Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 2

Disusun oleh :

Ariestawidya Ardiningrum

10521237

2PA09

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

2022/2023
Kasus : Kisah anak autis yang bisa kuliah dan mencipta karya biasa

Vania mengetahui adiknya berbeda ketika adik kandungnya dibawa check-up ke sebuah
rumah sakit yang saat itu memiliki unit KKTK lengkap. Umur si adik kala itu masih 18
bulan dan ibunya mulai merasa dia berbeda dibanding usia Vania saat itu. "Setelah
check-up, diketahui adik saya autis," tulisnya.

Ya, di usia 18 bulan, sang adik sudah didiagnosis autis. Bukan hal yang mudah tentunya
untuk diterima. Bagaimana pun, sesuatu yang berbeda akan menimbulkan pro dan
kontra. Diagnosa itu dibenarkan dengan beberapa tanda yang dialami sang adik.

"Di usia 18 bulan, adik saya belum bisa ngoceh (babbling), dipanggil namanya nggak
notice, asik dengan dunianya sendiri, nggak ada interaksi tercipta (kontak mata nggak
ada), dan dia nggak tahu yang namanya bahaya. Dan segala rupa "lain"-nya saat itu,"
tutur Vania.

Vonis autis itu diketahui pada 1998. Di saat itu, informasi mengenai autis belum terlalu
banyak. Makanya, sambung Vania, yang dilakukan keluarganya kala itu hanya sebatas
konsultasi-terapi-konsultasi-terapi. Ini dilakukan untuk secepat mungkin mengejar
ketertinggalan yang dialami sang adik.

Tidak hanya itu, masalah lain yang dihadapi adalah penolakan lingkungan! Ya, anak
yang berbeda sekali lagi tentu akan menimbulkan pro dan kontra.

Vania menuturkan, keluarga besarnya sempat menolak keadaan adiknya yang autis.
Mereka mengira itu sebuah penyakit menular atau penyakit kesialan yang dibawa
keluarganya. "Saya pun kena imbasnya. Saya dijauhi teman-teman main karena mereka
mengira adik saya gila. Saya dianggap kakak dari orang gila," keluhnya.

Ya, di usia 18 bulan, sang adik sudah didiagnosis autis. Bukan hal yang mudah tentunya
untuk diterima. Bagaimana pun, sesuatu yang berbeda akan menimbulkan pro dan
kontra. Diagnosa itu dibenarkan dengan beberapa tanda yang dialami sang adik..

Tidak hanya itu, masalah lain yang dihadapi adalah penolakan lingkungan.

Vania menuturkan, keluarga besarnya sempat menolak keadaan adiknya yang autis.
Mereka mengira itu sebuah penyakit menular atau penyakit kesialan yang dibawa
keluarganya. "Saya pun kena imbasnya. Saya dijauhi teman-teman main karena mereka
mengira adik saya gila. Saya dianggap kakak dari orang gila," keluhnya.

Di momen kabur itu, ada kisah menyedihkan. Anda mesti tahu, saat Vania kabur,
ternyata sang adik suka diam-diam ngikutin dia dari belakang. Momen itu baru disadari
Vania saat rumah tetangganya ramai dengan teman-teman SD-nya. Seketika, ada suara
teriak-teriak dan pas dilihat itu ternyata adiknya.

"Semua tahu kalau itu adik saya dan semua akhirnya membully saya detik itu juga dan
saya kemudian marah besar ke mereka sampai akhirnya kita musuhan dari kelas 3
sampai 6 SD," tutur Vania.

Alasan Vania mau musuhin teman-temannya jelas, dia benci dengan mereka yang
membully adiknya. Menurut penuturan Vania, hatinya udah remuk dengan keadaan
adiknya autis dan ditambah lingkungan tidak menerima adiknya. Tapi, ibunya lagi-lagi
yang selalu menguatkan dia. Ibunya selalu menasihati untuk sabar karena teman-
temannya nggak tahu keadaan adiknya. Diwajarkan saja.

"Kalian pastu tahu dan percaya kan kalau Tuhan menciptakan manusia pasti ada
kelebihan dan kekurangannya? Nah, pas umur adik saya 6 tahun, dia kelihatan
menyukai dunia lukis dan bakat itu diketahui teman ibu saya yang juga seniman.
Godspeed! Benar nyata adanya," cerita Vania.

Vania menjelaskan kalau kebisaan adiknya dalam dunia lukis terlihat saat adiknya suka
"coret-coret" lantai dan itu juga adalah media pertama baginya melukis. Setelah lantai,
sang adik pindah ke tembok, ke kertas, kanvas, dan akhirnya sekarang media digital.

"Luar biasa, puji Tuhan, dia sering juara di tingkat provinsi sampai nasional. Semacam
kompetisi FLS2N gitu dan event-event lainnya pun selalu juara," bangga Vania.

Rasa syukur itu belum berhenti di sana, Vania juga menjelaskan kalau adiknya sekarang
sedang kuliah semester akhir jurusan DKV. Hal yang tentunya menjadi mimpi terbesar
dia sejak lama dan dia sendiri yang akhirnya mewujudkan mimpi tersebut. Adik Vania
kuliah di London School Beyond Academy by LSPR Jakarta.
Rasa bangga tersebut, sambung Vania, mengalahkan cibiran orang mengenai dia dan
adiknya. Rasa bangga tersebut menutupi semua amarah yang dilontarkan ke
keluarganya. Rasa bangga itu memaafkan semua tindakan keji orang ke adiknya.

"Saya bangga dengan adik saya dan saya tahu dia pun sayang dengan saya tentu dengan
caranya sendiri," pungkas Vania bangga.

Sumber : https://lifestyle.okezone.com/read/2019/04/02/612/2038268/salut-kisah-
anak-autis-yang-bisa-kuliah-dan-mencipta-karya-luar-biasa
Analisis

Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang menyebabkan gangguan perilaku dan
interaksi sosial. Gangguan spektrum autisme disebut dengan ASD. Tanda-tanda
spektrum autisme biasanya muncul pada usia 2 atau 3 tahun. Autisme juga dapat muncul
lebih awal, seringkali kondisi ini di diagnosis pada usia 18 bulan. autisme lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 4 banding 1 pada pria
dan wanita.

Autisme dapat disebabkan dari beberapa faktor seperti genetik (keturunan), faktor
lingkungan atau sekunder, dan yang terakhir faktor usia orang tua. Dari beberapa
sumber terjadinya autisme, 80% disebabkan oleh faktor genetic (keturunan). Menurut
National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), autisme disebabkan
oleh genetik yang menurun dalam keluarga. Faktor usia orang tua juga mempengaruhi
terjadinya autisme. Pada perempuan yang memiliki usia 40 tahun memiliki resiko 50%
lebih besar untuk memiliki anak autis. Para peneliti sebenarnya tidak yakin kenapa usia
orang tua dapat mempengaruhi resiko autisme, mungkin terkait mutasi genetik yang
terjadi pada sperma atau sel telur ketika bertambahnya usia pada orang tua. Selanjutnya
faktor dari lingkungan. Faktor lingkungan memiliki resiko 15%. Faktor lingkungan
disebabkan dari obat-obatan yang di konsumsi pada masa kehamilan dan juga terinfeksi
virus rubella pada saat kehamilan. Obat yang memiliki resiko autisme yaitu obat
thalidomide dan asam valproate. Thalidomide merupakan obat untuk mencegah
pembengkakan dan mencegah berkembangnya kanker. Sedangkan asam valproate
merupakan obat untuk mengatasi kejang akibat epilepsy. Selain itu peptisida juga
memiliki resiko terjadinya autisme. Dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan
bahwa faktor genetika atau keturunan merupakan faktor utama terjadinya resiko anak
autisme di ikuti dengan usia orang tua dan juga lingkungan.

Secara klinis, anak autis mempunyai permasalahan pada wilayah otak yang
disebut frontal cortex. Adapun Frontal Cortex terdiri atas prefrontal
cortex dan temporal cortex. Pada kasus anak autis prefrontal cortex dan temporal
cortex tidak dapat berfungsi secara sempurna. Kelainan ini menyebabkan otak tidak
dapat memberi perintah terkait Ekspresi, Emosi, dan Interaksi Sosial.

Ciri-ciri dari anak yang memiliki gangguan autisme biasanya ditandai dengan tidak
merespon ketika namanya di panggil, tidak merespon emosi, tidak meniru kebiasaan
orang lain, lebih senang menyendiri, sering menghindari kontak mata, nada bicaranya
tidak biasa, menghindari dan menolak kontak fisik dari orang lain, sering kali
mengulang kata, cenderung tak memahami pertanyaan.

Anda mungkin juga menyukai