Adriano
adrianosiph28@gmail.com
Hukum
Universitas Lampung
Lampung, Indonesia
Abstrak
Abstrak
In an increasingly sophisticated digital era, the development of
information technology has had a significant impact on human rights
(HAM). While these technologies offer new benefits and
1
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
2
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
BAB I
PENDAHULUAN
3
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Batas
Menurut KBBI, Batas adalah garis (sisi) yang menjadi perhinggaan
suatu bidang (ruang, daerah, dan sebagainya); pemisah antara dua bidang
(ruang, daerah, dan sebagainya); sempadan; ketentuan yang tidak boleh
dilampaui. Secara umum, "batas" merujuk pada suatu garis atau titik yang
memisahkan satu entitas dari entitas lainnya. Pengertian ini dapat
bervariasi tergantung pada konteksnya. Beberapa penggunaan umum kata
"batas" melibatkan konsep sebagai berikut:
Pisah Fisik ➡️Dalam konteks fisik, "batas" dapat merujuk pada garis atau
area yang memisahkan dua tempat atau wilayah.
Waktu atau Durasi ➡️Dalam konteks waktu, "batas" dapat mengacu pada
titik tertentu dalam waktu atau durasi tertentu.
4
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
Jadi, arti kata "batas" sangat tergantung pada bagaimana kata tersebut
digunakan dalam konteks tertentu. Dalam setiap konteks, batas bisa
mengacu pada sesuatu yang memisahkan atau menentukan karakteristik
suatu hal atau situasi.
2. Pengertian Pembatasan
Menurut KBBI, Pembatasan adalah proses, cara, perbuatan membatasi;
syarat yang menentukan atau membatasi penerapan kaidah kebahasaan.
"Pembatasan" merujuk pada tindakan atau kebijakan yang membatasi atau
mengontrol suatu aktivitas, hak, atau kebebasan. Ini dapat terjadi dalam
berbagai konteks, seperti hukum, aturan, atau kebijakan pemerintah, serta
norma-norma sosial. Pembatasan dapat diterapkan atas berbagai alasan,
termasuk keamanan, moralitas, privasi, dan berbagai pertimbangan
lainnya.
Contoh-contoh pembatasan:
# Pembatasan Kebebasan Berpendapat: Penetapan hukum atau
kebijakan yang membatasi atau mengontrol hak individu untuk
menyampaikan pendapat atau ide mereka.
# Pembatasan Keamanan: Tindakan yang diambil untuk melindungi
keamanan masyarakat, seperti penegakan hukum dan kontrol keamanan di
perbatasan.
# Pembatasan Privasi: Kebijakan atau aturan yang mengatur
pengumpulan, penggunaan, dan penyebaran informasi pribadi.
# Pembatasan Akses Internet: Pengaturan yang membatasi atau
memantau akses ke internet untuk berbagai alasan, termasuk keamanan
dan kontrol informasi.
# Pembatasan Kebebasan Ekonomi: Penetapan aturan atau kebijakan
yang membatasi aktivitas ekonomi, seperti tarif perdagangan atau
pembatasan harga.
# Pembatasan Gerakan dan Mobilitas: Pembatasan terhadap kebebasan
individu untuk bergerak atau bepergian, seperti visa atau kontrol
perbatasan.
# Pembatasan Kebebasan Beragama: Pembatasan terhadap praktik
keagamaan atau keyakinan tertentu.
# Pembatasan Kebebasan Pers: Pembatasan terhadap kebebasan pers
dan jurnalisme, termasuk sensor dan hukum pencemaran nama baik.
5
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
BAB III
PEMBAHASAN
6
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
dan konektivitas global, perluasan teknologi juga membawa dampak yang kurang
terlihat, namun signifikan terhadap privasi, kebebasan, dan hak-hak individu
secara keseluruhan. Dalam pembahasan ini, kita akan menjelajahi beberapa
bentuk pembatasan HAM yang tersembunyi di balik dunia digital, menggali
dampaknya terhadap kehidupan kita sehari-hari, dan meresapi pentingnya
menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan keberlanjutan hak asasi
manusia.
Pembahasan mengenai bentuk-bentuk pembatasan hak asasi manusia (HAM)
yang tersembunyi di era digital melibatkan pemahaman terhadap perkembangan
teknologi dan dampaknya terhadap hak-hak individu. Berikut adalah beberapa
bentuk pembatasan HAM yang dapat terjadi di era digital:
1. Pembatasan Privasi dan Pengumpulan Data Massal
Pengumpulan besar-besaran data oleh entitas pemerintah atau
perusahaan tanpa izin dapat merusak privasi individu. Banyak ahli hukum
yang mencoba mendefinisikant privasi. Namun beberapa teori privasi
hanya mengulas dasar-dasar teori privasi secara terbatas dan tidak
aplikatif. Oleh karenanya untuk saat ini belum ada definisi yang jelas dan
tajam terkait privasi.9 Terdapat interaksi irisan antara inovasi atau
pengembangan teknologi dengan norma dan regulasi seperti masalah hak
privasi. Norma dan regulasi dapat diadaptasi berdasarkan pengembangan
teknologi. Misalnya interaksi sosial melalui Facebook yang didefinisikan
secara online tampaknya telah memengaruhi cara seseorang menghargai
privasi. Perspektif saling membentuk yang tersirat dalam model ini,
berangkat dari asumsi bahwa ada saling ketergantungan mendasar antara
transformasi sosial, teknologi, dan normatif. Saling ketergantungan ini ada
dalam proses perubahan sosial-teknologi yang dinamis dan terbuka, dan
yang terjadi dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Jaringan media
sosial (social network) adalah platform multi-sisi tertentu di mana
pengguna biasanya memberikan data untuk menerima layanan jaringan
sosial. Platform ini menyediakan layanan kepada kelompok pengguna
pertama menganalisis data, dan memproses data ini untuk menawarkan
layanan iklan kepada kelompok pengguna lain. Menurut Westin,
kebutuhan akan privasi mungkin sama tuanya dengan umat manusia itu
sendiri. Berdasarkan kajian antropologis, biologis, dan sosiologis
menunjukkan bahwa dalam masyarakat primitif sekalipun, setiap individu
selalu memiliki keinginan untuk semacam privasi. Oleh karenanya, hampir
semua masyarakat, baik yang primitif maupun modern, memilikiteknik
untuk mengatur jarak dan menghindari kontak dengan orang lain
untukmenetapkan batasan fisik dengan tujuan menjaga privasi. Biasanya
cara orang memandang dan menghargai privasi sebagian besar ditentukan
oleh sudut pandang budaya, filosofis, dan politik pada orang tersebut.
Westin menyebutkan setidaknya ada 5 konsepsi privasi sebagai berikut:
1. Otonomi Pribadi
2. Pelepasan Emosional
3. Komunikasi Terbatas dan Terlindungi
7
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
4. Evaluasi Diri
5. Meminimalkan Beban
Dalam berbagai peraturan, privasi merujuk pada situasi di mana ruang
pribadi individu tersebut dihormati. Namun sebenarny aapa yang
diharapkan dari “pribadi-pribadi” di sini tidak sepenuhnya jelas. Apa yang
bisa diharapkan dari istilah luas seperti itu? Pendekatan umum untuk
memecahkan masalah menggambarkan ruang pribadi secara akurat adalah
menentukan dimensi berbeda yang dicakupnya. Meskipun pendekatan
semacam itu tidak dapat sepenuhnya menangkap esensi privasi, atau
memberikan kesatuan konseptual, namun itu akan membantu dalam
membangun kerangka berpikir yang relevan dengan definisi dalam
persoalan ini. Dalam beberapa dekade terakhir perlindungan hak privasi
telah berkembang untuk memasukkan perlindungan data pribadi.
Pentingnya data pribadi sebagai dimensi ruang privat adalah akibat
langsung dari menjamurnya teknologi informasi dan komunikasi. Sering
kali hal ini meningkatkan kategori untuk menindaklanjuti tiga 'ruang
privasi' yaitu Privasi Jasmani, Privasi Relasional, dan Privasi Informasi.
Privasi Jasmani mencakup privasi dari tubuh, pikiran, dan perilaku intim.
Privasi Relasional meliputi privasi dari perilaku intim, rumah,
korespondensi, dan kehidupan keluarga. Sedangkan Privasi Informasi
terdiri dari data pribadi, dan korespondensi.
Sebagian besar sistem hukum menempatkan tanggung jawab untuk
perlindungan privasi di tangan individu. Terserah individu tersebut untuk
membuat pilihan kapan harus mengungkapkan apa kepada siapa. Secara
khusus, dalam undang-undang perlindungan data, yang sangat dipengaruhi
oleh konsep privasi informasi, tanggung jawab pribadi masing-masing
dimiliki secara kritis. Seperti yang telah kita lihat di bagian sebelumnya,
individu sering mendasarkan keputusannya terhadap perlindungan privasi
mereka pada informasi yang tidak jelas, dan tidak lengkap. Selain itu,
fakta bahwa apabilamasing-masing bertanggung jawab atas data
pribadinya, dapat mengarah pada situasi di mana hak untuk privasi
berubah menjadi berbeda karena diminta oleh banyak pelanggan.
Konsumen memberikan informasi tentang perilaku belanja mereka di
bursa, sebelum mendapatkan keuntungan, seperti harga yang lebih rendah,
hadiah gratis atau layanan yang lebih baik. Meskipun layanan yang dibuat
khusus tidak selalu menjadi masalah dan menawarkan manfaat yang jelas
bagi konsumen. Undang-undang perlindungan data tidak mengurangi
kemungkinan dampak negatif dari hak privasi ini sebagai hak individu.
The European Data Protection Directive (95/46/EC), misalnya baru
memperoses lebih lanjut subjek data pribadi setelah mendapat persetujuan
lebih lanjut untuk pemrosesan data pribadi tersebut. Menurut Schermer,
ketentuan ini masih dianggap sebagai kelemahan dari The European Data
Protection Directive karena kategori tertentu dari konsumen yang kurang
mampu sampai batas tertentu 'dipaksa' untuk membocorkan informasi
8
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
pribadi mereka dengan imbalan barang dan jasa yang lebih murah.
Meskipun secara teori seseorang harus selalu memiliki pilihan bebas,
tetapi praktik menunjukkan bahwa pilihan yang benar-benar bebas jarang
tersedia, karena alternatif yang lebih 'ramah privasi' hampir selalu lebih
mahal atau kurang nyaman. Sementara itu, informasi data pribadi warga
Negara yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah juga dapat digunakan
untuk pengawasan disipliner oleh pemerintah. Cara yang paling jelas di
mana pemerintah dapat menggunakan basis data sektor swasta adalah
untuk keperluan investigasi kriminal. Cara kedua di mana pemerintah
dapat menggunakan basis data sektor swasta adalah untuk melakukan
pengawasan terhadap kaum miskin.
Dalam konsep privasi informasi dan penentuan nasib sendiri dalam
informasi akan sulit diterapkan ketika individu tidak mengetahui hal-hal
yang telah diberikan kepada data personal. Konsep informasi sendiri
penentuan nasib sendiri hanya layak apabila terdapat pengetahuan penuh
tentang jumlah dan jenis informasi yang dikumpulkan dan diproses
tersedia kepada semua individu. Tanpa pengetahuan ini, penentuan nasib
sendiri informasi dan hak atas privasi informasi, tidak lebih seperti hanya
harimau kertas. Sementara teknologi pengawasan secara bertahap menjadi
semakin luar biasa dan meluas, dengan penempatan kamera yang berada di
mana-mana, dengan jaringan yang konrehensif, maka pengetahuan tentang
apa yang dilakukan dengan data pribadi akan semakin sulit didapat.
Sebagai contoh, RFID memungkinkan pengumpul data untuk
mengumpulkan data (pribadi) secara diam-diam dari subjek data yang
membawa tag-RFID, agen perangkat lunak dapat mengumpulkan data
pribadi subjek data dari berbagai sumber, dan kamera CCTV dapat
mengidentifikasi dan mengikuti subjek data dari jarak jauh. Memperoleh
pengetahuan tentang bagaimana, kapan, dan seseorang melakukan apa
akan mudah dihimpun akan menjadi semakin sulit untuk meminta data
subjek di masa depan jika tidak tersedia alat pembanding yang membantu
para individu tersebut untuk mengetahui kemana larinya data-data mereka
tersebut.
9
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
10
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
11
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
digital. Semakin banyak orang yang tahu tentang hak-hak ini, semakin besar
kemungkinan mereka dapat menjaga privasi mereka dan berpartisipasi dengan
bijak dalam ruang digital. Perbaikan kerangka hukum di era teknologi adalah
langkah yang penting dan mendesak. Ini akan membantu menciptakan lingkungan
internet yang lebih aman, adil, dan sesuai dengan hak asasi manusia dan prinsip
demokrasi. Dengan mengikuti saran-saran ini, kita dapat menangani masalah yang
semakin kompleks dalam dunia maya yang semakin terhubung dan memastikan
bahwa hak-hak individu tetap dilindungi di era internet. Harmonisasi Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penting untuk memahami
bahwa komponen negara atau keyakinan hukum sangat penting. Proses
harmonisasi UU ITE mencakup integrasi atau penyesuaian berbagai undang-
undang dan peraturan yang berkaitan dengan teknologi dan internet. Negara dan
kepastian hukum sangat penting dalam hal ini. Pertama, sebagai pemegang
kebijakan, negara harus memastikan bahwa perubahan dan penyesuaian UU ITE
tidak bertentangan dengan visi dan misi hukum negara tersebut. Ini termasuk
memastikan bahwa peraturan tersebut tidak bertentangan dengan hak asasi
manusia dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konstitusi. Kepastian hukum
juga menjadi perhatian utama dalam harmonisasi UU ITE. Ini mencakup struktur
undang-undang yang jelas dan terstruktur yang membantu menghindari konflik
dan ketidakpastian hukum. Karena para pemangku kepentingan, termasuk
perusahaan teknologi dan masyarakat umum, membutuhkan kejelasan hukum
untuk memahami batasan dan tanggung jawab mereka dalam lingkungan digital.
Oleh karena itu, negara dan kepastian hukum menjadi titik fokus penting dalam
proses harmonisasi UU ITE untuk menciptakan kerangka kerja hukum yang
sesuai dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Perbaikan kerangka hukum untuk mengatasi pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang tersembunyi di era digital menjadi krusial untuk melindungi hak dan
kebebasan individu. Perbaikan kerangka hukum dapat menjadi langkah krusial
untuk mengatasi bentuk-bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
tersembunyi di era digital. Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam perbaikan
kerangka hukum yaitu:
12
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
13
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
3.3 Upaya Yang Dapat Diambil Untuk Mengatasi Atau Memitigasi Bentuk-
Bentuk Pembatasan HAM Yang Tersembunyi Ini Di Era Digital
Solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
era digital adalah penting untuk menjaga hak-hak individu di tengah kemajuan
teknologi. Para ahli telah mengusulkan berbagai solusi hukum untuk mengatasi
tantangan ini,berserta pandangan para ahli terkait hal tersebut adalahg sebagai
berikut:
1. Regulasi Perlindungan Data Pribadi: Menerapkan undang-undang
perlindungan data yang ketat yang mengatur pengumpulan, pengolahan,
dan penyimpanan data pribadi oleh perusahaan dan pemerintah (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Mewajibkan
perusahaan teknologi untuk secara transparan menginformasikan kepada
pengguna bagaimana data mereka digunakan, serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A.
M., 2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Memperkuat hak individu
untuk menghapus informasi pribadi mereka dari mesin pencari atau
platform online jika informasi tersebut tidak lagi relevan atau tidak sah
(Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Mengembangkan regulasi yang mengawasi
penggunaan algoritma dalam pengambilan keputusan untuk memastikan
bahwa mereka tidak menghasilkan diskriminasi atau ketidakadilan (Citron,
D. K., & Pasquale, F. A., 2014);
5. Perlindungan Hak untuk Berbicara dan Akses Terhadap Informasi:
Memastikan kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi secara
online dengan menghindari sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh
pemerintah (MacKinnon, R., 2012);
6. Kerangka Kerja Hukum Internasional yang Diperbarui: memperbarui
kerangka kerja hukum internasional untuk mencerminkan tantangan baru
yang muncul dalam perlindungan HAM dalam era digital (Benvenisti, E.,
2016);
7. Pendidikan dan Kesadaran Publik: Meningkatkan pendidikan dan
kesadaran publik tentang pentingnya privasi digital dan HAM dalam
konteks teknologi (Floridi, L., 2014).
Solusi-solusi ini mencerminkan upaya untuk menciptakan kerangka hukum
yang lebih kuat dan relevan dalam perlindungan HAM dalam era digital.
Sementara teknologi terus berkembang, solusi hukum yang bijaksana dan efektif
diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan hak
individu.
3.3.1 Peran Undang-Undang dan Peraturan, dalam memberikan Solusi
Hukum untuk Perlindungan HAM
Undang-undang dan peraturan memainkan peran sentral dalam memberikan solusi
hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam era
digital. Para ahli telah mengidentifikasi pentingnya peran peraturan dalam
14
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
mengatasi masalah ini, beberapa penjelasan dan pandangan para ahli mengenai
peran undang-undang dan peraturan dalam konteks ini antara lain:
1. Perlindungan Data Pribadi: Undang-undang: Undang-undang
perlindungan data pribadi, seperti General Data Protection Regulation
(GDPR) di Uni Eropa, bertujuan untuk melindungi data pribadi individu
dan memberikan kontrol kepada individu atas data mereka (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Undang-undang
dapat mewajibkan perusahaan teknologi untuk memberikan transparansi
dalam pengumpulan dan penggunaan data pribadi serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A.
M., 2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Undang-undang dapat
mengatur hak individu untuk menghapus informasi pribadi mereka dari
mesin pencari atau platform online, memberikan kerangka kerja hukum
yang jelas untuk implementasi hak ini (Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Undang-undang dapat mengatur penggunaan
algoritma dalam pengambilan keputusan untuk memastikan keterbukaan,
non-diskriminasi, dan akuntabilitas (Citron, D. K., & Pasquale, F. A.,
2014);
5. Kebebasan Berbicara dan Akses Terhadap Informasi: Undang-undang
dapat melindungi kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi
dengan menghentikan sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh
pemerintah (MacKinnon, R., 2012);
6. Perlindungan HAM Internasional yang Diperbarui: Peraturan internasional
seperti revisi perjanjian hak asasi manusia atau kerangka kerja hukum
global yang baru dapat memberikan arahan dan panduan dalam mengatasi
tantangan HAM dalam era digital (Benvenisti, E., 2016);
7. Pemeriksaan dan Penegakan Hukum: Undang-undang dapat memberikan
landasan hukum bagi pemeriksaan, penyelidikan, dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran HAM dalam lingkungan digital (Blanchard, P. C.,
2013).
Peran undang-undang dan peraturan dalam konteks perlindungan HAM dalam
era digital sangat penting untuk menciptakan kerangka hukum yang kuat dan
relevan. Solusi hukum yang bijaksana dan efektif dapat memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap hak individu sambil memungkinkan perkembangan
teknologi yang inovatif.
3.3.2 Peran Undang-Undang dan Peraturan, dalam memberikan Solusi
Hukum untuk Perlindungan HAM
Undang-undang dan peraturan memainkan peran sentral dalam memberikan
solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam era
digital. Para ahli telah mengidentifikasi pentingnya peran peraturan dalam
15
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
mengatasi masalah ini, beberapa penjelasan dan pandangan para ahli mengenai
peran undang-undang dan peraturan dalam konteks ini antara lain:
1. Perlindungan Data Pribadi: Undang-undang: Undang-undang
perlindungan data pribadi, seperti General Data Protection Regulation
(GDPR) di Uni Eropa, bertujuan untuk melindungi data pribadi individu
dan memberikan kontrol kepada individu atas data mereka (Kuner, C.,
2012);
2. Transparansi dan Akuntabilitas Perusahaan Teknologi: Undang-undang
dapat mewajibkan perusahaan teknologi untuk memberikan transparansi
dalam pengumpulan dan penggunaan data pribadi serta memberikan
mekanisme akuntabilitas jika terjadi pelanggaran privasi (McDonald, A. M.,
2018);
3. Hak untuk Dilupakan (Right to Be Forgotten): Undang-undang dapat
mengatur hak individu untuk menghapus informasi pribadi mereka dari mesin
pencari atau platform online, memberikan kerangka kerja hukum yang jelas
untuk implementasi hak ini (Gellert, R., & Müller, F., 2017);
4. Regulasi Algoritma: Undang-undang dapat mengatur penggunaan algoritma
dalam pengambilan keputusan untuk memastikan keterbukaan, non-
diskriminasi, dan akuntabilitas (Citron, D. K., & Pasquale, F. A., 2014);
5. Kebebasan Berbicara dan Akses Terhadap Informasi: Undang-undang dapat
melindungi kebebasan berbicara dan akses terhadap informasi dengan
menghentikan sensor atau pembatasan yang tidak sah oleh pemerintah
(MacKinnon, R., 2012);
6. Perlindungan HAM Internasional yang Diperbarui: Peraturan internasional
seperti revisi perjanjian hak asasi manusia atau kerangka kerja hukum global
yang baru dapat memberikan arahan dan panduan dalam mengatasi tantangan
HAM dalam era digital (Benvenisti, E., 2016);
7. Pemeriksaan dan Penegakan Hukum: Undang-undang dapat memberikan
landasan hukum bagi pemeriksaan, penyelidikan, dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran HAM dalam lingkungan digital (Blanchard, P. C., 2013).
Peran undang-undang dan peraturan dalam konteks perlindungan HAM
dalam era digital sangat penting untuk menciptakan kerangka hukum yang
kuat dan relevan. Solusi hukum yang bijaksana dan efektif dapat memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap hak individu sambil memungkinkan
perkembangan teknologi yang inovatif.
3.3.3 Solusi Hukum untuk Tantangan Perlindungan HAM
Solusi hukum untuk tantangan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam era digital adalah penting untuk menjaga hak-hak individu di tengah
kemajuan teknologi. Para ahli telah mengusulkan berbagai solusi hukum untuk
16
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
BAB IV
PENUTUP
Dalam meresapi perjalanan kritis melalui lanskap era digital yang terus
berkembang, penelitian ini telah menggali dan mengungkapkan berbagai
bentuk pembatasan Hak Asasi Manusia (HAM) yang kerap tersembunyi di
17
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
Penelitian ini menyoroti kompleksitas relasi antara teknologi dan hak asasi
manusia, membeberkan bagaimana praktik-praktik tersembunyi seperti
pelacakan, pengawasan, dan pengumpulan data massal dapat memberikan
dampak yang signifikan terhadap kebebasan individu. Penemuan ini
mendorong kita untuk merenung tentang langkah-langkah yang perlu diambil
untuk membangun lingkungan digital yang lebih adil dan manusiawi.
Namun demikian, tantangan ini tidak bisa diatasi tanpa partisipasi aktif dari
semua pemangku kepentingan. Kesadaran masyarakat, partisipasi publik
dalam pembuatan kebijakan, dan pemahaman etika dalam pengembangan
teknologi adalah kunci untuk menghadapi dinamika kompleks ini.
Sebagai penutup, kita diingatkan akan tanggung jawab bersama kita untuk
membangun ekosistem digital yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan, dan kebebasan. Sembari kita terus bergerak maju di era digital,
marilah kita berkomitmen untuk melindungi dan memperkuat hak asasi
manusia, menjadikan teknologi sebagai alat untuk kemajuan, bukan sebagai
alat pembatas. Dengan demikian, kita dapat merintis jalan menuju masa depan
digital yang inklusif dan beradab.
18
Mengungkapkan Bentuk-Bentuk Pembatasan HAM yang Tersembunyi di Era Digital
DAFTAR PUSTAKA
19