Anda di halaman 1dari 25

PANDUAN INSIDEN

KESELAMATAN

PASIEN

PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS


TAHUN 2023
PANDUAN

INSIDEN KESELAMATAN PASIEN


PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS

BAB I
PENDAHULUA
N

A. LATAR BELAKANG

Pertimbangan keluarnya Permenkes 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien adalah:


a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dibutuhkan tindakan
yang komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di fasilitas pelayanan
kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang kembali;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran (Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464);
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049);
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien;
Keselamatan Pasien Dalam UU. No 44 th 2009 Tentang Puskesmas Pasal :

1. Puskesmas wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien


2. Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD)
3. Puskesmas melaporkan kegiatan kepada Tim Mutu yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas kecamatan ciracas
4. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk
mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan pasien diatur dengan Peraturan Menteri
yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yang dimana pada
tahun 2017 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi dan direvisi menjadi Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Definisi Insiden Keselamatan Pasien


2. Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien
3. Standar Prosedur Operasional Pelaporan Insiden Internal
4. Analisa Matriks Grading Risiko
5. Penetapan jenis kejadian sentinel

B. DEFINISI
1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat meningkatkan risiko pada
pasien.
a. Keadaan adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu
"Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient Safety Event , Agent atau Personal"
b. Agent adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan
3. Keselamatan Pasien / Patient Safety
Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang
potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis, cacat, kematian dll),
terkait dengan pelayanan kesehatan.
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu
Puskesmas yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya
asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi
untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. (Penjelasan UU 44/2009)
4. Keselamatan Pasien Puskesmas / Public Health Center Safety
Suatu sistem dimana Puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
5. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat berupa
fisik, sosial dan psikologis. Yang termasuk harm adalah : "Penyakit, Cedera, Penderitaan,
Cacat, dan Kematian".
a. Penyakit/Disease
Disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera/Injury
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering
Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah,
depresi, agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability
Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau
restriksi dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang terjadi
sebelumnya atau saat ini.
6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident
Setiap adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lainlain) yang tidak
seharusnya terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”), bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien. Ketika rumah sakit mendeteksi atau mencurigai
perubahan yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan harapan maka Puskesmas
memulai analisis mendalam untuk menentukan perbaikan paling baik difokuskan di area
mana. Secara khusus, analisis mendalam dimulai jika tingkat, pola, atau tren yang tidak
diinginkan bervariasi secara signifikan dari
 apa yang diharapkan;
 apa yang ada di Puskesmas; dan
 standar-standar yang diakui.
Analisis dilakukan untuk semua hal berikut ini:
a. semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi jika sesuai untuk rumah sakit.
b. semua kejadian serius akibat efek samping obat jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit;
c. semua kesalahan pengobatan yang signifikan jika sesuai dan sebagaimana yang
didefinisikan oleh rumah sakit;
d. semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan diagnosis pascaoperasi;
e. efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat atau mendalam dan
pemakaian anestesi;
f. kejadian-kejadian lain; misalnya
 infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan atau wabah penyakit menular;
 pasien jiwa yang melarikan diri dari ruang perawatan keluar lingkungan rumah
sakit yang tidak meninggal/tidak cedera serius.
8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss
Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera
pada pasien.
9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
menimbulkan cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima suatu
obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat dengan
reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance”kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden.
11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk
kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti : operasi pada
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang
terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah, dan sebagainya) sehingga pencarian
fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan
dan prosedur yang berlaku. Kejadian Sentinel meliputi :
a. Kematian yang tidak diduga, termasuk, dan tidak tidak terbatas hanya
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi
pasien (contoh, kematian emboli paru- paru);
- kematian bayi aterm;
- bunuh diri.
b. Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait dengan penyakit pasien atau kondisi
pasien;
c. salah prosedur, dan salah pasien;
d. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal.
Semua kejadian yang sesuai dengan definisi harus dilakukan analisis akar masalah
(RCA=root cause analysis). Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45 hari
setelah kejadian.
12. Laporan insiden keselamatan pasien Puskesmas (Internal)
Pelaporan secara tertulis setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial cedera (KPC)
yang menimpa pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien di puskesmas :
Pelaporan secara tertulis di setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris
cedera (KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang terjadi pada
pasien, setelah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
14. Faktor Kontributor adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan
dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian
tugas yang tidak sesuai kebutuhan). Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada prosedur
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau perilaku petugas
yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya team work atau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses berulang yang
sistematik dimana faktor faktor yang berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi
dengan merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang
diulang hingga menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa'
harus ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.
BAB III
KEBIJAKAN

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan


Pasien Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan di
fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga perlu disempurnakan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/PER/X/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran (Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 464);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1049);
4. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report),
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS), Jakarta, 2015
BAB IV
TATA LAKSANA

Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan
akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya
yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya
investigasi selanjutnya.
Mengapa pelaporan insiden penting?
Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
Bagaimana memulainya ?
Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir
pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
Apa yang harus dilaporkan ?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris
terjadi.
Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ?
Siapa saja atau semua karyawan puskesmas yang pertama menemukan
kejadian / insiden Siapa saja atau semua karyawan yang terlibat dalam
kejadian / insiden Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan
manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus
melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara
menganalisa laporan.

Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden


1. Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat
2. Laporan sering disembunyikan / under report, karena takut disalahkan.
3. Laporan sering terlambat
4. Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan (blame culture)

I. ALUR PELAPORAN
A. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC / KTD / KTC / KPC) di Puskesmas, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak
diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja / karyawan kepada petugas PMP
langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, Petugas PMP melaporkan hasil temuan ke Tim PMP
Puskesmas).
4. Tim PMP dan Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut :
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1
minggu. Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Unit, waktu maksimal 2 minggu
Grade kuning : Investigasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh Tim
Keselamatan Pasien (KP) di Puskesmas, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh Tim
PMP Puskesmas, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim PMP di Puskesmas.
7. Tim PMP di Puskesmas akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA)
dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di Puskesmas akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di Puskesmas akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk / "Safety
alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Kepala Puskesmas
11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Puskesmas
12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing - masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim PMP di Puskesmas.
B. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE KKPRS - KOMITE KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (Eksternal)
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada pasien
dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim PMP di Puskesmas (internal) /
Ketua Tim PMP melaporkan hasil temuan ke Kepala Puskesmas dan Mutu Puskesmas
Kecamatan Ciracas
ALUR PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (INTERNAL) KEPANITIA
MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS

INSIDEN (KTD/KNC/KTC/KPC/Kejadian
Sentinel)

Buat laporan insiden (isi


Tindak Tim
lanjut
Keselamatan Pasien Puskesmas Danpada
Mutuakhir kerja dan
formulir
(dicegah/ditangani)
menganalisis lagi hasil investigasi dan laporan insiden
diserahkan ke Petugas PMP

Patugas PMP memeriksa laporan


(melakukan grading risiko)

Dilihat hasil investigasi dan dilaporkan ke Tim Mutu


dan Keselamatan Pasien Puskesmas

Untuk grade kuning/merah, Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien


Puskesmas akan melakukan RootCause Analysis (RCA)

Mutu dan Keselamatan Pasien Puskesmas akan membuat laporan


dan rekomendasi untuk perbaikan serta
“pembelajaran” berupa: petunjuk/safety alert

Hasil Root Cause Analysis (RCA), rekomendasi dan rencana


kerja dilaporkan kepada Kepala Puskesmas

Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan


umpan balik kepada unit

Ka Unit akan membuat analisis dan tren kejadian di satuan


kerjanya, monitoring dan evaluasi perbaikan oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien Puskesmas
C. ANALISIS MATRIKS GRADING RISIKO
1. dilakukan untuk menentukan seberapa besar risiko suatu insiden berdasarkan
dampak dan probabilitasnya.
2. Penilaian dampak dapat diartikan sebagai seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.
3. Penilaian tingkat probabilitas dapat diartikan sebagai seberapa seringnya insiden
tersebut.
4. Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, masukkan ke dalam tabel matriks
grading risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
5. Skor risiko ini ditentukan dengan menggunakan tabel matriks grading risiko,
yaitu:
- Pada kolom kiri: frekuensi.
- Pada baris kearah kanan: dampak.
- Pertemuan antara frekuensi dan dampak: ditetapkan untuk
mendapatkan warna bands.
6. Skor risiko akan menentukan prioritas risiko.
7. Jika pada penilaian risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang
nilainya sama, maka untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands
risiko.
8. Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam 4 warna yaitu biru,
hijau, kuning, merah.
9. Skala prioritas bands risiko adalah :
 Bands biru : rendah investigasi sederhana
 Bands hijau : sedang  inv. sederhana
 Bands kuning : tinggi  inv. komprehensif/RCA
 Bands merah : sangat tinggi  inv. komprehensif/RCA
10. Tindakan sesuai Tingkat & Bands Risiko
SKOR RISIKO = DAMPAK X PROBABILITY
BAB IV
DOKUMENTASI

Semua laporan yang telah dibuat harus didokumentasikan di Unit untuk bahan
monitoring, evaluasi dan tindak lanjut.
Diketahui oleh,
Medan,
Direktur Rumah Sakit Umum X,

Ketua Panitia PMKP

dr.

Anda mungkin juga menyukai