Anda di halaman 1dari 46

i

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI


STUDI TENTANG MUTU KOMPETENSI SISWA SMK
DI KOTA BANDUNG

Peneliti:
Dr. SAMBAS ALI MUHIDIN, M.Si. (Ketua)
Drs. HENDRI WINATA, M.Si. (Anggota)
Drs. UEP TATANG SONTANI, M.Si. (Anggota)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154 Telp./Fax. (022) 2002254
2019
i

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Studi tentang Mutu Kompetensi Siswa SMK di
Ketua Peneliti : Dr. Sambas Ali Muhidin, S.Pd., M.Si
Nama lengkap dan gelar : Sambas Ali Muhidin, M.Si.
NIP. : 197406272001121001
Pangkat/Gol./Jabatan : Penata Tk. 1/III d
Unit kerja : Pendidikan Manajemen Perkantoran
Fakultas : Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

Jumlah Anggota Peneliti : 2 (dua) orang


Biaya Penelitian : Rp. 100.000.000,-
Sumber Biaya : Dana Rutin UPI
Pemanfaatan Hasil Penelitian : Jurnal Ilmiah

Bandung, 11 Nopember 2017

Mengetahui,
Ketua Peneliti Dekan FPEB UPI

Prof. Dr. H. Agus Rahayu, M.P. Sambas Ali Muhidin, M.Si.


NIP. 196206071987031002 NIP. 19740627200112100

Menyetujui,
Ketua LPPM UPI,

Prof. Dr. Ahman, M.Pd.


NIP. 195901041985031002
ii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................1
1.2 Perumusan Masalah..........................................................................7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................8
1.3.1 Tujuan Penelitian............................................................................8
1.3.2 Manfaat Penelitian..........................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................9
2.1 Pengertian Mutu Kompetensi Siswa...............................................9
2.2 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) dalam
Pendidikan....................................................................................10
2.3 Penjaminan Mutu Kompetensi Siswa...........................................13
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Kompetensi Siswa....14
2.5 Indikator Mutu Kompetensi Siswa................................................20
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................23
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian...............................................23
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................23
3.3 Melakukan Pengambilan Sampel..................................................25
3.3.1 Definisi Konseptual dan Operasionalisasi Variabel.....................25
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data..................................27
3.5 Teknik Analisis Data.......................................................................27
3.6 Rancangan Pengujian Hipotesis....................................................28
HAS 29
BAB IV IL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................................29
4.1 Hasil Penelitian................................................................................29
4.2 Pembahasan.....................................................................................30
BAB V SIMPULAN DAN SARAN......................................................................33
iii

5.1 Simpulan..........................................................................................33
5.2 Saran.................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 The Hierarchy of Quality Concepts..................................................11
Gambar 2. 2 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan...............................................14
Gambar 2. 3 Model Sistem (Umum)......................................................................15
Gambar 2. 4 Social System Model for Schools.....................................................16
Gambar 2. 5 Peta Komponen Pendidikan sebagai Sistem.....................................17
Gambar 2. 6 Teachers’ Work and The Relationships Between Non-Academic and
Academic Student Outcomes...............................................................18
Gambar 2. 7 The Model of Teacher Effectiveness..................................................19
v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Yang


Ditamatkan Tahun 2012 - 2016.............................................................4

Tabel 3. 1 Unit Analisis Penelitian SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen
di Kota Bandung..................................................................................24
Tabel 3. 2 Ukuran Sampel Penelitian....................................................................25

Tabel 4. 1 Persentase Tanggapann Responden Terhadap Mutu Kompetensi Siswa


.............................................................................................................29
Tabel 4. 2 Persentase Penguasaan Kompetensi Siswa..........................................32
vi
1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Dinas Pendidikan Kota Bandung dalam Rencana Strategis Tahun
2013-2018 mengungkapkan permasalahan pendidikan di Kota Bandung, yaitu:
Pertama, permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan pendidikan,
meliputi: (a) belum terpenuhinya kapasitas daya tampung sekolah; (b)
Tingginya tingkat kerusakan bangunan sekolah yang ada, (c) tidak meratanya
penyebaran sekolah dan penyebaran penduduk, (d) masih adanya kendala
budaya dan/atau tradisi yang hidup dimasyarakat yang kurang pentingnya
pendidikan, dan (e) masih terdapat sebagian masyarakat yang kemampuan
daya belinya masih rendah.
Kedua, permasalahan dalam peningkatan mutu pendidikan, meliputi:
(a) kurang meratanya kualitas kemampuan profesionalisme guru dalam
strategi, metode dan evaluasi pembelajaran belum dapat memfasilitasi siswa
dalam meningkatkan kompetensi siawa secara berkelanjutan belum
berkembang pada semua sekolah, (b) terdapat kesenjangan dalam fasilitas
sarana penunjang pembelajaran pendidikan yang bermutu belum merata pada
seluruh sekolah, seperti perpustakaan dan laboratorium serta media
pembelajaran, (c) belum terpenuhinya kesejahteraan minimal guru, (d) belum
meratanya disiplin guru dalam melaksanakan tugas; (e) inovasi dalam
perencanaan kurikulum berlum merata pada semua sekolah, dan sekolah level
bawah cenderung ketidaksiapannya semakin tinggi, sekolah mempersepsikan
pelaksanakan BBE/Life Skills sebagai pendekatan tereduksi pada lingkup
vokasional, (f) media belajar siswa dan media penampilan hasil belajar siswa
belum mendapat perhatian baik di setiap sekolah, (g) internet sebagai sumber
belajar belum optimal diberdayakan dengan baik, (h) kebijakan dan
implementasi kebijakan pengembangan perpustakaan sekolah sebagai media
belajar masih lemah, (i) kendali mutu kendali pembelajaran melalui efektivitas
kinerja pengawas pembina dan kepala sekolah perlu dikembangkan melalui
penetapan kebijakan bersama yang terprogram, (j) kolaborasi dalam
pembaharuan kegiatan belajar melalui kerja sama antara guru belum
berkembang dengan baik sebagai bagian dari dinamika budaya kerja, (k)
belum tercipta kegiatan yang dapat menampilkan produk karya secara
kompetitif untuk guru, (l) belum ditetapkan standar mutu yang menjadi
indikator pencapaian program, dan (m) belum terdapat kebijakan untuk
menetapkan kendali mutu yang merupakan rencana implementasi kebijakan
tingkat nasional.
Ketiga, permasalahan dalam peningkatan relevansi pendidikan,
meliputi: (a) kurangnya sekolah dalam mewadahi siswa yang berprestasi, (b)
pembelajaran kepada siswa dalam meningkatkan kompetensi masih bersifat
klasikal, (c) kurangnya pembinaan siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler
maupun intrakurikuler, (d) lulusan sekolah kurang memiliki ketrampilan dan
kecakapan hidup, (e) mengacu kepada kebutuhan pasar, (f) belum optimalnya
kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri, dan (g) belum mampu
menjanjikan nilai jual lulusan.
Keempat, permasalahan dalam peningkatan Efesiensi pendidikan,
meliputi: (a) Kemampuan manajerial sekolah dalam mengembangkan
pelayanan pendidikan belum merata pada seluruh sekolah, (b) belum
optimumnya kegiatan kelompok kerja kepala sekolah., kelompok kerja
guru/MGMP dan supervisi kinerja guru, (c) mutu pelayanan administratif
bidang kurikulum, sarana pendidikan, dan bidang pengembangan profesi
belum optimum, (d) kebijakan ke arah pengembangan budaya belajar melalui
pengembangan sekolah sebagai organisasi belajar masih lemah, dan (e) belum
tersedianya data pendidikan yang akurat dan tepat sebagai acuan dalam
perencanaan dan pengawasan.
Berdasarkan Renstra Dinas Pendidikan Kota Bandung di atas,
terungkap bahwa permasalahan pendidikan yang dihadapi masih sangat
banyak, dan memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih serius lagi,
mengingat output dari pendidikan adalah mutu lulusan. Bahkan tinggi
rendahnya mutu lulusan berkorelasi positif dengan mutu pendidikan dan daya
saing bangsa Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain.
World Economic Forum (WEF), misalnya, setiap tahun merilis Global
Competitiveness Index Rangkings terhadap 140 negara yang disurvei. WEF
menggolongkan data kuantitatif dan survei dimana penilaian peringkat daya
saing global didasarkan pada 113 indikator yang dikelompokkan pada 12 pilar
daya saing, yaitu: institusi, insfratukrur, kondisi dan situasi ekonomi makro,
kesehatan dan pendidikan dasar,pendidikan tingkat atas dan pelatihan,
efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finasial, kesiapan
teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.
Rilis terbaru peringkat daya saing global periode 2016-2017 oleh
WEF, Indonesia mengalami penurunan empat peringkat dari tahun 2015-2016,
yaitu menjadi peringkat 41. Di level ASEAN, Indonesia menempati peringkat
keempat, di bawah Siangapura (2), Malaysia (25), dan Thailand (34). Di
bawah Indonesia, Filipina (57), Brunei Darussalam (58), Vietnam (60),
Kamboja (89), dan Laos (93).
Secara lengkap peringkat daya saing global Indonesia yang dirilis
WEF dalam delapan tahun terakhir, adalah tahun 2009 peringkat 54, tahun
2010 peringkat 44, tahun 2011 peringkat 46, tahun 2012 peringkat 50, tahun
2013 peringkat 38, tahun 2014 peringkat 34, tahun 2015 peringkat 37, dan
tahun 2016 peringkat 41.
Fakta empiris tentang masih rendahnya mutu pendidikan dan daya
saing di atas, tentu harus dicarikan jalar keluarnya, karena jika tidak akan
berdampak pada munculnya persoalan-persoalan yang diakibatkan dari produk
pendidikan yang dihasilkan (lulusan). Apalagi pada akhir bulan Desember
2015 lalu, era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic
Community (AEC) sudah mulai diberlakukan. Dimana pada era MEA ini
segala aktivitas individu dan organisasi, khususnya ASEAN, sudah tidak
dibatasi lagi oleh batas wilayah atau negera. Sehingga persaingan diberbagai
bidang menjadi sangat ketat.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sejauhmanakah tingkah
kesiapan Bangsa Indonesia untuk bisa bersaing dan memenangkan persaingan
di era MEA. Inilah kiranya yang perlu dibuktikan oleh semua bidang

3
kehidupan, termasuk bidang pendidikan, sebagai salah satu komponem
penting untuk mengukur kemajuan bangsa.
Sekaitan dengan data empiris dan permasalahan yang dihadapi oleh
dunia pendidikan Indonesia, salah satu yang selalu menjadi sorotan, karena
diduga menjadi faktor determinan menghasilkan mutu lulusan pendidikan,
adalah guru. Kinerja guru masih dianggap belum optimal dalam menghasilkan
lulusan (output) lulusan yang berkualitas.
Di Kota Bandung, kinerja guru dapat dikatakan sudah cukup baik,
hanya saja belum optimal. Belum optimalnya kinerja guru di Kota Bandung,
terungkap dari temuan-temuan penelitian sebelumnya, diantaranya: (1)
kepuasan siswa yang masih relatif rendah (Ermawati, 2013); (2) aktivitas
perencanaan dan evaluasi pembelajaran yang sepenuhnya belum dilaksanakan
(Ika Rahmawati, 2015); kemampuan menyusun rencana pembelajaran masih
rendah (Budi Santoso, 2016); serta proses belajar mengajar yang kurang
bervariasi, monoton, dan kurang dalam menyiapkan sumber belajar yang tepat
(Irma Anggraeni1, dkk, 2016)
Belum optimalnya kinerja guru dalam menghasilkan lulusan yang
berkualitas, selain dilihat dari daya saing Indonesia jika dibandingkan dengan
negara lain, juga terlihat dari keterserapan lulusan oleh dunia kerja dan
industri. Sekaitan dengan hal tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis
jumlah pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan
terbaru pada bulan Februari tahun 2016 lalu.

Tabel 1. 1
Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi Yang
Ditamatkan Tahun 2012 - 2016

N Pendidikan yang Tahun


o Ditamatkan 2012 2013 2014 2015 2016
1 Tidak/belum
85,374 81,432 74,898 55,554 94,293
pernah sekolah
2 Tidak/belum
512,041 489,152 389,550 371,542 557,418
tamat SD
N Pendidikan yang Tahun
o Ditamatkan 2012 2013 2014 2015 2016
3 1,452,04 1,347,55 1,229,65 1,004,96 1,218,95
SD
7 5 2 1 4
4 1,714,77 1,689,64 1,566,83 1,373,91 1,313,81
SLTP
6 3 8 9 5
5 SLTA 1,867,75 1,925,66 1,962,78 2,280,02 1,546,69
Umum/SMU 5 0 6 9 9
6 SLTA 1,067,00 1,258,20 1,332,52 1,569,69 1,348,32
Kejuruan/SMK 9 1 1 0 7
7 Akademi/
200,028 185,103 193,517 251,541 249,362
Diploma
8 Universitas 445,836 434,185 495,143 653,586 695,304
7,344,86 7,410,93 7,244,90 7,560,82 7,024,17
Total
6 1 5 2 2
Sumber: BPS (2016)
Tabel 1.1. di atas memperlihatkan bahwa pengangguran terbuka
berdasarkan pendidikan yang ditamatkan, jumlahnya dari tahun ke tahun
belum menunjukan perubahan yang signifikan, bahkan cenderung berada pada
kisaran jumlah yang sama. Jumlah pengangguran di Indonesia masih
didominasi oleh lulusan sekolah menengah.
Sekaitan dengan tingginya tingkat pengangguran di atas, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dalam Renstra Kemendikbud 2015-2019
menyebutkan bahwa ketidakselarasan antara dunia kerja dan kualitas lulusan
SMK merupakan salah satu faktor yang mendorong rendahnya penyerapan
lulusan SMK pada dunia kerja. Oleh karena itu guru sebagai ujung tombak
dalam kegiatan pendidikan, yang dapat menentukan kualitas lulusan, perlu
mendapatkan perhatian yang lebih, sehingga kualitas, kompetensi, dan
profesionalisme guru meningkat.
Renstra Kemendikbud 2015-2019 menyebutkan menyebutkan lebih
jauh, bahwa hingga saat ini tidak terdapat hubungan linier antara peningkatan

5
kualifikasi dan sertifikasi profesi pendidik terhadap hasil belajar siswa. Hal ini
antara lain disebabkan oleh, (1) belum diterapkannya sistem Uji Kompetensi
Guru sebagai bagian dari proses penilaian hasil belajar siswa; (2) belum
dilaksanakannya penilaian kinerja guru yang sahih, andal, transparan dan
berkesinambungan; (3) belum dipertimbangkannya perbaikan disain program
dan keselarasan disiplin ilmu sebagai dasar peningkatan kualifikasi akademik
dan sertifikasi guru; serta (4) belum dilaksanakannya Pengembangan
Profesional Berkesinambungan (PPB) bagi guru.
Fakta-fakta yang menggambarkan bagaimana kondisi pendidikan di
atas, mengindikasikan bahwa, dunia pendidikan Indonesia, khususnya sekolah
menengah, masih terus harus melakukan pembenahan, termasuk didalamnya
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menjadi lokus dalam penelitian ini.
Sejauh ini pemerintah masih terus melakukan pembenahan, mencari model
yang tepat, sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Banyak
upaya yang sudah dilakukan, baik menyangkut pengelolaan pembelajaran
maupun pengelolaan manajerial pendidikan, tetapi hasilnya masih belum
menggembirakan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Pendidikan Nasional 2005-2025 misalnya, pemerintah memproyeksikan target
pertumbuhan SMK secara bertahap dan berkelanjutan yang mengarah kepada
semakin banyaknya jumlah SMK dibandingkan jumlah SMA hingga rasio
perbandingan 70:30 pada tahun 2025.
Berdasarkan semua paparan di atas, jika ditarik pada sebuah
kesimpulan, bahwa masalah pendidikan Indonesia adalah tentang masih
rendahnya mutu pendidikan. Redahnya mutu pendidikan ini merupakan
cerminan dari masih belum optimalnya kinerja sekolah, yang salah satunya
ditentukan oleh guru. Kondisi ini tentu saja memberikan peluang kepada ilmu
manajemen pendidikan untuk melakukan studi mengenai faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja sekolah. Engkoswara (1987:1) mengemukakan
manajemen pendidikan adalah “suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber
daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif”. Sumber daya yang
dimaksud meliputi (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta
didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2)
Sumber belajar (SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan
dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas
dan dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian kinerja sekolah,
khususnya guru, merupakan salah satu aspek kajian penting dalam ilmu
manajemen pendidikan yang berada pada wilayah kajian SDM.
Hoy dan Miskel (2001:234) menjelaskan bahwa sekolah merupakan
suatu sistem sosial yang memiliki empat elemen atau subsistem penting, yaitu
struktur, individu, budaya, dan politik. Perilaku organisasi merupakan fungsi
dari interaksi elemen-elemen ini dalam konteks pengajaran dan pembelajaran.
Lingkungan juga merupakan aspek penting dari kehidupan organisasi;
lingkungan tidak hanya menyediakan sumber bagi sistem tersebut tetapi juga
menyediakan kendala dan peluang lainnya.
Dengan demikian berdasarkan pendapat Engkoswara (1987), Hoy dan
Miskel (2001), dan Robbins (2001), kajian tentang kompetensi lulusan ini
menjadi sangat penting, karena akan bermuara pada tercapai tidaknya tujuan
organisasi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah kondisi
kompetensi siswa, khususnya siswa-siswa pada SMK Bidang Keahlian Bisnis
dan Manajemen di Kota Bandung. Inilah pertanyaan yang ingin dijawab oleh
penulis dalam penelitian ini.

I.2 Perumusan Masalah


Inti kajian penelitian ini adalah masalah mutu kompetensi siswa,
khususnya kinerja guru pada SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di
Kota Bandung. Aspek tersebut diduga sebagai kekuatan strategis yang perlu
dibina dan dikembangkan secara simultan untuk menciptakan mutu
pendidikan. Penelitian ini secara spesifik dirumuskan dalam pertanyaan
penelitian (research question) sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran mutu kompetensi siswa SMK Bidang Keahlian
Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung.

7
2. Faktor-faktor apakah yang diduga paling dominan mempengaruhi mutu
kompetensi siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota
Bandung.

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.3.1 Tujuan Penelitian


Secara khusus, penelitian ini bertujuan untu mengklarifikasi,
menganalisis, dan merumuskan terkait: Informasi yang valid dan
reliabel tentang gambaran mutu kompetensi siswa SMK Bidang
Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. Informasi yang
valid dan reliabel tentang Faktor-faktor yang diduga paling dominan
mempengaruhi mutu kompetensi siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis
dan Manajemen di Kota Bandung.

I.3.2 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian meliputi dua hal, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Manfaat teoritis hasil penelitian ini adalah berguna dan
memperkaya khasanah teoritis di bidang ilmu manajemen pendidikan.
Hasil capaian dari penelitian ini dapat dimodifikasi menjadi konsep-
konsep ilmiah terapan, akurat dan teruji, khususnya yang berkaitan
dengan mutu kompetensi siswa.
Sementara manfaat praktis hasil penelitian ini adalah: (a) Bagi
peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan dan pengembangan pola pikir peneliti serta dapat
mengaplikasikan teori yang dimiliki untuk menganalisis fakta, dan
gejala yang terjadi dan dapat ditarik kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan. (b) Bagi pihak lapangan atau lembaga, dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti dalam upaya peningkatan mutu kompetensi siswa pada SMK
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung. (c) Bagi
dunia pendidikan pada umumnya, penelitian ini dapat dijadikan acuan
dan sumber inspirasi untuk lebih memperdalam permasalahan yang
berkaitan dengan mutu kompetensi siswa pada SMK Bidang Keahlian
Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Mutu Kompetensi Siswa
Mutu dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia (KBBI) sama dengan
“kualitas”, yang berarti ukuran baik buruk suatu benda. Oleh karena itu mutu
adalah syarat yang harus diutamakan, sebab mutu akan menguntungkan dan
memberi kepuasan bagi yang bersangkutan dan bagi banyak pihak.
Konsep tentang mutu banyak dikemukan oleh para ahli. Beberapa
konsep tentang mutu diantaranya disebutkan oleh Madu (1998:2-3) bahwa:
“Philip B. Crosby (1980) defines quality as conformance to requirements;
Joseph M. Juran (1988) defines it as fitness for use; while the late W. Edwards
Deming (1993) defines it as a predictable degree of uniformity and
dependability at low cost and suited to the market.” Definisi Crosby dan Juran
berfokus pada perancangan produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan. Mereka menyatakan bahwa mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan dan mengembangkan pedoman kualitas adalah cara
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun untuk mengukur kualitas atau
mengidentifikasi atribut kualitas produk untuk pelayanan seringkali sulit.
Definisi dari Deming memberikan ruang untuk variasi kualitas. Oleh karena
itu harus dilakukan penjaminan tingkat keseragaman dan ketergantungan,
dalam upaya meminimalkan variasi kualitas.
Kajian tentang mutu telah lama dikenal di dunia bisnis, menyusul
kemudian dalam dunia pemerintahan dan birokrasinya, kemudian berlanjut
pada bidang pendidikan. Konsep-konsep manajemen mutu secara prinsip telah
banyak berlaku dan diberlakukan dalam bidang pendidikan, misalnya dalam

9
hal: penerimaan calon siswa dan seleksi untuk penerimaan siswa, penetapan
kurikulum dan rencana pembelajaran, pengorganisasian bahan atau isi
kegiatan belajar mengajar, pengangkatan dan penugasan guru dan tenaga
kependidikan lain, penyusunan metode belajar mengajar, pemilihan dan
penggunaan alat bantu belajar mengajar, asesmen atau penilaian hasil belajar
siswa, dan penetapan anggaran biaya dan pendapatan, sekaligus dengan
penyesuaian-penyesuaiannya yang dianggap relevan. (Achmad Sanusi,
2013:125).
Sekaitan dengan mutu dalam dunia pendidikan, Syaiful Sagala
(2013:169) menyebutkan bahwa mutu berkenaan dengan penilaian bagaimana
suatu produk memenuhi kriteria, standar atau kriteria tertentu. Dalam dunia
pendidikan, standar ini dirumuskan melalui hasil belajar yang dapat diukur
secara kualitatif dan kuantitatif. Peraturan pemerintah yang mengatur hasil
belajar adalah Permendikbud No. 20 tahun 2016 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyebutkan bahwa Standar
Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada penjelasan Pasal 35 ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi
lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati.
Dengan demikian, mutu kompetensi siswa merupakan tingkat
kesesuaian kemampuan siswa dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan, yang telah disepakati
dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).
II.2 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) dalam
Pendidikan
Dalam kajian mutu, salah satu pembahasan mutu adalah bagaimana
menjaga mutu agar tetap bisa memberikan kualitas yang terbaik. Untuk itu
maka dibutuhkan cara pengaturan dan pengendalian mutu, diantaranya melalui
manajemen mutu terpadu (Total Quality Management). Secara filosofis, Sallis
(2010:5) mengemukakan bahwa konsep total quality management
menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap perbaikan yang
berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Beberapa konsep tentang total quality management dikemukakan oleh
para ahli seperti Wibowo (2016:113) mengemukakan bahwa total quality
management adalah suatu strategi organisasi untuk memberikan komitmennya
pada peningkatan kepuasan pelanggan secara berkelanjutan dengan
memperbaiki proses organisasional. Menurut Wibowo (2016) perbaikan
tersebut dilakukan di semua bidang pekerjaan dengan berorientasi pada
kepuasan pelanggan. Kreitner dan Kinicki (2001:13) mengemukakan bahwa
total quality management merupakan budaya organisasi yang didedikasikan
untuk pelatihan, perbaikan terus-menerus, dan kepuasan pelanggan.
Dahlgaard, et. al. (2002:7) mengemukakan bahwa Total Quality
Management merupakan tahap keempat dari evolusi quality management,
yaitu mulai dari (1) quality inspection/pemeriksaan mutu, pada tahun 1910, (2)
quality control/kontrol mutu, pada tahun 1924, (3) quality assurance/jaminan
mutu, pada tahun 1950, dan terakhir (4) Total Quality
Management/manajemen mutu terpadu, pada tahun 1980 yang digagas oleh
Edward Deming. Sallis (2002:18) menyebutnya sebagai “Hirarki Kualitas”
seperti tampak pada gambar berikut.

Sumber: Sallis (2002:18)

11
Gambar 2. 1 The Hierarchy of Quality Concepts
Sallis (2010:58-59) menyebutkan bahwa quality inspection merupakan
metode yang digunakan untuk memeriksa apakah standar-standar telah
dipenuhi atau belum. Quality control merupakan kegiatan pasca produksi
untuk melibatkan deteksi dan eliminasi (melacak dan menolak) komponen-
komponen atau produk gagal yang tidak sesuai dengan standar. Quality
assurance merupakan sebuah cara memproduksi produk yang bebas dari cacat
dan keselahan. Quality assurance didesain sedemikian rupa untuk menjamin
bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sementara Total quality management merupakan
perluasan dan pengembangan quality assurance, dengan usaha untuk
menciptakan sebuah kultur mutu, yang mendorong semua anggota organisasi
untuk memuaskan para pelanggan.
Deming (1980) dalam Dahlgaard, et. al. (2002:8) mengemukakan 14
point terkait perbaikan kualitas dalam organisasi yang dapat membantu
seorang manajer, yaitu:
(1) constancy of purpose, (2) the new philosophy, (3) cease
dependence on inspection, (4) end ‘lowest tender’ contracts, (5) improve every
process, (6) institute training on the job, (7) institute leadership, (8) drive out
fear, (9) break down barriers, (10) eliminate exhortations, (11) eliminate
targets, (12) permit pride of workmanship, (13) encourage education, dan (14)
top management commitment.
Sementara Joseph Juran (1980) dalam Dahlgaard, et. al. (2002:9)
mengemukakan 10 (sepuluh) tahap quality improvements yang bisa diikuti,
yaitu: (1) Membangun kesadaran akan kebutuhan dan kesempatan untuk
perbaikan. (2) Tetapkan tujuan untuk perbaikan. (3) Berorganisasi untuk
mencapai tujuan (membentuk dewan kualitas, mengidentifikasi masalah,
memilih proyek, menunjuk tim, menunjuk fasilitator). (4) Berikan pelatihan.
(5) Melaksanakan proyek untuk memecahkan masalah. (6) Laporkan
kemajuan. (7) Berikan pengakuan. (8) Komunikasikan hasil. (9) Jaga skor.
(10) Menjaga momentum dengan melakukan perbaikan tahunan dari sistem
dan proses reguler perusahaan.
Selanjutnya Crosby (1982) dalam Dahlgaard, et. al. (2002:9-10)
menyebutkan 14 langkah untuk quality improvement process, yaitu: (1)
Membangun komitmen manajemen (management commitment). (2)
Membangun tim peningkatan mutu (quality improvement team). (3)
Pengukuran mutu (measurement). (4) Mengukur biaya mutu (cost of quality).
(5.) Membangun kesaran mutu (quality awareness). (6) Kegiatan perbaikan
(corrective action). (7) Perencanaan tanpa cacat (zero defect). (8)
Melaksanakan pelatihan pegawai (employee education) (9) Merencanakan hari
tanpa cacat (Planning and zero-defects day). (10) Penyusunan tujuan (goal
setting). (11) Penghaspusan sebab keselahan (error-cause removal). (12)
Pengakuan (recognition). (13) Mendirikan dewan mutu (quality councils). (14)
Lakukan lagi (do it all over again).
II.3 Penjaminan Mutu Kompetensi Siswa
Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari 8 (delapan)
Standar Nasional Pendidikan (SNP), yaitu (1) Standar Kompetensi Lulusan,
(2) Standar Isi, (3) Standar Proses, (4) Standar Penilaian, (5) Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Sarana dan
Prasarana, dan (8) Standar Pembiayaan. Kedelapan standar pendidikan
tersebut membentuk rangkaian input, proses, dan output, dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan output dalam SNP.
Selanjutnya berangkat dari pemahaman tentang konsep Total Quality
Management sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka setiap produk
pendidikan harus dilakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam rangka
penjaminan mutu dan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Oleh karena
itu kedelapan produk Standar Nasional Pendidikan (SNP) perlu dikelola dalam
sistem penjaminan mutu pendidikan, yaitu suatu kesatuan unsur yang terdiri
atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur segala kegiatan
untuk meningkatkan mutu pendidikan secara sistematis, terencana dan
berkelanjutan. Dengan demikian, penjaminan mutu pendidikan adalah suatu
mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan
bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar
mutu dan aturan yang ditetapkan.

13
Di Indonesia sistem penjeminan mutu pendidikan terdiri atas 2 (dua)
Komponen, yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Sistem Penjaminan
Mutu Eksternal. Sistem Penjaminan Mutu Internal adalah sistem penjaminan
mutu yang dilaksanakan dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh
komponen satuan pendidikan. Sementara Sistem Penjaminan Mutu Eksternal
yaitu sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, lembaga akreditasi dan lembaga standarisasi pendidikan. (Kemdikbud,
2016: 16).

Sumber: Kemdikbud (2016: )

Gambar 2. 2 Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan


Dalam implementasinya, sistem penjaminan mutu pendidikan
mengikuti siklus kegiatan sesuai dengan komponen masing masing. Siklus
sistem penjaminan mutu terdiri atas: (1) Pemetaan mutu pendidikan yang
dilaksanakan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan. (2) Pembuatan rencana peningkatan mutu yang dituangkan dalam
Rencana Kerja Sekolah. (3) Pelaksanaan pemenuhan mutu baik dalam
pengelolaan satuan pendidikan maupun proses pembelajaran; (4) Monitoring
dan evaluasi proses pelaksanaan pemenuhan mutu yang telah dilakukan; dan
(5) Penetapan standar baru dan penyusunan strategi peningkatan mutu
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi. (Kemdikbud, 2016: 17-18).
II.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Kompetensi Siswa
Sekolah merupakan suatu sistem sosial yang memiliki 3 (tiga) elemen
atau subsistem penting, yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran
(output). Setiap elemen memiliki interelasi yang saling mempengaruhi. Secara
umum Amin Ibrahim (2004:48) menggambarkan model sistem sebegai
berikut.

Faktor Faktor
penunjang penunjang

PROSES
Tahap analisis sistem KELUARAN
terhadap masukan Kondisi/pemecahan TUJUAN
MASUKAN masalah yang lebih
disinergikan dengan Kondisi yang
Permasalahan/ baik sebagai dasar
aspek lain yang kondusif
kondisi nyata untuk program
berkaitan dengan (outcome)
teknik metoda selanjutnya
analisis tertentu (State of Mind)

Faktor Faktor
penghambat penghambat
UMPAN BALIK

Sumber: Amin Ibrahim (2004:48)

Gambar 2. 3 Model Sistem (Umum)


Dengan demikian sebagai sebuah sistem, maka mutu hasil pendidikan
di sekolah sangat dipengaruhi oleh mutu input dan mutu proses
pembelajarannya. Ini berarti banyak faktor yang dapat menghasilkan mutu
lulusan pendidikan. Hoy (2013) mengemukakan sekolah merupakan sistem
sosial yang meliputi sembilan hal, yaitu: (1) Structure, merupakan aturan
yang disusun dalam bentuk hirarki. (2) Individual, merupakan unit kunci
dalam sistem sosial, terlepas dari posisi, orang membawa serta kebutuhan
individu, kepercayaan, dan pemahaman kognitif tentang pekerjaan. (3)
Culture, merupakan nilai bersama yang mewakili perasaan dan bagian dari
organisasi. (4) Politics, merupakan kekuasaan informal yang berkembang
secara spontan. (5) Core. Proses belajar mengajar adalah inti dari sekolah. (6)
Environment, segala sesuatu di luar organisasi, dan merupakan sumber input

15
(7) Outputs, merupakan produk dari organisasi (8) Feedback, merupakan
komunikasi yang dilakukan untuk memonitor perilaku. (9) Effectiveness,
merupakan kesesuaian antara hasil yang diharapkan dan aktual.

Environment
Transformation
Process
Inputs Structural System Outputs
Environmental
constraints (Bureaucratic Expectations) Achievement

Job satisfaction

Te
Human and

ng

ac
ni
capital resources

hi
ar

ng
Le
Cultural Political Absenteeism
System System
Mission and (Shared (Power
board policy Dropout rate
Le

ng
Orientations) Relations)
ar

hi
ni

ac
ng

Te
Materials and Overall quality
methods
Individual System
(Cognition and Motivation)
Discrepancy
between Actual
and Expected
Performance

Sumber: Wayne K. Hoy (2013)

Gambar 2. 4 Social System Model for Schools


Sekaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem
pendidikan, Nana Syaodih S., dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen
input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswa yang
meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2)
Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan
(kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media,
dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen
proses menurut Nana Syaodih S., dkk. (2006), meliputi pengajaran, pelatihan,
pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output
meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi. Komponen-komponen
yang terlibat dalam sistem pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Nana
Syaodih S., dkk di atas, dapat diragakan dalam gambar berikut.
Instrumental Input:
Kebijakan pendidikan
Program pendidikan (kurikulum)
Personil (Kepala sekolah, guru, TU)
Sarana, fasilitas, media, dan biaya

Proses Pendidikan: Output (Lulusan):


Raw Input (Siswa): Pengajaran Pengetahuan
Intelek Pelatihan Kepribadian
Fisik (kesehatan) Pembimbingan Performansi
Sosial (afektif) Evaluasi
Peer goup Ekstrakulikuler
Pengelolaan

Emvironmental Input:
Lingkungan sekolah
Lingkungan keluarga
Masyarakat
Lembaga sosial, unit kerja

Sumber: Nana Syaodih S, dkk. (2006)

Gambar 2. 5 Peta Komponen Pendidikan sebagai Sistem


Berdasarkan pendapat Nana Syaodih di atas, dapat diketahui bahwa
proses pendidikan merupakan salah satu komponen sistem pendidikan yang
dapat menentukan keberhasilan pembelajaran dan mutu pendidikan. Oleh
karena itu untuk memperoleh mutu pendidikan yang baik, diperlukan proses
pendidikan yang berkualitas pula, dan salah satu unsur yang menentukan
keberhasilan proses pendidikan adalah guru. Guru merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Mulford, et. al.
(2004:7) menyebutkan 3 (tiga) pengaruh dari kinerja guru dalam mewujudkan
prestasi akademi peserta didik, yaitu (1) Academic Self-Concept, dimana
siswa yakin akan kesuksesan dan kelulusan, puas dengan nilai sekarang dan di
akhir tahun, dan merasa puas dengan tingkat pembelajaran dan kemampuan
mereka dalam memahami materi. (2) Participation, dimana siswa menanggapi
pertanyaan dan senang memberikan pendapat, menetapkan tujuan,
berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan memiliki tingkat
keterlambatan dan/atau melewatkan kelas dalam jumlah yang rendah. (3)
Engagement, dimana siswa merasa puas dengan hubungan siswa-guru dan

17
siswa-siswa, identitas sekolah, dan melihat kehidupan sekolah sebagai masa
depan.

Sumber: Mulford, et. al. (2004:8)

Gambar 2. 6 Teachers’ Work and The Relationships Between Non-Academic


and Academic Student Outcomes
Sementara Zbar, et. al. (2007:39) menyebutkan bahwa terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi kemajuan atau keberhasilan belajar siswa, yang
berasal dari guru, yaitu: (1) teaching skills; (2) professional characteristics;
dan (3) classroom climate. Menurut Zbar, et. al. (2007:39) ketiga faktor
tersebut memiliki sifat yang berbeda dan tidak bisa berjalan sendiri dalam
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Teaching skills dan professional characteristics merupakan faktor yang
melekat pada guru. Teaching skills adalah keterampilan mengajar yang
dimiliki oleh guru, dan professional characteristics berkaitan dengan pola
perilaku guru. Sedangkan classroom climate tercipta akibat dari teaching skills
dan professional characteristics yang ditampilkan oleh guru, dan dapat
mempengaruhi motivasi belajar siswa.
Professional charracteristics Teaching skills

Classroom climate

Student progress

Sumber: Zbar, et. al. (2007:40)

Gambar 2. 7 The Model of Teacher Effectiveness

Zbar, et. al. (2007:40) menyebutkan bahwa apabila guru mampu


menerapkan keterampilan mengajar yang sesuai secara konsisten dan efektif
dalam semua pelajaran mereka, dan kemudian dikombinasikan dengan
karakteristik profesional (pola perilaku) efektif yang mereka tampilkan secara
terus menerus, baik di dalam dan di luar kelas, maka iklim kelas dapat
mengukur dampak yang diciptakan oleh kombinasi antara pengetahuan,
keterampilan dan pola perilaku guru. Dengan demikian ketiga faktor tersebut,
yaitu keterampilan mengajar, karakteristik profesional dan iklim kelas menjadi
media yang sangat berharga bagi guru untuk meningkatkan kemajuan siswa,
dan untuk mengevaluasi kinerja guru sendiri.
Berdasarkan kajian teoritis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kompetensi siswa di atas, mengindikasikan bahwa, pertama, kajian tentang
mutu kompetensi siswa merupakan kajian yang memiliki urgensi yang tinggi,
karena memiliki dampak pada mutu pendidikan secara keseluruhan. Kedua,

19
banyak faktor yang dapat mempengaruhi mutu kompetensi siswa, baik
pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung.
II.5 Indikator Mutu Kompetensi Siswa
Achmad Sanusi (2013:126) mengungkapkan bahwa produk bermutu
yang diterima pelanggan dan stakeholder mencakup: (1) berupa barang atau
benda (good) dan jasa (service), (2) tatkala diserahkan, diterima, dan
digunakan akan memberi kepuasan kepada penerimanya sebagai pelanggan
(customer satisfaction), dan (3) dengan biaya atau harga serta pada tempat dan
waktu yang tepat atau sesuai perjanjian.
Secara lebih luas, Achmad Sanusi (2013:126) mengungkapkan aplikasi
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) dalam manajemen
sistem pendidikan, dapat dilihat dari sejumlah kriteria, indikator, dan ukuran-
ukuran barang dan/atau jasa bermutu, antara lain: (1) memenuhi standar-
standar yang ditetapkan secara sah oleh badan berwenang dan tentu sekali
standar-standar hukum Ilahi, (2) mengandung nilai tambah (added value)
dalam arti keindahan, kekuatan, kemudahan pemeliharaan, perbaikan,
penggantian, dan garansi, yang demikian membentuk satu mata rantai nilai
tambah (chain of added value), (3) barang atau jasa yang dapat menggantinya
tidak sukar diperoleh, dan/atau tidak memakan waktu yang lebih lama, (4)
harga atau biaya yang harus dibayar oleh pelanggan lebih murah, dan cara
pembayarannya pun lebih mudah, (5) barang dan jasa dipasarkan tepat waktu,
sekaligus dengan kemasan dalam bentuk atau rupa yang lebih estetika dan
menarik, serta (6) produk/jasa tersebut selalu diupayakan adanya perbaikan
secara terus menerus (continuous quality improvements).
Sekaitan dengan mutu pendidikan, Syaiful Sagala (2013:170)
menyebutkan bahwa mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh jasa
pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan
kemampuannya memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat
mencakup input, proses dan output. Sekolah dapat dikatakan bermutu apabila
prestasi sekolah khususnya prestasi peserta didik menunjukkan pencapaian
tertinggi dalam (1) prestasi akademik, yaitu nilai lapor dan nilai kelulusan
memenuhi standar yang ditentukan, (2) memiliki nilai-nilai kejujuran,
ketaqwaan, kesopanan, dan mampu mengapresiasi nilai-nilai budaya, dan (3)
memiliki tanggung jawab yang tinggi dan kemampuan yang diwujudkan
dalam bentuk keterampilan sesuai dengan dasar ilmu yang diterimanya di
sekolah.
UNICEF pada tahun 2000 mengemukakan 5 (lima) hal yang termasuk
dalam mutu pendidikan, yaitu: (1) Learners who are healthy, well-nourished
and ready to participate and learn, and supported in learning by their families
and communities; (2) Environments that are healthy, safe, protective and
gender-sensitive, and provide adequate resources and facilities; (3) Content
that is reflected in relevant curricula and materials for the acquisition of basic
skills, especially in the areas of literacy, numeracy and skills for life, and
knowledge in such areas as gender, health, nutrition, HIV/AIDS prevention
and peace; (4) Processes through which trained teachers use child-centred
teaching approaches in well-managed classrooms and schools and skilful
assessment to facilitate learning and reduce disparities; (5) Outcomes that
encompass knowledge, skills and attitudes, and are linked to national goals for
education and positive participation in society.”

Dengan demikian menurut UNICEF, mutu pendidikan yang terkait


dengan lulusan adalah educational outcomes, yang meliputi pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skills) dan sikap (attitudes). Apa yang
dikemukakan oleh UNICEF, sejalan dengan standar mutu lulusan di
Indonesia. Di Indonesia, standar mutu pendidikan diukur dengan
menggunakan kriteria standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, melalui
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah, yang meliputi 3 (tiga) dimensi, yaitu: sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Kompetensi pada dimensi sikap, yaitu memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap: (1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, (2)
berkarakter, jujur, dan peduli, (3) bertanggungjawab, (4) pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan (5) sehat jasmani dan rohani, sesuai dengan

21
perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.
Kompetensi pada dimensi pengetahuan, yaitu memiliki pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik,
detil, dan kompleks berkenaan dengan: (1) ilmu pengetahuan, (2) teknologi,
(3)seni, (4) budaya, dan (5) humaniora, serta mampu mengaitkan pengetahuan
di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan
internasional. Kompetensi pada dimensi keterampilan, yaitu memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak: (1) kreatif, (2) produktif, (3) kritis, (4)
mandiri, (5) kolaboratif, dan (6) komunikatif, melalui pendekatan ilmiah
sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber
lain secara mandiri.
Sekaitan dengan standar mutu di atas, Sallis (2010:9) menambahkan
bahwa standar mutu pendidikan harus bisa mengevaluasi tiga bentuk
penguasaan peserta didik atas standar kemampuan dasar, yaitu penguasaan
materi (content objectives), penguasaan metodologis (methodological
objectives), dan penguasaan keterampilan yang aplikatif dalam kehidupan
sehari-hari (life skills objectives). Ketiga hal yang di sampaikan oleh Sallis
(2010) tersebut, diharapkan muatan pendidikan bisa berjalan sesuai dengan
kebutuhan atau tuntutan lapangan, dimana ruang lingkup materi yang
dipelajari terarah dan memiliki relevansi (link and match) tinggi. Dengan
demikian, lulusan dari sekolah itu akan mampu beradaptasi dengan
lingkungan masyarakat yang kelak akan dimasukinya, apakah di sekolah
lanjutan, dunia kerja, ataupun situasi kemasyarakatan secara umum.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
C. R. Kothari (2004:5), mengemukakan dua pendekatan dalam
penelitian (Research Approaches), yaitu quantitative approach dan the
qualitative approach. Pendekatan penelitian kuantitatif bertujuan untuk
menguji teori yang biasanya melibatkan hubungan antar variabel penelitian.
Pendekatan ini digunakan untuk mengevaluasi kejadian-kejadian yang sedang
berjalan dibandingkan dengan teori, guna memperoleh akurasi data dan hasil
analisis yang lebih obyektif dan representatif serta mencari besarnya pengaruh
variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara
ketat. Sedangkan pendekatan penelitian kualitatif bertujuan untuk menemukan
sesuatu yang baru terkait pemasalahan-permasalahan/objek penelitian yang
dikaji. Pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai penunjang utama
pendekatan kuantitatif karena lebih bersifat naturalistik, dan diharapkan dapat
menjangkau substansi permasalahan dan pemecahan masalah serta memiliki
arti penting untuk menganalisis penelitian melalui keterkaitan teori, data dan
opini peneliti serta sudut pandang orang-orang yang diteliti. (Creswell,
2014:2).
Sekaitan dengan kedua pendekatan penelitian di atas, maka pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan
metode penelitian survei penjelasan (explanatory survey method). Peneliti
menggunakan disain penelitian tersebut karena tujuan penelitian hendak
mengambarkan fakta empirik yang ditemui di lapangan. Desain penelitian ini
relevan untuk digunakan dalam penelitian ini, karena dapat menggambarkan
mengenai sifat-sifat suatu fenomena tertentu.

23
III.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Bidang
Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung, yang berjumlah 13
sekolah. Adapun unit analisisnya adalah guru-guru yang bekerja di Sekolah
Menegah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota
Bandung, yang berjumlah 559 orang.

Tabel 3. 1 Unit Analisis Penelitian SMK Bidang Keahlian Bisnis dan


Manajemen di Kota Bandung
No Nama Sekolah Jumlah Guru
1 SMK Bina Sarana Cendekia 27
2 SMK Bina Warga 38
3 SMK Kiansantang 23
4 SMK Merdeka 65
5 SMK Muhammadiyah 4 7
6 SMK Mutiara 19
7 SMK Negeri 1 Bandung 94
8 SMK Negeri 11 Bandung 106
9 SMK Negeri 3 Bandung 107
10 SMK Pasundan 3 27
11 SMK Pasundan 4 20
12 SMK PGRI 17
13 SMK YPKKP 9
Total 559
Sumber: Dikdasmen Kemdikbud, 2017
Sekaitan dengan jumlah anggota populasi yang besar, dan karena
keterbatasn waktu dan biaya, maka dalam penelitian ini dilakukan sampling,
dengan teknik penarikan sampel, simple random sampling. Berikut prosedur
penarikan sampel yang akan dilakukan dalam penelitian ini (Ating Somantri,
dkk., 2006:64-67):
Menentukan populasi target, dalam penelitian ini adalah seluruh guru
yang bekerja di Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Bisnis
dan Manajemen di Kota Bandung yang terakreditasi A dan B, yang berjumlah
1095 orang. Membuat kerangka sampling. Daftar nama-nama guru terlampir.
Menentukan ukuran sampel. Ukuran sampel diambil 20% dari jumlah anggota
populasi (Suharsimi Arikunto, 2000).
Dengan demikian ukuran sampel minimal yang dapat digunakan dalam
penelitian ini adalah 20% x 559 = 116 orang. Dari ukuran sampel tersebut
Ni
ni  x
kemudian dibagi secara proporsional dengan rumus: N n 0 , dan
diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 3. 2
Ukuran Sampel Penelitian
No Nama Sekolah Jumlah Guru Ukuran Sampel
1 SMK Bina Sarana Cendekia 27 8
2 SMK Bina Warga 38 11
3 SMK Kiansantang 23 6
4 SMK Merdeka 65 18
5 SMK Muhammadiyah 4 7 2
6 SMK Mutiara 19 5
7 SMK Negeri 1 Bandung 94 27
9 SMK Negeri 11 Bandung 106 30
9 SMK Negeri 3 Bandung 107 30
10 SMK Pasundan 3 27 8
11 SMK Pasundan 4 20 6
12 SMK PGRI 17 5
13 SMK YPKKP 9 3
Total 559 159
Menentukan teknik dan rencana pengambilan sampel, yaitu dengan
menggunakan simple random sampling.

25
III.3 Melakukan Pengambilan Sampel
III.3.1 Definisi Konseptual dan Operasionalisasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini bersumber dari kerangka teoretis yang
dijadikan dasar penyusunan konsep berpikir yang menggambarkan secara
abstrak suatu gejala sosial. Mutu kompetensi siswa dalam penelitian ini
dimaknai sebagai tingkat kesesuaian kemampuan lulusan dengan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan, yang telah disepakati dalam Standar Nasional Pendidikan
(SNP). (Permendikbud No. 20/2016). Secara rinci operasional variabel mutu
kompetensi lulusan, tampak pada tabel berikut.

Tabel 3. 3Tabel 3. 3

Operasional Variabel Mutu Kompetensi Siswa


No Dimensi Indikator
1 Sikap Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
Berkarakter, jujur, dan peduli
Bertanggungjawab,
Pembelajar sejati sepanjang hayat
Sehat jasmani dan rohani, sesuai dengan
perkembangan anak.
2 Pengetahuan Memiliki pengetahuan pada tingkat teknis,
spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora, secara:
Faktual
Konseptual
Procedural
Metakognitif.
3 Keterampilan Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak,
yang:
1. Kreatif.
No Dimensi Indikator
2. Produktif.
3. Kritis.
4. Mandiri.
5. Kolaboratif.
6. Komunikatif.
Sumber: Permendikbud No. 20/2016.

III.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah kuesioner (angket), merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah
daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh
responden. Alat pengumpulan data dengan kuesioner adalah berupa daftar
pertanyaan yang disiapkan oleh peneliti untuk disampaikan kepada responden
yang jawabannya diisi oleh responden sendiri.
III.5[III.4] Teknik Analisis Data
Dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang berkualitas, penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merujuk pada
pengumpulan data dan penganalisisan informasi secara statistikal dengan
menggunakan uji statistik.
Merujuk pada pendekatan kuantitatif, statistik uji yang digunakan
sebagai alat analisis data dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path
analysis). Analisis jalur digunakan dalam rangka melihat pengaruh langsung
dan tidak langsung variabel bebas (eksogenus) terhadap variabel terikat
(endogenus), baik secara parsial maupun secara simultan. Berikut model
diagram jalur dari variabel-variabel yang dijadikan sebagai objek penelitian,
dengan merujuk pada teori kausalitas antar variabel. Analisis data melalui
analisis jalur (path analysis) dapat dilakukan dengan langkah kerja sebagai
berikut:
27
Gambarkan dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan proposisi
hipotetik yang diajukan, lengkap dengan persamaan strukturalnya. Di sini kita
harus bisa menterjemahkan hipotesis penelitian yang kita ajukan ke dalam
diagram jalur, sehingga bisa tampak jelas variabel apa saja yang merupakan
variabel eksogenus dan apa yang menjadi variabel endogenusnya.
Menghitung matriks korelasi antar variabel. Formula untuk
menghitung koefisien korelasi yang dicari adalah menggunakan Product
Moment Coefficient dari Karl Pearson. Alasan penggunaan teknik koefisien
korelasi dari Karl Pearson ini adalah karena variabel-variabel yang hendak
dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval. Formulanya:
N  XY  ( X ).(  Y )
rxy 
N  X 2

 ( X ) 2 . N  Y 2  ( Y ) 2 
Identifikasikan sub-struktur dan persamaan yang akan dihitung
koefisien jalurnya. Misalkan saja dalam sub-struktur yang telah kita
identifikasi terdapat k buah variabel eksogenus, dan sebuah (selalu hanya
sebuah) variabel endogenus Xu yang dinyatakan oleh persamaan:

Xu = p x u x1 x1 + p x u x2 x2 + … + p x u xk xk + .
Kemudian hitung matriks korelasi antar variabel eksogenus yang
menyusun sub-struktur tersebut.
Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogenus.

Menghitung semua koefisien jalur p x u xi , dimana i = 1,2, … k..


Angka atau koefisien jalur yang diperoleh, selanjutnya dapat
digunakan untuk kepentingan pengujian hipotesis, yaitu untuk menentukan
apakah model hubungan antara variabel yang diamati bermakna atau tidak
bermakna.
III.6[III.5] Rancangan Pengujian Hipotesis
Terdapat 6 (enam) hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini,
yang berkaitan dengan analisis data kuantitatif, sesuai dengan hubungan antar
variabel yang diajukan. Keenam hipotesis tersebut, selanjutnya akan diuji,
baik secara parsial maupun simultan, dengan memperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut: (1) Nyatakan hipotesis statistik (H0 dan H1) yang sesuai
dengan hipotesis penelitian yang diajukan. (2) Menentukan taraf
kemaknaan/nyata α (level of significance α).(3) Gunakan statistik uji yang
tepat. (4) Tentukan titik kritis dan daerah kritis (daerah penolakan) H0. (5)
Menghitung nilai statistik uji berdasarkan data yang dikumpulkan. Perhatikan
apakah nilai hitung statistik uji jatuh di daerah penerimaan atau daerah
penolakan? (6) Berikan kesimpulan.

29
HAS
[BAB IV]
[BAB V]
[BAB VI]
[BAB VII]
[BAB VIII]
[BAB IX]
[BAB X]
[BAB XI]
[BAB XII]
[BAB XIII]
[BAB XIV]
[BAB XV]
[BAB XVI]
[BAB XVII]
[BAB XVIII]
[BAB XIX]
[BAB XX]
[BAB XXI]
[BAB XXII]
[BAB XXIII]
[BAB XXIV]
[BAB XXV]
[BAB XXVI]
[BAB XXVII]
[BAB XXVIII]
[BAB XXIX]
[BAB XXX]
[BAB XXXI]
IL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
[XXXI.1] Hasil Penelitian
Variabel mutu kompetensi siswa dalam penelitian ini diukur
berdasarkan tingkat kesesuaian kemampuan siswa dengan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam
Standar Nasional Pendidikan (SNP). (Permendikbud No. 20/2016). Ke tiga
dimensi untuk mengukur kompetensi siswa tersebut, kemudian dijabarkan ke
dalam 15 butir angket, dan diperoleh deskripsi data sebagai berikut.

Tabel 4. 1
Tabel 4. 2
Persentase Tanggapann Responden Terhadap Mutu Kompetensi Siswa
Alternatif Jawaban Kategori Persentase
1 Rendah 0.10%
2 Kurang 7.88%
3 Cukup 61.52%
4 Tinggi 30.51%
Jumlah 100%
Sumber: Jawaban responden
Tabel di atas menunjukkan bahwa pilihan responden untuk setiap
pernyataan angket pada variabel mutu kompetensi siswa tersebar pada empat
alternatif jawaban, yaitu tinggi (4) dengan persentase 30,51%, cukup tinggi (3)
sebesar 61,52%, kurang (2) sebesar 7,88%, dan rendah (1) sebesar 0,10%,
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum responden
menyatakan siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di
Kota Bandung memiliki kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh persentase tanggapan responden
terhadap mutu kompetensi siswa paling banyak terpusat pada alternatif
jawaban angket cukup tinggi (3) sebesar 61,52%, lebih besar persentasenya
dibandingkan dengan alternatif jawaban lainnya.

31
III.7[XXXI.2] Pembahasan
Secara empiris, temuan dalam penelitian menunjukan bahwa secara
umum siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota
Bandung memiliki kemampuan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang
cukup tinggi. Persentase pengusaaan seluruh kompetensi siswa oleh siswa-
siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung,
sebagaimana dipersepsi oleh guru-guru adalah 30,51%. Kompetensi siswa
yang diukur adalah kompetensi yang termuat dalam Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan, dari
Standar Nasional Pendidikan (SNP). (Permendikbud No. 20/2016).
Kompetensi pada dimensi sikap, yaitu memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap: (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, (b)
berkarakter, jujur, dan peduli, (c) bertanggungjawab, (d) pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan (e) sehat jasmani dan rohani, sesuai dengan
perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.
Kompetensi pada dimensi pengetahuan, yaitu memiliki pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil,
dan kompleks berkenaan dengan: (a) ilmu pengetahuan, (b) teknologi, (c) seni,
(d) budaya, dan (e) humaniora, serta mampu mengaitkan pengetahuan di atas
dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan
alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional.
Sedangkan kompetensi pada dimensi keterampilan, yaitu memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak: (a) kreatif, (b) produktif, (c) kritis, (d)
mandiri, (e) kolaboratif, dan (f) komunikatif, melalui pendekatan ilmiah
sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber
lain secara mandiri.
Sekaitan dengan kompetensi siswa di atas, secara empirik diperoleh
informasi bahwa kompetensi siswa terkait sikap merupakan kompetensi yang
paling tinggi dikuasai. Persentase pengusaaan kompetensi sikap oleh siswa-
siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung,
sebagaimana dipersepsi oleh guru-guru adalah 43,33%. Temuan ini sekaligus
juga mengindikasikan bahwa siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan
Manajemen di Kota Bandung lebih banyak menampilan penguasaan
kompetensi sikap dibandingkan dengan penguasaan kompetensi pengetahuan
dan keterampilan. Kompetensi sikap siswa-siswa SMK Bidang Keahlian
Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung antara lain tercermin dari: integrasi
pengembangan sikap beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dalam
kegiatan pembelajaran, berdoa setiap memulai dan mengakhiri kegiatan,
santun dalam berbicara dan berperilaku, berpakaian sopan sesuai aturan
sekolah/madrasah, mengucapkan salam saat masuk kelas, melaksanakan
kegiatan ibadah, mensyukuri setiap nikmat yang diperoleh, (8) menumbuhkan
sikap saling menolong/berempati, menghormati perbedaan, antre saat
bergantian memakai fasilitas sekolah, jujur dan bertanggung jawab, peduli,
gotong-royong dan demokratis, percaya diri, nasionalisme yang diperoleh
melalui kegiatan pembelajaran dan pembiasaan.
Sementara kompetensi terendah yang dikuasai oleh siswa-siswa SMK
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung adalah kompetensi
keterampilan. Persentasenya, sebagaimana dipersepsi oleh guru-guru, hanya
sebesar 22,47%. Temuan penelitian ini sekaligus juga mengindikasikan bahwa
kompetensi keterampilan siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan
Manajemen di Kota Bandung mutunya relatif masih rendah. Rendahnya
kompetensi keterampilan siswa tercermin dari pengalaman pembelajaran dan
kegiatan-kegiatan di dalam/luar kelas, praktik di laboratorium/bengkel
sekolah, lomba kompetensi siswa, studi wisata, seminar atau workshop,
peragaan atau pameran, pementasan karya inovatif, praktik DUDI, praktik di
laboratorium/bengkel sekolah, pelaporan tugas/kegiatan, presentasi hasil
penugasan, keterlibatan dalam kepanitiaan, dan keterlibatan dalam berbagai
lomba kompetensi siswa.
Secara keseluruhan, temuan empirik tentang gambaran tingkat
penguasaan kompetensi siswa yang dimiliki dan dikuasai oleh siswa-siswa
SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung, tampak pada
tabel berikut.

33
Tabel 4. 3
Persentase Penguasaan Kompetensi Siswa
No. Kompetensi Siswa Persentase
1 Sikap 43.33%
2 Pengetahuan 26.52%
3 Keterampilan 22.47%
Sumber: Jawaban responden
BAB IV[BAB XXXII]
SIMPULAN DAN SARAN
IV.1[XXXII.1] Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Secara umum Siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan
Manajemen di Kota Bandung memiliki kemampuan sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang cukup tinggi. Tingginya kompetensi siswa ini tercermin
dari sikap beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berkarakter, jujur, dan
peduli, bertanggungjawab, pembelajar sejati sepanjang hayat, dan sehat
jasmani dan rohani. Terlihat juga melalui penguasaan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif. Serta penguasaan keterampilan
berpikir dan bertindaknya.
Banyak faktor yang mempengaruhi mutu kompetensi siswa SMK
Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kota Bandung, baik internal
maupun eksternal. Hal ini menunjukan bahwa mutu kompetensi siswa akan
senantiasa mengalami perubahan tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya tersebut.
IV.2[XXXII.2] Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan sebagaimana
dikemukakan di atas, berikut ini diajukan sebagai berikut, yaitu kompetensi
terendah yang dikuasai oleh siswa-siswa SMK Bidang Keahlian Bisnis dan
Manajemen di Kota Bandung adalah kompetensi keterampilan. Oleh karena
itu untuk meningkatkan mutu kompetensi siswa melalui dimensi ini, maka
sekolah dan juga guru-guru perlu lebih banyak mengupayakan kegiatan-
kegiatan atau proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kompetensi
keterampilan siswa. Bentuk upaya yang dapat dilakukan antara lain melalui
pemberian pengalaman pembelajaran dan kegiatan-kegiatan di dalam/luar
kelas, praktik di laboratorium/bengkel sekolah, lomba kompetensi siswa, studi
wisata, seminar atau workshop, peragaan atau pameran, pementasan karya
inovatif, praktik DUDI, praktik di laboratorium/bengkel sekolah, pelaporan

35
tugas/kegiatan, presentasi hasil penugasan, keterlibatan dalam kepanitiaan,
dan keterlibatan dalam berbagai lomba kompetensi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sanusi. 2013. Kepemimpinan Pendidikan. Editor: Yosal Iriantara.
Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.
Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin 2006. Aplikasi Statistiak dalam
Penelitian. Bandung: Pustaka Setia
Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan 1986-2016. [online]
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/972
Budi Santoso. 2016. Pengaruh Kepemimpinan, Kinerja Guru, Pengelolaan
Fasilitas, dan Proses Pembelajaran Terhadap Mutu Kompetensi Lulusan
Smk Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen. [online] di
https://media.neliti.com/media/publications/78538-ID-pengaruh-
kepemimpinan-kinerja-guru-penge.pdf. Diakses, 21 Agustus 2017.
Carreker, Suzanne and Regina Boulware-Gooden. 2015. Personal Competencies
through the Eyes of the Classroom Teacher. Philadelphia: The Center on
Innovations in Learning (CIL) at Temple University.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2013. Renstra Dinas Pendidikan Kota Bandung
2013-2018. [online]
https://portal.bandung.go.id/storage/konten-lama/download/transparansi20
15/Renstra_ Disdik-2013-2018-ok.pdf
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Data Pokok Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah. [online]
http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/guru/3/026004. Diakses tanggal
19 September 2017.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2016. Pedoman Umum
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2017. Data Pokok SMK.
[online] tersedia di http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/guru. Diakses
tanggal 21 Juli 2017.

37
Harun Al Rasyid, 2005, Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala,
Bandung: Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.
Hoy, W.K. dan Miskel, C. G. 2001. Educational Administration Theory,
Research, And Practice. 6th ed., International Edition, Singapore:
McGraw-Hill Co.
Hoy, Wayne K. 2013. Educational Administration: Theory, Research, and
Practice. [online] di http://www.waynekhoy.com/. Akses tanggal 10 Juni
2017.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [online] http://kbbi.web.id/motivasi, diakses
tanggal 12 Mei 2017.
Kemendiknas. 2010. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Klaus Schwab, World Economic Forum. 2016. Global Competitiveness Index.
[online] http://reports.weforum.org/global-competitiveness-index/
Klaus Schwab, World Economic Forum. 2016. Global Competitiveness Index.
[online] http://reports.weforum.org/global-competitiveness-index/
Madu, Christian N. 1998. Handbook of Total Quality Management. New York:
Springer Science+ Business Media Dordrecht. Originally Published by
Kluwer Academic Publishers
Maman Abdurahman, Sambas Ali Muhidin, dan Ating Somantri. 2011. Panduan
Praktis Memahami Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Syafii Antonio. 2010. Sang Pembelajar dan Guru Peradaban. Leaner
and Educator. Jakarta: Tazkia Publishing.
Nana Syaodih S, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan
Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit
Rafika Aditama.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Tahun 2015-2019.
Peraturan Menteri Pendidikan No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Sallis, Edward. 2010. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. Alih Bahasa:
Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD.
Sri Raharjo. 2014. The Effect of Competence, Leadership and Work Environment
towards Motivation and Its Impact on The Performance of Teacher of
Elementary School In Surakarta City, Central Java, Indonesia.
International Journal of Advanced Research in Management and Social
Sciences. ISSN: 2278-6236. Vol. 3 | No. 6 | Juni 2014 www.garph.co.uk
IJARMSS
Syaiful Sagala. 2013. Manajemen Stratejik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
United Nations Children's Fund (UNICEF). 2000. Defining Quality in Education:
A paper presented by UNICEF at the Meeting of The International
Working Group on Education Florence, Italy, June 2000.
Wahjosumidjo. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Zbar, Vic, Graham Marshall, and Paul Power. 2007. Better Schools, Better
Teachers, Better Results: A Handbook For Improved Performance
Management In Your School. Australia: ACER Press, Australian Council
for Educational Research Ltd.

39

Anda mungkin juga menyukai