Anda di halaman 1dari 26

Makalah RJP

Disusun Oleh :

Delfita 2112001303080

Jessia voni 21120013030169

Andin

Doni

Angga erik 2112001303067

Syamsul 2112001303080

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA

IKIP PGRI KALIMATAN TIMUR

SAMARIDA 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul
RJP.Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas semester 4
dari Bapak pada mata kuliah Profesi Pendidikan. Kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak, selaku dosen
mata kuliah Profesi Pendidikan. Berkat tugas yang diberikan ini,
dapat menambah wawasan kami berkaitan dengan topik yang
diberikan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan
masih melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu kami memohon
maaf atas kesalahan dan ketidak sempurnaan yang pembaca
temukan dalam makalah ini.

Samarinda,
14 juni 2023

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Resusitasi ialah mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi dan
penanganan akibat berhentinya pernapasan (respiratory arrest) dan atau berhentinya
jantung (cardiac arrest) pada orang, dikarenakan fungsi-fungsi tersebut mengalami
kegagalan total oleh sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba, dan pada orang dengan
kondisi tubuh yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bilamana kedua
fungsi tersebut bekerja kembali (Muhiman, M., 1981:1).
Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap
korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah terjadinya
kematian. Menurut National Conference of Standards for C.P.R. and Emergency
Cardiac Care (1973) dikembangkan Standar-standar yang diumumkan sebagai lampiran
pada J.A.M.A., Vol.27, No.7 (1974: t.h.) dikutip The Committe on Trauma: American
College of Surgeon dialihbahasakan Yayasan Essentia Medica (1983:17) menyebut-kan
bahwa RKP merupakan tindakan yang dilakukan untuk memulihkan sirkulasi dan
ventilasi yang efektif pada orang-orang yang mengalami penghentian fungsi-fungsi ini
secara mendadak dan tidak terduga-duga. Penyebab umum pada semua kasus kematian
mendadak adalah anoksia. Kasus-kasus tersebut meliputi kematian karena tenggelam,
kesetrum (terkena aliran listrik), stroke, inhalasi gas dan asap, intoksikasi bahan kimia
atau obat, cedera yang mengenai kepala dan leher atau dada, infark miokard, konvulsi
atau pingsan sebab apapun.
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan karena ada waktu tertentu diantara mati
klinis atau mati biologis. Menurut Hendrotomo (1986:491) dan The Committe on
Trauma: American College of Surgeon dialihbahasakan Yayasan Essentia Medica
(1983:17) kematian klinis terjadi kalau tidak ada denyut nadi perifer, denyut jantung,
sirkulasi yang efektif, pupil melebar dan tidak bereaksi terhadap rangsangan cahaya,

4
dan tidak ada ventilasi. Jika keadaan ini tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati
biologis yang irreversible. Sedangkan kematian biologis merupakan kelanjutan dari
kematian klinis sampai titik terjadinya kerusakan seluler anoksis yang irreversible.
Kematian biologis berbeda-beda antara organ yang satu dengan organ yang lain (3-5
menit untuk otak, dan sampai beberapa jam untuk otot). Setelah 3 menit mati klinis (jadi
tanpa oksigenasi), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus mati klinis tanpa ada
gejala sisa, sedangkan 4 menit mati klinis persentase menjadi sembuh masih 50% dan
setelah 5 menit mati klinis peluang hidup hanya tinggal 25% saja. (Bambang
Priyonoadi. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) Sebagai Salah Satu Bekal Keterampilan
Profesi Guru Pendidikan Guru Pendidikan Jasmani. Yogyakarta: Jurnal Cakrawala
Pendidikan; 2005).
Seorang wanita berusia 35 tahun dengan kehamilan 38 minggu,tampak sehat,
dirujuk oleh dokter keluarganya karena kurangnya nafsumakan selama seminggu
terakhir dan suasana hati yang berubah. Anak laki-lakinya berusia 15 tahun mengatakan
bahwa ibunya tiba-tiba menjadi depresidan hanya berada di rumah selama seminggu
terakhir. Kesulitan berkomunikasi dikaitkan dengan status imigran barunya di Israel.
Ibunya terlihat sangat lelah dengan suasana hati yang kurang baik. Pada tahap ini tidak
ada diagnosis yang spesifik. Setelah masuk ke rumah sakit, tanda-tanda vital stabil:
tekanan darah 120/70 mmHg, tekanan nadi 70 kali/ menitdan saturasi oksigen 98%.
Denyut jantung janin juga normal. Dia tidak pernah mengeluh sakit dalam setiap
persalinannya. Anestesiologi diminta untuk berkonsultasi dengannya mengenai
analgesia epidural untuk persalinannya, saat itu pasien terlihat bingung dan tidak
kooperatif, dansekitar 10 menit setelah penggalian riwayat pasien dan pemeriksaan
fisik, pasien tiba-tiba mengalami asistole. Keadaan ini disertai dengan bradikardia janin
yang parah. Resusitasi jantung paru dilakukan dalam posisi miring kiri, dilakukan
segera oleh residen anestesi dan dokter kandungan. Ruang Operasi telah dipersiapkan
untuk persalinan sesar darurat. Posisi miring kiri dicapai dengan selimut digulung dan
ditempatkan di bawah pinggul kanan pasien dan pada daerah lumbal.
Dokter kandungan senior, anestesi dan neonatologis tiba di lokasi dalam waktu 2
menit. Trakea pasien diintubasi saat menerima pijat jantung pada tekanan nadi 100
kali/menit, napas 10 kali/menit, dan diberikan dua bolusintravena dari tiap 1 mg atropin

5
dan epinefrin. Sirkulasi spontan dan tekanan darah normal setelah 2 menit dilakukan
resusitasi jantung paru, tetapi pasien tetap tidak sadar dengan kedua pupil melebar dan
tidak bereaksi terhadap cahaya. Sekitar 5 menit setelah didiagnosis henti jantung,
dilakukan persalinan sesar darurat. Pasien tetap tidak berrespon (tidak ada gerakan,tidak
ada perubahan dengan denyut jantung dan tekanan darah) terhadap respon pembedahan.
Pasien tidak menerima anestesi dan hanya diberikan fentanil 100 ug IV untuk analgesia,
tanpa muscle relaxant. Bayi dilahirkan dengan skor apgar 4/6 dan pH 7 dan kondisinya
berangsur-angsur membaik. Setelah persalinan sesar, ibu tetap tidak berrespon, dengan
Glasgow Coma Scale 3. CT scan otaknya menggambarkan edema otak difus yang
berat.Pasien diobati dengan hiperventilasi ringan, manitol, dan istirahat dalam posisi
setengah telentang dengan pemberian oksigen untuk tetap menjaga saturasi oksigennya
di atas 98%. Beberapa otak yang mengalami edema dan tumor otak yang berherniasi
dibagian frontal telah ditemukan. Tumor tersebut bersifat inoperable dan pasien
meninggal 5 hari kemudian.
Kasus ini menekankan bahwa keterampilan resusitasi jantung paru mungkin
diperlukan pada persalinan yang terjadi secara tiba-tiba dengan kasus henti jantung yang
melibatkan penanganan cepat dan benar, yaitu mencakup kelahiran sesar dan
pengobatan penyebab mendasari terjadinya henti jantung.
Kesalahan melakukan tindakan dan langkah dalam Resusitasi Jantung Paru dapat
menyebabkan berbagai akibat bahkan akibat fatal yang ditimbulkan seperti
bertambahnya cedera bisa berujung kepada kematian. Oleh sebab itu perlu diketahui
hal-hal yang dapat menimbulkan kesalahan serta akibatnya agar anda sebagai pelaku
pertolongan pertama dapat lebih berhati-hati dalam melakukan hal tersebut.
Adapun beberapa kesalahan dalam melakukan RJP dan akibat yang ditimbulkannya
adalah sebagai berikut:
1. Korban tidak dibaringkan pada bidang yang keras, hal ini akan menyebabkan
Pijatan Jantung Luar kurang efektif.
2. Korban tidak horizontal, jika kepala korban lebih tinggi maka jumlah darah yang
ke otak berkurang.
3. Teknik tekan dahi angkat dagu kurang baik, maka jalan nafas masih terganggu.

6
4. Kebocoran saat melakukan nafas buatan, menyebabkan pernafasan buatan tidak
efektif.
Lubang hidung kurang tertutup rapat dan mulut korban kurang terbuka saat
pernafasan, menyebabkan pernafasan buatan tidak efektif.
1. Letak tangan kurang tepat dan arah tekanan kurang baik, bisa menimbulkan patah
tulang, luka dalam paru-paru.
2. Tekanan terlalu dalam dan terlalu cepat, maka jumlah darah yang dialirkan
kurang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan resusitasi?
2. Apa saja tujuan dari resusitasi?
3. Bagaimana indikasi dalam resusitasi?
4. Apa saja prinsip-prinsip dari tindakan resusitasi?
5. Bagaimana patofisiologi dari tindakan resusitasi?
6. Apakah faktor risiko dari tindakan resusitasi?
7. Bagaimana prosedur dan penatalaksanaan dari tindakan resusitasi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penjelasan yang jelas mengenai tindakan resusitasi.


2. Untuk mengetahui tujuan dilakukannya tindakan resusitasi.
3. Untuk mengetahui indikasi dalam tindakan resusitasi.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari tindakan resusitasi.
5. Untuk mengetahui patofisiologi tentang tindakan resusitasi.
6. Untuk mengetahui apa saja faktor risiko dari tindakan resusitasi.
7. Untuk mengetahui prosedur dan penatalaksanaan tindakan resusitasi.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Resusitasi


Resusitasi ialah mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi dan
penanganan akibat berhentinya pernapasan (respiratory arrest) dan atau berhentinya
jantung (cardiac arrest) pada orang, dikarenakan fungsi-fungsi tersebut mengalami
kegagalan total oleh sesuatu sebab yang datangnya tiba-tiba, dan pada orang dengan
kondisi tubuh yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bilamana kedua
fungsi tersebut bekerja kembali (Muhiman, M., 1981:1).
Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha yang dilakukan
terhadap korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah
terjadinya kematian. (Bambang Priyonoadi. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP) Sebagai
Salah Satu Bekal Keterampilan Profesi Guru Pendidikan Guru Pendidikan Jasmani.
Yogyakarta: Jurnal Cakrawala Pendidikan; 2005)

2.2 Tujuan Resusitasi


Tujuan dari resusitasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan peredaran darah
yang mengandung O2 ke seluruh tubuh pada jaringan substansi glukosa untuk keperluan
metabolisme dan mengeluarkan sisa pembakaran CO2.
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai
upaya untuk menyelamatkan hidup (hudak dan gallo, 1997). Tindakan resusitasi ini
dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran penderita kemudian di
lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life support) yang bertujuan
untuk oksigenasi darurat.
Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang
spontan, sedangkan tahap III (Prolonged life support) adalah pengelolaan intensif pasca
resusitasi. Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan

8
dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan bantuan dasar. (dr. Herry Setya
Yudhautama SpB. FInaCS. MHKes. ICS. Kamis. 19 April 2012)

2.3 Indikasi Resusitasi


1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban / pasien. Henti napas dapat terjadi sebagai komplikasi yang
paling serius dari berbagai penyakit pernapasan, syok atau trauma.
Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar.
Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatanTersengat listrik
f. Infark miokard
g. Tersambar petir
Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa
menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya,
jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban
dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
1. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya
henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

9
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
b. Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.

2.4 Prinsip-Prinsip Resusitasi


Adapun prinsip-prinsip dari resusitasi antara lain sebagai berikut:
1. Airway (Jalan napas)
Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal
pada korban / pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
b. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
c. Meminta pertolongan.
d. Memperbaiki posisi korban/pasien.
e. Mengatur posisi penolong.
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
a. Pemeriksaan jalan napas.
b. Membuka jalan napas.

10
1. Breathing (Bantuan napas)
Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
b. Memberikan bantuan napas.
2. Circulation (Bantuan sirkulasi)
Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
b. bMelakukan bantuan sirkulasi
c. Defibrilation (Terapi listrik)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah
defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika
penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut
dengan Fibrilasi Ventrikel.

11
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya
dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari
cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke
otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia (plak) yang
terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk
sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,
meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

12
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:
a. Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
sengatan listrik.
b. Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam
ataupun serangan asma yang berat.
c. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah.
d. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien
yang memiliki gangguan jantung.
e. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal
reflex akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk (struktur) jantung dan
dapat meningkatkan kemungkinan terkena cardiac arrest.
4. Perubahan Struktur Jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan
perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls
listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah
tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan
perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi
yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau
teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat,
atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu
menegakkan diagnosis.

13
6. Tamponade Jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.
7. Tension Pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru.
Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung
akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan,
sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

2.6 Faktor Risiko


Ada beberapa penyebab henti nafas dan juga penyebab henti jantung, Beberapa
hal yang bisa menyebabkan henti jantungdan henti nafas diantaranya yaitu :
1) Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac
standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.
2) Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
3) Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
4) Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,
tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis
obat, kelainan susunan saraf pusat.
5) Gagal ginjal, karena hyperkalemia
Inti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas.
Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung
masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti
jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai
terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal
terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil
maksimal. Penyebab henti nafas bisa dikarenakan oleh :

14
1. Sumbatan jalan nafas oleh karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang
jatuh ke belakang,pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan
akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).
2. Depresi pernafasan Sentral akibat dari obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa
CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam. Perifer : obat
pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

2.7 Prosedur dan Pelaksanaa

1. Tanyakan Kondisi
Langkah pertama yang dilakukan apabila menemukan klien dalam keadaan tidak
sadar adalah menanyakan kondisi klien dan memberikan stimulus pada klien untuk
menyadarakan.

15
2. Memanggil Pertolongan
Memanggil pertolongan, pengiriman pesan sederhana dengan “kode nol” atau
“kewaspadaan merah” bersamaan dengan lokasi klien pada individu kedua yang
kemudian melakukan panggilan kedaruratan.

3. Airway (Pembersihan Jalan Nafas)


Jika klien tidak sadar jalan nafas harus dibersihkan. Jika klien tidur telentang
aliran udara sebagia atau secara total dapat tertutup sebab lidah akan jatuh kebelakang
sepanjang rahang bawah. Dengan menggunaka kedua tangan, kepala dihiprekstensikan,
rahang bawah diangkat ke atas dan mulut ditutup. Dalam posisii ini, aliran nafas dapat
dikontrol melalui hidung. Dalam keadaan bukan seperti diatas, misalnya jika hidung
tersumbat, maka mulut harus dibuka 1-2 cm untuk membiarkan udara lewat rongga
mulut.
Cara mengangkat dagu adalah dengan menekan kepala untuk membuka jalan
nafas dapa dilihat pada gambar . salah satu tangan mengangkat dagu, sedangkan tangan
yang lain diletakkan pda garis rambut. Pegangkatan dagu akan menarik rahang bawah
kedepan, dan pada saaat yang sama kepala hiperekstensi dan mulut terbuka oleh tangan
yang lain.
Jika membersihka jalan nafas, dan pertukaran udara ternyata tidak efrktif maka
penghilangan sumbatan jalan nafas harus dilakukan dengan segera. Untuk itu diperlukan
gerakan esmarch untuk membuka mulut.

16
Teknik mengangkat dagu dan tekan kepala, salah satu tangan mengangkat dagu
sedangkan tangan yang lain diletakkan pada garis rambut. Pegangkan dagu akan
menarik rahang bawah ke depan, dan pada saat yang sama kepala hiperekstensi dan
mulut terbuka oleh tangan yang lain. Perhatikan apakah ada hembusan napas yang
keluar dan mulut dan hidung mengenai pipi sambil memerhatikan adanya pergerakan
pernapasan.
Pembersihan jalan nafas ini juga dilakukan untuk mencegah apirasi benda asing
(bolus) , obstruksi karena bolus dapat terjadi tiba-tiba pada saat makan. Aspiksia segera
timbul yang diikuti oleh gangguan kesadaran dan akan disertai henti jantung dalam
beberapa menit.
Jila jalan nafas mengalami obstruksi total, klien ini akan megap-megap dan
menggenggam lehernya dalam keadaan penik dan tak dapat bernafas atau berbicara.
Penyumbatan karena benda asing biasanya terjadi pada bagian hipofaring dibawah
laring. Benda asing yang masuk dalam sisttem trakheobronhial jarang menyebabkan
penyumbatan jalan nafas total.
Jika klien masih sadara, ia akan usaha batukuntuk mengeluarkan benda asing
tersebut dari tubuhnnya, jika ini tidak berhasil maka cara menuverheimlich (penekanan
perut). Dapat dilakukan, yang dapat diulang sampai bolus tersebut keluar attau sampai
kesadrannya menurun. Bahaya Menuverheimlich antara lain misalnya dapt
menimbulkan regurgitasi, bahkan ruplut lambung , hepar dan aorta. Manverheimlich
tidak boleh dilakukan pada wanita hamil trimester ke 3 , klien yang terlalu gemuk, atau

17
bayi yang usianya kurang dari 1 tahun. Penekanan pada dada (kompresi jantung) dan
pengukulan diantara kedua bahu dapat dilakuka pada kasus ini.
Klien yang tidak sadar pertama-tama ditempatkan pada posisi terlentang, dilakukan
upaya untuk mengambil benda asing dan melakukan pernafasan buatan. Insuflasi yang
dilakukan dengan kuat kadang-kadang menyebabkan benda asing dapat didorong masuk
ke paru-paru perlahan-lahan. Cara ini dapat diulanng 6-10 kali , bila bantuan nafas tidak
mungkin diberrikan. Untuk kklien yang berdiri atau duduk, penolong meletakkan kedua
tangannya pada epigatrium diantara pusat dan rusuk dari belakang dan dilakukan
penekana perut secaara kuat. Bila klien dalam keaadan terlentang, penolong berlutut di
atas tubuh klien dan melakukan penekanan pada daerah yang sama.

18
Breathing (Ventilasi dan Oksigen)
Bentuk yang paling sederhana dari ventilasi buatan adalah bantuan napas
penolong yang dapat diberikan pada semua keadaan tanpa alat-alat tambahan. Cara
mulut kehidung lebih disukai dari pada cara mulut ke mulut sebab :
1) Pada mulut yang tertutup jalan, napas terbuka secara optimal.
2) Lebih mudah dan aman bagi penolong untuk menempatkan mulutnya menutup
hidung klien.
3) Tekanan insuflasi yang disebabkan oleh penolong berkurang, hal ini
menurunkan bahaya distensi gaster dan kemungkinan regurgitasi.

Ventilasi Mulut ke Hidung

Tangan penolong diletakkan sejajar dengan garis batas rambut dan dibawah dagu,
kepala hiperektensi dan menarik rahang bawah kedepan dan mulut tertutup, pada klien
tidak sadar posisi antara bibir bawah dan dagu digunakan unruk menutupi hidung.
Penolong berlutut di samping klien, menarik napas dan membuka mulut dengan lebar,
dan menempatkan sedemikian rupa sehingga menutupi kedua lubang hidung klien dan
bibir penolong atau secara pasti mengelilingi hidung klien. Hembuskan udara ekspirasi
dan setelah selesai mulut penolong diangkat, lalu tarik napas kembali.

19
Ventilasi Mulut ke Mulut
Napas bantuan dari mulut ke mulut hanya dikerjakan bila ada sumbatan jalan
napas dihidung, posisi ibu jari tidak terletak antara bibir bawah dan dagu tetapi langsung
pada puncak dagu, mulut dibuka selebar jari dan tangan yang lain diletakkan pada batas
rambut, ibu jari serta jari telunjuk menekan lubang hidung hingga tertutup.
Penolong membuka mulutnya lebar-lebar, menarik napas dan melakukan
mulutnya pada mulut lain yang tidak sadar, lalau menghembuskan udara ekspirasi,
kemudian perhatikan efek dari ventilasi tadi dengan cara mendengarkan, merasakan,
dan melihat. Ventilasi yang cukup ditandai dengan :
1) Gerakan naik turunnya dada/toraks.
2) Terasa adanya aliran udara yang keluar selama ekspirasi.

Apabila ventilasi buatan dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit maka metode ventilasi
diatas jarang dilakukan karena tersedianya peralatan ventilasi seperti alat pembuka jalan
napas orofaring, amboebag ( teknik kantong ), dan masker oksigen yang mempermudah
perawat dalam melakukan ventilasi.
Penatalaksanaan teknik ventilasi dengan menggunakan teknik kantong dan masker
memiliki prinsip yang sama dengan metode ventilasi mulut ke hidung. Pertama, perawat
melakukan kepatenan jalan napas dengan melakukan manuver chin lift. Kemudian alat
pembuka jalan napas orofaringeal dipasang bila ada. Berikan bantuan napas 12 kali per
menit menggunakan teknik kantong dan masker.

20
Circulation ( Kompresi Jantung Luar )
Aliran darah selama kompresi jantung luar didasari oleh dua mekanisme yang
berbeda. Menurut konsep klasik, aliran darah terjadi disebabkan oleh kompresi jantung
antara sternum dan tulang belakang.
Penelitian baru menekankan bahwa jantung secara primer berperan sebagai
konduksi, bukan sebagai pompa, dan yang mempunyai vena-vena sebagai kapasitor dan
arteri sebagai konduit yang mempengaruhi sirkulasi serebral dan koroner selama
Resusitasi Jantung-Paru ( RJP ). Vena berperan sebagai resevoir dan beberapa
rangkaian vena berfungsi sebagai pengahalang aliran retrograsi karena adanya katup.
Arteri menunjukkan sedikit kecenderungan untuk kolaps dan oleh karenanya harus
menerima lebih banyak darah selama masase buatan. Kompresi jantung yang efektif
hanya terjadi bila titik penekanan pada terletak antara sternum dan tulang belakang,
volume curah jantung selama kompresi jantung luar hanya kurang lebih 20-40% dari
nilai volume curah jantung saat istirahat walaupun tekniknya tidak memadai.

21
Kompresi jantung eksterna merupakan satu teknik sederhana yang dilakukan
dengan cara berdiri pada salah satu sisi klien, menempatkan tumit salah satu tangan
( ujung proksimal telapak tangan ) diatas setengah bagian bawah sternum, dan tumit
tangan yang lain diatas tangan yang pertama. Kompresi kuat diberikan secara langsung
kearah bawah, dan sternum ditekan dengan kedalaman 3,75-5 cm kemudian dilepaskan
dengan tiba-tiba. Irama ini dipertahankan pada frekuensi 80-100 kali per menit. Agar
efektif, teknik ini harus dipelajari dengan benar dan diterapkan secara terampil.
Langkah-langkah penolong tunggal untuk melakukan kompresi jantung luar pada
orang dewasa meliputi :
A. Posisi klien harus terlentang datar pada alas yang keras.
B. Penolong berlutut disamping klien.
C. Tentukan titik kompresi pada pertengahan bawah sternum yaitu dua jari
diatas prosesus xipoideus.
D. Kompresi dilakukan dengan menekan sternum kebawah ( sendi siku
ekstensi tegak lurur 180o.
E. Tangan yang satu menumpuk pada tangan lain sedang jari jemari tidak
ikut menekan. Yang menekan adalah tumit tangan, sternum ditekan kearah
tulang belakang kurang lebih 4 cm.
F. Lama kompresi sama dengan lama relaksasi.

22
Metode Satu Penolong
Metode satu penolong dimulai dari 30 kali penekanan ( dengan kecepatan 80-
100x/menit ), diikuti dengan dua kali ventilasi, setiap tiupan berlangsung 1-1,5 detik,
sedemikian rupa sehingga peniupan kedua dimulai hanya sesudah klien mengeluarkan
seluruh udara ekspirasi.

Metode Dua Penolong


Metode dua penolong, dimulai dengan dua kali tiupan oleh penolong pertama,
sementara penolong kedua segera memulai kompresi dada ( 80-100x/menit ) jika denyut
karotis tidak teraba, pada saat akhir dari kompresi kelima, penolong pertama
memberikan tiupan. Setiap tiupan 1-1,5 detik. Kompresi dada luar segera dimulai lagi
pada saat akhir dari tiupan. Tidak perlu menunggu sampai terjadi ekspirasi. Jika klien
diintubasi, ventilasi ( 12-16x/menit ) dan kompresi dada ( 80-100x/menit ),
dilaksanakan tanpa tergantung masing-masing penolong. Tetapi untuk menjamin
ventilasi alveolar secara adekuat, bebrapa tiupan harus dilakukan diantara kompresi
dada.

23
Evaluasi Keberhasilan
Keberhasilan RJP dapat dievaluasi dengan cara yang sama seperti ketika
mendiagnosis kardiosirkulasi. Perubahan yang paling penting yang dapat dikaji perawat
adalah sebagai berikut.
1) Pengecilan pupil
2) Perbaikan sirkulasi kulit dan selaput lendir
3) Pulsasi karotis terjadi pada setiap kompresi dada yang efektif. Tetapi
pulsasi yang kuat tidak dapat disimpulkan sebagai kompresi dada yang
berhasil tanpa memperhatikan curah jantung/perfusi serebral/perfusi
miokardial.
Bila denyut karotis tidak teraba dan tanda-tanda perfusi adekuat tidak ada, maka
titik kompresi pada dada harus diperiksa, apakah berada pada titik yang benar atau
tidak, dan kemudian kekuatan penekanan dinaikkan. Percobaan pada binatang
menunjukkan bahwa kompresi yang lebih kecil dari nilai ambang, tidak dapat
menyebabkan timbulnya aliran curah jantung. Demikian pula, jika tekanan terlalu kuat
dari seharusnya, tidak menyebabkan curah jantung yang lebih baik. Jika cara-cara
tersebut gagal, dapat dicoba dengan menaikkan tungkai bawah kurang lebih 30 derajat
dan menekan betis sehingga memperbaiki aliran balik vena. Tindakan RJP mekanik
harus diteruskan sampai denyut spontan teraba. Kompresi jantung luar
dikontraindikasikan bila denyut karotis teraba.

24
Resusitasi Jantung-Paru Dihentikan Jika :
Diagnosis kematian otak yang pasti telah dapat dibuat selama kompresi
dada luar. Sebagai pegangan, keberhasilan resusitasi sangat kecil apabila resusitasi
tersebut telah dilakukan selama 60 menit.

1) Fungsi jantung tidak dapat dituliskan kembali, terlihat dari tidak timbulnya
aktivitas listrik jantung spontan.
2) Hanya ada aktivitas listrik dengan kompleks ventrikuler yang
diperpanjang.
3) Adanya suatu fibrilasi ventrikel kasar yang terus-menerus dengan
hilangnya amplitudo secara berturut-turut.
4) Telah terjadi kematian otak, dilihat dari bilatasi pupil selama 10-20 menit
atau dibuktikan dengan elektroensefalografi.

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya
dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti
jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2
komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut / BHL
Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke
otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan
hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi
dilakukan pada : infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”,
serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan,
sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang
untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu
yang tak dapat disembuhkan.
Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada
kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu perlu
pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya

3.2 Saran
Diharapkan agar mahasiswa yang nantinya akan menjadi seorang tenaga
kesehatan mampu mempelajari bagaimana saja teknik yang baik dan benar dalam
melakukan tindakan resusitasi pada pasien yang mengalami penghentian napas. Agar
kita sebagai tenaga kesehatan nantinya mampu melakukan pertolongan pada klien yang
membutuhkan penanganan dengan menggunakan tindakan resusitasi.

26

Anda mungkin juga menyukai