Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Retardasi Mental Ringan


(F70)

Oleh :

Oleh:
M. Rizky Anggriawan (I4A011012)
Ahmad Fauzan Arifani (I4A011055)
Aulia Azizaturridha (I4A012002)
Tia Ajarida Laily (I4A012011)

Pembimbing
dr. H. Akhyar Nawi Husin, Sp. KJ

UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa


FK Unlam-RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin

Agustus, 2016

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An.NH

Usia

: 7 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

TTL

Alamat

: Jl. Setoyo S Setiabudi

Pendidikan

: SD kelas 1

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Suku

: Banjar

Bangsa

: Indonesia

Status Perkawinan : Tanggal berobat

: 1 Agustus 2016

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Diperoleh dari autoanamnesa pada tanggal 1 Agustus 2016 pukul 11.00
WITA di Poli Psikiatri RSUD Ansari Saleh
A. KELUHAN UTAMA
Tidak mau masuk sekolah
KELUHAN TAMBAHAN
Tidak bisa menulis dan membaca, serta keterlambatan bicara

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Alloanamnesis:
Os dibawa oleh ibunya ke poli psikiatri RSUD Ansari Saleh dengan
keluhan tidak mau masuk sekolah sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya sejak
pertama kali masuk sekolah dasar os harus selalu ditemani ibunya saat
bersekolah, os tidak mau ditinggalkan, jika dintinggalkan ibunya os menangis
dan ingin pulang. Ketika ditanya penyebab os tidak mau masuk sekolah ibu os
menyangkal adanya perkelahian dengan teman, masalah dengan guru, dimarahi
guru, ataupun dikucilkan.
Menurut ibu os, guru os bercerita bahwa os selama di sekolah tidak bisa
menulis dan membaca. Ketika pelajaran berlangsung os beranjak berlari dari
kelas. Os lebih suka bermain daripada belajar di kelas. Menurut ibu os inilah
penyebab os takut masuk sekolah.
Saat di rumah ketika ibu mempersiapkan os untuk belajar seperti
mengerjakan PR os hanya mampu bertahan paling lama 2 menit, os kesulitan
saat memegang pulpen/pensil terlihat seperti tidak kuat menggenggamnya, dan
setelah itu os meninggalkan kegiatan belajarnya dan bermain bersama
tetanggganya. Menurut ibunya, os ada gangguan dalam berbicara seperti
pengucapan yang tidak jelas dan bicara yang tidak lancar sehingga sulit
dimengerti. Selain itu, ibu os juga mengatakan bahwa anaknya ini
perkembangannya terlambat daripada anak normal lainnya, sepeti os baru bisa
berjalan pada umur tiga tahun.

Menurut ibu os, saat di rumah os kadang bisa merawat dirinya sendiri
seperti mandi dan makan sendiri, walaupun kadang-kadang harus disuruh
bahkan dipaksa. Ketika ibu os meminta bantuan kepada os untuk melakukan
suatu hal, os bisa dan mau membantunya, misalnya mencuci piring. Hal yang
paling disukai oleh os adalah bermain dengan temannya. Pada saat sendiri pun
os lebih senang menghabiskan waktunya untuk bermain tab daripada belajar.
Os seperti ini dimulai dari memasuki SD saja. Sebelumnya ketika di TK os
termasuk anak yang aktif, rajin bersekolah, tidak pernah ada masalah, senang
bermain dengan teman-temannya, os tidak pernah menangis ketika ditinggal
ibunya saat sekolah berlangsung. Guru os pun mengatakan bahwa os anak yang
ceria dan suka bermain.

Autoanamnesis:
Os datang dengan ibunya dan diwanwancara dalam posisi duduk di
hadapan pemeriksa. Selama wawancara terkadang jawaban os tidak sesuai
dengan pertanyaan, pasien tidak menatap pemeriksa dan saat berbicara
pengucapan pasien kurang jelas, perhatian pasien juga terkadang suka
teralihkan, selain itu juga pasien setiap diberi pertanyaan sering cengar-cengir.
Dalam wawancara, saat os disuruh membaca sebuah kata, os tidak bisa
membaca dengan benar, os juga tidak bisa menulis saat disuruh untuk
menuliskan namanya, tetapi pasien dapat menyebutkan huruf alphabet dari a-z
dan dapat menghitung 1-10 walaupun sedikit terbata-bata, dan pasien juga

dapat melakukan hal yang diperintahkan, seperti saat pemeriksa menyuruh


pasien untuk merobek kertas.
Selama wawancara pasien dapat menyebutkan namanya, tetapi salah
menyebutkan umurnya, pasien dapat mengenali dan menyebutkan nama
keluarganya, selebihnya terkadang pasien tersenyum sendiri.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Os tidak pernah memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya

Os pernah mengalami kejang saat berusia 2 hari dan usia 6 tahun

Os sering terjatuh karena kelemahan tungkai

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Antenatal dan Prenatal
Menurut ibu os, dari keterangan bidan os lahir cukup bulan, tetapi menurut
petugas imunisasi di puskesmas os lahir kurang bulan. Saat dilahirkan posisi os
sungsang dan harus segera dilakukan operasi. Saat lahir os tidak langsung
menangis, os di inkubator selama 15 hari. Selama hamil ibu teratur memeriksakan
kandungan ke bidan, os termasuk anak yang diharapkan. Selama kehamilan, ibu
os tidak ada riwayat hiperemesis gravidarum, rencana menggugurkan kandungan,
kesedihan yang mendalam, cemas, atau halusinasi.
2. Basic Trust vs. Mistrust (0-1,5 tahun)
Os diberikan ASI ekslusif oleh ibunya sampai berusia 2 tahun. Saat
memberi ASI ibu menatap dan mengelus anaknya dengan penuh kasih sayang.
Ibu mengasuh os secara penuh. Ibu memberikan kasih sayang dan perhatian pada

os. Selama bayi, os tidak ada gangguan makan, sehingga os makan dan tidur
nyenyak. Os selama bayi, sudah mendapatkan imunisasi yang lengkap, kecuali
imunisasi yang terakhir karena berat badan os tidak mencukupi untuk imunisasi.
3. Early Childhood (1,5 3 tahun) Autonomy vs. Shame & Doubt
Os mulai tengkurap usia 1 tahun, bicara usia 2,5 tahun, dan mulai bisa
berjalan usia 3 tahun. Orangtua selalu mengawasi pergerakan os.
4. Inisiative vs. Guilt (3 6 tahun)
Os masuk TK usia 6 tahun, saat sekolah os anak yang ceria dan suka
bermain. Os pernah kejang saat usia 6 tahun, durasi kejang sekita 15 menit.
Menurut ibu os, os adalah anak yang tempramental, saat ditegur os cepat marah,
bahkan tak segan meleparkan sesuatu ke wajah ibunya saat marah.
5. Industry vs. Inferiority (6 12 tahun)
Os masuk SD usia 7 tahun, os mulai takut bersekolah, os tidak bisa
menerima pelajaran dengan baik, os tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi os
masih bisa berinteraksi dengan teman sebayanya.
6. Identity vs. Role Diffusion (12 20 tahun)
Data tidak mendukung
7. Riwayat Perkawinan
Data tidak mendukung
8. Riwayat Pekerjaan
Data tidak mendukung

E. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :

Keterangan :
= Penderita
= Laki-laki
= Perempuan
/

= meninggal dunia

Os anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak os meninggal saat dilahirkan.


Hubungan dengan anggota keluarga yang lain baik. Os didukung oleh keluarga os
untuk menjalani pengobatan os. Tidak ada riwayat penyakit jiwa yang sama pada
keluarga os.

F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Sekarang ini os tinggal dengan ayah dan ibunya. Os tampak ketakukan dan
menangis serta saat diperiksa oleh dokter.
G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA
Os masih tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Os merasa tidak aman
saat diperiksa oleh dokter dan ingin segera pulang ke rumah.

III. STATUS MENTAL


A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Os datang ke poliklinik jiwa RSUD Ansari Saleh diantar oleh
ibunya. Os mengenakan seragam SD. Os berperawakan kurus dan
berkulit sawo matang. Os tampak terawat, terlihat rapi, dan bersih.
Cara berjalan os terlihat tidak seperti anak normal, tungkai terlihat
lemah saat melangkahkan kaki, os juga hipersalivasi.
2. Kesadaran
Compos Mentis
3. Perilaku dan aktivitas motorik
Normoaktif
4. Pembicaraan
Koheren
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
6.Kontak Psikis
Kontak (+), wajar, tidak dapat dipertahankan.
B. KEADAAN

AFEKTIF,

PERASAAN,

KESERASIAN DAN EMPATI


1. Afek (mood)

: Euthyme

2. Ekspresi afektif

: Luas

3. Keserasian

: Appropriate

EKSPRESI

AFEKTIF,

4. Stabilitas

: Tidak stabil

5. Pengendalian

: Terkendali

6. Empati

: Dapat diraba-rasakan

7. Sungguh-sungguh : Sungguh-sungguh
8. Dalam/dangkal

: Dalam

C. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran: Compos Mentis
2. Orientasi : Waktu

: Baik

Tempat

: Baik

Orang

: Baik

3. Konsentrasi

: Buruk

4. Daya ingat

: Jangka panjang

: Buruk

Jangka pendek

: Buruk

Segera

: Buruk

5. Kemampuan menolong diri sendiri

: Baik

D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi A/V/O/G/T

: -/-/-/-/-

2. Depersonalisasi dan derealisasi : 3. Ilusi

:-

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir : a. Produktivitas

: Spontan

b. Kontinuitas

: Inkoheren

c. Hendaya berbahasa
2. Isi Pikir

: Artikulasi tidak jelas

: a. Preokupasi

: (-)

b. Waham

: (-)

F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik
G. DAYA NILAI
a. Daya norma sosial : sulit dievaluasi
b. Uji daya nilai

: sulit dievaluasi

c. Penilaian realita

: sulit dievaluasi

H. TILIKAN
Sulit dievaluasi
I. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Dapat dipercaya.
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
1. STATUS INTERNUS
Keadaan Umum

: Baik

Tinggi badan

: 120 cm

Berat badan

: 25 kg

IMT

: 17.36 kg/cm2

Tanda vital

: TD
N

10

: 110/70 mmHg
: 75 x/menit

RR

: 19 x/menit

: 36o Celcius

Bentuk badan

: Kurus

Kulit

: Sawo matang, tidak sianosis, tidak


anemis

Kepala

Mata

: edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera


ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

Telinga : sekret -/Hidung : sekret -/- epistaksis (-)


Mulut

: mukosa bibir lembab, pucat (-), lidah tremor (-),


saliva berlebihan(+), artikulasi berbicara kadang
tidak jelas.

Leher
Thoraks

: KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

I : bentuk simetris
P : fremitus raba simetris
P : Pulmo : sonor
Cor

: batas jantung normal

A : Pulmo : vesikuler, ronki -/-; wheezing -/Cor


Abdomen

: S1/S2 tunggal

I : simetris
P : hepar/lien/massa tidak teraba
P : timpani
A : BU (+) normal

11

Ekstremitas Superior : edema -/- parese -/- tremor -/Inferior : edema -/- parese -/- tremor -/2. STATUS NEUROLOGIS
N 1-XII

: normal

Gejala rangsang meningeal : tidak ada


Gejala TIK meningkat

: tidak ada

Refleks patologis

: tidak ada

Refleks fisiologis

: normal

Gangguan sensorik

: Tidak terdapat masalah

Gangguan motorik

: Kelemahan otot

Autoanamnesa

Selama wawancara terkadang jawaban os tidak sesuai dengan pertanyaan,


pasien tidak menatap pemeriksa dan saat berbicara pengucapan pasien
kurang jelas, perhatian pasien juga terkadang suka teralihkan, selain itu
juga pasien setiap diberi pertanyaan sering cengar-cengir.

Os tidak bisa membaca dengan benar, os juga tidak bisa menulis saat
disuruh untuk menuliskan namanya, tetapi pasien dapat menyebutkan huruf
alphabet dari a-z dan dapat menghitung 1-10 walaupun sedikit terbata-bata.

Saat ditanya kenapa alasan os tidak mau masuk sekolah lagi, os hanya diam
tidak mau menjawab.

12

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


1. Aksis I

: None

2. Aksis II

: F 70 Retardasi Mental Ringan


dd F 71 Retardasi Mental Sedang

3. Aksis III : None


4. Aksis IV : Masalah pendidikan
5. Aksis V : GAF scale 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi,
diabilitas ringan dalam sosial, pekerjan, sekolah, dll)

VII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik
Tidak terdapat masalah
2. Psikologik
Tilikan sulit dievaluasi
3. Sosial
Tidak terdapat masalah
4. Keluarga
Keluarga os mendukung penuh pengobatan os

VIII. PROGNOSIS
Diagnosis penyakit

: dubia ad bonam

Perjalanan penyakit

: dubia ad bonam

Diagnosa kepribadian

: dubia ad malam

13

Stressor psikososial

: dubia ad bonam

Usia saat menderita

: dubia ad bonam

Pendidikan

: dubia ad bonam

Ekonomi

: dubia ad bonam

Lingkungan sosial

: dubia ad bonam

Organobiologi

: dubia ad bonam

Pengobatan psikiatrik

: dubia ad bonam

Kesimpulan

: dubia ad bonam

IX. RENCANA TERAPI


1. Psikofarmaka
-Methylphenidate
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan
dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan
perbaikan bermakna dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan
menyelesaikan tugas.
2. Psikoterapi & Edukasi
a. Terapi perilaku
Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman
(seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan.
b. Terapi kognitif
Seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan
instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi
mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.

14

c. Pendidikan Keluarga
Tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil
mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien.

X. DISKUSI
Berdasarkan pedoman diagnosis PPDGJ III penderita dalam kasus ini
didiagnosis

F70 retardasi mental ringan dengan diferensial diagnosis F71

retardasi mental sedang, dimana pada pasien ditemukan penggunaan bahasa yang
cenderung terlambat, masalah kemampuan bicara, masalah dalam membaca dan
menulis, dan adanya disabilitas fisik berupa kesulitan berjalan, serta riwayat
kejang pada usia 6 tahun.
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anakanak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah
rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri
atau berprilaku adaptif.1
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa

15

perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu


kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.3
Penyebab retardasi mental adalah:
a

Kelainan Kromosom
i Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam.Untuk seorang ibu
usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah
ciri yang ada pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada
dalam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil
yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relatif mudah
pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonatus.
Tanda yang paling penting pada neonatus adalah hipotonia umum,
fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang
kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat
dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal
pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke
dalam.

16

Gambar 1. Karakteristik Sindrom Down

ii Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang
diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Diyakini
terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran
perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan sampai
berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan
pervasif seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah
pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam
mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.
iii Sindrom Prader-Willi

Kelainan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya
terjadi secara sporadik. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang dengan
sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali
obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan
tangan dan kaki yang kecil. Anak anak dengan sindrom ini seringkali memiliki
perilaku oposisional yang menyimpang.

17

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

iv Sindrom tangisan kucing (cat-cry / cri-du-chat syndrome)


Anak-anak dengan sindrom tangisan kucing, kehilangan bagian dari
kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak
stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti
mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang
bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia.
b

Faktor Genetik Lain


Phenylketonuria (PKU)merupakan gangguan yang menghambat
metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental
kecuali bila pola makan amat dikontrol. PKU ditransmisikan dengan
trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kirakira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi
orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan
memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai
lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah
ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino

18

esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya


enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang
berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan dalam batas
ambang atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU
tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan
tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka
seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota
gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka
kadang-kadang meyerupai anak autistik atau skizofrenik. Komunikasi
verbal

dan

nonverbal

biasanya

sangat

terganggu

atau

tidak

ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak


kesulitan perseptual.

Gambar 3. Phenylketouria

19

Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan

penyalah gunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi
adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat
menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.
Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi
melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental
yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir
dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera
kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat
yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.

Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematur dan bayi dengan berat
badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis
dan intelektual yang bermanifestasi selama dalam tahun-tahun sekolahnya. Bayi
yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral
terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf
biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intracranial.

Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak


Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara
dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadang-

20

kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara


lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan
atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang
didapat pada masa anak-anak antara lain :
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan
meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yang menyebabkan
kecacatan mental, termasuk kejang. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang
disebabkan

oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga.

Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.


Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab
cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris
tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan
kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intrakranial dengan berbagai jenis,
pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.

Faktor Lingkungan dan Sosiokultural


Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan
dengan

sosioekonomi

rendah.

Faktor-faktor

psikososial,

seperti

lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi


stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua,

21

dapat

menjadi

penyebab

atau

memberi

kontribusi

dalam

perkembangan retardasi mental pada anak-anak. TIdak ada penyebab


biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara
sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan
dan secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh
perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan
remaja sering disertai dengan penyulit obstetri, prematuritas, dan
berat badan lahir rendah. Perawatan medis setelah kelahiran buruk,
malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan
trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering
pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering
terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan
rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anakanaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan
mental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan
dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan
demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak
dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada
dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang
berhubungan.

Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV TR adalah sebagai


berikut :3

22

1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan
individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional,
pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan.
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :
317

Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70

318

Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55

318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40


318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
319

Retardasi mental tidak tergolongkan bila tidak dapat dilakukan

pemeriksaan IQ
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan
hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung
dengan :
IQ = MA/CA x 100%

MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes

23

CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan


tanggal lahir
Pada kasus An.AH di dapatkan 2 dari 3 karakteristik Retardasi mental yaitu
gangguan dalam perilaku adaptif berupa penggunaan bahasa yang cenderung
terlambat, masalah kemampuan bicara, masalah dalam membaca dan menulis, dan
adanya disabilitas fisik berupa kesulitan berjalan, serta awitan terjadi dibawah
usia 18 tahun. Fungsi intelektual belum dapat diperiksa karena kondisi penderita
saat diperiksa tidak kooperatif, untuk itu perlu penjadwalan ulang untuk
pemeriksaan fungsi intelektual di kemudian hari dengan keaadaan penderita yang
lebih tenang.
Tatalaksana retardasi mental berupa pencegahan primer yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan
gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
- Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum
tentang retardasi mental.
- Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
-

Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.

Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi
mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan
dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah,
pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program

24

pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat menolong menekan komplikasi


medis dan psikososial.
Pencegahan Sekunder dan tersier, suatu gangguan yang disertai dengan
retardasi mental telah dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat
perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau
kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier). Gangguan metabolik dan
endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium
awal dengan control diet atau dengan terapi penggantian hormon.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku
yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas
yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang
dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a

Pendidikan untuk anak


Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus
termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif,
latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus
dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi
kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan
retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan
mendapatkan umpan balik yang mendukung.

Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika


Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan
sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi

25

mungkin berguna. Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk


membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan
menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku
yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk
perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi
dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi
mental yang mampu mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah
digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan
konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi
yang menetap.
c

Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan
retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri
sambil mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali
merasa sulit untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan
memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental,
yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar
konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus
datau

terpai

keluarga.

Orang

tua

harus

diberikan

kesempatan

untuk

mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang


terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak.

26

Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan
terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti
latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).
d

Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada pasien
retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak
mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian
berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi
mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada pemakaian
medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi
mental:

Agresi dan perilaku melukai diri sendiri


Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna
dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri.
- Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan
perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan
sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri
sendiri.
- Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga
bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
- Gerakan motorik stereotipik

27

Medikasi

antipsikotik,

seperti

haloperidol

(Haldol)

dan

chlorpromazine

(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien


retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental
menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian
kontinu medikasi antipsikotik.
-

Perilaku kemarahan eksplosif


Penhambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan
menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat
ditetapkan sebagai manjur.

Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas


Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.

28

DAFTAR PUSTAKA
1

Sularyo, T. Retardasi Mental. Sari Pediatri, Vol. 2, No, 3. Desember 2000:


170-177

Sadock BJ, Sadock VA. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2 nd.
Muttaqin, H et all, editor. Jakarta: EGC; 2014. h. 561-588

Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri. 2 nd .


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2013. h. 446-483

Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu


Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2013

29

30

Anda mungkin juga menyukai