Anda di halaman 1dari 18

Pertemuan 14. 42.4A.

25

Achmad Humaidy : 42081554


Dwiky Ramadhan : 42081552
Eriz Kurniawan : 42081550
Reza Paihaqi : 42081560
Wahyu Nugraha : 42081

Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika


Broadcasting
JAKARTA
2010
1
1.1. Isi Informasi & Pesan Program

Apa film Indonesia terlaris sepanjang masa?

Tren menonton di bioskop semakin bergairah. Warga ramai-ramai menonton film


garapan anak negeri di bioskop. Ayat Ayat Cinta (AAC) pun sampai berhasil pecahkan rekor
sebagai film dengan penonton terbanyak. Kini, Laskar Pelangi siap menyalipnya.

Ini artinya, Laskar Pelangi mengalahkan rekor penonton terlaris yang dipegang Ayat-ayat
Cinta (AAC, 2008). Sampai filmnya turun dari layar bioskop, tak kurang 3,6 juta orang
menontonnya. Jumlah penonton AAC mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang Eiffel I’m in
Love (2003), ditonton 3 juta orang. Eifell… sendiri mengalahkan film Ada Apa dengan Cinta?
(AAdC, 2001) yang ditonton 2,7 juta orang. Di bawah AadC, ada Naga Bonar Jadi 2 (2007),
ditonton 2,4 juta orang.

Kesuksesan Film Laskar pelangi menjadi jagoan di dunia perfilman Indonesia membawa
sekuel berikutnya yaitu, Sang Pemimpi juga mampu berada pada top rating box office Indonesia.
Kedua film tersebut juga mengantarkan nama harum bangsa Indonesia dengan beberapa
penghargaan film Internasional. Kualitas film yang disajikan pantas berada pada 3 level teratas
film-film Indonesia. Lalu, bagaimana dengan kelayakan Film Ayat-Ayat Cinta yang juga disebut
sebagai ’box office’ ?... Mampukah kualitasnya disejajarkan dengan Film Laskar Pelangi dan
Sang Pemimpi?.......

Film Ayat-ayat Cinta (AAC) diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang
ditulis ke dalam bentuk skenario oleh Salman Aristo; yang juga penulis skenario Laskar Pelangi.
Film AAC ini mencatat sejarah baru di perfilman nasional. Film tersebut meraih penghargaan
dari Museum Rekor Indonesia (MURI) karena jumlah penontonnya terbanyak yakni 3,8 juta
orang lebih. Sebanyak 3,8 juta penonton film AAC dihitung MURI berdasarkan jumlah penonton
di bioskop, belum lagi ditambah DVD bajakan yang beredar di masyarakat. Selain diputar di
gedung bioskop di Indonesia, film AAC juga diputar di Singapura dan Malaysia. Bahkan diputar
di Hongkong, India, dan Brunei Darrussalam.

Sutradara film AAC Hanung Bramantyo menggarap film AAC untuk memenuhi keinginan
ibunya. "Ibu saya bilang, kalau kamu sudah bisa buat film, buatlah film tentang agamamu,"
katanya.

2
Film ini becerita tentang kisah cinta. Tapi bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini
tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup. Fahri bin Abdillah (Fedi Nuril)
adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berjibaku
dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup.
Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Semua target dijalani Fahri dengan
penuh antusiasme kecuali satu: menikah. Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu
'lurus'. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan
dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama
ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya.
Tersebutlah Maria Girgis (Carissa Putri). Tetangga satu flat yang beragama Kristen
Koptik tapi mengagumi Al Quran dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi
cinta. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Lalu ada Nurul (Melanie Putria).
Anak seorang kyai terkenal yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh
hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya
tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan
selalu menebak-nebak. Setelah itu ada Noura (Zaskia Adya Mecca). Juga tetangga yang selalu
disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Sayang
hanya empati saja. Tidak lebih. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi
masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.
Terakhir muncullah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di
metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan
Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Lalu bagaimana bocah desa nan lurus itu menghadapi ini semua? Siapa yang dipilihnya?
Bisakah dia menjalani semua dalam jalur Islam yang sangat dia yakini?

Film tersebut memberikan informasi menarik yang jelas mengenai ajaran tentang hukum
Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya kisah percintaan berbasis
Islam yang diceritakan dalam film tersebut. Pada dasarnya, AAC lebih tepat disebut film
romance karena pusaran kisahnya adalah Fahri dan perempuan- perempuan yang mencintainya.

Selain lantaran kesuksesan novelnya, film ini mendapat perhatian besar dari
penonton karena tema yang sangat membumi dan dekat dengan masyarakat,
diangkatnya ajaran Islam tentang poligami sebagai suatu cerita yang menarik yang mana
mengundang penonton untuk menafsirkan kembali pro dan kontra dalam esensi ajaran agama.

Walaupun Film AAC sedikit berbeda dengan yang di novel, tapi inti pesan yang akan
disampaikan hampir sama, antara lain:
1.Islam mengajarkan makna cinta yang begitu indah
2.Allah SWT menuliskan takdir (jalan hidup) umatnya dengan baik dan sangat indah
3.Sabar dan ikhlas kunci dalam menghadapi cobaan Allah SWT
4.Bagaimana seorang non-muslim (Maria) bisa terkagum pada Al-Qur’an. Inilah yang harus bisa
3
menjadikan dorongan kepada muslim lain untuk lebih mendalami makna yang terkandung dalam
Al-Qur’an

Terlepas dari hikmah yang disampaikan, Film Ayat-ayat cinta mampu mengisahkan
keterbatasan manusia. Fitrah manusia akan cinta yang terkadang sering salah tempat. Bercerita
usaha seorang insan yang ingin selalu menjaga cintanya pada Rabbnya semata walaupun terasa
sulit.

1. 2. Mutu Program

Film ini terasa sangat berbeda dengan film-film sebelumnya, seperti Ada Apa
Dengan Cinta yang cenderung cinta-cinta remaja. Lalu berganti booming film
horor. Kini film yang sarat dengan pesan moral. Bila Film Laskar Pelangi menjadi
tontonan menarik bagi semua kalangan mulai anak-anak, remaja, dewasa,
hingga orang tua. Film AAC justru hanya mampu memikat kalangan remaja dan dewasa hingga
orang tua. Namun, apapun kata kritikus, AAC telah memecahkan beberapa rekor dan film ini
jelas jauh lebih bermanfaat dan bertenaga ketimbang film- film yang melulu menjual horor dan
cinta. Juga sinetron-sinetron di TV yang tak jelas.
Kebanggaannya atas mutu film Indonesia yang tidak kalah bila disandingkan dengan film-film
luar negeri.

Menurut para kritikus film, kategori paling tepat untuk AAC adalah film romantis, sama
seperti Titanic dan Kuch-kuch Hota Hai. Alhasil, AAC juga dituding hanya "mengambil" Islam
sebagai pemikat bagi penonton dari kalangan Muslim dan ini berhasil.

Orang yang pernah baca novel karya Habiburrahman, lalu nonton filmnya, akan
berkomentar bahwa film ini tidak Islami. Dan yang bilang begitu bukan siapa-siapa, tapi
sutradaranya sendiri, Hanung Bramantyo. Jadi sejak awal si sutradara sudah mengaku bahwa
filmnya ini tidak Islami. Begitu banyak memang reduksi dari novel yang sarat istilah syariah,
ketika jadi film malah hilang begitu saja, dibuang oleh pembuat film. Sehingga begitu banyak
pesan agama malah raib, berganti dengan adegan konyol, aneh dan memang tidak Islami. Dan itu
sejak awal sudah diakui oleh si pembuat film.
Kritik-kritik yang muncul lebih kepada ketidaksesuaian film dengan novel. Kritik juga
tertuju pada kurang syar'i nya film ayat-ayat cinta. Film yang berasal dari novel ini dikritik
sebagai film yang lebih mirip sinetron-sinetron religi yang sering ditayangkan di televisi.

4
2.1 Terhadap Perubahan Budaya

Perkembangan film di Indonesia begitu cepat. Terlihat dari banyaknya film yang
diproduksi. Jumlah film yang diproduksi 2007 sebanyak 78 judul film, meningkat dibanding
tahun 2006 yang hanya berjumlah 34 judul film. Berarti, Indonesia telah membuktikan diri
mampu tampil sebagi produk budaya yang layak menjadi perhatian dunia. Adapun peranan
program terhadap perubahan budaya, yaitu :

1. Saat ini, nonton film di bioskop menjadi salah satu alternatif hiburan bagi keluarga.
Apapun rela dilakukan masyarakat untuk menonton sebuah film yang mampu menjadi
kebutuhan bagi pemuas dirinya. Tak heran, banyak warga metropolis pun rela antre di
bioskop. Antusiasme menonton film kian meningkat. Seiring dengan bermunculannya
film-film nasional yang apik, berbobot dan menghibur. Salah satunya film Ayat-Ayat
Cinta (AAC). Film fenomenal ini menjadi film pertama Indonesia yang menaklukkan
bioskop-bioskop di Asia Tenggara, khususnya di negara yang memiliki komunitas
Muslim atau Melayu. Banyak warga dari luar negeri yang menyukainya. Contohnya, di
bioskop Batam yang berbatasan dengan Singapura. Di sana, ratusan warga Singapura rela
antre buat nonton film AAC. Bahkan ada puluhan warga Singapura yang --karena
kehabisan tiket-- besoknya rela menginap di hotel-hotel di Batam, sekadar agar tak lagi
kehabisan tiket.

Namun, film AAC juga mendapat kritik dari para ulama karena menurut pemahamam
mereka, film tersebut ditayangkan di bioskop-bioskop yang di dalamnya banyak kemaksiatan.
Sebagai contoh, orang-orang yang mengantri di depan loket berdesak-desakkan antara laki-
laki dan perempuan, lalu masuk ke ruangan yang bercampur baur pula, lalu banyak melihat
aurat di sana, bahkan tidak jarang waktu penayangan melalaikan kita dari mengingat Allah,
lalu banyak hal buruk lainnya, adalah mereka orang-orang yang mencintai Allah dan
rosulNya atau yang mengamalkan AlQur’an?. Hal ini menjadi perdebatan no.1 di blog
wordpress.com sebelum premiere Film AAC.

2. Yang lebih ekstrem, AAC dianggap telah membuat pendangkalan arti Islam.
Kata kritikus, AAC mengidentikkan Islam dengan pakaian panjang menutup aurat (baju yang
dipakai Aisha), jenggot panjang, atau pemakaian frasa-frasa dan bahasa Arab seperti afwan
(maaf), antum (Anda), akhwat (wanita), akhi (mas atau saudara).
Islam juga diidentikkan dengan Arab/Timur Tengah sehingga terjadi kerancuan dalam

5
mengidentifikasi dan membedakan antara budaya Islam dan budaya Arab/Timur Tengah.
Akibatnya, cerita cinta bernuansa Arab/Timur Tengah dibilang cerita Islami walaupun ceritanya
tidak ada unsur Islamnya sama sekali. Lebih celaka lagi, ada yang mengindentikkan AAC sebagai
film Islam karena ber-setting Mesir.

3. Dari setiap masa, dunia perfilman Indonesia selalu melahirkan 'ikon'.

Sepasang 'ikon' dari setiap masa dipilih untuk menjadi landasan pemilihan film yang akan
diputar, yaitu:

Generasi 80-an: Yessy Gusman dan Rano Karno


Generasi 90-an: Paramitha Rusady dan Ongky Alexander
Generasi masa kini: Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra

Generasi AAC : Fedi Nuril dan Carissa Putri yang juga digosipkan berpacaran.
Sejumlah warga Malaysia ada yang sempat protes dan marah besar, karena Fedi Nuril dipilih
menjadi pemeran Fahri. Pasalnya Fedi dituding pernah berciuman dengan lawan mainnya, di film
terdahulunya, sebelum bermain di AAC.

4. Yang paling banyak menuai kontroversi. Film Ayat-Ayat Cinta membawa kontroversi tentang
hukum ber-poligami (beristri lebih dari satu) dalam Islam. Banyak yang berpendapat bahwa film
ini merupakan alat propaganda (kampanye) untuk mempromosikan poligami seperti yang ditulis
Abdul Khalik dalam artikelnya yang berjudul “Women reject polygamy, choosing divorce” (The
Jakarta Post, 02/02/2009). Banyak juga para penggemar novel Ayat-Ayat Cinta berpendapat
bahwa film ini gagal mewakili nilai-nilai yang diusung oleh versi novelnya. Jadi kalau diamati
lebih cermat, fenomena yang paling menarik dari kontroversi film ayat-ayat cinta ini bukanlah
apa yang dikritik, tetapi lebih kepada siapa para pengkritik.

Kisah itu mengesankan bahwa poligami bukanlah kehendak laki-laki, tapi justru
keinginan para perempuan. Wacana poligami di AAC dikritik terlalu menyederhanakan masalah.
Karena pada realitasnya, mayoritas perempuan tidak ada yang mau dipoligami. "Kesannya jadi
melegalkan poligami sebagai salah satu jalan keluar untuk mengangkat penderitaan perempuan.
Saya pikir itu terlalu sederhana sekali," kritik Jaleswari Pramodhawardani, peneliti LIPI.

Bila membandingkan dengan novelnya, cerita poligami di film AAC justru lebih berani.
Meski tidak setajam film Berbagi Suami garapan Nia Dinata. AAC selain menawarkan solusi
masalah dengan poligami, juga memberikan kritik atas poligami itu sendiri. Aisha misalnya
meski dialah yang meminta Fahri menikahi Maria, ia digambarkan tidak bisa ikhlas dengan
poligami itu. Ia memilih pergi ke rumah pamannya untuk menentramkan diri setelah tidak tahan
mengalami dilema batin saat hidup serumah dengan madunya.

6
Tapi sebenarnya Film AAC tidak bicara soal tradisi poligami dalam konteks adat istiadat,
melainkan soal kasus-kasus yang dialami karakternya sehingga mereka terlibat dalam hubungan
poligami. Poligaminya tidak begitu dibahaskan. Padahal kalau dicontohkan dalam film AAC,
poligami bukan poin pentingnya tapi hanya sekedar bumbu cerita yang ternyata klop banget sama
jalan hidup kebanyakan perempuan indonesia dan akhirnya menuai kontroversi dan
perbincangan. Nah, karena kita menganut sistem patriarki, makanya pihak-pihak yang merasa
berkepentingan memunculkan masalah poligami itu untuk menutupi bahwa film itu sebenarnya
bermuatan feminisme.

2.2 Terhadap Kontrol Sosial

Film fenomenal Ayat-Ayat Cinta merupakan salah satu contoh film yang sukses meraih
perhatian masyarakat Indonesia. Bahkan, film Ayat-Ayat Cinta juga ditonton oleh Presiden SBY
dan beberapa pejabat tinggi negeri ini.

Pergolakan politik dalam negeri mempengaruhi perkembangan film tanah air.


Keberpihakan media pada situasi politik juga turut serta menyeret film dalam arus propaganda
massa. Pada masa ini film-film garapan anak negeri sarat ditunggangi oleh kepentingan politik.
Persaingan antar organisasi kebudayaan pun turut serta memecah belah pelaku industri film.
Perseteruan yang hebat terjadi antara Organisasi kebudayaan PKI, Lembaga Kebudayaan Rakyat
(Lekra), dengan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang pro terhadap pemerintah. Organisasi
pekerja film dan persatuan artis pun ikut dipecah belah oleh dua kekuatan besar ini. Alhasil,
produksi film pada masa itu banyak mengalami kendala dan hambatan.

Namun, Genre film juga kian variatif, meski tema-tema yang diusung terkadang latah,
jika sedang ramai horor, banyak yang mengambil tema horor, begitu juga dengan tema-tema
remaja/anak sekolah. AAC hadir dengan tema yang berbeda dan mengandung kontroversial.

Pendapat yang baik mengenai potret masyarakat lewat filmnya. Tapi mungkin memang
banyak yang harus dibenahi dalam badan rentan perfilman kita. Kalau tidak dimulai mungkin kita
akan terus berada dalam kerangka kebijakan dan sistem yang memperlakukan film bukan sebagai
produk budaya tapi sebagai alat propaganda semata seperti yang selalu menjadi momok bagi
lembaga sensor film maupun pemerintah. Rasa takut mereka mengalahkan rasionalitas dan tujuan
film yang justru hendak memotret wajah masyarakanya dengan apa adanya?. Lalu wajah macam
apa yang hendak kita tampilkan? Wajah pura-pura kah? Atau memang kita senang berpura-pura?.

Film AAC sempat terlambat tayang karena dianggap mempengaruhi keimanan agama
lain. Yang menarik dari berita tentang kenapa film ini terlambat ditayangkan, konon ada ganjalan
di LSF. Lembaga ini mengatakan bahwa film ini dikhawatirkan akan mempengaruhi keyakinan
agama lain, karena ada tokohnya yang beragama kristen tapi suka dengan Al-Quran. Malahan
masuk Islam karena terpesona dengan sosok seorang laki-laki muslim.

7
Dan rasanya titik ini menarik untuk dikaji, penulis novel memang ingin menggambarkan
hubungan yang harmonis antara muslim dan kristen, di mana pada hakikatnya keduanya memang
sangat dekat. Bahkan wanita kristen memang halal dinikahi oleh laki-laki muslim.
Dan memang berbeda antara kristen di negeri kita dengan kristen di Mesir. Aneh juga memang,
biasanya LSF meloloskan semua materi film yang melecehkan agama, seperti pornografi,
pelecehan seksual, kekerasan sampai lesbianisme dan homoseksual. Tapi giliran ada film yang
mengangkat masalah agama Islam, tiba-tiba bisa gagah untuk menghalangi.
Kisah masuk Islam ini kemudian menerbitkan kontroversi yang mengiringi sukses film
AAC. Beberapa kalangan berpendapat, AAC merupakan hegemoni kelompok Islam tentang
agama yang benar. Mereka memprotes tentang diskriminasi dan toleransi beragama. Di milis-
milis, misalnya di milis mediacare, ada yang menuliskan pengandaian bila film berkisah
sebaliknya, orang Islam masuk agama lain, pasti kelompok garis keras Islam akan menyerang
pembuatan film tersebut.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tudingan itu berlebihan. Baginya,
merupakan hal yang sah, bila Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, ada film yang
mengisahkan orang masuk Islam. Melihat kondisi Maria, yang tengah sakit dan sudah lama
mengagumi Alquran, sangat wajar jika perempuan Kristen koptik itu lantas pindah agama dan
mengikuti agama pria yang dicintainya.
"Biasalah orang yang sedang sakit lalu ingat Tuhan, disitu kan tidak ada pemaksaannya
ia pindah agama. Jadi tidak perlulah didistorsi dan dilebih-lebihkan.

Ayu Utami, sastrawan yang beragama Katolik juga menganggap polemik soal pindah
agamanya Maria dalam AAC tidak perlu. Dalam kehidupan sehari-hari, soal pindah agama sudah
merupakan hal biasa dan motifnya bisa macam-macam, bisa hanya karena kawin atau terancam
maut. "Kita harus pandai memisahkan antara persoalan agama dengan sosial. Kalau soal
kelompok keras Islam menyerang bila ada film orang Islam masuk agama lain itu masalah sosial
budaya, bukan soal agama. Di mana-mana kelompok mayoritas, baik Islam atau Kristen, akan
cenderung melakukan tindakan yang tidak benar dengan dalil membela agamanya.

Tak ayal, baik versi novel maupun film telah menyahuti doktrin klasik sastra/film bahwa
yang terpenting bukanlah jalan cerita, tetapi gagasan apa yang hendak disampaikan. Namun,
selain beberapa point di atas, yang juga membedakan versi film dengan novel adalah pada
tema/gagasan utamanya. Meski sama-sama sastra gagasan, dalam versi novel, Ayat-Ayat Cinta
adalah novel dakwah yang tema/gagasan utamanya adalah superioritas Islam, di samping tema
kesesuaian Islam dengan tuntutan kekinian dan penekanan bahwa Islam bukan agama kekerasan.
Agaknya, dalam hal ini, Habiburrahman, sang penulis novel, dipengaruhi Najib al-Kailani yang
banyak menjadikan novel sebagai media dakwah Islam. Tema superioritas Islam atas agama lain
itu bisa dilihat dari plot mimpi Maria yang Kristen Koptik yang tidak bisa masuk Surga karena
bukan sebagai Muslim, meski hafal Surat Maryam, sebuah pandangan mainstream umat Islam
yang berbeda dengan kaum pluralis Muslim seperti Ibn Arabi dan Cak Nur. Maria pun kemudian

8
masuk Islam. Dalam versi film, plot ini diubah. Logika masuk Islamnya Maria lebih sebagai
logika pernikahan dengan Fakhri yang Muslim, sesuatu yang lumrah dalam realitas di Indonesia.

Tema/gagasan superioritas Islam atas agama lain itu dalam versi film hilang (berubah),
karena menurut berita situs www.pandangarea.wordpress.com, Lembaga Sensor Film melarang
adegan tidak bisa masuk surganya Maria. Lembaga ini beralasan bahwa plot ini akan
berpengaruh pada keimanan pemeluk agama tertentu, sebuah sikap yang di Barat sendiri, kritik
terhadap ajaran Kristiani lewat film adalah hal biasa. Beredarnya film The Davinci Code yang
mengungkapkan Yesus menikah dan mempunyai anak secara bebas menunjukkan hal itu, meski
dilarang beredar di Italia.

Dalam versi film, meskipun sisi ajaran Islam mengenai keharusan berbuat baik terhadap
non Muslim, Islam sebagai agama damai dan agama yang menghormati perempuan tetap
dimunculkan, tetapi tema/gagasan utamanya, berbeda dengan versi novel, tampaknya adalah
poligami. Ini berbeda sekali dengan versi novel, dimana plot poligami dengan Maria dihadirkan
lebih untuk membebaskan Fakhri dari penjara saja. Tampaknya, tema kontroversial ini sengaja
dimunculkan Hanung Bramantyo untuk menarik emosi penonton dan sebagai jawaban atas
tembok sensor film yang membuat film ini lambat tayang dari rencana.

Jadi, (1) film ini memandang poligami sebagaimana pendapat Nashiruddin at-Thusi yang
memandang poligami akan menyulitkan seorang suami menciptakan kesejahteraan di keluarga,
baik fisik, sosial, dan mental; sebagaimana pendapat HAMKA yang menganggap beristri satu
adalah jalan sedekat-dekatnya untuk hidup tidak menganiaya, dan sejalan dengan penelitian yang
dilakukan CSRC UIN Jakarta bahwa menurut mayoritas respondennya (66%), poligami
mengakibatkan keluarga tidak harmonis dan menurut 40 respondennya poligami juga
mengakibatkan anak ditelantarkan. (2) Sebagai persoalan kontroversi, jalan keluar dari kemelut
poligami, menurut versi film ini, hanyalah keikhlasan menjalaninya saja, karena cinta dan rasa
ingin memiliki, seperti diungkap Maria, adalah dua hal yang berbeda. Namun, itu saja tidak
cukup, karena akhirnya tokoh Maria pun “dipaksa” oleh sutradara meninggal, demi kebahagiaan
Fakhri dan Aisya (perkawinan monogami), meski sesuai dengan tuntutan plot. Film ini pun
diakhiri dengan happy ending, sebagaimana kebanyakan film.

9
3.1 Dampak Positif

1. Dalam perkembangan lain, banyak kalangan perfilman luar negeri seperti dari Singapura,
Malaysia, Inggris, Belanda, Kanada, Jerman, India, Thailand, Brunei, Taiwan, Hongkong,
Jepang, dan Korea yang datang ke Indonesia. Mereka ingin membeli hak siar AAC di negara
mereka. Ini yang membuat pihak MD Entertainment, produser AAC sampai kewalahan. Untuk di
Indonesia saja, MD Entertainment sudah nekad habis-habisan membikin pita film sebanyak 100
kopi. Padahal untuk film lain, MD rata-rata hanya membuat 24 kopi.
Bahkan untuk film terlaris sebelum munculnya AAC, Ada Apa dengan Cinta (2001) hanya
dibuatkan 28 kopi. Maka, ini menjadi sejarah baru buat perfilman Indonesia melampaui jumlah
pita film terbaik HollyWood yang di Indonesia dicetak hanya 65-70 copy.

2. Selain membeli hak siar film, para utusan dari Asia, Inggris, Belanda, Kanada, dan Jerman,
juga membeli hak versi terjemahan atas novel AAC, untuk dialihbahasakan ke dalam bahasa
mereka. Sang pengarang novel dikabarkan pula mendapatkan royalti sebanyak Rp 1,9 miliar,
angka royalti untuk karya apapun sepanjang sejarah di Indonesia.
Tapi dia tetap hidup sederhana dan tidak membeli mobil baru. Malah uangnya dipakai buat
membangun pesantren.

3. Dikabarkan pula, pihak MD Entertainment meraup untung sebesar Rp 24 miliar hingga


minggu keempat pemutaran film AAC yang menelan dana proses produksi sekitar Rp 8 miliar.

4. Karena animo penonton yang begitu tinggi, Bos MD Entertainment Manooj Punjabi
dikabarkan akan membikin AAC versi extended (yang diperpanjang).
Dikabarkan, versi panjangnya ini akan disamakan dengan isi novel dan lebih mendalam.

5. Semakin bermunculannya eksplorasi genre film melalui percintaan hingga tema keluarga yang
dilakukan sineas-sineas perfilman Indonesia. Namun, belum ada yang memecahkan AAC.

6. Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada teknologi yang digunakan. Juga
dengan segala macam efek-efek yang membuat film lebih dramatis dan terlihat lebih nyata.
Film kita tidak hanya dapat dinikmati di televisi, bioskop, namun juga dengan kehadiran VCD

10
dan DVD, film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang
ditata rapi, yang diistilahkan dengan home theater.

7. Di film ini agama secara spiritual dilihat dari sisi Rahamatan Lil Alamin (Menjadikan
Kesejahteraan Kepada Seluruh Alam) dan mungkin kita semua masih ingat bahwa semua agama
asalnya dari 1 sumber. Banyak orang yang berpandangan sempit, & menjadikan agama hanya
sebagai alat untuk kepentingan dirinya atau golongannya saja. Padahal agama salah satunya
berfungsi memberikan kebutuhan akan ketenangan hati dan fikiran kita, bukan hanya simbol
untuk dipertentangkan.

8. Jika versi novel beraliran romantis Islam murni yang menampilkan sosok Fakhri yang tanpa
cacat, secara agama sekalipun, versi film lebih cenderung realis. Kendati secara umum masih
tetap beraliran romantis yang menguras air mata penonton dan mensakralkan cinta, sosok Fakhri
dalam versi film tidak lagi tanpa cacat. Meski mengharamkan pacaran, dalam versi film, Fakhri
menjadi sosok laki-laki yang cenderung gaul yang banyak melakukan tindakan khalwat, berdua-
duaan dengan Maria, di mana Fakhri memandang penuh kagum dan cinta pada Maria di tepi
sungai Nil, meski diakhiri dengan membaca istigfar. Walaupun ini problem secara Islam (fikih)
dan bisa jadi lebih untuk memenuhi tuntutan pasar, tetapi versi film lebih didekatkan lagi dengan
realitas, tidak terlalu agamis, yang menjadikan film ini diminati oleh kalangan muda.

9. Adegan Fakhri di dalam penjara sebagai klimaks film yang mengharubiru karena melepaskan
kebahagiaan yang belum lama diraihnya bersama Aisyah, sang istri, yang juga membuat dirinya
dipecat sebagai mahasiswa al-Azhar, dalam versi film ditampakkan dengan jelas sebagai plot
dimana tokohnya sama dengan yang dialami Nabi Yusuf, karena dendam seorang perempuan
yang cintanya tidak terbalas. Dalam versi novel, hanya dijelaskan bahwa Fakhri saat berada di
penjara membaca Surat Yusuf. Secara sastra banding, plot dalam film ini bukan saja dengan jujur
mengakui keterpengaruhan cerita film, juga novel, oleh surat Yusuf, tetapi mengungkapkan
gagasan filosofis tertentu. Diantaranya adalah menjelaskan bahwa merasa sebagai seorang yang
suci dari dosa dan merasa pintar harus dijauhi dan juga menerangkan pelajaran betapa
penderitaan bisa menjadi sebuah media untuk mengasah ketajaman rasa kemanusiaan dan
spiritualitas. Plot ini pun adalah salah satu yang membuat film ini berbobot.

3.2 Dampak Negatif

Kelemahan AAC ...


Sukses dari sisi komersial, AAC sebenarnya bukan film sempurna dan memiliki banyak
kelemahan, sebagai contoh :
1. Protes misalnya datang dari sejumlah tokoh Islam yang menganggap penggambaran Hanung
Brahmantyo tidak akurat karena mengedepankan sisi komersial --keterikatan pada tema cinta
meski dibungkus "ala" Islam--, film tidak bisa dianggap film dakwah. Padahal, ke mana-mana

11
Hanung memproklamirkan filmnya adalah film dakwah. Juga penontonnya kebanyakan dari
kalangan majelis taklim.

Coba diperhatikan kembali, jika yang dimaksud film tersebut adalah bagus dari segi efeknya.
Artinya, mungkin yang kafir jadi Islam. Yang bejat jadi baik. Dan yang pacaran langsung
menikah. Hal-hal seperti itukan yang dimaksud efek positif darinya?. Sehingga, kita
mendukungnya sambil mengetik kata Takbir dan do’a-do’a yang mengharapkan agar film
tersebut dapat tampil tanpa halangan. Karena, kita menganggapnya sebagai film dakwah.

2. Anggapan unsur bisnis yang masuk ke dalam film AYAT-AYAT CINTA karena launching
pada saat Hari Valentine.

3. Pemeran Aisyah tidak pantas. Awalnya, Nadine Chandrawinata lalu menjadi Rianti
Cartwright, seorang blasteran yang selalu tampil sexy. Hal ini mempengaruhi sex of peel seorang
aisyah yg kaffah islam.

4. Ada anggapan bahwa Hanung ingin menghancurkan Islam karena ada adegan seorang muslim
yang menjawab salam dari orang kafir dan fahri melakukan zina karena nikah sama orang kafir

5. Dialog-dialog Arab yang terucap tidak fasih, bahkan termasuk saat talaqqi; lantunan salawat
atau lagu Arab yang terasa Arab Jawa, adegan sungai Nil dan view-nya yang bukan sungai Nil
karena shooting film ini di India dan Semarang; flat Fakhri dan kawan-kawan saat kuliah yang
terlalu mewah, agak jauh dari yang sesungguhnya terjadi di Kairo; beberapa adegan yang terlihat
terlalu buram seperti saat talaqqi, dan tokoh Fakhri yang tampil ambigu, sebagai seorang yang
cerdas tetapi terlalu lugu.

6. Hanung Bramantyo menafsirkan karakter Fahri menjadi berbeda. Fahri tak muncul sebagai
seorang muslim, seorang lelaki, yang kuat. Padahal, di novel yang alur ceritanya sangat tidak
tergarap dengan baik itu, Fahri adalah seorang muslim sejati yang perilakunya sudah lama
menjadi trend di sebagian kalangan muslim. Jadi, film tersebut kehilangan roh, dengan
perubahan yang tidak tepat.

7. Cerita yg ada di film banyak yg berbeda dengan novel aslinya, banyak scene-scene yg gak
penting malah ditampilkan, tapi point dari scene yang penting dan justru inti dari cerita
banyak yg tidak tampil di film nya, sangat disayangkan…..
contoh yang jelek seperti waktu maria ditabrak mobil, padahal di novel itu tidak ada, yg ada
di novel maria masuk rumah sakit karena stress berat mendengar fahri sudah menikah.
Input buat para sutradara untuk lebih memperhatikan detail-detail suasana dan point-point
penting alur ceritanya, gak perlu ditambah-tambah kalau membuat cerita jadi norak (pake
tabrakan segala, kaya film india.

12
8. Kalau mau membandingkan AAC sebagai produk novel dengan AAC produk film ada
beberapa scene di AAC versi novel tidak tertuang di film atau rada meleset misalkan :

-paman nurul mengungkapkan keinginan nurul. di novel itu terjadi sebelum Fahri menikah, di
film terjadi saat Fahri sudah menikah.

-Maria memberi Fahri kado pernikahan, di novel bersama Yousep, di film bersama ibunya
-Fahri dan Maria ngobrol, di novel tidak pernah ada, karena 2 orang berlainan jenis tidak boleh
berkhalwat, di film terjadi beberapa kali diantaranya di jalan, di tepi sungai
-Fahri curhat dengan temannya, di novel biasanya dilakukan di flat atau masjid, di film curhat di
tepi sungai. teman fahri minum sambil berdiri (hukumnya makruh lagi….)

-Trus satu lagi yang terasa janggal adalah dialog maria ketika mau mati…dia bilang gini “fahri,
AJARI AKU SHOLAT. aku ingin sholat bersama kalian”. ANEH!!! ga logis… padahal kalo kita
jeli di film kan ceritanya si maria udah masuk islam pas nikah ma fahri di RS dan dia hidup
berpoligami sampai berbulan-bulan kemudian sampai aisha hamil tua…msk islam udah bbrp
bulan yg lalu tapi kok baru minta diajari sholat sekarang pas mau mati????
padahal imej fahri kan sbg seorang yg lurus, org lain walaupun ga soleh-soleh amat juga pasti
akan berusaha dari awal membimbing sholat istrinya yang muallaf.

9. Ada hal2 penting yang disampaikan kang abik dalam novel tidak ada dalam filmnya, contoh
bagaimana kang abik menggambarkan perjalanan fahri hingga dia mengambil keputusan
menikahi aisha seperti shalat tahajud, juga bagaimana fahri menjelaskan tentang ayat2 cinta
kepada aisha ketika aisha bersedia membayar hakim asal fahri bisa bebas dari penjara, lalu
bagaiman syekh usman menjelaskan kepada fahri bahwa seorang suami tidak harus kerdil di
hadapan seorang istri yang lebih kaya, terus bagamana fahri mejalani MP seperti fahri membaca
salah satu doa di ubun2 kepala aisha lalu ketika itu azan berkumandang lalu kata fahri aisha cinta
Allah sedang memanggil kita. ada lagi dialog di film ketika aisha mengijinkan fahri menikahi
maria tidak terlalu berbobot seperti di novel contohnya begini dialog antara fahri dengan Aisha
kalau tidak salah :

Aisha: fahri nikahi Maria demi bayi dalam kandunganku, Fahri: tapi poligami tidak semudah itu
dan banyak hal yang harus di pertimbangkan kamulah satu2nya kupilih dengan nama Allah,
Aisha: kamu akan menyelamatkan banyak orang fahri, menyelamatkan aku dari status janda,
menyelamtkan nyawa maria dan menyelamatkan anaku, seorang ibu akan berbuat apapun pada
anaknya.

fahri; Aisha aku mencintai kalian semua tapi aku lebih mencintai Allah dan Rasulnya, budak
hitam jauh lebih mulia daripada seorang wanita cantik yang bukan muslim,

Aisha: ada diri muslimah dalam diri Maria

13
Fahri: Bagaimana kamu bisa seyakin itu Aisha

Aisha: bagaimana mungkin dia bisa mecintaimu dengan begitu yakinnya dan dia bisa
menerjemahkan kitab tentang islam untuk Alice

Fahri:Tapi Aisha,

Aisha: anggaplah kita sedang berijtihad, nanti kita akan mengayominya bersama2 dan serahkan
semua pada Allah.

tapi sayang hal2 sepenting ini tdak ada dalam film.

Di awal tahun 2000, pencerahan mulai terjadi pada dunia perfilman di Indonesia, dengan
jumlah penonton yang merangkak naik tajam untuk film-film, seperti: Petualangan Sherina,
Jelangkung, dan Ada Apa Dengan Cinta. Lalu, mulailah produksi film-film Indonesia, bergulir
dari karya insan-insan sineas muda Indonesia.

Setelah dibubarkannya Departemen Penerangan (Deppen) pada era pemerintahan


Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), masalah perfilman yang penataannya berada di bawah
kendali Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar). Namun, Undang-Undang (UU)
Film yang dibuat pada masa Orde Baru, yaitu UU No.8 Tahun 1992, masih menjadi dasar acuan
regulasi perfilman di Indonesia.

UU ini dibuat untuk menggantikan regulasi tentang film yang dipakai Indonesia, sejak
masa kolonial Belanda, yaitu Filmordonnantie 1940 (Staatsblad 1940 No. 507) dan UU No.1
Pnps, Tahun 1964 tentang Pembinaan Perfilman (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2622).

Mulai dari ketentuan umumnya saja, UU No.8 Tahun 1992 ini, telah membatasi ruang
gerak perfilman Indonesia. Apalagi, melihat perkembangan estetika, teknologi dan kehidupan
berdemokrasi sekarang. Dasar, arah, tujuan, serta isinya tidak menjamin kebebasan berekspresi,
seperti yang tertera dalam konstitusi Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dan
amandemennya.

Hingga saat ini, pemerintah belum menjalankan fungsinya, dengan memberikan kebijakan
yang mendukung perkembangan film Indonesia, baik dari segi pendidikan film, ekonomi dan
industri, maupun pencanangan strategi kebudayaan dalam melindungi film nasional.

14
Hal ini disebabkan karena terlalu banyak peraturan dan kebijakan pemerintah terhadap
kontrol sosial dan budaya khususnya, industri perfilman yang diterapkan. Hingga akhirnya,
membelenggu perkembangan industri perfilman tanah air di masa itu, dan ketidakjelasan skema
investasi film di Indonesia, tidak hanya membuat produksi film Indonesia mandek.

Salah satunya Pemerintah mewajibkan produser film untuk mendaftarkan filmnya


sebelum diproduksi dengan tujuan untuk mendata mengenai perkembangan perfilman Indonesia
yang saat ini berkembang pesat. Walaupun opini yang beredar menyebutkan bahwa guna
pendaftaran film tersebut mengandung unsur bahwa Direktur Perfilman yang berhak menentukan
film boleh dibuat atau tidak. Keterangan tertulis itu menyebutkan, makin baiknya sambutan
masyarakat terhadap perfilman Indonesia diharapkan menarik minat para investor untuk
berinvestasi di industri tersebut.

Dunia film yang gemerlap selalu mengundang keingin-tahuan masyarakat. Di tengah pro-
kontra regulasi perfilman Indonesia terlihat tekad kuat pemerintah untuk terus mendukung semua
upaya perbaikan di dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas film Indonesia. Jika ada anggapan
bahwa pemerintah menghambat maka Direktorat Perfilman akan dengan senang hati membantu
setiap pembuat film yang memerlukan kejelasan tentang aturan main di bidang film.

Jadi, bukan hanya Pemerintah yang harus bijak terhadap regulasi perfilman di Indonesia.
Para movie maker juga harus mampu menciptakan karyanya dengan penuh tanggung jawab
orisinalitas karya anak negeri. Namun, sangat disayangkan karena regulasi yang menyangkut hak
cipta perfilman dari segala teknik dan teknis juga menular pada film fenomenal Ayat-Ayat Cinta.

Kalau kita perhatikan dengan seksama ada musik yahudi di film itu. Coba cek di youtube.
dan nonton film schindler list dengan lengkap. film itu sangat menjelaskan sekali bahwa ada
kesamaan dalam ilustrasi musiknya. Kalau film AAC sampai diketahui orang-orang jewish
( yang notabene sudah membunuh ratusan ribu muslim palestina), mereka pasti sangat bangga,
betapa film islam yang ditonton oleh 3 juta orang menggunakan musik spiritual mereka. Betapa
mudahnya umat islam dikecoh dan dipecundangi oleh jewish.

Kalo memang harus ada plagiat musik dalam film itu, kenapa yang dipilih lagu yahudi?
kalo memang harus ada lagu yahudi di film itu kenapa harus dipilih lagu SPIRITUAL yahudi?
masih banyak musik-musik lain yang nggak provokatif (bisa dibajak dan diplagiat). Mungkin
insert ilustrasi musik yahudi dalam AAC bukan unsur ketidaksengajaan, ada hidden massage
(pesan tersembunyi) yang mengandung komunikasi konspiratif. Film schindler list memang
awam dikalangan masyarakat indonesia, karena film itu memang dilarang oleh MUI dan
pemerintah indonesia. Tapi dikalangan sineas? film itu bukan sesuatu yang asing.

15
a. Kami yakin novelnya jauh lebih bagus. Menurut Kami, film ini ramai
diperbincangkan dan banyak ditonton lebih karena kepopuleran novelnya dan
mengungkap kontroversi.

Banyak film yang mengadaptasi sebuah novel, yang bahasa penyampaiannya berbeda pula, ini
yang seharusnya dipahami dulu. Mungkin itulah anggapan manusia, kalo filmnya sama kayak
novelnya di bilang nggak ada nilai lebih, kalo lebih indah filmnya dibilang terlalu dibuat buat/
nggak realistis, dll. Pada dasarnya, film ya film …novel ya novel …So, It’s different..

b. Film itu merupakan salah satu FASILITAS yang juga bisa digunakan untuk berdakwah. Ayat-
Ayat Cinta membuktikannya. Yang paling penting adalah sampai atau tidaknya apa yang ingin
disampaikan ke penonton lalu ada reaksi (feedback) dari pecinta film tersebut.

c. Kalau anda khawatir film AAC akan mengakibatkan kemaksiatan karena pemutarannya di
bioskop, maka saya sangat tidak setuju sekali karena di dalam islam, ketika seseorang berada
dalam suatu majlis dakwah (terlepas si audiens perempuan atau laki2 dan dakwahnya dari
podium atau film), malaikat mendoakan segala dosanya agar di ampuni dan mereka di kelilingi
oleh seribu orang malaikat. Kalau anda berasumsi seperti itu, maka sama halnya kekhawatiran
anda ketika orang berdesak-desakan keluar dan masuk masjid.

Di dalam islam juga di kenal dengan metode Qiyas dalam berijtihad (menetap hukum). Maka kita
qiyaskan ke sana karena metode dakwah yang paling mutakhir ya... seperti itu.

d. Sebuah hasil pemikiran akan selalu memiliki pihak-pihak yang pro dan kontra (netral juga).
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola pikir, sudut pandang, alat analisa,
wawasan, ilmu, dan perbedaan pada beragam hal lainnya. Tidak terkecuali hasil pemikiran yang
berbentuk karya seni. Lihat saja kasus ayat-ayat cinta.

Pada kawasan Indonesia, buku novel ayat-ayat cinta sebagai hasil pemikiran penulisnya
telah menuai kritik dari para pihak yang kontra sekaligus mendapatkan beragam pujian dari pihak
yang pro. Kritik utama dan paling sering diungkap ke hadapan umum adalah keluarbiasaan Fahri
sebagai tokoh utamanya. Menurut para pengritik, sosok fahri terlalu sempurna untuk ukuran
seorang manusia. Oleh penulisnya, fahri digambarkan sebagai manusia yang taat beragama,
cerdas, ulet, sensitif terhadap masalah sosial, pemberani, tegas, baik hati, setia, dan paham ilmu
agama. Fahri menjadi seorang mahasiswa yang selalu mendapatkan gelar “luar biasa” selama dia
kuliah. Penggambaran tersebut, dianggap oleh para pengritik sebagai sebuah ketidakmungkinan,
atau bisa disebut sebagai khayalan tingkat tinggi”.

16
Bagi masyarakat Indonesia, terutama para pengritik, mungkin sosok seperti fahri masih
berupa angan-angan saja, karena mereka belum pernah melihat manusia yang memiliki gambaran
seperti Fahri. Bagaimana dengan pendapat penulisnya?

“…bagiku, tokoh Fahri itu justru masih kurang sempurna. Harus aku sempurnakan lagi. Dia
harus lebih berjiwa malaikat ketimbang yang sudah ada. Kupikir, orang-orang kita bangsa
Indonesia ini menilai fahri terlalu sempurna, karena selama ini mereka tidak pernah disuguhi
bacaan dan tontonan dengan kualitas perilaku seperti fahri …”)

e. Niat awal Hanung amat baik. Tapi dia tidak sadar sudah dijebak pada wilayah yang
membuatnya harus menuruti keinginan pemilik modal yang notabene tak pernah memikirkan
masalah akidah. Bagi mereka bisnis adalah nomor satu. Apakah hasilnya membuat kehancuran
umat atau bahkan menimbulkan perang, hal itu nggak penting bagi mereka. Yang dihitung adalah
laba-rugi.

Terlepas dari pertimbangan untung-rugi dalam buat film, bisa dibilang kita masih beruntung
bahwa masih ada film yang mengekspose nilai-nilai agama dan sisi sosial lain-nya. Kemajuan
dan kemunduran film nasional - terkait juga dari dukungan kita dan usaha grassroot dari masing2
individu untuk senantiasa mendukungnya - dengan terus menonton dan berhenti membeli bajakan

Semoga semakin hari film-film yang diproduksi sineas-sineas Indonesia semakin matang, maju
dan semakin berkualitas serta tidak hanya menang secara kuantitas saja.
Mari kita gugah rasa kecintaan pemirsa terhadap produk garapan lokal Indonesia, yang secara
kualitas mampu bersaing dengan produk luar negeri. Sudah saatnya kita mengapresiasi dan
mencintai film-film produksi tanah air agar dunia perfilman Indonesia semakin maju dan
berkembang.

f. Melalui Lembaga Sensor Film, pemerintah diharapkan dapat dengan mudah mengawasi
perkembangan film Indonesia.

Sebagai penutup, Ada baiknya sebelum kita mengomentari sesuatu, komentarilah terlebih dahulu
diri sendiri, sudahkah kita melihat beragam sisi yang sebelumnya belum pernah dilihat?
Sudahkah kita melihat apa yang dilihat oleh yang akan kita komentari? Sudahkah kita melihat
apa yang subjek komentar kita ingin perlihatkan kepada orang lain? Jika anda menanyakan
kembali pertanyaan itu kepada Kami, maka jawaban Kami adalah “sudah, meskipun tak
sempurna”

17
www.eramuslim.com

WWW.WORDPRESS.COM

www.tempo-interaktif.com

www.ruanghakim.co.cc

www.kabarindonesia.com

www.masyarakatfilmindonesia.org/

http://www.juventini-indonesia.com

www.kompas.com

http://hiburan.kompasiana.com/group/gosip/2010/03/11/sejarah-film-dan-perkembangan-film-
indonesia/

http://www.koraninternet.com/web/?pilih=lihat&id=19125

www.boxoffice.com

www.blitzmegaplex.com

www.pandangarea.wordpress.com

(http://guahira.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=47

18

Anda mungkin juga menyukai