Anda di halaman 1dari 68

Pengaruh Pelatihan Balut Bidai dengan Keterampilan Siswa PMR dalam

Memberikan Pertolongan Pertama pada Kasus Fraktur di SMA Negeri 8 Samarinda

Kartika
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur

Email : ktika240601@gmail.com

INTISARI

Fraktur / Patah tulang adalah terputusnya kontuinitas tulang yang dapat


menimbulkan gejala yang umum seperti nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan
kelainan bentuk tubuh akibat kecelakaan. Sehingga memerlukan pertolongan yang cepat
dan tepat agar tidak bergerak dan mencegah terjadinya komplikasi atau kematian. Balut
bidai adalah tindakan memfiksasi atau mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cedera yang menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai
fiksator/imolisasi. Petolongan balut bidai dapat dilakukkan oleh awam umum dan awam
khusus yang sudah terlatih melalui pendidikan dasar kegawatdauratan yang diberikan
melalui kegiatan extrakulikuler palang merah remaja (PMR). Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pelatihan balut bidai dengan keterampilan
siswa palang merah remaja dalam memberikan pertolongan pertama pada kasus fraktur
di sman 8 samarinda.
Penelitian ini bertujuan agar melihat apakah adanya pengaruh dalam pemberian
pelatihan Balut Bidai dengan tingkat keterampilan siswa Palang Merah Remaja di SMAN
8 Samarinda. Penelitian ini memakai design penelitian quasi eksperiment serta metode
pendekatan kuantitatif group teaching method pretest-posttest. Sampel dalam penelitian
ini ada 52 responden teknik sampling dalam penelitian ini ialah Total Sampling. Terjadi
peningkatan tingkat keterampilan pada kelompok intervensi 26 responden setelah
diberikan pelatihan yang awalnya masih berada di kategori tingkat keterampilan rendah,
setelah diberi pelatihan meningkat ke tingkat kategori baik. Dengan hasil Asym.sig =
0,000 kurang dari a = 0,05, dinyatakan bahwa ada pengaruh dalam pemberian pelatihan
Balut Bidai dengan keterampilan siswa PMR di SMAN 8 Samarinda.
Kata Kunci : Balut Bidai, Fraktur, Siswa PMR
The Effect of Splint Dressing on the Skills of PMR Students in Providing First Aid in
Fracture Cases at SMA Negeri 8 Samarinda

Kartika
Bachelor of Nursing Study Program Faculty of Nursing
University of Muhammadiyah Kalimantan Timur

Email : ktika240601@gmail.com

ABSTRACT
Fracture is a break in bone continuity which can cause general symptoms such as
pain or tenderness, swelling and deformity due to an accident. So it requires fast and
appropriate help so that it does not move and prevent complications or death. Splint
dressing is an act of fixing or immobilizing an injured body part using a rigid or flexible
object as a fixator/immobilization. Assistance with splint dressing can be carried out by
the general public and special lay people who have been trained through emergency
basic education provided through the Youth Red Cross (PMR) extracurricular activities.
The formulation of the problem in this study was whether there was an effect of splint
dressing training on the skills of adolescent red cross students in providing first aid for
fracture cases at SMA 8 Samarinda.
This study aims to see whether there is influence in the provision of Balut Bidai
training with the skill level of Youth Red Cross students at SMAN 8 Samarinda. This study
used a quasi-experimental research design and a quantitative approach method, group
teaching method, pretest-posttest. The sample in this study were 52 respondents. The
sampling technique in this study was Total Sampling. There was an increase in skill level
in the intervention group of 26 respondents after being given training which initially was
still in the low skill level category, after being given training it increased to a good level
category. With the results of Asym.sig = 0.000 less than a = 0.05, it is stated that there is
an influence in providing Balut Bidai training with the skills of PMR students at SMAN 8
Samarinda.
Keywords: Splint Dressing, Fracture, PMR Students
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap tahun, 950.000 anak di bawah usia 18 tahun meninggal akibat

cedera. Sembilan puluh persen di antaranya disebabkan oleh kecelakaan,

dan kecelakaan mobil serta tenggelam menyumbang setengah dari

seluruh kematian terkait cedera di seluruh dunia (WHO, 2018) .

Nyeri, bengkak, dan deformasi tulang merupakan gejala yang

umumnya dikaitkan dengan patah tulang (Alifia, 2021). Kecelakaan di

jalan raya, cedera yang dialami saat berolahraga, dan bentuk trauma

lainnya merupakan pemicu potensial terjadinya patah tulang. Terpeleset

yang mengakibatkan luka robek, memar, dislokasi, atau patah tulang

terlalu sering terjadi di ruang kelas. Antara usia 18 dan 46 tahun, 51,67

persen dari semua patah tulang terjadi (Ernasari et al., 2021).

Kecelakaan adalah penyebab utama patah tulang. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi peningkatan kecelakaan patah

tulang secara global seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan

bermotor. Cedera yang dapat terjadi pada usia produktif sangat luas,

mulai dari cedera akibat kecelakaan hingga cedera yang diderita oleh

lansia akibat berkurangnya massa tulang.


115

Toleransi aktivitas dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan

dapat terganggu akibat dampak negatif fraktur pada sistem

muskuloskeletal..

Pengemudi pelajar menyumbang 70 persen dari semua orang yang

terluka, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut data tahun

2017 dari Survei Kesehatan Nasional, prevalensi patah tulang secara

keseluruhan di Amerika Serikat meningkat 27,7 persen. Pada tahun 2017,

terjadi peningkatan 3,5% pada prevalensi patah tulang di kalangan pria,

sementara kejadian patah tulang di kalangan wanita menurun sebesar

1,2%. (Kemnkes RI, 2019) .

Cedera di Indonesia yang mengganggu kehidupan sehari-hari

meningkat sebesar 9,2 persen antara tahun 2007 dan 2018. Remaja (15-

24 tahun) merupakan kelompok usia terbesar di antara mereka yang

mengalami cedera (12,2%). Sebagian besar kecelakaan ini (13%), yang

sebagian besar menimpa remaja laki-laki (11%), terjadi di dekat sekolah

atau fasilitas pendidikan lainnya. Terdapat 5.350 kecelakaan lalu lintas di

seluruh Indonesia pada tahun 2021, yang mengakibatkan 452 orang

meninggal dunia, 6.390 orang luka-luka, dan 6 orang luka berat.

(Witriyani, 2022).

Berdasarkan hasil dari Riskesdas, 2018 prevelensi cedera yang

mengakibatkan kegiatan sehari-hari terganggu di Kalimantan Timur

10,45%, khususnya di kota Samarinda 7,22%. Ditinjau dari rentan usia

paling banyak terjadi pada usia remaja (15 – 24 tahun) sekitar 13,76%,
dimana paling banyak terjadi di jalan raya sebesar 47,57% sedangkan

dilingkungan sekolah sebesar 8,58% dengan kasus fraktur 3,70%.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa kebanyakan kasus

fraktur yang dialami remaja terjadi di luar sekolah dan kebanyakan

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu dibutuhkannya

penanganan segera dan tepat agar tidak terjadi komplikasi fraktur dan

kecacatan pada anggota gerak tubuh yang cedera.

Otot tendon, ligamen, kulit, dan tulang merupakan bagian yang

sering mengalami cedera akibat insiden sehari-hari di sekolah. Cedera

pada sistem muskuloskeletal memerlukan perhatian medis yang cepat.

Jika tidak, luka dapat bertambah parah dan menimbulkan pendarahan.

Kelainan tulang, cacat, dan bahkan kematian dapat terjadi akibat jenis

benturan lainnya. Pembidaian belat diperlukan untuk mencegah cedera

muskuloskeletal. (Alifia, 2021).

Perban bidai dapat digunakan untuk perawatan awal pasien yang

mengalami patah tulang. Imobilisasi sementara adalah tujuan dari perban

bidai yang digunakan untuk menegakkan diagnosis sebelum perawatan

permanen diberikan (conservative care).

Ketika bagian tubuh yang cedera perlu diperbaiki atau diimobilisasi,

pembalut bidai digunakan. Semua orang yang berpendidikan nonmedis

dapat menggunakan perban. Siswa yang terlibat dalam program

ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) merupakan salah satu

sumber individu awam yang terlatih dalam komunitas sekolah.


117

Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan, Sekolah

Menengah Atas Negeri 8 Samarinda merupakan salah satu dari sekian

banyak sekolah yang ada di Kalimantan Timur yang mempunyai

ekstrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR) yang berada di bawah

naungan organisasi Palang Merah Indonesia (PMI). Di SMA Negeri 8

Samarinda terdapat 644 peserta didik diantaranya 268 siswa pria dan 376

orang siswa wanita. Ada sekitar 52 anggota aktif yang tergabung dalam

kegiatan ekstrakulikuler PMR di SMAN 8 Samarinda.

Saat ditelusuri mengenai fenomena dan kejadian yang pernah

terjadi di SMAN 8 Samarinda didapatkan hasil bahwa pernah terjadi

cedera di lingkungan sekolah seperti keseleo / dislokasi yang disebabkan

karena berolahraga dan tergelincir, penanganan yang diberikan siswa

PMR yaitu hanya dengan mengistirahatkan anggota gerak yang cedera di

UKS sebelum di bawa ke rumah sakit.

Mereka 100% tidak mengetahui dan tidak pernah mendapatkan

pelatihan tentang penanganan fraktur dengan metode Balut Bidai, mereka

hanya mendapat pelatihan tentang penanganan pingsan saja untuk

pengetahuan dan pelatihan Balut Bidai belum pernah diajarkan oleh PMI.

Berdasarkan hasil dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

tentang “Pengaruh Pelatihan Balut Bidai Dengan Keterampilan Siswa

Palang Merah Remaja Dalam Memberikan Pertolongan Pertama Pada

Kasus Fraktur Di Sma Negeri 8 Samarinda”.


B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah berikut ditulis berdasarkan latar belakang

informasi yang sudah di sampaikan “Apakah ada pengaruh pelatihan

balut bidai dengan keterampilan siswa palang merah remaja dalam

memberikan pertolongan pertama pada kasus fraktur di SMAN 8

Samarinda“.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mencari tau pengaruh pelatihan balut bidai dengan keterampilan

siswa palang merah remaja dalam memberikan pertolongan pertama

pada kasus fraktur di SMAN 8 .

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik siswa PMR di SMAN 8

Samarinda.

b. Untuk menganalisi keterampilan siswa tentang balut bidai di

SMAN 8 Samarinda

c. Untuk menganalisis pengaruh pelatihan balut bidai dengan

keterampilan siswa palang merah remaja dalam penanganan

fraktur di SMAN 8 Samarinda.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Responden
119

Sebagai sarana informasi dan edukasi untuk meningkatkan

keterampilan tentang balut bidai dan sebagai pedoman apabila

mendapati korban kasus fraktur (patah tulang) di luar rumah sakit.

2. Bagi Institusi

Sebagai bahan untuk menambah kepustakaan di Unversitas

Kalimantan Timur dan juga sebagai sarana informasi dan masukkan

bagi para tenaga pengajar maupun mahasiswa.

3. Bagi Peneliti

Untuk wadah belajar, berbagi pengalaman, serta memperluas

pengetahuan tentang hubungan pengetahuan anggota PMR dalam

penanganan fraktur dengan metode balut bidai.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan

dasar bagi peneliti lainya yang ingin melanjutkan dan

mengembangkan penelitian dengan ruang lingkup yang sama.

E. KEASLIAN PENELITIAN

1. Penulis dari "Pengaruh Pelatihan Pembalutan terhadap

Pengetahuan dan Keterampilan Siswa PMR di SMAN 4 Kota

Bengkulu" adalah peneliti Devi Listiana, Effendi, dan Ade Rizky

Oktariana. Penelitian kuantitatif adalah istilah untuk metodologi ini.

SMAN 4 Kota Bengkulu menjadi lokasi penelitian. Sebanyak 33

anak yang mengikuti program ekstrakurikuler Palang Merah

Remaja (PMR) memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini. Pengambilan sampel secara purposif digunakan


untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Kuesioner dengan

skala data ordinal digunakan untuk penelitian ini. Analisis

univariat, analisis bivariat, dan Wilcoxon Signed Rank Test

digunakan untuk menganalisis data (Listiana & Oktarina, 2019).

Lokasi penelitian merupakan pembeda utama antara penelitian ini

dengan penelitian yang akan datang. Lokasi penelitian ini adalah

di SMAN 4 di Kota Bengkulu, sedangkan lokasi penelitian yang

akan datang adalah di SMA Negeri 8 di Samarinda. Penelitian ini

menggunakan metode yang dikenal sebagai purposive sampling,

sedangkan penelitian selanjutnya akan menggunakan metode

yang dikenal sebagai complete sampling. Selanjutnya, penelitian

ini dilakukan secara digital melalui Google Formulir dan konferensi

Zoom, namun penelitian selanjutnya akan melibatkan peneliti

secara fisik untuk memberikan materi dan instruksi di lapangan..

2. Hasil penelitian berjudul "Pengaruh Pemberian Video dan

Simulasi Terhadap Praktik Pembalutan Fraktur Terbuka pada

Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Kelurahan Mojosongo,

Surakarta" dipublikasikan pada tahun 2020 oleh Avinda Rahtasia

Marsudiarto, Martina Ekacahyaningtyas, dan Nurul Devi Ardiani.

Penelitian kuantitatif dengan metodologi kuasi-eksperimental

adalah inti dari penelitian ini. Desain penelitian satu kelompok,

pretest-posttest, tanpa kontrol digunakan untuk penelitian ini.

Penduduk Desa Randusari 02/30 Mojosongo Surakarta menjadi


121

populasi penelitian. Warga Desa Randusari 02/30 Mojosongo

Surakarta memenuhi kriteria inklusi untuk penelitian ini. Dengan

menggunakan quota sampling, para peneliti dapat mengumpulkan

data dari 30 partisipan (Marsudiarto et al., 2020). Lokasi dan

komposisi responden dalam survei yang akan datang akan

berbeda dengan survei saat ini. Kelurahan Mojosongo, Surakarta

akan menjadi lokasi penelitian, sementara SMA Negeri 8

Samarinda akan menjadi lokasi penelitian itu sendiri. Warga

Kelurahan Randusari 02/30 Mojosongo Surakarta menjadi

responden untuk penelitian ini, sedangkan siswa yang terlibat

dalam kegiatan ekstrakurikuler PMR di SMA Negeri 8 Samarinda

akan menjadi responden untuk penelitian selanjutnya.

3. Penelitian oleh Mutia Oktafiani dan Nurul Fatwati Fitriana yang

berjudul "Pengaruh Pembelajaran Audiovisual Terhadap

Pengetahuan Anggota PMR Bharaku SMK NEGERI 1 Kutasari

Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD)" SMK Negeri Kutasari

Purbalingga, Jawa Tengah, merupakan tempat dilakukannya

penelitian ini. Penelitian ini menggunakan desain satu kelompok

pre dan post-test, keduanya berdasarkan data kuantitatif. Dalam

penelitian ini, 56 orang dipilih secara acak untuk berpartisipasi.

Lembar kuesioner adalah instrumen pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon

digunakan untuk analisis statistik. Alat daring termasuk konferensi


video Zoom dan survei Google Docs digunakan untuk

mengumpulkan data untuk penelitian ini (Oktafiani & Fitriana,

2022). Yang membedakan penelitian ini dan penelitian yang

dilaksanakan yaitu tempat penelitian, jumlah responden penelitian,

serta teknik sampling. Tempat penelitian ini berlokasi di SMK

Negeri Kutasari Purbalingga, Jawa Tengah, sedangkan tempat

penelitian yang dilakukan berlokasi di SMA Negeri 8 Samarinda,

Kalimantan Timur. Responden dalam penelitian ini adalah anggota

PMR Bharaku SMK NEGERI 1 Kutasari yangg berjumlah 56

responden, sedangkan jumlah responden penelitian yang

dilaksanakan ialah para siswa PMR SMAN 8 Samarinda yang

berjumlah 52 responden. Teknik sampling yang dipakai penelitian

ini ialah simple random sampling, sedangkan teknik sampling

yang dikerjakan penelitian yang dilakukan ialah Total Sampling.

Perbedaan selanjutnya pada penelitian ini adalah dilaksanakan

online dengan zoom meeting serta google form, sedangkan pada

penelitian yang dilakukan adalah peneliti membagikan kuesioner

secara online dengan google form dan peneliti juga terjun

langsung ke lapangan untuk memberikan materi dan pelatihan.


123

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH PUSTAKA

1. Konsep Pelatihan

a. Definisi

Pelatihan didefinisikan sebagai "proses di mana seseorang

memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai hasil

dari pengalamannya," (Ngurah & Putra, 2018) dengan hasil akhir

berupa perubahan perilaku.

Pelatihan adalah proses pemberian pengetahuan,

kemampuan, dan sikap kepada seseorang untuk meningkatkan

kinerja mereka dalam melaksanakan tugas yang diberikan sesuai

dengan kriteria yang telah ditetapkan (Priosusilo, 2019).

b. Tujuan Dan Manfaat Pelatihan

Setiap individu yang mengambil bagian dalam pelatihan

harus memiliki tujuan mereka sendiri serta tujuan organisasi yang

memberikan pelatihan. Karena tujuan penelitian haruslah

peningkatan pengetahuan dan pengembangan bakat (Priosusilo,

2019)..

Berikut ini adalah tujuan dari pelatihan, seperti yang

dinyatakan oleh Moekijat (1992) dalam Wijaya dkk. (2022):

1) Menjadi ahli di bidangnya untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi.


2) Belajar lebih banyak sehingga pekerjaan dapat dilakukan

dengan cerdas.

3) Mengubah pola pikir seseorang sehingga memudahkan

kolaborasi dengan rekan kerja dan manajemen..

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelatihan

(Ngurah & Putra, 2018) mengungkapkan bahwa faktor yang

mempengaruhi efectivitas pellatihan adalah :

1) Kursus atau konten instruksional lainnya.

2) Bentuk-bentuk instruksi.

3) Instruktur dan siswa dalam pelatihan.

4) Fasilitas penilaian dan pelatihan.

d. Prinsip-Prinsip Pelatihan

Menurut William B. Werther dalam (Maulidya et al., 2022),

prinsip dalam pelatihan adalah :

1. Prinsip Partisipasi

Pembelajaran aktif dikaitkan dengan retensi yang lebih baik

dan kurva belajar yang lebih pendek. Memiliki andil dalam

proses pendidikan akan meningkatkan minat dan kasih

sayang. Pembelajaran dipercepat dan retensi ditingkatkan

dengan partisipasi aktif.

2. Prinsip Pengulangan

Sebuah pola dapat tertanam dalam ingatan seseorang melalui

pengulangan. Pengulangan adalah hal yang penting dalam


125

pembelajaran, karena membantu memperkuat pengetahuan

dan memfasilitasi ingatan.

3. Teori Kesesuaian

Jika apa yang dipelajari bermakna secara pribadi atau dapat

diterapkan secara langsung pada situasi pelajar, maka

pembelajaran tersebut akan melekat.

4. Prinsip-prinsip Pengajaran dan Pembelajaran

Semakin dekat persyaratan program pelatihan sesuai dengan

persyaratan/implementasi pekerjaan, maka semakin cepat

seseorang akan belajar untuk menguasai pekerjaan tersebut.

Artinya, baik penerapan teori dalam skenario nyata maupun

praktik simulasi dapat mengarah pada transfer pengetahuan

dan keterampilan. Artinya, pelatihan di lingkungan virtual

sangat mudah ditransfer ke dunia nyata.

5. Prinsip Umpan Balik

Peserta pelatihan dapat belajar jika mereka telah memenuhi

tujuan pelatihan dengan menggunakan mekanisme umpan

balik. Peserta yang menerima umpan balik atas kinerja

mereka akan lebih mungkin merefleksikan bagaimana

tindakan mereka mempengaruhi pembelajaran mereka dan

membuat perubahan pada kebiasaan mereka sebagai

hasilnya.
e. Metode-Metode Pelatihan

Saat ini ada tiga pendekatan yang sedang dikembangkan di

bidang pelatihan, yang semuanya disesuaikan dengan konteks

lokal dan kebutuhan pelatihan yang spesifik. Kamil (2010), dikutip

dalam Ngurah & Putra (2018), menciptakan sejumlah teknik yang

meliputi:

1) Metode untuk menginstruksikan kelompok besar orang

sekaligus. Pendekatan ini disukai karena berhasil

menyampaikan informasi hingga ke tingkat kesadaran dan

minat.

2) Mendidik dalam pengaturan kelompok disebut pendekatan

instruksi kelompok. Untuk mencapai tingkat pertimbangan dan

eksperimen yang menjadi tujuan pendekatan ini, maka

dipilihlah komunikasi pada tingkat kesadaran dan

keingintahuan.

3) Pendekatan pengajaran individual adalah untuk membawa

siswa ke titik di mana mereka bersedia untuk menerima,

bertindak, dan merasa puas dengan apa yang telah mereka

pelajari.

f. Langkah-Langkah Pelatihan

(Wijaya et al., 2022) mengngkapkan langkah dalam pelatihan

adalah :
127

1. Investigasi dan Pengumpulan Informasi

Kebutuhan akan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan

dapat dipastikan berdasarkan temuan penelitian dan

pengumpulan data.

2. Penentuan Materi

Langkah pertama dalam menentukan materi pelatihan yang

harus ditawarkan adalah mengidentifikasi kebutuhan

pelatihan.

3. Menentukan Strategi Instruksional

Metode presentasi yang paling efektif harus ditentukan oleh

konten yang dibutuhkan. Ada hubungan antara pelatihan yang

akan diberikan dengan materi yang akan disampaikan.

4. Mengidentifikasi Instruktur yang Dibutuhkan

Instruktur dipilih dan dilatih agar mereka dapat secara efektif

menyampaikan pengetahuan mereka kepada para peserta.

Ada permintaan untuk pelatih pelatih.

5. Menempatkan infrastruktur yang diperlukan

Ruangan, perlengkapan, pantomim, dana, dan makanan

ringan semuanya diperlukan untuk pelatihan yang sukses.

Keberhasilan suatu program pelatihan sangat tergantung pada

ketersediaan sumber daya ini.

6. Memilih Peserta atau Responden


Peserta harus dipilih yang sesuai dengan ciri-ciri penelitian

agar program dapat mencapai tujuan.

7. Menerapkan Rencana ke dalam Tindakan

Proses ini harus diikuti secara konsisten untuk memastikan

bahwa kegiatan pelatihan dilaksanakan sesuai dengan

rencana.

2. Konsep Keterampilan

a. Definisi Keterampilan

Mempraktikkan pengetahuan seseorang berarti memiliki

keterampilan. Pendidikan dan pengalaman membentuk

kemampuan seseorang. (Listiana & Oktarina, 2019).

1) Klasifikasi Keterampilan

Oemar (2005) mengungkapkan ada 3 karakteristik dari

keterampilan yang dimana :

a) Gerakan otot-otot yang terlibat dalam respons motorik termasuk

mengoordinasikan gerakan mata dengan gerakan tangan dan

mengurutkan respons ke dalam pola yang lebih rumit.

b) Koordinasi gerakan mata dan tangan disebut sebagai

koordinasi gerakan. Oleh karena itu, keterampilan mencakup

kegiatan seperti tenis, bola voli, dan memainkan alat musik

yang membutuhkan koordinasi perseptual dan motorik tingkat

tinggi.
129

c) Respons yang kompleks dihasilkan dari rangkaian rangsangan

dan respons yang berulang-ulang. Blok bangunan dari

kemampuan kompleks adalah unit rangsangan reaksi dan

urutan respons yang diorganisasikan ke dalam pola respons

yang menyeluruh. Menurut beberapa definisi yang diusulkan,

bakat adalah kemampuan untuk melakukan tugas yang

membutuhkan waktu yang tepat dan koordinasi gerak fisik..

b. Kategori Keterampilan

Dalam teori Robbins, keterampilan terbagi menjadi 4 bagian yang

dimana :

1. Dasar-dasar Literasi

Kemampuan literasi, yang meliputi membaca, menulis,

berhitung, dan mendengarkan, adalah semacam pengetahuan

dan keahlian yang melekat pada diri manusia yang berkembang

menjadi kompetensi dasar sejak dini.

2. Keahlian dalam Bidang Teknis

Kemampuan untuk menggunakan komputer atau alat digital

lainnya adalah contoh bakat teknis yang dapat dipelajari dan

dikuasai.

3. Kemampuan Komunikasi

Individu dengan tingkat kompetensi interpersonal yang tinggi

mahir dalam berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai


konteks, termasuk namun tidak terbatas pada: mendengarkan,

berbicara, berbagi ide, dan bekerja dalam kelompok.

4. Menyelesaikan Masalah

Kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang

konsisten dengan penalaran dan logika seseorang adalah apa

yang kita maksud ketika kita berbicara tentang kemampuan

memecahkan masalah..

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan

Kemahiran seseorang dalam suatu tugas dapat dipengaruhi

oleh beberapa elemen berikut ini, seperti yang dijelaskan oleh

Bertnus (2009):

1) Pengetahuan

Segala sesuatu yang diingat atau pernah dipelajari oleh

seseorang mengenai suatu objek dianggap sebagai bagian

dari pengetahuannya mengenai objek tersebut. Pendidikan,

pengalaman kerja, usia, dan jenis kelamin hanyalah beberapa

karakteristik yang dapat membentuk tingkat keahlian

seseorang.

2) Pengalaman

Kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan (keterampilan)

akan meningkat dengan latihan. Kemampuan seorang

perawat untuk melakukan tugas-tugas rutin akan terasah

melalui latihan. Terlepas dari masa kerja seseorang,


131

pengembangan diri melalui pendidikan formal dan informal

mendorong pengalaman kerja seseorang.

3) Keinginan/motivasi

Motivasi seorang perawat untuk melakukan tugas-tugas ini

didorong oleh keinginan yang kuat untuk melakukannya.

d. Kategori Penilaian Keterampilan

Menurut (Masturoh & Anggita, 2018) :

1) Keterampilan Baik (75-100%)

2) Keterampilan Cukup (56-75%)

3) Keterampilan Kurang (<56%)

e. Keterampilan Dalam Pelatihan Pembidaian

Tidak ada cara untuk meningkatkan kemampuan ini tanpa

terlebih dahulu memberikan pelatihan. Alat peraga digunakan

dalam pendekatan langsung pada pelatihan. Di sisi lain, sebelum

modul ini didistribusikan, para peserta diperlihatkan video

pemasangan bidai, diberi contoh oleh peneliti, dan kemudian

mencoba mempraktikkan keterampilan itu sendiri dengan

menggunakan foto-foto yang disediakan dalam modul. Teori

dipraktikkan dan disesuaikan dengan keadaan dunia nyata

dengan cara ini. Kemampuan peserta untuk berpakaian secara

kompeten berubah setelah menerima pelatihan dengan

menggunakan salah satu dari tiga pendekatan yang disebutkan di

atas.
3. Konsep Pertolongan Pertama

a. Definisi Pertolongan Pertama

Sebelum datangnya bantuan yang lebih permanen dari

dokter atau paramedis, pertolongan pertama adalah upaya

pertolongan dan perawatan sementara. (Suharni, 2011).

1) Pertolongan Pertama Pada Fraktur

Patah tulang tidak boleh dianggap enteng. Meskipun patah

tulang pada umumnya tidak mengancam jiwa, patah tulang

memerlukan pertolongan medis sesegera mungkin. Ketika

seorang korban ditemukan dengan patah tulang, segera

hubungi fasilitas kesehatan terdekat dan perhatikan langkah-

langkah pertolongan pertama berikut ini sambil menunggu

bantuan medis tiba. Pertolongan pertama untuk patah tulang:

a. Periksa kondisi korban.

b. Cegah gerakan di area yang cedera.

c. Imobilisasi (batasi gerakan) bagian yang patah.

Ada dua jenis imobilisasi yang dapat Anda lakukan:

a. Imobilisasi tangan dasar.

Korban dianjurkan untuk menopang cedera dengan tangannya

sendiri dengan cara menggenggamnya, jika memungkinkan

atau jika tidak ada peralatan/bahan lain dalam bentuk apa pun.

b. Menggunakan bantalan.

Letakkan bantalan yang lembut (baju, selimut, handuk kecil,

dll.) pada bagian tubuh yang patah atau pada lekukan tubuh
133

yang paling dekat dengan bagian yang terluka sebagai

penopang. Menopang bagian yang cedera dapat mengurangi

rasa sakit dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Terus topang

anggota tubuh yang patah sampai bantuan medis tiba.

c. Jika patah tulang telah terbuka, pendarahan harus segera

dihentikan.

d. Gunakan perban atau kain bersih untuk memberikan tekanan

pada luka (prinsip pembalutan tekanan).

e. Jangan mencoba memindahkan korban, terutama jika korban

mengalami cedera kepala, leher, atau tulang belakang untuk

menghindari cedera lebih lanjut.

f. Jangan melakukan upaya apa pun untuk menyetel kembali

tulang. Kompres dingin yang terbuat dari es yang dibungkus

dengan handuk atau kompres es harus diberikan hingga 20

menit.

g. Awasi korban dan cari tanda-tanda syok. Baringkan korban

dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala jika korban

mengalami syok..

b. Pertolongan Pertama Pada Fraktur Tertutup

1) Setelah menilai kerusakan, Anda harus menyarankan orang

yang terluka untuk tetap diam. Bantalan ringan harus

digunakan untuk menopang luka.


2) Setelah meletakkan bantalan di atas area yang terluka,

gendongan katun dapat dipasang untuk mencegah kerusakan

lebih lanjut. Sambil menunggu pertolongan medis, gendongan

tersebut menjaga agar bagian tubuh yang rusak tidak

bergerak sambil memberikan dukungan.

3) Gendong bagian tubuh yang patah hingga ke dada

menggunakan kain berbentuk segitiga. Penghindaran

dipastikan.

4) Tindakan yang dilakukan saat korban dibawa ke fasilitas

medis. Jika Anda membutuhkan perawatan medis lebih lanjut,

silakan kunjungi fasilitas medis terdekat..

c. Pertolongan Pertama Pada Fraktur Terbuka

Penolong pertama harus mencegah cedera lebih lanjut dan

infeksi di lokasi fraktur terbuka sebelum mereka dapat mulai

melumpuhkan korban:

1) Segera cari pertolongan medis sesegera mungkin. Tutup luka

dengan perban steril untuk mencegah cedera lebih lanjut,

mengendalikan pendarahan, dan mengurangi risiko infeksi.

Perban tidak boleh terlalu ketat atau terlalu longgar. Disarankan

agar simpul pembalut rata dan tidak menempel langsung pada

luka. Jika tulang yang patah mencuat keluar dari kulit, letakkan

pembalut di sebelahnya. Korban mungkin masih mengalami

syok, jadi awasi tanda-tanda vitalnya, terutama pernapasannya.


135

Setiap 10 menit, pastikan lengan atau tungkai yang patah

mengeluarkan darah di luar perban.

2) Belat mungkin diperlukan dalam situasi yang lebih mengerikan,

seperti ketika Anda berada di tempat yang jauh di mana akan

membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan pertolongan

medis atau ketika Anda harus membawa korban sendiri ke

dokter atau rumah sakit.

3) Belat (dengan payung yang dilipat, koran yang digulung, atau

benda keras seperti tongkat) bagian yang diduga patah tulang

dan bungkus dengan bantalan ekstra. Perban dengan longgar

untuk mencegah infeksi. Kurangi jumlah jalan kaki yang Anda

lakukan..

4. Konsep Fraktur

a. Definisi Fraktur

Patah tulang adalah salah satu jenis cedera yang dapat

terjadi secara tidak terduga dan sulit untuk dicegah. Tulang dapat

patah dengan berbagai cara, seperti jatuh dari ketinggian, terlibat

dalam kecelakaan mobil, terluka saat berolahraga, atau tertimpa

sesuatu yang berat.

Patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

atau tulang rawan, biasanya akibat kekuatan eksternal. Patah

tulang tertutup adalah patah tulang yang masih ada komunikasi

antara tulang yang patah dan bagian luarnya. Ketika ada celah

pada kulit yang memperlihatkan tulang yang patah, maka disebut

fraktur terbuka (Mansjoer, dkk, 2002).


b. Penyebab Terjadinya Fraktur

1) Kejadian traumatis termasuk tabrakan mobil, jatuh dari

ketinggian, dan olahraga kontak.

2) Patah tulang sering terjadi bahkan dengan kerusakan ringan

pada pasien dengan penyakit patologis termasuk tumor tulang,

infeksi tulang, atau rakhitis.

3) Patah tulang yang terjadi tanpa alasan yang jelas, seperti pada

kasus polio atau dinas militer.

c. Jenis – Jenis Fraktur

1) Pada fraktur tertutup (fraktur sederhana), fragmen tulang tidak

menembus kulit dan mengekspos lokasi fraktur ke dunia luar,

sehingga mencegah kontaminasi.

2) Fraktur terbuka (fraktur Icompound) adalah patahan pada kulit

atau jaringan lunak lainnya yang mengekspos tulang yang

patah ke lingkungan.

3) Pemisahan bagian tengah tulang dari suplai darah, yang

disebabkan oleh dua patah tulang yang bersebelahan pada

tulang yang sama.

4) Fraktur impaksi, juga dikenal sebagai fraktur kompresi, dapat

terjadi di antara tiga tulang belakang ketika satu tulang

belakang tertekan oleh dua tulang belakang lainnya.


137

d. Komplikasi

a) Kesulitan Awal

1. dema, yang disebabkan oleh syok, dapat mematikan dalam

beberapa jam.

2. Dalam waktu 24 hingga 72 jam, emboli lemak akan

berkembang.

3. Jaringan otot tidak menerima aliran darah yang cukup,

suatu gejala sindrom kompartemen.

4. Tromboemboli dan infeksi.

5. Iskemia dan trombosis pada beberapa sistem organ.

b) Masalah pada Tahap Selanjutnya

1. Penyatuan yang tidak lengkap atau tidak tepat.

2. Kematian tulang karena kurangnya suplai darah.

3. Reaksi alat fiksasi intravena (Suratun, 2008).

e. Tanda dan Gejala Fraktur

1) Sampai potongan tulang tidak dapat digerakkan, rasa sakit

akan terus berlanjut dan memburuk. Kejang otot setelah

patah tulang adalah cara tubuh secara alami menyatukan

tulang yang patah sehingga hanya ada sedikit gerakan.

2) Setelah patah tulang terjadi, bagian yang patah tidak dapat

bergerak seperti biasanya (gerakan berlebihan). Pergeseran

fragmen pada patah tulang lengan dan tungkai

menyebabkan kelainan bentuk anggota tubuh, yang dapat


dilihat atau dirasakan dan diidentifikasi dibandingkan dengan

ekstremitas yang normal. Karena fungsi otot yang sehat

bergantung pada integritas struktural tulang yang terhubung

dengannya, maka ekstremitas yang terkena dampak tidak

dapat berfungsi secara normal.

3) Ketika otot-otot di atas dan di bawah lokasi patah tulang

berkontraksi, tulang menjadi lebih pendek. Tidak jarang

potongan-potongan tulang dapat menyatu dalam kisaran 2,5

hingga 5 cm (1 hingga 2 inci).

4) Krepitus adalah bunyi gemeretak tulang yang disebabkan

oleh gesekan potongan-potongan tulang satu sama lain dan

terasa ketika anggota tubuh diperiksa dengan tangan.

Kerusakan pada jaringan lunak dapat meningkat secara

signifikan jika tes krepitus dilakukan.

5) Fraktur dan perdarahan yang terjadi kemudian

menyebabkan edema lokal dan perubahan warna pada kulit.

Gejala-gejala ini biasanya muncul beberapa jam atau

beberapa hari setelah cedera.

Gejala-gejala ini tidak selalu ada pada setiap patah tulang.

Fraktur didiagnosis dengan mempertimbangkan gejala, tanda fisik,

dan hasil rontgen pasien. Pasien biasanya melaporkan adanya

kerusakan pada daerah tersebut.


139

f. Penatalaksanaan

1. Untuk patah tulang dengan posisi yang baik,

a. seperti mitel atau collum chirurgcum, perawatan konservatif

tidak lebih dari sekadar perlindungan.

b. Gips pada kasus fraktur parsial dan fraktur dengan posisi

yang baik adalah contoh imobilisasi saja tanpa reposisi.

c. Fraktur tulang supracodius, colles, dan tulang smith

semuanya ditangani dengan relokasi tertutup dan fiksasi

gips.

d. Reposisi lunak dengan bantuan traksi.

1) Terapi operatif terdiri dari :

a) Fiksasi internal setelah reposisi terbuka.

b) Penyelarasan internal di bawah panduan radiologi,

kemudian fiksasi eksternal.

g. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur

1) Jika dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak

memiliki waktu pemulihan yang jauh lebih cepat setelah

prosedur medis.

2) Fraktur metafisis sembuh lebih cepat daripada fraktur diafisis

karena lokasi dan bentuknya.

3) Perpindahan fraktur awal. Fraktur yang periosteumnya

belum terlepas akan sembuh dua kali lebih cepat daripada

fraktur yang periosteumnya sudah terlepas.

4) Jika darah dapat mengalir dengan bebas ke kedua bagian,

penyembuhan akan berjalan tanpa masalah.


5) Pergerakan dan kerusakan yang diakibatkan oleh pembuluh

darah akan menghambat penyembuhan patah tulang, oleh

karena itu diperlukan reduksi total atau imobilisasi.

6) Waktu yang dihabiskan untuk tidak bergerak. Kemungkinan

terjadinya penyatuan kembali cukup besar jika imobilisasi

tidak dilakukan sesuai dengan waktu penyembuhan sebelum

penyatuan terjadi.

7) Volume interstisial dan interposisi jaringan lunak

memisahkan kedua bagian tersebut.

8) Keadaan seperti infeksi dan tumor di dekatnya.

9) Cairan yang terdapat pada sendi yang disebut cairan

sinovial.

10)Terdapat dua jenis gerakan anggota gerak yaitu aktif dan pasif

(Muttaqin, 2008)..

5. Konsep Pembidaian

a. Konsep Pembidaian

Bidai adalah alat yang digunakan untuk melumpuhkan dan

menyangga tulang yang patah atau retak agar anggota tubuh

yang terkena dapat sembuh sekaligus mencegah cedera lebih

lanjut pada anggota tubuh. Bidai dapat dibuat dari berbagai bahan

yang kokoh namun mudah dibawa-bawa, seperti kayu atau

anyaman kawat.

Satu atau beberapa sendi dapat diimobilisasi dan diposisikan

dengan menggunakan bidai. Bidai digunakan untuk mencegah

patah tulang saat menahan beban atau bergerak. Setelah gips


141

dilepas, bidai biasanya digunakan saat berolahraga dan pada

malam hari untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan.

Bidai juga digunakan untuk menjaga agar patah tulang tidak

bergerak dan mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh

gerakan. Setelah patah tulang, bidai memiliki tujuan yang sama

dengan ortotik lainnya. Meskipun menawarkan stabilitas patah

tulang, splints dapat dilepas untuk rehabilitasi (Tomas et al.,

2011)..

1) Tujuan Pembidaian

a) Jaga agar potongan-potongan tulang yang patah tidak

bergerak.

b) Hindari cedera jaringan lunak (terutama saraf dan pembuluh

darah). Bidai menstabilkan patah tulang tetapi dapat dilepas

sehingga bagian distal dari cedera dapat diobati dalam

rehabilitasi (Tomas et al., 2011). Karena pecahan tulang

yang bergerigi.

c) Meringankan rasa tidak nyaman.

d) Membantu perjalanan dan layanan pencitraan.

e) Menyembuhkan anggota tubuh yang retak.

2) Prinsip Pembidaian

a) Mengenali tanda dan gejala fraktur.

b) Lakukan pemeriksaan PMS (Pulse, Motorik, Sensorik).

sebelum dan sesudah pembidaian.

c) Minimal melewati 2 sendi yang berbatasan.


3) Macam – Macam Bidai

a) Hard Bidai adalah alat yang digunakan untuk melumpuhkan

anggota tubuh atau sendi yang cedera dengan

menyangganya dalam posisi tetap. Singkatnya, ini adalah

bidai yang optimal untuk dimiliki jika terjadi kecelakaan.

Kayu, logam, karton, plastik, dan bahan lainnya sering

digunakan.

b) Bidai yang dapat dimodifikasi dapat dibentuk dengan

berbagai cara untuk menyangga area yang cedera. Benda-

benda yang memberikan kenyamanan termasuk selimut,

bantal, dan bidai kawat.

c) Bidai lengan dan gendongan dapat dibuat dari kain perban,

dengan mitella (sejenis kain segitiga) yang paling umum.

Idenya adalah untuk melumpuhkan area yang terluka

dengan menggunakan tubuh pasien sendiri.

d) Gips darurat Petugas pertolongan harus dapat membuat

gips dari apa pun yang tersedia, yang ringan dan cukup kuat

untuk menahan bagian tubuh yang rusak. Bahan-bahan

seperti kardus, koran, majalah, dll.

4) Manfaat Pembidaian

Pembidaian akan bermanfaat tergantung pembidaiaan

yang di terapkan :

1. Spiral
143

Saat spiral berputar ke atas, mungkin akan melintasi

sebanyak dua pertiga dari luas lilitan sebelumnya.

Manfaatnya adalah memberikan perlindungan untuk lengan

atas dan pergelangan tangan Anda, yang berbentuk silinder.

2. Spiral secara terbalik

Setiap kali Anda melilitkan perban, balikkan setengah

bagian untuk membentuk spiral terbalik. Keuntungannya

adalah menutupi tubuh bagian bawah Anda yang berbentuk

kerucut: paha, lengan, dan kaki. Berguna untuk perban

kasa dan flanel yang tidak elastis.

3. Melingkar

Melingkar, atau membalut dengan cara melingkar dari lilitan

pertama hingga lilitan terakhir, adalah bentuk perban.

Dengan menggunakan teknik melingkar untuk pembalutan

awal dan akhir, perban diperkuat atau ditahan di

tempatnya, sehingga memungkinkan untuk digunakan pada

bagian tubuh yang kecil seperti jari tangan dan kaki.

4. Membuat angka 8

Perban dililitkan membentuk angka delapan, dengan

putaran sebelumnya mengarah ke atas dan ke bawah area

yang akan dibalut. Manfaatnya adalah untuk menutupi

kesedihan, menghasilkan efek yang diinginkan-khususnya,

imobilitas yang efektif.


5. Rekulen

Putar perban dua kali di ujung proksimal dalam lingkaran

untuk simpul yang berulang. Putar perban setengah

putaran dengan arah tegak lurus menggunakan ujungnya.

Setiap kali Anda melilitkan perban di sekitar area yang ingin

Anda tutupi, lipat ujungnya ke arah punggung.

Keuntungannya adalah dapat menyembunyikan

ketidakseimbangan pada tubuh, seperti anggota tubuh

yang hilang atau bagian yang botak.

5) Pembidaian Pada Fraktur

Kekakuan akibat imobilisasi sendi di atas dan di bawah

fraktur dapat memperpanjang proses pemulihan. Setelah

fraktur stabil, biasanya melalui pembentukan kalus, bidai

dipasang untuk memungkinkan gerakan pada sendi proksimal

dan distal fraktur tanpa mengorbankan penyangga fraktur

(Thomas et al., 2011).

Dengan membatasi gerakan dan memaksimalkan aksi

tamponade otot di sekitar fraktur, pemasangan bidai yang

tepat dapat meminimalkan perdarahan secara signifikan. Bidai

dapat memberikan dukungan atau menahan bagian tubuh

agar tidak berpindah dari posisi yang benar, sehingga

mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Tujuan dari

penggunaan bidai adalah untuk mengurangi rasa sakit dengan


145

merelaksasi otot-otot rangka, yang dapat memicu pelepasan

opioid endogen seperti endorphin dan enkephalin

(FAKHRURRIZAL, 2015).

B. PENELITIAN TERKAIT

1. Penulis: Ernasari, Cahyono Kaelan, Andi Armyn Nurdin; Judul:

"Pengaruh Pelatihan Pembalutan terhadap Pengetahuan

Penanganan Fraktur pada Anggota PMR di SMK Kota Makassar"

Sebanyak 70 anggota organisasi siswa PMR dipilih dengan

menggunakan strategi pengambilan sampel non-probabilistik yang

disebut "purposive sampling" untuk penelitian kualitatif ini. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok simulasi dan kelompok

video tidak berbeda secara signifikan dalam hal pengetahuan (=

0,063), tetapi berbeda secara signifikan dalam hal keterampilan (=

0,000). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah

bahwa pelatihan melalui video dapat meningkatkan pemahaman

mengenai penanganan fraktur lebih cepat dibandingkan dengan

pelatihan melalui simulasi. Diharapkan bahwa pelatihan melalui

video dapat digunakan di semua domain (kognitif, emosional,

psikomotorik, dan interpersonal) dan sebagian besar topik.

(Ernasari et al., 2021)

2. Pengetahuan pengemudi Ojek Online (Ojol) tentang cara

menangani patah tulang yang dialami akibat kecelakaan lalu lintas

ternyata meningkat setelah mendapatkan pelatihan pembidaian,


menurut penelitian yang dilakukan oleh Alvin Syah Ginting Karyadi

dan Maria Wisnu Kanita. Penelitian kuantitatif ini menggunakan

desain kuasi-eksperimental berdasarkan pre dan post-test tanpa

kelompok kontrol. Total sampling digunakan untuk jumlah sampel

penelitian ini sebanyak 40 peserta. Uji peringkat bertanda Wilcoxon

untuk analisis data. Dengan P Value = 0.000 (0.005), uji Wilcoxon

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan secara statistik

dalam kemampuan membebat bidai setelah menerima instruksi.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengemudi OJOL dapat

mengambil manfaat dari pelatihan pembidaian untuk meningkatkan

kemampuan mereka dalam menangani patah tulang yang terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas. Setelah menjalani pelatihan

pemasangan bidai, pengemudi OJOL dapat melakukan tindakan

pembidaian dan pembalutan sesuai dengan protokol pelaksanaan

program. (Kusuma et al., 2022) .

3. Dalam penelitian ini, Mutia Oktafiani dan Nurul Fatwati Fitriana

menggunakan desain penelitian kuantitatif pra-eksperimental dan

desain one-group pretest-posttest untuk mengetahui dampak

pembelajaran audiovisual terhadap pengetahuan anggota PMR

BHARAKU SMK NEGERI 1 KUTASARI mengenai bantuan hidup

dasar (BHD). Sebanyak 56 peserta dipilih secara acak untuk

penelitian ini. Setelah terpapar dengan pembelajaran audiovisual,

jumlah sampel penelitian ini meningkat dari 32 orang menjadi 52


147

orang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi. Karena nilai p-value

Pretest dan Posttest ditemukan sebesar 0,000, maka dapat

disimpulkan bahwa data yang dikumpulkan tidak mengikuti

distribusi normal (karena 0,000 lebih kecil dari 0,05). Uji Wilcoxon

Signed Rank yang dilakukan menghasilkan tingkat signifikansi

sebesar 0,000 (kurang dari 0,05), yang mengindikasikan bahwa Ha

diterima. Siswa dari PMR Bharaku SMK Negeri 1 Kutasari

mendapatkan manfaat dari pendekatan audiovisual dalam

pembelajaran Bantuan Hidup Dasar. (Oktafiani & Fitriana, 2022).

C. KERANGKA TEORI PENELITIAN

Kerangka teori adalah sebuah diagram yang menunjukkan

bagaimana berbagai faktor yang berbeda terhubung satu sama lain

untuk menjelaskan fenomena tertentu. Dengan menggunakan

diagram dan bagan, penulis mengilustrasikan rangkaian peristiwa

yang menyebabkan terjadinya fenomena tertentu. Satu atau lebih teori

yang telah dibahas pada kajian literatur di bagian sebelumnya menjadi

bahan mentah untuk menyusun kerangka teori. (Masturoh & Anggita,

2018).

KATEGORI KETERAMPILAN
PELATIHAN PEMASANGAN a) Basic Literacy Skill
BIDAI b) Technical Skill
a) Definisi Fraktur c) Interpersonal Skill
b) Tanda dan gejala fraktur d) Problem Solving
c) Langkah-langkah
Pemasangan Bidai
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
KETERAMPILAN
PENGUKURAN a) Pengetahuan
KETERAMPILAN b) Pengalaman
c) Keinginan/motivasi
a) SOP

Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber: Data Diolah 2023

D. KERANGKA KONSEP

Kerangka teori yang ditetapkan dalam tinjauan pustaka berfungsi

sebagai dasar kerangka konseptual. Ketika peneliti membaca dan

mensintesis ide-ide yang ada, ia merumuskan kerangka konseptual,

sebuah representasi visual dari hubungan antara variabel-variabel

penelitian. (Masturoh & Anggita, 2018).

Pre Test Perlakuan Post Test

X0 X1

(Pelatihan Balut Bidai)

Y0 Y1
Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian
Sumber: Data Diolah 2023

Keterangan :

X0 : Kel. Intervensi Pre-Test Y0 : Kel. Kontrol Pre-Test


149

X1 : Kel. Intervensi Post-Test Y1 : Kel. Kontrol Post-Test

: Perlakuan (Pelatihan Balut Bidai)

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Asumsi sementara yang harus diuji kembali dengan menggunakan

penelitian ilmiah adalah maksud dari hipotesis penelitian. Hipotesis

statistik adalah pernyataan tentang populasi yang dapat diverifikasi atau

dibantah dengan menganalisis hasil sampel penelitian. Hipotesis nol (H0)

dan hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis statistik. (Masturoh &

Anggita, 2018).

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Adanya pengaruh dari pemberian pelatihan terhadap keterampilan

Balut Bidai siswa/i PMR di SMAN 8 Samarinda.

2. Hipotesis Nol (H0)

Tidak adanya pengaruh dari pemberian pelatihan terhadap

keterampilan Balut Bidai siswa/i PMR di SMAN 8 Samarinda.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dapat didefinisikan sebagai suatu

cara ilmiah yang dilakukan untuk mengumpulkan data untuk memenuhi

tujuan tertentu. Dalam melaksanakan sebuah penelitian diperlukannya

strategi penelitian yang tepat juga, sehingga penelitian yang dilakukan

mampu mencapai hasil atau jawaban dari suatu masalah yang sudah

dirumuskan sebelumnya (Putra & Fitrayati, 2021) .

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan metode Quasi Eksperimen Design (eksperimen semu).

Menurut Putra & Fitrayati (2021) Quasi Experimental Design merupakan

sebuah penelitian yang penempatan subjeknya tidak dipilih secara acak,

baik didalam kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Metode

pendekatan yang digunakan adalah Group Teaching Method pre-test -

post-test.

B. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi

Untuk menarik kesimpulan (sintesis) dari penelitian, pertama-tama

perlu untuk mendefinisikan area generalisasi, atau populasi, yang terdiri

dari item atau subjek dengan atribut dan karakteristik tertentu. Elemen

yang digunakan untuk pengambilan sampel membentuk populasi secara


151

keseluruhan. Ketika melakukan penelitian, istilah "populasi" juga dapat

merujuk pada unit yang dianalisis secara lengkap. Apa yang diselidiki atau

dianalisis merupakan unit analisis. (Masturoh & Anggita, 2018). Populasi

dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah seluruh siswa yang

tergabung dalam keanggotaan PMR yang berjumlah 52 siswa.

2. Sampel

Populasi dari mana temuan penelitian diambil termasuk sampel, oleh

karena itu ukuran dan komposisinya relevan. Karena penelitian sampel

membutuhkan lebih sedikit biaya, waktu, dan tenaga dibandingkan

penelitian populasi (Masturoh & Anggita, 2018), maka penelitian sampel

lebih menguntungkan secara finansial.

Total Sampling, sebuah metode untuk menentukan ukuran sampel

dengan menarik jumlah sampel yang sama dengan jumlah populasi, akan

digunakan untuk penelitian ini. Karena jumlah populasi kurang dari seratus

orang, kami dapat dengan aman mengambil sampel semua orang.

(Dharma, 2011) . Seluruh 52 siswa di PMR SMAN 8 Samarinda termasuk

dalam sampel penelitian; para peserta ini kemudian secara acak

ditugaskan ke salah satu dari dua kelompok: kelompok intervensi yang

terdiri dari 26 peserta atau kelompok kontrol yang terdiri dari 26 peserta.

C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret – April 2023 di

SMA Negeri 8 Samarinda.

D. TABEL DEFINISI OPERASIONAL


Tabel 1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional

1 Variabel Pelatihan SOP Prinsip


Independen : pemasangan Pembidaian :
Pelatihan bidai adalah 1. Mengenali
Pemasangan suatu proses tanda dan
Bidai pendidikan gejala fraktur
singkat 2. Lakukan
tentang pemeriksaan
pengetahuan PMS (Pulse,
serta langkah- Motorik,
langkah dalam Sensorik)
melakukan sebelum dan
pemasangan sesudah
bidai dengan pembidaian
baik dan 3. Minimal
benar, yang melewati 2
bertujuan sendi yang
untuk berbatasan
mendapatkan
ilmu dan
keterampilan
dalam
penanganan
fraktur.
2 Variabel Keterampilan SOP Kategori Ordinal
Dependen : adalah suatu Penilaian
Keterampilan tindakan atau Keterampilan :
Siswa aplikasi
setelah diberi 1. Keterampilan
pengetahuan Baik (75-
tentang suatu 100%)
hal. 2. Keterampilan
Cukup (56-
75%)
3. Keterampilan
Kurang
(<56%)
Sumber: data diolah 2023

E. INSTRUMEN PENELITIAN
Data dan informasi yang dapat digunakan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen

penelitian. Data dan informasi yang dapat digunakan untuk menjawab


153

pertanyaan penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen

penelitian.

1. SOP

Prosedur operasi standar (SOP) adalah seperangkat aturan atau

panduan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang konsisten dan

dapat diandalkan sehingga orang yang bertanggung jawab atau

berwenang akan merasa puas. Prosedur operasi standar (SOP)

adalah istilah umum untuk seperangkat pedoman atau dokumen

yang menguraikan proses tertentu yang harus diikuti oleh

perusahaan untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan.

(Kemenkes RI, 2015). Tujuan utama dari prosedur operasi standar

(SOP) adalah untuk meningkatkan dan mencapai asuhan

keperawatan yang sangat baik dengan memberikan kejelasan dan

panduan untuk menentukan ukuran hasil dan penilaian.

Keselamatan, akurasi, kesinambungan, efektivitas biaya,

kemanusiaan, dan memberikan harapan yang sama mengenai apa

yang baik bagi perawat dan pasien adalah ciri khas asuhan

keperawatan yang berkualitas tinggi. Perawat dapat melakukan

intervensi yang bertanggung jawab dan aman karena adanya

standar untuk memandu pengambilan keputusan mereka.

(Kemenkes RI, 2015).

F. UJI VALIDITAS DAN RELIABELITAS


1. Uji Validitas
Ketika sebuah instrumen mengukur apa yang seharusnya diukur,

kami mengatakan bahwa instrumen tersebut valid karena hal ini

menunjukkan keakuratannya. Alat pengukur tidak dapat

digunakan untuk pengukuran kecuali jika alat tersebut valid.

Meskipun kerangka kerja sebuah penelitian sudah baik, penelitian

tersebut tidak akan menghasilkan temuan yang dapat diandalkan

jika instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data cacat.

(Dharma, 2011). Uji Validitas tidak akan dilakukan karena peneliti

akan menggunakan instrumen atau alat ukur yang bersumber dari

PPNI yang telah melewati serangkaian proses uji secara berkala.

2. Uji Reliabelitas

Keandalan suatu pengukuran menunjukkan seberapa akurat

pengukuran tersebut secara konsisten. Penggunaan alat pengukur

yang berulang-ulang akan memberikan hasil yang sama, dan

itulah yang ditunjukkan oleh keandalan. Sejauh mana suatu

pengukuran bebas dari kesalahan acak sehingga menghasilkan

pengukuran yang konsisten adalah definisi lain dari keandalan.

Kesalahan acak dari berbagai faktor termasuk bias pengamat,

variabilitas subjek, dan kesalahan instrumen, semuanya berperan

dalam mengurangi reliabilitas. (Dharma, 2011). Uji Reliabilitas

tidak akan dilakukan karena peneliti akan menggunakan

instrumen atau alat ukur yang bersumber dari PPNI yang telah

melewati serangkaian proses uji secara berkala.


155

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Sumber

a. Data Primer

siswa siswi PMR di SMAN 8 Samarinda.

b. Data Sekunder

Informasi dari guru maupun pembimbing ekstrakurikuler PMR di

SMAN 8 Samarinda .

2. Metode Pengumpulan Data

Kuesioner formal terdiri dari serangkaian pertanyaan yang

dirancang untuk memperoleh laporan diri dan informasi mendalam

lainnya dari responden. (Dharma, 2011).

H. TEKNIK ANALISA DATA

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memberikan ringkasan ringkas

dari kumpulan data yang terdiri dari hasil pengukuran. Anda dapat

menggunakan angka, tabel, atau bagan untuk meringkas

informasi. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis univariat,

yang berarti :

a. Distribusi sampel menurut usia, pendidikan terakhir, pekerjaan,

status perkawinan.

b. Mean yaitu mengukur nilai rata rata sebenarnya dari data

c. Median adalah nilai yang terletak pada observasi yang ditengah

2. Analisis Bivariat

a. Jika data tersebut normal maka analisis bevariat yang


digunakan adalah paired t test dan t independent :

1) Paired t test

Dua variabel dependen atau variabel yang berkorelasi

menjadi sasaran analisis bivariat. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengevaluasi efektivitas instruksi belat di

SMAN 8 Samarinda. Hubungan antara dua variabel dapat

ditemukan dan hipotesis dapat diuji dengan bantuan analisis

bivariat. Paired t-test adalah metode statistik yang

digunakan. Perbedaan rata-rata antara dua sampel yang

diambil dari populasi yang berbeda dapat diuji dengan

bantuan uji t berpasangan. Kuesioner akan digunakan untuk

mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan dasar

responden sebelum (nilai pre test) dan setelah (nilai post

test) menerima pelatihan Balut Bidai. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk membandingkan subjek sebelum dan

sesudah mengikuti pelatihan Balut Bidai. Rumus untuk uji t

tidak berpasangan adalah :

X 1−X 2
t=

√ 2
s(
1 1
+ )
n1 n2

Keterangan :

n = banyaknya sampel

d = selisih/beda antara nilai pre dan post

Sd = simpangan baku dari d

2) Uji t independent
157

Uji t independen digunakan untuk membandingkan kelompok

intervensi, yang menerima pelatihan Balut Bidai, dengan

kelompok kontrol, yang tidak mendapatkan pelatihan

(Sopiyudin, 2013). Uji parametrik yang meliputi uji t sesuai

dengan asumsi normalitas, homogenitas, dan pengambilan

sampel secara acak (Riwidikdo, 2013). Rumus untuk uji t

independen adalah:

X 1−X 2
t= ¿
Sp √ 1/n 1¿ +(1/n 2)

Dimana nilai s diperoleh dari:

( n 1−1 ) S2 + ( n 2−1 ) S 22
s=
n 1+n 2

b. Jika data tidak berdistribusi normal maka analisa bivariat yang

digunakan adalah uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney:

1) Uji Wilcoxon (uji beda dua kelompok dependen)

Ada beberapa nama untuk uji Wilcoxon. Sebelum

menggunakan uji ini, kita mengurutkan perbedaan

berdasarkan nilai absolutnya. Setelah itu, kita menambahkan

dua jumlah dari peringkat yang bertanda positif (Riwidikdo,

2013) dan melabeli peringkat tersebut dengan tanda

perbedaan awal (selisih). Uji Wilcoxon membutuhkan asumsi

yang sama untuk sampel. Premis-premis yang mendasari uji

Wilcoxon:

a) Analisis dapat dilakukan pada sampel acak yang diambil dari

variabel populasi yang kontinu.

b) Populasi sampel bersifat simetris.


c) Paling banyak, skala interval digunakan untuk pengukuran.

(Riwidikdo, 2013)

n ( n+ 1 )
T −[ ]
4
Z=

√ n(n+ 1)(2 n+1)


24

Setelah membandingkan antara pre dan post kemudian

penelitian menggnakan iju mannWhitney.

2) Uji Mann-Whitney (uji beda dua kelompok independen).

Tujuan dari tes ini adalah untuk menentukan apakah dua

kelompok memiliki nilai yang berbeda secara signifikan untuk

parameter tertentu. Ada dua jenis populasi yang mungkin

menarik: orang yang sebenarnya atau orang yang dibuat-

buat. Premis-premis dari Mann-Whitney U-test:

a) Informasi yang kita miliki adalah pilihan titik data yang

diambil secara acak dari kumpulan pengamatan yang

lebih besar Y1, Y2, Yn.

b) Tidak ada korelasi antara kedua sampel.

c) Variabel kontinu mencirikan variabel yang diminati.

d) Menurut Riwidikdo (2013), skala yang digunakan minimal

harus ordinal..

n 2(n1+1)
T =S−
2

I. ETIKA PENELITIAN
Kata "etika" berasal dari kata Yunani "ethos", yang mengacu pada

norma-norma masyarakat dan harapan perilaku. Dengan bantuan etika,


159

para ilmuwan dapat memeriksa pertanyaan-pertanyaan tentang moralitas

dari sudut pandang subjek mereka. Pertimbangan etis juga membantu

dalam pengembangan standar yang diperbarui dan kriteria yang lebih

ketat untuk melakukan penelitian. Oleh karena itu, beberapa faktor penting

untuk dipikirkan ketika melakukan penelitian tentang etika keperawatan,

menurut (Masturoh & Anggita, 2018) yaitu :

1. Informed Consent

Informasi yang harus diberikan kepada responden penelitian adalah

informasi yang terkait dengan penelitian seperti informasi tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dampak penelitian dan lainnya. Tujuan

dari etika penelitian ini adalah agar responden dapat menentukan

apakah dirinya bersedia atau tidak menjadi subyek penelitian.

2. Anonimity

Etika tanpa memberikan nama adalah dengan tidak menuliskan nama

responden di lembar kuesioner dan peneliti hanya akan mencantumkan

kode pada pengumpulan data dengan tujuan untuk memberikan

jaminan dalam penggunaan nama subyek penelitian.

3. Confidentiality

Etika kerahasiaan adalah seorang peneliti telah menjamin kerahasiaan

semua informasi terkait responden yang sudah dikumpulkan. Akan

tetapi hanya kelompok data tertentu saja yang akan diilaporkan pada

hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.


J. JALANNYA PENELITIAN
1. Mengajukan judul penelitian melewati koordinator mata kuliah

yang sebelumnya telah dikonsulkan oleh dosen pembimbing.

2. Melakukan studi pendahuluan dari buku dan jurnal-jurnal untuk

mendapat sumber informasi yang relevan dan terpercaya.

3. Mengajukan surat permohonan izin studi pendahuluan kepada

Ketua Program Studi S1 Keperawatan di Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur.

4. Menyusun proposal penelitian yang terdiri dari BAB I, II, dan III

berdasarkan buku dan jurnal-jurnal yang relevan dan sesuai

dengan judul penelitian.

5. Setelah dilakukannya penyusunan proposal penelitian dan

apabila disetujui oleh dosen pembimbing, maka selanjutnya

proposal di seminarkan ada tanggal 13 febuari 2023.

6. Mengajukan permohonan untuk membuat surat izin penelitian

kepada Ketua Program Studi S1 Keperawatan di Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur.

7. Mengajukan surat izin penelitian kepada Kepala Sekolah SMA

Negeri 8 Samarinda.

8. Melakukan penelitian dan pengambilan data pada tanggal 13

maret 2023 yang berlokasi di SMA Negeri 8 Samarinda.

9. Melakukan pengolahan data penelitian dan melanjutkan

penyusunan skripsi yang terdiri dari BAB IV sampai BAB V.


161

10. Setelah dilakukannya penyusunan skripsi penelitian dan apabila

disetujui oleh dosen pembimbing, maka selanjutnya skripsi di

seminarkan ada tanggal 14 juni 2023.

2)
K. JADWAL PENELITIAN
Bulan
No Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Menentukan
dan
1
menetapkan
judul
penelitian
Pembuatan
2
proposal
penelitian
Seminar
3
proposal
penelitian
Revisi
4
proposal
penelitian
5 Penelitian

Pengolahan
6
dan analisis
data
7 Seminar
hasil
Revisi
8
seminar
hasil
163

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menyajikan hasil serta pembahasan peneliitian

tentang pengaruh pelatihan Balut Bidai dengan keterampilan siswa PMR

dalam memberikan pertolongan pertama pada kasus fraktur di SMAN 8

Samarinda. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2023,

berlokasi di SMAN 8 Samarinda. Pengumpulan data dilakukan pada 52

siswa PMR yang terdiri dari kelas 10, 11, serta 12. Pada tanggal 13 maret

2023 pukul 08.30 WITA, peneliti melakukan pretest kepada 2 kelompok

responden yang sudah di bagi menjadi kelompok intervensi serta

kelompok kontrol untuk melihat dan menilai keterampilan tentang balut

bidai sebelum diberikan perlakuan. Kemudian di hari yang sama peneliti

melaksanakan post test setelah diberikan perlakuan guna melihat dan

menilai apakah terjadi perubahan dalam keterampilan responden.

A. HASIL
6. Gambaran Umum Sebelum dan Sesudah Penelitian

Implementasi pengambilan data penelitian dilaksanakan

pada bulan Maret 2023 di SMAN 8 Samarinda yang beralamat di

Jalan Untung Suropati, Kelurahan Karang Asam Ulu, Kecamatan

Sungai Kunjang, Kota Samarinda. Sekolah SMAN 8 Samarinda

ialah salah satu SMA yang memiliki 644 peserta didik diantaranya

siswa laki-laki sebanyak 268 orang serta siswa perempuan


sebanyak 376 orang. Sekolah ini juga memeliki ekstrakurikuler

Palang Merah Remaja (PMR) dengan jumlah anggota aktif yaitu

52 siswa yang terdiri dari siswa kelas 10 sampai 12.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 52 siswa

yang di bagi menjadi dua grup penelitian. Grup dalam penelitian

ini terdiri dari 26 siswa sebagai kelompok intervensi dan 26 siswa

sisanya menjadi kelompok kontrol.

Pengambilan data dilaksanakan sebanyak dua tahap, ialah

data awal pre test dan data setelah di beri perlakuan (post test).

Selama 2 tahap pengambilan data tersebut dilaksanakan, semua

responden mengikuti aktivitas itu samapi akhir. Kemudian pada

data hasil penelitian akan dibagi lagi menjadi data khusus serta

data umum. Data umum terdiri dari karekteristik responden sesuai

umur, jenis kelamin, serta kelas, selain itu data khusus menyajikan

perubahan keterampilan responden sebelum serta sesudah di beri

perlakuan serta hasil dari penelitian ini di uji kenormalan data

menggunakan Komolgorov-Smirnov menggunakan hasil rata-rata

sig 0,00 dan shapiro wilk menggunakan hasil rata-rata sig 0,02

yang dapat di artikan bahwa sig < 0,05 dikatakan tidak normal

sehingga pada analisis data bivariat memakai Uji Mann-Whitney

Test, agar melihat pengaruh dari pemberian pelatihan Balut bidai .

Sebelum diberi perlakuan didapati mayoritas keterampilan

responden di masing-masing kelompok mempunyai skor


165

keterampilan kurang. Hal itu terjadi karena sebelumnya para

responden tidak pernah mendapat pengetahuan tentang pelatihan

Balut Bidai dalam bentuk apapun. Selain itu, sarana serta bahan

ajar yang kurang juga menjadi salah satu kendala responden

kurang memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang Balut

Bidai.

Namun, setelah diberi perlakuan berupa pemberian

kegiatan pelatihan Balut Bidai saat memberikan pertolongan

pertama di kasus fraktur, terdapat peningkatan keterampilan yang

signifikan terutama pada kelompok intervensi yang di latih dengan

memberikan pemaparan materi Balut Bidai dan setelah itu

melakukan simulasi Balut Bidai, dengan hal ini sehingga

responden merasa sangat tertarik untuk mempelajarinya.

7. Data Umum

a) Karakteristik sesuai umur

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Umur
f % f %
14 3 11.5% 1 3.8 %
15 11 42.3% 5 19.2 %
16 6 23.1% 9 34.6 %
17 4 15.4% 9 34.6 %
18 2 7.7% 2 7.7%
Jumlah 26 100.0% 26 100.0%
Tabel. 4.1 Tabel Karakteristik Umur
Sesuai Tabel. 4.1 diatas sebagian besar usia yang terdapat di

kelompok intervensi berusia 15 tahun. Kemudian berdasarkan


pada tabel diatas, sebagian besar usia yang berada pada

kelompok kontrol berusia 16 tahun dan 17 tahun.

b) Karatkteristik sesuai jenis kelamin

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


C
F % f %
Perempuan 13 50.0% 16 61.5 %
Laki-Laki 13 50.0% 10 38.5 %
Jumlah 26 100.0% 26 100.0%
Tabel. 4.2 Tabel Jenis Kelamin

Sesuai tabel 4.2 diatas jenis kelamin antara laki-laki serta

perempuan di kelompok intervensi sama masing-masing

berjumlah 13 orang. Berdasarkan tabel 4.2 diatas, sebagian

besar jenis kelamin yang berada dalam kelompok kontrol 16

orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya terdapat 10

orang yang berjumlah laki-laki.

c) Karakteristik berdasarkan kelas

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Kelas
f % F %
X 14 53.8% 6 23.1 %
XI 10 38.5% 11 42.3 %
XII 2 7.7% 9 34.6 %
Jumlah 26 100.0% 26 100.0%
Tabel. 4.3 Tabel Distribusi Kelas

Sesuai tabel 4.3 diatas, sebagian besar kelas yang terdapat

didalam kelompok intervensi adalah kelas X (sepuluh).

Sedangkan pada kelompok kontrol sesuai tabel diatas,

sebagian besar diisi dengan responden dari kelas XI

(sebelas).
167

8. Data Khusus

a) Karakteristik Keterampilan Sebelum Di Berikan Pelatihan di

Kelompok Intervensi serta Kelompok Kontrol (Pre Test).

Pre Test Kel. Intervensi Pre Test Kel. Kontrol


Keterampilan
F % F %
Baik 0 0,00% 0 0,00%
Cukup 0 0,00% 0 0,00%
Kurang 26 100% 26 100%
Total 26 100% 26 100%
Tabel. 4.4 Tabel Hasil Pre Test Keterampilan

Berdasarkan hasil keterampilan pre-test pada kelompok

intervensi yaitu tabel 4.4 maupun kelompok kontrol yaitu tabel

4.4 sama-sama dinyatakan bahwa keterampilan para

responden masuk kedalam kategori keterampilan kurang.

b) Karakteristik Keterampilan Sesudah Di Berikan Pelatihan

Pada Kelompok Intervensi Dan Tanpa Di Berikan Pelatihan di

Kelompok Kontrol (Post Test).

Post Test Kel. Intervensi Post Test Kel. Kontrol


Keterampilan
F % F %
Baik 23 88.5 % 0 0,00%
Cukup 3 11.5 % 0 0,00%
Kurang 0 0,00% 26 100%
Total 26 100% 26 100%
Tabel. 4.5 Tabel Hasil Post Test

Sesuai hasil dari tabel 4.5 di atas, menyatakan bila pada

kelompok intervensi setelah di berikan pelatihan (post test)

terdapat peningkatan nilai kategori yang awalnya saat pre test

di kategorikan sebagai keterampilan kurang setelah di beri

pelatihan berubah menjadi kategori keterampilan cukup (3

responden) dan keterampilan baik (23 responden).


Kemudian dilihat dari tabel 4.5 diatas, merupakan hasil post

test dari kelompok kontrol yang sama sekali tidak diberi

pelatihan atau perlakuan. Hasil diatas menunjukkan tidak

adanya perubahan kategori pada kelompok kontrol yaitu

keterampilan kurang.

c) Analisis Pengaruh Pelatihan Balut Bidai Dengan Keterampilan

Siswa PMR Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Di SMAN 8 Samarinda.

Analisis data untuk mengetahui apakah adanya pengaruh

pelatihan Balut Bidai dengan keterampilan siswa

menggunakan uji Mann-Whitney Test dengan interprestasi

apabila Asymp.Sig.kurang dari 0,05 jadi Hipotesis diterima

serta bila Asymp.Sig.> 0,05 jadi Hipotesis ditolak. Berikut ini

adalah tabel hasilnya :

Intervensi
Hasil
Keterampilan
Mean Rank 39.50
Sum of Rank 1027.00
Z -6,274
Asymp.sig 0.00
Tabel.4.6 Tabel Hasil Uji Mann Whitney SPSS

Asymp.Sig.= 0,000 < α = 0,05, jadi bisa disimpulkan bila

Hipotesis Alternatif (Ha) Diterima. Secara demikian bisa

dikatakan bila adanya perbedaan hasil yang signifikan

diantara Keterampilan sebelum serta setelah diberi pelatihan


169

Balut Bidai. Kesimpulan dari uji statistik diatas ialah “Adanya

pengaruh dari pemberian pelatihan tentang Balut Bidai di

SMAN 8 Samarinda”.

C. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Menurut (Ernasari et al., 2021) Salah satu kondisi darurat

yang membutuhkan pertolongan cepat untuk menghilangkan

bahaya jiwa adalah patah tulang. Trauma, gerakan memutar yang

kuat, atau kontraksi otot yang cepat dan parah adalah penyebab

potensial patah tulang. Tendon, ligamen, otot, dan tulang pada

sistem muskuloskeletal adalah tempat yang paling sering

mengalami cedera di antara para siswa yang mengalami trauma di

sekolah. Cedera pada sistem muskuloskeletal membutuhkan

perhatian medis yang cepat. Jika tidak, luka dapat bertambah

parah dan menimbulkan pendarahan. Konsekuensi lain yang

timbul dapat mengakibatkan kelainan tulang, kecacatan, dan

bahkan kematian. Pembidaian diperlukan untuk melindungi sistem

muskuloskeletal dari bahaya. Pertolongan pertama pada patah

tulang adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh orang awam

yang berpendidikan. Siswa yang telah mengikuti kursus

kegawatdaruratan dasar adalah salah satu jenis orang awam yang

terlatih di lembaga pendidikan. Anggota PMR diharapkan untuk

mengetahui cara menolong penderita patah tulang sebelum


mereka dipindahkan ke rumah sakit, dan mereka mendapatkan

informasi ini melalui kegiatan ekstrakurikuler, yang mencakup

instruksi darurat dasar.

Hasil dari data karakteristik siswa PMR di SMAN 8

Samarinda rata-rata berusia 14 sampai dengan 18 tahun yang

dimana menurut rekomendasi WHO dalam jurnal (Leo Rulino,

2021) anak dengan usia 12 tahun keatas sudah bisa dilatih untuk

menjadi bystander kecelakaan.

Siswa SMA adalah anak remaja yang rentang usianya 14 -

18 tahun yang dimana mereka mempunyai rasa ingin mengetahui

yang besar serta bisa mengingat secara baik tentang apa yang di

ajarkan. Siswa aktif yang tergabung dalam ekstrakurikuler PMR di

SMAN 8 Samarinda berjumlah 52 siswa yang terdiri dari kelas X,

XI, serta XII. Rentang usia dalam anggota PMR di SMAN 8

Samarinda adalah berkisar dari usia 14 sampai 18 tahun.

2. Keterampilan responden

a. Kemampuan sebelum dan sesudah pelatihan pemasangan bidai

pada responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

di PMR SMAN 8 Samarinda.

Keterampilan balut bidai pada kelompok intervensi dan

kontrol dilihat dari keterampilan pada poin-poin SOP Balut Bidai .

Data yang didapat di SMAN 8 Samarinda menunjukkan hasil yang

sama bahwa kemampuan dalam tindakan kurang dengan hasil


171

seperti mengecek respon kurang sempurna, mengenali tanda –

tanda fraktur kurang sempurna dan tidak mengetahui cara

melakukan balut bidai yang benar.

Keterampilan seseorang mencerminkan kapasitas mereka

untuk menerapkan informasi yang mereka peroleh ke dalam

penggunaan praktis. Demikian kata Turambi (2016). Setelah

berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, Anda dapat memulai

proses pengembangan keterampilan. Pengembangan

keterampilan siswa harus berkembang dari area yang sudah

mereka kuasai ke area yang masih perlu mereka kembangkan.

Menurut (Hanafi, 2022), tingkat bakat seseorang

dipengaruhi oleh dorongan, pengalaman, dan tingkat

kompetensinya. Kemampuan seseorang dalam melaksanakan

suatu tugas dapat diasah dengan paparan pengetahuan yang

akurat. Kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan informasi

yang dimiliki dalam bentuk keterampilan merupakan indikator

tingkat perkembangan pengetahuan seseorang. Proses

pengembangan keterampilan harus berjalan mundur dari apa

yang telah diketahui oleh siswa ke apa yang masih perlu mereka

pelajari. Secara umum, tingkat kedewasaan dan kekautan

seseorang akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.


Berdasarkan informasi yang diberikan, peneliti

menyimpulkan bahwa siswa PMR di SMAN 8 Samarinda tidak

memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memberikan

pertolongan pertama yang memadai pada kasus patah tulang.

Oleh karena itu, penting untuk memberikan pengajaran yang

dapat meningkatkan kemampuan setiap murid PMR.. Diharapkan

siswa yang mendapatkan pelatihan balut bidai dapat

meningkatkan keterampilan dan diterapkan dengan baik.

b. Tanggapan dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol PMR

SMAN 8 Samarinda yang menunjukkan perbedaan tingkat

keterampilan membebat sebelum dan sesudah pelatihan.

Setelah menerima instruksi pemasangan bidai, sebagian

besar dari 26 peserta dalam kelompok intervensi di SMAN 8

Samarinda menunjukkan peningkatan kemampuan mereka,

sesuai dengan temuan penelitian.

Kemahiran siswa PMR dalam membidai sesuai SOP,

termasuk memeriksa respon, mengenali tanda dan gejala patah

tulang, memeriksa PMS sebelum dan sesudah pembalutan, serta

memahami prinsip-prinsip pembalutan, meningkat secara

signifikan setelah menerima pelatihan pada pasien langsung.

Dalam pelatihan pembidaian, jika terjadi proses belajar,

peningkatan pengetahuan dan kemampuan merupakan hasil dari


173

penyebaran informasi. Notoatmodjo (2010) berpendapat bahwa

salah satu cara untuk mendefinisikan belajar adalah sebagai

proses dimana seseorang memperoleh informasi dan kemampuan

baru melalui instruksi atau belajar. Tujuan pendidikan adalah

untuk membantu orang menemukan potensi mereka sendiri

dengan merangsang pemikiran, mendorong pertumbuhan individu,

dan membebaskan mereka dari kendala ketidaktahuan.

Peneliti menarik kesimpulan di atas tentang adanya

perubahan tingkat keterampilan dengan adanya pelatihan yang

diberikan, menunjukkan bahwa pemberian pelatihan berpengaruh

terhadap tingkat keterampilan mahasiswa sehingga mahasiswa

memahami dan dapat melakukan pertolongan pertama pada

patah tulang dengan metode splint dressing.

Peneliti tidak menemukan perbedaan yang signifikan

secara statistik antara kelompok eksperimen yang mendapatkan

pelatihan pemasangan bidai sesuai SOP dengan kelompok kontrol

yang tidak mendapatkan pelatihan. Kelompok ini terdiri dari 26

siswa PMR dari SMAN 8 Samarinda.

Salah satu aspek pendidikan informal yang memfasilitasi

pembelajaran adalah pelatihan. Seseorang yang menerima

pelatihan akan memperoleh pengalaman yang relevan dengan

keterampilan yang dipelajarinya, sedangkan orang yang tidak

menerima pelatihan akan tetap tidak berpengalaman. Karena


adanya korelasi antara usia dan pendidikan, maka mereka yang

memiliki lebih banyak pelatihan formal akan memiliki pengalaman

hidup yang lebih besar, dan sebaliknya juga berlaku.

(Notoatmodjo, 2010).

3. Pengaruh Pelatihan Balut Bidai Dengan Keterampilan Siswa

PMR Dalam Memberikan Pertolongan Pada Kasus Fraktur Di

SMA Negeri 8 Samarinda

Pelatihan ialah suatu proses agar mendapat sikap,

pengetahuan, serta keterampilan menjadi hasil dari pengalaman

seseorang akhirnya dapat menghasilkan suatu perubahan perilaku

(Fabriana et al., 2018). Notoadmodjo S pada tahun 2012

menyebutkan, keterampilan merupakan suatu keahlian dari

seseorang agar melaksanakan tindakan sesudah mendapat

pengalaman belajar yang mengikutkan proses pembelajaran

memakai anggota badan serta bantuan alat lainnya yang dapat

menunjang proses itu. Keterampilan ialah hasil dari proses

pemahaman pembelajaran kognitif (memahami suatu

pengetahuan) serta sikap akan sesuatu (afektif). Artinya

seseorang akan dikatakan terampil apabila dirinya memiliki

pengalaman (pengetahuan) tentang suatu hal.

Beberapa aspek, termasuk pendekatan pendidikan dan

materi pesan yang kadang-kadang digunakan dalam kegiatan ini,

mempengaruhi proses pelatihan pembebatan yang efisien untuk

mencapai tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Waktu, biaya,


175

tenaga, sumber daya, serta kesehatan fisik dan mental dari para

peserta harus diperhitungkan ketika menentukan pendekatan

pembelajaran. Dalam penelitian ini, ceramah dan demonstrasi

digunakan sebagai strategi pembelajaran. Informasi dapat

diperoleh dengan menggunakan teknik ceramah dengan cara

mengekspresikan dan memahami ide atau pesan secara lisan

kepada orang atau kelompok.

Pelatihan merupakan bagian integral dalam meningkatkan

tingkat keterampilan, dan hal ini tercermin dari peningkatan

kemampuan yang nyata setelah menerima instruksi. Para peneliti

telah menunjukkan bahwa menerapkan pendekatan perawat

dalam pelatihan telah menghasilkan hasil keterampilan yang

positif..

Dari penelitian diatas, peneliti melihat terdapat perbedaan

pada grup yang dilatih dan grup yang tidak dilatih. Kemudian

peneliti juga menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pada

keterampilan seseorang ketika seseorang tersebut diberi pelatihan

atau tidak diberi pelatihan. Hal ini dibuktikan oleh peneliti

sebelumnya yaitu (Oktafiani & Fitriana, 2022) dengan judul

“Pengaruh Pembelajaran Audiovisual Terhadap Pengetahuan

Anggota PMR Bharaku SMK Negeri 1 Kutasari Tentang BHD”.

Dalam penelitiannya ada perbedaan hasil yang cukup signifikan

antara sebelum diberi pengetahuan serta sesudah diberi


pengetahuan dengan metode audiovisual. Terjadi penambahan

sejumlah 52 responden / 32 responden, mempunyai pengetahuan

yang baik sesudah dikasih pembelajaran audiovisual. Didapat p-

value Pretest (0,000) serta Post-Test (0,000) akhirnya bisa

disimpulkan bila data yang didapat tak terdistribusi normal,

dikarenakan p-value kurang dari 0,05. Akhirnya uji yang dipakai

ialah uji Wilcoxon Signed Rank didapat p-value 0,000 (< 0,05)

yang artinya Ha diterima. Yang akhirnya disimpulkan bila ada

pengaruh pembelajaran dengan metode audiovisual mengenai

BHD terhadap pengetahuan anggota PMR Bharaku SMK Negeri 1

Kutasari.

Bukti yang sama juga didapat di dalam penelitian yang di

lakukan oleh (Kusuma et al., 2022) dengan judul penelitian Hasil

penelitian "Pengaruh Pelatihan Pembidaian Fraktur Terhadap

Tingkat Keterampilan Pengemudi Ojek Online (Ojol) Tentang

Penanganan Fraktur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas" menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat keterampilan

sebelum dan sesudah pelatihan pembidaian fraktur, dengan nilai

P Value sebesar 0,000 (0,005). Temuan penelitian ini

menunjukkan bahwa pengemudi OJOL dapat mengambil manfaat

dari pelatihan pembidaian untuk meningkatkan kemampuan

mereka dalam menangani patah tulang akibat kecelakaan lalu

lintas. Setelah mengikuti instruksi pembidaian, pengemudi OJOL


177

dapat melakukan tindakan pembidaian dan pembalutan sesuai

dengan prosedur pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan

bahwa pelatihan Balut Bidai menggunakan metode ceramah serta

simulasi bisa lebih mudah diterima dalam pembelajaran oleh

siswa siswi, dikarenakan mendapatkan materi secara langsung

dan mereka juga dapat melihat serta dapat mencoba untuk

memperaktikkannya secara bergantian sehingga hal ini dapat

meningkatkan keterampilan Balut Bidai pada siswa PMR di SMAN

8 Samarinda.

D. KETERBATASAN PENELITIAN

Di penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti tidak ada masalah

yang terjadi selama proses penelitian ini. Jalannya penelitian bisa

berjalan lancar berdasarkan rencana yang sudah di buat oleh

peneliti.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sesuai hasil penelitian yang sudah dilaksanakan terdapat pengaruh

dari pemberian pelatihan Balut Bidai dengan keterampilan siswa PMR

dalam memberikan pertolongan pada kasus fraktur di SMAN 8 Samarinda

dan telah menjawab maksud dari penelitian ialah:

1. Mengidentifikasi karakteristik dari siswa PMR di SMAN 8

Samarinda.

2. Keterampilan siswa PMR di SMAN 8 Samarinda sebagian besar

meningkat setelah diberi pelatihan Balut Bidai terutama pada

kelompok intervensi yang diberi perlakuan. Pada grup kontrol tidak

ada perubahan dalam keterampiilan dikarenakan tidak diberi

perlakuan dan masih masuk kedalam kategori keterampilan kurang

3. Adanya pengaruh pemberian pelatihan Balut Bidai dengan

keterampilan siswa PMR dalam memberikan pertolongan pada

kasus fraktur. Pada kelompok intervensi yang diberikan perlakuan

Asymp.sig 0,00.

B. SARAN

1. Bagi Siswa

Setelah mendapat pelatihan tentang Balut Bidai diharapkan

siswa PMR SMAN 8 Samarinda dapat menerapkan ilmu yang


179

diberikan apabila menemui kasus serupa dilingkungan sekolah

maupun di rumah.

2. Bagi Instansi SMA Negeri 8 Samarinda

Manfaat yang bisa di ambil bagi instansi SMAN 8 Samarinda

adalah sebagai tambahan referensi pengetahuan tentanga

keterampilan Balut Bidai dalam penanganan kasus Fraktur

3. Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini diharapkan agar menjadi tambahan

informasi tentang pengetahuan Balut Bidai dalam penanganan kasus

fraktur di lingkungan sekolah.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan agar dibuat sebagai tambahan

referensi bagi penelitian selanjutnya dengan menambah variabel

lainnya.

Anda mungkin juga menyukai