Anda di halaman 1dari 39

Asuhan Keperawatan Pada Pasien ARDS dan Asuhan Keperawatan pada

Pasien Terpasang Ventilator Mekanik

Disusun Oleh:
Fadillah Nisa Afrilia
G1B119082

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
A. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome)
1.1 Konsep Dasar
1. DEFINISI
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan
untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi
karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah
ventilasi difusi atau perfusi. Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan
sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada
kehidupan. Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen
terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh.
Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari
45 mmHg (hiperkapnia).
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh
berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi
lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli
lemak, tenggelam, transfuse darah masif, bypass kardiopulmonal,
keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta
konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat
medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung
ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar
ke kapiler yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri
dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. ARDS
adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan
infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif
yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk
syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler,
postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal
postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer,
tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.
Sindrom Gawat Nafas Dewasa atau ARDS juga dikenal dengan
edema paru non kardiogenik adalah sindrom klinis yang di tandai dengan
penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah enyakit
atau cedera serius.
Sindrom gagal pernafasan(ARDS) merupakan gagal pernafasan
mendadak yang timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga
dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis
yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi
setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS
merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan
nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang
telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal.
Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli lemak, sepsis,
aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai
bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom
adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi
sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis
yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi
oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1
sampai 96 jam sebelum timbul ARDS. ARDS pertama kali digambarkan
sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini meliputi peningkatan
permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi
pulmonal yang berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi
meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary arterial wedge
pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple
dan mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi
ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus pertahun. Sampai
adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi
konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui.
Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS
adalah penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis,
pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan
sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi
patogenesis umum tanpa menghiraukan factor penyebab.

2. EPIDEMIOLOGI
ARDS (jugadisebutsyokparu) akibat cedera paru dimana sebelumnya
paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai
200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua
pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis.
Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah,
aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolic toksik,
pankreatitis, eklamsia, dan kelebihandosisobat. Perawatan akut secara
khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi
mekanik. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya
akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama,
cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut
tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

3. ETIOLOGI
a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah
batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal
b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul
dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang
dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis,
otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui
penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan
cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi
dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan
dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar.
e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi
atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi
dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis,
embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas.
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun
tidak langsung melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru:
- Pneumonovirus, bakteri, funga.
- Aspirasi cairan lambung.
- Inhalasi asap berlebih.
- Inhalasi toksin.
- Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidaklangsung :
- Sepsis.
- Shock, lukabakarhebat.
- DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation).
- Pankeatitis.
- Uremia.
- Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau
aspirin.
- Idiophatic (tidakdiketahui).
- Bedah Cardiobaypass yang lama.
- Transfusi darah yang banyak.
- PIH (Pregnand Induced Hipertension).
- Peningkatan TIK.
- Terapiradiasi.
- Trauma hebat, Cedera pada dada.
3. Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya
penyakit atau cedera. SGPA (sindromgawat pernafasan akut)
seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya,
seperti hati atau ginjal. Salah satu factor resikodari SGPA adalah
merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalahsekitar 14 diantara
100.000 orang/tahun. Gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah:
Sistemik:
- Syok karena beberapa penyebab.
- Sepsis gram negative.
- Hipotermia, Hipertermia.
- Takarlajakobat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,
Paraquat,Metadone, Bleomisin).
- Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
- Eklampsiag.
Luka bakar Pulmonal :
- Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistikkarinii)
- Trauma (emboli lemak, kontusioparu).
- Aspirasi ( cairangaster, tenggelam, cairanhidrokarbon)
Pneumositis Non-Pulmonal :
- Cedera kepala.
- Peningkatan TIK.
- Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

4. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi
toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan
asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang
ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut.

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
a. Peningkatan jumlah pernapasan
b. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
c. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
d. Penurunan kesadaran mental
e. Takikardi, takipnea
Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih
banyak lagi oksigen kepada sel dan organ vital.
f. Terdapat retraksi interkosta
g. Sianosis
h. Hipoksemia
i. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing.
Ronchibasahdankering yang
terdengardanterjadikarenapenumpukancairan di dalamparu-paru.
j. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
k. Pernapasan yang cepatsertadangkaldandispnea dengan kesulitan
bernafas, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari pasca
cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi terhadap penurunan
kadar oksigen dalam darah.
l. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada
pusat pnumotaksis.
m. Retraksi intercostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya
yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru yang kaku.
n. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel
otak mengalami hipoksia.
o. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut.
p. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk
di dalam darah dan kadaroksigen menurun.
q. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat
kegagalan mekanisme kompensasi.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan fungsi ventilasi
 Frekuensi pernafasan per menit
 Volume tidal
 Ventilasi semenit
 Kapasitas vital paksa
 Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
 Daya inspirasi maksimum
 Rasio ruang mati/volume tidal
 PaCO2, mmHg.
2) Pemeriksaan status oksigen
3) Pemeriksaan status asam-basa
4) Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai
normal pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2
kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5) Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6) Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7) Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah,
sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8) Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9) EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, disritmia.
10) Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
 Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada
tahap awal karena hiperventilasi
 Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
 Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
 Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11) Pemeriksaan Rontgent Dada :
 Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
 Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di
alveoli
12) Tes Fungsi paru :
 Pe ↓ komplain paru dan volume paru
 Pirau kanan-kiri meningkat

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah
ancama kehidupan dengan segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara
potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat
penyakit paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-
72 jam tanpa abnormalitas fisiologi yang signifikan.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi
modalitas ini bertujuan untuk memmberikan dukungan ventilasi
sampai integritas membrane alveolakapiler kembali membaik. Dua
tujuan tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode
kritis hipoksemia berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernapasan.
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melaui volume ventilator
dengan tekanan dan kemmampuan aliran yang tinggi, di mana PEEB
dapat ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam alveoli melalui
siklus pernapasan untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi.
4. Memastikan volume cairan yang adekuat
Dukungan nutrisi yang adekuat sangatlah penting dalam mengobati
pasien ARDS, sebab pasien dengan ARDS membutuhkan 35 sampai
45 kkal/kg sehari untuk memmenuhi kebutuhan normal.
5. Terapi Farmakologi
Penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan ARDS adalah
controversial, pada kenyataanya banyak yang percaya bahwa
penggunaan kortikosteroid dapat memperberat penyimpangan dalam
fungsi paru dan terjadinya superinfeksi. Akhirnya kotrikosteroid
tidak lagi di gunakan.
6. Pemeliharaan Jalan Napas
Selan endotrakheal di sediakan tidak hanya sebagai jalan napas,
tetapi juga berarti melindungi jalan napas, memberikan dukungan
ventilasi kontinu dan memberikan kosentrasi oksigen terus-menerus.
Pemeliharaan jalan napas meliputi : mengetahui waktu penghisapan,
tehnik penghisapan, dan pemonitoran konstan terhadap jalan napas
bagian atas.
7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian
atas dan bawah serta pencegahan infeksi melalui tehnik penghisapan
yang telah di lakukan di rumah sakit.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan
masaalah kritis. Nutrisi parenteral total atau pemberian makanan
melalui selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memmungkinkan
pasien untuk menghindari gagal napas sehubungan dengan nutrisi
buruk pada otot inspirasi.

8. KOMPLIKASI
1) Hipotensi.
2) Penurunankeluaran urine.
3) Asidosismetabolic.
4) Asidosisrespiratorik.
5) MODS.
6) Febrilasiventrikel.
7) Ventricular arrest

1.2 Asuhan Keperawatan


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas pada klien diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Keluhan menyebabkan klien dengan ARDS meminta pertolongan dari tim
Kesehatan.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam melengkapi pengkajian.
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
- Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan
atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik
atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam
mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
- Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
- Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
- Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul
gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa
yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita ARDS, Tanyakan mengenai obat-
obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu. Catat adanya efek
samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa
jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir.
Penurunan BB pada klien dengan ARDS berhubungan erat dengan
proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
Pengkajian primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs
Pemeriksaan fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,
dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,
/pleural friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan napas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli
3. Ketidakefeektifan pola napas berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, peningkatan secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi,
kelelahan
4. Nyeri berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. TUJUAN / KH
INTERVENSI (NIC) RASIONAL
DX (NOC)
I Setelah diberikan 1. Monitor fungsi 1. Penggunaan otot-otot
tindakan pernapasan, Frekuensi, intercostal /abdominal /leher
keperawatan irama, kedalaman, bunyi dapat meningkatkan usaha dalam
kebersihan jalan dan penggunaan otot bernafas
napas efektif. tambahan. 2. Pemeliharaan jalan nafas dengan
Dengan kriteria hasil 2. Berikan Posisi semi paten
: Fowler 3. Mengeluarkan secret
a. Mencari posisi yang 3. Berikan terapi O2 meningkatkan transport oksigen
nyaman yang 4. Lakukan suction 4. Untuk mengeluarkan secret
memudahkan 5. Berikan fisioterapi dada 5. Meningkatkan drainase sekret
peningkatan paru, peningkatan efisiensi
pertukaran udara. penggunaan otot-otot pernafasan
b. Mendemontrasikan
batuk efektif.
c. Menyatakan strategi
untuk menurunkan
kekentalan sekresi.
2 Meningkatkan 1. Kaji status pernapasan , 1. Takipneu adalah mekanisme
pertukaran gas yang catat peningkatan kompensasi untuk hipoksemia
adekuat . respirasi dan perubahan dan peningkatan usaha nafas
pola napas . 2. Selalu berarti bila diberikan
2. Kaji adanya sianosis dan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)
Observasi sebelum cyanosis muncul
kecenderungan hipoksia 3. Menyimpan tenaga pasien,
dan hiperkapnia mengurangi penggunaan oksigen
3. Berikan istirahat yang 4. Memaksimalkan pertukaran
cukup dan nyaman oksigen secara terus menerus
4. Berikan humidifier dengan tekanan yang sesuai
oksigen dengan masker 5. Untuk mencegah kondisi lebih
CPAP jika ada indikasi buruk pada gagal nafas.
5. Berikan obat-obat jika
ada indikasi seperti
steroids, antibiotik,
bronchodilator dan
ekspektorant
3 Kebutuhan cairan 1. monitor vital signs 1. Berkurangnya volume/keluarnya
klien terpenuhi dan seperti tekanan darah, cairan dapat meningkatkan heart
kekurangan cairan heart rate, denyut nadi rate, menurunkan TD, dan
tidak terjadi (jumlah dan volume). volume denyut nadi menurun
2. Amati perubahan 2. Mempengaruhi perfusi/fungsi
kesadaran, turgor kulit, cerebral. Deficit cairan dapat
kelembaban membran diidentifikasi dengan penurunan
mukosa dan karakter turgor kulit,
sputum. 3. Keseimbangan cairan negatif
3. Hitung intake, output merupakan indikasi terjadinya
dan balance cairan. deficit cairan.
Amati “insesible loss” 4. Perubahan yang drastis
4. Timbang berat badan merupakan tanda penurunan total
setiap hari body wate
5. Berikan cairan IV 5. mempertahankan/memperbaiki
dengan observasi ketat volume sirkulasi dan tekanan
osmot
4 setelah diberikan 1. Observasi karakteristik 1. Nyeri merupakan respon
tindakan nyeri. Misalnya: tajam, subjekstif yang dapat diukur.
keperawatan rasa konstan, ditusuk. Selidiki 2. Perubahan frekuensi jantung TD
nyeridapat berkurang perubahan karakter menunjukan bahwa pasien
atau terkontrol /lokasi/intensitas nyeri mengalami nyeri, khususnya bila
Kriteria Hasil : 2. Pantau TTV. alasan untuk perubahan tanda
a. Menyatakan nyeri 3. Berikan tindakan vital telah terlihat.
berkurang atau nyaman. Misalnya: 3. Tindakan non analgesik diberikan
terkontrol. pijatan punggung, dengan sentuhan lembut dapat
b. Pasien tampak rileks perubahan posisi, musik menghilangkan ketidaknyamanan
tenang, relaksasi/latihan dan memperbesar efek terapi
nafas. analgesik.
4. Tawarkan pembersihan 4. Pernafasan mulut dan terapi
mulut dengan sering. oksigen dapat mengiritasi dan
5. Anjurkan dan bantu mengeringkan membran mukosa,
pasien dalam teknik potensial ketidaknyamanan
menekan dada selama umum.
episode batukikasi 5. Alat untuk mengontrol
6. Kolaborasi dalam ketidaknyamanan dada sementara
pemberian analgesik meningkatkan keefektifan upaya
sesuai indikasi batuk.
6. Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
5 Setelah diberikan 1. Kaji suhu tubuh pasien. 1. Mengetahui peningkatan suhu tubuh,
tindakan 2. Beri kompres air hangat. memudahkan intervensi.
keperawatan 3. Berikan/anjurkan pasien 2. Mengurangi panas dengan
diharapkan suhu untuk banyak minum pemindahan panas secara
tubuh kembali 1500-2000 cc/hari konduksi. Air hangat mengontrol
normal. (sesuai toleransi). pemindahan panas secara
Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk perlahan tanpa menyebabkan
Suhu tubuh 36°C- menggunakan pakaian hipotermi atau menggigil.
37°C yang tipis dan mudah 3. Untuk mengganti cairan tubuh yang
menyerap keringat. hilang akibat evaporasi
5. Observasi intake dan 4. Memberikan rasa nyaman dan
output, tanda vital (suhu, pakaian yang tipis mudah
nadi, tekanan darah) tiap menyerap keringat dan tidak
3 jam sekali atau sesuai merangsang peningkatan suhu
indikasi. tubuh.
6. Kolaborasi : pemberian 5. Mendeteksi dini kekurangan cairan
cairan intravena dan serta mengetahui keseimbangan
pemberian obat sesuai cairan dan elektrolit dalam tubuh.
program. Tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
6. Pemberian cairan sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnya untuk
menurunkan panas tubuh pasien.
6 Setelah diberikan 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam mendefinisikan
tindakan paasien: turgor kulit, derajat masalah dan intervensi
keperawatan timbang berat badan, yang tepat.
diharapkan integritas mukosa mulut, 2. Membantu intervensi kebutuhan
kebutuhan nutrisi kemampuan menelan, yang spesifik, meningkatkan
adekuat. adanya bising usus, intake diet pasien.
Kriteria hasil : riwayat mual/rnuntah 3. Mengukur keefektifan nutrisi dan
a. Menunjukkan berat atau diare. cairan.
badan meningkat 2. Kaji ulang pola diet 4. Dapat menentukan jenis diet dan
mencapai tujuan pasien yang disukai/tidak mengidentifikasi pemecahan
dengan nilai disukai. masalah untuk meningkatkan
laboratoriurn normal 3. Monitor intake dan intake nutrisi.
dan bebas tanda output secara periodik. 5. Membantu menghemat energi
malnutrisi. 4. Catat adanya anoreksia, khusus saat demam terjadi
b. Melakukan mual, muntah, dan peningkatan metabolik.
perubahan pola tetapkan jika ada 6. Mengurangi rasa tidak enak dari
hidup untuk hubungannya dengan sputum atau obat-obat yang
meningkatkan dan medikasi. Awasi digunakan yang dapat
mempertahankan frekuensi, volume, merangsang muntah.
berat badan yang konsistensi Buang Air 7. Memaksimalkan intake nutrisi
tepat. Besar (BAB). dan menurunkan iritasi gaster.
5. Anjurkan bedrest. 8. Memberikan bantuan dalarn
6. Lakukan perawatan perencaaan diet dengan nutrisi
mulut sebelum dan adekuat unruk kebutuhan
sesudah tindakan metabolik dan diet.
pernapasan.
7. Anjurkan makan sedikit
dan sering dengan
makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Kolaborasi:
8. Rujuk ke ahli gizi untuk
menentukan komposisi
diet.
7 Setelah diberikan 1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan kemampuan atau
tindakan terhadap aktivitas. Catat kebutuhan pasien memudahkan
keperawatan pasien laporan dispnea, pemilihan intervensi.
diharapkan mampu peningkatan kelemahan 2. Menurunkan stress dan
melakukan aktivitas atau kelelahan. rangsanagn berlebihan,
dalam batas yang 2. Berikan lingkungan meningkatkan istirahat.
ditoleransi tenang dan batasi 3. Tirah baring dipertahankan
Kriteria hasil : pengunjung selama fase selama fase akut untuk
Melaporkan atau akut sesuai indikasi. menurunkan kebutuhan
menunjukan 3. Jelaskan pentingnya metabolic, menghemat energy
peningkatan istirahat dalam rencana untuk penyembuhan
toleransi terhadap pengobatandan perlunya 4. Pasien mungkin nyaman dengan
aktivitas yang dapat keseimbangan aktivitas kepala tinggi, tidur di kursi atau
diukur dengan dan istirahat menunduk ke depan meja atau
adanya dispnea, 4. Bantu pasien memilih bantal.
kelemahan posisi nyaman untuk 5. Meminimalkan kelelahan dan
berlebihan, dan istirahat. membantu keseimbanagnsuplai
tanda vital dalam 5. Bantu aktivitas dan kebutuhan oksigen.
rentan normal. perawatan diri yang
diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase
penyembuhan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN VENTILASI


MEKANIK
1.1 Konsep Dasar
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
dalam waktu yang lama. (Brunner dan Suddarth, 1996).Ventilator adalah
suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall
2000)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik
adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan
nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-
paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik merupakan
peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU. ( Corwin,
Elizabeth J, 2001)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk
menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan
utama pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk
mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi
pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif
atau negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas
pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator
mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal
dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan,
2010).
2. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah
ventilator tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk
klasifikasi metoda fase inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-
bersiklus dan volume-bersiklus).
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga
memenuhi volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa
dengan ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada
gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak
stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori
sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan
tidak membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan
paling sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat
penyakit neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk
digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator
tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan
negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara
luas selama epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh
pasien-pasien yang selamat dari penyakit polio dan kerusakan
neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua
alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk
menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena
masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis
ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan
mekanisme di bawah, dan dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif.

Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau


trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah
sakit dan meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan
penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang
mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata
lain, siklus ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus
mati. Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa
volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan dengan perubahan
tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah suatu
ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang
dewasa, ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk
penggunaan jangka pendek di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum
dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi
setelah waktu yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur
oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar
ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi
pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang digunakn untuk orang
dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-
positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis
ini, volume udara yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah
ditentukan. Mana kala volume preset ini telah dikirimkan pada pasien,
siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke
nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara
relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat
meski tekanan jalan nafas beragam.

3. Gambaran dan Pengesetan Volume Vetilator


Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa
nyaman dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal
dari dinamik kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume
ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan
terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan
kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan
(10-15 ml/kg).
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen
terendah untuk mempertahankan PaO2 normal (80-100
mmHg). Pengesetan ini dapat diatur tinggi dan secara
bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas
darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten)
dan frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan
sensivitasnya sehingga pasien dapat merangsang ventilator
dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi
negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan
hasil pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang
ditentukan oleh dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking”
ventilator karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap
hipoksemia dan ventilasikan manual pada oksigen 100%
dengan bag resusitasi.

4. Indikasi Ventilasi Mekanis


Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem
(penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain
itu pada kondisi kondisi di bawah ini diindikasikan menggunakan
ventilator mekanis.

1) Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan
pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang
sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi
dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada
pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).
2) Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system
pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung
juga berkurang.
3) Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe
berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator
mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik
juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan
peningkatan tekanan intra cranial.
4) Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa
tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.

5. MODE VENTILASI MEKANIK


1. Control Mode
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu
antisipasi jumlah dan volume pernafasan setiap menit. Pada mode
control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan ke pasien
pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa
menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien
sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010). Biasanya pasien tersedasi
berat dan/atau mengalami paralisis dengan blocking agents
neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns, 2006).
Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea,
intoksikasi obat-obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf
pusat, frail chest, paralisa karena obat-obatan, penyakit neuromuskular
(Rab, 2007).
Pada mode ini, frekuensi nafas (f) dan jumlah tidal volume (TV)
yang diberikan kepada pasien secara total diatur oleh mesin. Mode ini
digunakan jika pasien tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV
sendiri dengan frekuensi nafas normal. Karena pada setiap mode
control, jumlah nafas dan TV mutlak diatur oleh ventilator, maka pada
pasien-pasien yang sadar atau inkoopratif akan mengakibatkan benturan
nafas (fighting) antara pasien dengan mesin ventilator saat insfirasi atau
ekspirasi. Sehingga pasien harus diberikan obat-obat sedatif dan
pelumpuh otot pernafasan sampai pola nafas kembali efektif. Indikasi
untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnue. Ventilator
tipe ini meningkatkan kerja pernafasan klien. Ventilator yang
memberikan frekuensi dan kedalaman preset dari volume tidal. Pasien
tidak mempunyai peranan dalam siklus ventilator.
2. Asissted Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan
pada VT yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu
pernafasan, udara tak diberikan (Hudak & Gallo, 2010).
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan
kecepatan. Ventilator ini diatur berdasarkan atas frekuensi pernafasan
yang spontan dari klien, biasanya digunakan pada tahap pertama
pemakaian ventilator.
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup
karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai
kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger
maka udara pernafasan tidak diberikan. Ventilasi assist-control adalah
ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau pasien dengan laju
napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Ventilator mengawali
inspirasi saat pasien membuat tekanan negative yang cukup pada
sirkuit.
3. SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)
SIMV adalah bantuan sebagian dengan targetnya volume. SIMV
memberikan bantuan ketika usaha nafas spontan pasien mentriger mesin
ventilator. Tapi jika usaha nafas tidak sanggup mentriger mesin, maka
ventilator akan memberikan bantuan sesuai dengan jumlah frekuensi
yang sudah diatur. Untuk memudahkan bantuan, maka trigger dibuat
mendekati standar atau dibuat lebih tinggi. Tetapi jika kekuatan untuk
mengawali inspirasi belum kuat dan frekuensi nafas terlalu cepat,
pemakaian mode ini akan mengakibatkan tingginya WOB (Work Of
Breathing ) yang akan dialami pasien. Mode ini memberikan keamanan
jika terjadi apnue. Pada pasien jatuh apnue maka mesin tetap akan
memberikan frekuensi nafas sesuai dengn jumlah nafas yang di set pada
mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi pasien belum cukup kuat, maka
bias terjadi fighting antara mesin dengan pasien. Beberapa pengaturan
(setting) yang harus di buat pada mode SIMV diantaranya: TV, MV,
Frekuensi nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan alarm batas atas dan bawah
MV.
Pada SIMV, pengaturan volume tidal disesuaikan dengan usaha
nafas spontan penderita atau jika tidak ada nafas spontan volume tidal
yg dikeluarkan oleh ventilator akan disesuaikan dengan pengaturan
frekuensi nafas (preset rate).sehingga volume minimal terpenuhi. Bila
pasien bernafas spontan maka bantuan ventilator untuk memberikan
volume tidal tidak ada, akan tetapi mesin akan tetap mengalirkan
oksigen. Sama dengan IMV kecuali pernafasan ventilator dengan
pernafasan awal secara spontan.
4. Pressure Support (PS)
PS merupakan mode bantuan sebagian dengan target TV melalui
pemberian tekanan. Mode ini tidak perlu mengatur frekuensi nafas
mesin karena jumlah nafas akan dibantu mesin sesuai dengan jumlah
trigger yang dihasilkan dari nafas spontan pasien. Semakin tinggi
trigger yang diberikan akan semakin mudah mesin ventilator
memberikan bantuan. Demikian pula dengan IPL, semaikin tinggi IPL
yang diberikan akan semakin mudah TV pasien terpenuhi. Tapi untuk
tahap weaning, pemberian trigger yang tinggi atau IPL yang tinggi akan
mengakibatkan ketergantungan pasien terhadap mesin dan ini akan
mengakibatkan kesulitan pasien untuk segera lepas dari mesin
ventilator. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode
VC diantaranya: IPL, Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah
MV serta Upper Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah dapat
diturunkan mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan
sudah terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk diweaning ke mode
CPAP (Continuous Positive Air Way Pressure).
Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan
pasien menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut
sebagai pressure-support (PS). Metode ini digunakan untuk
memperkuat penapasan spontan, tidak untuk memberikan bantuan
napas secara keseluruhan. Di samping itu, PS ini dapat mengatasi
resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning)
dari ventilator. Tujuan PS ini bukan untuk memperkuat volume tidal,
namun untuk memberikan tekanan yang cukup untuk mengatasi
resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. Pasien
bernapas secara spontan, dengan tambahan inspirasi melalui susunan
tekanan positif sebelumnya dan ventilator.

6. Fisiologi Pernafasan Ventilasi Mekanis


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan
negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi
berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara
dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi
adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada
akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.

7. Efek Ventilasi mekanik

Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali
ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga
menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena
hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi.
Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium
kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan
terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume
tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun; perfusi ke
organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala
akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali
dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
1.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
a. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama,
alamt, dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang
status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,
sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan
tindakan keperawatan yang sesuai.
b. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena
kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk
memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk
mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya
gagal nafas/dipasangnya ventilator.
c. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien yang mengalami penurunan kesadaran,
bisa dilakukan dengan cara menilai status GCS pasien. Keluhan pasien
yang dapat di perhatikan adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat,
kelelahan dan ketidaknyamanan. Frekuensi pernapasan, Irama Nafas
dan penggunaan otot bantu pernapasa.
d. Sistem pernafasan
1) Setting ventilator meliputi:
a) Mode ventilator
1. CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled
Mandatory Ventilation/Intermitten Positive Pressure
Ventilation)
2. SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
3. ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
4. CPAP (Continous Possitive Air Presure)
b) FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
c) PEEP: Positive End Expiratory Pressure
d) Frekwensi nafas
2) Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
3) Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
4) Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
5) Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu
tambahan
6) Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
7) Humidifier: kehangatan dan batas aqua
8) Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
9) Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
10) Hasil foto thorax terakhir
e. Sistem kardiovaskuler
Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanya
gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP
terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi
tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan
banyak mengeluarkan keringat.
f. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa
ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.
g. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
h. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dan cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
i. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental yang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat
bantuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
berlebihan
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan

3. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan
mukus berlebihan.
Tujuan: Meningkatkan dan mempertahankan status pernafasan:
kepatenan jalan nafas (0410)
ANALISA DATA NOC NIC
DO: Dalam waktu 3x24 jam Manajemen jalan
- Dyspnea diharapkan masalah nafas (3140)
- Gelisah pernafasan dapat 1. Posisikan
- Adanya teratasi dengan kriteria pasien untuk
suara nafas hasil: memaksimalk
tambahan 1. Frekuensi an ventilasi
- Sputum pernafasan 2. Auskultasi
dalam dalam batas duara nafas,
jumlah normal catat area yang
berlebihan (041004) ventilasinya
- Mata 2. Irama menurun dan
terbuka pernafasan adanya suara
lebar dalam batas nafas
normal tambahan
(041005) 3. Lakukan
3. Dipsnea saat penyedotan
istirahat tidak melalui
ada (0410016) endotrakea
4. Suara nafas atau
tambahan tidak nasotrakea,
ada (041007) sebagaimana
5. Penggunaan mestinya
otot bantu 4. Posisikan
moninafas tidak untuk
ada (041018) meringankan
sesak nafas
5. Monitor status
pernafasan
dan oksigenasi

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan (00030) dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
Tujuan: mempertahankan status pernafasan: pertukaran gas (0402)
ANALISA DATA NOC NIC
DO: Dalam waktu 3x24 jam Monitor Pernafasan
- Gelisah diharapkan masalah (3350)
- Dyspnea status pernafasan: 1. Monitor
- Gas darah pertukaran gas dapat suara nafas
arteri teratasi dengan kriteria tambahan
abnormal hasil: seperti
- Hipoksia 1. Tekanan parsial ngorok atau
- Warna kulit oksigen di darah mengi
abnormal arteri (PaO2) 2. Monitor
- Somnolen dalam batas saturasi
- Takikardi normal (040208) oksigen (mis:
2. Tekanan parsial SaO2, SpO2)
karbondioksida 3. Auskultasi
di darah arteri suara nafas,
(PaCO2) dalam catat area
batas normal dimana
(040209) terjadi
3. PH arteri normal penurunan
(040210) atau tidak
4. Saturasi oksigen adanya
normal (040211) ventilasi dan
5. Keseimbangan keberadaan
dan perfusi suara nafas
dalam batas tambahan
normal (040214) 4. Catat
perubahan
pada saturasi
O2 volume
tidal akhir
CO2, dan
perubahan
nilai analisa
darah
5. Monitor
sekresi
pernafasan
3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan ventilasi spontan (000033) berhubungan dengan keletihan
otot pernapasan
Tujuan: mempertahankan status pernafasan: ventilasi
ANALISA DATA NOC NIC
DO: Dalam waktu 3x24 jam Bantuan ventilasi
 Dyspnea diharapkan masalah (3390)
 Penurunan pernafasan dapat teratasi 1. Pertahankan
SaO2 dengan kriteria hasil: kepatenan
 Penurunan 1. Penggunaan jalan nafas
PO2 otot bantu 2. Posisikan

 Gelisah nafas tidak ada untuk


2. Volume tidal memfasilitas
dalam batas i
normal pencocokan
3. Kedalaman ventilasi
inspirasi dalam 3. Posisikan
batas normal untuk
4. Retraksi meminimalk
dinding dada an upaya
tidak ada bernafas
4. Monitor
kelelahan
otot
pernafasan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M, Moorhouse M, Geissler A, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,


EGC: Jakarta
Nanda (2013) Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, EGC:
Jakarta
Wilkinson. J. M (2002). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC Dan Criteria Hasil NOC, EGC: Jakarta
Smeltzer SC, Bare BG. (1996). Brunner & Suddart’s textbook of medical-surgical
nursing. (8th ed). Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers.
Rab T. (1998). Agenda Gawat Darurat. (ed 1). Bandung: Penerbit Alumni.
Wirjoatmodjo K. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi: Modul dasar untuk
Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: DIKTI.

Anda mungkin juga menyukai