepsi privasi sebagai berikut:
1. Otonomi Pribadi
2. Pelepasan Emosional
3. Komunikasi Terbatas dan Terlindungi

7
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

4. Evaluasi Diri
5. Meminimalkan Beban
Dalam berbagai peraturan, privasi merujuk pada situasi di mana ruang
pribadi individu tersebut dihormati. Namun sebenarny aapa yang
diharapkan dari “pribadi-pribadi” di sini tidak sepenuhnya jelas. Apa yang
bisa diharapkan dari istilah luas seperti itu? Pendekatan umum untuk
memecahkan masalah menggambarkan ruang pribadi secara akurat adalah
menentukan dimensi berbeda yang dicakupnya. Meskipun pendekatan
semacam itu tidak dapat sepenuhnya menangkap esensi privasi, atau
memberikan kesatuan konseptual, namun itu akan membantu dalam
membangun kerangka berpikir yang relevan dengan definisi dalam
persoalan ini. Dalam beberapa dekade terakhir perlindungan hak privasi
telah berkembang untuk memasukkan perlindungan data pribadi.
Pentingnya data pribadi sebagai dimensi ruang privat adalah akibat
langsung dari menjamurnya teknologi informasi dan komunikasi. Sering
kali hal ini meningkatkan kategori untuk menindaklanjuti tiga 'ruang
privasi' yaitu Privasi Jasmani, Privasi Relasional, dan Privasi Informasi.
Privasi Jasmani mencakup privasi dari tubuh, pikiran, dan perilaku intim.
Privasi Relasional meliputi privasi dari perilaku intim, rumah,
korespondensi, dan kehidupan keluarga. Sedangkan Privasi Informasi
terdiri dari data pribadi, dan korespondensi.
Sebagian besar sistem hukum menempatkan tanggung jawab untuk
perlindungan privasi di tangan individu. Terserah individu tersebut untuk
membuat pilihan kapan harus mengungkapkan apa kepada siapa. Secara
khusus, dalam undang-undang perlindungan data, yang sangat dipengaruhi
oleh konsep privasi informasi, tanggung jawab pribadi masing-masing
dimiliki secara kritis. Seperti yang telah kita lihat di bagian sebelumnya,
individu sering mendasarkan keputusannya terhadap perlindungan privasi
mereka pada informasi yang tidak jelas, dan tidak lengkap. Selain itu,
fakta bahwa apabilamasing-masing bertanggung jawab atas data
pribadinya, dapat mengarah pada situasi di mana hak untuk privasi
berubah menjadi berbeda karena diminta oleh banyak pelanggan.
Konsumen memberikan informasi tentang perilaku belanja mereka di
bursa, sebelum mendapatkan keuntungan, seperti harga yang lebih rendah,
hadiah gratis atau layanan yang lebih baik. Meskipun layanan yang dibuat
khusus tidak selalu menjadi masalah dan menawarkan manfaat yang jelas
bagi konsumen. Undang-undang perlindungan data tidak mengurangi
kemungkinan dampak negatif dari hak privasi ini sebagai hak individu.
The European Data Protection Directive (95/46/EC), misalnya baru
memperoses lebih lanjut subjek data pribadi setelah mendapat persetujuan
lebih lanjut untuk pemrosesan data pribadi tersebut. Menurut Schermer,
ketentuan ini masih dianggap sebagai kelemahan dari The European Data
Protection Directive karena kategori tertentu dari konsumen yang kurang
mampu sampai batas tertentu 'dipaksa' untuk membocorkan informasi

8
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

pribadi mereka dengan imbalan barang dan jasa yang lebih murah.
Meskipun secara teori seseorang harus selalu memiliki pilihan bebas,
tetapi praktik menunjukkan bahwa pilihan yang benar-benar bebas jarang
tersedia, karena alternatif yang lebih 'ramah privasi' hampir selalu lebih
mahal atau kurang nyaman. Sementara itu, informasi data pribadi warga
Negara yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah juga dapat digunakan
untuk pengawasan disipliner oleh pemerintah. Cara yang paling jelas di
mana pemerintah dapat menggunakan basis data sektor swasta adalah
untuk keperluan investigasi kriminal. Cara kedua di mana pemerintah
dapat menggunakan basis data sektor swasta adalah untuk melakukan
pengawasan terhadap kaum miskin.
Dalam konsep privasi informasi dan penentuan nasib sendiri dalam
informasi akan sulit diterapkan ketika individu tidak mengetahui hal-hal
yang telah diberikan kepada data personal. Konsep informasi sendiri
penentuan nasib sendiri hanya layak apabila terdapat pengetahuan penuh
tentang jumlah dan jenis informasi yang dikumpulkan dan diproses
tersedia kepada semua individu. Tanpa pengetahuan ini, penentuan nasib
sendiri informasi dan hak atas privasi informasi, tidak lebih seperti hanya
harimau kertas. Sementara teknologi pengawasan secara bertahap menjadi
semakin luar biasa dan meluas, dengan penempatan kamera yang berada di
mana-mana, dengan jaringan yang konrehensif, maka pengetahuan tentang
apa yang dilakukan dengan data pribadi akan semakin sulit didapat.
Sebagai contoh, RFID memungkinkan pengumpul data untuk
mengumpulkan data (pribadi) secara diam-diam dari subjek data yang
membawa tag-RFID, agen perangkat lunak dapat mengumpulkan data
pribadi subjek data dari berbagai sumber, dan kamera CCTV dapat
mengidentifikasi dan mengikuti subjek data dari jarak jauh. Memperoleh
pengetahuan tentang bagaimana, kapan, dan seseorang melakukan apa
akan mudah dihimpun akan menjadi semakin sulit untuk meminta data
subjek di masa depan jika tidak tersedia alat pembanding yang membantu
para individu tersebut untuk mengetahui kemana larinya data-data mereka
tersebut.

2. Pelacakan Online dan Pengawasan Komunikasi


Pelacakan aktivitas online dan pengawasan komunikasi tanpa izin dapat
membatasi kebebasan individu. Era digital membawa keuntungan inovatif,
namun seiring perkembangannya, kita juga dihadapkan pada permasalahan
serius terkait privasi dan kebebasan individu. Salah satu isu yang semakin
mencuat adalah pelacakan aktivitas online dan pengawasan komunikasi
tanpa izin. Praktik-praktik ini, yang seringkali dilakukan oleh entitas
pemerintah atau perusahaan, membuka pintu menuju pembatasan hak-hak
dasar individu. Dalam konteks ini, perlu kita telaah lebih lanjut dampak
dan implikasi tersembunyi dari tindakan ini terhadap kebebasan individu
serta upaya perlindungan hak asasi manusia di era digital. Pelacakan

9
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

aktivitas online dan pengawasan komunikasi dapat merusak hak privasi


individu. Tindakan ini dapat mencakup pemantauan aktivitas browsing,
analisis metadata komunikasi, dan bahkan penggunaan teknologi
pengenalan wajah, dampaknya Individu mungkin merasa terancam karena
hilangnya ruang pribadi, yang seharusnya merupakan hak asasi manusia
mendasar. Entitas yang melakukan pelacakan dan pengawasan tanpa izin,
terutama jika dilakukan oleh pemerintah atau lembaga dengan kekuatan
besar, memiliki potensi besar untuk menyalahgunakan informasi yang
diperoleh, dan ini menyebabkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan
kekuasaan dan pelanggaran hak individu menjadi nyata, dan mengancam
prinsip-prinsip demokrasi. Kesadaran bahwa setiap tindakan online atau
percakapan dapat dipantau dapat menghambat kebebasan berekspresi.
Individu mungkin merasa takut untuk menyuarakan pendapat atau
berpartisipasi dalam diskusi daring. Penghambatan ini dapat melemahkan
vitalitas demokrasi dan kehidupan berkomunitas secara keseluruhan.
Pelacakan dapat membentuk pola perilaku dan hubungan antarindividu.
Dalam beberapa kasus, hal ini dapat membahayakan kebebasan berpindah
dan asosiasi, sehingga Individu mungkin merasa terkekang dalam
menjalani kehidupan pribadi dan merasa khawatir untuk menjalin
hubungan atau berpartisipasi dalam kegiatan tertentu. Pengawasan tanpa
izin dapat meningkatkan ketidaksetaraan, karena kelompok-kelompok
tertentu mungkin menjadi target lebih besar dibandingkan dengan yang
lain juga Peningkatan ketidaksetaraan dapat merugikan kelompok rentan
dan menciptakan disparitas dalam perlakuan hukum.

3. Pembatasan Akses Internet dan Sensor Informasi


Pembatasan akses ke situs web atau sensor informasi tertentu oleh
pemerintah dapat menghambat akses terhadap informasi. Dalam
perjalanan kita melalui era digital yang begitu dinamis, pertanyaan
mengenai kebebasan akses terhadap informasi muncul sebagai suatu isu
yang mendalam. Pembatasan akses ke situs web atau sensor informasi
tertentu oleh pemerintah dapat menjadi bentuk kontrol yang memiliki
dampak signifikan terhadap kemerdekaan individu dan demokrasi.
Sebagaimana kita masuki dunia yang semakin terhubung, pertanyaan kritis
pun muncul: apakah pembatasan ini merupakan langkah yang tepat,
ataukah ini adalah penghambatan terhadap hak mendasar individu untuk
mengakses informasi?
Pembahasan mengenai pembatasan akses ini tidak hanya melibatkan
aspek teknis, tetapi juga mencakup implikasi filosofis, politis, dan hak
asasi manusia. Dalam konteks ini, mari kita telaah lebih lanjut bagaimana
pembatasan akses dapat merinci kebebasan individu dan apakah itu sejalan
dengan nilai-nilai masyarakat yang terbuka dan inklusif.
Pemerintah yang membatasi akses ke situs web atau mensensor
informasi memiliki kekuasaan untuk mengontrol narasi dan opini publik.
Pembatasan ini dapat mencakup penyensoran berita, situs web pemerintah
kritis, atau platform media sosial tertentu. Pembatasan akses dapat

10
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

menghambat kebebasan berpendapat, karena individu mungkin tidak dapat


memperoleh informasi dari berbagai sumber dan membangun opini
mereka sendiri. Pembatasan akses berarti pembatasan terhadap
kesempatan belajar dan pertumbuhan pengetahuan. Ini dapat menghambat
pengembangan masyarakat dan kemampuan individu untuk mengakses
sumber daya edukatif. Pembatasan akses dapat menciptakan lingkungan di
mana informasi yang tersedia dikendalikan oleh pemerintah atau pihak
tertentu, memungkinkan untuk manipulasi opini publik. Pembatasan akses
informasi yang signifikan dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi
manusia, termasuk hak atas kebebasan berpendapat dan mengakses
informasi. Dampaknya adalah Masyarakat menjadi terbatas dalam
mengakses informasi yang dapat membentuk pemahaman mereka tentang
isu-isu kritis dan kejadian di lingkungan mereka, mempengaruhi proses
demokratis dengan menghambat partisipasi publik dalam pembuatan
keputusan dan mengekang pluralitas pendapat, Masyarakat mungkin
tertinggal dalam hal pengetahuan dan inovasi karena keterbatasan akses
informasi, dapat menyebabkan tuntutan dari organisasi hak asasi manusia
dan mengurangi kredibilitas pemerintah di tingkat internasional, dan
Potensi terjadinya manipulasi informasi dapat mengarah pada
ketidakmampuan masyarakat untuk membuat keputusan yang
terinformasi.

3.2 Rekomendasi untuk Perbaikan Kerangka Hukum


Rekomendasi untuk Perbaikan Kerangka Hukum Suatu langkah yang sangat
penting untuk mengatasi masalah kompleks dalam era digital yang terus
berkembang adalah perbaikan kerangka hukum. Dalam konteks Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Indonesia, beberapa saran untuk
meningkatkan kerangka hukum adalah sebagai berikut. Ketentuan UU ITE yang
ambigu atau tidak jelas harus diklarifikasi dan diperjelas agar pihak berwenang
tidak menyalahgunakannya. UU ITE harus diubah agar lebih responsif terhadap
kemajuan teknologi. Legislasi ini harus dapat beradaptasi dengan tren yang
berkembang dalam teknologi informasi dan internet. Ini akan memastikan bahwa
undang-undang tetap relevan saat menangani masalah baru yang muncul di dunia
internet. Upaya harus dilakukan untuk meningkatkan perlindungan data dan
privasi individu. Langkah-langkah yang perlu diambil termasuk meningkatkan
dan memperketat UndangUndang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Pengguna harus diberi lebih banyak kontrol atas data mereka dan hak untuk
mengetahui bagaimana mereka digunakan. Pengawasan hukum harus dilakukan
dengan cara yang jelas dan adil. Pihak berwenang tidak boleh memanfaatkan
kewenangan pengawasan untuk politik atau membingkai kritik. Dalam proses
perbaikan kerangka hukum, penting bagi semua pihak berkepentingan, termasuk
sektor swasta, masyarakat sipil, dan pemerintah. Untuk mengembangkan regulasi
yang seimbang dan menguntungkan, dialog terbuka dan kerja sama penting.
Peningkatan kesadaran tentang hak privasi dan kebebasan berekspresi di era

11
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

digital. Semakin banyak orang yang tahu tentang hak-hak ini, semakin besar
kemungkinan mereka dapat menjaga privasi mereka dan berpartisipasi dengan
bijak dalam ruang digital. Perbaikan kerangka hukum di era teknologi adalah
langkah yang penting dan mendesak. Ini akan membantu menciptakan lingkungan
internet yang lebih aman, adil, dan sesuai dengan hak asasi manusia dan prinsip
demokrasi. Dengan mengikuti saran-saran ini, kita dapat menangani masalah yang
semakin kompleks dalam dunia maya yang semakin terhubung dan memastikan
bahwa hak-hak individu tetap dilindungi di era internet. Harmonisasi Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penting untuk memahami
bahwa komponen negara atau keyakinan hukum sangat penting. Proses
harmonisasi UU ITE mencakup integrasi atau penyesuaian berbagai undang-
undang dan peraturan yang berkaitan dengan teknologi dan internet. Negara dan
kepastian hukum sangat penting dalam hal ini. Pertama, sebagai pemegang
kebijakan, negara harus memastikan bahwa perubahan dan penyesuaian UU ITE
tidak bertentangan dengan visi dan misi hukum negara tersebut. Ini termasuk
memastikan bahwa peraturan tersebut tidak bertentangan dengan hak asasi
manusia dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konstitusi. Kepastian hukum
juga menjadi perhatian utama dalam harmonisasi UU ITE. Ini mencakup struktur
undang-undang yang jelas dan terstruktur yang membantu menghindari konflik
dan ketidakpastian hukum. Karena para pemangku kepentingan, termasuk
perusahaan teknologi dan masyarakat umum, membutuhkan kejelasan hukum
untuk memahami batasan dan tanggung jawab mereka dalam lingkungan digital.
Oleh karena itu, negara dan kepastian hukum menjadi titik fokus penting dalam
proses harmonisasi UU ITE untuk menciptakan kerangka kerja hukum yang
sesuai dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Perbaikan kerangka hukum untuk mengatasi pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang tersembunyi di era digital menjadi krusial untuk melindungi hak dan
kebebasan individu. Perbaikan kerangka hukum dapat menjadi langkah krusial
untuk mengatasi bentuk-bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
tersembunyi di era digital. Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam perbaikan
kerangka hukum yaitu:

1. Strengthening Privacy Laws:


Menguatkan undang-undang privasi untuk memastikan perlindungan
data yang lebih kuat bagi individu. Hal ini melibatkan ketentuan yang jelas
tentang bagaimana data pribadi dapat dikumpulkan, disimpan, dan
digunakan, serta memberikan individu kontrol lebih besar terhadap
informasi pribadi mereka.
2. Enhancing Transparency Requirements:
Meningkatkan persyaratan transparansi untuk perusahaan dan
pemerintah dalam penggunaan teknologi pemantauan dan analisis data.
Hal ini termasuk kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas
kepada individu mengenai bagaimana data mereka digunakan dan diakses.
3. Developing Comprehensive Cybersecurity Laws:

12
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

Mengembangkan undang-undang keamanan siber yang komprehensif


untuk melindungi data dan sistem dari serangan siber. Peraturan ini harus
mencakup tindakan pencegahan, perlindungan, dan tanggapan terhadap
insiden keamanan siber.
4. Establishing Ethical Guidelines for Data Use:
Menetapkan pedoman etika yang jelas untuk penggunaan data,
khususnya dalam konteks pengembangan dan implementasi algoritma. Ini
dapat mencakup aspek-aspek seperti non-diskriminasi, transparansi, dan
keadilan dalam pengolahan data.
5. Strengthening International Cooperation:
Memperkuat kerjasama internasional dalam menanggapi tantangan
pembatasan HAM di era digital. Keterlibatan aktif dalam organisasi dan
perjanjian internasional dapat memperkuat penegakan hukum dan
perlindungan HAM secara global.
6. Empowering Digital Literacy and Awareness:
Memberdayakan literasi digital dan kesadaran masyarakat tentang hak-
hak mereka dalam lingkungan digital. Pendidikan publik dapat membantu
individu memahami risiko dan hak mereka terkait dengan penggunaan
teknologi.
7. Regular Review and Updating of Laws:
Melakukan tinjauan dan pembaruan rutin terhadap undang-undang yang
ada untuk memastikan relevansi dan keefektifan dalam menghadapi
perkembangan teknologi yang cepat.
8. Encouraging Public Participation:
Mendorong partisipasi publik dalam proses pembentukan dan evaluasi
kebijakan digital. Hal ini dapat dilakukan melalui forum publik, konsultasi
masyarakat, atau partisipasi dalam proses legislatif.

9. Establishing Strong Judicial Oversight:


Membentuk pengawasan yudisial yang kuat untuk memastikan
penegakan hukum yang adil dan perlindungan terhadap hak individu.
Pengadilan harus dapat memainkan peran yang aktif dalam menilai
legalitas dan konstitusionalitas tindakan pemerintah dan perusahaan.
10. Incorporating Human Rights Impact Assessments:
Mengintegrasikan evaluasi dampak hak asasi manusia dalam proses
pengembangan teknologi dan kebijakan baru. Ini dapat membantu
mengidentifikasi potensi risiko terhadap HAM sebelum implementasi
penuh.

Rekomendasi ini bertujuan untuk membangun kerangka hukum yang


responsif, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai HAM dalam menghadapi
tantangan era digital. Perbaikan hukum harus selaras dengan
perkembangan teknologi dan memprioritaskan perlindungan hak-hak
individu.

13
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

3.3 Upaya Yang Dapat Diambil Untuk Mengatasi Atau Memitigasi Bentuk-
Bentuk Pembatasan HAM Yang Tersembunyi Ini Di Era Digital

Solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
era digital adalah penting untuk menjaga hak-hak individu di tengah kemajuan
teknologi. Para ahli telah mengusulkan berbagai solusi hukum untuk mengatasi
tantangan ini,berserta pandangan para ahli terkait hal tersebut adalahg sebagai
berikut:
1. Regulasi Perlindungan Data Pribadi: Menerapkan undang-undang
perlindungan data yang ketat yang mengatur pengumpulan, pengolahan,
dan penyimpanan data pribadi oleh perusahaan dan pemerintah (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Mewajibkan
perusahaan teknologi untuk secara transparan menginformasikan kepada
pengguna bagaimana data mereka digunakan, serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A.
M., 2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Memperkuat hak individu
untuk menghapus informasi pribadi mereka dari mesin pencari atau
platform online jika informasi tersebut tidak lagi relevan atau tidak sah
(Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Mengembangkan regulasi yang mengawasi
penggunaan algoritma dalam pengambilan keputusan untuk memastikan
bahwa mereka tidak menghasilkan diskriminasi atau ketidakadilan (Citron,
D. K., & Pasquale, F. A., 2014);
5. Perlindungan Hak untuk Berbicara dan Akses Terhadap Informasi:
Memastikan kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi secara
online dengan menghindari sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh
pemerintah (MacKinnon, R., 2012);
6. Kerangka Kerja Hukum Internasional yang Diperbarui: memperbarui
kerangka kerja hukum internasional untuk mencerminkan tantangan baru
yang muncul dalam perlindungan HAM dalam era digital (Benvenisti, E.,
2016);
7. Pendidikan dan Kesadaran Publik: Meningkatkan pendidikan dan
kesadaran publik tentang pentingnya privasi digital dan HAM dalam
konteks teknologi (Floridi, L., 2014).
Solusi-solusi ini mencerminkan upaya untuk menciptakan kerangka hukum
yang lebih kuat dan relevan dalam perlindungan HAM dalam era digital.
Sementara teknologi terus berkembang, solusi hukum yang bijaksana dan efektif
diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan hak
individu.
3.3.1 Peran Undang-Undang dan Peraturan, dalam memberikan Solusi
Hukum untuk Perlindungan HAM
Undang-undang dan peraturan memainkan peran sentral dalam memberikan solusi
hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam era
digital. Para ahli telah mengidentifikasi pentingnya peran peraturan dalam

14
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

mengatasi masalah ini, beberapa penjelasan dan pandangan para ahli mengenai
peran undang-undang dan peraturan dalam konteks ini antara lain:
1. Perlindungan Data Pribadi: Undang-undang: Undang-undang
perlindungan data pribadi, seperti General Data Protection Regulation
(GDPR) di Uni Eropa, bertujuan untuk melindungi data pribadi individu
dan memberikan kontrol kepada individu atas data mereka (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Undang-undang
dapat mewajibkan perusahaan teknologi untuk memberikan transparansi
dalam pengumpulan dan penggunaan data pribadi serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A.
M., 2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Undang-undang dapat
mengatur hak individu untuk menghapus informasi pribadi mereka dari
mesin pencari atau platform online, memberikan kerangka kerja hukum
yang jelas untuk implementasi hak ini (Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Undang-undang dapat mengatur penggunaan
algoritma dalam pengambilan keputusan untuk memastikan keterbukaan,
non-diskriminasi, dan akuntabilitas (Citron, D. K., & Pasquale, F. A.,
2014);
5. Kebebasan Berbicara dan Akses Terhadap Informasi: Undang-undang
dapat melindungi kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi
dengan menghentikan sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh
pemerintah (MacKinnon, R., 2012);
6. Perlindungan HAM Internasional yang Diperbarui: Peraturan internasional
seperti revisi perjanjian hak asasi manusia atau kerangka kerja hukum
global yang baru dapat memberikan arahan dan panduan dalam mengatasi
tantangan HAM dalam era digital (Benvenisti, E., 2016);
7. Pemeriksaan dan Penegakan Hukum: Undang-undang dapat memberikan
landasan hukum bagi pemeriksaan, penyelidikan, dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran HAM dalam lingkungan digital (Blanchard, P. C.,
2013).
Peran undang-undang dan peraturan dalam konteks perlindungan HAM dalam
era digital sangat penting untuk menciptakan kerangka hukum yang kuat dan
relevan. Solusi hukum yang bijaksana dan efektif dapat memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap hak individu sambil memungkinkan perkembangan
teknologi yang inovatif.
3.3.2 Peran Undang-Undang dan Peraturan, dalam memberikan Solusi
Hukum untuk Perlindungan HAM
Undang-undang dan peraturan memainkan peran sentral dalam memberikan
solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam era
digital. Para ahli telah mengidentifikasi pentingnya peran peraturan dalam

15
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

mengatasi masalah ini, beberapa penjelasan dan pandangan para ahli mengenai
peran undang-undang dan peraturan dalam konteks ini antara lain:
1. Perlindungan Data Pribadi: Undang-undang: Undang-undang
perlindungan data pribadi, seperti General Data Protection Regulation
(GDPR) di Uni Eropa, bertujuan untuk melindungi data pribadi individu
dan memberikan kontrol kepada individu atas data mereka (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Undang-undang
dapat mewajibkan perusahaan teknologi untuk memberikan transparansi
dalam pengumpulan dan penggunaan data pribadi serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A. M.,
2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Undang-undang dapat
mengatur hak individu untuk menghapus informasi pribadi mereka dari mesin
pencari atau platform online, memberikan kerangka kerja hukum yang jelas
untuk implementasi hak ini (Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Undang-undang dapat mengatur penggunaan algoritma
dalam pengambilan keputusan untuk memastikan keterbukaan, non-
diskriminasi, dan akuntabilitas (Citron, D. K., & Pasquale, F. A., 2014);
5. Kebebasan Berbicara dan Akses Terhadap Informasi: Undang-undang dapat
melindungi kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi dengan
menghentikan sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh pemerintah
(MacKinnon, R., 2012);
6. Perlindungan HAM Internasional yang Diperbarui: Peraturan internasional
seperti revisi perjanjian hak asasi manusia atau kerangka kerja hukum global
yang baru dapat memberikan arahan dan panduan dalam mengatasi tantangan
HAM dalam era digital (Benvenisti, E., 2016);
7. Pemeriksaan dan Penegakan Hukum: Undang-undang dapat memberikan
landasan hukum bagi pemeriksaan, penyelidikan, dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran HAM dalam lingkungan digital (Blanchard, P. C., 2013).
Peran undang-undang dan peraturan dalam konteks perlindungan HAM
dalam era digital sangat penting untuk menciptakan kerangka hukum yang
kuat dan relevan. Solusi hukum yang bijaksana dan efektif dapat memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap hak individu sambil memungkinkan
perkembangan teknologi yang inovatif.
3.3.3 Solusi Hukum untuk Tantangan Perlindungan HAM
Solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam era digital adalah penting untuk menjaga hak-hak individu di tengah
kemajuan teknologi. Para ahli telah mengusulkan berbagai solusi hukum untuk

16
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

mengatasi tantangan ini,berserta pandangan para ahli terkait hal tersebut


adalahg sebagai berikut:
1. Regulasi Perlindungan Data Pribadi: Menerapkan undang-undang
perlindungan data yang ketat yang mengatur pengumpulan, pengolahan, dan
penyimpanan data pribadi oleh perusahaan dan pemerintah (Kuner, C., 2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Mewajibkan
perusahaan teknologi untuk secara transparan menginformasikan kepada
pengguna bagaimana data mereka digunakan, serta memberikan mekanisme
akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A. M., 2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Memperkuat hak individu
untuk menghapus informasi pribadi mereka dari mesin pencari atau platform
online jika informasi tersebut tidak lagi relevan atau tidak sah (Gellert, R., &
Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Mengembangkan regulasi yang mengawasi
penggunaan algoritma dalam pengambilan keputusan untuk memastikan
bahwa mereka tidak menghasilkan diskriminasi atau ketidakadilan (Citron, D.
K., & Pasquale, F. A., 2014);
5. Perlindungan Hak untuk Berbicara dan Akses Terhadap Informasi:
Memastikan kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi secara online
dengan menghindari sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh pemerintah
(MacKinnon, R., 2012);
6. Kerangka Kerja Hukum Internasional yang Diperbarui: memperbarui
kerangka kerja hukum internasional untuk mencerminkan tantangan baru yang
muncul dalam perlindungan HAM dalam era digital (Benvenisti, E., 2016);
7. Pendidikan dan Kesadaran Publik: Meningkatkan pendidikan dan kesadaran
publik tentang pentingnya privasi digital dan HAM dalam konteks teknologi
(Floridi, L., 2014).
Solusi-solusi ini mencerminkan upaya untuk menciptakan kerangka hukum
yang lebih kuat dan relevan dalam perlindungan HAM dalam era digital.
Sementara teknologi terus berkembang, solusi hukum yang bijaksana dan
efektif diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan
hak individu.

BAB IV
PENUTUP
Dalam meresapi perjalanan kritis melalui lanskap era digital yang terus
berkembang, penelitian ini telah menggali dan mengungkapkan berbagai
bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) yang kerap tersembunyi di

17
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

balik kemajuan teknologi. Sebagai penutup, perlu dipahami bahwa tantangan


pembatasan HAM di era digital memerlukan perhatian serius dan upaya
bersama untuk memitigasinya.

Penelitian ini menyoroti kompleksitas relasi antara teknologi dan hak asasi
manusia, membeberkan bagaimana praktik-praktik tersembunyi seperti
pelacakan, pengawasan, dan pengumpulan data massal dapat memberikan
dampak yang signifikan terhadap kebebasan individu. Penemuan ini
mendorong kita untuk merenung tentang langkah-langkah yang perlu diambil
untuk membangun lingkungan digital yang lebih adil dan manusiawi.

Melalui rekomendasi perbaikan kerangka hukum dan upaya mitigasi,


penelitian ini menunjukkan bahwa ada ruang bagi perubahan positif.
Penguatan undang-undang perlindungan data, transparansi dalam penggunaan
algoritma, dan penegakan hukum yang efektif dapat menjadi pondasi untuk
perlindungan HAM di tengah revolusi digital.

Namun demikian, tantangan ini tidak bisa diatasi tanpa partisipasi aktif dari
semua pemangku kepentingan. Kesadaran masyarakat, partisipasi publik
dalam pembuatan kebijakan, dan pemahaman etika dalam pengembangan
teknologi adalah kunci untuk menghadapi dinamika kompleks ini.

Sebagai penutup, kita diingatkan akan tanggung jawab bersama kita untuk
membangun ekosistem digital yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan, dan kebebasan. Sembari kita terus bergerak maju di era digital,
marilah kita berkomitmen untuk melindungi dan memperkuat hak asasi
manusia, menjadikan teknologi sebagai alat untuk kemajuan, bukan sebagai
alat pembatas. Dengan demikian, kita dapat merintis jalan menuju masa depan
digital yang inklusif dan beradab.

18
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital

DAFTAR PUSTAKA

Solove, D. J. (2006). A Taxonomy of Privacy. "University of Pennsylvania


Law Review," 154(3), 477–564.
DeNardis, L. (2014). The Global War for Internet Governance. Yale University
Press.
MacKinnon, R. (2012). Consent of the Networked: The Worldwide Struggle
for Internet Freedom. Basic Books.
Warschauer, M. (2003). Technology and Social Inclusion: Rethinking the
Digital Divide. The MIT Press.
Noble, S. U. (2018). Algorithms of Oppression: How Search Engines
Reinforce Racism. NYU Press.
Tuchman, G., & Reynolds, A. (2018). Fake News and Bots May Be
Worrisome, but Their Political Power Is Overblown. "The
Conversation."
Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human
Future at the New Frontier of Power. PublicAffairs.
Journal on Education Volume 04, No. 04, Mei-Agustus 2022, pp. 2080- 2094
MOTEKAR: Jurnal Multidisiplin Teknologi dan Arsitektur E-ISSN: 3025-
227X P-ISSN: 3025-2288 Vol. 1 No. 2 November 2023
Article 19. (2016). "The Right to Share Ideas: The Freedom of Expression and
Intellectual Property Rights." Retrieved from
https://www.article19.org/data/files/medialibrary/37928/The-right-to-
share-ideas-2016-English.pdf
Warren, S. D., & Brandeis, L. D. (1890). The Right to Privacy. "Harvard Law
Review," 4(5), 193–220.

19

Anda mungkin juga menyukai