Anda di halaman 1dari 43

Kinerja Bank Muamalat Indonesia Menggunakan Pendekatan Maqasid

Sharia Index

Proposal Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester


Dosen Pengampu : Zultoni Lubis m.Psi

Disusun Oleh :

Khasanah Mustika Syahputri


0503181016

PERBANKAN SYARIAH VI-A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2020/2021
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran
strategis dalam menyelaraskan, menyerasikan serta menyeimbangkan berbagai
unsur pembangunan. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh
fungsi utama bank sebagai lembaga yang dapat menghimpun dan menyalurkan
dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berdasarkan asas
demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional
kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.1
Peran lembaga perbankan yang strategis dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional, mengakibatkan perlu adanya pembinaan dan
pengawasan yang efektif, sehingga lembaga perbankan di Indonesia mampu
berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mempu melindungi secara baik dana
masyarakat yang dititipkan kepadanya, serta mampu menyalurkan dana
masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang produktif bagi sasaran
pembangunan.
Di Indonesia terdapat dua jenis perbankan, yaitu perbankan yang
melakukan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan usaha secara
syariah. Bank konvensional dalam masyarakat Indonesia sudah sangat dikenal,
yang pada kegiatan usahanya berdasarkan pada pembayaran bunga dan lebih
dahulu muncul serta berkembang di Indonesia. Sedangkan bank syariah adalah
bank yang menjalankan fungsi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah
(UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). 2

1
Hasanuddin Rahma, S.H, Kebijakan Kredit perbankan yang berwawasan lingkungan,
(Jakarta: PT Citra Aditya Bakti 2007), hal 2
2
Ikatan Bankir Indonesia, Menguasai Fungsi Kepatuhan Bank, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama 2018), hal 112

3
2

Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia kini sudah terbukti


secara nyata melalui banyaknya bermunculan institusi keuangan syariah di
Indonesia. Berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh OJK (Otoritas
Jasa Keuangan) pada Agustus 2019, Indonesia memiliki 14 Bank Umum
Syariah (BUS), 34 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 167 Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS). Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan bank syariah
di Indonesia.

Tabel 1.1 : Perkembangan Bank Syariah di Indonesia


Indikasi 2017 2018 2019
BUS 13 14 14
UUS 21 20 20
BPRS 167 167 167
Sumber : OJK Statistik Perbankan Syariah 2019

Maraknya bank syariah di Indonesia, tentu memicu terjadinya


persaingan antar bank. Persaingan itu tidak hanya antara bank konvensional
dengan bank syariah, namun juga merambah antar instansi bank syariah
sebagai intitusi yang memiliki keistimewaan dan market share tersendiri.
Keadaan itu tentu menuntut bank syariah untuk ekstra keras meningkatkan
kinerjanya.

Bank Mualamat Indonesia merupakan Bank Umum pertama di


Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam murni, dan menjadi satu-
satunya Bank yang bertahan menghadapi masa-masa krisis moneter pada tahun
1998. Bank MuamalatIndonesia juga merupakan salah satu bank syariah di
Indonesia yang mendapat perhatian khusus, baik bagi pemerintah maupun
masyarakat luas dengan berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan
serta kebijakan yang dilakukan. Kehadiran Bank Muamalat sejak november
tahun 1991 dan mampu bertahan menghadapi krisis moneter tahun 1998
menjadi awal mula yang baik dalam berkembang nya Perbankan Syariah di
Indonesia dan pertahanan ekonomi Indonesia. Hal itu tentu menjadi nilai

2
3

positif tersendiri bagi Bank Muamalat untuk memberikan pelayanan terbaik


bagi masyarakat Indoneisa lebih luas lagi.

Memasuki tahun 2019, pada laporan keuangan Bank Muamalat


Indonesia Kuartal I, laba bersih Bank Muamalat Indonesia anjlok 95% sebesar
Rp 5,08 miliar dibandingkan pencapaian diperiode yang sama tahun 2018
sebesar Rp 103,7 miliar. Anjloknya perolehan laba bersih itu sejalan dengan
penurunan pendapatan penyaluran dana sebesar 24,7% dari Rp 1,78 triliun
menjadi Rp 1,34 triliun. Hal ini disebabkan karena Bank Muamalat Indonesia
sedang didera masalah permodalan setelah bertahun-tahun terkena pembiayaan
bermasalah yang cukup besar. Bank Muamalat Indonesia telah mencoba 3 kali
righ issue sejak 2017, namun belum bisa terlaksana hingga saat ini.3
Tidak hanya itu, beberapa masalah ekternal seperti belum stabilnya
kondisi ekonomi dan faktor regulasi. Juga terdapat masalah internalyang
dihadapi Bank Muamalat yang harus segera diperbaiki diantaranya karakter
dan kapasitas sumber daya insani bank serta kapasitas dan karakter nasabah,
faktor ini begitu berpengaruh terhadap tingginya pembiayaan bermasalah.
Selanjutnya masalahnya yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia yaitu
permodalan yang masih terbatas seperti yang telah dijelaskan diatas.
Menurunnya kinerja perbankan syariah di Indonesia, tentu harus
segera diperbaiki kinerjanya. Menurut Badoui dan Manosur, selama ini bank
syariah di Indonesia masih berfokus pada pemegang saham dan belum
memberikan manfaat besar bagi pihak luar. Padahal industri perbankan
merupakan industri yang mengandalkan kepercayaan, semakin baik kinerja
dari sebuah bank maka bank tersebut akan memperoleh kepercayaan yang lebih
tinggi dari pada bank yang memiliki kinerja kurang baik. Kinerja perbankan
yang baik dilihat dari kinerja keuangan yang baik. Sehingga perlu dilakukan
penilaian kinerja perbankan secara berkala.
Penilaian kinerja perbankan dimaksudkan untuk menilai keberhasilan
manajemen di dalam mengelola suatu badan usaha. Kinerja perbankan

3
www.bankmuamalat.co.id

3
4

merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam aspek keuangan,


pemasaran penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penilaian itu penting
dilakukan karena dapat menganalisis dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian visi perbankan. 4 Penilaian kinerja perbankan
akan membuat manajer, stakeholder dan seluruh yang berkaitan tentang
perbankan dapat berusaha memperbaiki kinerja dimasa mendatang.
Jika selama ini pengukuran kinerja perbankan syariah di Indonesia
hanya fokus pada perhitungan rasio keuangan konvensional seperti CAMELS
(Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity, Sensivity of Market Risk) dan
EVA (Economic Value Added) maka ukuran tersebut memiliki beberapa
5
kelemahan. Karena mengabaikan faktor-faktor non-finansial yang
sesungguhnya memiliki dampak positif terhadap kinerja finansial untuk jangka
panjang. Bahkan bisa dikatakan bahwa faktor non-finansial merupakan alat
prediksi yang lebih bagus di dalam menentukan kinerja jangka panjang. 6 Dan
pengukuran menggunakan maqasid shariah index memberikan feedback yang
lebih bermanfaat bagi bank syariah.7
Oleh karena itu, menggunakan metode maqasid shariah index untuk
mengukur kinerja perbankan syariah sangat disarankan. Untuk membuktikan
langsung tujuan tertinggi syariah, yang tidak hanya berfokus pada rasio
keuangan ataupun profitabilitas, tetapi lebih berorientasi pada kepentingan
stakeholder dan kesejahteraan masyarakat. 8 Sebagaimana Undang-Undang No.
21 tahun 2008 pasal 7 tentang Perbankan Syariah menyatakan bank syariah
adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah
dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan

4
Mulyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat
2007), hal 471
5
Sony Yuwono, dkk, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard: Menuju
Organisasi yang Berfokus pada Strategi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2007), hal 152
6
Budi Sukardi, dkk, “Inklusivisme Maqâs}id Syarî’ah Menuju Pembangunan
Berkelanjutan Bank Syariah di Indonesia”, Jurnal Peradaban Islam Tsaqafah, Vol. 12, No. 1,
Mei 2016, 209-230
7
Ida Roza, “Analisis Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah dengan Metode Indeks
Maqasid Syariah dan CAMEL, 2015, hal 31
8
Sony Yuwono, dkk, Petunjuk Praktis Penyusunan Balance Scorecard Menuju
Organisasi yang Berfokus pada Strategi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal 130

4
5

Rakyat Syariah.9 Kinerja bank syariah selain dapat diukur dari segi keuangan
dengan metode konvensional, pengukuran kinerja bank syariah juga harus
diukur dari aspek tujuan syariah (maqasid shariah).
Maqasid shariah adalah peraturan yang terdiri dari petunjuk dan
larangan yang diberikan Allah kepada umat manusia. Yaitu dengan
terpenuhinya kebutuhan dlaruriyah, hajiyah dan tahsiniyah agar manusia bisa
hidup dalam kebaikan dan dapat menjadi hamba Allah yang baik.10 Hal ini
dapat didefinisikan sebagai kumpulan etika-etika yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia. Dari segi bahasa, maqasid shariah mempunyai tujuan atau
kumpulan hukum islam. Bedoi dan Mansour menyatakan ruang lingkup
maqasid shariah mencakup semua aspek kehidupan yang terkait dengan sosial,
personal, ekonomi dan intelektual.
Penggunaan konsep maqasid shariah dalam konteks kinerja bank
syariah dinilai penting karena sebagian besar bank syariah menggunakan rasio-
rasio keuangan yang berasal dari bank konvensional sehingga tidak
memberikan evaluasi pada semua dimensi yang dimiliki oleh bank syariah.
Penelitian yang dilakukan oleh Evi Mutia dan Nastha Musfirah menggunakan
rasio keuangan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank
11
syariah kurang efisien daripada bank konvensional. Menurut Badoui dan
Mansour menilai hal ini terjadi karena langkah-langkah dalam mengukur
efisiensi bank syariah hanya mencerminkan dimensi keuangan saja dan
pengukuran yang sama dengan bank konvensional tidak masuk akal karena
sifat kedua bank berbeda.12 Dalam hal ini penilaian kinerja bank syariah harus

9
Otoritas Jasa Keuangan, Undang-undang Nomor 7 Tahun !992 tentang Perbankan
Sebagaimana Diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-undang/Pages/undang-undang-nomor-
7-tahun-1992-tentang-perbankan-sebagaimana-diubah-dengan-undang-undang-nomor-10-tahun-
1998.aspx, akses 20 Oktober 2019
10
Ika Yunia Fauzia, Abdul Qadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al-Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hal 43
11
Evi Mutia dan Nastha Musfirah, “Pendekatan Maqashid Shariah Index sebagai
Pengukuran Kinerja Perbankan Syariah di Asia Tenggara”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia, Desember 2017, Vol. 14, No. 2, hal 181 - 201
12
Housesemeddine Bedoui dan Mansour Walid, “Islamic Bank Performance and
Maqashid al Shariah”, 27-28 Juli 2013

5
6

menggunakan konsep maqasid shariah sesuai dengan tujuan utama bank


syariah.
Upaya untuk mengembangkan maqasid shariah index sebagai sebuah
alat ukur kinerja perbankan syariah juga dilakukan oleh Antonio, Sanrego dan
Taufiq. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa maqasid shariah index
bisa menjadi alternatif penting yang dapat mengukur seberapa baik kinerja
perbankan dan hasilnya dapat diimplementasikan dalam bentuk strategi
komprehensif. Dengan menggunakan maqasid shariah index kinerja perbankan
akan lebih terukur dengan benar dan tidak hanya dari aspek ekonomi namun
dapat mengukur kinerja perbankan terkait aspek lingkungan dan sosial.13
Maqasid shariah index dikembangkan berdasarkan tiga faktor utama
yaitu pendidikan individu, menegakkan keadilan, dan pencapaian kesejahteraan
dimana tiga faktor tersebut sesuai dengan tujuan umum maqasid shariah yaitu
“mencapai kesejahteraan dan menghindari keburukan”. Penilaian kinerja
menggunakan maqasid shariah index itu bersifat universal yang seharusnya
menjadi tujuan dan dasar operasional setiap entitas berakuntabilitas publik
seperti halnya Bank Muamalat Indonesia.
Penggunaan konsep maqasid shariah index dalam konteks kinerja
bank syariah dinilai penting karena sebagian besar bank syariah menggunakan
rasio-rasio keuangan yang berasal dari bank konvensional sehingga tidak
memberikan evaluasi pada semua dimensi yang dimiliki oleh bank syariah.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian tentang analisis kinerja


Bank Muamalat Indonesia menggunakan pendekatan Maqasid Shariah Index
menarik dilakukan.

13
Syafi‟i Antonio, Sanrego dan Taufiq, “An Analysis of Islamic Banking Performance:
maqashid Index Implementation in Indonesia and Jordania”, Journal Of Islamic Finance,
Vol.1, No.1, 2012, 012 - 029

6
7

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
mengalami penurunan terutama pada tahun 2019, sehingga belum
memberikan hasil yang memuaskan.
2. Pengukuran kinerja bank syariah menggunakan rasio-rasio keuangan
yang berasal dari bank konvensional tidak memberikan evaluasi pada
semua dimensi yang dimiliki bank syariah.
3. Fokus utama kegiatan bank syariah selama ini masih terbatas pada
pemegang saham dan belum memberikan manfaat besar bagi pihak
luar.
4. Bagiamana kinerja Bank Muamalat jika diukur dengan metode Maqasid
Shariah Index.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang akan dikaji dalam penelitian
ini, maka batasan masalah adalah peneliti akan meneliti kinerja Bank
Muamalat Indonesia menggunakan pendekatan Maqasid Shariah Index dengan
tiga indikator kinerja yaitu educating individual, establishing justice dan public
interest.

D. Perumusan Masalah
Dengan yang sudah dijelaskan/diuraikan diatas, maka yang menjadi
permasalahannya adalah:

1. Bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari indikator


kinerja maqasid shariah index pertama pendidikan individu (educating
individual) pada tahun 2017-2018?

7
8

2. Bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari indikator


kinerja maqasid shariah index kedua menegakkan keadilan (establishing
justice) pada tahun 2017-2018?

3. Bagaiman kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari indikator kinerja


maqasid shariah index ketiga kepentingan umum (public interest) pada
tahun 2017-2018?

4. Bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia dilihat dari seluruh


Indikator kinerja maqasid shariah index pada tahun 2017-2018?

E. Tujuan dan Kegunaan


1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia
dilihat dari indikator kinerja maqasid shariah index pertama
pendidikan individu (educating individual) pada tahun 2017-2018?
b. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia
dilihat dari indikator kinerja maqasid shariah index kedua yaitu
menegakkan keadilan (establishing justice) pada tahun 2017-2018?
c. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia
dilihat dari indikator kinerja maqasid shariah index ketiga
kepentingan umum (public interest) pada tahun 2017-2018?
d. Untuk mengetahui bagaimana kinerja Bank Muamalat Indonesia
dilihat dari seluruh Indikator kinerja maqasid shariah index pada
tahun 2017-2018?

8
9

2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan/manfaat sebagai beriku:
a. Bagi Penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
tentang kinerja perbankan syariah jika di ukur dengan maqasid
shariah index kepada penulis.
b. Bagi Perusahaan, menjadi bahan informasi, memudahkan pihak-
pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung dan bahan
evaluasi rujukan dalam pelaksanaan maqasid shariah index.
c. Bagi Akademis, diharapkan penelitian ini menjadi salah satu
informasi dari berbagai informasi dan sebagai bahan referensi atau
kajian pustaka untuk menambah informasi penelitian selanjutnya
d. Bagi Masyarakat dan Nasabah, dapat memberi pengetahuan yang
luas kepada masyarakat dan kepada nasabah lama atau calon
nasabah mengenai kinerja Bank Muamalat Indonesia melalui
pendekatan maqasid shariah index dalam penggunaan layanan
produk dan jasa perbankan syariah.

F. Batasan Istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari judul tersebut, ada
beberapa istilah yang perlu penulis uraikan, antara lain:
a. Kinerja
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuamg dalam perumuan
skema strategi (strategic planning) suatu organisasi.14
b. Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia, adalah bank umum pertama di
Indonesia yang menerapkan prinsip syariah murni pertama dalam

14
Irham Fahmi, Manajemen Kinerja Teori dan Aplikas, (Bandung: Alfabeta, 2015), hal 2

9
10

menjalankan operasionalnya. Yang didirikan pada 1 November 1991,


yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia dan Pemerintah
Indonesia.
c. Maqasid Shariah Index
Maqasid Shariah Index (MSI) merupakan metode pengukuran
kinerja perbankan syariah yang dikembangkan oleh Mustafa Omar
Mohammed, Dzuljastri Abdul Razak dan Fauziah Md Taib. Dalam
penelitian mereka yang berjudul : The Performance Measuresof Islamic
Banking Based On The Maqashid Frameork.15

15
Mustafa Omar Mohammed and Dzuljastri Abdul Razak, The Performance Measures
ofIslamic Banking Based on the Maqashid Frameork, hal. 5

10
BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Kinerja Keuangan Bank


a. Pengertian Kinerja Keuangan
Jumingan memberikan definisi mengenai kinerja, menurutnya kinerja
keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode
tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran
dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, liquiditas dan
profitabilitas. Sedangkan menurut Sutrisno, kinerja keuangan adalah salah
satu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah
melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan
secara baik dan benar.16 Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan
yang telah memenuhi standard an ketentuan dalam SAK ( Standar Akuntansi
Keuangan) atau GAAP (General Acepted Accounting Principle), dan lainnya.
Kinerja bank dapat diketahui melalui penilaian tentang tingkat kesehatan
bank yang standarnya telah ditentukan olah Bank Indonesia.
Menurut Stout dalam Yuwono pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa maupun suatu proses. Sedangkan menurut
Mulyadi pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas
operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan personelnya berdasarkan
sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

b. Tujuan Melakukan Pengukuran Kinerja Keuangan


Nastiti Mintje dalam penelitian nya menyebutkan bahwa tujuan utama
pengukuran menurut Mulyadi dan Setyawan adalah untuk memotivasi
personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar
perilaku berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan
dalam anggaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, agar

16
Rina Milyati Y dan Jhon Nasyaroeka, “Kinerja Keuangan Perusahaan Transportasi
Berbasis Laporan Keuanganyang Terdaftardi Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Manajemen Magister,
Vol 03. No.02, Juli 2017
11

11
12

membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Informasi


yang digunakan untuk pengukuran kinerja atau penilaian kinerja
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu informasi keuangan dan informasi
non keuangan.17
Pengukuran kinerja keuangan akan membuat manajer lebih banyak
memperbaiki kinerja jangka pendek dan seringkali mengorbankan tujuan
jangka panjang. Hasil pengukuran kinerja keuangan sebuah perusahaan yang
buruk bisa jadi dikarenakan perusahaan tersebut sedang menginvestasikan
sumber daya yang dimilikinya untuk kepentingan jangka panjang, sehingga
banyak peneliti yang telah mengembangkan alat ukur baru yang tidak
terbatas pada pengukuran kinerja keuangan seperti EVA (Economic value
Added) dan juga konsep Balanced Scorecard, namun kedua metode penilaian
kinerja tersebut digunakan oleh bank konvensional dalam mengevaluasi
kinerjanya sehingga untuk perbankan syariah dibutuhkan konsep yang lebih
sesuai dengan prinsip dan tujuan dari perbankan syariah.
Kinerja perbankan syariah, walaupun diukur dengan menggunakan
pendekatan atau metode konvensional, juga harus diukur dari segi tujuan
syariah Maqasid Shariah Index, untuk mengetahui kinerja dan aktivitas
muamalat sudah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini akan berdampak pada
fleksibilitas, kedinamisan, dan kreativitas dalam pengambilan kebijakan dan
aktivitas sosial serta kesejahteraan masyarakat.
Tujuan utama syariah adalah untuk mendorong kesejahteraan manusia
yang terletak pada perlindungan keimanan (dîn), jiwa (nafs), akal (‘aql),
keturunan (nasl), dan harta (mâl). Terjaminnya lima perkara ini, berarti akan
memenuhi kepentingan publik dan kesejahteraan semua masyarakat yang
merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Bank Syariah harus merancang
program-program pendidikan dan pelatihan yang harus dapat
mengembangkan tenaga kerja berpengetahuan dan terampil serta memiliki
nilai-nilai moral yang tepat. Selain itu Bank Syariah juga harus memberikan
informasi tentang produk-produk mereka kepada para pemegang saham.
Bank Syariah juga memastikan bahwa semua usaha bisnis yang terhindar dari
unsur negatif, dapat menimbulkan ketidakadilan, seperti riba, penipuan,

17
Nastiti Mintje, “Pengaruh TQM, sitem penghargaan dan sistem pengukuran kinerja
terhadap kinerja manajerial pada PT. Air Manado” ISSN 2303-1174

12
13

kecurangan, atau korupsi. Bank Syariah harus bijak dalam menggunakan


keuntungan dan mengarahkan kegiatan untuk membantu mengurangi
pendapatan dan kesenjangan sosial, dapat memutarkan harta dan melakukan
pembagian bagi hasil secara adil. Bank Syariah harus memberikan prioritas
bisnis yang menghasilkan manfaat besar kepada masyarakat. Kegiatan ini
termasuk di bidang kebutuhan dasar masyarakat seperti investasi pada sektor
penting dan pembiayaan proyek perumahan.

B. Maqasid Shariah Index


a. Pengertian Maqasid Shariah Index
Maqasid shariah merupakan kata majemuk yang tergabung dari kata
maqasid dan shariah. Secara bahasa maqasid merupakan bentuk jamak
(plural) dari kata maqasid yang berarti tujuan. Adapun pengertian syariah
adalah segala sesuatu yang telah diterapkan dan dijelaskan oleh Allah kepada
hamba-Nya yang berkaitan dengan masalah hukum. Menurut ilmu syariat, al-
maqashid dapat menunjukkan beberapa makna yaitu seperti al-hadad
(tujuan), al-garad (sasaran), al- matlub (hal yang diminati) atau al-gayah
(tujuan akhir) dari hukum Islami.
Dalam kamus bahasa Arab, maqshad dan maqashid berasal dari akar
kata qashd (‫)قصد‬. Maqasid (‫ )مقاصد‬adalah kata yang menunjukkan banyak
(jama‟), mufradnya adalah maqashid (‫ )مقصد‬yang bermakna maksud, sasaran,
prinsip, niat, tujuan, tujuan akhir.18
Secara etimologi maqasid shariah terdiri dari dua kata, yakni maqasid
dan shariah. Maqasid adalah benyuk jamak dari maqshud yang berarti

18
Asser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid Syariah, (Bandung : Mizan
Pustaka, 2015), hal 32

13
14

kesenjangan, atau tujuan. Adapun shariah artinya jalan menuju air, atau bisa
dikatakan dengan jalan menuju ke arah sumber kehidupan. 19
Adapun secara terminologi, beberapa pengertian tentang maqasid
shariah yang dikemukakan oleh beberapa ulama terdahulu antara lain:
1) Ibnu Asyur
“makna atau hikmah yang bersumber dari Allah Swt. yang
terjadi pada seluruh atau mayoritas ketentuan-Nya (bukan pada
hukum tertentu)”.20
2) Alal al-Fasi
“tujuan atau rahasia Allah Swt. dalam setiap hukum syariat-
Nya”.21
3) Ahmad al-Raysuni
“maqashid syariah merupakan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan oleh syariah untuk dicapai demi kemaslahatan".22

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa maqasid


shariah adalah tujuan yang digunakan untuk mencapai kemaslahan dan
menolak kemungkaran.

Urgensi pentingnya Maqasid Shariah berdasarkan atas beberapa


pertimbangan, yaitu:
1. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu
Tuhan dan diperuntukkan bagi umat manusia, sehingga akan
selalu berhadapan dengan perubahan sosial.
2. Praktik Maqasid Shariah secara historis, sudah pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan generasi
mujtahid.
3. Pengetahuan serta pemahaman tentang Maqasid Shariah
merupakan kunci keberhasilan mujtahid dalam ijtihad, karena

19
Ika Yunia Fauzia, Abdul Qadir Riyadi, Prinsip DasarEkonomi Islam Perspektif Maqashid
Al-Syariah, (Jakarta:Prenamedia Group 2018), hal 41
20
Oni Sahroni, Adiwarman Karim, Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam sintesis fikih dan
ekonomi, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), hal 2
21
Yunia Fauzia, Abdul Qadir Riyadi, Prinsip DasarEkonomi Islam Perspektif Maqashid Al-
Syariah, (Jakarta:Prenamedia Group 2018), hal 42
22
Ibid, hal 43

14
15

di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan dalam


bermuamalah antar sesama manusia dapat dikembalikan. 23

Para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam


mengklasifikasikan maqasid/tujuan dari syariah. Zahrah mengklasifikasikan
bahwa hukum-hukum dalam syariat Islam dibagi menjadi dalam tiga tujuan:
(1) Tahdhib al-Fard (Educating tahe individual); (2) Iqamah al-`Adl
(Establishing justice); dan (3) Jalb al-Maslahah (Promotion of public
interest).
Merujuk pada kemaslahatan, maka dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan penghidupan manusia,
dan perolehan apa-apa yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional dan
intelektualnya, dalam pengertian yang mutlak. Adapun yang dijadikan tolak
ukur untuk menentukan baik buruknya (manfaat dan kerusakan) sesuatu yang
dilakukan dan yang menjadi tujuan pokok pembinaan pokok hukum adalah
apa yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Tuntutan
kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat, menurut al-Syatibi ada tiga
kategori tingkatan kebutuhan itu yaitu darurriyah (kebutuhan primer),
hajiyyah (kebutuhan sekunder), dan tahsiniyyah (kebutuhan tersier).

b. Kedudukan Maqasid Shariah


Dr. Said Ramadhan al-Buthi menegaskan bahwa mashlahat itu bukan
dalil yang berdiri sendiri seperti halnya Al-Qur’an, hadis, ijma, qiyas. Tetapi
maslahat adalah sebuah kaidah umum yang merupakan kesimpulan dari
sekumpulan hukum yang bersumber pada dalil-dalil syar’i.24
Mashlahat adalah kaidah umum yang disarikan dari banyak masalah
furu’ yang bersumber kepada dalil-dalil hukum. Maksudnya, hukum-hukum
fikih dalam masalah furu’ dianalisis dan disimpulkan bahwa semuanya
memiliki satu titik kesamaan yaitu memenuhi atau melindungi mashlahat
hamba di dunia dan akhiratnya. 25 Memenuhi hajat hamba adalah kaidah

23
Ghofar Shidiq, “Teori Maqashid al-Syari’ah dalam Hukum Islam”, Sultan Agung, Vol.
XLIV, No. 118, Juni – Agustus 2009, hal 117-129.
24
Oni Sahroni, Adiwarman Karim, Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam sintesis fikih dan
ekonomi, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), hal 41
25
Ibid, hal 41

15
16

umum sedangkan hukum-hukum furu’ yang bersumber kepada dalil-dalil


syariah adalah furu’.
Oleh karena itu, mashlahat itu harus memiliki sandaran dalil baik Al-
Qur’an, hadis, ijma ataupun qiyas atau minimal tidak ada dalil yang
menentangnya. Jika mashlahat itu berdiri sendiri, maka mashlahat menjadi
tidak berlaku dan mashlahat tersebut tidak berlaku pula serta tidak bisa
dijadikan sandaran. Mashlahat tidak bisa dijadikan dalil yang berdiri sendiri
dan sandaran hukum-hukum tafshili, tetapi legalitasnya harus didukung dalil-
dalil syari.26
Mashlahat dan maqasid shariah tidak bisa dijadikan satu-satunya alat
untuk memeutuskan hukum dan fatwa. Tetapi setiap fatwa dan ijtihad harus
menggunakan kaidah-kaidah ijtihad yang lain sebagaimana yang ada dalam
bahasan ushul fikih.27
Maqasid shariah atau mashlahat memiliki dua kedudukan yaitu;
pertama, mashlahat sebagai salah satu sumber hukum, khususnya dalam
masalah yang tidak dijelaskan dalam nash. Dalam bab bisnis syariah,
mashlahat ini menjadi sangat penting karena ketentuan fikih terkait bisnis
syariah banyak yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis, oleh karena
itu, dalil-dalil mashlahat seperti mashlahat mursalah, sad dzarai’, urf, dan
lain sebagainya adalah sumber hukum yang penting. Kedua, mashlahat
adalah target hukum, maka setiap hasil ijtihad dan hukum syariah harus
dipastikan memenuhi aspek mashlahat dan hajat manusia. Singkatnya
mashlahat manjadi indikator sebuah produk ijtihad.28

c. Fungsi Maqasid Shariah


Seorang faqih dan mufti wajib mengetahui maqasid nash sebelum
mengeluarkan fatwa. Jelasnya, seorang faqih harus mengetahui tujuan Allah
SWT. dalam setiap syariatnya (perintah atau larangannya) agar fatwanya
sesuai dengan tujuan Allah SWT. agar tidak terjadi misalnya sesuatu yang
menjadi kebutuhan dharuriyat manusia, tapi dihukumi sunnah atau mubah. 29

26
Ibid, hal 42
27
Oni Sahroni, Adiwarman Karim, Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam sintesis fikih dan
ekonomi, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), hal 42
28
Ibid, hal 42
29
Ibid, hal 43

16
17

Lembaga Fikih OKI (Organisasi Konferensi Islam) menegaskan


bahwa setiap fatwa harus menghadirkan maqasid shariah karena maqasid
shariah memberikan manfaat sebagai berikut:30
a. Bisa memahami nash-nash Al-Qur‟an dan hadis beserta
hukumnya secara komperehensif.
b. Bisa mentarjih salah satu pendapat fuqaha berdasarkan maqasid
shariah sebagai salah satu standar (murajjihat).
c. Memahami ma’alat (pertimbangan jangka panjang) kegiatan dan
kebijakan manusia dan mengaitkannya dengan ketentuan
hukumnya.
Tiga poin tersebut diatas menunjukkan bahwa mengaitkan status
hukum dengan maqasid syariah itu sangat pengting supaya produk-produk
hukum itu tidak bertentangan dengan mashlahat dan hajat manusia. 31 Dalam
bab ekonomi produk-produk hukum itu harus memenuhi hajat dan
kepentingan manusia baik hajat mereka sebagai pembeli, penjual dan lain
sebagainya.
Diantara praktik-praktik yang bertentangan dengan maqasid shariah
adalah praktik hilah ribawi (rakayasa) praktik ribawi yang terlarang. Hal ini
pula ditegaskan dalam Standar Syariah AAOIFI: tidak boleh mengarahkan
lembaga keuangan syariah untuk melakukan hilah yang dilarang oleh syariat
karena bertentangan dengan maqasid shariah (tujuan hukum).32

d. Kerangka Maqasid Shariah


Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjahui kerusakan di
dunia dan akhirat, para ahli ushul fikih meneliti dan menetapkan ada lima
unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut merupakan
tujuan syariah (maqasid shariah). Kelima pokok tersebut merupakan suatu
hal yang harus selalu diajaga dalam kehidupan ini. Kelima pokok tersebut
merupakan bagian dari dharuriyat, yang apabila tidak terpenuhi dalam

30
Ibid, hal 43
31
Oni Sahroni, Adiwarman Karim, Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam sintesis fikih dan
ekonomi, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2017), hal 44
32
Ibid, hal 44

17
18

kehidupan ini maka akan membawa kerusakan bagi manusia. 33 Selanjutnya,


dharuriyat terbagi menjadi lima poin yang bisa dikenal dengan al-kulliyat al-
khamsah Untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang kelima hal tersebut, lebih
jelas lagi al-Syathibi membagi maqashid syariah menjadi dharuriyah,
hajiyah, dan tahsiniyah.

a. Dharuriyah
Dharuriyah adalah penegakan kemaslahatan agama dan dunia.
Artinya, ketika dharuriyah itu hilang maka kemaslahatan dunia dan bahkan
akhirat juga akan hilang, dan yang akan muncul adalah justru kerusakan dan
bahkan musnahnya kehidupan. Dharuriyah juga merupakan keadaan di
mana suatu kebutuhan wajib untuk dipenuhi dengan segera, jika diabaikan
maka akan menimbulkan suatu bahaya yang berisiko pada rusaknya
kehidupan manusia. Dharuriyah menunjukkan kebutuhan dasar ataupun
primer yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia. Dharuriyah di
dalam syariah merupakan sesuatu yang paling asasi diabndingkan dengan
hajiyah dan tahsiniyah. Apabila dlaruriyah tidak bisa dipenuhi, maka
berakibat akan rusak dan cacatnya hajiyah dan tahsiniyah. Tapi jika hajiyah
dan tahsiniyah tidak bisa dipenuhi, maka tidak akan mengakibatkan rusak
dan cacatnya dharuriyah. Jadi tahsiniyah dijaga untuk membantu hajiyah,
dan hajiyah dijaga untuk membantu dharuriyah.34
Selanjutnya, dharuriyah terbagi menjadi lima poin yang bisa
dikenal dengan al-khulliyati al-khamsah, yaitu:
1) penjagaan terhadap agama (Hifz al-Din)
Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan yang pertama
adalah kebebasan berkeyakinan dan beribadah; setiap pemeluk agama
berhak atas agama dan mazhabnya, ia tidak boleh di paksa untuk
meninggalkannya menuju agama atau mazhab lain, juga tidak boleh ditekan
untuk berpindah dari keyakinan untuk masuk islam. 35

33
Yunia Fauzia, Abdul Qadir Riyadi, Prinsip DasarEkonomi Islam Perspektif Maqashid Al-
Syariah, (Jakarta:Prenamedia Group 2018), hal 65-66
34
Yunia Fauzia, Abdul Qadir Riyadi, Prinsip DasarEkonomi Islam Perspektif Maqashid Al-
Syariah, (Jakarta:Prenamedia Group 2018), hal 66
35
Ahmad Al-Musri Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2013), hal 1

18
19

Maka jelaslah toleransi islam dalam interaksinya yang baik,


muamalahnya yang lembut, perhatiannya mengenai hubungan dengan
tetangga, dan juga toleran dalam masalah perasaan kemanusiaan yang besar,
yakni dengan kebaikan, rahmat, dan kemurahan hati. Ini merupakan hal
yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.36
2) penjagaan terhadap jiwa (Hifz al-Nafs)
Islam adalah risalah langit yang terakhir, sejak empat belas abad
yang lalu telah mensyariatkan (mengatur) hak-hak asasi manusia secara
komprehensif dan mendalam. Islam mengaturnya dengan segalam macam
jaminan yang cukup untuk menjaga hak-hak tersebut. Islam membentuk
masyarakat diatas fondasi dan dasar yang menguatkan dan memperkokoh
37
hak-hak asasi manusia ini. Hak pertama dan paling utama yang
diperhatiakn islam adalah hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh
dihancurkan kemuliaannya.
3) Penjagaan terhadap akal (Hifz al-Aql)
Akal merupakan sumber hikmah (pengetahuan ), sinar hidayah,
cahaya mata hati, dan media kebahagian manusia di dunia dan akhirat.
dengan akal, surat perintah dari Allah SWT disampaikan, dengannya
manusia menjadi sempurna, mulia, dan berbeda dengan makhluk lainnya. 38
Untuk melawan dosa dan mencegah kejahatan, maka di antara hak
syara’ atas akal adalah untuk memberikan sanksi atas pelanggaran sebab
atau faktor perlindungan. Karenanya, syariat islam memberikan sanksi
kepada peminum khamar dan pengguna obat-obatan terlarang, apapun
jenisnya, dari dan dengan nama atau ciri apapun. 39

36
Ibid, hal 6
37
Ibid, hal 2
38
Ahmad Al-Musri Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2013), hal 91
39
Ibid, hal 94

19
20

4) Penjagaan terhadap keturunan (Hifz al-Nasl)


Kemaslahatan dunia dan akhirat dimaksudkan Allah SWT untuk
berkesinambungannya dari generasi satu ke generasi lainnya. Syariat yang
terlaksana pada satu generasi saja tidak bermakna akibat punahnya generasi
manusia. Untuk itu Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan
perzinahan, menetapkan siapa-siapa saja yang boleh dikawini, bagaimana
tata cara perkawinan, serta syarat dan rukun yang harus terpenuhi.
Kesemuanya merupakan wujud melestarikan keturunan yang sehat dan
bersih dalam suasana yang tentram dan damai. Dengan demikian akan
semakin banyak dan kuat serta terciptanya persatuan kesatuan ditengah
masyarakat dimana mereka hidup.
Tidak ada perbedaan yang mampu bertahan jika generasi mudanya
memiliki kualitas spiritual, fisik dan mental yang rendah, sehingga
berdampak pada ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan kehidupan
yang semakin dinamis. Oleh karenanya mesti dilakukan perbaikan secara
terencana dan berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas generasi muda.
Salah satu langkah untuk memperbaiki karakter dan kepribadian mereka
adalah dengan menanamkan akhlak baik melalui proses tarbiyah di keluarga
dan lembaga pendidikan.40
5) Penjagaan terhadap harta benda (Hifz al-Mal)
Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, di
mana manusia tidak akan bisa terlepas darinya. Manusia termotivasi untuk
mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan
materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antar dirinya
dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu
harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal
yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat
tempat dia hidup.41
Setelah itu, baru dia dapat menikmati harta tersebut sesuka hatinya,
namun tanpa ada pemborosan karena pemborosan untuk kenikmataan
materi akan mengakibatkan hal sebaliknya, yakni sakitnya tubuh sebagai
hasil dari keberlebihan.

40
Ahmad Al-Musri Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2013), hal 132
41
Ibid, hal 67

20
21

Apabila kelima hal tersebut dapat terwujud, maka akan tercapai


suatu kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, atau dalam
ekonomi islam bisa dikenal dengan falah. Tercukupinya kebutuhan
masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan mashlahah,
karena kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh masing-masing individu dalam masyarakat. Apabila salah satu dari
kelima hal tersebut tidak dipenuhi dengan baik, maka kehidupan di dunia
juga tidak akan bisa berjalan dengan sempurna dan terlebih lagi akan
berdampak negative bagi kelangsungan hidup seseorang.42

b. Hajiyah
Sementara itu, tahapan kedua dari maqasid shariah adalah hajiyah
yang didefinisikan sebagai “hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan
kemudahan dan menghilangkan kesulitan yang dapat menyebabkan bahaya
dan ancaman, yaitu jika sesuatu yang mestinya ada menjadi tidak ada.
“dapat di tambahkan, “ bahaya yang muncul jika hajiyah tidak ada tidak
akan menimpa seseorang, dan kerusakan yang diakibatkan tidak
mengganggu kemaslahatan umum”. Hajiyah juga dimaknai dengan keadaan
di mana jika suatu kebutuhan dapat terpenuhi, maka akan bisa menambah
value kehidupan manusia. Hal tersebut bisa menambah efisiensi, efektivitas
dan value added (nilai tambah) bagi aktivitas manusia. Hajiyah juga
dimaknai dengan pemenuhan kebutuhan sekunder ataupun sebagai
pelengkap dan penunjang kehidupan manusia.43

c. Tahsiniyah
Tahapan terakhir maqasid shariah adalah tahsiniyah, yang
pengertiannya adalah “melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
menghindari yang buruk sesuai dengan apa telah diketahui oleh akal sehat”.
Seseorang ketika menginjak keadaan tahsiniyah berarti telah mencapai
keadaan, di mana ia bisa memenuhi suatu kebutuhan yang bisa
meningkatkan kepuasan dalam hidupnya. Meskipun kemungkinan besar
tidak menambah efisiensi, efektivitas, dan nilai tambah bagi aktivitas

42
Ibid, hal 67
43
Ibid, hal 68

21
22

manusia. Tahsiniyah juga bisa dikenali dengan kebutuhan tersier, atau


identik dengan kebutuhan yang bersifat mendekati kemewahan. 44 Menurut
Abu Zahrah ada tiga sasaran atau tujuan hukum islam yaitu sebagai berikut:
1). Penyucian jiwa
Hal ini ditempuh melalui berbagai ragam ibadah yang di
syariatkan, yang kesemuanya dimaksudkan untuk membersihkan jiwa
serta memperleh kesetiakawanan sosial dan dapat membersihkan jiwa
dari kotoran-kotoran (penyakit) dengki yang melekat di hati manusia.
Dengan demikian akan tercipta suasana saling kasih mengasihi, bukan
saling berbuat zalim dan keji, di antara sesama muslim. 45
2). Iqamah al-Adl
Iqamah al-adl berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata
yaitu, iqamah yang artinya menegakkan dan al-adl yang artinya
keadilan. Jadi iqamah al-adl dapat diartikan dengan menegakkan
keadilan.
Menegakkan keadilan dalam masyarakat islam, adil baik
menyangkut urusan di antara sesama kaum muslimin maupun dalam
berhubungan dengan pihak lain (non muslim). Tujuan ditegakkannya
keadilan dalam islam amatlah luhur. Ia menyangkut berbagai aspek
kehidupan, adil di bidang hukum, peradilan dan persaksian serta adil
dalam bermuamalah (bergaul) dengan pihak lain.46
3). Jalb al-maslahah
Jalb al-maslahah berasal dari bahasa arab yaitu jalb yang
artinya mencapai dan al-maslahah artinya kemaslahatan atau bisa juga
disebut dengan kesejahteraan. Jadi jalb al-maslahah dapat diartikan
dengan mencapai kesejahteraan.

Tujuan ketiga ini merupakan tujuan puncak yang hendak


dicapai, yang harus terdapat dalam setiap hukum islam, ialah maslahat
(kemaslahatan). Tidak sekali-kali suatu perkara di syariatkan oleh islam
melalui al-Qur‟an maupun sunnah melainkan disitu terkandung maslahat

44
Ibid, hal 68
45
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), hal 574
46
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), hal 575

22
23

yang hakiki, walaupun maslahat itu tersamar pada sebagian orang yang
tertutup hawa nafsunya. Maslahat yang dikehendaki oleh islam bukanlah
maslahat yang seiring dengan keinginan hawa nafsu. Akan tetapi,
maslahat yang hakiki yang menyangkut kepentingan umum, bukan
kepentingan pihak tertentu (khusus).47

e. Konsep Maqasid Shariah Index


Maqasid shariah index adalah pengukuran kinerja keuangan yang
bertujuan untuk mencapai kemaslahatan. Maqasid shariah index berdasarkan
metode sekaran adalah karakteristik perilaku-perilaku yang akan diukur
diturunkan ke dalam suatu konsep, yang dinotasikan sebagai (C). Konsep
akan diturunkan lagi ke dalam beberapa dimensi yang akan lebih mudah
diamati dan terukur, yang dinotasikan dengan (D). Dimensi akan diturunkan
kembali dalam beberapa unsur yang lebih jelas pengukurannya, yang
dinotasikan dengan (E). Contoh metode Sekaran dapat digambarkan dengan
seseorang yang memiliki rekening dibank syariah. Seseorang yang memiliki
rekening dibank syariah merupakan konsep (C). Agar dapat diukur, perilaku
memiliki rekening dibank syariah harus dapat diamati melalui akad yang
digunakan yang dalam hal ini dimensi (D). Dimensi agar jelas
pengukurannya, perilaku akad yang digunakan dapat diamati lagi pada unsur-
unsur yang lebih terukur, misalnya apa manfaat akad tersebut sehingga
seseorang itu memiliki atau membuka rekeningnya dibank syariah yangdalam
hal ini disebut elemen (E). Inilah yang dimaksud dengan pengukuran perilaku
berdasarkan karakteristik atau kriteria tertentu dalam metode Sekaran.
Metode Sekaran dapat diilustrasikan melalui gambar di bawah ini. dimana D
untuk dimensi dan E untuk elemen (unsur).

47
Ibid, hal 578

23
24

C D E
O
D E
N
E
C D
E
E
D
P

T D

Gambar 2.1 : Definisi Operasional dari Tujuan-Tujuan Perbankan Syariah


Berdasarkan Maqasid Shariah Index.

Dengan menggunakan metode Sekaran, maka tujuan-tujuan


perbankan menurut kerangka maqasid shariah yang telah dijelaskan sebelum
pada bagian kedua yang meliputi : pendidikan bagi individu, menegakkan
keadilan dan mewujudkan kepentingan umum dapat dijelaskan secara
operasional. Masing-masing tujuan diterjemahkan sebagai konsep (C),
kemudian dengan karakterisktik tertentu diturunkan kedalam dimensi yang
terukur (D). Dimensi secara jelas dapat diturunkan lagi ke dalam unsur-unsur
tertentu yang dapat dengan mudah diukur (E). Rasio-rasio yang digunakan
adalah:

R1.Hibah Pendidikan/Total Pendapatan

R2.Biaya Penelitian/Total Biaya

R3. Biaya Pelatihan/Total Biaya

R4. Biaya Publikasi/Total Biaya

R5. Laba/Total Pendapatan

R6. Biaya Musyarakah dan Mudharabah/Total Mode Investasi

24
25

R7. Pendapatan Bebas Bunga/Total Pendapatan

R8. Laba Bersih/Total Aset

R9. Zakat/Laba Bersih

R10.Investasi Riil/Total Investasi

Rasio-rasio tersebut dipilih karena memenuhi beberapa kriteria dalam


penelitian ini diantaranya:
1. Pembahasan mengenai tujuan-tujuan perbankan yang lebih mendekati
nilai-nilai Islam (syariah) dapat diwakilkan melalui rasio-rasio ini. Dimensi
dan unsur dapat dengan mudah diidentifikasi melalui tujuan-tujuan tersebut.

2. Penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti permasalahan


indentik juga menggunakan rasio-rasio yang sama dalam pengukuran kinerja,
baik untuk bank syariah maupun perbankan konvensional, sehingga dapat
diimplementasikan pada instansi bank syariah maupun konvensional.

3. Data yang dikumpulkan oleh peneliti lebih mudah, dikarenakan


sumber datanya adalah laporan keuangan tahunan perbankan.

4. Kemungkinan mengukur implementasi maqasid shariah lebih akurat


dengan menggunakan rasio-rasio ini.

Rasio-rasio yang dipaparkan di atas adalah rasio yang memenuhi


kriteria maqasid shariah. Adapun penggambaran rasio-rasio tersebut serta
hubungannya dalam kerangka maqasid shariah adalah:
1. Pendidikan Individu (Education individual)
a. Pengembangan Pengetahuan/Advancement Knowledge (R1 & R2)
Bank syariah dituntut untuk ikut berperan serta dalam
mengembangkan pengetahuan tidak hanya pegawainya tetapi juga
masyarakat umum. Peran ini dapat diukur melalui elemen seberapa besar
bank syariah memberikan beasiswa pendidikan (education grant) dan
melakukan penelitian pengembangan (research). Semakin besar dana

25
26

beasiswa dan biaya penelitian yang dikeluarkan bank syariah,


menunjukkan bahwa bank syariah semakin perhatian terhadap
peningkatan pengetahuan masyarakat.
b. Peningkatan Keterampilan/Interesting New Skill and Improvement
(R3)
Dalam meningkatkan keahlian dan pengetahuan pegawainya
bank syariah juga harus berperan besar. Rasio pengukurannya dapat
diukur melalui seberapa besar biaya pelatihan teradap total biayanya
(training expenses/total expenses). Semakin besar rasio biaya training
yang dikeluarkan oleh pihak bank syariah, menunjukkan bahwa
perhatian bank terhadap keahlian dan pendidikan pegawainya cukup
besar.
c. Peningkatan Pengetahuan Tentang Perbankan Syariah/Creating
awareness of Islamic Banking (R4)
Peran bank syariah dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya tentang perbankan syariah adalah dengan
melakukan sosialisasi dan publikasi perbankan syariah dalam bentuk
informasi produk bank syariah, operasional dan sistem ekonomi syariah.
Semakin besar promosi dan publikasi yang dilakukan perbankan syariah,
akan berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
perbankan syariah.

2. Menegakkan Keadilan (Establishing justice)


a. Pengembalian yang adil/Fair Return (R5)
Bank syariah dituntut untuk dapat melakukan transaksi secara
adil yang tidak merugikan nasabahnya. Salah satunya yang dapat
dilakukan adalah denngan memberikan hasil yang adil dan setara (fair
return) melalui persentase laba yang diperoleh dari total pendapatan.
Semakin banyak laba yang diperoleh perusahaan akan berdampak pada
peningkatan bagi hasil kepada nasabah.
b. Distribusi Fungsional/Functional Distribution (R6)
Pengukuran dilakukan dengan menghitung rasio kinerja melalui
pembiayaan mudharabah dan musyarakah/total mode investasiyaitu
menghitung seberapa besar pembiayaan dengan skema bagi hasil melalui

26
27

akad mudharabahdan musyarakahyang dilakukan oleh bank syariah.


Semakin tinggi model pembiayaan dengan akan mudharabahdan
musyarakahmenunjukkan bank syariah meningkatkan fungsinya untuk
mewujudkan keadilan sosial melalui skema bagi hasil.
c. Pendapatan Bebas Bunga/Elementation of Injustices (R7)
Riba (suku bunga) merupakan salah satu instrumen yang
dilarang dalam sistem perbankan dan keuangan syariah. Hal ini
disebabkan riba memberikan dampak buruk terhadap perekonomian dan
menyebabkan ketidakadilan dalam transaksi ekonomi. Riba memberikan
kesempatan yang luas kepada golongan kaya untuk mengeksploitasi
golongan miskin. Bank syariah dituntut untuk menjalankan aktivitas
perbankan khususnya investasi dilakukan terbebas dari riba. Semakin
tinggi rasio investasi terhadap total investasinya. akan berdampak positif
terhadap berkurangnya kesenjangan pendapatan dan kekayaan dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat diukur melalui rasio pendapatan
bebas bungaterhadap total pendapatan.

3. Kepentingan Umum (Public interest)


a. Rasio Profit Bank/Profitability of Bank (R8)
Semakin besar keuntungan yang diperoleh bank syariah maka
akan berdampak pada peningkatan public interest tidak hanya pemilik
dan pegawai bank syariah tetapi juga berdampak pada semua stakeholder
perbankan syariah. Hal ini dapat terlihat dari rasio profitabilitas bank
syariah yang dapat diukur melalui seberapa besar laba bersih terhadap
total aset bank syariah.
b. Redistribusi Pendapatan & Kekayaan/Redistribution of Income &
Wealth (R9)
Salah satu peran penting keberadaan bank syariah adalah untuk
mendistribusikan kekayaan pada kesemua golongan. Peran ini dapat
dilakukan bank syariah melaui pendistribusian dana zakat yang
dikeluarkan oleh bank syariah. Peran ini dapat diukur melalui seberapa
besar rasio zakat yang dibayar bank syariah terhadap total pendapatan
bank syariah tersebut.

27
28

c. Investasi Sektor Riil/Investment in Real Sector (R10)


Keberadaan bank syariah diharapkan mampu mendorong
pertumbuhan sektor rill yang selama ini tidak seimbang dengan sektor
keuangan. Prinsip dan akad-akad bank syariah di nilai lebih sesuai dalam
pengembangan sektor riil, sehingga tingkat pembiayaan bank syariah
diharapkan lebih banyak pada sektor riil tersebut sebagai sektor,
pertanian, pertambangan, konstruksi, manufaktur dan usaha mikro. Salah
satu cara pengukuran yang dilakukan untuk melihat seberapa besar
pembiayaan bank syariah terdapat sektor-sektor riil dibandingkan dengan
total pembiayaan bank tersebut (Investment deposit/total deposit).
Semakin tinggi pembiayaan yang disalurkan ke sektor riil yang
dilakukan bank syariah akan mendorong terjadinya pengembangan
ekonomi sektor riil yang akan memberikan kemaslahatan kepada seluruh
lapisan masyarakat.

C. Kajian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Peneliti Variabel Hasil Penelitian
1 Nurmahadi Maqasid Y= Pengukuran Penelitian ini
(2018) Syari’ah dalam Kinerja menyatakan bahwa
Pengukuran X= Maqasid pengukuran kinerja
Kinerja Syari’ah lembaga keuangan
Lembaga terhadapMaqasid
Keuangan Syari’ah adalah tidak
Syari’ah di berlebihan. Karena
Indonesia dalam Islam, aktifitas
yang dilakukan akan
bernilai ibadah jika kita
melakukannya sesuai
dengan syari’at tuntunan
Islam, termasuk
menggunkan Maqasid
Syari’ah dalam
mengukur kinerja

28
29

perbankan karena akan


menjaga agama, jiwa,
akal, keturunan, harta
sera terwujudnya
keadilan terhadap
sesama.
2 Ida Roza Analisis Y= Kinerja Penelitian ini
(2015) Perbandingan Perbankan menyatakanbahwa
Kinerja Syariah perbandingan antara
Perbankan X1=Metode Index kinerja IMS (X1) dan
Syariah dengan Maqasid Syariah CAMEL (X2) yang
Metode Index X2=MetodeCamel telah dilakukan dari
Maqasid masing-masing
Syariah dan perbankan syariah
CAMEL menunjukkan hasil yang
berbeda. Dari penilaian
kinerja dengan motode
IMS (X1) terlihat bahwa
setiap bank syariah
memiliki kelebihan
masing-masing dalam
melaksanakan elemen-
elemen Maqasid
Syariah. Dan dari
penilaian kinerja dengan
metode CAMEL (X2),
rata-rata kelima Bank
Umum Syariah pada
periode 2010-2013
masih berada pada
predikat sehat (nilai
kredit 84 - 99)
3 Ristiana Analisis Kinerja Y= Kinerja Bank Penelitian ini

29
30

Wahyuni Bank Syariah Syariah menyatakan bahwa


(2018) Indonesia X= Pendekatan kinerja berpengaruh
Ditinjau dari Maqashid Syariah positif terhadap
Maqashid pendekatan Shariah
Syariah: Maqashid Index.
Pendekatan Kinerja Bank Umum
Shariah Syariah (BUS) dengan
Maqashid Index menggunakan maqashid
(SMI) Tahun index sebagian besar
2016 telah beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip
syariahnya dengan baik
sesuai maqashid
syariah, hanya saja ada
beberapa bank yang
tidak mempublikasikan
beberapa rasio yang
termasuk dalam
pengukuran maqashid
shariah index.

30
31

D. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah kerangka penalaran yang terdiri dari konsep-
konsep atau teori yang menjadi acuan penelitian, biasanya kerangka teoritis
disusun dalam bentuk matriks, bagan atau gambar sederhana48.
Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada
skema dibawah ini :

48
Azhari Akmal Tarigan, Buku Panduan Penulisan Skripsi, (Medan: Febi Press, 2015), hal
18

31
32

E. Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara atas penelitian yang masih
mengandung kemungkinan benar atau salah. Walaupun sifatnya jawaban
sementara, hipotesa tidak boleh dirumuskan begitu saja, melainkan harus
didasarkan pada kajian teori dan penelitian terdahulu 49
Adapun hipotesa dalam penelitian ini, yaitu :
Ho1 = Tidak ada pengaruh Kinerja Bank Muamalat Indonesia
(BMI) menggunakan Pendekatan Maqasid Shariah Index.
Ha1 = Ada pengaruh Kinerja Bank Muamalat Indonesia (BMI)
menggunakan Pendekatan Maqasid Shariah Index.

49
Ibid, hal 18

32
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menurut pendekatannya merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
menggambarkan semua data atau keadaan subjek atau objek penelitian
kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang
berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan
pemecahan masalahnya dan dapat memberikan informasi yang mutakhir
sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih
banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah. Penilitian deskripsi secara
garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran
atau mencoba mencandra suatu peristiwa atau gejala secara sistematis,
faktual dengan penyusunan yang akurat.50
Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan usaha sadar dan sistematis
untuk memberikan jawaban terhadap suatu masalah dan/atau mendapatkan
informasi lebih mendalam dan luas terhadap suatu fenomena dengan
menggunakan tahap-tahap penelitian dengan pendekatan kuantitatfif. 51 Dalam
penelitian ini, penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan rasio
maqasid shariah index dalam menganalisis kinerja bank umum syariah di
Indonesia sedangkan penelitian kuantitatif digunakan untuk menghitung
tingkat persentase rasio maqasid shariah index melalui laporan keuangan
tahunan (annual report) Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2017-2018.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia dengan
mengambil data dari laporan tahunan (annual report) pada website resmi
BMI yaitu www.bankmuamalat.co.id. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
Oktober 2019.

50
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal 28
51
A. Muri Yusuf, M.Pd, “Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif & Penelitian Gabungan”,
(Jakarta: Kencana 2017), hal 62
34

33
35

C. Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. 52 Data
penelitian yang digunakan merupaka laporan keuangan tahunan (annual
report) Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2017-2018. Sehingga,
penelitian ini menggunakan data time series untuk rentang waktu dalam
perbulan. Data time series ini merupakan data sekunder, yang diperoleh dari
hasil publikasi laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia dalam periode
pertriwulan. Data sekunder ini diperoleh secara tidak langsung atau melalui
media perantara situs resmi Bank Muamalat Indonesia.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti53. Populasi dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia tahun 1993–2019.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara purposive
54
sampling, yaitu teknik pengumpulan dengan pertimbangan tertentu .
Sampel dipilih melalui kriteria, :
a. Laporan keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia yang telah di
publish di website resmi dari bank tersebut.
b. Laporan keuangan triwulan PT. Bank Syariah Mandiri dari
tahun 2017-2018.

52
Husein Umar, S.E, M.M., MBA, Rise Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, (Jakarta:
PT HGramedia Pustaka Utama, 2005), hal 100
53
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal 115
54
Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, Cet. Ke-18, 2011), h. 61

35
36

E. Defenisi Operasional
1. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat)55. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kinerja Keuangan
Bank.
Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan
perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur
dengan indikator kecukupan modal, liquiditas dan profitabilitas.
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas56. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah Maqasid Shariah Index.
Maqasid Shariah Index (MSI) merupakan metode pengukuran
kinerja perbankan syariah yang dikembangkan oleh Mustafa Omar
Mohammed, Dzuljastri Abdul Razak dan Fauziah Md Taib.

F. Teknik dan Instrumen


Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan
cara studi dokumentasi yaitu berupa data yang akan ditulis, dilihat,
disimpan dan digulirkan dalam penelitian karena mencakup segala
57
keperluan data yang diteliti, mudah diakses. Dalam penelitian ini data
bersumber dari data laporan keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia, data
yang diperoleh dari laporan keuangan tahun 2017-2018. Pencarian informasi
terbaru objek penelitian juga dilakukan dengan melalui informasi internet
untuk mengaksesnya.
Selain itu, pengumpulan data dilengkapi dengan cara studi
kepustakaan, yaitu mengkaji referensi dengan menggunakan buku-buku yang
relevan, artikel jurnal dan bahan lain yang berhubungan dengan penelitian
ini.

55
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 59
56
Ibid, h. 59
57
Albi Anggito & Johan Setiawan, S.Pd, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat: Jejak
Publisher 2018), hal 146

36
37

G. Analisis Data
Ukuran kinerja perbankan syariah yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah berdasarkan kerangka maqasid shariah index.
Tujuannya adalah untuk mengukur kinerja perbankan syariah yang selama ini
masih menggunakan rasio keuangan konvensional. Dalam penelitian ini akan
digunakan sepuluh rasio seperti yang telah dikemukan peneliti sebelumnya.
Pada penelitian sebelumnya, peneliti memverifikasi rasio-rasio yang
digunakan kapada para ahli syariah yang tersebar di Timur Tengah dan
Malaysia, yang merupakan pakar dibidang perbankan syariah maupun
konvensional. Konfirmasi yang dikirim dilakukan dalam dua tahapan. Tahap
pertama adalah wawancara kepada 12 ahli dibidang perbankan syariah, fiqh
(hukum) islam, dan ilmu ekonomi islam terkait pengukuran kinerja yang
dikembangkan penulis sebelumnya dalam penelitian itu. Wawancara pada 12
ahli tersebut menyatakan bahwa keduabelas ahli tersebut menyetujui
keandalan pengukuran kinerja yang dikembangkan peneliti saat itu.
Tahap kedua, peneliti sebelumnya melakukan verifikasi pengukuran
kinerja yang dikembangkan kepada 16 ahli di bidang perbankan melalui
kuisioner. Keenambelas ahli tersebut diminta menjawab pertanyaan terkait
pembobotan yang diberikan kepada masing-masing rasio agar dapat terukur,
serta mengidentifikasi ulang komponen pengukuran kinerja apakah diterima
dan sesuai dengan kondisi perbankan. Dari hasil penelitian tersebut, maka
ditetapkanlah sepuluh rasio pengukuran kinerja perbankan syariah
menggunakan pendekatan maqasid shariah index. Bobot rata-rata yang
diberikan oleh para ahli dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1 : Rasio Kinerja Maqashid Sharia Index

Variabel/ Tujuan Bobot Elemen Bobot


rata-rata (E) rata-rata
(100%) (100%)
(Pendidikan Individu) 30 E1. Hibah pendidikan 24
Educating Individual E2. Penelitian 27
E3. Pelatihan 26

37
38

E4. Publikasi 23
Jumlah 100
Menegakkan 41 E1. Pengembalian yang adil 30
Keadilan E2. Harga yang adil 32
(Establishing Justice) E3. Produk bebas bunga 38
Jumlah 100
Kepentingan Umum 29 E1 Profitabilitas Bank 33
(Public Interest) E2. Pemerataan pendapatan 30
E3. Investasi pada sektor riil 37
Jumlah 100
Sumber : Siti Maesyaroh 2015

Dalam melakukan analisis menggunakan pendekatan maqasid shariah


index, ada beberapa langkah pengukuran yang dilakukan yaitu menentukan
rasio kerja, menghitung rasio kinerja bank syariah dengan menggunakan
masing-masing, melakukan pembobotan masing-masing rasio kinerja dan
terakhir adalah menjumlahkan nilai rasio kinerja tersebut. Berikut adalah
langkah yang dilakukan dalam penelitian menggunakan maqasid shariah
index:

1. Penentuan Rasio Kerja


Dalam penentuan rasio kerja didasarkan pada ketersediaan data yang
diperlukan dalam penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan sepuluh
rasio yang mewakili tiga variabel untuk diuji pada Bank Muamalat Indonesia.
Sepuluh rasio tersebut yaitu:
a. Hibah pendidikan/ total pendapatan (R1)
b. Biaya penelitian/total biaya (R2)
c. Biaya pelatihan/total biaya (R3)
d. Biaya publikasi/total biaya (R4)
e. Laba/total pendapatan (R5)
f. Mudharabahdan Musyarakah/ totalmode investasi (R6)
g. Pendapatan bebas bunga/total pendapatan (R7)
h. Profitabilitas/ROA (R8)

38
39

i. Zakat/laba bersih (R9)


j. Investasi rill/total investasi (R10)

2. Menghitung Kinerja Berdasarkan Masing-Masing Rasio Kinerja


Maqasid Shariah Index
Langkah kedua dilakukan adalah dengan melakukan perkalian antara
bobot setiap variabel dengan bobot dan rasio kinerja setiap elemen. Secara
sistematis, model penghitungan ini dapat dibuat seperti berikut:
a. Maqasid shariah index yang pertama yaitu pendidikan individu

IP(O1) = W11 x E1 X R1 + W11 x E2 x R2 + W11 x E3 x R3 + W11 x E4 x R4


Atau
IP(O1) = W11 ( E1 x R1 + E2 x R2 + E3 x R3 + E4 x R4)

Keterangan :
(O1) adalah maqasid shariah index yang pertama yaitu pendidikan individu
W11 adalah bobot untuk pendidikan
E1 adalah bobot untuk elemen pertama pada O1
E2 adalah bobot untuk elemen kedua pada O1
E3 adalah bobot untuk elemen ketiga pada O1
E4 adalah bobot untuk elemen keempat pada O1
R 1 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen pertama O1
R2 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen kedua O1
R3 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen ketiga O1
R4 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen keempat O1

b. Maqasid shariah index yang kedua yaitu menegakkan keadilan

IP (O2) = W2 2 x E5 X R5 + W2 2 x E6 x R6 + W2 2 x E7 x R7
Atau
IP (O2) = W2 2(E5 x R5 + E6 x R6 + E7 x R7)

39
40

Keterangan:
(O2) adalah maqasid shariah index yang kedua yaitu keadilan
W22 adalah bobot untuk keadilan
E5 adalah bobot untuk elemen kelima pada O2
E6 adalah bobot untuk elemen keenam pada O2
E7 adalah bobot untuk elemen ketujuh pada O2
R5 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen kelima O2
R6 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen keenam O2
R7 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen ketujuh O2

c. Maqasid shariah index ketiga yaitu kepentingan umum

IP (O3) = W3 3 x E8 X R8 + W3 3 x E9 x R9 + W3 3 x E10 x R10


Atau
IP (O3) = W3 3 (E8 x R8 + E9 x R9 + E10 x R10)

Keterangan:
(O3) adalah maqasid shariah index yang ketiga yaitu public ineterest
W3 3 adalah bobot untuk public ineterest
E8 adalah bobot untuk elemen kedelapan pada O3
E9 adalah bobot untuk elemen kesembilan pada O3
E10 adalah bobot untuk elemen kesepuluh pada O3
R8 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen kedelapan O3
R9 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen kesembilan O3
R10 adalah ukuran kinerja sampel berdasarkan rasio elemen kesepuluh O3

3. Menentukan Jumlah Masing-Masing Rasio KinerjaPerbankan


Dalam Tiga IndikatorKinerja.

Menghitung jumlah masing-masing rasio kinerja dalam tiga indikator


kinerja kemudian membandingkan kinerja Bank Muamalat Indonesia selama
periode 2017-2018 dan manganalisisnya. Secara sistematis penjumlahan
tersebut ialah sebagai berikut:

Maqasid shariah index = IP (O1) + IP (O2) + IP (O3)

40
41
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

A. Muri Yusuf. 2017. Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif & Penelitian


Gabungan. Jakarta: Kencana.
Abu Zahra, Muhammad. 2016. Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Akmal Tarigan, Azhari. 2015. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Medan:
Febi Press.
Anggito, Albi & Johan Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jawa Barat: Jejak Publisher
Auda, Asser. 2015. Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid
Syariah. Bandung : Mizan Pustaka.
Fahmi, Irham. 2015. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikas. Bandung:
Alfabeta.

Ikatan Bankir Indonesia. 2018. Menguasai Fungsi Kepatuhan Bank.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2018.

Jauhar, Ahmad Al-Musri Husain. 2013. Maqashid Syariah. Jakarta:


Amzah.
Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen.
Jakarta: Salemba Empat.

Rahma, Hasanuddin. 2007. Kebijakan Kredit perbankan yang berwawasan


lingkungan. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti.

Sahroni, Oni, Adiwarman Karim. 2017 Maqashid Bisnis Dan Keuangan


Islam sintesis fikih dan ekonomi. Depok: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
.................. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Cet. Ke-18 Bandung:
Alfabeta, Cet. Ke-18
.................. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Supardi.2005. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta:
UII Press

41
42

Umar, Husein. 2005. Rise Sumber Daya Manusia Dalam


Organisas.Jakarta: PT Hal 100 Gramedia Pustaka Utama
Yunia Fauzia, Ika. Abdul Qadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi
Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah.Jakarta: Kencana.

2018

Yuwono, Sony, dkk. 2007. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced


Scorecard: Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

www.ojk.go.id

42

Anda mungkin juga menyukai