Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus Ujian

Episode Depresif Sedang


F 32.1

Oleh

Adek Yeary Wardani

I4A011085

Penguji:
dr. Akhyar Nawi Husin , Sp.KJ

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa


Fakultas Kedokteran UNLAM/RSUD Ulin
Banjarmasin
November, 2015
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. NA

Usia

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Wanita

Alamat

: Gambut, Komplek Lutsfiya

Pendidikan

: Tidak tamat SD

Pekerjaan

: Pedagang Baju

Agama

: Islam

Suku

: Banjar

Bangsa

: Indonesia

Status Perkawinan: Menikah


Tanggal Berobat : 17 November 2015
II.

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari autoanamnesa dan alloanamnesa dengan os pada tanggal 17
November 2015 pada pukul 11.45 wita dan dengan suami os pada tanggal 17
November 2015 pada pukul 12.30.
A. KELUHAN UTAMA :
Cemas
B. KELUHAN TAMBAHAN:
Sering menangis

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Autoanamnsesis dengan Ny NA / 40 tahun / Os


Os datang ke RS Ansari Saleh pada tangal 17 November 2015, os
datang karena merasa os cemas. Cemas dirasakan os sejak lebih dari
setengah bulan yang lalu. Cemas yang dirasakan os menyebabkan kegiatan
os menjadi terganggu. Os merasa cemas karena memikirkan anak os yang
sedang sakit. Menurut pengakuan os, anak os yang sedang sakit tidak ingin
melakukan pemeriksaan dan melakukan pengobatan, hal inilah yang
membuat os menjadi cemas.
Saat cemas os merasakan badan os menjadi gemetaran dan berdebar.
Os merasakan ini saat os memikirkan anak os atau melihat anak os. Selain
itu os juga mengaku sering menangis. Os sering menangis apabila teringat
penyakit yang diderita oleh anak os. Os juga merasa dirinya tidak berguna
sebagai ibu, terkadang os merasa dirinya lah yang menyebabkan hal tersebut
terjadi pada anak os.
Hal lain yang dirasakan os adalah os menjadi malas untuk
berkegiatan. Os berpikir untuk tidur saja, karena dengan begitu os akan
melupakan masalah os. Os juga pernah berpikir untuk bunuh diri ketika
melihat pisau. Os juga mengatakan bahwa os merasa ketakutan ketika
melihat pisau. Os sempat mengatakan bahwa os lebih baik mati saja supaya
tidak kepikiran masakah os.
Saat mengalami kecemasan ini os mengatakan os menjadi lebih sulit
tidur, os bisa tidur apabila os meminum obat tidur yang diberikan oleh
dokter. Os juga mengaku os sering menangis bila sedang berjualan. Os

menangis apabila jualan os tidak selaku biasanya, selain itu saat berjualan os
juga sering memikirkan anak os.
Os juga mengatakan bahwa sebelumnya saat berkumpul dengan
teman-teman os maka keluhan os akan berkurang. Namun beberapa waktu
ini keluhan tidak berkurang, os tetap saja kepikiran. Os juga menjadi takut
bila penyakit anak os semakin parah karena anak os tidak mau berobat.
Os masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi menyuci
piring baju dan lain-lain. Hal yang berkurang dalam beberapa waktu ini
adalah os menjadi tidak mau berjualan, dan menjadi agak malas untuk
bertemu dengan teman-teman os. Os juga mengatakan os lebih sering
melamun daripada biasanya.
Alloanamnesis: Tn. M/ 42 tahun/ suami os
Suami os mengatakan os mengalami perubahan sikap. Beberapa saat
ini os menjadi lebih sering menangis. Os menangis setelah os melihat anak
os yang sedang sakit. Suami os tidak tahu pasti kapan pastinya os menjadi
seperti ini. Hal ini juga menyebabkan suami os menjadi cemas melihat
keadaan sang istri.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
-

Os tidak pernah ada riwayat demam dengan penurunan kesadaran.

Os tidak ada riwayat kejang.

E.

RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat Prenatal dan Antenatal
Data tidak akurat karena ibu os telah meninggal.
2. Riwayat Masa Bayi ( 0-1,5 tahun) (Infancy: Trust vs Mistrust)
Data tidak akurat karena ibu os telah meninggal.
3. Riwayat Masa Batita (1,5-3 tahun) (Early childhood: Autonomy vs
Shame,doubt)
Data tidak akurat karena ibu os telah meninggal.
4. Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal (3-6 tahun) ( Preschool age:
Initiative vs Guilt)
Data tidak akurat karena os tidak didampingi oleh keluarga os.
5. Riwayat Masa Kanak-Kanak Pertengahan dan Akhir (6-12 tahun)
(School age: Industry vs Inferiority)
Data tidak akurat karena os tidak didampingi oleh keluarga os.
6. Riwayat Masa Remaja (11-20 tahun) ( Adolescence: Identity vs
Confusion)
Os mengatakan bahwa os tidak pernah bermasalah saat remaja. Os
memiliki banyak teman. Os juga mengatakan bahwa os merupakan
wanita yang mandiri.
7. Riwayat Masa Dewasa Awal (20-40 tahun) ( Young Adulthood:
Intimacy vs Isolation)
Os tidak pernah mengalami masalah seperti ini sebelumnya. Os bergaul
dengan baik mengikuti pengajian dan arisan-arisan disekitar rumah os.

8. Riwayat pendidikan
Os bersekolah dan tidak lulus SD
9. Riwayat pekerjaan
Os merupakan pedagang baju di pasar gambut.
10. Riwayat perkawinan
Os menikah dengan suami os saat usia os 20 tahun. Sekarang os memiliki
2 anak satu laki-laki dan satu perempuan. Os tinggal bersama dengan 2
anak os.
F. RIWAYAT KELUARGA

Herediter (-)
Keterangan :
= Pasien
= Laki-laki
= Wanita
= Meninggal
Didalam keluarga os tidak ada memiliki keluhan yang sama.

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Os tinggal bersama suami dan kedua anaknya.Kehidupan sehari-hari pasien
dibiayai oleh suami os.
H.

PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Os merasa dirinya sakit. Os juga sedih karena kadang merasa tidak berguna
di keluarganya. Os sangat menyayangi anak os dan ingin anak os melakukan
pengobatan untuk penyakitnya

III.

STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
A.

Penampilan
Os datang diantar oleh suami os. Wajah os terlihat sesuai dengan umur
os. Os tampak terawat, bertubuh sedang,pendek dan kurus, berkulit
sawo matang, berjilbab berwarna hitam menggunakan baju merah hitam
volkado.

B. Kesadaran
E4 V5 M6 jernih
C. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Hipoaktif.
D. Pembicaraan
Spontan, lancar, koheren.
E.

Sikap terhadap pemeriksa


Kooperatif

F. Kontak psikis
Kontak ada, wajar dan dapat dipertahankan
B.

HIDUP EMOSI

Afek (mood)

: Hipotimia

Reaksi emosi

a. Stabilitas

: Labil

b. Pengendalian

: Tidak dapat mengendalikan

c. Kesungguhan

: sungguh-sungguh

d. kedalaman

: dangkal

e. Skala diferensiasi

: luas

f. Empati

: dapat dirasakan

g. Arus Emosi

: lebih lambat

C.

Fungsi Kognitif
A.

Kesadaran

kompos

sesuai

dengan

mentis
B.

Intelegensi dan pengetahuan umum:


tingkat

pendidikan pasien (SD)


C.

Daya konsentrasi

: terganggu

D.

Orientasi

: baik

Tempat

: Waktu
: baik

Orang
Situasi

: baik
: baik

E. Daya Ingat

: Segera

: baik

Jangka Pendek

: baik

Jangka Panjang

: baik

F.

Pikiran abstrak

:-

G.

Bakat kreatif

H.

Kemampuan menolong diri sendiri : baik

I.

Intelegensia dan Pengetahuan Umum :

:-

Sesuai dengan tingkat pendidikan formal pasien


D.

Gangguan Persepsi

Halusinasi auditorik/visual/olfaktorik : Disangkal Os


Depersonalisasi / derealisasi
E.

Proses Pikir

A.

Arus Pikir
a. Produktivitas

: baik

b. Kontinuitas

: baik

c. Hendaya berbahasa

:-

B.

F.

: Disangkal Os

Isi Pikir

a. Preokupasi

:-

b. Gangguan Isi Pikir

: waham (-)

Pengendalian Impuls

Tidak terkendali
G.
A.

Daya Nilai
Daya nilai sosial

: baik

10

B.

Uji daya nilai

: baik

C.

Penilaian realitas

: baik

H.

Tilikan

Tilikan 5 (mengetahui bahwa dirinya sakit dan tahu bahwa penyebabnya


adalah perasaan irasional atau gangguan-gangguan yang dialami, tetapi
tidak memakai pengetahuan tersebut untuk pengalaman di masa datang)
I.

Taraf dapat dipercaya


Dapat dipercaya

IV.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A.

Status Internus
Keadaan Umum

: Tampak sehat, kesadaran kompos mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 89 X/menit

Respirasi

: 20 X/menit

Suhu

: 36 oC

Bentuk badan

: Sedang

Kulit

: Sawo Matang, tidak sianosis, turgor cepat kembali,


kelembaban cukup, tidak anemis.

Kepala
Mata

:
: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor

Hidung

: Bentuk
sekret

normal, tidak ada epistaksis, tidak ada

11

Mulut

: Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir terlihat


kering.

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks

Inspeksi

: Simetris, tidak ada retraksi dinding dada

Palpasi

: Fremitus raba simetris kanan dan kiri

Perkusi

Cor

: batas jantung normal

Pulmo

: sonor

Auskultasi

Cor

: S1=S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo

: Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi

: Simetris, cembung

Auskultasi

: Peristaltik usus normal

Palpasi

: Hepar/Lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani, asites (-), nyeri ketuk (-)

Ektremitas

: pergerakan bebas, tidak ada edema atau atrofi,


tidak ada tremor.

B.

Status Neurologis

Nervus I-XII

: tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal

: tidak ada

Gejala TIK meningkat

: tidak ada

12

V.

Refleks fisiologis

: normal

Refleks patologis

: tidak ada

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Autoanamnesis dan Alloanamnesis
1. Afek depresif (Os sering melamun dan menangis).
2. Berkurangnya energi dan menurunnya aktivitas (os menjadi malas untuk
berjualan, dan bertemu dengan teman)
3. Sering menangis (os sering menangis bila teringat anak os).
4. Berkurangnya konsentrasi dan perhatian.
5. Kehilangan minat dan kegembiraan (os merasa sedih karena menganggap
dirinya ibu yang menyebabkan anaknya sakit)
6. Tidur terganggu (sulit tidur dan bila tidak minum obat tidak bisa tidur)
7. Adanya gagasan untuk bunuh diri
8. Adanya gagasan mengenai rasa bersalah dan tidak berguna
Pemeriksaan Psikiatri :

VI.

Perilaku dan aktifitas psikomotor : Hipoaktif

Kontak psikis : ada dan dapat dipertahankan

Pembicaraan : Os menjawab dengan lancar namun nampak gelisah

Afek : hypotimia

Ekspresi afektif : terlihat cemas dan sedih

Konsentrasi

: terganggu

EVALUASI MULTIAKSIAL

13

Aksis I

: episode depresif sedang (F.32.1) dd gangguan cemas

menyeluruh (f 41.1)

Diagnosis
Data

Depresi sedang
Sering menangis

pendukung

Malas

Gangguan cemas menyeluruh


Gangguan sedih muncul apabila
melihat anak yang sedih

untuk

beraktivitas

Adanya rasa berdebar

(berjualan)

Adanya rasa cemas setiap hari

Ingin tidur terus

Merasa tidak berguna

Sulit tidur

Adanya

gagasan

ingin bunuh diri

Afek hipotim

Mood

sedih

dan

cemas

Diagnosa: episode depresif sedang (F.32.1)


Aksis II

: none

Aksis III : HT terkontrol


Aksis IV : Masalah dengan primary support group (keluarga)

14

Aksis V

: GAF SCALE 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi,


disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll).

VII.
A.

DAFTAR MASALAH
PSIKOLOGIK

Afek hipotim dimana os sering merasa sedih, selain itu os juga mengalami
penurunan dalam kegiatan. Os juga mengalami gangguan konsentrasi
dalam kehidupan sehari-hari yakni sering melamun.
B.

KELUARGA
Stressor berupa anak os yang tidak ingin berobat.

C.

ORGANOBIOLOGIK
Os memiliki hipertensi namun os rutin meminum obat dan sering kontrol
ke dokter spesialis penyakit dalam.

VIII.

PROGNOSIS
Diagnosis penyakit

: ad bonam

Perjalanan penyakit

: ad bonam

Ciri kepribadian

: dubia ad bonam

Stressor

: dubia ad bonam

Psikosoasial

: ad bonam

Riwayat herediter

: ad bonam

Usia saat menderita

: dubia ad bonam

Pola keluarga

: ad bonam

Pendidikan

: dubia ad bonam

15

IX.

Aktivitas pekerjaan

: ad bonam

Ekonomi

: dubia ad bonam

Lingkungan sosial

: dubia ad bonam

Organobiologi

: dubia ad bonam

Pengobatan psikiatri

: ad bonam

Ketaatan berobat

: ad bonam

Kesimpulan

: Dubia ad bonam

RENCANA TERAPI
Psikoterapi

: bisa dilakukan dengan cara psikoterapi supportive atau


reedukatif.

Supportive

dengan

cara

manipulasi

lingkungan, terapi kelompok,maupun dengan cara


bimbingan. Untuk reedukatif misalnya terapi keluarga
terapi perilaku dll
Terapi Religi : pasien harus diajarkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan, lebih sering ke pengajian untuk
menambah ilmu keagamaan
Rehabilitasi

: memberi kegiatan kepada penderita yang sesuai bakat


dan

minatnya

agar

membantu

memepercepat

penyembuhan.
Medika Mentosa

Fluoxatine 20 mg (1x1 caps), termasuk anti depresan golongan


SSRI

Selektif

Serotonin

Reuptake

Inhibitor

selektif

menghambat ambilan serotonin dan mengingat profil efek

16

sampingnya untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan


sedang yang datang berobat jalan sebaiknya pertama-tama
menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya minimal
(meningkatkan kepatuhan minum obat), spektrum efek anti depresi
luas dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang
tinggi (> 6000mg) sehingga relatif aman.
X.

DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesa alloanamnesa dan autoanamnesa serta
pemeriksaan status mental yang dilaksankan pada hari selasa tanggal 17
November 2015, dan merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, diagnosis
penderita dalam kasus ini mengarah ke episode depresi dan dapat didiagnosa
dengan episode depresi sedang (F.32.1).
Depresi adalah gangguan mood yang dikarakteristikkan dengan kesedihan
yang intens, berlangsung dalam waktu lama, dan mengganggu kehidupan normal.
Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius, penyakit
ini mengenai 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu dalam kehidupan.2
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada
urutan keempat penyakit di dunia pada tahun 2000. Pada tahun 2020, depresi
diperkirakan menempati urutan kedua penyakit di dunia. Sekarang depresi
merupakan penyakit kedua yang terjadi pada pria dan wanita umur 15-44 tahun.
Dengan semakin meningkatnya tekanan kehidupan semakin banyak orang-orang
yang menunjukkan gejala depresi, Depresi merupakan satu masa terganggunya
fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

17

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh
diri.
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari
seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu ( Kaplan,
2010). Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam
perjalanan proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai
berikut: (1) pada keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan,
patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan,
dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis,
merupakan ketidakmauan ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsangan disertai
menurunnya nilai diri, delusi ketidakpuasan, tidak mampu, dan putus asa.
Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan emosi (perasaan sedih, murung,
iritabilitas, preokupasi dengan kematian), gangguan kognitif (rasa bersalah,
pesimis, putus asa, kurang konsentrasi), keluhan somatik (sakit kepala, keluhan
saluran pencernaan, keluhan haid), gangguan psikomotor (gerakan lambat,
pembicaraan lambat, malas, merasa tidak bertenaga), dan gangguan vegetatif
(gangguan tidur, makan dan fungsi seksual). Kaplan menyatakan bahwa faktor
penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor
genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi

18

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin


biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol aset ic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki
serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin
pada depresi menurun, hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan
konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin
menurun seperti parkinson, disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion dapat
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima
input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien
depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat
kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik
yang

mengaktivasi

aksis

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal

(HPA)

dapat

menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang


paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan.
Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004).
Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada
pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem

19

umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).
Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah
berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ
utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi
mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH
(Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon
estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal
terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen
bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase.
Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel
saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada
seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan
yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum
dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada
ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,
serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas
menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60an tahun.
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di
antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi
ringan diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka

20

keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot
(Davies, 1999). Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak
disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam
ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat
individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah
genetik.
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial
yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental, faktor psikososial tersebut
adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak
saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan
penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010). Sedangkan menurut Kane, faktor
psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan
hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan
penyakit fisik (Kane, 1999). Sedangkan faktor psikososial yang mempengaruhi
depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian,
psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial
(Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului
episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode

21

depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang


bersifat akut, seperti

kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis

misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan


interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto,
1999).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada
individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)
mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Faktor kognitif. Adanya
interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi
negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan
keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi
(Kaplan, 2010).
Pedoman diagnostik untuk episode depresi menurut PPDGJ III, antara lain:

Gejala Utama ( pada depresi derajat ringan, sedang, berat):

I - afek depresi,
I - kehilangan minat dan kegembiraan
I - berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

22

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang


c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan


masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosa, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.

Sedangkan pedoman diagnostik untuk episode depresi sedang menurut


PPDGJ III, antara lain :

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada


episode depresi ringan (F30.0).

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2


minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan


dan urusan rumah tangga.

Berdasarkan pedoman diagnosis secara umum untuk episode depresi pada


penderita ini telah terpenuhi yaitu ditemukannya gejala utama seperti afek depresi,
kehilangan minat dan kegembiraan, meningkatnya keadaan mudah lelah saat
beraktivitas sedikit saja sehingga terjadi penurunan aktivitas serta terdapat gejala

23

lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang berkurang dimana os menjadi lebih
sering melamun. Os juga merasa, tidurnya menjadi terganggu os. Gejala-gejala
tersebut telah berlangsung selama sekurang-kurangnya 2 minggu.
Pengelompokan tipe episode depresif itu dapat dilihat dari gejala utama
yang mendasari episode depresif itu sendiri dan gejala lainnya, misalnya pada
episode depresi ringan gejala yang menonjol adalah hanya sedikit kesulitan dalam
pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya, pada episode depresif
sedang gejala yang menonjol adalah menghadapi kesulitan nyata untuk
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Pada episode
depresif berat tanpa gejala psikotik

gejala yang menonjol adalah tidak

memungkinkannya pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan


atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas dan pada
episode depresif berat dengan gejala psikotik gejala yang menonjol adalah sudah
adanya waham yang melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka
yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu, serta adanya
halusinasi auditorik berupa suara yang menghina menuduh atau halusinasi
olfatorik seperti mencium bau kotoran atau daging busuk.
Melalui anamnesis baik yang dilakukan langsung dengan os maupun
anamnesis yang dilakukan dengan suami os didapatkan pula gejala-gejala yang
mendukung diagnosis ke arah episode depresif sedang antara lain di dapatkan 3
gejala utama dan 4 gejala lainnya yang berlangsung sudah lebih dari 2 minggu
yang lalu serta menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, dan
pekerjaan.

24

Depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa


aminergic neurotransmitter salah satunya serotonin pada celah sinaps neuron di
SSP khususnya sistem limbic sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun. Pada
pasien depresi diberikan obat antidepresan yang dapat menghambat re-uptake
aminergic neurotransmiter dan menghmbat penghancuran oleh enzim Monoamine
Oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada
celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor
serotonin. Pada os diberikan obat Fluoxetin 10 mg (1 x 1 caps), yang termasuk
dalam obat anti-depressan golongan SSRI (Selektif Serotonin Reseptor Inhibitor).
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) merupakan grup kimia antidepresan
baru yang khas, hanya menghambat ambilan serotonin secara spesifik. Berbeda
dengan antidepresan trisiklik yang menghambat tanpa seleksi ambilan
norepinefrin, serotonin, reseptor muskarinik. Dibandingkan dengan antidepresan
trisiklik, SSRI menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan kordiotoksisitas
lebih rendah. Mengingat os baru pertama kali berobat jalan dan mengingat profil
efek sampingnya sebaiknya pertama-tama meggunakan golongan SSRI tetapi
apabila dalam jangka waktu yang cukup ( sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat
beralih ke golongan trisiklik dan jika pilihan kedua belum berhasil dapat beralih
dengan spektrum anti-depresan yang lebih sempit yaitu golongan tetrasiklik.
Efek samping obat anti-depresan dapat berupa sedasi (rasa mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun, dll), efek anti-kolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,

25

konstipasi, sinustakikardia, dll), efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG,


hipotensi) dan efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi).
Selain menggunakan psikofarmaka, terapi pada pasien ini dapat dilakukan
dengan cara psikoterapi berupa terapi keluarga dan masyarakat agar bisa
menerima keadaan penderita dengan tidak menimbulkan stressor-stressor baru,
melainkan dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk kesembuhan
penderita. Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam membantu
kesembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2001
2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press, 2009.
3. Kusumawardhani AAAA, Husain AB, Adikusuma A, et al. 2010. Buku
Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI.
4. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi 3.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2007.
5. Roberts ER, Shema SJ, Kaplan GA, Strawbridge WJ. Sleep Complaints
and Depression in an Aging Cohort: A Prospective Perspective. Am J
Psychiatry. 2000;157: 81-88.
6. Buysse DJ, Angst J, Gamma A, Ajdacic V, Eich D, Rssler W. Prevalence,
Course,and Comorbidity of Insomnia and Depression in Young Adults.
SLEEP. 2008;31(4): 473-480.

Anda mungkin juga menyukai