Anda di halaman 1dari 6

SATU HARI LEBIH DEKAT BERSAMA ADHA

(ANAK DENGAN HIV/AIDS)

Oleh: Sindy Oktatiara, Afifah Alfiyyah Ardhani, Dwi Santri, Nyimas Fatimah, Debrina
Octavia Lestari, Fison Hepiman, dkk

Kaki kami melangkah untuk berkumpul disatu tempat, sebelum mengunjungi ADHA- anak
dengan HIV, dari rumah ke rumah, di Kota Palembang. Kali ini perjalanan kami ditemani Cek
Maria, artis Palembang, yang berhati Malaikat. Kami belajar apa arti peduli dan menyayangi
ADHA dari Cek Maria, yang riang germbira bermain, mewarnai hingga memeluk ADHA, tanpa
ada sekat jarak untuk menjaga jarak karena status HIV sang anak. Ini cerita kami, satu hari
lebih dekat bersama ADHA, di bulan Ramadhan yang akan berakhir dalam hitungan hari.

Kok, anak tak berdosa bisa tertular HIV?

Itu menjadi pertanyaan penasaran kami, para sukarelawan Gerakan 10.000 ADHA, ketika turun
ke lapangan. Berinteraksi dengan ADHA, membuat kami bertanya, kenapa anak-anak tidak
berdosa ini harus mengidap HIV? Kenapa mereka harus mengkonsumsi obat antiretroviral
seumur hidup? Kenapa sang kakak atau bunda berikhtiar untuk merayu sang anak minum obat
ARV, dengan sebutan lain Vitamin, obat untuk gemuk, obat biar tidak mudah sakit, lalu diberi
coklat, untuk merayu sang anak meminum obat ARV setiap hari?

Menurut sang ibu atau sang kakak, mereka percaya, adek atau anak mereka tertular HIV melalui
Air Susu Ibu. Rata-rata sang ibu tidak tahu status HIV mereka ketika melahirkan dan menyusui
sang anak. Mereka tahu status HIV sang anak, ketika sang anak sakit-sakitan dan pada fase ini,
rumah sakit menawarkan tes HIV untuk diagnosa penyakit sang anak, yang tak kunjung sembuh.
Ya, sang ibu tahu status HIV dirinya sendiri, setelah sang anak didiagnosa HIV. Sungguh
terlambat.

HIV kerap dianggap sebagai virus yang hanya menular melalui hubungan seksual tanpa
pengaman, atau jarum suntik yang dipakai bersama. Padahal HIV menginfeksi lewat berbagai
cairan tubuh seperti, sperma, cairan vagina, darah, termasuk air susu ibu. Dalam kata lain, HIV
bisa menular dari ibu hamil yang positif HIV kepada bayinya, baik pada masa kehamilan, saat
persalinan dan bahkan selama menyusui

Andai aku tahu status HIV lebih awal, HIV bisa dicegah, ujar salah seorang ibu yang kami
kunjungi. Penularan HIV dari ibu ke anak bisa dicegah hingga 95 %, jika ibu mengkonsumsi
ARV secara rutin selama kehamilan, memilih melahirkan dengan metode operasi sesar, dan tidak
menyusui ASI sang anak. Sang anak pun perlu mengkonsumsi obat propilaksis selama 6 minggu
hingga 3 bulan, hingga dinyatakan bebas HIV. Namun, untuk ADHA yang kami kunjungi, hal ini
sudah sangat terlambat, karena tidak semua ibu mendapatkan kesempatan yang sama untuk akses
tes HIV selama kehamilan.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung secara moral dan psikososial untuk ADHA, yang
tidak bisa memilih dari Rahim siapa mereka dilahirkan? (Fison Hepiman)

Matahari dan Cek Maria: Bermain mobil-mobilan dari kardus

Dalam kegiatan Gerakan 10.000 ADHA yang telah dilaksanakan Anak Dengan
HIV/AIDS (ADHA) pertama yang dikunjungi bernama Matahari (Nama Samaran). Dia gadis
kecil yang berumur 2 tahun. Saat ditemui, kondisi dan penampilan Matahari seperti gadis kecil
pada umumnya, lucu, riang, dan sedikit pemalu. Matahari gadis kecil bermata indah dengan ciri
khas lesung pipi nya yang membuat kesan semakin manis. Dia bisa membaur dengan kakak-
kakak dari Cek Maria dan Tim Gerakan 10.000 ADHA meskipun masih agak sedikit canggung
untuk banyak berinteraksi. Teman-teman dari Tim nampak cepat berbaur dan sangat senang
bertemu dengan Matahari. Setelah meluangkan waktu dan sempat bercanda, pihak keluarga
akhirnya berbagi sedikit tentang kisah Matahari yang bisa menjadi ADHA.

Kami pun mengeluarkan isi bingkisan Ramadhan dari kardus bersama matahari, tebak
apa yang matahari lakukan kemudian? Ya dia meminta ibunya masuk ke dalam kotak kardus ini.
Cek Maria secara spontan, mendorong kardus yang ditumpangi Matahari dan dibantu oleh
kakak-kakak lainnya, untuk bermain mobil-mobilan. Waktu 60 menit berlalu, lalu kami harus
melanjutkan perjalanan kami ke rumah ADHA lainnya. Matahari tak mau dilepas dari
gendongan Cek Maria, dan menangis tersedu-sedu ketika kami harus melanjutkan perjalanan
kami. “Nanti kita ketemu lagi ya Matahari”, ujar Cek Maria (Afifah Alfiyyah Ardhani).
Gilang: Bewarnai hingga main tembak-tembakan bersama Cek Maria

Lima orang dari kami menjadi volunteer pertama kalinya dalam kegiatan gerakan 10.000
ADHA. Diawal sempat berpikir bahwa mereka yang menderita HIV AIDS ini berbeda dari orang
lainnya terutama dalam visual fisik. Namun, setelah melihat dan komunikasi secara langsung
kepada anak dengan penderita HIV AIDS (ADHA) ternyata mereka tidak ada bedanya dari anak
pada umumnya. Kegiatan dimulai dengan mengunjungi rumah ADHA untuk memberikan
bingkisan sembako dan alat tulis.

Salah satu rumah ADHA yang kami kunjungi selanjutnya yaitu rumah Gilang, 4 tahun
(nama samaran). Gilang adalah anak laki-laki yang baru akan menginjakan kaki nya di taman
kanak-kanak. Gilang, tak ada bedanya dengan anak lain yang seusianya. Gilang anaknya aktif,
terlihat dari pada saat kegiatan lomba mewarnai yang kami bawa ia sangat antusias dalam
mewarnai dan bermain tembak-tembakan air bersama kami. Seperti yang dilihat gilang anak
yang baik-baik saja namun rasanya sedih ketika mendengar cerita bagimana anak sekecil gilang
sudah mengidap HIV dan ditambah adanya keterbatasan ekonomi dalam keluarganya. Gilang
sudah mendaftar ke salah satu sekolah, dan ibunya berkata, daftar sekolah cukup mahal sekarang
ya, pendaftaran saja dan baju, sang ibu harus mengeluarkan Rp 1,5 juta.

Sang ayah pun merantau, dan tidak bisa pulang pada lebaran kali ini, karena larangan
mudik antar kota dan provinsi. Ketika cek Maria bertanya, na jadi apo pas besak gek?, Jawab
Gilang: Jadi POLISI. Gilang, kangen ayah, Tanya kakak-kakak volunteer, dia mengangguk dan
menundukkan wajahnya. (Dwi Santri)

Cerita Chila: ADHA dan Anak Yatim Piatu

Mengenal lebih dekat sosok Chila (nama samaran), ia merupakan anak bungsu dari lima
bersaudara, gadis kecil yang lucu itu terdiagnosis positif HIV sementara kelima saudaranya
dinyatakan negatif , “oh tuhan mengapa ia harus menanggung semua ini, ia dilahirkan suci dan
tidak berdosa sama seperti bayi-bayi lainnya”. Kenapa Chila bisa dinyatakan positif HIV
sedangkan saudaranya yang lain negatif?, sebelum Chila dilahirkan dulu ayah Chila merupakan
ayah dan suami yang baik, sampai pada suatu ketika ia memiliki hubungan dengan beberapa
perempuan, selain sang istri (ibu Chila) dan tidak menggunakan pengaman seperti kondom.
Kenapa ia harus menanggung akibat dari perbuatan ayahnya? Oh tidak, ternyata bukan
hanya Chila, tapi ibunya pun juga terkena imbasnya. Padahal ibunya hanya seorang ibu rumah
tangga yang tidak tahu apa-apa kalau suaminya ternyata “jajan” diluar. Saat ini Chila menjadi
anak yatim piatu, ayahnya meninggal ketika ia berusia 4 tahun dan tak lama dari itu ketika ia
berumur 8 tahun ibunya pun meninggal dunia.

Belum lama ia merasakan kasih sayang orang tuanya padalah anak-anak seusianya masih
sangat membutuhkan perhatian dan cinta kasih dari sosok ayah dan ibu, tapi Chila tidak patah
semangat, ketika ditanya tentang cita-citanya ingin menjadi apa, ia menjawab dengan lantang
“aku ingin menjadi Polwan” sontak Tim Gerakan 10.000 ADHA yang hadir pada saat itu
mengucapkan “Aamiin” sebagai bentuk doa dan dukungan moril agar Chila benar-benar dapat
mewujudkan cita-citanya kelak dikemudian hari dibawah asuhan kakak-kakaknya, tanpa figure
orang tua.

Chila kini tumbuh sehat sama seperti anak-anak lainnya hanya saja bedanya ia harus rutin
mengonsumsi obat ARV setiap hari. Hingga usianya sekarang, Chila belum tahu status HIVnya.
Chila pun tumbuh menjadi gadis yang pintar dan kreatif, ia sangat suka menggambar, jari-
jemarinya dengan sigap memadukan warna-warna dari pensil warna dan menggoreskannya
diatas kertas, semangat positifnya menjadi motivasi bagi kami dan tim gerakan 10.000 ADHA
agar lebih giat lagi dan pantang menyerah untuk terus belajar karena sejatinya sebaik-baiknya
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain dan memiliki kemauan terus belajar untuk
menggapai cita-cita. (Debrina Octavia Lestari)

Alesya: Butuh perhatian khusus

Lalu saat berkunjung ke sekretariat Sriwijaya Plus, kami bertemu dengan salah satu
ADHA yang cantik, lucu, dan sangat aktif. Sebut saja namanya Alesya (nama samaran). Alesya
diketahui positif HIV pada saat berusia 4 bulan ketika di rumah sakit, Alesya tertular dari ibunya,
mungkin ketika melahirkan, atau melalui ASI. Alesya mengetahui status HIVnya ketika dia
didiagnosa Pneumonia pada usia 4 bulan.

Alhamdulillah, Sekarang Alesya sudah berusia 4 tahun. Alesya suka mencari perhatian
orang lain di sekitarnya, namun dibalik keramahannya, Alesya juga sangat pemalu. Disaat saya
duduk didekat Alesya, dia menyentuh tangan saya tetapi disaat kami menoleh kearahnya, Alesya
malah membuang muka dan langsung memeluk ibunya karena malu. Sungguh lucu sekali anak
itu, sangat berkesan di ingatan kami. Namun ada hal yang sedikit menyedihkan, Alesya memiliki
keterlambatan dalam pertumbuhannya. Di usia ke empat tahunnya, Alesya masih belum
berbicara dengan jelas. Namun, Alesya berinteraksi dengan baik dengan teman-teman sebayanya
dan sangat sayang ibu dan ayahnya, walau ekomoni mereka sangat terbatas. (Sindy Oktatiara)

Kunjungan terkahir di Sriwijaya Plus: Melawan Rasa Takut

Satu kata yang didalam pikiran kami pada saat berkunjung ke Sekretariat Sriwijaya Plus
“takut”. Takut apakah mereka tampak berbeda dari yang lain, takut apakah kami juga dapat
tertular hanya karena berkumpul ditempat yang sama. Lucu ya, padahal sudah tau kalau hal itu
tidak akan terjadi, padahal sudah tau kalau kita tak akan tertular karena hanya didalam satu
ruangan yang sama. Singkatnya, kami mulai berbagi cerita, berbagi pengalaman. Ada satu cerita
yang sangat menarik dari kakak di Sriwijaya Plus, beliau salah satu ODHA dan memiliki anak
dengan negatif HIV/AIDS. Kok bisa ya? Saat itu saya pun berpikir begitu kenapa bisa? Tidak
mungkinlah. Setelah diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kenapa beliau memiliki anak
yang negatif HIV/AIDS akhirnya saya mengerti kenapa hal tersebut dapat terjadi. Berkunjung ke
Sekretariat Sriwijaya Plus merupakan salah satu pengalaman berharga bagi saya, dipertemukan
dengan orang-orang hebat yang mampu mengubah pandangan saya mengenai ODHA dan juga
ADHA.

Pengalaman yang sangat berharga dari satu hari mengenal kehidupan ADHA adalah
bahwa kita harus memperlakukan anak dengan HIV sama dengan anak-anak lain karena mereka
tidak berbahaya, mereka sehat bahkan seharusnya kita mencontoh semangatnya berjuang untuk
hidup, seharusnya anda generasi milenial yang mempunyai otak cerdas dan brilian bisa
memanfaatkan tenaga dan semngat untuk menjadi manusia yang bermanfaat.

Satu hari yang sangat mengesankan bagi kami, dimana hari itu saya mengunjungi
beberapa ADHA adalah melawan rasa takut dan berani berinteraksi dengan ADHA. Berinterkasi
dengan ADHA memberikan pengalamanan untuk meruntuhkan semua rasa takut itu. ADHA
tidak semenakutkan yang ada dipikiran saya, bahkan mereka adalah anak-anak yang lucu dan
menggemaskan. Mereka tidak bersalah, mereka juga tidak bisa memilih akan dilahirkan dari
orangtua yang seperti apa dan bagaimana kondisinya.
Sehingga melalui gerakan ADHA ini dapat berkontribusi memberi bantuan dan semangat
kepada mereka tangan kecil yang tak berdosa. Mengikuti gerakan 10.000 ADHA ini mampu
mengetuk hati kita untuk selalu peduli dengan sesama kepada ADHA yang masa depan nya
masih panjang. Penyakit HIV bukanlah suatu penyakit kutukan, bersama kita hentikan
diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS dan sayangi Adha. Jangan lupa follow instagram
Gerakan 10000 Adha. Ayo para muda-mudi masa kini sekarang akhiri rebahan anda dirumah,
mulailah peduli dan bergerakla, karena kekuatan dan kontribusi anda adalah harapan banyak
umat manusia terutama Anak-anak dengan HIV/AIDS. –

Tim Gerakan 10.000 Adha: Sindy Oktatiara, Afifah Alfiyyah Ardhani, Dwi Santri,
Nyimas Fatimah, Lisye Mela Sari, Koni Azbaldo, Annisa Rahmawaty, Nazrah Noer
Safirah A., Rizka Faliria Nandini, Putri Cahyani Damayanti, Debrina Octavia Lestari,
Fison Hepiman, Poppy Fujianti, Mardiana, Dwi Septiawati, Desheila Andarini, & Najmah

Instagram: gerakan10.000_adha

Anda mungkin juga menyukai