Anda di halaman 1dari 2

Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kode / Nama MK : HKUM4208/Hukum dan Hak Asasi Manusia


Tugas :1

Jawaban nomor 1
International Covenant on Civil and Political Rights (“ICCPR”) atau Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik melalui UU 12/2005. Pasal 6 ayat (1) Lampiran UU 12/2005
mengatur bahwa pada setiap manusia melekat hak untuk hidup, dan hak tersebut harus dilindungi
oleh hukum. Tidak seorangpun dapat merampas hak hidupnya. Pasal tersebut melarang adanya
pidana mati, namun Pasal 6 ayat (2) Lampiran UU 12/2005 menegaskan:
Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya
dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan yang paling serius sesuai dengan hukum yang
berlaku pada pada saat dilakukannya kejatahan tersebut, dan tidak bertentangan dengan
ketentuan Kovenan dan Konvensi tentang Pencegahan dan Hukum Kejahatan Genosida.
Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasar keputusan akhir yang dijatuhkan oleh suatu
pengadilan yang berwenang.
Dalam ICCPR terdapat pemahaman terhadap a public emergency which treatens the life of
nation, yakni keadaan darurat yang dapat dijadikan dasar untuk membatasi pelaksanaan hak-hak
kebebasan dasar, dengan syarat bahwa keadaan memang benar dalam keadaan darurat. Keadaan
darurat tersebut kemudian harus diumumkan secara resmi. Hal tersebut selaras dengan Pasal 4
ayat (1) Lampiran UU 12/2005 yakni:
Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang
telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-
langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasakan Kovenan ini, sejauh
memang sangat diperlukan dalam siatuasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut
tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan
tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama atau asal-usul sosial.
Berdasarkan pasal tersebut, dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan
bangsa dan jika keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak
pada kovenan ini dapat mengambil upaya yang menyimpang dari kewajiban negara berdasarkan
ICCPR.

Referensi :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/dilema-hak-untuk-hidup-dan-hukuman-mati-di-
indonesia-lt4ef039a2d0c28/

Jawaban nomor 2
 Daya Bangun Hukuman Mati:
Hukuman mati sering dianggap memiliki potensi daya bangun sebagai hukuman ekstrem
yang dapat mengintimidasi dan memengaruhi potensi pelaku tindakan kriminal untuk tidak
melakukan kejahatan serius. Beberapa berpendapat bahwa hukuman mati dapat memberikan
rasa keadilan kepada korban dan masyarakat dengan memberikan balasan sepadan atas
kejahatan yang telah dilakukan.
 Daya Rusak Hukuman Mati:
Di sisi lain, banyak yang berpendapat bahwa hukuman mati memiliki daya rusak yang
signifikan. Ini termasuk risiko menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang yang tidak
bersalah, pelanggaran hak asasi manusia, dan masalah etika terkait eksekusi manusia. Selain
itu, hukuman mati tidak memberikan pelaku kesempatan untuk bertobat atau memperbaiki
kesalahannya.

Jawaban nomor 3
“Hak Terpidana yang Dijatuhi Sanksi Pidana Mati”
Terpidana yang dijatuhi hukuman mati tetap memiliki beberapa hak, meskipun hukuman tersebut
adalah yang paling ekstrem. Ini termasuk hak untuk pengadilan yang adil, hak untuk memiliki
perwakilan hukum, hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan secara tidak manusiawi, dan hak
untuk mengajukan banding atau permohonan grasi. Terpidana juga berhak mendapatkan
perlakuan manusiawi selama proses eksekusi.

Jawaban nomor 4
Pertimbangan Mahkamah Konstitusi Terkait Pidana Mati (Putusan MK Nomor
2-3/PUU-V/2007): Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 mengenai hukuman
mati di Indonesia mengangkat beberapa pertimbangan penting. MK menyatakan bahwa hukuman
mati hanya dapat digunakan sebagai upaya terakhir dan dalam situasi tertentu, yaitu untuk
kejahatan terberat. MK juga menekankan pentingnya menjalankan hukuman mati dengan
prosedur yang adil dan menghindari penggunaannya secara sewenang-wenang. Putusan ini
sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan.

Referensi :
https://www.hukumonline.com/klinik/a/dilema-hak-untuk-hidup-dan-hukuman-mati-di-
indonesia-lt4ef039a2d0c28/
https://www.mkri.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_Putusan%202-
3%20PUUV2007ttgPidana%20Mati30Oktober2007.pdf

Anda mungkin juga menyukai