Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Haris Fadillah

NIM : 103180015

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : Perbandingan Mazhab

Semester : IV (Empat)

Mata Kuliah : Peradilan Agama di Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Illy Yanti, M.Ag

METODE STUDI PERADILAN AGAMA

Di dalam buku cik Hasan Bisri menyebutkan bahwa metode pengkajian peradilan

agama dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

A. Landasan Epistimologi

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam pengkajian PADI dan peradilan

Islam. Pertama pendekatan normatif –moralistis, pendekatan pertama lebih muda

digunakan karena memiliki pola yang telah baku, yaitu peraturan. Dengan demikian dapat

dilakukan pengkajian evaluatif, untuk mengukur “apa yang senyatanya” (das sein) yang

bersifat aktual dengan “apa yang seharusnya” (das sollen) yang bersifat ideal. Kedua

pendekatan antropologis atau pendekatan sosiologis, PADI diinduksi dari realitas sosial.

Pendekatan kedua memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan, ia mampu menjelaskan

(eksplanasi) tentang aspek-aspek yang statis dan yang dinamis tentang PADI yang terkait

dengan lingkungannya yang lebih luas. Namun demikian ia “kehilangan jejak” dalam

menjelaskan hubungan das sollen dengan das sein yang bertitik tolak dari keyakinan yang

kemudian terwujud dalam pranata hukum dan pranata sosial.

Pendekatan apapun yang digunakan, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Dalam penggunaan salah satu dari berbagai pendekatan itu dapat terjadi

1
kemencengan yang bersumber dari manusianya, baik karena keterbatasan-keterbatasan

dalam memahami peraturan dan menangkap gejala yang dihadapi maupun karena

kerangka acuan (frame of reference) yang digunakan. Oleh karena itu, ketiga pendekatan

itu dapat dipandang sebagai tipologi yang bersifat ideal, yang di dalam kenyataannya

terjadi reduksi, modifikasi, dan percampurbauran.

B. Tipe-Tipe Pengkajian PADI (Peradilan Agama di Indonesia)

1. Pengkajian Relasional

Metode pengkajian relasional maksudnya adalah mencari titik temu antara

Peradian Agama dengan pranata hukum dan pranata sosial. Untuk jelasnya

hubungan tersebut dapat kita buat bentuk-bentuk pertanyaan yang menghubungkan

antara Peradilan Agama tersebut dengan pranata hukum dan sosial. Misalnya: apa

hubungan antara Peradilan Agama dengan kedudukan hukum Islam dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara?, apa hubungan antara Peradilan Agama

dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia ini?, apa hubungan Peradilan

Agama dengan politik hukum yang diputuskan oleh penguasa negara?, apa

hubungan Peradilan Agama dengan program pembangunan Nasional di bidang

hukum?, apa hubungan antara Peradilan Agama dengan perkembangan pemikiran

di bidang hukum?, apa hubungan antara Peradilan Agama dengan pendidikan tinggi

di bidang syari’ah dan hukum?. Setiap jawaban terhadap pertanyaan ini

menggambarkan adanya hubungan yang erat antara Peradila Agama dengannya.

2. Pengkajian Sosio Historis

Metode pengkajian ini akan mengarahkan perhatian kepada sejalan dengan

perkembangan Peradilan Agama dalam rentang masa yang cukup panjang, sejak

Islam ada dan berkembang di Indonesia ini sampai kenyataan yang kita jumpa

seperti apa adanya sekarang. Perwujudan Peradilan Agama dalam rentang waktu

2
panjang tersebut muncul dalam bentuk dan sistem yang beraneka ragam. Tentu ini

erat kaitannya dengan dinamisasi masyarakat pada waktu itu, di latar belakangi

sosio kultural, budaya, politik, dan aspek lainnya. Untuk mengontraskan

pemahaman ini, bisa dimunculkan banyak pertanyaan diantaranya: bagaimana

proses lahir dan terbentuknya Peradilan Agama di Indonesia?, bagaimana sejarah

perkembangan Peradilan Agama pada masa kesultanan Islam di Aceh?, bagaimana

pula di Banten?, juga bagaimana di Cirebon?, Mataram?, Bima?, dan yang lainnya?,

bagaimana sejarah perkembangan Peradilan Agama pada masa penjajahan

Belanda?, juga bagaimana pada masa Jepang?, bagaimana kondisi Peradilan Agama

pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI?. Keseluruhan jawaban terhadap hal ini

merupakan hasil yang diperoleh melalui metode kajian sosio historis.

3. Pengkajian Sistemik

Peradilan Agama merupakan bahagian dari sistem terbentuknya negara

kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan hukum, maka metode pengkajian

sistemik ini akan mencoba menyoroti eksistensi Peradilan Agam dalam sistem

penyelenggaraan negara Republik Indonesia yang berdasar hukum ini. Untuk

mendekatkan pemahaman dapat dikemukakan pertanyaan yang berupa sasaran yang

hendak ditemukan melalui metode ini, yaitu: apa dasar hukum yang dijadikan

rujukan dalam penyelenggaraan Peradilan Agama di Indonesia ini?, apa asas-asas

yang diterapkan dalam penyelenggaraan Peradilan Agama di Indonesia ini?

bagaimana posisi Peradilan Agama di Indonesia dalam tata Peradilan di Indonesia?,

bagaimana hubungan Peradilan Agama dengan Mahkamah Agung? bagaimana

hubungan hubungan Peradilan Agama dengan Departemen Agamma? bagaimana

gambaran organisasi Peradilan Agama?, bagaimana mekanisme kerja dalam

Peradilan Agama? apa persyaratan yang diperlukan untuk dapat diangkat menjadi

3
hakim pada Peradilan Agama? Keseluruhan kajian terhadap Peradilan Agama

sebagai bahagian dari sistem negara hukum Republik Indonesia adalah sasaran yang

akan ditemukan melalui metode ini.

4. Pengkajian Aspektual

Metode pengkajian aspektual adalah suatu metode dimana seseorang yang

membahas Peradilan Agama di Indonesia dengan tidak membahas yang membahas

secara keseluruhan, tetapi hanya mengkaji satu aspek saja. Misalnya apa yang

dilakukan oleh Notosusanto dalam sebuah bukunya yang berjudul “Organisasi dan

Yurisprudensi Peradilan Agama di Indonesia”, berarti dia hanya membahas aspek

organisasi dan yurisprudensi Peradilan Agama itu sendiri. Demikian juga halnya

Roihan A. Rasyid dalam bukunya “Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia”.

Juga Umar Mansyur Syah dengan bukunya “ Hukum Acara Perdata Pengadilan

Agama”. Penyelesaian aspek Peradilan Agama seperti yang telah ditentukan

menjadi jawaban atas pengkajian aspektual.

5. Pengkajian Perbandingan

Metode pengkajian ini lebih terarah kepada pencarian persamaan dan

perbedaan setelah terlebih dahulu dilakukan perbandingan terhadap Peradilan

Agama itu sendiri, mungkin saja didasarkan atas perbedaan masa, atau karena

perbedaan tempat, misalnya membanding Peradilan Agama pada masa kolonial

Belanda berkuasa dengan masa penjajahan Jepang sehingga ditemukan persamaan

dan perbedaannya, atau Peradilan Agama di Jawa dan Madura dibanding dengan

Peradilan Agama di Kalimantan Selatan, atau membanding dengan Peradilan

Umum, atau Peradilan Milliter, atau Peradilan Tata Usaha Negara, atau mungkin

juga membanding dengan Peradilan Peradilan Islam dalam konsep fuqaha, atau

mungkin juga membanding dengan Peradilan di negara lain. Penemuan persamaan

4
dan perbedaan dari perbedaan seperti ini merupakkan hasil dari metode pengkajian

perbandingan tersebut.

6. Pengkajian Analisis Yurisprudensi

Metode ini dilakukan dalam rangka mengkaji dan menganalisis produk hukum

Peradilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap, baik itu berupa keputusan

maupun berupa ketetapan yang yang dipahami sebagai keputusan yang sangat

bermanfaat bagi hakim lainnya untuk dijadikan sebagai pedoman. Pengkajian

terhadap hal ini bisa saja mencari kasus apa yang diputuskan hakim tersebut, siapa

pihak-pihak yang berperkara dan dimana kasus itu terjadi, bagaimana keputusan

Pengadilan Agama terhadap hal itu, apa saja hal yang diajukan dalam memutuskan

perkaranya. Untuk menerapkan metode ini terlihat pihak redaktur Mimbar Hukum

Aktualisasi Hukum Islam oleh Departemen Agama di masa silam telah menyadari

sepenuhnya, karenanya dalam setiap edisinya sengaja disiapkan kolom untuk

mengisi Yurisprudensi Peradilan Agam tersebut. Demikian juga halnya dengan

Majalah Hukum dan Pembangunan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

juga membuat hal yang sama. Dengan cara seperti ini akan ditemukan

Yurisprudensi Peradilan Agama dengan berbagai aspeknya. Hal seperti inilah

sasaran yang hendak dicapai oleh metode analisis Yurisprudensi.

Anda mungkin juga menyukai