Anda di halaman 1dari 1

Cari Berita  MEDIA TEMPO LAINNYA  

Wawancara | Carlon Nobre Hasil COP28 Dubai

Mengapa COP28 Tak Menemukan


Solusi Mencegah Pemanasan Global
Ilmuwan Brasil, Carlos Nobre, menilai COP28 tak menemukan solusi atas kenaikan
suhu bumi yang melebihi 2 derajat Celsius.

Minggu, 17 Desember 2023 Bagikan

ARSIP TEMPO : 170296181263.318005

Carlos Nobre/Dok. Pribadi. tempo : 170296181263.318005

S EPERTI Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa sebelumnya,


COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, juga molor sehari dari jadwal penutupan.
Alotnya negosiasi menurunkan emisi karbon membuat pertemuan 197 negara itu
baru ditutup 13 Desember 2023. Anggota Panel Antarpemerintah untuk Perubahan
Iklim PBB (IPCC
IPCC), Carlos Nobre
Nobre, mengikuti konferensi hingga 9 Desember 2023.

Nobre salah satu penulis Climate Change 2007 yang memuat informasi ilmiah, teknis,
dan sosio-ekonomi mengenai perubahan iklim iklim, dampaknya, serta pilihan adaptasi
dan mitigasinya. Setelah laporan itu terbit, IPCC mendapatkan penghargaan Hadiah
Nobel Perdamaian
Perdamaian.

Dalam COP28, komitmen mitigasi iklim tiap negara melenceng dari Perjanjian Paris
yang menyepakati kenaikan suhu bumi hanya 1,5 derajat Celsius dibanding masa
praindustri 1800. “Industri bahan bakar fosil tidak mau mengurangi emisi,” kata ahli
iklim asal Brasil itu dalam wawancara secara daring dengan wartawan Tempo, Abdul
Manan dan Iwan Kurniawan, pada 12 Desember 2023.

Meski begitu, COP28 menghasilkan sejumlah kesepakatan, termasuk dana kerugian


dan kerusakan (loss and damage fund) dan transisi energi fosil ke energi
terbarukan sebesar tiga kali lipat. Nobre memprediksi mitigasi krisis iklim negara-
negara di dunia saat ini akan membuat kenaikan suhu bumi di atas 2 derajat pada
2050. “COP28 tidak menemukan solusi tersebut,” ujarnya dalam wawancara lanjutan
pada 14 Desember 2023. Untuk konteks dan alur, wawancara ini telah diedit.

Apa penilaian Anda terhadap hasil COP28 Dubai


Dubai??

Saya tidak terlalu optimistis. Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, semua negara yang
hadir secara sukarela berkomitmen agar pemanasan global tidak mencapai 1,5 derajat
Celsius. Tahun lalu Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC), dalam
global stocktake, membuat penilaian bahwa apa yang dilakukan semua negara itu
akan mengakibatkan pemanasan pada 2050 sebesar 2,4-2,6 derajat Celsius.

Artinya, target Perjanjian Paris tak akan tercapai


tercapai??

Seluruh emisi gas rumah kaca yang kita miliki sekarang lebih dari 55 miliar ton setara
karbon dioksida (CO2). Pada 2030, Anda harus melakukan pengurangan 43 persen
menjadi net zero pada 2050. Pada 2023, ada peningkatan produksi emisi. Kecuali
beberapa negara seperti Indonesia yang telah mengurangi emisi dalam empat-lima
tahun terakhir. Sayangnya, emisi bahan bakar fosil sebagian besar negara makin
meningkat. Jadi, secara global, ada peningkatan emisi bahan bakar fosil. Saya tidak
melihat sebagian besar negara benar-benar berkomitmen menurunkan emisi secara
cepat, terutama dari bahan bakar fosil dan emisi pertanian.

Mengapa mereka enggan menurunkan emisi


emisi??

Seluruh industri bahan bakar fosil menyumbang sekitar 17 persen produk domestik
bruto global. Sebelum COP28 dimulai, ada pengumuman bahwa semua negara di
dunia memberikan subsidi US$ 7,2 triliun per tahun untuk produksi dan konsumsi
bahan bakar fosil. Subsidi untuk energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan
hidrogen hijau, hanya US$ 400-500 miliar—kurang dari 10 persen subsidi bahan
bakar fosil. Sangat sulit mengubah hal ini karena industri bahan bakar fosil di seluruh
dunia sangat kuat secara politik dan ekonomi.

Tapi akhirnya COP28 menyepakati transisi energi, bukan meninggalkan


energi fosil sama sekali. Apa pendapat Anda
Anda??

COP28 mungkin dianggap oleh sebagian orang memberi hasil yang positif. Setidaknya
pada COP28 disebutkan tentang perlunya mengurangi emisi bahan bakar fosil.
Namun mereka tidak mengembalikan ketentuan yang disepakati dalam COP26, yaitu
menghapuskan bahan bakar fosil secara bertahap di seluruh dunia. Kemudian mereka
membuat perubahan dari phase-out (meninggalkan energi fosil fosil) menjadi phase-
down, hanya mengurangi. Di COP28, mereka tidak melakukan hal tersebut. Beberapa
negara mungkin melakukan transisi lebih cepat, beberapa negara mungkin lebih
lama. Jadi tidak jelas apakah kita akan berhasil dalam hal itu.

Ada juga kesepakatan meningkatkan bauran energi terbarukan tiga kali lipat.
Apa dampaknya
dampaknya? ?

Ini sangat bagus. Namun lagi-lagi eksplorasi bahan bakar fosil terus meningkat di
dunia. Banyak negara, seperti Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan negara-negara Arab,
terus mengeksplorasi bahan bakar fosil baru, tambang batu bara, minyak, gas alam di
seluruh dunia. Jadi sulit percaya mereka akan menguranginya.

Anda menyebut Indonesia yang berhasil menurunkan emisi. Bagaimana


dengan Brasil sebagai sesama negara tropis
tropis??

Saya optimistis terhadap Brasil. Tahun ini deforestasi Brasil dan semua negara
Amazon berkurang 55 persen. Indonesia adalah penghasil deforestasi terbesar kedua
hingga empat tahun lalu dan sekarang di posisi ketiga setelah Brasil dan Bolivia.
Namun Indonesia juga merupakan negara penghasil emisi terbesar keenam setelah
Cina, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Brasil. Satu-satunya perbedaan, tentu saja,
empat negara pertama, lebih dari 75 persen emisinya adalah bahan bakar fosil. Brasil
dan Indonesia 80 persen emisinya berasal dari penggunaan lahan dan pertanian.
Brasil menetapkan nol deforestasi secara keseluruhan pada 2030. Hampir semua
negara Amazon setuju. Menurut saya, Indonesia, Brasil, dan negara-negara Amazon,
yang sebagian besar emisinya berasal dari deforestasi, bisa mencapai target Perjanjian
Paris jauh lebih awal dibanding semua produsen bahan bakar fosil.

Transisi energi tak akan menolong


menolong??

Beberapa penelitian menunjukkan transisi cepat menuju energi terbarukan yang


berkelanjutan biayanya sekitar US$ 300 triliun, lebih dari US$ 3 triliun setahun. Kami
tahu, sekarang baru 20 persen dari jumlah tersebut. Indonesia sama dengan Brasil.
Saat ini di Brasil energi surya jauh lebih murah dibanding bahan bakar fosil. Energi
surya di Brasil menghabiskan sepertiga biaya pembangkit listrik berbahan bakar gas.
Di negara tropis, kita punya banyak tanah. Di Brasil, kami juga punya angin yang
bagus sebagai sumber energi. Saya yakin Indonesia juga demikian.

Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang mengembangkan apa yang disebut sebagai
konversi energi panas laut. Di laut tropis ada perbedaan suhu sebesar 20 derajat
Celsius antara permukaan laut dan 800 meter di bawahnya. Perbedaan suhu ini
mendorong uap air yang menghasilkan listrik. Walaupun masih uji coba, tampaknya
sangat ampuh. Ada banyak sumber energi terbarukan lain, seperti hidrogen hijau dan
biofuel. Sekali lagi, sumber-sumber energi terbarukan ini dimungkinkan secara
teknologi saat ini.

Faktanya, pemanfaatan energi terbarukan lambat. Mengapa


Mengapa??

Ini kepentingan ekonomi industri bahan bakar fosil. Industri bahan bakar fosil tak
hanya menyangkal krisis iklim
iklim, mereka juga menginginkan transisi energi yang
lambat. Mereka masih akan memproduksi banyak bahan bakar fosil pada 2050. Jadi
target Perjanjian Paris tidak mungkin tercapai.

Bagaimana dengan perdagangan karbon


karbon??

Kita harus memikirkan, khususnya di Indonesia, negara-negara Amazon, dan Kongo,


bahwa menjaga hutan itu sangat penting. Seluruh jasa ekosistem hutan tropis harus
terjaga, khususnya keanekaragaman hayati. Semua negara tropis harus mendapatkan
manfaat dari jasa ekosistem itu. Sekarang kita punya karbon, salah satu jasa
ekosistem. Namun hutan tropis punya peran lebih banyak. COP Biodiversity tahun
lalu di Montreal, Kanada, menciptakan dana keanekaragaman hayati, tapi saya tidak
tahu besarannya. Karena itu, negara-negara tropis, seperti Indonesia dan Brasil,
sepatutnya diuntungkan.

Saat ini pasar kredit karbon terus meningkat. Misalnya, di Amazon banyak kredit
karbon yang ditujukan untuk mengurangi deforestasi dengan nilai US$ 20 per ton
setara CO2. Ini masih belum seberapa. Jika Anda melihat pasar karbon di Uni Eropa,
harganya 80-100 euro. Di hutan tropis, jumlah tersebut merupakan seperlima dari
pasar karbon global. Saya optimistis hal itu akan meningkat.

Carlos Nobre di São Paulo, Brasil, 11 April 2019/Reuters/Nacho Doce

Brasil juga meluncurkan proyek Arcs of Restoration di COP28. Apa itu


itu??

Sebenarnya itu ide saya. Saya memberikannya kepada pemerintah Brasil dan mereka
melaksanakannya, yaitu merestorasi wilayah deforestasi di Amazon bagian selatan
seluas 24 juta hektare. Perlu biaya sekitar US$ 20 miliar sampai 2050. Proyek ini akan
menghilangkan lebih dari 30 miliar ton CO2 dari atmosfer dan memulihkan hutan
Amazon, menghindari titik kritis, dan sebagainya. Tentu saja semua negara,
khususnya negara-negara maju, harus membayar jasa ekosistem di seluruh hutan
tropis.

Jika Brasil, Indonesia, dan semua negara tropis mampu menerapkan hal ini secara
efektif, semua pemilik lahan hutan tropis akan mendapatkan banyak manfaat dari
jasa ekosistem, yang lebih besar daripada sektor peternakan, tanaman pangan, dan
kelapa sawit. Sulit untuk mengatakan apakah ini akan berhasil. Tapi idenya bagus.

Dana kerugian dan kerusakan hasil COP28 apakah memadai


memadai??

Sejauh ini tawaran dari dana kerugian atas kerusakan tersebut masih kecil. Saya
berada di COP28 ketika mereka mengumumkan dana tersebut kurang dari US$ 500
juta, kemudian menjadi sekitar US$ 800 juta. Bayangkan saja, subsidi sebesar US$ 7,2
triliun untuk bahan bakar fosil tapi hanya US$ 0,5 miliar untuk loss and damage fund.
Dana ini seharusnya mencapai puluhan miliar dalam setahun, kalau tidak ratusan
miliar, untuk memberikan manfaat bagi lebih dari satu miliar orang yang sangat
menderita dan mendukung orang-orang ini agar lebih tangguh dan mampu
beradaptasi. Sayangnya, dana ini hanya bersifat simbolis, kecuali jika di masa depan
bertambah. Mari kita berharap. Tapi saya tidak terlalu optimistis.

Carlos Nobre
Tempat dan tanggal lahir
lahir::
São Paulo, Brasil, 27 Maret 1951

Pendidikan
Pendidikan::

Teknik elektronika dari Aeronautics Institute of Technology, Brasil, 1974


PhD bidang meteorologi dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika
Serikat, 1983.

Karier
Karier::

Ilmuwan di National Institutes of Amazonian Research and Space Research,


Brasil
Ilmuwan di Large-Scale Biosphere-Atmosphere Experiment in Amazonia
Peneliti senior di Institute for Advanced Studies, University of São Paulo, Brasil
Penggagas Amazon Third Way-Amazonia 4.0 Initiative
Wakil Ketua Science Panel for Amazon
Anggota US National Academy of Sciences
Anggota Brazilian Academy of Sciences
Anggota World Academy of Sciences

Penghargaan
Penghargaan::

Volvo Environmental Prize, 2016


Von Humboldt Medal of European Geosciences Union, 2010

Secara ilmiah, apa dampaknya jika target Perjanjian Paris tak tercapai
tercapai??

Dampaknya sangat serius. Bahkan jika kenaikan suhu bumi


bumi, misalnya, melebihi 1,5
derajat Celsius, terumbu karang akan punah seluruhnya. Kita akan mencairkan
banyak lapisan es di Siberia, Kanada, dan Alaska, yang akan melepaskan lebih dari
100 juta ton karbon dioksida dan metana.

Jika kenaikan suhu mencapai 2,5 derajat Celsius, kita akan mencapai titik kritis.
Sebanyak 50-70 persen hutan Amazon akan hilang. Arus Samudra Atlantik juga akan
melemah, yang bakal mengubah iklim secara total di banyak belahan dunia. Bahkan,
dengan suhu 1,5 derajat Celsius, akan terjadi pencairan lapisan es. Proyeksi 2,4-2,6
derajat Celsius itu buruk. Emisi mengakibatkan hilangnya lapisan es, hilangnya hutan
tropis, sebagian besar hutan Amazon, yang akan menyebabkan peningkatan suhu
hingga 3 derajat pada akhir abad ini. Jadi ini sungguh mustahil untuk dipikirkan.

Apa dampak paling nyata krisis iklim


iklim??

Kami di IPCC beberapa dekade lalu telah memperkirakan bahwa jenis iklim ekstrem
yang kita lihat sekarang akan mencapai planet ini pada 2040. Banyak juga laporan
IPCC yang sebelumnya memproyeksikan Laut Arktik di utara akan hilang selama
puncak musim panas abad ke-21. Sekarang IPCC mengatakan itu akan terjadi pada
2050. Bahkan, jika kita menjaga kenaikan suhu pada 1,5 derajat Celsius, Laut Arktik
akan menghilang selama puncak musim panas.

Tahun 2023 adalah tahun pecahnya rekor iklim ekstrem. Suhu global diperkirakan 1,4
derajat Celsius di atas suhu tahun 1850-1900. Dan itu tentunya juga karena El Niño.
Kita menghadapi El Niño yang kuat tahun ini. Atlantik Utara yang tropis juga sangat
panas. El Niño diperkirakan akan menurun pada Mei atau Juni 2024. Bukan tidak
mungkin La Niña akan mulai pada 2024 atau 2025. Tahun ini kita mengalami
kekeringan yang memecahkan rekor. Gelombang panas, badai, petir hebat di seluruh
dunia. Itu hanyalah gambaran kecil tentang planet ini jika suhu melebihi 1,5 derajat
Celsius.

Kita melihat gelombang panas makin sering terjadi di seluruh planet ini. IPCC
sebelumnya mengindikasikan bahwa suhu akan mencapai 1,4 derajat Celsius pada
2040. Saat ini kita hampir 20 tahun lebih awal dari proyeksi IPCC pada 2003. Jadi ini
benar-benar sangat memprihatinkan.

Apa cara paling tepat mengatasi perubahan iklim


iklim??

Sekitar 70 persen emisi gas rumah kaca berasal dari bahan bakar fosil di seluruh
dunia. Dan emisi bahan bakar fosil mencapai puncaknya pada 2022. Tahun 2023 akan
lebih tinggi. Mitigasi untuk mengurangi risiko pemanasan global saat ini sangat perlu
seiring dengan diputuskannya Perjanjian Paris pada 2021 di Glasgow, Skotlandia,
untuk benar-benar menjaga suhu tidak lebih hangat dari 1,5 derajat Celsius pada
2050. Kita perlu mengurangi emisi 43 persen pada 2030 dan emisi net zero pada
2050. Kita tidak bergerak ke arah tersebut dengan target penurunan emisi di semua
negara yang masih menggunakan bahan bakar fosil.

Jika Anda mengeksplorasi dan mengeksploitasi semua tambang bahan bakar fosil,
sumur minyak, dan gas alam yang sudah ada, bukan yang baru, kenaikan suhu bumi
akan melebihi 2 derajat Celsius karena penurunan emisi hanya 40 persen. Ini adalah
tantangan besar. COP28 tidak menemukan solusi tersebut.

Abdul Manan

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "COP28 Tidak Menemukan Solusi Mencegah Pemanasan
Bumi"

Perubahan Iklim Perjanjian Paris Emisi Karbon Transisi Energi

Mitigasi Krisis Iklim Energi Fosil COP28 IPCC Carlos Nobre

Sebelumnya Selanjutnya

Berita Lainnya

Manuver Freeport Menggugat Bea Ekspor Jejak Pelukis Mata Hitam Jeihan
Tembaga

Majalah 
 Minggu, 17 Desember 2023 Majalah 
 Minggu, 17 Desember 2023

Debat Capres Tak Konkret soal Isu HAM Demokrasi dalam Angka

Majalah 
 Minggu, 17 Desember 2023 Majalah 
 Minggu, 17 Desember 2023

Konten Eksklusif Lainnya

17 Desember 2023 10 Desember 2023 3 Desember 2023 26 November 2023

Informasi Jaringan Media Sosial Media

Tentang Kami TEMPO.CO Indonesiana Orbitin    


Pedoman Media Siber Koran Tempo Teras Ruang dan Tempo

Ketentuan Layanan Majalah Tempo Ziliun Tempo TV Download Aplikasi Tempo

Beriklan Tempo English Magazine Telusuri

TEMPO.CO English Cantika

Tempo Store Gooto

Tempo Institute Kok Bisa

Tempo Data Science Temotion

Anda mungkin juga menyukai